1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kota

advertisement
1
BAB I
PENGANTAR
1.1
Latar Belakang
Kota Pekalongan , Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan
kerajinan batiknya. Kerajinan batik telah secara turun-temurun diwariskan dari
generasi ke generasi, sehingga puluhan ribu orang mendapat nafkah dari usaha
kerajinan tersebut. Menurut data Departemen Perindustrian, pada saat ini di
Pekalongan dan beberapa sentra batik lainnya terdapat 48.300 unit usaha
rumahan. Sektor ini mempekerjakan 792.300 orang ( M. Rahman, “Ekonomi”
, Gatra Nomor 46, 25 September 2008 ), khusus untuk daerah Pekalongan sendiri
berjumlah 632 unit usaha batik dan memperkerjakan sekitar 9.841 pekerja (Data
IKM Produk Unggulan Tahun 2011, Departemen perindustrian, pergadangan,
koperasi dan UMKM kota Pekalongan ). Batik Pekalongan adalah batik yang
sangat terkenal dan kota Pekalongan sendiri dikenal sebagai kota batik yang
mempunyai potensi besar dalam kegiatan pembatikan yang berkembang dengan
pesat.
Batik
juga
yang
menjadi
salah
satu
penopang
perekonomian
masyarakatnya.
Ciri-ciri dari batik Pekalongan adalah memiliki warna dan corak khas
yang telah menjadikannya begitu dikenal di Indonesia. Bahkan hasil produksi
batiknya telah diekspor ke berbagai Negara di dunia seperti Amerika, Australia,
Jepang, Korea, Timur Tengah dan Negara lainnya. Batik Pekalongan merupakan
batik pesisir sama halnya dengan batik Paoman dari Indramayu yang kaya akan
1
2
warna dan biasanya bersifat naturalis. Batik Pekalongan juga banyak dipengaruhi
oleh warga pendatang dari bangsa Cina dan Belanda pada zaman dahulu.
(http://www.tokobajubatikonline.com/blog/ciri-ciri-batik-cap, diakses pada Maret
2012).
Di Kota Pekalongan bagian selatan, terdapat kelurahan yang sebagian
besar penduduknya adalah para pengrajin batik, tidak sedikit usaha ini menyerap
pekerja-pekerjanya dari masyarakat di lingkungan sekitar kelurahan itu sendiri,
yaitu di daerah kelurahan Jenggot . Dengan dimulainya perdagangan bebas antara
Negara-negara ASEAN dan Cina, produk-produk dari Cina masuk bebas ke
Indonesia di berbagai sektor tak terkecuali sektor tekstile atau batik. Hal ini
dikhawatirkan akan mengancam produk-produk lokal khususnya pengrajin batik
yang nantinya secara langsung maupun tidak langsung akan berimbas pada
pendapatan para pekerja atau pengrajin batik di daerah kelurahan Jenggot kota
Pekalongan tersebut.
Perdagangan bebas antara Cina dengan Negara anggota ASEAN ditandai
dengan disetujuinya ACFTA.
Asean-Cina Free Trade Agreement (ACFTA)
adalah salah satu perjanjian kerjasama ekonomi yang dibuat oleh ASEAN dengan
Negara Cina yang ditandatangani pada 4 November 2004 dan sejak tanggal 1
Januari 2010 telah masuk pada tahap pelaksanaan. (Jiwayana, 2010, “ACFTA,
Kesempatan atau Ancaman”, Kompas, 6 Februari 2010)
ASEAN-Cina Free Trade Area atau yang disingkat ACFTA merupakan
salah satu bentuk perdagangan bebas yang dilakukan oleh Indonesia. ACFTA
merupakan perdagangan bebas dalam lingkup wilayah Negara-negara anggota
3
ASEAN dan Cina. Secara umum dapat dikatakan bahwa adanya keinginan kuat
Negara-negara ASEAN untuk mengurangi hambatan-hambatan antara sesama
Negara anggota disamping memperdalam pula hubungan ekonomi diantara para
pihak. Dengan kerjasama ini diharapkan pula biaya-biaya yang dikeluarkan lebih
rendah dengan tujuan meningkatkan perdagangan dan investasi intraregional,
meningkatkan efisiensi ekonomi dan menciptakan suatu pasar yang besar dengan
kesempatan luas. Tentu saja tujuan secara teori di atas mempertimbangkan pula
perbedaan tahapan pembangunan ekonomi antar Negara-negara anggota ASEAN
dan kebutuhan untuk fleksibilitas, terutama kebutuhan untuk memfasilitasi
keikutsertaan Negara-negara anggota ASEAN yang baru dalam kerjasama
ekonomi ACFTA. Adapun tujuan dari perjanjian tersebut meliputi antara lain:
a.
