BAB 3 LANDASAN TEORI

advertisement
BAB 3
LANDASAN TEORI
3.1
Pengukuran Waktu
(Sutalakasana, 1979, p131) Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan
mencatat waktu-waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan
alat-alat yang telah disiapkan. Lebih jauh lagi pengukuran waktu ditujukan juga untuk
mendapatkan waktu baku penyelesaiaan pekerjaan yaitu waktu yang dibutuhkan secara
wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang
dijalankan dalam sistem kerja terbaik. Disisi lain dengan adanya waktu baku yang sudah
ditetapkan ini akan dapat pula ditentukan upah ataupun insentif/bonus yang harus
dibayar sesuai kinerja yang ditunjukkan oleh pekerja.
Hal pertama yang dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan melakukan
pengukuran pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus
dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Tingkattingkat ketelitian dan keyakinan ini ditetapkan pada saat menjalankan langkah penetapan
tujuan pengukuran.
Untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan, diperlukan beberapa
tahap pengukuran pendahuluan. Pengukuran pertama dilakukan dengan melakukan
beberapa buah pengukuran yang banyaknya ditentukan oleh pengukur. Setelah
pengukuran tahap pertama dijalankan, tiga hal harus mengikutinya yaitu menguji
keseragaman data, menghitung jumlah pengukuran yang diperlukan, dan bila jumlah
belum mencukupi dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan kedua. Jika tahap kedua
selesai maka dilakukan lagi ketiga hal yang sama seperti tadi dimana bila perlu
dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan tahap kedua. Begitu seterusnya sampai
jumlah keseluruhan pengukuran mencukupi untuk tingkat-tingkat ketelitian dan
keyakinan yang dikehendaki.
3.1.1
Pengukuran Waktu Kerja dengan Jam Henti (Stop Watch Time Study)
(Wignjosoebroto, 1995, p175) Sesuai dengan namanya, maka pengukuran waktu
ini menggunakan jam henti (stop watch) sebagai alat utamanya. Metoda ini terutama
sekali baik diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung singkat dan
berulang-ulang (repetitive). Pengukuran kerja dengan jam henti ini merupakan cara
pengukuran yang objektif karena di sini waktu ditetapkan berdasarkan fakta yang terjadi
dan tidak cuma diestimasi secara subjektif. Di sini juga akan berlaku asumsi-asumsi
dasar sebagai berikut:
-
Metoda dan fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaan harus sama dan dibakukan
terlebih dahulu sebelum kita mengaplikasikan waktu baku ini untuk pekerjaan yang
serupa.
-
Operator harus memahami benar prosedur dan metoda pelaksanaan kerja sebelum
dilakukan pengukuran kerja. Operator-operator yang akan dibebani dengan waktu
baku ini diasumsikan memiliki tingkat keterampilan dan kemampuan yang sama dan
sesuai untuk pekerjaan tersebut.
-
Kondisi lingkungan fisik pekerjaan juga relatif tidak jauh berbeda dengan kondisi
fisik pada saat pekerjaan dilakukan.
24
Aktivitas pengukuran kerja dengan jam henti umumnya diaplikasikan pada
industri
manufaktur
yang
memiliki
karakteristik
kerja
yang
berulang-ulang,
terspesifikasi jelas, dan menghasilkan ouput yang relatif sama. Meskipun demikian
aktivitas ini bisa pula diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan non-manufaktur asalkan
kriteria-kriteria berikut terpenuhi:
-
Pekerjaan tersebut harus dilaksanakan secara repetitive.
-
Hasil kerja (output) harus dapat dihitung secara nyata (kuantitatif) baik secara
keseluruhan ataupun untuk tiap-tiap elemen kerja yang berlangsung.
-
Pekerjaan tersebut cukup banyak dilaksanakan dan teratur sifatnya sehingga akan
memadai untuk diukur dan dihitung waktu bakunya.
3.1.2 Metoda-metoda Pengukuran dan Pencatatan Waktu Kerja dengan Jam
Henti
Ada tiga metoda yang umum digunakan untuk mengukur elemen-elemen kerja
dengan menggunakan jam henti (stop watch) yaitu pengukuran waktu secara terusmenerus (continuous timing), pengukuran waktu secara berulang-ulang (repetitive
timing), dan pengukuran waktu secara penjumlahan (accumulative timing). Masingmasing metoda mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Pada pengukuran waktu secara terus menerus maka pengamat kerja akan
menekan tombol stop watch pada saat elemen kerja pertama dimulai dan membiarkan
jarum penunjuk stop watch berjalan secara terus–menerus sampai periode atau siklus
kerja selesai berlangsung. Di sini pengamat kerja terus mengamati jalannnya jarum stop
watch dan mencatat pembacaaan waktu yang ditunjukkan setiap akhir dari elemen-
25
elemen kerja pada lembar pengamatan. Waktu sebenarnya dari masing-masing elemen
diperoleh dari pengurangan pada saat pengukuran waktu selesai dilaksanakan.
Untuk pengukuran waktu secara berulang-ulang biasa juga disebut snap bac
method, di sini jarum penunjuk stop watch akan selalu dikembalikan (snap back) lagi
ke posisi nol pada setiap akhir dari elemen kerja yang diukur. Setelah dilihat dan dicatat
waktu kerja kemudian tombol ditekan lagi dan segera jarum penunjuk bergerak untuk
mengukur elemen kerja berikutnya. Demikian seterusnya sampai akhir dari elemen kerja
terakhir diukur. Dengan cara yang demikian maka data waktu untuk setiap elemen kerja
yang diukur akan dapat dicatat secara langsung tanpa ada pekerjaan tambahan untuk
pengurangan seperti yang dijumpai dalam metoda pengukuran kerja secara terusmenerus. Dengan melihat data waktu elemen secara langsung maka pengamat akan bisa
segera mengetahui variasi data waktu selama proses kerja berlangsung untuk setiap
elemen kerja.
Metoda pengukuran waktu secara akumulatif memungkinkan membaca data
waktu secara langsung untuk masing-masing elemen kerja yang ada. Di sini akan
digunakan dua atau lebih stop watch yang akan bekerja bergantian. Dua atau tiga stop
watch dalam hal ini akan didekatkan sekaligus pada papan pengamatan dan dihubungkan
dengan suatu tuas. Apabila stop watch pertama dijalankan, maka stop watch nomor dua
dan tiga berhenti dan jarum tetap apada posisi nol. Apabila elemen kerja sudah berakhir
maka tuas ditekan yang akan menghentikan gerakan jarum dari stop watch pertama dan
menggerakkan stop watch kedua untuk mengukur elemen kerja berikutnya. Dalam hal
ini stop watch nomor tiga tetap dalam posisi nol. Selanjutnya pengamat dapat mencatat
data waktu yang diukur oleh stop wach pertama. Demikian seterusnya sampai semua
elemen pekerjaan telah diukur.
26
3.1.3
Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan
Yang dicari dengan melakukan pengukuran-pengukuran ini adalah waktu yang
sebenarnya dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Karena waktu
penyelesaian ini tidak pernah diketahui sebelumnya maka harus diadakan pengukuranpengukuran. Yang ideal tentunya dilakukan pengukuran-pengukuran yang sangat
banyak. Tetapi hal ini jelas tidak mungkin karena keterbatasan waktu, tenaga dan
tentunya biaya. Namun sebaliknya jika dilakukan pengukuran beberapa kali saja, dapat
diduga hasilnya sangat kasar. Sehingga yang diperlukan adalah jumlah pengukuran yang
tidak membebankan waktu, tenaga, dan biaya yang besar tetapi hasilnya dapat
dipercaya. Jadi walaupun jumlah pengukuran tidak berjuta kali, tetapi jelas tidak hanya
beberapa kali saja.
Dengan tidak dilakukannya pengukuran yang banyak sekali ini, pengukur akan
kehilangan sebagian kepastian akan ketetapan rata-rata waktu penyelesaian yang
sebenarnya. Hal ini harus disadari oleh pengukur; Tingkat ketelitian dan tingkat
keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah
memutuskan tidak akan melakukan pengkuran yang sangat banyak.
Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari
waktu penyelesaian sebenarnya. Sedangkan tingkat keyakinan menujukkan besarnya
keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi.
Misalnya tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95% memberi arti bahwa
pengukur membolehkan rata-rata hasil pengukurannya menyimpang sejauh 10% dari
rata-rata sebenarnya;
dan kemungkinan berhasil mendapatkan hal ini adalah 95%.
Dengan kata lain jika pengukur sampai memperoleh rata-rata pengukuran yang
menyipang lebih dari 10% seharusnya, maka hal ini dibolehkan hanya dengan
27
kemungkinan 5%. Secara intuitif dapat diduga bahwa semakin tinggi tingkat ketelitian
dan semakin besar tingkat keyakinan, maka semakin banyak pengukuran yang
diperlukan.
3.1.4 Pengujian Keseragaman Data
Dalam pelaksanaan studi waktu, selain kecukupan data harus terpenuhi, hal yang
tidak kalah penting adalah bahwa data yang diperoleh haruslah seragam. Sebenarnya
tujuan mengukur adalah mendapatkan data yang seragam ini. Karena ketidakseragaman
dapat datang tanpa disadari maka diperlukan suatu alat yang dapat mendeteksi.
Pengujian keseragaman data perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum menggunakan data
yang diperoleh guna menetapkan waktu standar.
Pengujian keseragaman data bisa dilaksanakan dengan cara visual atau
mengaplikasikan peta kontrol (control chart) yaitu menggunakan batas-batas kontrol
yang dibentuk oleh data. Pengujian keseragaman data secara visual dilakukan secara
sederhana, mudah dan cepat. Data dikatakan seragam bila berada di antara kedua batas
kontrol, dan tidak seragam jika berada di luar batas kontrol Di sini kita hanya sekedar
melihat data yang terkumpul dan seterusnya mengidentifikasikan data yang terlalu
ekstrim. Yang dimaksudkan dengan data yang ekstrim di sini ialah data yang terlalu
besar atau terlalu kecil dan jauh menyimpang dari trend rata-ratanya. Data yang terlalu
ekstrim ini sewajarnya dibuang dan tidak dimasukkan dalam perhitungan selanjutnya.
28
Langkah-langkah dalam pengujian keseragaman data adalah:
1. Kelompokkan data-data yang diperoleh ke dalam sub grup-sub grup, dan hitung
harga rata-rata dari masing-masing sub grup dengan:
xi =
∑x
i
n
Dimana: x i = harga rata-rata dari sub grup ke-i
x i = data pengamatan ke-i
n = jumlah data tiap sub grup
2. Hitung harga rata-rata sampel dengan:
x=
∑x
i
k
Dimana: x = harga rata-rata sampel
k = jumlah sub grup yang terbentuk
3. Hitung standar deviasi sebenarnya dengan:
δ=
∑ (x
i
− x) 2
N −1
Dimana: N = jumlah pengamatan yang dilakukan
4. Hitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata sub grup dengan:
δx =
δ
n
5. Hitung nilai Z tabel
⎡1 − β ⎤
Z = 1− ⎢
⎣ 2 ⎥⎦
Dimana: β = tingkat keyakinan
29
6. Tentukan Batas Kontrol Atas dan Batas Kontrol Bawah (BKA dan BKB) dengan:
BKA = x + Ztabel(δ x )
BKB = x − Ztabel(δ x )
7. Plot harga rata-rata tiap subgrup ke dalam peta kontrol
3.1.5
Pengujian Kecukupan Data
Aktivitas pengukuran kerja pada dasarnya adalah merupakan proses sampling.
