BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Pesinyalan (Signalling Theory) Menurut Jama’an (2008) signaling theory mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain. Teori sinyal menjelaskan bahwa pemberian sinyal dilakukan oleh manajer untuk mengurangi asimetri informasi. Manajer memberikan informasi melalui laporan keuangan bahwa mereka menerapkan kebijakan akuntansi konservatisme yang menghasilkan laba yang lebih berkualitas karena prinsip ini mencegah perusahaan melakukan tindakan membesar-besarkan laba dan membantu pengguna laporan keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva yang tidak overstate. Integritas informasi laporan keuangan yang mencerminkan nilai perusahaan merupakan sinyal positif yang dapat mempengaruhi opini investor dan kreditor atau pihak-pihak lain yang berkepentingan. Wolk, et al. (dikutip oleh Jama’an, 2008) signaling theory menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal, karena terdapat asimetri 9 10 informasi (Asymmetri Information) antara perusahaan dan pihak luar. Perusahaan (agent) mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak luar (investor, kreditor). Kurangnya informasi pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan mereka melindungi diri mereka dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan mengurangi asimetri informasi. Salah satu cara untuk mengurangi informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar, salah satunya berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang akan datang. Menurut Jama’an (2008) teori signal juga dapat membantu pihak perusahaan (agent), pemilik (prinsipal), dan pihak luar perusahaan mengurangi asimetri informasi dengan menghasilkan kualitas atau integritas informasi laporan keuangan. Untuk memastikan pihak-pihak yang berkepentingan menyakini keandalan informasi keuangan yang disampaikan pihak perusahaan (agent), perlu mendapatkan opini dari pihak lain yang bebas memberikan pendapat tentang laporan keuangan. Sharpe (1997: 211) dan Ivana (2005:16) mengatakan pengumuman informasi akuntansi memberikan signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa mendatang (good news) sehingga investor tertarik untuk melakukan perdagangan saham, dengan demikian pasar akan bereaksi yang tercermin melalui perubahan dalam volume perdagangan saham. 11 Dengan demikian hubungan antara publikasi informasi baik laporan keuangan, kondisi keuangan ataupun sosial politik terhadap fluktuasi volume perdagangan saham dapat dilihat dalam efisiensi pasar. Dan apabila dihubungkan dengan harga saham Teori Pesinyalan (Signalling theory) sangatlah membantu para investor untuk mengambil keputusan untuk ikut bergabung di dalam perusahaan dengan cara melihat informasi yang dikeluarkan perusahaan. Dimana informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana pasaran efeknya. Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi. Salah satu jenis informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat menjadi signal bagi pihak di luar perusahaan, terutama bagi pihak investor adalah laporan tahunan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan informasi non-akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan dengan laporan keuangan. Laporan tahunan hendaknya memuat informasi yang relevan dan mengungkapkan informasi yang dianggap penting untuk diketahui oleh pengguna laporan baik pihak dalam maupun pihak luar. Semua investor memerlukan informasi untuk mengevaluasi risiko relatif setiap perusahaan sehingga dapat melakukan diversifikasi portofolio dan kombinasi 12 investasi dengan preferensi risiko yang diinginkan. Jika suatu perusahaan ingin sahamnya dibeli oleh investor maka perusahaan harus melakukan pengungkapan laporan keuangan secara terbuka dan transparan. B. . Harga Saham Harga saham merupakan salah satu indikator pengelolaan perusahaan. Keberhasilan dalam menghasilkan keuntungan akan memberikan kepuasan bagi investor yang rasional. Harga saham yang cukup tinggi akan memberikan keuntungan, yaitu berupa capital gain dan citra yang lebih baik bagi perusahaan sehingga memudahkan bagi manajemen untuk mendapatkan dana dari luar perusahaan. Harga saham menurut Surono (2001:12) “harga yang ditentukan secara lelang kontinu”. Sedangkan, menurut Sartono (2001:70) “harga pasar saham terbentuk melalui mekanisme pemerintah dan penawaran dipasar modal”. Harga saham merupakan nilai sekarang dari arus kas yang akan diterima oleh pemilik saham dikemudian hari. Menurut Anoraga (dikutip oleh Saptadi, 2007) harga saham adalah uang yang dikeluarkan untuk memperoleh bukti penyertaan atau pemilikan suatu perusahaan. Harga saham juga dapat diartikan sebagai harga yang dibentuk dari interaksi para penjual dan pembeli saham yang dilatar belakangi oleh harapan mereka terhadap profit perusahaan, untuk itu investor memerlukan informasi yang berkaitan 13 dengan pembentukan saham tersebut dalam mengambil keputusan untuk menjual atau membeli saham. Berdasarkan fungsinya nilai dari suatu saham dibedakan menjadi tiga jenis (Saptadi : 2007) yaitu : 1. Par Value (Nilai Nominal ) Nilai nominal adalah nilai yang tercantum pada saham yang bersangkutan yang berfungsi untuk tujuan akuntansi. Nilai nominal suatu saham harus ada dan dicantumkan pada surat berharga saham dalam mata uang rupiah, bukan dalam bentuk mata uang asing. 