Memperkuat dan meningkatkan kerjasama perdagangan kedua pihak;
Meliberalisasikan perdagangan barang dan jasa melalui pengurangan dan
penghapusan tarif;
b.
Mencari area baru dan mengembangkan kerjasama yang saling
menguntungkan kedua pihak;
c.
Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan negara anggota
baru ASEAN dan menjembatani gap yang ada dikedua belah pihak.
Seperti pada prinsip dasarnya, liberalisasi atau membebaskan dan
menyerahkan pada mekanisme pasar selalu menjanjikan peluang untuk
berkompetisi. Kawasan yang total penduduknya hampir mencapai dua miliar dan
total gabungan Gros Domestic Bruto (GDP) hampir USD 6 triliun, menjadi zona
perdagangan bebas dan arena kompetisi untuk memasarkan barang hasil industri
4
dari seluruh negara anggota ASEAN dan Cina yang telah meratifikasi ACFTA
tersebut.
(www.persma.com/baca/2010/04/29/analisis-dampak-acfta-bagi-
Indonesia-Peluang-atau-hambatan.html, diakses pada Maret 2012)
Dengan segala peluang yang dijanjikan serta kemudahan yang diberikan,
kompetisi atau persaingan membutuhkan kekuatan dan ketahanan agar dapat
bertahan dalam upaya memperoleh keuntungan. Dalam hal liberalisasi
perdagangan, ketahanan ekonomi menjadi hal utama agar tetap berada dalam
persaingan, dan tidak tumbang ketika sistem ekonomi tengah dilanda badai kirisis
atau gangguan. Mampukah Indonesia memanfaatkan ACFTA sebagai peluang
untuk memajukan perekonomian, dengan bekal ketahanan ekonomi dan
kemampuan industri seperti sekarang atau hanya menjadi pasar besar-besaran bagi
barang Cina yang masuk tanpa mampu bersaing sama sekali?
Seperti diketahui, lebih murahnya barang-barang Cina dibanding barang
hasil industri dalam negeri dikhawatirkan merebut pasar dalam negeri (umumnya
barang-barang tekstil dan hasil produksinya), karena bukan hanya konsumen yang
akan beralih pada produk Cina tapi juga para pedagang karena modal yang
dikeluarkannya akan lebih sedikit. Pemerintah Cina melakukan kebijakankebijakan dalam membantu memajukan industrinya, kebijakan tersebut di
antaranya yaitu pembiayaan perbankan seperti memberikan kredit dengan bunga
rendah untuk pelaku industri atau pengusaha merupakan faktor utama pendorong
kelancaran bergulirnya kegiatan industri, selain itu pemerintah Cina juga berusaha
memposisikan diri sebagai pelayan yang menyediakan segala kebutuhan sarana
dan prasarana menyangkut kegiatan industri. Mulai dari pengurusan surat izin
5
usaha yang dapat diperoleh dengan mudah, hingga penyediaan infrastuktur
penunjang guna meningkatkan ekspor seperti jalan raya, pelabuhan angkut, dan
ketersediaan tenaga listrik.
Dalam hal ini, beberapa kalangan menerima pemberlakuan ACFTA
sebagai kesempatan, tetapi di sisi lain ada juga yang menolaknya karena
dipandang sebagai ancaman. Dalam ACFTA, kesempatan atau ancaman
(Jiwayana, 2010) ditunjukkan bahwa bagi kalangan penerima, ACFTA dipandang
positif karena bisa memberikan banyak keuntungan bagi negara. Pertama, negara
akan memiliki pemasukan tambahan dari PPN produk-produk baru yang masuk ke
Indonesia. Tambahan pemasukan itu seiring dengan makin banyaknya obyek
pajak dalam bentuk jenis dan jumlah produk yang masuk ke Indonesia.
Beragamnya produk China yang masuk ke Indonesia dinilai berpotensi besar
mendatangkan pendapatan pajak bagi pemerintah. Kedua, persaingan usaha yang
muncul akibat ACFTA diharapkan memicu persaingan harga yang kompetitif
sehingga pada akhirnya akan menguntungkan konsumen (penduduk atau
pedagang Indonesia).