Konsekuensi yang diperoleh adalah bahwa semakin besar jumlah siklus kerja yang
diamati/diukur maka akan semakin mendekati kebenaran akan data waktu yang
diperoleh. Jika semua rata-rata sub grup berada dalam batas kontrol maka semua harga
yang ada dapat digunakan untuk menghitung banyaknya pengukuran yang diperlukan.
Jika jumlah pengamatan yang dilakukan tidak mencukupi maka harus dilakukan
pengamatan berikutnya. Pengujian kecukupan data menggunakan rumus:
⎡ k / s N( x 2 ) − ( x ) 2
∑ i ∑ i
N' = ⎢
⎢
∑ xi
⎣
⎤
⎥
⎥
⎦
2
Dimana: N’= jumlah pengamatan yang seharusnya dilakukan
N = jumlah pengamatan yang telah dilakukan
k = konstanta untuk tingkat keyakinan tertentu
s = tingkat ketelitian
Kesimpulan: Jika N’ ≤ N maka data cukup
Jika N’ > N maka data tidak cukup
30
3.1.6 Pengujian Kenormalan Data
Uji kenormalan data bertujuan untuk menentukan apakah data yang diperoleh
telah berdistribusi normal atau tidak. Uji yang dipakai adalah Kolgomorov-Smirnov Test.
Langkah-langkah dalam uji kenormalan adalah:
1. Urutkan data yang diperoleh dari harga yang terkecil sampai yang terbesar
2. Hitung jumlah frekuensi untuk masing-masing data (fi)
3. Hitung probabilitas untuk masing-masing data
probabilitas =
fi
N
Dimana: fi = frekuensi pengamatan yang ke-i
N = jumlah pengamatan yang dilakukan
4.
Hitung jumlah kumulatif frekuensi teramati ≤ x
Fa ( x ) i = ∑ probabilitas x i
5. Hitung nilai Z normal pada setiap data
Zi =
xi - x
δ
Dimana: xi = data pengamatan yang ke-i
x = harga rata-rata sampel
δ = standar deviasi sampel
6. Hitung kumulatif frekuensi harapan ≤ x berdasarkan nilai Z normal dengan
berpedoman pada tabel luas wilayah dibawah kurva normal
Fe (x)i = P(Z)
7. Hitung nilai deviasi maximum
D max = | Fa (x)i - Fe (x)i |
31
8. Tentukan nilai D kritis
D kritis = Dα, N
Dimana: α = tingkat ketelitian
9. Kesimpulan
Jika nilai D max ≤ D kritis maka data berdistribusi normal
Jika nilai D max > D kritis maka data tidak berdistribusi normal
3.1.7
Faktor Penyesuaian Menurut Westinghouse
Barangkali bagian yang paling penting tetapi justru paling sulit di dalam
pelaksanaan pengukuran kerja adalah kegiatan evaluasi kecepatan atau tempo kerja
operator pada saat pengukuran kerja berlangsung. Kecepatan, usaha, tempo ataupun
performance kerja semuanya akan menunjukkan kecepatan gerakan operator pada saat
bekerja. Aktivitas untuk menilai atau mengevaluasi kecepatan kerja operator ini dikenal
sebagai Rating Performance.
Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja
yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa
kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau karena menjumpai kesulitankesulitan seperti karena kondisi ruangan yang buruk. Sebab-sebab seperti ini
mempengaruhi kecepatan keja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu panjangnya
waktu penyelesaiaan. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari
adalah waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan
secara wajar.
Andaikata ketidakwajaran terjadi maka pengukur harus mengetahuinya dan
menilai seberapa jauh hal itu terjadi. Penilaiaan perlu diadakan karena berdasarkan
32
inilah penyesuaian dilakukan. Jadi jika pengukur mendapatkan harga rata-rata siklus
yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan tidak wajar oleh operator, maka agar
harga rata-rata tersebut menjadi wajar, pengukur harus menormalkannya dengan
penyesuaian yaitu dengan cara mengalikan waktu pengamatan rata-rata (bisa waktu
siklus ataupun waktu untuk tiap-tiap elemen) dengan faktor penyesuaian/rating p.
Guna melaksanakan pekerjaan secara normal maka dianggap bahwa operator
cukup berpengalaman pada saat bekerja melaksanakannya tanpa usaha-usaha yang
berlebihan sepanjang hari kerja, menguasai cara kerja yang ditetapkan, dan
menunjukkan kesungguhan dalam melaksanakan pekerjaannya. Salah satu cara
menentukan besarnya penyesuaian adalah cara Westinghouse yang dikembangkan oleh
Westinghouse Company.
Cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap
menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu Keterampilan, Usaha,
Kondisi Kerja, dan Konsistensi. Setiap faktor terbagi ke dalam kelas-kelas masingmasing.
Keterampilan atau Skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja
yang ditetapkan. Untuk keperluan penyesuaian keterampilan dibagi menjadi enam kelas
yaitu Super Skill, Excellent Skill, Good Skill, Average Skill, Fair skill, dan Poor Skill.
Untuk Usaha atau Effort cara Westinghouse juga membagi juga atas kelas-kelas
yaitu Excessive Effort, Excellent Effort, Good Effort, Average Effort, Fair Effort, dan
Poor Effort. Yang dimaksud dengan usaha di sini adalah kesungguhan ditunjukkan atau
diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya.
Yang dimaksud dengan Kondisi Kerja atau Condition pada cara Westinghouse
adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur dan
33
kebisingan ruangan. Bila ketiga faktor lainnya yaitu keterampilan, usaha dan konsistensi
merupakan apa yang dicerminkan operator, maka kondisi kerja merupakan sesuatu di
luar operator yang diterima apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan
merubahnya. Oleh sebab itu faktor kondisi kerja sering disebut sebagai faktor
manajemen, karena pihak inilah yang dapat dan berwenang merubah atau
memperbaikinya.
Kondisi kerja dibagi menjadi enam kelas yaitu Ideal, Excellent, Good, Average,
Fair, dan Poor. Kondisi yang ideal tidak selalu sama bagi setiap pekerjaan karena
berdasarkan karakteristiknya. Masing-masing pekerja membutuhkan kondisi ideal
sendiri-sendiri. Suatu kondisi yang diangggap good untuk suatu pekerjaan dapat saja
dirasakan sebagai fair atau bahkan poor bagi pekerjaan yang lain. Pada dasarnya kondisi
ideal adalah kondisi yang paling cocok untuk pekerjaan bersangkutan,yaitu yang
memungkinkan performance maksimal dari pekerja. Sebaliknya kondisi poor adalah
kondisi lingkungan yang tidak membantu jalannya pekerjaan bahkan sangat
menghambat pencapaian performance yang baik.
Faktor berikut yang diperhatikan adalah Konsistensi atau Consitency. Faktor ini
perlu diperhatikan karena kenyatannya bahwa pada setiap pengukuran waktu angkaangka yang dicatat tidak pernah semuanya sama, waktu penyelesaian yang ditunjukkan
pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan
dari hari ke hari. Selama ini masih dalam batas-batas kewajaran masalah tidak timbul,
tetapi jika variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan. Sebagaimana
halnya dengan faktor-faktor lain konsistensi juga dibagi menjadi enam kelas yaitu
Perfect, Eexcellent, Good, Average, Fair dan Poor. Seseorang yang bekerja perfect
adalah yang dapat bekerja dengan waktu penyelesaian yang boleh dikatakan tetap dari
34
saat ke saat. Secara teoritis mesin atau pekerja yang waktunya dikendalikan mesin
merupakan contoh dimana variasi waktu tidak diharapkan terjadi. Sebaliknya konsistensi
yang poor terjadi bila waktu-waktu penyelesaiaannya berselisih jauh dari rata-rata secara
acak. Konsistensi rata-rata atau average adalah bila selisih antara waktu penyelesaiannya
dengan rata-ratanya tidak besar walaupun ada satu atau dua yang besar.
3.1.8
Kelonggaran
Setelah memberikan faktor penyesuaian pada waktu siklus/elemen kerja maka
hal yang tidak boleh terlupakan adalah memberikan kelonggaran. Kelonggaran diberikan
untuk tiga hal yaitu kelonggaran untuk kebutuhan pribadi, kelonggaran untuk
menghilangkan rasa lelah, dan kelonggaran untuk hambatan-hambatan yang tidak dapat
dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh
pekerja, dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat, ataupun dihitung.
Karenanya seusai pengukuran, dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran
perlu ditambahkan.
3.1.8.1 Kelonggaran Untuk Kebutuhan Pribadi
Yang termasuk dalam kebutuhan pribadi adalah hal-hal seperti minum
sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kemar kecil, bercakap-cakap dengan
teman sekerja sekedar untuk meghilangkan ktegangan ataupun kejemuan dalam kerja.
Kebutuhan-kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak, tidak bisa misalnya
seseorang diharuskan terus bekerja dengan rasa dahaga, atau melarang pekerja untuk
sama sekali tidak bercakap-cakap sepanjang jam-jam kerja. Larangan demikian tidak
saja merugikan pekerja (karena merupakan tuntutan psikologis dan fisiologis yang
35
wajar) tetapi juga merugikan perusahaan karena dengan kondisi demikian pekerja tidak
akan dapat bekerja dengan baik bahkan dapat dipastikan produktivitasnya menurun.
3.1.8.2 Kelonggaran Untuk Menghilangkan Rasa Lelah
Rasa lelah tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah
maupun kualitas. Karenanya salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran ini
adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat
dimana hasil produksi menurun. Tetapi masalahnya adalah kesulitan dalam menentukan
pada saat-saat mana menurunnya hasil produksi disebabkan oleh timbulnya rasa lelah
karena masih banyak kemungkinan lain yang dapat menyebabkannya.
Jika rasa lelah telah datang dan pekerja harus bekerja untuk meghasilkan
performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal
dan ini akan menambah rasa lelah. Bila hal ini berlangsung terus pada akhirnya akan
terjadi rasa lelah total yaitu jika anggota badan yang bersangkutan sudah tidak dapat
melakukan gerakan kerja sama sekali walaupun dikehendaki demikian.
3.1.8.3 Kelonggaran Untuk Hambatan-hambatan Tak Terhindarkan
Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan terlepas dari berbagai
hambatan. Beberapa contoh yang termasuk dalam hambatan tak terhindarkan adalah
menerima atau meminta petunjuk pada pengawas, melakukan penyesuaian-penyesuaian
mesin, mengasah peralatan-peralatan potong, dan mengambil alat-alat khusus atau
bahan-bahan khusus dari gudang. Salah satu cara yang baik biasanya dibunakan untuk
menentukan besarnya kelonggaran untuk hambatan tak terhidarkan adalah dengan
melakukan sampling pekerjaan.
36
3.1.9
Perhitungan Waktu Normal dan Waktu Baku
Jika pengukuran-pengukuran telah selesai yaitu semua data yang didapat
memiliki keseragaman yang dikehendaki, dan jumlahnya telah memenuhi tingkat-tingkat
ketelitian dan keyakinan yang diinginkan, maka selesailah kegiatan pengukuran waktu.
Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga memberikan waktu baku.
Cara untuk mendapatkan waktu baku dari data yang terkumpul adalah sebagai berikut:
a. Hitung waktu normal
Wn = Ws × (1 + p)
Dimana: Ws = Waktu siklus rata-rata pengamatan
p = faktor penyesuaian
Waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja adalah semata-mata
menunjukkan bahwa seorang operator yang berkualifikasi baik akan bekerja
menyelesaikan pekerjaan pada kecepatan/tempo kerja yang normal. Walaupun demikian
pada prakteknya kita akann melihat bahwa tidaklah bisa diharapkan operator tersebut
akan mampu bekerja secara terus-menerus sepanjang hari tanpa adanya interupsi sama
sekali. Di sini kenyataannya operator akan sering menghentikan kerja dan membutuhkan
waktu-waktu khusus untuk keperluan seperti personal needs, istirahat melepas lelah, dan
alasan-alasan lain yang di luar kontrolnya.
b. Hitung waktu baku
Wb = Wn ×
100%
100% − %Allowance
Dimana: Wb = Waktu baku
Allowance = Kelonggaran
37
Waktu baku merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang
memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Disini
sudah meliputi kelonggaran dengan memperhatikan situasi dan kondisi pekerjaan yang
harus diselesaikan tersebut. Dengan adanya waktu baku yang sudah ditetapkan ini akan
dapat pula ditentukan upah ataupun insentif/bonus yang harus dibayar sesuai dengan
kinerja yang ditunjukkan oleh pekerja.
Di sini sengaja dipilihkan operator yang berkemampuan normal bukannya yang
berkemampuan tinggi (di atas normal) agar supaya nantinya waktu baku yang akan
ditetapkan mampu diikuti oleh rata-rata operator yang ada. Demikian juga tidak akan
dipilih operator yang berkemampuan rendah karena kalau hal ini dilakukan maka bisa
dipastikan bahwa rata-rata akan mampu melampaui waktu baku yang ditetapkan
nantinya sehingga perusahaan akan rugi karena harus membayar upah perangsang
(insentif) yang besar sekali.
3.2
Simulasi
Simulasi merupakan salah satu cara untuk memecahkan berbagai persoalan yang
dihadapi di dunia nyata (real world). Pendekatan yang digunakan untuk memecahkan
berbagai masalah yang mengandung ketidakpastian dan kemungkianan jangka panjang
yang tidak dapat diperhitungkan dengan seksama adalah dengan simulasi. Simulasi
dapat diartikan sebagai suatu sistem yang digunakan untuk memecahkan atau
menguraikan persoalan-persoalan dalam kehidupan nyata yang penuh dengan
ketidakpastian dengan tidak atau menggunakan model atau metode tertentu. (Kakiay,
2004, p1-2)
38
3.3
Gantt Chart
Gantt chart adalah alat tradisional untuk menjelaskan waktu pelaksanaan dari
tugas. Chart memuat garis waktu horisontal yang dibuat dengan menggambar kotak
horisontal yang menggambarkan permulaan dan akhir dari tiap tugas. Gantt chart tidak
secara langsung menggambarkan hubungan antar tugas. Hubungan ketergantungan
antartugas
berpengaruh, tetapi tidak secara penuh menentukan waktu tugas.
Ketergantungan mengatur tugas yang harus diselesaikan sebelum memulai yang lain
(atau selesai, tergantung pada tingkat ketergantungan) dan tugas mana yang dapat
diselesaikan secara pararel. Ketika dua tugas saling mendahului waktunya dalam gantt
chart, mereka dapat paralel, sekuensial, atau iterasi berpasangan. Tugas paralel dapat
saling mendahului waktunya demi kenyamanan dalam penjadwalan proyek karena
tugas-tugas itu tidak bergantung satu sama lain. Tugas sekuensial dapat saling
mendahului waktunya, tergantung pada hubungan infomasi yang sebenarnya. Tugas
berpasangan harusa saling mendahului waktunya karena perlu dikerjakan secara
simultan atau dengan cara iterasi.
3.4
Pentingnya Manajemen
Menurut Hasibuan (1997, p1) Manajemen hanya merupakan alat untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Manajemen yang baik akan memudahkan terwujudnya tujuan
perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Dengan manajemen, daya guna dan hasil guna
unsur-unsur manajemen akan dapat ditingkatkan. Adapaun unsur-unsur manajemen itu
terdiri dari: Man, Money, Method, Machines, Material yang disingkat dengan 5M.
39
Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Timbul
pertanyaan tentang apa yang diatur, apa tujuannya diatur, mengapa harus diatur, siapa
yang mengatur, dan bagaimana mengaturnya.
1. Yang diatur adalah semua unsur manajemen, yakni 5M.
2. Tujuannnya diatur adalah agar 5M lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam
mewujudkan tujuannya.
3. Harus diatur supaya 5M itu bermanfaat optimal, terkoordinasi dan terintegrasi
dengan baik dalam menunjang terwujudnya tujuan organisasi.
4. Yang mengatur adalah pimpinan dengan kepemimpinannya yaitu pimpinan puncak,
manajer dan supervisi.
5. Mengaturnya adalah dengan melakukan kegiatan urut-urutan fungsi manajemen
tersebut.
3.4.1
Dasar dan Bidang-bidang Manajemen
Dasar-dasar manajemen adalah (Hasibuan, 1997, p2):
1. Adanya kerjasama di antara sekelompok orang dalam ikatan formal.
2. Adanya tujuan bersama serta kepentingan yang sama yang akan dicapai
3. Adanya pembagian kerja, tugas, dan tanggung jawab yang diatur.
4. Adanya hubungan formal dan ikatan tata tertib yang baik.
5. Adanya sekelompok orang dan pekerjaan yang akan dikerjakan.
Bidang-bidang dalam manajemen adalah (Hasibuan, 1997, p4):
1. Manajemen Sumber Daya Manusia
2. Manajemen Pembelian
3. Manajemen Produksi
40
4. Manajemen Biaya
5. Manajemen Pemasaran
6. Manajemen Perkantoran
7. Manajemen Resiko
8. Manajemen Mutu
3.4.2
Pengertian dan Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
Beberapa pengertian MSDM adalah sebagai berikut (Hasibuan, p10-12):
•
Menurut Edwin B. Flippo, MSDM adalah perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengendalian dari pengadaan, pemgembangan, kompensasi,
pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemberhentian karyawan dengan maksud
terwujudnya tujuan perusahaan, individu karyawan, dan masyarakat.
•
Menurut Dale Yolder, MSDM adalah penyediaan kepemimpinan dan pengarahan
para karyawan dalam pekerjaan atau hubungan kerja mereka.
•
Menurut John B. Miner dan Mary Green Miner, MSDM adalah suatu proses
pengembangan, menerapkan dan menilai kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedurprosedur, metode-metode, dan program-program yang berhubungan dengan individu
karyawan di dalam organisasi.
•
Menurut Michael J. Juchus, MSDM adalah lapangan manajemen yang bertalain
dengan perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian bermacam-macam fungsi
pengadaan, pengembangan, pemeliharaan, dan pemanfaatan tenaga kerja.
41
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kajian MSDM
adalah masalah tenaga kerja manusia yang diatur menurut urutan fungsi-fungsinya, agar
efektif dan efisien dalam mewujudkan tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
Peranan MSDM adalah mengatur dan menetapkan program kepegawaian yang
mencakup masalah-masalah (Hasibuan, p15):
1. Menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja yang efektif sesuai
dengan kebutuhan perusahaan.
2. Menetapkan penarikan, seleksi, dan penempatan penempatan karyawan.
3. Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi, dan pemberhentian.
4. Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa yang akan
datang.
5. Memonitor dengan cermat undang-undang perburuhan dan kebijaksanaan pemberian
balas jasa
6. Melaksanakan pendidikan, latihan, dan penilaian prestasi karyawan.
7. Mengatur pensiun, pemberhentian dan pesangonnya.
3.5
Pengertian Kompensasi, Upah, dan Gaji
3.5.1 Kompensasi
Beberapa pengertian kompensasi adalah sebagai berikut:
1. Menurut William B. Werther dan Keith Davis kompensasi adalah apa yang seorang
pekerja terima sebagai balasan dari pekerjaan yang diberikannya. Baik upah ataupun
gaji periodik didesain dan dikelola oleh bagian personalia (Hasibuan, p133).
2. Menurut Andrew F. Sikula kompensasi adalah segala sesuatu yang dikonstitusikan
atau dianggap sebagai suatu balas jasa atau ekuivalen (Hasibuan, p133)
42
3. Menurut Handoko (1998) Kompensasi adalah pemberian kepada karyawan dengan
pembayaran finansial sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang dilaksanakan dan
sebagai motivator untuk pelaksanaan kegiatan di waktu yang akan datang.
Tujuan pemberian kompensasi antara lain adalah (Hasibuan, p137):
1. Ikatan kerjasama
Dengan pemberian kompensasi maka terjalinlah ikatan kerjasama formal antara
majikan dengan karyawan, dimana karyawan harus mngerjakan tugas-tugasnya
dengan baik, sedang pengusaha/majikan wajib mebayar kompensasi itu sesuai
dengan perjanjian yang disepakati.
2. Kepuasan kerja
Dengan balas jasa karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status
soasil, dan egoistiknya, sehingga ia memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya itu.
3. Pengadaaan efektif
Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, maka pengadaan karyawan yang
qualified untuk perusahaan itu akan lebih mudah.
4. Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi
bawahannya.
5. Stabilitas karyawan
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi
yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turnover relatif
kecil.
43
6. Disiplin
Dengan pemberian jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik.
Mereka akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan yang berlaku.
3.5.2 Upah
Beberapa pengertian upah adalah sebagai berikut (As’ad, 1995, p92-93):
1. Menurut Undang-Undang Kecelakaan Tahun 1974 No. 33 pasal 7 ayat a dan b: Upah
adalah tiap-tiap pembayaran berupa uang yang diterima oleh buruh sebagai ganti
pekerjaan.
2. Menurut Edwin B. Flippo: Upah adalah harga untuk jasa-jasa yang telah diberikan
oleh seseorang kepada orang lain.
3. Menurut Charles W. Brennan (1959): Upah adalah satuan yang digunakan untuk
mendeskripsikan kompensasi berdasrakan performance kerja bagi karyawan
produksi yang secara umum tidak mempunyai jaminan pekerjaan per minggu atau
bulan.
4. Menurut Nanassay dan Selden (1960) dan Dale Yolder (1962): Upah adalah
pendapatan untuk performance kerja.
5. Menurut Prof. Dr. F. J. H. M. Vam Ber Van: Upah merupakan tujuan objektif kerja
ekonomis.
6. Menurut Dewan Penelitian Pengupahan Nasional: Upah ialah suatu penerimaan
sebagai suatu imbalan dari pemberian kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang
telah dan akan dilakukan, berfungsi sebagai jaminan kelangsungan hidup yang layak
bagi kemanusiaan dan produksi dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang
44
ditetapkan menurut suatu persetujuan, undang-undang dan peraturan dan dibayarkan
berdasarkan suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja.
7. Menurut Prof. Imam Soepomo, SH: Upah adalah pembayaran yang diterima buruh
selama ia melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan pekerjaan.
