SKRIPSI - Universitas Sebelas Maret

advertisement
SKRIPSI
Fasisme Italia 1922-1944
Oleh:
RINI ARYANI
NIM: K. 4403046
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perang Dunia I berlangsung antara tahun 1914-1918, membawa negara-negara
besar berperang untuk menjadi negara Super Power. Negara-negara Eropa pada Perang
Dunia I terbagi dalam dua blok: blok Jerman dengan Triple Alliantie (1882: Jerman,
Austria dan Italia) dan blok Perancis dengan Triple Etente (1907: Perancis, Rusia,
Inggris) . Pada awalnya Italia adalah negara netral, sikap Italia ini karena tidak menjadi
bagian dari negara sekutu. Tetapi tahun 1915 Italia mengumumkan perang terhadap
Austria dan Italia bergabung dengan Perancis, mengingkari Triple Alliansi (Jerman,
Auastria dan Italia) tahun 1882 yang telah ditandatanganinya. Antara Italia dan Austria
terdapat juga pertentangan meskipun keduanya termasuk Triple Alliantie, ialah mengenai
daerah Tirol Selatan Istria, Dalmatia dari Austria yang dituntut Italia sebagai daerah italia
irredent,. karena itu kedudukan Italia tidak tetap, dan sewaktu-waktu dapat keluar dari
triple alliantie, Sikap ini akibat dari desakan-desakan rakyatnya yang sebagian berbahasa
Italia dan masih dibawah kekuasaan Austria. (I Gamida, 1957: 120)
Setelah Perang Dunia I situasi di Italia menghadapi pergolakan, meskipun Italia
berada dipihak yang menang, namun Italia merasa keinginannya tidak terpenuhi. Bangsa
Italia berkeinginan mengembalikan kejayaan Italia seperti kerajaan Roma dimasa lampau.
Dengan demikian Italia bermaksud mengembalikan seluruh wilayah Italia
yang
dahulunya merupakan “ Italia Iredenta”. Keuntungan Italia dari Perang Dunia I, tidak
sesuai dengan cita-cita rakyat Italia. Apa yang didapat Italia setelah Perang Dunia I,
hanya merupakan sebagian daerah Tirol Selatan dan wilayah Istria sehingga tidak
memuaskan bangsa Italia. (Makmun Salim,1971: 6-7)
Berakhirnya Perang Dunia I telah menyebabkan Fasisme berkembang di Italia.
Berkembangnya Fasisme di Italia salah satu faktornya adalah munculnya rasa
nasionalisme. Italia yang selama perang bergabung dengan aliansi, dimana aliansi
tersebut mengalami kemenangan pada tahun 1915, namun Italia merasa tertipu akan hasil
1
kemenangan tersebut. Italia kehilangan setengah juta penduduk laki-laki, dengan hampir
setengah juta lainnya mengalami luka-luka. Sebagai imbalan, konferensi perdamaian
Versailles memberi Italia daerah jajahan yang belum sesuai dengan harapan bangsa Italia
dan para politikus kehilangan rasa tenteram. (Hugh Purcell. 2004 : 22-23)
Berakhirnya Perang Dunia I membawa kesulitan ekonomi, politik dan perasaan
meluas bahwa bangsa mereka akan mengalami keruntuhan. Rakyat menderita secara
material, adanya partai-partai yang beragam tidak mampu mengatasi masalah-masalah
bangsa. (Harun Yahya. 2004: 57)
Bangsa Italia terutama para pemudanya sangat kecewa terhadap hasil perjanjian
Versailles karena cita-cita Irredenta tidak tercapai. Tuntutan Italia terhadap Dalmatia dan
Albania minta supaya diakui tidak terwujud, karena wilayah itu penting bagi Italia untuk
mengawasi laut Adriatik. Pemerintah tidak mendapatkan lagi kepercayaan dari rakyat
karena tidak berhasil memperjuangkan kehendak orang banyak.
Keadaan negara sesudah perang sangat rawan kekurangan bahan makanan.
Bahan mentah mengalami kenaikan, anggaran belanja tidak seimbang dengan
pemasukan, juga adanya ancaman inflasi. Kaum buruh segera bertindak mengambil alih
pabrik dan mengeluarkan pemiliknya. Pemogokan terjadi dimana-mana sehingga
melumpuhkan industri dan jawatan pemerintah yang vital. Kerusakan hebat timbul
didaerah pertanian, kaum tani merampas tanah, membakar rumah dan menghancurkan
hasil panenan. (Rasyid Hamid, 1992: 29-30)
Pada dasarnya kemiskinan Italia akibat Perang Dunia I adalah faktor terpenting
dalam perkembangan kekuasaan Fasisme. Kemiskinan Italia setelah Perang Dunia I
mengakibatkan kondisi Negara Italia sangat kacau, Fasisme kemudian memanfaatkan
kondisi kekacauan dan ketidakstabilan Italia untuk menunjukkan diri kepada rakyat Italia
sebagai ideologi penyelamat Negara. (Harun Yahya, 2004: 56-57)
Negara Italia tertekan oleh kesulitan ekonomi dan angka pengangguran yang
tinggi. Walaupun bangsa Italia menderita kerugian besar dalam perang, Italia hanya
mencapai sebagian dari tujuan awalnya. Seperti halnya negara-negara lain yang telah
kalah perang, bangsa Italia ingin memiliki kembali kehormatan dan keagungan Romawi
pada masa lampau, Italia ingin mengembalikan kebesaran Romawi dan merasa berhak
atas wilayah Romawi dulu. Italia merasa bersaing dengan kekuatan-kekuatan utama di
dunia dan berharap untuk mengangkat dirinya kekedudukan semula sebagai negara yang
pernah berjaya pada masa lampau. Karena pengaruh cita-cita ini, bangsa Italia berharap
untuk menjadi sekuat Inggris Raya, Perancis dan Jerman (Harun Yahya. 2004: 59)
Italia selain merasa terhina secara nasional, lebih banyak lagi rakyat merasakan
penghinaan pribadi karena mengganggur dan tidak punya uang. Diantara tahun 19181923, Italia menderita krisis ekonomi, kemiskinan di Italia membuat hutang berlipatlipat. Kurang lebih 95. 000 juta lira pada tahun 1920. pada tahun yang sama, biaya hidup
mencapai 600 % lebih tinggi dari pada tahun 1913 dan ratusan rakyat Italia menganggur.
(Hugh Purcell. 2004. 23)
Faktor lain yang membuka jalan bagi Fasisme adalah kebodohan dan rendahnya
pendidikan dalam masyarakat. Pendidikan mengalami kemunduran hebat selama
kekacauan Perang Dunia I. Banyak kaum muda terpelajar yang tewas dalam medan
pertempuran. Pada umumnya hal ini mengakibatkan kemunduran tingkat kebudayaan
dalam masyarakat. Sebagian besar pendukung Fasisme adalah kaum tidak terpelajar, para
kaum tidak terpelajar berjuang atas nama Fasis, dan menjadi pelindung bagi kebijakankebijakan chaufinistiknya. Karena, ide-ide fundamental yang mendasari Fasisme (yakni
rasisme, nasionalisme romantik,dan chaufinisme) hanya dapat diterima luas oleh
kalangan tidak terpelajar, yang lain mudah terpojok oleh slogan-slogan mentah dan
sederhana. (Harun Yahya. 2004: 61)
Di tengah situasi kalah dan depresi, demokrasi berjuang untuk tetap hidup.
Kekecewaan akan demokrasi merupakan salah satu faktor munculnya Fasisme. Di Italia,
parlemen yang dipilih secara demokratik menentang bergabungnya Italia ke kancah
peperangan, tetapi Raja dan kabinet menolak hal itu. Konflik elite ini meningkatkan
sinisme rakyat Italia. Bagi banyak orang, berpartisipasi dalam pemilihan umum berarti
dibayar atau dipaksa untuk memberikan suara kepada kandidat yang mereka tidak kenal
atau inginkan. Pada setiap kegiatan politik, hak pilih umum tidak di jamin sampai tahun
1913. Langkah pertama Mussolini menuju fasisme adalah membangun kebenciannya
pada politkus korup. (Hugh Purcell. 2004: 25)
Faktor lain munculnya Fasisme adalah adanya ketakutan akan komunis. Tahuntahun sesudah 1918 semakin mengindikasikan bahwa demokrasi di Italia akan diakhiri
oleh komunisme dari pada oleh Fasisme. Peristiwa luar biasa yang terjadi adalah
Revolusi Rusia, sedang tatanan social baru yang telah didirikan di sana oleh Bolsheviks
Lenin
adalah
komunisme.
Dalam
keaadaan
yang
demikian,
tampak
bahwa
pemberontakan komunis sangat mungkin menyebar kearah barat. Di Italia, pada tahun
1920, komunis menduduki pabrik-pabrik di Turin dan Milan. (Hugh Purcell. 2004: 27)
Kelemahan-kelemahan Italia ini juga disebabkan oleh ketidakcakapan raja
Victor Emanuel III yang ketika itu memerintah. Hasrat rakyat ini, kemudian seperti
sebuah peluang yang baik bagi Benito Mussolini, karena kemudian pada tahun 1922
Benito Mussolini menuntut Victor Emanuel III turun dari jabatanya sebagai raja. Citacita rakyat untuk mengadakan perubahan dalam pemerintahan berhasil. Pemerintahan
Italia semuanya tergantung pada kepemimpinan Mussolini. Mussolini yang pada saat
Coupnya, sangat terkenal dikalangan rakyat Italia yang tegar dan berwibawa. Namun
dengan ketegasan ini, kiranya akan melahirkan apa yang disebut pemerintahan diktator.
Fasisme yang merupakan ciptaan Mussolini berasal dari bahasa latin fasces,
yang artinya kumpulan kayu-kayu yang dikaitkan pada sebuah kapak, dan digunakan
pada zaman Romawi kuno. Pejabat senior yang disebut “Lictor” membawa benda ini
(kayu yang dikaitkan pada sebuah kapak), yang dipercaya sebagai symbol kekuatan dan
kedaulatan. (Harun Yahya. 2004: 54)
Mussolini mengambil keuntungan-keuntungan dari tekanan-tekanan social dan
keinginan dikalangan rakyat Italia akan perubahan. Setelah perang, Mussolini
memobilisasi para mantan tentara, pengangguran dan mahasiswa, dengan slogan-slogan
yang meneriakkan kembalinya masa-masa kejayaan Romawi Kuno. Mussolini
mengorganisir para pendukungnya yang dikenal sebagai “ kemeja hitam”, dalam sebuah
format semi militer, dan memiliki metode-metode yang di bangun dengan kekerasan.