Bila kalangan penerima memandang ACFTA sebagai kesempatan,
kalangan yang menolak memandang ACFTA sebagai ancaman dengan berbagai
alasan. ACFTA, di antaranya, berpotensi membangkrutkan banyak perusahaan
dalam negeri. Bangkrutnya perusahaan dalam negeri merupakan imbas dari
membanjirnya produk China yang ditakutkan dan memang sudah terbukti
memiliki harga lebih murah. Secara perlahan ketika kelangsungan industri
6
mengalami kebangkrutan maka pekerja lokal pun akan terancam pemutusan
hubungan kerja (PHK)
Dengan mengaitkan persoalan di atas, peneliti secara spesifik akan
menganalisa apakah ada dampak yang dihasilkan dari produk batik Cina yang
masuk ke Indonesia terhadap ketahanan ekonomi keluarga pengrajin batik lokal
khususnya di daerah Kelurahan Jenggot Kecamatan Pekalongan Selatan.
1.2
Rumusan Masalah
Pasca diberlakukannya Perdagangan bebas Asean-Cina Free Trade
Agreement (ACFTA) terhitung mulai tanggal 1 Januari 2010 telah banyak
produk-produk dari Cina membanjiri pasaran di Indonesia. Hampir semua
sektor/bidang produk dari Cina mengalir dengan cepat ke dalam negeri, tak
terkecuali bidang tekstil dan batik. Pada tanggal 2 Oktober 2009 UNESCO telah
mengakui bahwa batik adalah kebudayaan yang berasal dari Indonesia, dan
Indonesia sudah dikenal sebagai produsen batik. Sekarang dengan telah
menjamurnya produk batik Cina di pasaran Indonesia, dikhawatirkan akan
menyaingi produk batik dalam negeri. Seperti yang telah kita diketahui, dengan
lebih murahnya barang-barang Cina di banding barang hasil industri dalam negeri
(khususnya batik) dikhawatirkan merebut pasar dalam negeri, karena bukan hanya
konsumen yang akan beralih pada produk Cina tetapi juga para pedagang karena
modal yang dikeluarkannya akan lebih sedikit. Hal tersebut secara langsung
maupun tidak langsung akan mengakibatkan efek domino di dunia usaha batik,
para pengrajin batik akan mengalami gejolak dalam perekonomiannya jika
7
memang terkena dampak dari produk Cina tersebut. Dan begitu pula untuk
sebaliknya.
Untuk itu peneliti mencoba meneliti tentang dampak produk batik Cina
terhadap ketahanan ekonomi keluarga pengrajin batik lokal (studi kasus di
kelurahan Jenggot Kecamatan Pekalongan Selatan) dengan rumusan masalah,
sebagai berikut :
1.
Bagaimana perkembangan produk batik lokal di Kelurahan Jenggot Kota
Pekalongan ?
2.
Bagaimana tanggapan pengrajin batik lokal tentang produk batik Cina
3.
Bagaimana dampak produk batik Cina terhadap ketahanan ekonomi
keluarga pengrajin batik lokal kelurahan Jenggot Kec. Pekalongan Selatan ?
1.3
Keaslian Penelitian
Data penelitian dampak produk batik Cina terhadap ketahanan ekonomi
pengrajin batik lokal, berasal dari wawancara secara langsung kepada para stake
holder (terutama kepada pengrajin batik sebagai pelaku utama dalam penelitian
ini, pengusaha produk batik lokal, tokoh masyarakat dan instansi pemerintah) dan
data kepustakaan yang relevan dengan tesis yang diteliti.
Penelitian tentang dampak produk batik Cina terhadap ketahanan
ekonomi keluarga pengrajin batik lokal sepengetahuan peneliti belum pernah
dilakukan oleh peneliti lain, dengan demikian keaslian tesis ini dapat
dipertanggung jawabkan. Penelitian lain yang sejenis dengan penelitian ini antara
8
lain : (1) Vica Herawati, UNDIP, 2010, “Analisis pengaruh Asean Cina Free
Trade Agreement (ACFTA) Terhadap Kinerja Keuangan yang dilihat dari
Penjualan pada UKM Tekstil di Pekalongan ” Melalui penelitian ini ditunjukkan
bahwa telah terjadi peningkatan penjualan dengan kata lain bahwa perdagangan
bebas antara Negara ASEAN dan Cina berdampak positif; (2) Puji Widyastuti,
UMY, 2009, “Pengaruh Pemberlakuan Area Perdagangan Bebas Asean di
Indonesia (Studi kasus: Dampak Pemberlakuan Area Perdagangan Bebas ASEAN
terhadap Perdagangan Batik Pekalongan ke Asia Tenggara tahun 2006-2007) ”;
(3) Leni Dewi Anggraini, 2010, “ACFTA dan dampaknya terhadap perekonomian
di Indonesia. Dalam penelitian tersebut dibahas tentang persiapan Indonesia
dalam menghadapi ACFTA dan strateginya.