2. Base Price (Harga Dasar) Harga dasar suatu saham erat kaitannya dengan harga pasar suatu suatu saham. Harga dasar dipergunakan didalam perhitungan indeks harga saham. 3. Market Price (Harga Pasar) Harga pasar merupakan harga yang paling mudah ditentukan karena harga pasar merupakan harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung. Apabila pasar suatu efek sudah tutup maka harga pasar adalah adalah harga penutupannya (closing price). Jadi harga pasar inilah yang menyatakan naik-turunnya suatu saham. Harga saham merupakan indikator utama yang menggambarkan pergerakan saham. Di pasar modal sebuah indeks diharapkan memiliki lima fungsi (BEI, 2008) yaitu: 14 1. Sebagai indikator tren pasar, 2. Sebagai indikator tingkat keuntungan, 3. Sebagai tolok ukur (benchmark) kinerja suatu portofolio, 4. Memfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif, 5. Memfasilitasi berkembangnya produk derivatif. Penilaian harga saham bertujuan untuk menilai saham-saham manakah yang paling menguntungkan bagi investor. Dengan kata lain sahamsaham manakah yang harga pasarnya lebih rendah dari nilai intrinsic (undervalued) sehingga layak untuk dibeli, serta saham-saham manakah yang harga pasarnya lebih tinggi dari nilai-nilai intrinsic (overvalued) sehingga menguntungkan untuk dijual. Dengan demikian perlu dilakukan analisis terhadap harga saham. Secara garis besar analisis terhadap harga saham dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal (Halim, :2005). Analisis Fundamental menyatakan bahwa saham memiliki nilai intrinsik (nilai yang seharusnya) tertentu. Analisis ini membandingkan antara nilai intrinsik suatu saham dengan harga pasarnya guna menentukan apakah harga pasar saham tersebut sudah mencerminkan nilai intrinsiknya apa belum. Nilai intrinsik suatu saham ditentukan oleh faktor-faktor fundamental yang mempengaruhinya. Ide dasar pendekatan ini adalah, bahwa harga saham akan dipengaruhi oleh kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan itu sendiri 15 dipengaruhi oleh kondisi industry dan perekonomian secara makro (Halim,2005:21). Analisis Teknikal dimulai dengan cara memperhatikan perubahan harga saham itu sendiri dari waktu ke waktu. Analisis ini beranggapan bahwa harga suatu saham akan ditentukan oleh penawaran dan permintaan terhadap saham tersebut. Sehingga asumsi dasar yang berlaku dalam analisis ini adalah (Halim,2005:29): 1.Harga pasaham saham ditentukan oleh interaksi penawaran dan permintaan. 2. Penawaran dan permintaan itu sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang rasional maupun irasional. 3. Perubahan harga saham cenderung bergerak mengikuti tren tertetu. 4.Tren tersebut dapat berubah karena bergesernya penawaran dan permintaan. 5. Pergeseran penawaran dan permintaan dapat dideteksi dengan mempelajari diagram dari perilaku pasar. 6. Pola-pola tertentu yang terjadi pada masa lalu akan terulang kembali di masa datang. 16 Menurut Weston dan Brigham (2001:26), faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham adalah: a. Laba per lembar saham (Earning Per Share/EPS) Seorang investor yang akan melakukan investasi pada perusahaan akan menerima laba atas saham yang dimilikinya. Semakin tinggi laba per lembar saham (EPS) yang diberikan perusahaan akan memberikan pengembalian yang cukup baik. Ini akan mendorong investor untuk melakukan investasi yang lebih besar lagi sehingga harga saham perusahaan akan meningkat. b. Tingkat Bunga 1) Tingkat bunga dapat mempengaruhi harga saham dengan cara: Mempengaruhi persaingan dipasar modal antara saham dengan obligasi, apabila suku bunga naik maka investor akan menjual sahamnya untuk ditukar dengan obligasi. Hal ini akan menurunkan harga saham. Hal sebaliknya juga akan terjadi apabila tingkat bunga mengalami penurunan. 