Mereka mulai melakukan penyerangan-penyerangan di jalan-jalan terhadap kelompokkelompok yang mereka anggap sebagai saingan mereka. Dengan berbagai unjuk salam,
lagu, seragam dan pawai resmi yang bergaya Romawi, mereka membangkitkan emosi
kaum tidak terpelajar dan punya hak suara. (Harun Yahya. 2004: 62-63)
Pada tanggal 29 Oktober 1922, 50000 militan tersebut di bawah komando enam
Jenderal berbasis memasuki Roma. Karena sang Raja sadar apa yang dapat dilakukan
oleh kekuatan yang menentangnya itu, dan di bawah tidak ada yang dapat raja lakukan
untuk melawan mereka, raja mengajak Mussolini untuk membentuk sebuah
pemerintahan. Sebagai hasil perkembangan selajutnya, kaum Fasisme Italia akhirnya
berkuasa. (Harun Yahya. 2004: 63)
Mussolini memimpin bangsa Italia dengan cara diktator fasisme. Faham
fasisme dalam prakteknya mengutamakan kepentingan negara. Seluruhnya untuk negara,
negara diatas segala-galanya. Menurut Mussolini negara adalah absolut. Bisa bertindak
apa saja asal berdasarkan dan beralasan untuk kepentingan negara. Dengan demikian
Italia menjelang Perang Dunia II merupakan negara totaliter (Makmun Salim,1971: 6-7)
Dengan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengambil judul
“FASISME DI ITALIA 1922-1944”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun perumusan masalahnya adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana latar belakang munculnya Fasisme di Italia?
2. Bagaimana sistem pemerintahan Fasis di Italia ?
3. Bagaimana akhir dari sistem pemerintahan Fasis di Italia?
C. Tujuan Penelitian
Setiap penulisan karya ilmiah pasti mempunyai tujuan demikian juga
penulisan skripsi ini, adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui latar belakang munculnya Fasisme di Italia
2. Untuk mengetahui sistem pemerintahan Fasis di Italia
3. Untuk mengetahui akhir dari sistem pemerintahan Fasis di Italia
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teorotis, hasil dari penelitian dapat bermanfaat sebagai berikut:
a. Untuk memberikan tambahan pengetahuan ilmiah yang berguna dalam
rangka mengembangkan ilmu sejarah khususnya yang berkaitan dengan
topik “ FASISME DI ITALIA 1922-1944”
b. Dalam penelitian ilmiah digharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penulisan ini bermanfaat sebagai berikut :
a. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana keguruan dan ilmu
pendidikan Universita Sebelas Maret Surakarta
b. Dapat melengkapi koleksi penelitian diperpustakaan khususnya mengenai
“FASISME DI ITALIA 1922-1944”
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Sistem Pemerintahan
Menurut C.F. Strong dalam Pamuji (1994: 4) pemerintahan didefinisikan
sebagai organisasi di mana diletakkan hak untuk melaksanakan kekuasaan berdaulat dan
tertinggi. Pemerintahan dalam arti luas merupakan sesuatu yang lebih besar dari pada
suatu badan atau kementrian-kementrian yang diberi tanggung jawab pemeliharaan
perdamaian dan keamanan negara-negara di dalam ataupun di luar. Pemerintah harus
memiliki : 1) kekuasaan militer atau pengawasan atas angkatan bersenjata,2) kekuasaan
legislativ atau sarana pembuatan hukum, 3) kekuasaan keuangan yaitu kesanggupan
memungut uang yang cukup untuk membayar biaya mempertahankan negara dan
menegakkan hukum yang dibuatnya atas nama negara.
Menurut Van Poelje (1953: 64) dalam Inu Kencana Syafe’I ilmu pemerintahan
adalah ilmu yang mengajarkan bagaimana dinas umum yang disusun dan di pilih sebaikbaiknya. Sedangkan menurut Poerwodarminto (1990: 58) arti kata pemerintah adalah
kekuasaan suatu negara atau badan yang tertinggi yang memerintah suatu negara”. Lain
halnya menurut Isjwara (1996: 104) bahwa pemerintahan adalah organisasi yang
mengatur dan memerintah Negara.
Menurut Wojowasito (1982: 17) pemerintah adalah perbuatan memerintah yang
dikeluarkan oleh organisasi eksekutif dan jajaran pemerintah dalam rangka mencapai
tujuan pemerintahan Negara. Selanjutnya Pamuji (1983: 9) menjelaskan sistem
pemerintahan yang dimaksud adalah suatu cara untuk memerintah yang dikeluarkan oleh
alat, badan atau organisasi eksekutif dan jajaran pemerintahan dalam rangka mencapai
tujuan pemerintahan Negara.
Istilah pemerintahan biasanya dibicarakan pula dalam hubungannya dengan
bentuk dan struktur organisasi Negara dengan penekanan pembahasan mengenai fungsifungsi badan eksekutif dalam hubungannya dengan badan legislativ. Pada umumnya,
dalam berbagai konstitusi berbagai negara dirumuskan mengenai bentuk dan struktur
7
dalam badan eksekutif dalam hubungannya dengan legislatif, khususnya yang bersifat
nasional. Perumusan mengenai sistem pemerintahan tingkat nasional mestinya
menggunakan satu model dari dua model utama ditambah satu model campuran yakni: 1)
sistem kabinet atau parlementer, 2) sistem presidensil, 3) sistem campuran antara sistem
kabinet dan sistem parlementer (Jimmly Assidiqie, 1996: 40)
Berdasarkan pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa sistem pemerintahan
adalah pembuatan, cara dan hal-hal yang dilakukan oleh pejabat dalam struktur
kekuasaan dalam satu negara, mencakup urusan pemerintahan dalam rangka mencapi
tujuan Negara.
2. Fasisme
Fasisme berasal dari kata “fasces” yang berarti seikat tongkat dan kapak (Harun
yahya, 2004: 1). Menurut para ahli sejarah bangsa Italia, fasisme adalah fascio d’combatti
mento yang berarti “persatuan perjuangan” (Ensiklopedia Nasional Indonesia V, 1989:
234) semenjak awalnya fasisme sangat menentang komunisme, sosialisme, liberalism,
dan ingin membentuk negara yang totaliter. Dengan demikian, berbagai bentuk kegiatan
baik yang menyangkut ekonomi, politik maupun sosial kemasyarakatan harus tunduk dan
ditentukan oleh fasis.
Fasisme (fasicm) merupakan pengorganisasian pemerintahan masyarakat secara
totaliter oleh kediktatoran partai tunggal yang sangat nasionlais, rasialis, militeristis dan
imperialis (William Ebestein dan Edwin Fogelman, 1985: 144). Menurut sejarahnya
fasisme muncul di Eropa, Italia, menyusul Jerman dan Spanyol melalui perang saudara
yang pecah pada tahun 1936. Sedangkan melalui perubahan secara totaliter dapatlah
dikatakan bahwa fasisme dapat berkembang di negara-negara yang relatife lebih makmur
dan secara teknologi lebih maju. ( William Ebestein dan Edwin Fogelmann, 1985: 146)
Secara umum konflik antara industrialis (utara) dan rural (selatan) cenderung
mengaburkan permasalahan dasar antarkelas sejak 1887. Kemajuan industri utara telah di
dukung oleh kebijakan proteksi yang melarang masuknya modal asing, dan menjamin
dominasi pasar domestik. Proteksionisme ini menjadi dasar komunitas kepentingan
efektif antara modal industri besar dan organisasi kelas pekerja reformis. Namun
dampaknya pada agrikultur Italia sangat berbahaya, kecuali terhadap produsen bahan
pokok di pusat dan utara: para petani tidak lagi merupakan pengekspor produk mereka
sendiri sedangkan pada saat yang sama dipaksa membeli produk industri Italia yang lebih
mahal dari pada produk industri Negara maju lain. Hal inilah yang menjadi dasar
permasalahan selatan salah satu konsekuensinya adalah sosialisme yang tesebar di selatan
dan pulau-pulau disekitarnya tidak sama dengan PSI (Partai Sosialis Italia) atau persatuan
dagang, tapi merupakan gabungan teori sosialis dan liberal. (Antonio Gramsci, 2000: 5-6)
Perang berakhir tahun 1918 dan dua tahun selanjutnya ditandai oleh adanya
kelas penguasa yang makin berkembang dan makin meyakinkan di Italia karena di antara
massa pekerja dan kaum sosialis terdapat keyakinan bahwa revolusi tidak harus
dihindarkan dan akan meletus seiring berjalannya waktu. Namun sejak PCI didirikan
Januari 1921 gelombang revolusi telah reda, para pekerja telah dikalahkan dan para
pekerja kahilangan kepercayaan diri untuk melakukan revolusi (Antonio Gramsci, 2000:
29)
Pada musim gugur 1920, pasukan fasis mulai melakukan operasi pembersihan
dalam kepentingan para pemilik tanah di utara dan di Italia pusat terhadap asosiasiasosiasi sosialis dan petani katolik serta melawan para sosialis di kota-kota didaerah.
Perpecahan PCI pada bulan Desember 1921 merupakan awal perkembangan fasisme di
Italia dan merupakan kegagalan aksi maret (Antonio Gramsci, 2000: 44-51)
Rezim Fasis setelah tahun 1925 menguat dengan karakter pemerintahan yang
dictator, sehingga kelas penguasa mengekspresikan kepentingan-kepentingan. Fasisme
mengembalikan pada kaum borjuis ketidaksadaran kelas dan organisasi kelas dan pada
bulan November 1925 banyak oposisi pers yang akhirnya hancur dan berada dibawah
kendali fasis dengan sebagian tertentu saja dari organ-organ komunis dan sosialis
(Antonio Gramsci, 2000: 97-98)
Fasisme adalah doktrin, cara atau gerakan politik Italia yang merebut kekuasaan
dan mendirikan pemerintahan yang diktator (Peter Salim dan Yenny Salim, 1991: 401).
Menurut William Ebestein dan Edwin Fogelman (1985: 150), fasisme memiliki cirri-ciri:
1) fasisme merupakan produk dari masyarakat pasca demokrasi (post Democratic) dan
pasca industry (post Industri) sedangkan kominis pada umumnya produk dari masyarakat
pro demokrasi dan pro industry, 2) kaum fasis tidak mungkin merebut kekuasaan di
negara-negara yang tidak memiliki pengalaman demokrasi sama sekali, 3) dalam
masyarakat tersebut kediktatoran makin dijunjung atau dimungkinkan oleh militer,
birokrasi, prestise, pribadi seorang dictator (charisma pemimpin), 4) adanya antusiasme
dan dukungan massa (mass Support), 5) sistem fasis tidak berkembang di negara yang
tidak memiliki tradisi demokrasi, maka kecil kemungkinan fasisme mencapai
keberhasilan di negara-negara yang sejak dulu memiliki tradisi demokrasi, 6)
pertumbuhan fasisme adalah pencapaian tingkat tahap tertentu dalam perkembangan
industri.
Dari penjelasan diatas fasisme adalah suatu idiologi yang berkembang dan
dilatarbelakangi oleh kegagalan demokrasi yang menekankan pada rasialisme,
pengabdian dan loyalitas seorang pemimpin yang didasarkan pada prinsip kesatuan
dimana pelaksanaanya mencakup seluruh aspek kehidupan (totaliter).
3. Diktator
Dictator berasal dari bahasa latin dictare, yang menyatakan sebagai perintah,
seorang pemegang kekuasaan mutlak dalam menjalankan pemerintahan negara
(Ensiklopedia Indonesia, 1989: 822). Menurut Frans L. Neuman dalam Jurnal Ilmu
Politik (1993: 39) diktator adalah pemerintahan oleh seseorang atau kelompok orang
yang menyombongkan diri dan memonopoli kekuasaan dalam negara dan melaksanakan
kekuasaan tersebut tanpa dibatasi. Pengertian diktator juga dikemukakan oleh Jules
Archer (1985: 19), diktator adalah seseorang penguasa yang mencari dan mendapatkan
kekuasaan mutlak tanpa memperhatikan keinginan-keinginan nyata dari rakyatnya.