Dari berbagai batasan mnegenai upah ini bisa ditarik kesimpulan sebagai berikut:
upah adalah penghargaan dari energi karyawan yang dimanifestasikan sebagai hasil
produksi, atau suatu jasa yang dianggap sama dengan itu, yang berwujud uang, tanpa
suatu jaminan yang pasti dalam tiap-tiap minggu atau bulan. Maka hakekat upah adalah
suatu penghargaan dari energi karyawan yang dimanifestasikan dalam bentuk uang.
3.5.3
Gaji
Sebenarnya gaji adalah upah, tetapi sudah pasti banyaknya dan waktunya.
Artinya banyaknya upah yang diterima itu sudah pasti jumlahnya pada setiap waktu
yang telah ditetapkan. Dalam hal ini waktu yang lazim digunakan di Indonesia adalah
setiap bulan. Beberapa pengertian gaji adalah sebagai berikut (As’ad,1997, p93):
1. Menurut Purwidarmanto (1966): Gaji adalah upah kerja yang dibayar dalam waktu
yang tetap. Sebenarnya bukan saja waktunya yang tetap, tetapi secara relatif
banyaknya upah itupun sudah pasti jumlahnya. Untuk Indonesia gaji biasanya untuk
pegawai negeri, juga untuk perusahaan-perusahaan besar.
2. Menurut Dale Yolder (1962): Gaji adalah pembayaran untuk bagian administrasi,
supervisor, dan karyawan manajerial. Selanjutnya dikatakan bahwa gaji adalah
kompensasi yang dibayarkan pada pekerja dalam waktu yang berulang atau tetap.
45
3. Menurut Nanassy dan Selden (1960): Gaji adalah uaph yang dibayar oleh orang yang
mempekerjakan kepada pekerjanya dan harus ada pernyataan khusus mengenai
seberapa sering dan kapan pekerja harus dibayar.
Jadi jelas perbedaan pokok antara upah dan gaji adalah dalam jaminan ketepatan
waktu dan kepastian banyaknya upah.
3.6
Sistem Upah
Struktur ekonomi dewasa ini adalah sedemikian rupa, sehingga mendorong orang
untuk berproduksi guna mendapatkan uang, dan uang ini kemudian dapat ditukarkan
sesuatu untuk memenuhi kebutuhan yang riil. Dengan demikian kerja dan upah serta
upah dan kerja merupakan dua hal yang tak dapat lagi dipisahkan (As’ad, 1995, p93-95).
3.6.1 Macam-macam Sistem Upah
Ada beberapa sistem yang dapat digunakan untuk mendistribusikan upah.
Masing-masing sistem itu akan mempunyai pengaruh yang spesifik terhadap dorongan
atau semangat kerja serta ada nilai-nilai yang akan dicapai. Sampai sekarang sebetulnya
tidak ada suatu sistem yang benar-benar murni yang berdiri sendiri.
Secara umum, sistem upah dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu:
1. Sistem upah menurut produksi
2. Sistem upah menurut lamanya kerja
3. Sistem upah menurut senioritas
4. Sistem upah menurut kebutuhan
Sistem upah menurut produksi yang diberikan bisa mendorong kepada karyawan
untuk bekerja lebih keras dan menigktakan diri untuk berproduksi lebih banyak. Upah
46
ini membedakan karyawan bedasarkan atas kemampuan masing-masing (sesuai dengan
individual differences). Sistem ini sangat menguntungkan bagi mereka yang cerdas dan
energis, tetapi kurang menguntungkan karyawan yang kemampuannya sudah mulai
mundur, inferior, dan orang lanjut usia. Produksi yang dihasilkan dapat dihargai dengan
diperhitungkan ongkosnya. Upah sebenarnya dapat dicari dengan menggunakan standar
normal yang dibanding kebutuhan pokok dengan hasil produksi. Secara teoritis sistem
upah menurut produksi ini akan diisi oleh tenaga-tenaga yang berbakat dan sebaliknya
orang-orang tua dan inferior akan merasa tidak kerasan.
3.6.2
Macam-macam Upah Perangsang
Industri manufaktur lebih mudah untuk dibuat standar kerja dan sistem
insentifnya karena memiliki karakteristik seperti pekerjaan yang berulang, daur hidup
pekerjaan singkat serta outputnya jelas dan dapat dihitung (tangible) (Strauss, 1982,
p590).
3.6.2.1 The Differential Piece-rate Plan dari Taylor
(As’ad, 1995, p97) Sistem ini dikemukakan oleh Taylor yang pada pokoknya
memberikan tambahan upah per unit produksi bila karyawan dapat mencapai standar.
Misalnya karyawan yang bekerja selama satu minggu (40 jam kerja) paling tidak harus
berproduksi 4 unit untuk mencapai standar maka harga per unitnya $ 20.00, sehingga
satu minggu untuk upah dasarnya adalah $ 80.00. Dengan demikian bisa dilihat pada
tabel sebagai berikut:
47
Tabel 3.1 Contoh Perhitungan The Differential Piece-rate Plan dari Taylor
Employee
A
B (Standar)
C
D
Units per Week
3.6
4.0
6.0
8.0
Price Rate
$ 15.00
$ 20.00
$ 20.00
$ 20.00
Weekly Earnings
$ 54.00
$ 80.00
$ 120.00
$ 160.00
3.6.2.2 The Rowan Plan
(As’ad, 1995, p97-98) Sistem ini agak lebih baik dipandang dari para karyawan
sebab telah dijamin dengan upah dasar, dan preminya meliputi 20 sampai 50 % bagi
karyawan yang dapat melampaui standar. Dalam hal ini kepada para pekerja juga akan
diberikan upah pembayaran minimal (base rate) tidak peduli performans kerja yang
ditunjukkan. Dengan kata lain di sini bila seorang operator tidak atau hanya mencapai
performans yang distandarkan, maka yang bersangkutan hanya memperoleh upah dasar
tersebut. Di lain pihak bila pekerja mampu mencapai prestasi yang lebih dari standar
yang ditetapkan, maka dia menerima bonus/insentif sesuai dengan jumlah unit output
kelebihannya tersebut.
Misalnya kerja dalam satu minggu dengan ketentuan 40 jam , upah dasarnya
$80.00 dan standar produksinya adalah 4 unit, sedang apabila karyawan dapat
menyelesaikan 6 unit, maka akan diterima premi atau bonus sebagai berikut:
1 minggu (40 jam) = 4 unit = $ 80.00
1 unit 40 jam/4 = 10 jam
1 minggu mendapat 6 unit berarti = 60 jam
Waktu yang dihemat = 60 jam – 40 jam = 20 jam
48
Premi yang diterima = upah dasar ×
= $ 80.00 ×
waktu yang dihemat
waktu yang diperoleh
20
= $ 26.60
60
Maka karyawan yang dapat menyelesaikan 6 unit selama 1 minggu akan mendapatkan
upah sebesar $ 80.00 + $ 26.60 = $ 106.60. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih
jelas dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3.2 Contoh Perhitungan The Rowan Plan
Employee
A
B (Standar)
C
D
Units per
Week
3.6
4.0
6.0
8.0
Hours
Saved
Standard
Hours
Allowed
36
40
60
80
20
40
Premium
$ 26.60
$ 40.00
Weekly
Earnings
$ 80.00
$ 80.00
$ 106.60
$ 120.00
3.6.2.3 The Gantt Task and Bonus System
(As’ad, 1995, p98-99)Gantt memberikan bonus (premi) jika karyawan telah
menyelesaikan 90% dari standar yang telah ditetapkan. Oleh Dale Yolder (1955)
dikatakan bahwa sistem ini tidak diterapkan secara kaku. Biasanya baru setelah
mencapai standar produksi 100% diberi bonus 20%, demikian juga bonus di atas 100%.
Misalnya karyawan yang bekerja selama satu minggu dia akan dapat hasil
berikut, jika tak dapat melampaui standar dia akan menerima upah = jumlah jam kerja ×
upah per jam. Bagi yang melampaui standar upahnya menjadi = jumlah jam × (upah per
jam + bonus per jam).
Andaikan karyawan mendapat 3.6 unit atau 4.6 unit atau 8 unit, maka upah yang
akan diterima bisa dilihat dalam tabel sebagai berikut:
49
Tabel 3.3 Contoh Perhitungan The Gantt Task and Bonus System
Employee
Units per
Week
A
B (Standar)
C
D
3.6
4.0
6.0
8.0
Premium
Wage for
Time
Allowed
$ 80.00
$ 80.00
$ 120.00
$ 160.00
Standard
Hours
Allowed
36
40
60
80
Weekly
Earnings
$ 16.00
$ 24.00
$ 32.00
$ 80.00
$ 96.00
$ 144.00
$ 192.00
3.6.2.4 The Halsey Plan
Sistem Halsey ini serupa dengan sistem Rowan, hanya cara memberikan premi
bagi karyawan yang dapat melampaui standar tetap yaitu 50%.
Misalnya upah dasar 1 minggu (40 jam) sama dengan $ 80.00 standar
produksinya 4 unit, padahal seorang karyawan bisa menyelesaikan 6 unit dalam waktu 1
minggu maka ia akan mendapat premi = 6 − 4 × $ 20.00 × 50% = $ 20.00
Namun bagi karyawan yang tidak dapat melampaui standar tidak begitu
khawatir, sebab jaminan upah minimal untuk sistem ini akan diberikan. Untuk
memberikan gambaran yang lebih jelas bisa dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 3.4 Contoh Perhitungan The Halsey Plan
Employee
A
B (Standar)
C
D
3.7
Units per
Week
3.6
4.0
6.0
8.0
Hours
Saved
Standard
Hours
Allowed
36
40
60
80
20
40
Premium for
Time Saved
$ 20
$ 40
Weekly
Earnings
$ 80
$ 80
$ 100
$ 120
Syarat-syarat Bagi Suatu Rencana dan Sistem Upah yang Baik
(As’ad, 1995, p100-101) Realisasi dari suatu rencana upah yangs ehat tidak akan
terealisisr tanpa terlebih dahulu merealisisr rencana dan sistem upah yang baik. Dengan
50
kata lain, besarnya upah tergantung sepenuhnya pada baik bruknya rencana dan sistem
upah yang ditetapkan.
Beberapa macam syarat untuk dipenuhi terhadap rencana dan sistem upah yang
baik yaitu:
1. Adil bagi pekerja dan pimpinan perusahaan. Artinya karyawan jangan sampai
dijadikan alat pemerasan dalam mengekjar angka-angka produksi karyawan.
2. Sistem upah sebaiknya bisa mempunyai potensi untuk mendorong semangat
kerja karyawan dalam produktivitas kerja.
3. Selain upah dasar (standar) perlu disediakan pula upah perangsang sebagai
imbalan tenaga yang dikeluarkan oleh karyawan.
4. Sistem upah itu sebaiknya harus mudah dimengerti artinya jangan berbelit-belit
sehingga karyawan akan sulit memahaminya. Ini penting untuk menghilangkan
adanya kesan prasangka bagi karyawan terhadap perusahaan.
3.8
Pengertian Motif dan Motivasi
Motif adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak kemauan
bekerja seseorang. Setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang igin dicapai. Perbedaan
pengertian keinginan (want) dan kebutuhan (needs) adalah keinginan (want) dari setiap
orang berbeda karena dipangaruhi oleh selera, latar belakang dan lingkungannya,
sedangkan kebutuhan (needs) semua orang adalah sama.
Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kagairahn kerja
seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala
daya upayanya untuk mencapai kepuasan. (Hasibuan, p158)
51
Gambar 3.1 Konsep motif dan motivasi
3.9
Urain Motivasi
3.9.1
Tujuan Motivasi
Tujuan motivasi adalah untuk (Hasibuan, p161):
a. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan
b. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan
c. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan
d. Meningkatkan kedisiplinan karyawan
e. Mengefektifkan pengadaan karyawan
f. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik
g. Meningkatkan loyalitas, kreatifitas, dan partisipasi karyawan.
h. Meningkatkan ksejahteraan karyawan.
3.9.2
Metode motivasi
Ada dua metode motivasi (Hasibuan, 1997, p165):
a. Motivasi langsung (direct motivation)
Motivasi langsung adalah motivasi (materil dan nonmateril) yang diberikan secara
langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta
52
kepuasannya. Jadi sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan, tunjangan hari raya,
bonus, bintang jasa dan lain-lain.
b. Motivasi tidak langsung (indirect motivation)
Motivasi tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitasfasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja/kelancaran tugas, sehingga
para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya. Motivasi tidak
langsung besar pengaruhnya untuk merangsang semangat bekerja karyawan,
sehingga produksinya meningkat.
3.9.3
Alat-alat motivasi
Alat-alat motivasi (daya perangsang) yang diberikan kepada bawahan dapat
berupa material incentive dan nonmaterial incentive. Material incentive adalah motivasi
yang bersifat material sebagai imbalan prestasi yang diberikan oleh karyawan. Yang
termasuk material incentive adalah yang berbetuk uang dan barang.
Nonmaterial incentive adalah motivasi (daya perangsang) yang tidak berbentuk
materi. Yang termasuk nonmaterial incentive adalah penempatan yang tepat, pekerjaan
yang terjamin, piagam pengharagaan, bintang jasa, perlakuan yang wajar, dan yang
sejenisnya (Hasibuan, 1997, p166).
3.9.4
Jenis-jenis motivasi
Ada dua jenis motivasi yaitu (Hasibuan, 1997, p166):
a. Motivasi positif
Dalam motivasi positif atasan memotivasi/merangsang bawahan dengan memberikan
hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar. dengan motivasi
53
positif ini semangat bekerja bawahan akan meningkat karena pada umumnya
manusia senang menerima yang baik-baik saja.
b. Motivasi negatif
Dalam motivasi negatif manajer memotivasi bawahan dengan standar, maka mereka
akan mendapat hukuman. Dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan
akan meningkat karena mereka rakut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang
dapat berakibat kurang baik.
Dalam praktek, kedua jenis motivasi di atas sering digunakan oleh suatu
perusahaan. Penggunaannya harus tetpat dan seimbang supaya dapat meningkatkan
semangat kerja karyawan. Yang menjadi masalah ialah kapan motivasi positif atau
motivasi negatif itu efektif merangsang gairah kerja karyawan. Motivasi positif efektif
untuk jangka panjang, sedang motivasi negatif efektif untuk jangka pendek. Tetapi
manajer harus konsisten dan adil dalam menerapkannya.
3.10
Definisi dan Uraian Produktivitas
Menurut Encyclopedia Britanica (1982, p27) disebutkan bahwa produktivitas
dalam ekonomi berarti rasio dari hasil yang dicapai dengan pengorbanan yang
dikeluarkan untuk menghasilkan sesuatu.
Bambang Kusriyanto (1191, p2) mengemukakan bahwa produktivitas tenaga
kerja ialah perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per
satuan waktu.
J. Ravianto (1190, p11) mengemukakan bahwa produktivitas tenaga kerja adalah
suatu konsep yang menunjukkan adanya kaitan anatara output (hasil kerja) dengan
waktu yang dibutuhkan untuk mneghasilkan produk dari seorang tenaga kerja.
54
Dapat disimpulkan bahwa pengetian produktivitas adalah sebagai berikut
(Sedarmayanti, 2001, p58):
Produktivitas =
Efektivitas menghasilkan keluaran
Efisiensi penggunaan mesin
Dewasa ini, produktivitas individu mendapat perhatian cukup besar. Hal ini
didasarkan pada pemikiran bahwa sebenarnya produktivitas bersumber dari individu
yang melakukan kegiatan. Namun individu yang dimaksudkan adalah individu sebagai
tenaga kerja yang memiliki kualitas kerja yang memadai.
Produktivitas kerja bukan semata-mata ditujukan untuk mendapatkan hasil kerja
sebanyak-banyaknya, melainkan kualitas untuk kerja juga penting diperhatikan
sebagaimana diungkapkan bahwa (Laeham dan Wexley, 1982, p2): Produktivitas
individu dapat dinilai dan apa yang dilakukan oleh individu tersebut dalam kerjanya.
Dengan kata lain, produktivitas individu adalah bagaimana seseorang melaksanakan
pekerjaannya atau unjuka kerja (job performance)
Manajemen sangat berperan penting untuk peningkatan produktivitas karyawan
dengan mengkombinasikan dan mendayagunakan seluruh sarana produksi dengan
menerapkan fungsi-fungsi manajemennya. Manajemen juga berperan secara langsung
melalui perbaikan pengoraganisasian dan tata kerja untuk memperkecil pemborosan,
maupun secara tidak langsung melalui pemberian balas jasa yang akan menciptakan
peningkatan produktivitas. (Sedarmayati, 2001, p56)
3.11
Hubungan antara Upah Insentif, Motivasi dan Produktivitas
Salah satu tujuan perusahaan untuk memberikan bonus adalah untuk memotivasi
karyawan yang melewati standar kerja. Uang merupakan alat paling efektif sebagai
55
motivator untuk peningkatan performa kerja. Manajemen biasanya memberikan
tambahan gaji atau upah seiring dengan meningkatnya kinerja karyawan. Hal ini biasa
disebut sebagai insentif, komisi, atau bonus, dimana semuanya didesain untuk
memotivasi karyawan untuk meningkatkan kinerjanya (Strauss, 1982, p587-590).
Pada mulanya Time Study hanya dibuat untuk menentukan standar kerja dan
seiring berjalannya waktu, standar tersebut digunakan sebagai dasar untuk upah insentif.
Seringkali sistem insentif ini tidak terlalu tepat untuk seorang individu ataupun beberapa
kelompok. Hasilnya dalah sistem ini tidak berjalan. Tapi itu hanya di masa lalu. Saat ini,
sistem upah insentif yang dirancang dan diterapkan dengan baik telah sukses digunakan
selama bertahun-tahun. Dan survei menunjukkan bahwa 40-50% industri manufaktur di
USA mengaplikasikan sistem upah insentif (Barnes, 1983, p484).
(Inasea, 2002, p94) Salah satu penelitian yang dilakukan sehubungan dengan
rekayasa sistem kerja yang diterapkan dalam sistem upah insentif dilakukan oleh Donald
C. Demangate (1965), seorang ahli statistik dari Universitas California, Los Angeles,
terhadap sauatu divisi perakitan di suatu industri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan indeks kerja dari rata-rata 76,6% menjadi 120% setelah 8 bulan
diterapkannya
upah
insentif
menggantikan
upah
noninsentif.
Hal
itu
tidak
mengherankan. Dengan sistem upah insentif pekerja akan merasa lebih puas karena
dapat membandingkan bahwa pekerja yang malas (low input) akan mendapatkan hasil
yang lebih sedikit (low output) dibandingkan dengan pekerja yang rajin (high inputhigh output).
Penelitian juga telah dilakukan oleh Jerry Aprianto seorang mahasiswa
UNIKOM. Pada penelitiannya yang berjudul “Peranan Motivasi Kerja Karyawan dan
Kompensasi Dalam Meningkatkan Prestasi Kerja Karyawan Pada Perum Permunas
56
Regional IV Bandung”, penulis menyimpulkan bahwa motivasi kerja karyawan dan
kompensasi dalam meningkatkan prestasi kerja karyawan dapat dikategorikan baik.
Sedangkan analisis koefisien korelasi adalah sebesar 0.845 untuk variabel motivasi kerja
karyawan dan prestasi kerja sedangkan untuk variabel kompensasi dan prestasi kerja
didapat korelasi sebesar 0.864 yang berarti terdapat hubungan yang tinggi antara
motivasi kerja karyawan dan kompensasi dalam meningkatkan prestasi kerja karyawan
dan determinasi sebesar 15.8% yang berarti motivasi kerja karyawan dan kompensasi
berperan sebesar 15.8% dalam meningkatkan prestasi kerja karyawan dan hasil uji
hipotesis sebesar 5.719 untuk uji simultan dan uji parsial didapat 2.88 > 2.0003 dan 3.08
> 2.0003 yang berarti terdapat peranan signifikan antara motivasi kerja karyawan dan
kompensasi dalam meningkatkan prestasi kerja karyawan pada Perum Perumnas
Regional IV Bandung
Penelitian juga telah dilakukan oleh Any Wedhiastuty seorang mahasiswi
Universitas Airlangga. Penelitian dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh yang
signifikan variabel presensi, kualitas kerja, kemampuan kerja dan potensi secara
bersama-sama terhadap prestasi kerja dengan uji regeresi linear. Hasilnya adalah
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel presensi terhadap prestasi kerja, tidak
ada pengaruh yang signifikan antara variabel kualitas kerja terhadap prestasi kerja,
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel kemampuan terhadap prestasi kerja,
dan terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel prestasi terhadap prestasi kerja.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut kemudian peneliti membuat suatu model penentuan
insentif yang didasarkan atas presensi berdasrkan prestasi kerja. Dengan adanya sistem
penentuan insentif yang didasarkan atas presensi berdasarkan prestasi kerjanya, maka
57
peneliti mengharapkan dapat menjadi motivator bagi pegawai untuk meningkatkan
prestasi kerjanya.
3.12
Dampak Uang dari William F. Whyte
(Gellermen, 1984, p71-82) Para manajer mungkin menganggap motivasi sama
dengan uang. Rupiah merupakan resep baku untuk merangsang produksi, menenangkan
kekecewaan, dan tali pengikat loyalitas. Di bawah pimpinan William F. Whyte dari
Cornel University, para ahli pengetahuan sosial meluangkan waktu berbulan-bulan
untuk terjun langsung sebagai karyawan produksi.
Dapat dipastikan bahwa uang mempunyai pengaruh yang penting terhadap
pemikiran dan perilaku karyawan produksi. Tetapi pengaruh tersebut tidak sesederhana
dan sekuat apa yang semula diduga oleh manajemen. Perangsang uang, sesungguhnya,
mempunyai kaitan langsung dengan berbagai motif lain yang nyaris tidak atau bahkan
sama sekali tidak menggunakan uang, sehingga pengaruh terakhir dari uang itu sendiri
tidak mudah dikenali. Uang hanyalah salah satu pertimbangan yang dipikirkan oleh seorang karyawan. Dan, oleh sebab itu, ia tidak dapat memikirkan uang semata-mata dari
segi keuntungan atau kerugian ekonomisnya. Ia bukan hanya manusia ekonomis, tetapi
sesungguhnya manusia ekonomis yang sosial.