2) Mempengaruhi laba perusahaan, hal ini terjadi karena bunga adalah biaya, semakin tinggi suku bunga maka semakin rendah laba perusahaan. Suku bunga juga akan mempengaruhi kegiatan ekonomi yang juga akan mempengaruhi laba perusahaan. c. Jumlah Kas Deviden yang Diberikan Kebijakan pembagian deviden dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagian dibagikan dalam bentuk deviden dan sebagian lagi disisihkan sebagai laba 17 ditahan. Sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi harga saham, maka peningkatan pembagian deviden merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kepercayaan dari pemegang saham karena jumlah kas deviden yang besar adalah yang diinginkan oleh investor sehingga harga saham naik. d. Jumlah laba yang didapat perusahaan Pada umumnya, investor melakukan investasi pada perusahaan yang mempunyai profit yang cukup baik karena menunjukan prospek yang cerah sehingga investor tertarik untuk berinvestasi, yang nantinya akan mempengaruhi harga saham perusahaan. e. Tingkat Resiko dan Pengembalian Apabila tingkat resiko dan proyeksi laba yang diharapkan perusahaan meningkat maka akan mempengaruhi harga saham perusahaan. Biasanya semakin tinggi resiko maka semakin tinggi pula tingkat pengembalian saham yang diterima. f. Tingkat Inflasi Meningkatnya inflasi secara relatif adalah sinyal negatif bagi pemodal di pasar modal. Inflasi meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan. Jika peningkatan biaya faktor produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan, profitabilitas perusahaan akan menurun. 18 g. Kurs Rupiah Menurunnya Kurs Rupiah terhadap mata uang asing memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal. Menurunnya kurs dapat meningkatkan biaya impor bahan baku dan meningkatkan suku bunga walaupun dapat meningkatkan ekspor. h. Anggaran Defisit Sinyal positif untuk ekonomi yang sedang resesi tapi negatif untuk ekonomi yang sedang inflasi. Anggaran defisit mendorong konsumsi dan investasi pemerintah sehingga dapat meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan. Tetapi anggaran defisit akan meningkatkan jumlah uang beredar dan akibatnya mendorong inflasi. Menurut Jaka. E. Cahyono (2002:46), salah satu faktor yang mempengaruhi harga saham adalah kondisi makro ekonomi, yang dapat diwakili oleh beberapa indikator makro, yaitu: a. Tingkat realisasi investor sektor riil. b. Pengeluaran pemerintah c. Laju inflasi d. Tingkat suku bunga e. Stabilitas sosial-politik f. Kepastian hukum Para fund manajer profesional, investor individu dapat menggunakan indikator makro sebagai salah satu pertimbangan dalam membuat keputusan investasi. 19 C. Inflasi Inflasi merupakan salah satu indikator yang dapat dipakai sebagai alat pengukur tingkat perekonomian suatu Negara. Menurut Suparmoko (2003 :209) Inflasi merupakan permasalahan ekonomi yang banyak menarik perhatian dari berbagai pihak, adapun pengertian inflasi tersebut dapat diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus dalam periode tertentu. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang barang lainnya. Menurut khalwaty (2000: 4-5) Inflasi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga secara tajam (absolute) yang berlangsung terus- menerus dalam jangka waktu cukup lama. Seirama dengan kenaikan harga-harga tersebut, nilai uang turun secara tajam pula sebanding dengan kenaikan harga-harga tersebut. Perekonomian negara dapat dikatakan cukup baik apabila tingkat inflasi rendah, demikian juga sebaliknya. Tingkat inflasi di Indonesia pada tahun 2009 cukup rendah bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada akhir tahun 2009 angka inflasi mencapai 2,78%, hal ini tentu cukup membanggakan mengingat pada akhir tahun 2008 mencapai angka 11,06%. Rendahnya tingkat inflasi pada tahun 2009 karena didorong oleh faktor eksternal yang kuat dengan turunya harga-harga komoditas. 20 1. Teori-teori Tentang Inflasi Dalam jurnal akuntansi dan keuangan yang ditulis oleh Adwin S. Atmadja dalam Hermawan (2011) menyebutkan beberapa teori tentang inflasi, yaitu: a. Teori Kuantitas Teori ini menekankan pada peranan jumlah uang yang beredar dan harapan masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi. Dimana inti darri teori ini adalah: 1) Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun uang giral. 2) Laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan harapan masyarakat mengenai kenaikan harga dimasa mendatang. b. Keynesian Model Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini menyatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup diuar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah barang yang tersedia (penawaran agregat). Akibatnya akan terjadi inflationary gap. Keterbatasan jumlah persediaan barang ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk mengimbangi kenaikan permintaan. Oleh karenanya sama seperti pandangan kaum monetarist. Keynesian model lebih banyak dipakai untuk menerangkan fonomena inflasi dalam jangka pendek. 