Menurut Miriam Budiardjo (1989: 98) pengertian dari diktator itu sendiri ada
dua macam: 1) diktator proletar, dimana antara masyarakat kapitalis dan masyarakat
komunis terdapat suatu masa petalihan dalam suatu transformasi secara revolusioner dan
masyarakat kapitalis menjadi masyarakat komunis, 2) diktator militer, yaitu suatu atau
segolongan perwira yang menentang tanpa member pertanggungjawaban kepada rakyat,
sehingga caranya naik ke pemerintahan dengan mengadakan kudeta. Kadang-kadang
suatu diktator militer perlu sementara waktu untuk memulihkan keadaan kacau balau
yang tidak dapat dikuasai lagi oleh kekuatan sipil yang kurang mampu atau tidak
mendapat dukungan yang memadai.
Carl J. Frederick dan Z. Bigriewle Brezinksky dalam Jurnal Ilmu Politik (1993:
40), menyebutkan cirri-ciri negara diktator adalah sebagai berikut: 1) suatu ideologi yang
menyeluruh yang terdiri dari ajaran-ajaran (doktrin) badan resmi yang meliputi seluruh
aspek vital dan pada kehidupan manusia dalam masyarakat yang harus dilakukan dan
ditaati oleh setiap anggota masyarakat. Idiologi ini ditunjukkan untuk membentuk
manusia baru paripurna yang berlainan dengan manusia yang sekarang ada dalam
masyarakat, 2) satu partai massa yang dipimpin oleh seorang manusia diktator dengan
anggota terdiri dari prosentase yang relative kecil dari jumlah penduduknya, yang terdiri
dari laki-laki dan wanita dimana mengabdikan dirinya secara menyeluruh terhadap
idiologi dan bersedia setia cara agar supaya diterima oleh umum atau partai tersebut
diorganisir lebih tinggi atau sepenuhnya beserta birokrasi pemerintah, 3) suatu sistem
teror baik psikis maupun phisik yang dilaksanakan melalui partai dan pengawasan polisi
rahasia maupun khusus yang ditujukan terhadap musuh-musuh rezim yang demonstrative
dan juga terhadap golongan penduduk yang tidak menyetujuinya. Teror itu baik yang
dilakukan oleh polisi rahasia maupun oleh partai yang ditunjukan untuk menindas
masyarakat secara sistematis dengan menggunakan ilmu modern.
Menurut Sukarna (1981-86), prinsip-prinsip kediktatoran adalah : 1) pemusatan
kekuatan yaitu kekuasaan legislative, eksekutif, yudikatif berada dalam satu badan, 2)
pemerintah tidak kostitusonal, 3) pemilihan umum
yang tidak bebas, 4) tidak ada
perlindungan hak azasi manusia, 5) menolak kekebebasan pers, 6) peradilan yang tidak
bebas dan memihak, 7) tidak ada pengawasan terhadap administrasi negara, 8) jaminan
kebebasan terhadap individu dibatasi, 9) undang- undang dasar tidak lagi demokratis.
Selanjutnya juga dikemukakan mengenai ciri-ciri konstitusi negara dengan
sistem kediktatoran adalah : 1) konstitusi dibuat oleh pengikut-pengikut diktator
berdasarkan perintah, 2) konstitusi dibuat untuk kepentingan diktator, 3) konstitusi tidak
melindungi hak asasi manusia, 4) konstitusi tidak mengakui kebebasan rakyat, 5)
konstitusi menghapuskan atau tidak mengatur dan membatasi pemilu yang bebas, 6)
konstitusi menolak kebebasan pers, 7) konstitusi membatasi kebabasan peradilan, 8)
konstitusi mengatur pemusatan kekuasaan legislative, eksekutif, yudikatif dalam satu
tangan, 9) konstitusi memperluas dan tidak membatasi fungsi eksekutif, 10) perubahan
konstitusi berdasarkan petunjuk atau tujuan diktator, 11) konstitusi dalam negara dengan
sistem kediktatoran dibuat berdasarkan kekuasaan absolute (Sukarna, 1981: 86)
Abu Daud Busroh (1987: 67) menyebutkan ciri-ciri negara diktator adalah
sebagai berikut : 1) adanya peradilan khusus untuk mengadili orang yang melawan rezim
yang berkuasa, 2) tidak ada kebebasan berserikat dan berkumpul, 3) tidak ada pemilihan
umum. Dalam sistem kediktatoran kegiatan warga negara adalah terikat oleh penguasa
atas negara. Sehingga kebebasan yang melekat pada dirinya adalah memuja sang
penguasa (Soehino, 1980: 35). Sebagaimana diungkapkan oleh Jules Archer (1985: 21)
bahwa sistem kediktatotan dibedakan menjadi dua tipe yaitu : 1) tipe diktator militer,
yaitu mendapatkan kekuasaannya melalui kekuatan militer, 2) tipe diktator politik, yaitu
mendapatkan kekuasaannya melalui pemilihan umum.
Dari pengertian tentang diktator diatas dapat dijelaskan bahwa suatu
pemerintahan dengan sistem diktator dalam menjalankan kekuasaannya akan selalu
berpedoman pada prinsip-prinsip kediktatoran.
B. Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir adalah suatu alur berfikir yang digunakan oleh peneliti dengan
digambarkan secara menyeluruh dan sistematis. Dalam penelitian ini kerangkan
pemikiranyya adalah:
Italia
Pemerintahan
Victor Emanuel III
Perang Dunia I
Kemiskinan
Nasionalisme
Komunisme
Pemerintahan Fasis
Diktator
Struktur
Pemerintahan
Kebijakan Dalam
Negeri
Perang Dunia II
Keterangan:
Kebijakan Luar
Negeri
Pada tahun 1941 meletus Perang Dunia I, yang dilatarbelakangi terbunuhnya
putra mahkota Franz Ferdinand dari Austria oleh mahasiswa Serbia. Austria menuntut
agar Serbia menyerahkan pembunuh Franz Ferdinand kepada Austria, tetapi Serbia tidak
dapat memenuhinya, kemudian Austria menyerang Serbia. Pada Perang Dunia I Italia
pada awal mulanya hanya menjadi Negara yang netral selama bertahun-rahun dan
kemudian bergabung dengan sekutu, kemudian pada tahun 1915 ketika Italia dijanjikan
propinsi Flime, triste dan Frento di bagian timur laut dan daerah-daerah lainnya
sepanjang pantai yang sekarang bernama Yugoslavia. Setelah mengalami kekalahan,
bangsa Italia mendapatkan kemenangan yang menentukan di Victoria Veneto pada tahun
1918 yang lalu mengakibatkan kekalahan Austria- Hongaria.
Berakhirnya
Perang
Dunia
I,
melalui
konferensi
perdamaian
Paris
menghadiahkan kepada Italia Trento dan profinsinya, Tirol bagian selatan, Triste dan
propinsinya sejauh Alpen Julian, Flame, Zara, Istria dan beberapa pulau lepas pantai
Yugoslavia. Akan tetapi, situasi di Italia menjadi kacau dan terjadilah pergolakan politik.
Pemerintahan Italia yang pada waktu itu dipegang oleh raja Victoria Emmanuel III,
dimana masa pemerintahannya Italia menjadi Negara yang lemah dan kurang tegas,
karena itu rakyat menginginkan suatu perubahan agar Italia menjadi pemerintahan yang
kuat.
Berakhirnya Perang Dunia I telah menyebabkan Fasisme berkembang di Italia.
Berkembangnya Fasisme di Italia salah satu faktornya adalah munculnya rasa
nasionalisme. Italia yang selama perang bergabung dengan aliansi, dimana aliansi
tersebut mengalami kemenangan pada tahun 1915, namun Italia merasa tertipu akan hasil
kemenangan tersebut. Italia kehilangan setengah juta penduduk laki-laki dengan hamper
setengah juta lainnya mengalami luka-luka. Sebagai imbalan, konferensi perdamaian
Versailles memnberi Italia daerah jajahan yang belum sesuai dengan harapan bangsa
Italia dan para politikus kehilangan rasa tentram.
Pada dasarnya kemiskinan Italia akibat Perang Dunia I adalah factor terpenting
dalam perkembangan kekuasaan Fasisme. Secara umum fasisme memanfaatkan kondisi
kekacauan dan ketidakstabilan dalam sebuah Negara untuk menunjukkan diri kepada
rakyat sebagai idiologi penyelamat.
Factor lain munculnya fasisisme adalah adanya ketakutan akan komunis. Tahuntahun sesudah 1918 semakin mengindikasikan bahwa demokrasi di Italia mungkin
diakhiri oleh komunisme dari pada oleh fasisme. Peristiwa luas biasa yang terjadi adalah
Revolusi Rusia, sedang tatanan social baru yang telah didirikan di sana adalah Bolsheviks
Lenin adalah komunisme. Dalam keadaan yang demikian, tampak bahwa pemberontahan
komunis sangat mungkin menyebar kearah barat. Di Italia pada tahun 1920, komunis
telah menduduki pabrik-pabrik di Turin dan Milan.
Mussolini mengambil keuntungan-keuntungan dari tekanan-tekanan social dan
keinginan dikalangan rakyat Italia akan perubahan. Setelah perang, Mussolini
memobilisasi para mantan tentara, pengangguran dan mahasiswa, dengan slogan-slogan
yang meneriakkan kembalinya masa-masa kejayaan Romawi kuno. Mussolini
mengorganisir para pendukungnya yang di kenal sebagai “kemeja hitam”, dalam sebuah
format semi militer, dan memiliki metode-metode yang dibangun dengan kekerasan.
Mereka mulai melakukan penyerangan-penyerangan di jalan-jalan terhadap kelompokkelompok yang mereka anggap sebagai saingan mereka. Dengan berbagai unjuk salam,
lagu, seragam dan pawai resmi yang bergaya Romawi, mereka membangkitkan emosi
kaum tidak terpelajar dan punya hak suara. Pada maret 1919, fasisme muncul menjadi
gerakan politik dan Mussolini membentuk kelompok untuk bertempur melawan
pemerintahan dan Mussolini membentuk kelompok untuk bertempur melawan
pemerintahan yang di kenal sebagai baju hitam. Kaum fasis menolak parlemen dan
mengedepankan kekerasan fisik. Anarki pecah dimana-mana dan pemerintah liberal tidak
berdaya menghadapinya. Mussolini bersama kelompoknya melakukan longmarcg ke
Roma, melihat rombongan tersebut pemerintah raja Victoria Emmanuel III menjadi
ketakutan. Pada Oktober 1922, raja memintanya membentuk pemerintahan baru, dan
jadilah Italia dikelola oleh pemerintahan fasis.
Mussolini memerintah bangsa Italia dengan cara dictator fasisme. Faham
fasisme dalam prakteknya mengutamakan kepentingan Negara. Seluruhnya untuk
Negara, Negara diatas segala-galanya. Menurut Mussolini Negara adalah absolute, bias
bertindak apa saja asal berdasarkan dan beralasan untuk kepentingan Negara. Dengan
demikian Italia menjelang Perang Dunia II merupakan Negara totaliter. Kepemimpinan
yang dictator ini berlaku juga pada kebijakan dalam dan luar negeri Italia.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Berdasarkan penelitian yang akan diajukan, peneliti akan menjaring data yang
ada di perpustakaan, hal ini dilakukan dengan tekhnik pengumpulan data yang akan
digunakan adalah studi pustaka.