Apakah seorang karyawan menanggapi atau tidak rencana pembayaran insentif
sedikit banyak lebih tergantung pada rencana itu sendiri, ketimbang pada latar
belakang hidupnya, Whyte mengutip beberapa data, yang tak dapat disangkal bersifat
sementara, dan memperlihatkan bahwa para pengejar prestasi dan pembatas hasil pada
dasarnya berlainan jenisnya.
58
Nampak bahwa reaksi individual terhadap sistem perangsang mencerminkan
pandangan dasar orang terhadap kehidupan, yang merupakan produk dari berbagai
pengaruh yang mempunyai dampak panjang sebelum ia masuk ke dalam pabrik dan
menjumpai sistem insentif tersebut. Oleh karena itu, efektivitas dari suatu rencana
insentif sangat dibatasi oleh jenis orang yang mau dituju, seperti halnya oleh unsurunsur rupiah dan sen dari rencana itu sendiri. Ironisnya, jenis orang yang nampaknya
sangat tanggap terhadap rencana demikian itu mungkin akan mencari pekerjaan bukan
produksi. Mereka yang tetap tinggal dalam pekerjaan-pekerjaan produksi jelas tidak
cukup untuk dapat mempengaruhi angka-angka produksi.
Jika kenaikan produktivitas sungguh terjadi setelah sistem insentif
diperkenalkan, tidaklah berarti bahwa uang yang membuat perubahan. Para ahli
sosiologi buruh yang telah mempelari dampak sistem tersebut terhadap karyawan
melaporkan paling tidak ada tiga pengaruh lain. Masing-masing atau semua dapat
memancarkan pengaruh yang sama kuatnya dengan pengaruh insentif uang.
Pertama-tama, ialah dengan menetapkan kuota yang bertujuan menempatkan
produktivitas seseorang dalam suatu jenis permainan: jumlah unit yang dihasilkan
seseorang sangat mirip dengan "skor", Dengan kata lain, berlomba mengejar suatu
standar merupakan suatu bentuk permainan universal yang adil. Dan tentu saja, harus
disediakan standar yang tidak terlalu mudah dicapai tanpa susah payah oleh siapapun,
tetapi juga tidak terlalu sukar untuk dapat dicapai oleh siapapun.
Kedua, upaya mencapai kuota merupakan cara yang efektif untuk melepaskan
diri dari pengawasan penyelia yang tidak disenangi. Ini membuat mandor mengurangi
pengawasannya terhadap karyawan. Tetapi, jika upaya mencapai kuota itu dilihat
sebagai pengorbanan untuk bebas dari pengawasan mandor, boleh jadi itu juga me59
rupakan batas maksimal produktivitasnya. Para karyawan tidak rnau berkorban lebih
daripada "tingkat produksi standar" hanya supaya babas dari seorang penyelia yang tidak
menyenangkan.
Akhirnya, dengan berproduksi menurut tempo yang tetap, cepat dan tepat
nampaknya kurang melelahkan dibandingkan dengan berproduksi secara lambat dan
tidak menentu. Bila seorang karyawan telah menemukan irama kerja yang mantap,
biasanya akan lebih mudah baginya untuk mempertahankan irama kerja itu daripada
beralih ke irama kerja lainnya, atau membiarkan perhatiannya beralih ke hal-hal yang
tidak berhubungan dengan pekerjaannya selama masa tanggung yang tidak teratur. Pada
akhir kerja hari itu, seorang karyawan yang bekerja dengan tempo tetap akan nampak
lebih segar dibandingkan karyawan yang bekerja secara tidak menentu atau "buangbuang waktu".
Observasi ini pasti tidak berarti bawa insentif dalam bentuk uang tidak efektif
atau bahwa insentif itu tidak mernpunyai dampak atas sejumlah kecil orang yang
nyatanya dapat dibujuk. Tetapi, mereka memang memperlihatkan bahwa dampak dari
uang sangat kompleks sukar dipahami dan mudah menimbulkan salah paham, ada
kemungkinan sejumlah uang yang diberikan dalam sistem pembayaran insentif untuk
para karyawan produksi itu telah digunakan secara tidak efisien atau bahkan digunakan
untuk keperluan yang tidak penting.
3.13
Pengertian Sistem
Berdasarkan pendapat McLeod (2004, p9) sistem adalah sekelompok elemenelemen yang terintegrasi dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Definisi
ini cocok untuk suatu organisasi dimana organisasi terdiri dari sejumlah sumber daya
60
seperti manusia, material, uang, mesin, dan informasi dimana sumber daya tersebut
bekerja menuju tercapainya suatu tujuan yang ditentukan oleh pemilik atau manajemen.
Contoh dari organisasi sendiri adalah perusahaan.
Model dasar dari sistem ialah sebagai berikut :
a. Input
Merupakan sekumpulan data baik dari luar organisasi maupun dari dalam organisasi
yang akan digunakan dalam proses sistem informasi.
b. Process
Merupakan kegiatan konversi, manipulasi, dan analisis dari data input menjadi lebih
berarti bagi manusia.
c. Output
Merupakan proses menditribusikan informasi kepada orang atau kegiatan yang
memerlukannya.
d. Feedback
Merupakan output yang dikembalikan kepada orang-orang dalam organisasi untuk
membantu mengevaluasi input.
e. Subsistem
Merupakan sebagian dari sistem yang mempunyai fungsi khusus. Masing-masing
subsistem itu sendiri memiliki komponen input, proses, output, dan feedback.
Organisasi juga merupakan suatu sistem yang berisi beberapa subsistem yang
menjalankan aktivitas utama dan beberapa subsistem yang menjalankan aktivitas
pendukung. Aktivitas utama mempengaruhi secara langsung keunggulan kompetitif
produk seperti biaya, kualitas, ketersediaan, dan pelayanan. Sedangkan aktivitas
pendukung tidak secara langsung menciptakan nilai suatu produk.
61
3.14
Pengertian Informasi
McLeod (2004, p12) berpendapat informasi adalah data yang telah diproses, atau
data yang memiliki arti. Sedangkan menurut O’Brien (2004, p13) informasi adalah data
yang telah dikonversikan menjadi konteks yang berarti dan berguna bagi pemakai
tertentu. Dari definisi yang disebutkan, informasi dapat disimpulkan sebagai data yang
telah diolah yang mempunyai arti dalam pengambilan keputusan bagi pihak yang
bersangkutan.
Terdapat empat dimensi informasi menurut pendapat McLeod (2001, p145),
yaitu:
-
Ketepatan Waktu
Informasi harus dapat tersedia untuk memecahkan masalah pada waktu yang tepat.
Manajer juga harus mampu memperoleh informasi yang menggambarkan keadaan
yang sedang terjadi sekarang, selain apa yang telah terjadi pada masa lalu.
-
Kelengkapan
Perusahaan khususnya manajer harus dapat memperoleh informasi yang memberi
gambaran lengkap dari suatu permasalahan atau penyelesaian dan pemberian
informasi yang tidak berguna secara berlebihan harus dihindari.
-
Akurasi
Secara ideal, semua informasi harus akurat untuk menunjang terbentuknya sistem
yang akurat pula. Akurasi ini terutama diperlukan dalam aplikasi-aplikasi tertentu
seperti aplikasi yang melibatkan keuangan, semakin teliti informasi yang diinginkan
maka biaya pun semakin bertambah.
62
-
Relevansi
Informasi disebut relevan jika informasi tersebut berkaitan langsung dengan masalah
yang sedang dihadapi. Manajer harus mampu memilih informasi yang diperlukan.
3.15
Pengertian Sistem Informasi
Menurut Mcleod (2001, p.4) Sistem Informasi adalah suatu kombinasi yang
terorganisasi dari manusia, perangkat lunak, perangkat keras, jaringan komputer, dan
sumber data yang mengumpulkan, mentransformasikan, dan menyebarkan informasi di
dalam sebuah organisasi.
Berdasarkan pendapat Laudon (2001, p8) sistem informasi adalah sekumpulan
komponen yang saling berhubungan yang menerima, memproses, menyimpan, dan
menyebarkan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan dan pengendalian
dalam sebuah organisasi.
Menurut Alter (1999, p.42) Sistem Informasi adalah suatu sistem kerja yang
menggunakan teknologi informasi untuk mengumpulkan, meneruskan, menyimpan,
mendapatkan kembali, memanipulasi, ataupun menampilkan informasi, sehingga
mendukung satu atau lebih sistem kerja. Sedangkan sistem kerja adalah sistem dimana
manusia berpartisipasi untuk melakukan proses bisnis dengan menggunakan teknologi
informasi dan sumber daya yang lain untuk menghasilkan suatu produk bagi pihak
internal maupun eksternal.
Dari penjelasan di atas, definisi sistem informasi dapat disimpulkan sebagai
gabungan sistem kerja dari berbagai elemen yang mengumpulkan, menyimpan,
mentransformasikan dan menyebarkan informasi dalam suatu sistem.
63
Adapun alasan diperlukannya sistem informasi dalam suatu organisasi ialah
sebagai berikut :
a. Untuk sinkronisasi aktivitas–aktivitas dalam organisasi sehingga semua sumber daya
dapat dimanfaatkan seefektif mungkin.
b. Perkembangan teknologi yang semakin kompleks.
c. Semakin pendeknya waktu untuk pengambilan keputusan.
d. Lingkungan bisnis yang semakin kompetitif.
e. Pengaruh kondisi ekonomi international.
f. Meningkatnya kompleksitas dari aktivitas bisnis / organisasi
3.16
Siklus Hidup Pengembangan Sistem SDLC (System Development Life Cycle)
Menurut McLeod (2001) siklus hidup pengembangan sistem adalah ungkapan
yang meliputi planning, analysis, design, implementation, dan operation. Melibatkan
personel IT, pengguna, dan spesialis informasi. Tahap–tahap dalam siklus hidup sistem
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Perencanaan Sistem (System Plannning)
Dalam tahapan perencanaan sistem meliputi kegiatan-kegiatan seperti menyadari
masalah, mendefinisikan masalah, menentukan tujuan, mengidentifikasi batasanbatasan, dan mempersiapkan usulan penelitian sistem.
2. Analisis Sistem (System Analysis)
Dalam tahapan analisis sistem meliputi kegiatan-kegiatan seperti mengorganisasi tim
proyek, mendefinisikan kebutuhan informasi, mendefinisikan kriteria kinerja sistem,
mempersiapkan proposal desain, dan menyetujui atau menolak desain proyek.
64
3. Desain Sistem (System Design)
Dalam tahapan desain sistem meliputi kegiatan-kegiatan seperti menyiapkan
rancangan sistem yang terinci, mengidentifikasi berbagai alternatif konfigurasi
sistem, mengevaluasi berbagai alternatif konfigurasi sistem, memilih konfigurasi
yang terbaik, mempersiapkan usulan penerapan, dan menyetujui atau menolak
penerapan sistem.
4. Implementasi Sistem (System Implementation)
Dalam tahapan implementasi sistem meliputi kegiatan-kegiatan seperti mencanakan
implementasi, mengumumkan implementasi, mengumpulkan sumber daya hardware
dan software, menyiiapkan database, trainning pemakai sistem.
5. Penggunaan Sistem (Operation System)
Dalam tahapan penggunaan sistem meliputi kegiatan-kegiatan seperti penggunaan
sistem untuk mencapai tujuan yang diidentifikasikan pada tahap perencanaan, audit
sistem yang dilakukan dengan studi penelitian untuk mengetahui seberapa baik
sistem baru memenuhi kriteria kinerja, dan pemeliharaan sistem.