21 c. Mark-up Model Pada teori ini dasar pemikiran model inflasi ditentukan oleh dua komponen yaitu cost of production dan profit margin. Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponen-komponen yang menyusun cost of production dan atau kenaikan profit margin akan menyebabkan terjadinya kenaikan pada harga jual komoditi di pasar. d. Teori Struktural Di beberapa Negara berkembang, menunjukkan bahwa inflasi bukan semata-mata merupakan fenomena moneter, tetapi juga merupakan structural atau cost push inflation. Hal ini disebabkan karena struktur ekonomi Negara-negara berkembang pada umumnya masi bercorak agraris. Sehingga goncangan ekonomi yang bersumber dari dalam negeri, misalnya gagal panen sebagai akibat dari perubahan usin yang begitu cepat atau bencana alam. Dalam hal-hal yang memiliki kaitan dengan hubungan luar negri seperti memburuknya term og trade, utang luar negeri dan kurs valas yang dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik. 2. Menurut Timbulnya Inflasi Menurut Putong (2003:260), berdasarkan asalnya atau timbulnya inflasi dibagi menjadi dua yaitu: a. Inflasi yang berasal dari dalam negri (domestic inflation), inflasi ini timbul karena defisit anggaran belanja negara dan gagalnya pasar yang berakibat harga kebutuhan pokok menjadi mahal. 22 b. Inflasi yang berasal dari luar negeri (omported inflation), terjadi karena kenaikan harga barang di negara lain, biaya produksi barang luar negeri tinggi, kenaikan impor tarif barang. 3. Macam-Macam Inflasi 2.1 Berdasarkan tingkat kualitas parah atau tidaknya Ada beberapa inflasi berdasarkan tingkat kualitas parah atau tidaknya yaitu: a. Inflasi ringan Inflasi ringan atau inflasi merangkak (creeping inflation) adalah inflasi yang lajunya kurang dari 10% per tahun, inflasi seperti ini wajar terjadi pada negara berkembang yang selalu berada dalam proses pembangunan. b. Inflasi sedang Inflasi ini memiliki ciri yaitu lajunya berkisar antara 10% sampai 30% per tahun.Tingkat sedang ini sudah mulai membahayakan kegiatan ekonomi.Perlu diingat laju inflasi ini secara nyata dapat dilihat garak kenaikan harga.Pendapatan riil masyarakat terutama masyarakat yang berpenghasilan tetap seperti buruh ,mulai turun dan kenaikan upah selalu lebih kecil bila dibandingkan dengan kenaikan harga. c. Inflasi berat Inflasi berat adalah inflasi yang lajunya antara 30% sampai 100%.Kenaikan harga sudah sulit dikendalikan.Hal ini diperburuk lagi oleh pelaku-palaku ekonomi yang memanfaatkan keadaan untuk melakukan spekulasi. 23 d. Inflasi liar (hyperinflation) Inflasi liar adalah inflasi yang lajunya sudah melebihi dari 100% per tahun. Inflasi ini terjadi bila setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hyperinflastion). 2.2 Inflasi berdasarkan penyebabnya. Menurut Sadono Sukirno (2006:254), berdasarkan faktor-faktor yang menimbulkan inflasi dapat dibedakan menjadi: a. Inflasi karena tarikan permintaan atau inflasi permintaan . Inflasi ini merupakan inflasi yang disebabkan oleh besarnya permintaan masyarakat akan barang-barang. Permintaan total yang berlebihan biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan permintaan terhadap barang dan terhadap faktor-faktor jasa mengakibatkan produksi tersebut. bertambahnya Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan 24 b. Inflasi karena kenaikan biaya-biaya produksi (cost push inflation) Inflasi ini terjadi karena adanya perubahan tingkat penawaran. Kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting. 4. Mengukur Inflasi Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya: a. Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen. 25 b. Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI). c. Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi. d. Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu. D. Nilai Tukar 1. Sistem Nilai Tukar Menurut Dahlan Siamat (2005:471), Nilai tukar mata uang asing (the exchange rate) atau nilai kurs adalah harga suatu uang yang dinyatakan dalam mata uang negara lain. Dalam hal ini dollar terhadap Rupiah. Menurut Sadono Sukirno (2006), kurs adalah jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan, untuk memperoleh satu unit mata uang asing. Menurut Aulia (2008:55), penyesuaian nilai rupiah yang relative lamban dibandingkan dengan laju inflasi di dalam negeri dapat mengakibatkan harga barang-barang ekspor relative mahal sehingga kurang mendukung upaya peningkatan daya saing ekspor non migas. Sebaliknya penyesuaian nilai tukar rupiah yang terlalu cepat akan dapat mendorong pengaliran modal ke luar negri. 