Adapun perpustakaan yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian ini
meliputi:
a) Perpustakaan Program Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta,
b) Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret Surakarta,
c) Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta,
d) Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Surakarta,
e) Perpustakaan Pusat Universitas Gajah Mada Yogyakarta,
f) Perpustakaan Pusat Universitas Yogyakarta,
g) Perpustakaan Pusat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,
h) Perpustakaan Nasional Jakarta,
i) Perpustakaan Pusat Universitas Lampung
2. Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengambil waktu untuk mengadakan penelitian
sejak tanggal 1 Maret 2009 sampai dengan 10 Desember 2009.
16
B. Metode Penelitian
Dalam usaha memecahkan masalah penelitian, peranan metode penelitian sangat
penting, karena keberhasilan tujuan akan tercapai tergantung dari penggunaan metode
yang tepat. Metode harus disesuaikan dengan objek yang akan diteliti.
Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata Methodos yang berarti
cara atau jalan. Kaitannya dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut cara kerja
untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.
(Koentjaraningrat, 1975: 58)
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah historis atau sejarah.
Pemilihan metode ini karena objek yang diteliti oleh peneliti adalah peristiwa masa
lampau serta berdasarkan permasalahan yang dikaji oleh peneliti, sehingga tujuannya
adalah merekonstruksikan peristiwa masa lampau tersebut.
Helius Syamsudin (1994: 3) metode adalah suatu cara untuk berbuat sesuatu,
suatu prosedur untuk membuat seseuatu, keteraturan dalam berbuat, berencana dan lainlain, suatu susunan atau system yang teratur. Nugroho Notosusanto (1971), mengatakan
bahwa metode penelitian sejarah merupakan proses pengumpulan, menguji, menganalisis
secara kritis rekaman-rekaman dan penggalian-penggalian masa lampau menjadi kisah
sejarah yang dapat dipercaya. Metode ini merupakan proses merekonstruksikan
peristiwa-peristiea masa lampau, sehingga menjadi kisah yang nyata.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa metode historis adalah
suatu kegiatan untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah, menilainya secara kritis dan
menghubungkannya dengan menggunakan langkah-langkah metode historis yang ada,
sehingga menghasilkan suatu cerita sejarah, untuk memperoleh sumber yang otentik dan
sahih.
C. Sumber Data
Sumber data yang merupakan sumber sejarah adalah segala sesuatu yang dipakai
sebagai bahan penulisan peristiwa sejarah, yang merupakan suatu hasil penyelidikan
untuk mendapatkan benda-benda atau data-data apa saja yang ditinggalkan manusia pada
masa lampau. Menurut Helius Syamsudin (1994 : 29) sumber sejarah adalah semua saksi
mata, segala sesuatu langsung atau tidak langsung menceritakan kepada kita tentang
sesuatu kenyataan atau kegiatan manusia pada masa lalu. Jadi sumber sejarah merupakan
bahan-bahan mentah (raw material) sejarah yang mencangkup segala macam evidensi
atau bukti yang telah ditinggalkan oleh manusia yang menunjukkan segala aktifitas
manusia pada masa lalu.
Menurut Sigi Gazalba (1981: 105), sumber data sejarah dapat diklasifikasikan
menjadi : 1) sumber tertulis, yaitu sumber yang berupa tulisan, 2) sumber lisan, yaitu
sumber yang berupa verita yang berkembang dalam masyarakat, 3) sumber benda atau
visual, yaitu semua warisan masa lalu yang berbentuk dan berupa.
Dalam penelitian ini digunakan sumber data sejarah berupa sumber tertulis.
Sumber tertulis menurut Hadari Nawawi (1991: 80) dapat terbagi menjadi dua, yaitu
sumber tertulis primer dan sumber tertulis sekunder. Sumber tertulis sekunder adalah
tulisan yang merupakan kesaksian dari seseorang yang dengan mata kepalanya sendiri
atau dengan panca inderanya yang lain atau dengan alat mekanik menyaksikan peristiwa
yang diceritakan (sumber autentik atau sumber langsung), sedangkan sumber tertulis
sekunder adalah sumber yang ditulis seseorang yang tidak terlihat atau mengalami
peristiwa sejarah itu sendiri.
Dalam penelitian ini digunakan adalah sumber tertulis sekunder. Hal ini
disebabkan karena sulitnya mencari sumber primer yang relevan dengan permasa;ahan
yang diteliti. Namun, sumber tertulis sekunder yang dipakai dalam penelitian ini adalah
berupa buku-buku seperti Fasisme Yang Mengguncang Dunia dan Sejarah dan Budaya,
makalah, yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini.
D. Tekhnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan bahan yang sangat penting dalam kegiatan
penelitian ini. Untuk mengumpulkan data diperlukan suatu tekhnik tertentu. Berdasrakan
sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sumber tertulis sekunder, maka
tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah tekhnik kepustakaan atau studi
pustaka. Tekhnik studi pustaka adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan
tujuan untuk memperoleh data atau fakta sejarah dengan membaca buku-buku literature,
majalah, dokumen atau arsip, surat kabar atau brosur yang tersimpan dalam perpustakaan
yang mendukung (Koentjaraningrat, 1986: 64)
Ada beberapa keuntungan dengan menggunakan tekhnik studi pustaka, antara
lain, menurut Koenjaraningrat (1986: 66) adalah untuk membantu memperoleh
pengetahuan ilmiah yang sesuai dengan persoalan yang dipelajari. Memberikan
pengertian dalam menyusun persoalan yang tepat, mempertajam perasaan dalam meneliti,
membuat analisis serta membuka kesempatan memperluas pengalaman ilmiah.
Dalam penelitian ini lebih ditekankan pada kegiatan membaca, mencatat bukubuku, surat kabar, majalah yang berkaitan dengan permasalahan yang di kaji di dalam
penelitian ini. Kesemua kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan system kartu atau
katalogus, yaitu semua catatan yang relevan dengan permasalahan yang akan dikaji, di
catat di dalam kartu yang mempunyai ukuran yang seragam dengan mencantumkan asal
sumber yang meliputi: judul buku, sub judul ataupun subjek sebagai kata kunci (key
words) dan disusun berdasarkan unruran abjad untuk membaca kembali, peneliti tinggal
mengambil kartu-kartu tersebut berdasarkan kata kunci yang telah di buat.
E. Tekhik Analisis Data
Analisis data merupakan proses penyederhanaan data yang mudah dibaca dan
diinterpretasikan, sehingga dapat disajikan dan dipahami oleh orang lain dengan jelas.
Sesuai dengan metode dalam penelitian ini, yaitu menggunakan penelitian historis, maka
analisis penelitian datanya juga menggunakan tekhnik analisis data. Helius Syamsudin
(1996: 59) menyebutkan bahwa “ tekhnik analisis historis adalah analisis data sejarah
dengan menggunakan kritik sumber sebagai metode untuk menilai sumber-sumber yang
digunakan untuk mengadakan penelitian sejarah”. Kaitanyya dengan analisis data,
Nugroho Notosusanto (1997: 40) mengatakan bahwa analisis data historis adalah analisis
sejarah dengan kritik sumber sebagai metode untuk menilai sumber-sumber yang
dibutuhkan.
Bahan utama yang digunakan sejarawan dalam menganalisis data sejarah yang
telah dikumpulkan dan relevan dengan masalah yang diteliti adalah fakta. Fakta
merupakan bahan utama yang dijadikan sejarawan untuk menyusun historiografi dan
fakta itu sendiri merupakan hasil pemikiran dari para sejarawan, sehingga fakta yang
terkumpul mengandung unsure subyektifitas. Suatu kenyataan bahwa sulit sekali
menemukan fakta-fakta yang benar-benar mencerminkan keadaan yang sesungguhnya.
Sebuah fakta yang dikonstruksikan sejarawan akan menghasilkan konstruk, setiap
konstruk mengandung unsur-unsur dari penyusunan konstruk tersebut, maka untuk
mengkaji dan menganalisis diperoleh konsep-konsep dari teori-teori yang berfungsi
sebagai criteria penyesuaian dan pengklasifikasian (Sartono kartodirdjo, 1982)
F. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah langkah-langkah penelitian awal, yaitu persiapan
proposal sampai pada penulisan hasil penelitian. Karena penelitian ini menggunakan
metode historis, maka penyelidikan yang kritis dilakukan terhadap keadaan-keadaan,
perlambangan serta pengalaman di masa lampau dan menimbang secara teliti dan hatihati tentang bukti-bukti faliditas dari sumber sejarah serta interpretasi dari sumbersumber keterangan tersebut. (Moh. Nasir, 1988: 56)
Menurut Nugroho Notosusanto (1971: 18) dalam penelitian historis meliputi
empat kegiatan, yaitu:
1. Heuristik
Heuristik adalah kegiatan menghimpun jejak-jejak masa lampau yang
merupakan peristiwa sejarah dengan cara melakukan pengumpulan bahan-bahan tertulis,
tercetak, dan sumber lain yang relevan dengan penelitian ini. Untuk dapat menentukan
sumber-sumber sejarah maka penelitian perlu mengadakan pengklasifikasian atau
penggolongan berbagai macam sumber agar penelitian yang di lakukan tidak mengalami
kesulitan..
Dalam penelitian ini untuk menemukan sumber-sumber sejarah digunakan studi
pustaka. Studi pustaka dilakukan di perpustakaan, didalam perpustakaan ditemukan
buku-buku yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti yakni “ Fasisme
Italian 1922-1944”, salah satu diantaranya adalah buku “Sejarah dan Budaya”.
2. Kritik
Kritik sumber adalah kegiatan untuk menyelidiki data sejarah, apakah data
tersebut otentik dan sahih atau tidak. Dalam penelitian ini dilakukan kritik sumber secara
ekstern dan intern;
a) kritik ekstern yaitu: meneliti apakah data itu autentik, yaitu kenyataan identitasnya,
bukan tiruan, turunan atau palsu, kesemuanya dilakukan dengan meneliti bahan yang
dipakai, jenis dan tulisan, gaya bahasa, misalnya penulis melihat kebenaran dengan
melihat penerbit, tahun penerbitan buku yang dipakai sebagai sumber. Kritik ekstern
dalam penelitian ini dilakukan dengan cara melihat tanggal, bulan, tahun serta siapa
yang mengarang atau penulis sumber tersebut, dengan mengidentifikasi latar
belakang dari pengarang.
b) kritik intern, yaitu: meneliti isinya apakah isinya pernyataan, fakta-fakta dan ceritanya
dapat dipercaya. Untuk itu perlu diidentifikasikan penulisnya, beserta sifat dan
waktunya, daya ingatan, jauh dekatnya dengan peristiwa dalam waktu, dengan kata
lain perlu dicek apakah pernyataanya dapat diandalkan, misalnya penulis melihat
biografi pengarang dan membandingkan buku satu dengan buku yang lainnya. Kritik
intern dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan sumber yang satu
dengan sumber yang lain, sehingga didapatkan fakta sejarah yang benar- benar
relevan dengan tema penelitian, misalnya dengan membandingkan buku “Menyikap
Tabir Fasisme “ dan “Fasisme”
3. Interpretasi
Interpretasi adalah kegiatan menafsirkan data atau sumber yang telah diteliti
keaslianya, setelah melalui kritik sumber yang akan didapatkan informasi tersebut dapat
disusun fakta-fakta sejarah yang dapat dibuktikan kebenarannya. Susunan fakta-fakta
sejarah yang diperoleh harus dirangkai dan dihubungkan satu dengan yang lain sehingga
menjadi satu kesatuan yang selaras dan masuk akal. Peristiwa yang satu harus
dimasukkan kedalam konteks peristiwa yang lain yang melingkupinya. Proses penafsiran
menjadi suatu proses kisah sejarah yang integral, menyangkut proses seleksi sejarah.