3.17
Analisa dan Perancangan Sistem Berbasis Objek
3.17.1 Konsep Dasar OOAD (Object Oriented Analysis and Design)
Konsep
analisa
dan
perancangan
berorientasi
objek
(Object-Oriented)
merupakan suatu konsep pemodelan sistem dari sudut pandang objek beserta sifatsifatnya. Konsep ini memungkinkan kita untuk menciptakan serangkaian objek yang
bekerja bersama-sama dalam menghasilkan software yang lebih baik jika dibandingkan
dengan teknik yang tradisional. Sistem menjadi lebih mudah diadaptasi terhadap
perubahan permintaan, lebih mudah dikembangkan, lebih tahan dan meningkatkan
65
desain dan penggunaan kode dengan lebih baik. Orientasi terhadap objek ini bukan
berdasarkan bagaimana objek melakukan sesuatu tetapi lebih kepada apa yang objek
lakukan.
Suatu model yang dirancang dengan pendekatan berorientasi objek umumnya
memiliki karakteristik yang mudah dimengerti dan dapat secara langsung berhubungan
dengan dunia nyata. Oleh karena itu, semantic gap yang terjadi antara objek
sesungguhnya dengan model objek dalam rancangan logik dapat ditekan sekecil
mungkin (Jacobson, 1996, p.42).
3.17.1.1 Pengertian Objek
Objek adalah suatu entitas yang dapat menyimpan informasi dan melakukan
sejumlah operasi untuk mengevaluasi maupun mempengaruhi keadaan entitas itu
sendiri. Menurut Mathiassen (2000, p.4) Objek adalah Sebuah entitas yang memiliki
identitas, state dan operasi (behavior).
Ciri – ciri yang dimiliki oleh suatu objek adalah :
1.
Setiap objek memiliki suatu identitas, atau informasi individual yang unik, disebut
dengan atribut. Contohnya, seorang mahasiswa mempunyai atribut NIM, dan
setiap mahasiswa mempunyai NIM masing–masing, sehingga ini merupakan suatu
identitas yang unik.
2.
Objek dapat melakukan suatu operasi (behavior).
3.
Objek dapat dikomposisikan menjadi bagian–bagian yang terpartisi yang
dinyatakan dalam hubungan agregat.
66
3.17.1.2 Class dan Instance
Menurut Jacobson (1996, p.46) Class adalah penggolongan objek-objek ke
dalam suatu kelompok berdasarkan kesamaan karakteristik dinyatakan dalam class.
Sebuah class dapat merupakan sebuah definisi, atau cetakan (template), yang
memungkinkan penciptaan objek baru, dan merupakan deskripsi dari sejumlah
karakteristik umum yang sama - sama dimiliki oleh sejumlah objek
Menurut Mathiassen (2000, p.4) Class adalah deskripsi dari kumpulan objek–
objek yang mempunyai kesamaan struktur, pola operasi, dan atribut.
Objek dalam class yang sama memiliki definisi yang sama pula baik untuk
operasinya maupun struktur informasinya. Contohnya, class kendaraan merupakan
sebuah model dengan karakteristik dijalankan oleh mesin dan digunakan untuk
transportasi. Dari class ini dapat diturunkan objek-objek seperti mobil, motor, pesawat,
dan sebagainya karena semuanya dijalankan oleh mesin dan untuk tujuan transportasi.
Objek mobil, motor dan pesawat tersebut disebut sebagai instance. Sebuah instance
merupakan objek yang diciptakan dari class dengan struktur yang didefinisikan dari
class.
Gambar 3.2 Class
67
3.17.1.3 Encapsulation, Inheritance, dan Polymorphism
3..17.1.3.1 Inheritance
Inheritance adalah properti dalam sistem berorientasi objek yang
memungkinkan objek dibangun dari objek yang lain dan menciptakan sebuah class baru
yang memiliki sifat-sifat induknya, ditambah karakteristik khas individualnya. Jika class
B adalah turunan dari class A, maka operasi dan struktur informasi yang terdapat pada
class A akan menjadi bagian dari class B. keuntungan menggunakan teknik ini adalah
kita dapat membangun dari objek yang sudah kita miliki sebelumnya atau penggunaan
kembali dari apa yang kita miliki.
3.17.1.3.2 Encapsulation
Encapsulation atau penyembunyian informasi merupakan suatu prinsip
penyembunyian data internal dan prosedur (method) dari objek dan menyediakan sebuah
interface pada setiap objek dengan cara tertentu untuk menyatakan sebisa mungkin
tentang apa yang dilakukan objek. Sebagai contoh nyata enkapsulasi adalah saat kita
menggunakan sebuah remote control untuk televisi, maka fungsi-fungsi detail dan cara
implementasi fungsi pada remote control telah ter-enkapsulasi, kita sebagai pengguna
hanya akan berhubungan dengan tombol-tombol sebagai antarmukanya.
3.17.1.3.3 Polymorphism
Poly berarti “banyak” dan morph berarti “bentuk”. Dalam konteks sistem
berorientasi objek, artinya objek dibuat dalam bentuk yang berbeda-beda. Polymorphism
adalah kemampuan dari tipe objek yang berbeda untuk menyadari property dan operasi
yang sama dalam hal yang berbeda. Polymorphism adalah hasil natural dari fakta bahwa
68
objek dari tipe yang berbeda (bahkan dari subtipe yang berbeda) dapat menggunakan
property dan operasi yang sama dalam hal yang berbeda (Aitken, 1999, p.7)
Sebagai contoh, objek dari tipe kendaraan semuanya mempunyai operasi
“akselerasi” walaupun mungkin saja terdapat perbedaan dalam melakukan akselerasi
dalam (sub) tipe kendaraan yang berbeda. Kendaraan darat biasanya berakselerasi
menggunakan tenaga yang diterapkan melalui roda, dimana kendaraan air biasanya
berakselerasi menggunakan tenaga yang diterapkan melalui baling-baling. Jika dipanggil
method akselerasi, maka method tersebut akan memberikan hasil yang berbeda untuk
kendaraan air dan kendaraan darat.
3.18
Metodologi Analisa dan Perancangan Sistem Berbasis Objek
Menurut Hans-Erik (1998, p.10-11) terdapat lima fase yang diperlukan untuk
mengembangkan sistem dengan metode object oriented, yaitu sebagai berikut :
1. Analisa Kebutuhan (Requirements Analysis)
Pada tahap ini, akan digunakan use case untuk menangkap kebutuhan dari pengguna.
Melalui pemodelan use case, aktor-aktor eksternal yang berhubungan dengan sistem
dimodelkan sesuai dengan fungsionalitas yang mereka butuhkan dari sistem (atau
disebut dengan use case) . Aktor dan use case dimodelkan dengan relasi dan
mempunyai asosiasi komunikasi antara satu dengan yang lain atau dibentuk ke
dalam hirarki. Aktor dan use case ini dijelaskan dalam sebuak diagram use case
UML. Masing-masing use case dijelaskan dengan teks yang menjelaskan tentang
spesifikasi kebutuhan dari pengguna. Tahap requirements analysis ini dapat juga
dijalankan dengan proses bisnis, tidak hanya untuk sistem perangkat lunak.
69
2. Analisa Domain (Domain Analysis)
Tahap analisis berhubungan dengan abstraksi yang paling utama (classes dan object)
dan mekanisme yang ditampilkan dalam domain masalah. Kelas-kelas yang
memodelkan ini akan diidentifikasi bersamaan dengan relasi antar masing-masing
kelas dan digambarkan dalam sebuah class diagram UML.
3. Perancangan (Design)
Dalam tahap perancangan, hasil dari analisis dijabarkan ke dalam suatu solusi teknis.
Kelas-kelas baru ditambahkan untuk menyediakan infrastruktur teknis, seperti
interface pengguna, database untuk menyimpan objek-objek data, komunikasi
dengan sistem yang lain, komunikasi sistem dengan device (peralatan lain) dan lain
sebagainya. Kelas domain masalah yang diperoleh dari tahap analisis ditambahkan
ke dalam infrastruktur teknis ini, sehingga mampu untuk mengubah baik domain
masalah maupun infrastruktur. Tahap desain ini menghasilkan suatu spesifikasi detil
yang berguna bagi tahap konstruksi.
4. Pemrograman (Programming)
Dalam tahap pemrograman atau konstruksi, kelas dari tahap perancangan diubah
menjadi kode aktual yang terdapat dalam bahasa pemrograman berorientasi objek
(penggunaan bahasa prosedural tidak disarankan). Bergantung kepada kemampuan
dari bahasa yang dipergunakan, hal ini bisa menjadi proses yang susah atau
sebaliknya. Ketika membuat model analisis dan perancangan dengan UML,
sebaiknya jangan mencoba untuk secara langsung mengubah model menjadi kode
pemrograman. Pada tahap awal, model merupakan suatu media untuk memahami
dan membentuk struktur dari sebuah sistem, sehingga berusaha untuk langsung
mencoba memikirkan pemrograman malahan akan tidak produktif dalam
70
menciptakan model yang sederhana dan benar. Pemrograman merupakan tahap yang
terpisah untuk mengubah model ke dalam kode pemrograman.
5. Pengujian (Test)
Sebuah sistem normalnya dicoba dengan pengujian unit, pengujian integrasi,
pengujian sistem dan pengujian penerimaan. Pengujian unit dilakukan terhadap
kelas-kelas individual atau kelompok dari kelas, dan biasanya dilakukan oleh
programmer. Pengujian integrasi mengintegrasi komponen-komponen dan kelas-
kelas untuk memastikan bahwa komponen dan kelas dapat bekerja sama sesuai
spesifikasi kebutuhan. Pengujian sistem akan memastikan bahwa sistem mempunyai
fungsi akhir sesuai dengan kebutuhan pengguna. Pengujian penerimaan dilakukan
oleh pengguna untuk memastikan bahwa sistem sesuai dengan kebutuhan. Tim
penguji yang berbeda menggunakan diagram UML yang berbeda pula sebagai
landasan dalam bekerja. Untuk pengujian unit, digunakan class diagram dan
spesifikasi kelas, untuk pengujian integrasi, digunakan component dan collaboration
diagram, sedangkan untuk pengujian sistem, digunakan use case diagram untuk
memastikan bahwa sistem bekerja sesuai dengan definisi awal dalam diagram ini.
3.19
Pengembangan Sistem Informasi Berbasis Objek
3.19.1 Perencanaan dan Pemilihan Sistem
Pengembangan sistem informasi berbasis objek diawali dengan tahap
perencanaan dan pemilihan sistem yang merupakan tahap pengumpulan informasi awal
untuk aplikasi yang akan dibangun. Tahap perencanaan dan pemilihan sistem ini disebut
juga dengan tahap pre-analysis. Menurut Mathiassen (2000 p.37 – 40) pada tahap ini
terdapat 2 kegiatan utama, yaitu menentukan definisi sistem dan kriteria FACTOR.
71
3.19.1.1 Definisi Sistem (System Definition)
Menurut Mathiassen (2000, p.37-38) Suatu definisi sistem menggambarkan
keseluruhan dari sistem yang memfokuskan kepada bagaimana semua bagian dan
komponen saling berinteraksi satu dengan lainnya. Maka dari itu, suatu definisi sistem
lebih menggambarkan properti-properti yang mengacu pada sistem daripada detil dari
komponen Definisi sistem ini juga berguna untuk menggambarkan batasan-batasan
spesifik yang berada diluar dari sistem.