26 Menurut Prutluma Raharja dan Mandala Manurung (2001:143), kurs adalah asset-aset yang digunakan untuk bertransaksi. Uang adalah sesuatu yang diterima masyarakat sebagai alat pembayaran ) dan kondisi teknologi, jumlah barang modal dan jumlah uang yang beredar disuatu negara mempengaruhi bertambah modernnya perekonomian menyebabkan fungsi uang tidak sekedar sebagai alat tukar, melainkan juga menyimpan nilai, seperti Amerika Serikat dengan dollarnya yang merupakan Negara perekonomiannya telah maju, nilai uangnya lebih besar dengan nilai mata uang Indonesia yaitu rupiah karena perekonomiannya sedang berkembang. Nilai tukar atau kurs yaitu mengukur nilai dari suatu valuta dari perspektif valuta lain. Sejalan dengan berubahnya kondisi ekonomi nilai tukar juga dapat berubah secara substansial. (Madura,2000:86) perubahaan nilai tukar mempunyai pengaruh negatif terhadap harga saham. Artinya apabila nilai mata uang asing naik maka harga saham akan turun, hal ini disebabkan harga mata uang asing yang tinggi perdagangan di BEJ akan semakin lesu, karena tingginya nilai mata uang mendorong investor untuk berinvestasi dipasar uang. Dan sebaliknya apabila nilai mata uang asing turun terhadap mata uang dalam negeri maka harga saham akan naik disebabkan turunya mata uang mendorong investor untuk berinvestasi dipasar modal. Masalah nilai tukar muncul manakala suatu negara melakukan pertukaran dengan negara lain, dimana masing-masing negara menggunakan mata uang yang berbeda. Jadi nilai tukar adalah merupakan harga yang harus 27 dibayar oleh mata uang suatu negara untuk memperoleh mata uang negara lain, harga yang harus dibayar itu disebut kurs. Menurut Manarung dan Rahrja (2004:74) macam sistem penetapan kurs valas atau forex rate, yakni sebagai berikut: a. Free Floating Exchange Rate System Dalam system kurs mengambang bebas atau disebut juga Clean Floating Rate System, kurs suatu mata uang ditentukan oleh pengaruh permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar valas sesuai dengan mekanisme pasar yang berlaku. Secara teoritis, penentuan kurs sepenuhny diserahkan pada pengaruh pasar sehingga pemerintah tidak perlu melakukan intervensi di pasar baik melalui transaksi jual-beli valas maupun intervensi dalam bentuk ketentuan peraturan. Oleh karena itu, cadangan yang ada bisa digunakan untuk maksud lain. b. Managed Floating Exchange Rate System. Dalam system kurs mengambang terkendali, pemerintah dapat kapan saja melakukan intervensi baik melalui pembelian atau penjualan valas, ataupun melalui berbagai kebijaksanaan Bank Sentral akan memelihara tingkat apresiasi/depresiasi pada suatu persentase tertentu dengan melakukan penjualan atau pembelian valas pada level-level yang dianggap mengkhawatirkan. Selain itu bila diperkirakan kurs valas sudah terlalu menyimpang, maka pemerintah secara bertahap akan memperkecil perbedaan tersebut devaluasi atau lainnya. 28 c. Fixed Exchange Rate System Sistem penetapan kurs tetap, muncul pertama kali pada tahun 1994 bersamaan dengan lahirnya Dana Moneter International (IMF) dan Bank Dunia yang beroperasi berdasarkan standar pertukaran emas. Sistem kurs yang tetap atau stabil diperlukan saat itu dengan maksud untuk mempelancar arus perdagangan dan investasi internasional karena dengan sistem kurs tetap tersebut, dijamin ada suatu kepastian biaya atau pendapatan daripada kegiatan perdagangan atau investasi dimaksud. Atau paling tidak risiko karena perbedan kurs dinegaea dimaksud dapat diperkecil. Dengan penetapan kurs tetap ini bukan berarti kesignifikan permintaan dan penawaran menghilang , melainkan hanya timbul tenggelam karena adanya intervensi Bank Sentral di pasar valas. Pemerintah dalam hal ini betul-betul mengendalikan pasar valas. d. Pegged Exchange Rate System Sering disebut juga sebagai sistem kurs terkait yaitu sistem kurs yang dilakukan dengan mengaitkan nilai mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain yang dinilai stabil. Kurs mata uang tersebut akan berfluktuasi mengikuti mata uang negara-negara yang ditambatinya dan karenanya nilai mata uang negara tersebut (yang ditambatkan) menjadi sangat tergantung pada kondisi negara lain. Pada umumnya negara-negara yang ditambatinya adalah Negara-negara yang mempunyai hubungan dagang yang erat dan secara ekonomi cukup potensial. Dalam perkembangannya dikenal dengan Crawling Peg System atau sistem kurs terkait merambat, pada prinsipnya kurs 29 yang ditambatkan diperbolehkan berfluktuasi atau berubah (crawl or glide) secara periodik sesuai dengan kondisi yang berkembang. 