Untuk proses seperti itu harus menggunakan fakta-fakta yang relevan dan menyingkirkan
fakta-fakta yang tidak relevan.
Interpretasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menafsirkan dan menetapkan
makna serta hubungan dari fakta- fakta yang ada. Fakta-fakta yang telah diseleksi
tersebut dihubungkan satu sama lain sehingga muncul fakta yang relevan yang akan
menjadi satu kesatuan kisah sejarah.
4. Historiografi
Historiografi merupakan kegiatan menyusun fakta sejarah menjadi suatu kisah
yang disajikan dalam bentuk cerita sejarah. Untuk menyusun cerita sejarah tersebut
dibutuhkan ketrampilan dalam menyusun kalimat yang selaras dan benar, sesuai dengan
prinsip-prinsip ilmiah. Langkah terakhir ini merupakan suatu lagkah penulisan jejak-jejak
sejarah yang telah dikumpulkan dan dianalisis menjadi suatu cerita sejarah yang disajikan
dalam bentuk tulisan.
Usaha yang dilakukan untuk menarik kesimpulan yang kemusdian ditulis dalam
bentuk karya tulis selalu berdasarkan pada semua fakta yang diperoleh dalam kegiatan
penelitian, dilengkapi dengan imajinasi penulis yang rasial dan selaras. Pada tahap ini
dilakukan untuk menyusun fakta sejarah menjadi sebuah kisah yang disajikan dalam
bentuk tulisan tentang “Fasisme Italia 1922-1944”
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Latar Belakang Munculnya Fasisme Italia
1. Sejarah Singkat Italia
Italia, suatu tempat kuno di Eropa tengah bagian selatan, adalah salah satu
sumber kebudayaan barat. Disinilah dahulu bangsa Romawi membangun ibu kota bagi
kekaisaran yang besar, dan kemudian disinilah gereja Katolik Roma memilih tempat
untuk markas besar kegiatan spiritualnya. (Glolier Internasional, 1988: 148)
Sejarah permulaan Italia sebagai besar adalah kerajaan Roma. Sejak abad ke-9,
para kaisar Romawi suci, Norman, Sarasen, dan Paus bersaing merebut kekuasaan diatas
daerah-daerah di Semenanjung Italia. Pada tahun 1713, Milano, Napoli dan Sardinia jatuh
ke tangan Autria. Pada permulaan abad ke-19, Italia dipersatukan oleh Napoleon yang
mengangkat dirinya sebagai Raja Italia pada tahun 1805, tetapi kemudian Austria berhasil
menguasai Italia kembali pada tahun 1815. Pemberontakan terhadap pemerintahan
Austria (1820-1821 dan 1831) berhasil dipadamkan. Pada pertengahan abad ke-19,
Sardinia menggabungkan diri dengan Perancis dan Inggris untuk mrnaklukan Austria.
Hasilnya Sardinia memperoleh Lombardia. Dengan sebuah plebisit tahun 1860, beberapa
daerah Italia (Modem, Parma, Toscana, dan Romagna) memilih bergabung dengan
Sardinia. Pada tahun itu juga Sicilia dan Napoli berhasil direbut oleh Sardinia. Setahun
kemudian raja Sardinia, Viktor Emmanuel II, menyatakan diri sebagai raja Italia.
(Ensiklopedi Indonesia seri geografi Eropa, 1990: 124)
Italia adalah tanah yang pada masa sebelumnya dikenal dunia sebagai tempat
bermukimnya sebuah imperium besar yang menguasai hampir seluruh dunia. Di tanah itu
pula lahir berbagai istilah yang dikenal luas diberbagai belahan dunia. Seperti feodalisme,
kaisar, kolonialisme dan banyak lagi istilah-istilah lainnya. Italia adalah tanah kelahiran
sebuah bangsa yang selama berabad-abad menjadi penguasa dunia. Tanah yang pernah
terpecah dan menjadi rebutan bangsa-bangsa adalah bekas jajahannya. Di akhir abad ke19, Italia pula yang mencoba kembali menegakkan kepalanya, negara yang baru belajar
memerintah, parlemen dan kabinet yang23silih berganti, dengan partai-partai yang belum
dewasa serta belum mampu membuat rakyat mengenal damai dan sejahtera. Di Italia
yang seperti itu tidak mengherankan jika benih- benih sosialisme dan anarkisme tumbuh
subur. (Syamdani ,2009:40-41)
Terutama di Romagna, wilayah timur laut yang terletak antara lereng-lereng
Appenine dan laut Adriatik. Disana penduduknya hidup miskin dan baru saja lepas dari
penguasaan Napoleon serta kekuasaan Paus, setelah huru-hara yang panjang dan
berdarah. Bagi banyak pegamat sejarah, tentu mereka tahu bagaimana di tanah Italia
pernah tumbuh sebuah pusat peradaban dunia berupa kekaisaran Romawi. Kebesaran
Romawi pada masa lalu itu telah menjadi sebuah kebanggaan sekaligus impian besar bagi
anak muda Italia, tidak terkecuali Benito Mussolini. (syamdani, 2009: 41)
2. Awal Perkembangan Fasisme di Italia
Perang Dunia I berlangsung antara tahun 1914-1918, membawa negara-negara
besar berperang untuk menjadi negara Super Power. Negara-negara Eropa pada Perang
Dunia I terbagi dalam dua blok: blok Jerman dengan Triple Alliantie (1882: Jerman,
Austria dan Italia) dan blok Perancis dengan Triple Etente (1907: Perancis, Rusia,
Inggris) . Pada awalnya Italia adalah negara netral, tetapi tahun 1915
mengumumkan perang terhadap Austria, mengingkari Triple
Italia
Alliansi yang telah
ditandatanganinya. Antara Italia dan Austria terdapat juga pertentangan meskipun
keduanya termasuk Triple Alliantie, ialah mengenai daerah Tirol Selatan Istria, Dalmatia
dari Austria yang dituntut Italia sebagai daerah italia irredent,. karena itu kedudukan
Italia tidak tetap, dan sewaktu-waktu dapat keluar dari triple alliantie, Sikap ini akibat
dari desakan-desakan rakyatnya yang smasih dibawah kekuasaan Austria. (I Gamida,
1957: 120)
Bangsa Italia berkeinginan mengembalikan kejayaan Italia seperti kerajaan
Roma dimasa lampau. Keuntungan Italia dari Perang Dunia I, tidak sesuai dengan citacita rakyat Italia. Apa yang didapat Italia setelah Perang Dunia I, hanya merupakan
sebagian daerah Tirol Selatan dan wilayah Istria sehingga tidak memuaskan bangsa Italia.
(Makmun Salim,1971: 6-7)
Fasisme Italia dimulai sesudah Perang Dunia I. Walaupaun Italia berperang
dipihak yang menang dalam perang itu, kemerosotan ekonomi sesudah perang
mengakibatkan inflasi, keresahan sosial dan pengangguran dimana-mana. Pekerja
Industri mengadakan mogok, petani merampas tanah dan industriawan kelas menengah
serta tuan tanah was-was akan terjadinya revolusi komunis. Dengan dukungan golongan
klas menengah yang kettakutan, gerombolan penjahat berkeliaran dijalan-jalan, berkelahi
langsung dengan faham kiri dan para pekerja, para penjahat ini dikenal sebagai fasci di
combattimento (kelompok- kelompok untuk bertempur). (Joel Colton, 1985: 86)
Fasisme adalah sebuah gerakan politik penindasan yang pertama kali
berkembang di Italia setelah tahun 1919 dan kemudian di berbagai negara di Eropa,
sebagai reaksi atas perubahan sosial politik akibat Perang Dunia I. Nama fasisme berasal
dari kata Latin ‘fasces’, artinya kumpulan tangkai yang diikatkan kepada sebuah kapak,
yang melambangkan pemerintahan di Romawi kuno (Harun Yahya, 2004 : 2).
Istilah “fasisme” pertama kali digunakan di Italia oleh pemerintahan yang
berkuasa tahun 1922-1924 pimpinan Benitto Mussolini. Gambar tangkai-tangkai yang
diikatkan pada kapak menjadi lambang partai fasis pertama. Setelah Italia, pemerintahan
fasis kemudian berkembang di negara-negara lain seperti Jerman, Spanyol dan rezimrezim diktatoris di Amerika Selatan yang muncul setelah Perang Dunia II.
Ebenstein (1965 : 62) memberikan penjelasan bahwa “jika komunisme adalah
pemberontakan pertama terhadap liberalisme, maka fasisme adalah pemberontakan
kedua”. Fasisme muncul dengan pengorganisasian pemerintahan dan masyarakat secara
totaliter, kediktatoran partai tunggal yang bersifat: ultra-nasionalis, rasis, militeris dan
imperialis. Fasisme juga muncul pada masyarakat pasca-demokrasi dan pasca-industri.
Jadi, fasisme hanya muncul di negara yang memiliki pengalaman demokrasi. Hal-hal
yang penting dalam pembentukan suatu karakter negara fasis adalah militer, birokrasi,
prestise individu sang diktator dan terpenting, dukungan massa. Semakin keras pola
kepemimpinan suatu negara fasis, semakin besar pula dukungan yang didapatnya.
Kondisi penting lainnya dalam pertumbuhan negara fasis adalah perkembangan
industrialisasi. Munculnya negara industri, memunculkan ketegangan sosial dan
ekonomi. Jika liberalisme adalah penyelesaian ketegangan dengan jalan damai yang
mengakomodasi kepentingan yang ada, maka fasisme mengingkari perbedaan
kepentingan secara paksaan. Fasisme mendapat dukungan pembiayaan dari industriawan
dan tuan tanah, karena kedua kelompok ini mengharapkan lenyapnya gerakan serikat
buruh bebas, yang dianggapnya menghambat kemajuan proses produksi dalam industri.
Sumber dukungan lain bagi rezim fasis adalah kelas menengah, terutama pegawai negeri.
Mereka melihat fasisme adalah sebuah sarana untuk mempertahankan prestise yang ada
sekaligus perlindungan politik. Fasisme juga memerlukan dukungan dari kaum militer
sebagai jalan menuju militerisasi rakyat (www.wordpress.com).
Fasisme bukan merupakan akibat langsung dari depresi ekonomi, sebagaimana
teori marxis, tetapi jelas kaum fasis memanfaatkan hal itu. Banyaknya angka
pengangguran akibat depresi, melahirkan kelompok yang secara psikologis menganggap
dirinya tidak berguna dan diabaikan. Saat hal ini terjadi, maka fasisme bekerja dengan
memulihkan harga diri mereka, dengan menunjukkan bahwa mereka adalah ras unggul
sehingga mereka merasa dimiliki. Dengan modal inilah, maka fasisme juga memperoleh
dukungan dari rakyat lapisan bawah.
Pada dasarnya fasisme bekerja pada setiap lapisan masyarakat. Fasisme
memanfaatkan secara psikologis kesamaan-kesamaan pokok yang ada seperti frustasi,
kemarahan dan perasaan tidak aman bagi rakyatnya. Maka tidak mustahil jika dalam
sejarahnya rezim fasis Italia senantiasa mendapatkan dukungan masyarakat.