1.4
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam rangka mengkaji atau menganalisis dampak
dari masuknya produk batik Cina ke Indonesia khususnya para pengrajin batik
lokal didaerah kelurahan Jenggot kota Pekalongan .
Tujuan penelitian ini adalah :
1.
Mengetahui perkembangan batik lokal
2.
Mengetahui tanggapan para pengrajin batik tentang produk batik Cina.
3.
Mengetahui dampak produk batik Cina terhadap ketahanan ekonomi
keluarga pengrajin batik lokal di Kelurahan Jenggot Kec. Pekalongan Selatan.
Manfaat penelitian ini adalah :
9
1.
Bagi Ilmu Pengetahuan ; mampu menyumbangkan pemikiran bagi dunia
akademik khususnya yang berkaitan dengan judul penelitian.
2.
Bagi pengusaha dan pengrajin batik lokal ; diharapkan penelitian ini bisa
memberikan pemahaman tentang dampak dari perdagangan bebas atau
produk batik Cina, sehingga terpacu untuk meningkatkan kualitas
produksinya agar bisa bersaing sehingga bisa menghasilkan dan
meningkatkan penghasilan.
3.
Bagi Pemerintah : diharapkan dapat bermanfaat bagi penentu kebijakan
dalam hal ini pemerintah kota atau pun pemerintah pusat yang berkaitan
dengan strategi peningkatan produksi batik lokal sehingga mampu
meningkatkan nilai produksi dan tetap berdaya saing.
1.5
Sistematika Penelitian
Dalam penelitian hasil studi ini dibagi menjadi delapan bab dan setiap bab
terdiri dari beberapa sub bab yang jumlahnya tergantung pada besar dan
pentingnya persoalan yang dibahas. Secara lebih rinci, sistematika penelitian hasil
penelitian adalah sebagai berikut :
Pada bab pertama, akan dijelaskan secara garis besar tentang isi dari
penelitian ini, pembahasannya meliputi : latar belakang dari permasalahan yang
akan diteliti, perumusan masalah, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat
penelitian, serta sistematika penelitian.
Pada bab kedua akan diuraikan mengenai tinjauan pustaka dan landasan
teori, sedangkan pada bab ketiga akan dibahas khusus tentang metode penelitian,
yang didalamnya berisi; waktu penelitian dan lokasi penelitian, jenis penelitian,
10
populasi dan sampel, tehnik pengumpulan data, tehnik analisis data, variabel
penelitian dan jadwal penelitian.
Pada bab ke empat, akan dibahas kondisi umum wilayah dan masyarakat
di kelurahan Jenggot kecamatan Pekalongan selatan, berisi ; kondisi geografi,
kondisi kependudukan/demografi, kondisi sosial budaya, kondisi ekonomi
Pada bab ke lima, akan dibahas tentang perkembangan produk batik lokal,
pembahasannya meliputi; Sejarah batik lokal, jenis-jenis dari produk batik lokal,
kondisi produk batik lokal sebelum dan sesudah masuknya produk batik Cina dan
peran pemerintah daerah dalam mengembangkan produk batik lokal.
Pada bab ke enam, akan dibahas tentang tanggapan pengrajin batik lokal
tentang produk batik Cina, pembahasannya meliputi; Produk batik lokal dan
tanggapan pengrajin batik lokal terhadap produk batik Cina.
Pada bab ke tujuh, akan dibahas tentang dampak dari produk batik Cina
terhadap ketahanan ekonomi keluarga pengrajin batik lokal, pembahasannya
meliputi ; produk batik Cina di mata pengrajin batik lokal, Kondisi pendapatan
dari para pengrajin batik lokal, kondisi pemenuhan kebutuhan hidup/pengeluaran
para pengrajin batik lokal, dan dampak yang dihasilkan dari produk batik Cina
terhadap ketahanan ekonomi keluarga pengrajin batik lokal.
Pada bab ke delapan, akan disimpulkan hasil penelitian ini dan
merekomendasikan/menyarankan hasil penelitian untuk dijadikan pertimbangan
bagi para pengusaha, pengrajin produk batik lokal, pemerintah daerah dan pihakpihak terkait dalam mengantisipasi atau memanfaatkan fenomena dari dampak
11
produk batik Cina, dan menjadikan hal ini sebagai kesempatan bukan sebagai
ancaman.
Download