2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kurs ( Nilai Tukar) Menurut Sadono Sukirno (2006:26) faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan kurs (nilai tukar) adalah sebagai berikut: a. Perubahan dalam citra rasa masyarakat Bila penduduk suatu Negara menyukai barang-barang dari negara lain, maka nilai mata uang asing tersebut akan naik dan kurs mata uang lokal terhadap mata uang asing akan turun (terdepresiasi). b. Perubahan harga dari barang-barang ekspor Semakin tinggi harga barang yang akan diekspor semakin turun mata uang impor, artinya kurs Negara pengimpor terhadap negara ekspor akan turun (terdepresiasi). c. Kenaikan harga-harga umum (inflasi) Semakin tinggi tingkat inflasi negara pengekspor semakin turun nilai mata uang negara tersebut dan semakin terdepresiasi terhadap negara tujuan ekspor. Misalnya kenaikan harga-harga di negara Indonesia relatif tinggi daripada barang-barang di Amerika Serikat,sehingga menyebabkan konsumen mensubstitusi barang-barang Indonesia dengan barang impor dari Amerika sehingga meningkatkan ekspor Amerika ke negara Indonesia dan mengurangi ekspor Indonesia ke negara Amerika dan mengakibatkan depresiasi rupiah terhadap dollar. 30 d. Perubahan dalam tingkat bunga dan tingkat pengembalian investasi. Semakin tinggi tingkat bunga investasi di negara tersebut semakin tinggi nilai mata uang tersebut. e. Perkembangan ekonomi. Semakin banyak nilai ekspor suatu negara semakin kuat nilai mata uang negara tersebut. f. Stabilitas politik. Stabilitas politik berpengaruh terhadap nilai mata uangnya. Adanya rasa takut terhadap kemungkinan perubahan politik yang kurang dapat menurunkan nilai mata uang. Kemungkinan perubahan drastis pada suatu sistem politik dapat menyebabkan perubahan besar yang cepat atas nilai mata uangnya. 3. Perkembangan Sistem Nilai Tukar Yati dan Hardiyanto (1999) menyatakan bahwa nilai tukar Negara-negara Eropa sejak rezim nilai tukar tetap Bretton Wodds sampai dengan tahun 1997, mengungkapkan bahwa perilaku nilai tukar adalah regimedependent, yaitu tergantung pada sistem nilai tukar yang berlaku. Secara garis besar, Indonesia telah mengimplementasikan sistem nilai tukar yang berbeda-beda dalam tiga decade terakhir. Perubahan dari suatu sistem ke sistem lainnya didasarkan pada kebutuhan agar sistem nilai tukar sesuai dengan perekonomian yang mengalami perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi (Elfthasari, 2007). a. Sistem Nilai Tukar Tetap (1970 – Nopember 1978) 31 Sesuai dengan Undang-undang No. 32 tahun 1964, Indonesia menganut sistem nilai tukar tetap dengan kurs resmi Rp. 250 per 1 USD (sebelumnya Rp. 45 per 1 USD), sementara kurs mata uang lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar Rupiah terhadap USD di bursa valuta asing Jakarta. b. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (Nopember 1978- Agustus 1997). Pada sistem ini nilai tukar rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang (basket of currencies) Negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Kebijakan ini diimpelementasikan bersamaan dengan dilakukannya devaluasi rupiah pada wal tahun 1978 sebesar 33,6%. Dengan sistem tersebut pemerintah menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, pemerintah melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas bawah dari spread. Perkembangan selanjutnya dengan semakin terbukanya perekonomian nasional terhadap perekonomian dunia yang ditandai dengan semakin besarnya capital inflow ke Indonesia, serta semakin pesatnya perkembangan sektor keuangan dan dunia usaha maka kebijkan nilai tukar managed floating, lebih ditekankan pada unsure floating-nya sementara unsur pengendaliannya (managed) semakin mengecil. c. Sistem Nilai Tukar Managed Floating dengan Crawling Band System (September 1958- Agustus 1997). Fleksibilitas nilai tukar rupiah semakin ditingkatkan melalui penerapan kebijakan nilai tukar crawling band sejak tahun 1992 hingga Agustus 1997. 32 Peningkatan fleksibitas nilai tukar tersebut telah mendorong perkembangan pasar valuta asing dalam negeri, yang tercermin dari semakin berkurangnya ketergantungan bank-bank kepada Bank Indonesia dalam melakukan transakis devisa. Disamping itu, jumlah pelaku transaksi juga semakin meningkat dan produk pasar valuta asing semakin bervariasi. d. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas (sejak 14 Agustus 1997). Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar Rupiah mengalami tekanantekanan yang menyebabkan semakin melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap USD. Tekanan tersebut berawal dari krisis Thailand yang dengan segera menyebar ke Indonesia dan Negara ASEAN sehubungan dengan karakteristik perekonomian yang mempunyai kemiripan. 