Dalam sebuah pidatonya Mussolini menegaskan bahwa; Fasisme, semakin
kaum fasis mempertimbangkan dan mengamati masa depan dan perkembangan
kemanusiaan secara terpisah dari berbagai pertimbangan politis saat ini, maka kaum
fasis semakin tidak mempercayai kemungkinan ataupun manfaat dari perdamaian yang
abadi. Dengan begitu kaum fasis tidak mengakui doktrin Pasifisme yang lahir dari
penolakan atas perjuangan dan suatu tindakan pengecut di hadapan pengorbanan.
Peranglah satu-satunya yang akan membawa seluruh energi manusia ke tingkatnya yang
tertinggi dan membubuhkan cap kebangsawanan kepada orang-orang yang berani
menghadapinya. Semua percobaan lain adalah cadangan, yang tidak akan pernah benarbenar menempatkan manusia ke dalam posisi di mana mereka harus membuat keputusan
besar,yaitu pilihan antara hidup atau mati. Kaum Fasis memahami hidup sebagai tugas
dan perjuangan dan penaklukan, tetapi di atas semua untuk orang lain, mereka yang
bersama dan mereka yang jauh, yang sejaman, dan mereka yang akan datang setelahnya
(Harun Yahya, 2004 : 1).
Gerakan fasis di Italia adalah sebuah gerakan spontanitas massa yang pasif,
dengan para pemimpin baru yang berasal dari rakyat biasa. Gerakan fasis Italia berasal
dari gerakan plebian. Gerakan plebian berarti gerakan yang berasal dari rakyat biasa,
dikendalikan dan dibiayai oleh kekuatan borjuis besar. Fasisme berkembang dari kaum
borjuis kecil, kaum proletar, dan bahkan pada tingkatan terbawah dari massa proletar.
Basis asli bagi fasisme adalah borjuis kecil. Di Italia, kaum fasis memiliki basis yang
sangat luas, karena di Italia terdapat banyak sekali kaum borjuis kecil baik perkotaan
besar dan kecil, dan juga para petani.
Saat sumber daya ‘normal’ militer dan polisi dalam kediktatoran borjuis,
bersama dengan tabir parlementer sudah tak mampu lagi mempertahankan stabilitas
masyarakat, maka keniscayaan rezim fasis telah tiba. Melalui agen fasis, kapitalisme
menggerakkan
massa
borjuis
kecil
yang
irasional
dan
kelompok-kelompok
lumpenproletariat yang rendah dan terdemoralisasi seluruh manusia yang telah digiring
ke dalam kesengsaraan dan kemarahan oleh kapitalisme.
Dari fasisme, kaum borjuis menuntut sebuah pekerjaan yang menyeluruh;
setelah selesai menggunakan perang sipil, kaum borjuis menuntut kedamaian untuk
periode bertahun-tahun. Dan agen fasis, dengan menggunakan borjuis kecil sebagai alat
penghancur, dengan menabrak semua halangan yang ada di jalannya, melakukan
tugasnya dengan baik. Setelah fasisme menang, kapital finansial segera dipegang dan
dikendalikan sepenuhnya beserta semua organ dan institusi kekuasaan, eksekutif
administratif, dan pendidikan negara; seluruh aparatur negara bersama dengan tentara,
pemerintahan daerah, universitas-universitas, sekolah-sekolah, pers, serikat buruh, dan
koperasi. Saat sebuah negara berubah menjadi fasis, bukan berarti hanya bentuk-bentuk
dan metode-metode pemerintahan yang berubah sesuai dengan bentuk yang ditentukan
oleh Mussolini. Perubahan dalam lingkup ini pada akhirnya hanya berperan sangat kecil.
Tapi yang pertama dan utama adalah dibinasakannya organisasi buruh; kaum proletar
dihancurkan sampai tak berbentuk sama sekali; dan sebuah sistem administrasi diciptakan
untuk mempenetrasi massa secara mendalam dan berfungsi untuk mengganggu
kristalisasi independen kaum proletariat. Hal-hal tersebut adalah inti dari fasisme.
Pada musim gugur 1920, pasukan fasis mulai melakukan operasi pembersihan
dalam kepentingan para pemilik tanah di utara dan di Italia pusat terhadap asosiasiasosiasi sosialis dan petani katolik serta melawan para sosialis di kota-kota didaerah.
Perpecahan PCI pada bulan Desember 1921 merupakan awal perkembangan fasisme di
Italia dan merupakan kegagalan aksi maret (Antonio Gramsci, 2000: 44-51)
Pada November 1921 Mussolini mengorganisir gerakan Fasis menjadi partai
resmi, partai Nasional Fasis atau Nation Facist Party. Para penganut paham Fasis
tersebut juga membentuk serikat buruh sendiri, sebuah sindikat untuk mengontrol kerja
kaum buruh. Jadi sampai masa itu, Mussolini sekaligus dapat mendekati empat golongan
masyarakat yang amat menentukan untuk mendukung Fasisme antara lain:
a. Golongan kaum industrialis dan tuan- tuan tanah yang biasanya bersedia
mendanai gerakan- gerakan fasis dengan harapan akan bebas dari gangguan
serikat- serikat buruh mereka,
b. Kelas menengah bawah yang sebagian besar terdiri dari golongan kaum
penerima gaji, eksekutif berdasi dengan harapan fasisme akan melindungi
status dan kedudukannya diperusahaan- perusahaan dari rongrongan kaum
buruh kasar. Apalagi
Fasisme menjanjikan pengawasan terhadap
perserikatan- perserikatan dan organisasi- organisasi baru yang muncul,
c. Golongan militer yang cenderung untuk melebih- lebihkan kebaikan,
disiplin, dan persatuan nasional. Mereka ini umumnya tidak sabar dengan
proses dermokrasi yang dianggap terlalu lamban dan bertele- tele dalam
memecahkan permasalahan bangsa. Mereka menyokong gerakan Fasisme
sebagai satu langkah berarti kearah militerisasi rakyat Itali,
d. Kumpulan massa yang terdiri dari kaum pengangguran. Perasaan bahwa diri
mereka tidak berguna, tidak disukai, dan berada diluar lingkungan yang
terhormat dari masyarakat telah dimanfaatkan sejak semula oleh Mussolini.
Dikalangan mereka yang berjiwa kosong inilah fasisme mendapat
kemajuan- kemajuan yang mengkhawatirkan dan melecehkan akal sehat.
Dengan memakaikan seragam pada seorang pengangguran, gerakam fasis
dapat membuat orang itu merasa dirinya tergolong atau diperhitungkan.
Itulah sebabnya mereka mulai membabi buta dengan dalih menjalankan
perintah pemimpinnya. ( Thomas Wendoris, 2009: 23- 24)
Fasisme dalam memperoleh dukungan massa juga menggunakan berbagai
macam propaganda-propaganda untuk memaksa keinginan mereka kepada publik.
Propaganda- propaganda yang digunakan antara lain:
a. Negara Fasis hanya memperbolehkan idiologinya sendiri yang diajarkan.
Diluar itu tak seorangpun boleh memikirkan yang lain, jika tidak, dia akan
dihukum, buku-bukunya dibakar, atau dibungkam dengan cara- cara
lainnya. Mereka yang tidak setuju dengan ideologi ini di intimidasi sampai
dia mau menerimanya,
b. Menyembunyikan sejarah yang benar dari masyarakat dan menggantinya
dengan pengajaran sebuah versi khayalan yang mereka tulis sendiri.
Tyjuannya adalah untuk mmebengun sebuah budaya, dimana pemikiranpemikiran
kaum
Fasis
dapat
berkembang
dengan
pesat,
yang
memungkinkan mereka lebih poluler dan lebih mengakar dalam
masyarakat. Pemahaman tentang sejarah juga filsafat, sepanjang proses
pendidikan diawasi ketat oleh negara fasis. Karena dididik dengan sistem
itu, masyarakat tidak menyadari bahwa mereka sedang dicuci otaknya
dalam idiologi Fasis dan bahwa pemikiran lain disensor sepenuhnya,
c. Bagian yang paling penting dalam fasisme adalah sang pemimpin, yang
namanya selalu ditonjolkan dalam setiap aspek kemasyarakatan. Gelargelar yang digunakan misalnya Benito Mussolini adalah ” il Duce”
(
pemimpin yang mengetahui segalanya). Fasisme melekatkan sebuah
kekuatan yang nyaris keramat kepada pemimpinnya, agar ia dapat
mempertahankan daya tariknya dan meningkatkan penerimanya di hati
rakyat. Mussolini dipandang sebagai seorang dengan kemampuan istimewa,
perkataan dan pernyataan Mussolini dinamakan ”Dekalog fasis” dan ”Duce
selalu benar” menjadi slogan diseluruh Italia. Cara lain yang digunakan
untuk melukiskan pemimpin Fasis sebagai keramat adalah dengan
menempatkan gambar- gambar dan patung-patung diseluruh penjuru negeri.
Hal ini memiliki efek psikologis yang mendalam terhadap rakyat, yang
terus menerus merasa diri mereka berada kekuasaan dan pengawasan.
Propaganda resmi Mussolini antara lain mengarahkan pers bagaimana foto
Mussolini akan ditempatkan, dalan foto ini Mussolini tampil dihadapan
rakyatnya denga pose-pose yang megah seperti : menyapa kaum muda fasis,
sebagai seorang pekerja keras ataupun olahragawan yang tidak kenal lelah.
(Harun Yahya, 2004: 80-82)
Fasisme Italia adalah hasil yang segera muncul dari pengkhianatan kaum
reformis di saat kebangkitan kaum proletar Italia. Pada waktu Perang Dunia Pertama
berakhir, terdapat tren naik dalam gerakan revolusioner Italia, dan pada bulan September
1920 gerakan tersebut berhasil melaksanakan penyitaan pabrik-pabrik dan industriindustri oleh para pekerja. Kediktaturan proletariat merupakan sebuah kenyataan pada
saat itu. Namun, kekurangan kaum proletariat pada saat itu adalah ketidakmampuan
untuk mengorganisirnya dan mengambil darinya semua kesimpulan yang diperlukan.
Setelah usahanya yang berani dan heroik, kaum proletar ditinggalkan begitu saja untuk
menghadapi kekosongan. Terganggunya gerakan revolusioner ini dalam kenyataanya
menjadi faktor yang terpenting di dalam perkembangan fasisme. Di bulan September
1920, perkembangan revolusioner menjadi terhenti, dan bulan November 1920 menjadi
saksi dari sebuah demonstrasi penting yang pertama dari kaum fasis Italia yaitu dengan
merebut bologna (www.wikipedia.com).
Rezim Fasis setelah tahun 1925 menguat dengan karakter pemerintahan yang
dictator, sehingga kelas penguasa mengekspresikan kepentingan-kepentingan. Fasisme
mengembalikan pada kaum borjuis ketidaksadaran kelas dan organisasi kelas dan pada
bulan November 1925 banyak oposisi pers yang akhirnya hancur dan berada dibawah
kendali fasis dengan sebagian tertentu saja dari organ-organ komunis dan sosialis
(Antonio Gramsci, 2000: 97-98)
3. Ciri-Ciri Fasisme
Petunjuk ke arah pemahaman fasisme terletak pada kekuatan dan tradisi
masyarakatnya. Di Italia, tradisi otoritarianisme sudah menjadi hal yang terjadi berabadabad, sehingga munculnya rezim fasis merupakan hal yang biasa. Dengan cara hidup
otoriter maka jalan menuju otoritarianisme hanya menunggu waktunya saja. Munculnya
kediktatoran secara politik, ditandai dengan munculnya pemimpin yang menggebu-gebu
meraih
kekuasaan
dan
memiliki
hasrat
yang
kuat
untuk
mendominasi
(www.wordpress.com).