3.19.1.2 Kriteria FACTOR
Menurut Mathiassen (2000, p.39-40) FACTOR merupakan kriteria-kriteria dari
definisi sistem yang terdiri dari 6 elemen, yaitu :
•
Functionality: merupakan fungsi-fungsi dari sistem yang mendukung tugas-tugas
dari application-domain.
•
Application
Domain:
merupakan
bagian-bagian
dari
organisasi
yang
mengadministrasi, memonitor dan mengendalikan suatu problem domain.
•
Conditions: merupakan gambaran tentang kondisi di mana sistem akan
dikembangkan dan dipakai.
•
Technology: merupakan teknologi yang digunakan baik untuk mengembangkan dan
menjalankan sistem.
•
Objects: merupakan objek-objek utama yang ada di dalam problem domain.
•
Responsibility: merupakan keseluruhan tanggung jawab dari sistem yang
berhubungan dengan konteks dari sistem tersebut.
72
3.19.2 Analisa Sistem
Dua hal utama yang harus dilakukan dalam pengembangan sistem informasi
berorientasi objek yaitu analisa kebutuhan dan analisa domain.
3.19.2.1 Analisa Kebutuhan (Requirements Analysis)
Pada tahapan ini lebih difokuskan pada aplikasi suatu sistem, yaitu bagaimana
suatu sistem akan digunakan oleh pengguna. Laporan yang diperoleh dari hasil analisa
kebutuhan adalah use case diagram, function list, user interface dan navigation
diagram.
3.19.2.1.1 Use Case Diagram
Use Case adalah sekumpulan skenario yang menghubungkan antara user dan
sistem. Actor adalah sebuah role yang dimainkan seorang user terhadap sistem. Use
Case Diagram adalah kumpulan dari use case dan actor serta hubungannya.
System Boundary
UseCase1
<<include>>
Included UseCase
<<include>>
UseCase2
Actor1
«extends»
Extending UseCase
UseCase3
Actor2
Gambar 3.3 Use Case Diagram
73
Notasi-notasi pada Use Case Diagram dapat dilihat di bawah ini:
Tabel 3.5 Use Case Relationship
Relationship
Association
Generalitation
Include
Extend
Purpose
Menunjukkan hubungan antara aktor
dan use case.
Menunjukkan inheritance di antara use
case.
Meliputi fungsionalitas dari satu use
case terhadap use case lainnya.
Notation
Memperluas fungsionalitas dari satu use
case terhadap use case lainnya dalam
kondisi tertentu.
3.19.2.1.2 Sequence Diagram
Sequence diagram merupakan salah satu diagram di UML yang bertujuan
untuk menggambarkan interaksi antara objek satu dengan objek yang lain. Sequence
diagram ini digunakan untuk menggambarkan behavior dari sebuah skenario dari
beberapa objek yang dinyatakan dalam sebuah usecase tunggal.(Martin Fowler, 2005, p.
81)
Sequence diagram digambarkan dalam sebuah chart dua dimensi yang terdiri
dari sumbu vertikal yang menunjukkan kerangka dari time (waktu) dan sumbu horizontal
menunjukkan sekumpulan dari objek-objek yang saling berinteraksi.
Komunikasi antara objek-objek dalam sequence diagram ditunjukkan dalam
garis mendatar yang disebut sebagai garis komunikasi yang menyatakan messages
(pesan-pesan) berurutan yang dikirim dan diterima oleh sebuah objek.
74
Gambar 3.4 Sequence Diagram
3.19.2.1.3 Function
Function merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh suatu sistem
sehingga sistem tersebut berguna bagi kebutuhan user. Sebuah fungsi awalnya
diaktifkan, kemudian dijalankan dan menghasilkan suatu hasil. Function yang dijalankan
dapat merubah state dari komponen model.
Menurut Mathiassen (2000, p.138) ada 4 macam tipe function :
•
Update, diaktifkan oleh event pada problem domain dan menghasilkan perubahan
pada state model.
•
Signal, diaktifkan karena perubahan pada state model dan menghasilkan suatu reaksi
pada konteks. Reaksi ini dapat berupa tampilan kepada pengguna pada application
domain, atau perubahan langsung pada problem domain.
75
•
Read, digunakan ketika informasi dibutuhkan oleh actor untuk melaksanakan
tugasnya dan kemudian system akan menampilkan bagian yang relevan dari model
system tersebut.
•
Compute, digunakan ketika informasi dibutuhkan oleh actor untuk melaksanakan
tugasnya yang terdiri dari proses perhitungan yang melibatkan informasi dari actor
ataupun dari model. Hasilnya berupa hasil perhitungan tersebut.
3.19.2.1.4 Navigation Diagram
Navigation diagram berguna untuk memodelkan hubungan antara elemen
interface utama. Diagram ini digunakan untuk dua tujuan khusus. Pertama, digunakan
untuk memodelkan interaksi yang dapat dilakukan user terhadap software, seperti yang
dijelaskan pada sebuah use case. Dan kedua, diagram ini berguna untuk mendapatkan
gambaran secara jelas tentang interface pengguna dari aplikasi yang dikembangkan.
3.19.2.2 Analisa Domain (Domain Analysis)
Pada tahap ini dilakukan analisa terhadap sistem yang akan dikembangkan.
Laporan yang dihasilkan pada tahap ini adalah class diagram dan pada kasus tertentu
dapat ditambahkan state chart diagram untuk menjelaskan masing-masing kelas.
3.19.2.2.1 Class Diagram
Class
diagram
menggambarkan
sekumpulan
class,
interface,
dan
collaboration, dan relasi-relasinya. Class diagram juga menunjukkan atribut (attribute)
dan operasi (operation) dari sebuah objek class.
76
Atribut adalah nama-nama properti dari sebuah kelas yang menjelaskan
batasan nilainya dari properti yang dimiliki oleh sebuah kelas tersebut. Atribut dari suatu
kelas merepresentasikan properti-properti yang dimiliki oleh kelas tersebut. Atribut
mempunyai tipe yang menjelaskan tipe instansiasinya.
Operasi adalah implementasi dari layanan yang dapat diminta dari sebuah
objek dari sebuah kelas yang menentukan tingkah lakunya. Sebuah operasi dapat berupa
perintah ataupun permintaan. Sebuah permintaan tidak boleh mengubah kedudukan dari
objek tersebut. Hanya perintah yang dapat mengubah keadaan dari sebuah objek.
Keluaran dari sebuah operasi tergantung dari nilai keadaan terakhir dari sebuah objek.
Menurut Mathiasen (2000, p.72) struktur hubungan antar kelas digambarkan
dengan notasi-notasi sebagai berikut :
•
Association Role
Association adalah hubungan antar benda struktural yang terhubung diantara obyek.
Kesatuan
obyek
yang
terhubung
merupakan
hubungan
khusus,
yang
menggambarkan sebuah hubungan struktural diantara seluruh atau sebagian.
Umumnya assosiation digambarkan dengan sebuah garis yang dilengkapi dengan
sebuah label, nama, dan status .
Company
-Employer
-Employee
1
Person
*
Gambar 3.5 Association
77
•
Aggregation
Aggregation atau agregasi adalah hubungan “bagian dari” atau “bagian
keseluruhan”. Suatu class atau objek mungkin memiliki atau bisa dibagi menjadi
class atau objek tertentu, dimana class atau objek yang disebut kemudian
merupakan bagian dari class atau objek yang terdahulu. Agregasi adalah bentuk
khusus dari association.
Company
Department
1
*
Gambar 3.6 Aggregation
•
Composition
Composition adalah strong aggregation. Pada composition, objek “bagian” tidak
dapat berdiri sendiri tanpa objek “keseluruhan”. Jadi mereka terkait dengan kuat
satu dengan yang lainnya.
Company
Department
1
*
Gambar 3.7 Composition
•
Generalization
Generalization adalah menggambarkan hubungan khusus dalam obyek
anak/child yang menggantikan obyek parent / induk . Dalam hal ini, obyek anak
memberikan pengaruhnya dalam hal struktur dan tingkah lakunya kepada obyek
induk.
78
Vehicle
MotorCycle
Car
Bus
Gambar 3.8 Generalization
3.19.3 Perancangan
Dalam metode perancangan berorientasi objek terdapat dua perancangan utama
yang mesti dilakukan, yaitu perancangan arsitektur dan perancangan komponen.
3.19.3.1 Perancangan Arsitektur
Tujuan dari perancangan arsitektur adalah untuk membuat struktur dari suatu
sistem yang terkomputerisasi. Pada tahap ini akan dilakukan tiga hal yaitu pemilihan
Kriteria yang berguna untuk mengetahui kondisi dan prioritas yang diinginkan dari
perancangan system, perancangan arsitektur komponen yang berguna untuk mengetahui
struktur komponen dari sistem dan perancangan arsitektur proses yang berguna untuk
mengetahui bagaimana proses dari sistem didistribusikan dan dikoordinasikan.
3.19.3.1.1 Kriteria
Menurut Mathiassen (2000, p.178) terdapat 12 kriteria klasik untuk
menentukan kualitas dari software, yaitu sebagai berikut:
•
Usable, merupakan kemampuan sistem untuk dapat beradaptasi baik terhadap
konteks organisasi, teknis maupun yang berhubungan dengan kerja.
•
Secure, aman terhadap akses terhadap data maupun fasilitas yang tidak mempunyai
otorisasi.
79
•
Efficient, pemakaian fasilitas platform teknis secara ekonomis.
•
Correct, sesuai dengan kebutuhan.
•
Reliable, ketepatan terhadap presisi dari fungsi-fungsi sistem.
•
Maintenable, mudah dalam perawatan.
•
Testable, telah teruji dengan baik.
•
Flexible, dapat dimodifikasi dengan mudah sesuai dengan pengembangan sistem.
•
Comprehensible, usaha-usaha yang dibutuhkan untuk memperoleh pemahaman
terhadap sistem.
•
Reusable, bagian dari sistem dapat dipakai untuk sistem yang mempunyai hubungan.
•
Portable, sistem dapat dengan mudah dipindahkan dan dijalankan pada platform
teknis yang lain.
•
Interoperable, sistem dapat digunakan untuk bekerja sama dengan baik dengan
sistem yang lain.
3.19.3.1.2 Component Diagram
Arsitektur komponen merupakan suatu struktur sistem yang terdiri dari
komponen-komponen yang saling berhubungan, dimana komponen itu sendiri
merupakan sekumpulan dari bagian program yang terdiri dari suatu keseluruhan dan
mempunyai tanggung jawab yang terdefinisi dengan baik. Hasil dari arsitektur
komponen ini berupa component diagram..
80
Gambar 3.9 Component Diagram
3.19.3.1.3 Deployment Diagram
Arsitektur proses merupakan suatu struktur sistem eksekusi yang terdiri dari
proses-proses yang saling bergantung satu dengan yang lain. Tujuan dari arsitektur
proses ini adalah untuk menstrukturisasi eksekusi pada level fisik. Unit yang paling
dasar untuk mengeksekusi suatu sistem itu sendiri disebut processor. Pada arsitektur
proses ini, akan dihasilkan suatu deployment diagram.
Gambar 3.10 Deployment Diagram
81
Download