33 Tabel 2.1 Ringkasan Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu No 1 Penelitian Suciwati dan Machfoedz (2002) Judul Pengaruh resiko nilai tukar rupiah terhadap return saham : Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEJ Hasil Penelitian Perbedaan dan persamaan Nilai tukar rupiah berpengaruh - Perbedaan penelitian ini signifikan positif terhadap return terlihat pada variable Y saham sebelum terjadi depresiasi yaitu return saham dan sedangkan dipenelitian berpengaruh signifikan negatif saya menggunakan terhadap nilai tukar rupiah setelah Harga saham. Dan hanya terjadinya depresiasi. menggunakan satu variable X yaitu Nilai tukar sedangkan dipenelitian saya menggunakan 2 variabel X yaitu Tingkat Inflasi dan Nilai Tukar. - Persamaan telihat bahwa nilai tukar sama-sama berpengaruh positif terhadap return saham maupun harga saham. 2 Rumiris L. Tobing (2009) Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI Dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia. Hasil regresi jangka pendek kurs rupiah berpengaruh negatif, inflasi berpengaruh positif, tingkat suku bunga SBI dan inflasi berpengaruh positif. - Perbedaan penelitian ini terlihat pada 3 variable X yaitu Tinkat inflasi,Suku Bunga SBI, dan Nilai tukar sedangkan pada penelitian saya hanya menggunakan 2 variabel X yaitu Tingkat Inflasi dan Nilai Tukar. - Persamaannya samasama meneliti variable Y yaitu Harga Saham. 3 Suramaya Suci Kewal (2008) Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs Dan Pertumbuhan PDB Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Bahwa tingkat inflasi, suku bunga - Perbedaan penelitian ini SBI dan pertumbuhan PDB tidak terlihat jelas di dalam memiliki pengaruh yang penggunaan 4 variabel X signifikan terhadap IHSG, yaitu Inflasi, Suku Bunga sedangkan kurs rupiah SBI, Kus dan berpengaruh negatif dan Pertumbuhan PDB. signifikan terhadap IHSG. Riset Sedangkan dipenelitian ini membuktikan bahwa variable saya hanya kurs rupiah mempengaruhi secara menggunakan 2 variabel negative signifikan terhadap X yaitu Inflasi dan Nilai IHSG yang artinya semakin kuat Tukar. kurs rupiah terhadap US $ 34 4 Setyorini dan Supriyadi (2000) Hubungan Dinamis antara nilai tukar rupiah dan harga saham di bursa efek Jakarta Pasca penerapan sistem devisa bebas mengambang. Simposium Akuntansi nasional ke III. Hal 771-793. (rupiah terapresiasi) maka akan meningkatkan harga saham, dan sebaliknya - Persamaan telihat bahwa sama-sama meneliti variable Y yaitu Harga saham. Ada pengaruh negatif dan signifikan nilai tukar terhadap harga saham. - Perbedaan didalam penelitian ini terlihat pada hasil penelitian yang menyebutkan pengaruh negatif nilai tukar terhadap harga saham. Sedangkan di dalam penelitian saya menyebutkan pengaruh positif nilai tukar terhadap harga saham. - Persamaan terlihat bahwa penelitian ini sama-sama meneliti nilai tukar dan harga saham. 6 Mudji Utami dan Mudjilah Rahayu (2003) Pernanan Profitabilitas, suku bunga, inflasi dan nilai tukar dalam mempengaruhi pasar modal di Indonesia selama krisis Ekonomi, Jurnal Ekonomi Manajemen, vol. 5, no. 2 Profitabilitas, suku bunga, inflasi - Perbedaan dalam dan nilai tukar secara bersamapenelitian ini terlihat sama mempengaruhi harga saham pada variable badan usaha secara signifikan. profitabilitas dan suku bunga SBI. Sedangkan didalam penelitian saya hanya menggunakan 2 variabel X yaitu inflasi dan nilai tukar. - Persamaan terlihat bahwa inflasi dan nilai tukar sama-sama berpengaruh terhdap harga saham. 35 7 Muhammad Zuhdi Amin (2008) Pengaruh Tingkat Inflasi, Suku Bunga, Nilai Kurs Dollar (USD/IDR), Dan Indeks Dow Jones (DJIA) Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) (PERIODE 20082011) - Perbedaan di dalam Tingkat inflasi, tingkat suku penelitian ini terlihat bunga SBI, nilai kurs U.S dollar (USD/IDR), Indeks Dow pada variable X yaitu Tingkat Suku Bunga dan Jones (DJIA) berpengaruh Indeks Dow Jones secara simultan terhadap (DJIA) sedangkan IHSG. Besarnya pengaruh didalam penelitian saya yang disebabkan oleh keempat hanya menggunakan variabel independen tersebut adalah sebesar 62%, sedangkan Tingkat Inflasi, Nilai Kurs dollar AS. sisanya sebesar 38% mungkin dipengaruhi oleh variabel lain - Persamaan dengan diluar model penelitian ini, penelitian saya adalah seperti; harga minyak dunia, sama-sama meneliti harga emas, harga euro, dan Harga Saham. lainnya. Tingkat inflasi tidak berpengaruh secara parsial terhadap terhadap IHSG Nilai kurs dollar AS terhadap rupiah berpengaruh negatif terhadap IHSG Sumber : Dikembangkan dari beberapa jurnal 36 E. Kerangka Pemikiran a. Hubungan Inflasi