Namun demikian antara sang diktator dan fasisme juga dipengaruhi iklim suatu
masyarakat. Ada kalanya iklim suatu negara lebih mudah menerima kediktatoran
dibandingkan dengan negara lainnya. Adanya gerakan massa yang otoriter dalam fasisme
justru ditentukan oleh hasrat banyak orang untuk memasrahkan diri dengan setia. Hal ini
tentunya tidak dapat diamati dari sudut pandang rasionalitas. Fasisme ibarat
memanfaatkan kondisi psikologis kepatuhan sang anak kepada orang tuanya. Dengan
kepatuhan, maka sang anak akan terlindungi karena memiliki tempat bergantung.
Fasisme juga memiliki ciri untuk menyesuaikan diri dengan praktek kuno yang
sudah ada. Mementingkan status dan kekuatan pengaruh, kesetiaan kelompok,
kedisiplinan dan kepatuhan yang membabi-buta. Hal ini menyatu dalam membentuk
karakter fasis. Sehingga sebagai suatu kesatuan, mereka hanya patuh terhadap perintah
tanpa harus mempersoalkan apa dan bagaimananya.
Sebagai cara mempertahankan kesatuan, fasisme juga menciptakan musuhmusuh yang nyata maupun imajiner. Jika merasa kekuatannya telah cukup untuk tidak
sekedar berteori, maka kaum Fasis mulai menunjukkan sifat imperialisnya. Kaum fasis
akan menjanjikan kemenangan dalam permusuhan dengan bangsa lain. Kaum fasis
senantiasa ingin menunjukkan bahwa mereka lebih unggul dari bangsa atau negara
manapun. Namun, apabila fasisme kalah, maka sang pemimpin fasis akan menjadi korban
kehancuran rezimnya sendiri. Sejarah mencatat nasib tragis yang dialami Mussolini yang
ditembak dan digantung oleh rakyatnya sendiri, setelah sebelumnya Italia mengumumkan
kekalahannya dalam perang.
Tidak seperti komunisme, fasisme tidak memiliki landasan prinsipil yang baku
atau mengikat perihal ajarannya. Apalagi dewasa ini dapat dipastikan, bahwa fasisme
tidak memiliki organisasi yang menyatukan berbagai prinsip fasis yang bersifat
universal.
Komunisme adalah satu bentuk sistem totaliter yang secara khas ada hubungan
dengan bangsa-bangsa yang melarat dan terbelakang (Rusia di Eropa dan Cina di Asia).
Fasisme adalah bentuk sistem totaliter yang secara khas pula tumbuh dikalangan bangsa
bangsa yang lebih bearada dan secara teknologi lebih maju (Jerman di Eropa dan Jepang
di Asia). Apabila Komunisme untuk sebagain besar adalah hasil dari masyarakat prademokrasi dan pra-industri, maka fasisme adalah faham yang lahir setelah ada demokrasi
dan industri. Fasisme tidak mungkin lahir dinegara-negara yang belum mempunyai
pengalaman demokrasi sama sekali. (William Ebenstein, 1965:62-63)
Dalam buka The Doctrine of Fascism, Mussolini memberi model bagi gerakan
fasis lainnya di dunia karena pandangannya lebih bersifat universal. Langkah itu
dianggap lebih maju daripada doktrin nazisme yang hanya cocok di Jerman. Didalamnya,
politik memiliki konteks hubungan kawan-musuh. Fasisme hanya mengenal musuh,
bukan lawan. Karena terminologi musuh selalu dianggap sebagai penjelmaan sebuah
gerakan kejahatan, maka penghancuran total atas mereka adalah satu-satunya
penyelesaian. (Thomas Wendoris, 2009: 31)
Dalam Sejarahnya bukan berarti fasisme tidak memiliki ajaran. Setidaknya para
pelopor fasisme meninggalkan jejak ajaran mereka perihal fasisme. Mussolini sendiri
sebagai pelopor fasisme Italia menulis Doktrine of Fascism. Ajaran fasis model Italia
inilah yang kemudian menjadi pegangan kaum fasis di dunia, karena wawasannya yang
bersifat moderat. Sebagaimana dicatat oleh Ebenstein (1965 : 75-85), unsur-unsur pokok
ajaran fasisme terdiri dari tujuh unsur,yaitu :
1. Ketidak percayaan pada kemampuan nalar. Bagi fasisme, keyakinan yang
bersifat fanatik dan dogmatik adalah sesuatu yang sudah pasti benar dan
tidak boleh lagi didiskusikan. Terutama pemusnahan nalar digunakan dalam
rangka “tabu” terhadap masalah ras, kerajaan atau pemimpin.
2. Pengingkaran derajat kemanusiaan. Bagi fasisme manusia tidaklah sama,
justru pertidaksamaanlah yang mendorong munculnya idealisme mereka.
Bagi fasisme, pria melampaui wanita, militer melampaui sipil, anggota
partai melampaui bukan anggota partai, bangsa yang satu melampaui
bangsa yang lain dan yang kuat harus melampaui yang lemah. Jadi fasisme
menolak konsep persamaan tradisi yahudi-kristen (dan juga Islam) yang
berdasarkan aspek kemanusiaan, dan menggantikan dengan ideology yang
mengedepankan kekuatan.
3. Kode perilaku yang didasarkan pada kekerasan dan kebohongan. Dalam
pandangan fasisme, negara adalah satu sehingga tidak dikenal istilah
“oposan”. Jika ada yang bertentangan dengan kehendak negara, maka
mereka adalah musuh yang harus dimusnahkan. Dalam pendidikan mental,
mereka mengenal adanya indoktrinasi pada kamp-kamp konsentrasi. Setiap
orang akan dipaksa dengan jalan apapun untuk mengakui kebenaran doktrin
pemerintah. Hitler konon pernah mengatakan, bahwa “kebenaran terletak
pada perkataan yang berulang-ulang”. Jadi, bukan terletak pada nilai
obyektif kebenarannya.
4. Pemerintahan oleh kelompok elit. Dalam prinsip fasis, pemerintahan harus
dipimpin oleh segelintir elit yang lebih tahu keinginan seluruh anggota
masyarakat. Jika ada pertentangan pendapat, maka yang berlaku adalah
keinginan si-elit.
5. Totaliterisme. Untuk mencapai tujuannya, fasisme bersifat total dalam
meminggirkan sesuatu yang dianggap “kaum pinggiran”. Hal inilah yang
dialami kaum wanita, dimana mereka hanya ditempatkan pada wilayah 3 K
yaitu: kinder (anak-anak), kuche (dapur) dan kirche (gereja). Bagi anggota
masyarakat, kaum fasis menerapkan pola pengawasan yang sangat ketat.
Sedangkan bagi kaum penentang, maka totaliterisme dimunculkan dengan
aksi kekerasan seperti pembunuhan dan penganiayaan.
6. Rasialisme dan imperialisme. Menurut doktrin fasis, dalam suatu negara
kaum elit lebih unggul dari dukungan massa dan karenanya dapat
memaksakan kekerasan kepada rakyatnya. Dalam pergaulan antar negara
maka mereka melihat bahwa bangsa elit, yaitu mereka lebih berhak
memerintah atas bangsa lainnya. Fasisme juga merambah jalur keabsahan
secara rasialis, bahwa ras mereka lebih unggul dari pada lainnya, sehingga
yang lain harus tunduk atau dikuasai. Dengan demikian hal ini
memunculkan semangat imperialisme.
7. Fasisme memiliki unsur menentang hukum dan ketertiban internasional.
Konsensus internasional adalah menciptakan pola hubungan antar negara
yang sejajar dan cinta damai. Sedangkan fasis dengan jelas menolak adanya
persamaan tersebut. Dengan demikian fasisme mengangkat perang sebagai
derajat tertinggi bagi peradaban manusia. Sehingga dengan kata lain
bertindak menentang hukum dan ketertiban internasional.
Berdasarkan doktrin fasisme, pemerintahan fasis yang diusulkan oleh Benito
Mussolini berciri-ciri ultra nasionalis, rasialis, otoriter, dan imperialistis. Pertentangannya
dengan sistem komunisme lebih disebabkan oleh pembagian hasil. Komunisme
menghendaki setiap penerimaan negara harus dikembalikan kepada rakyat untuk
menambah kesejahteraannya. Fasisme menghendaki segala sesuatu terpusat pada negara,
sehingga selalu berada dibawah kontrol sang penguasa. Rakyat akan dijamin sejauh
negara menghendkinya dan tidak mengganjal tujuan-tujuan nasional yang dianggap lebih
berharga daripada kesejahteraan rakyat. (Thomas Wendoris, 2009: 34)
Dengan adanya Doktrine of Fascism tersebut maka paham fasisme semakin
mencuat ketika dimulainya masa Perang Dunia II. Setidaknya perang yang muncul saat
itu, terjadi sebagai akibat perkembangan ideologi fasis yang ingin meluaskan pengaruh
ekstranasionalisnya. Sesudah berlangsungnya Perang Dunia II, ideologi fasisme seakanakan berakhir, tetapi hal yang terjadi tidak nyata demikian. Sebagai sebuah produk
pemikiran, benih-benih fasisme akan terus ada selama terdapat kondisi obyektif yang
membentuknya.