dengan Harga Saham Investasi pada saham dapat memberikan perlindungan nilai yang baik dari pengaruh inflasi karena saham merupakan klaim terhadap aset-aset rill (Indra yadi, 2004). Kenyataanya menunjukkan bahwa inflasi dan tingkat pengembalian investasi pada saham berkolerasi secara negative dalam arti inflasi yang tinggi cenderung disertai dengan tingkat pengembalian investasi pada saham yang rendah (Widoatmojo, 1995). Perusahaan-perusahaan menggunakan strategi dalam menjual sahamnya, salah satu caranya yaitu dengan menjual saham dengan harga yang agak rendah. Dengan harga saham yang agak rendah, maka akan diminati oleh para investor. Semakin anyak peminatnya, maka permintaan terhadap saham meningkat sehingga harga saham tersebut juga meningkat. Tingkat inflasi yang tinggi memiliki hubungan yang negatif terhadap indeks harga saham. Jika peningkatan biaya faktor produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan, profitabilitas perusahaan akan menurun (Farid Harianto, 198), menyebabkan efek ekuitas menjadi kurang kompetitif sehingga berdampak pada penurunan harga saham di pasar modal. Dengan meningkatnya harga-harga saham maka nilai harga saham juga akan ikut meningkat. Kondisi harga saham yang meningkat menjadi indikator dan dapat menarik investor untuk berinvestasi dalam pasar modal. 37 b. Hubungan Nilai Tukar dengan Harga Saham Melemahnya nilai tukar domestik terhadap mata uang asing (seperti rupiah terhadap dollar) memberikan pengaruh yang negatif terhadap pasar ekuitas karena pasar ekuitas menjadi tidak memiliki daya tarik (Robert Ang, 1997). Hal ini sejalan dengan penelitian Hardiningsih et al. (2002) juga menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah mempunyai pengaruh negatif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Menurut Sri Adiningsih (1998) bahwa, menurunnya kurs rupiah terhadap mata uang asing khususnya dollar US memiliki pengaruh negatif terhadap kondisi ekonomi secara keseluruhan termasuk pasar modal, serta naiknya tingkat bunga akan mengurangi pemodal untuk melakukan investasi dipasar modal. Faktor domestik yang mempengaruhi IHSG berupa faktor fundamental yaitu inflasi, pendapatan nasional, jumlah uang yang beredar, suku bunga, maupun nilai tukar rupiah. Berbagai faktor fundamental tersebut dianggap dapat berpengaruh terhadap ekspektasi investor yang akhirnya berpengaruh pada pergerakan indeks (Pasaribu, Tobing, Manurung, 2008). Dengan demikian, maka melemahnya nilai tukar rupiah secara signifikan akan dapat mempengaruhi tingkat pengembalian investasi suatu perusahaan khususnya perusahaan yang hanya mengandalkan bahan baku dari luar negeri, dan hal tersebut juga akan dapat menimpa perusahan yang hanya mengandalkan pinjaman luar negeri dalam bentuk dollar US untuk membiayai operasi perusahaan. 38 Jadi, dengan terdepresiasinya kurs rupiah akan mengakibatkan biaya yang akan ditanggung perusahaan akan semakin besar sehingga akan menekan tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan, dan hal tersebut akan dapat menurunkan harga saham perusahaan yang diperjualbelikan di pasar modal dan secara otomatis akan menurunkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan sangat mempengaruhi iklim investasi di dalam negeri, khususnya pasar modal. Terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap dolar misalnya, akan memberikan dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri, terutama dalam hal persaingan harga. Apabila hal ini terjadi, secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan, karena menurunnya nilai ekspor dibandingkan dengan nilai impor. Seterusnya, akan berpengaruh pula kepada neraca pembayaran Indonesia. Dan memburuknya neraca pembayaran tentu akan berpengaruh terhadap cadangan devisa. Berkurangnya cadangan devisa akan mengurangi kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia, yang selanjutnya menimbulkan dampak negatif terhadap perdagangan saham di pasar modal sehingga terjadi capital outflow. Selanjutnya bila terjadi penurunan kurs yang berlebihan, akan berdampak pada perusahaan-perusahaan go public yang menggantungkan faktor produksi terhadap barang-barang impor. Besarnya belanja impor dari perusahaan seperti ini bisa mempertinggi biaya produksi, serta menurunnya 39 laba perusahaan. Selanjutnya dapat ditebak, harga saham perusahaan itu akan anjlok. Berdasarkan yang telah diuraikan sebelumnya, maka akan diuji apakah variable kurs rupiah terhadap USD dan laju inflasi berpengaruh terhadap harga saham PT. Otomotif,Tbk. Dan dapat digambarkan model seperti berikut ini: Kerangka Pemikiran Tingkat Inflasi (X1) Harga Saham (Y) Nilai Tukar kurs dollar AS (X2) Gambar 2.2