B. Sistem Pemerintahan Fasis di Italia
1. Kediktatoran Benitto Mussolini
a. Biografi Benitto Mussolini
Benito Mussolini lahir pada hari minggu, 23 juli 1883 dengan nama asli Benito
(untuk Benito Juares, pahlawan revolusi Meksiko) Amilcare Andrea (untuk dua tokoh
sosialis Italia) Mussolini. Ayah Benito bernama Alessandro adalah seorang pandai besi
dari desa Dovia, Predoppio. Ia tergolong aktif dalam perpolotokan Italia. Dalam usia
yang relatif muda yaitu dalam usia 21 tahun, Alessandro telah mendirikan canag
organisasi kiri Internasional I. Istri Alessanrdo adalah Rosa, seorang guru keturunan
Borjuis. Rosa tertarik kepada Rosa karena pandangan-pandangannya yang tajam tentang
Italia. Meski demikian Rosa adalah seorang yang sangat teguh dalam memegang teguh
ajarannya. (Syamdani, 2009: 42)
Sebagai seorang yang berasal dari sebuah keluarga sederhana, benito kecil
harus bisa bertahan hidup, ia harus merasakan perihnya hidup miskin. Saat itu sebagai
seorang yang mulai menggilai dunia politik, Alessandro, ayah Benito terlalu larut aktif
dalam sebuah kegiatan politiknya. Alessandro terlalu aktif dalam pergerakannya sehingga
ia tidak cukup waktu untuk pekerjaannya. Sementara gaji Rosa pun terlalu kecil sehingga
tidak mencukupi untuk menutup kebutuhan hidup, apa lagi tidak lama kemudian adikadik Benito, Arnaldo dan Edvige lahir. (Syamdani, 2009:42)
Dalam kondisi keluarga yang seperti itu, Benito tumbuh liar, keras kepala,
bandel, dan pemberontak. Dalam hal keagamaan, Benito bertolak belakang dengan
Ibunya. Rosa merupakan orang yang taat, sementara Benito hampir tidak mau masuk ke
Gereja dan dia lebih suka menunggu diluar, duduk dibawah pohon sambil melempari
anak-anak yang lewat. Sikap Benito ini tidak jauh berbeda dengan ayahnya, di rumah,
Alessandro duduk sambil bergumam mengutk para ”si hitam”, istilah untuk menyebut
kaum rohaniawan. Alessandro memang membenci mereka, dan kebencian itu diwariskan
kepada anaknya, Benito. Akan tetapi, alessandro adalah ayah yang sedikit baik, yang
selalu sedia menasehati dan menyenangkan anaknya, ia juga kadang keras dalam
mengajar disiplin. Alessandro tidak ingin anak-anaknya tumbuh menjadi seorang yang
penakut. Mental revoloisionernya telah mempengaruhinya falam hal mendidik anakanaknya, termasuk pada Benito. Mental itu adalah keras, pantang menyerah, dan tidak
takut pada apapun. (Syamhadi, 2009: 43-44)
Mussolini sebenarnya adalah anak yang cerdas, namun karena sering berkelahi
dan membawa senjata tajam berupa pisau ke sekolah, maka Mussolini dikeluarkan dari
sekolahnya. Pada masa kanak-kanak, memang Mussolini selalu menjadi pemimpin,
terutama memimpin “geng” anak-anak kampungnya. Satu kali ketika geng yang
dipimpinnya sedang merampok kebun apel, seorang anak terluka
terkena tembakan. Melihat temannya terluka terkena tembakan, seluruh “perampok” kecil
itu lari ketakutan kecuali Mussolini yang membawa anak luka itu ke tempat yang aman.
Esok harinya, tanpa kenal ampun Mussolini mencari dan memukul semua “pengkhianat”
itu satu demi satu (Jules Archer, 2007 : 75).
Meski benito adalah seorang yang nakal dan senang melihat orang lain susah,
namun dia ternyata juga orang yang suka melamun. Bacaan-bacaan kecilnya yang
cenderung revolusioner mungkin sudah mulai mangiringi lamunannya ketika itu. Rosa
merasa takut melihat perkembangan Benito, apalagi polisi seringkali mampir kerumahnya
untuk memeriksa berbagai bacaan berupa buku-buku, pamflet-pamflet dan manifes
revolusioner. Oleh karena itu Rosa memasukkan Benito ke sekolah diluar desanya yaitu
sekolah Faenza, sebuah sekolah yang berada dibawah asuhan para pastor penjara.
(Syamhadi, 2009: 44-45)
Benito sangat membenci sekolahnya yang telah menghalangi kebebasannya itu.
Benito benci kepada Pastor, murid-murid, upacara gereja, pengawasa terus menerus dan
diskriminasi terhadap anak-anak disana. Acara makan adalah suatu hal yang sangat
dibencinya, disaat makan anak-anak itu oleh para Pastor dibagi berdasarkan uang sekolah
yang dibayarnya. Setidaknya ada tiga golongan murid disitu, yaitu yang uang sekolahnya
60 lira, 40 lira, dan 30 lira. Mussolini termasuk dalam golongan yang ke-3 yang berarti ia
makan di meja paling ujung dengan roti yang sering keras dan basi. Itu merupakan
penghinaan bagi Benito, dan ketidakadilan ini akan mempengaruhi perkembangan
mental, ide, dan cita-citanya dimasa depan. (Syamhadi, 2009: 45-46)
Disekolah Benito termasuk anak yang cerdas, namun tidak untuk semua mata
pelajaran. Mussolini sangat menyukai pelajaran sejarah, dan sejarah kerajaan Romawi
kuno merupakan bagian yang sangat disukai Benito. Sejalan dengan kesenangannya
mempelajari sejarah Romawi kuno, Benito memiliki cita-cita agar kejayaan negeri nenek
moyangnya itu dapat kembali bangkit dan ia juga bermimpi untuk dapat pula
menikmatinya. Diskriminasi sosial yang dialami Benito selama disekolah telah
membuatnya sakit hati dan dalam sebuah pertengkaran dengan temannya yang
mengakibatkan temannya terluka dan Benito dikeluarkan dari sekolah dan Benito pun
harus kembali membentu ayahnya dibengkel selama satu tahun.
Setahun bekerja dibengkel ayahnya, Benito kemudian dimasukkan oleh Rosa
kesekolah Giosue Carducci. Disekolah inilah untuk pertama kalinya Benito menunjukkan
keahliannya berpidatonya. Saat itu terjadi ketika Giaseppe Verdi meninggal, saat itu dia
diminta membuat pidato penghormatan terakhir. Semua orang dibuatnya terpaku, mulamula dipujinya kegiatan politik Verdi ketika kerajaan mulai berdiri. Akan tetapi tidak
lama kemudian berubah menjadi pidato politik yang dengan keras mengkritik kondisi
sosial saat itu, kondisi sekolah tempat sebelumnya Benito pernah belajar. Semua orang
yang hadir membicarakan isi pidato Benito tidak terkecuali Anati (maju), sebuah harian
resmi partai sosialis. Harian ini sangat tertarik dengan isi pidato Benito yang kemudian
mengulas kembali isi pidato Benito, inilah kali pertama Benito muncul dalam koran.
(Syamdani, 2009: 46-47)
Semangat revolusioner dan kepandaianyya dalam berpidato tampak tumbuh dan
berkembang di sekolah Giosue. Disaat umur 18, Mussolini lulus dari sekolah Giosue,
Benito lulus dengan nilai yang sangat baik. Nilai sejarah, bahasa Italia, dan Sastra Benito
merupakan nilai tertinggi dari seluruh murid didalam kelasnya, Benito kemudian berhak
mengajar di tingkat sekolah dasar. (Syamdani, 2009: 47)
Lulus sekolah Mussolini mencoba melamar untuk mengajar di sekolah dan
Mussolini diterima mengajar di Gualitieri, Reggio Emilia sebuah daerah paling ’merah”
di Italia. Mussolini membiasakan diri hidup dengan gaji 56 lira yang habis untuk baiay
makan sehari-hari. Mussolini merasa kebebasannya terbelenggu, akhirnya tidak mau
mengajar lagi dan pada tanggal 8 juli 1902 pindah ke Swiss dan tinggal di Yverdan.
Karena di Yverdan Mussolini tidak mendapatkan pekerjaan yang tetap, tanggal 20 Juli
1902 Mussolini pergi ke Lausanne, karena persediaan uang terbatas, maka Mussolini
terpaksa hidup menggelandang. (Syamdani, 2009: 48-49)
Meski hidup dalam kondisi yang sangat sulit, akhirnya Mussolini mendapat
pekerjaan tetap. Mussolini diterima menjadi sekretaris dan propagandais pada Asosiasi
tukang batu dan kasar di Lausanne.
Sejak kecil Mussolini sangat malas ke gereja. Ketika dewasa Mussolini selalu
menempatkan diri sebagai musuh agama, Mussolini juga sering bicara keras mengkritik
aturan sosial yang ada pada waktu itu, akibatnya pada tahun 1903 Mussolini datangkap
dam dikembalikan ke Italia namun tidak sampai seminggu ia sudah menggelandang lagi
di Bern dan Lausanne. Pada Januari 1905, Mussolini kembali kekampungnya setelah raja
Italia memberikan amnesti kepada semua pelarian, dan pada 1904 Mussolini menjalani
wajib militer.
Mussolini kemudian kembali mengajar, kali ini dia diterima di Camia,
Talmezzo namun karena wataknya yang buruk Mussolini dikeluarkan dari sekolah. Pada
1907 Mussolini meninggalkan Tolmozzo dan kembali ke Italia untuk membantu ayahnya.
Diawal tahun 1908 Mussolini sukses ujian bahasa Perancis di Universitas Bologna dan
menyandang gelar ”Profesor” dan mengajar lagi di Oneliglia. Meski demikian kebiasaan
jeleknya tidak pernah berhenti. Pidato- pidato agitasinya telah membuat Mussolini
ditahan dan dipecat pada Juli 1908, namun dibebaskan lima hari kemudian. Tidak lama
kemudian Mussolini kembali ditahan selama 10 hari karena pidatonya yang tanpa ijin.
Kepahlawanannya makin meluas dan mulai dilirik kelompok pekerja sebagai bagian dari
mereka. Mussolini lalu ditawari sebagai sekretaris Dewan Pekerja Trent serta Editor
Evvenire del Lavoratone (Syamdani, 2009: 54-55)
Pada 1908 Mussolini bergabung dengan surat kabar Austria di kota Trento.
Keluar dari situ, Mussolini menjadi editor sebuah koran sosialis la Lotta di Class
(Pertentangan Kelas). Di sini antusiasmenya pada Karl Heinrich Marx makin besar.
Tahun 1910, Mussolini menjabat sekretaris partai sosialis tingkat daerah di Forlì dan
kepribadiannya berkembang menjadi antipatriot. Ketika Italia menyatakan perang dengan
Kerajaan Ottoman tahun 1911, Mussolini dipenjara karena propaganda perdamaiannya.
Ini bertentangan dengan kinerjanya kemudian. Setelah ditunjuk jadi editor koran sosialis
Avanti, Mussolini pindah ke Milan, tempat membangun dirinya sebagai kekuatan
berpangaruh atas para pemimpin buruh sosialis Italia. Mussolini percaya, para proletar
bisa dikumpulkan dalam sebuah gerakan fascio. Inilah cikal bakal gerakan fasis, yang
lahir di saat perekonomian Italia memburuk akibat perang, dan pengangguran merebak di
mana-mana.
b. Munculnya Benitto Musollini menjadi pemimpin fasis Italia
Keyakinan politik Mussolini yang menghantarkannya ke puncak kekuasaan
sebagai diktator Italia dengan mengusung ide Fasisme berangkat dari penggalan sejarah
Italia ketika terombang-ambing diantara ide sosialisme dan liberalisme dalam usaha
memecahkan persoalan-persoalan mendesak di bidang ekonomi dan politik. (Thomas
Wendoris, 2009: 15)
Karir politik Benitto Mussolini dimulai dengan menjadi penggerak demonstrasi
menentang pengangguran dan harga barang yang tinggi. Suatu ketika Mussolini pernah
mengancam akan melempar seorang walikota lewat jendela gedung balai kota. Tindakan
tersebut tentu saja membuat para pejabat ketakutan dan terpaksa cepat-cepat bersumpah
akan menurunkan harga susu.
Pada 1909, Mussolini diangkat menjadi editor di surat kabar berbasis sosialis ”
La Lotta di Clase” kelas perjuangan. Federasi kaum Sosialis, Forli, mengangaktnya
menjadi sekretaris tahun 1910. Dua tahun kemudian, ia mulai berhasil tenar di tingkat
nasional. Artikel- ertikel bernada keras yang ditulisnyadi surat kabar sosialis Avanti
tempat ia bekerja sebagai redaksi, mampu menaikkan sirkulasi koran itu tiga kali lipat.
Mula-mula ia menggerakan ide anti perang dan pro kebijakan revolusioner. Tapi ia
kemudian berbalik ketika pemerintah Perancis mengirim agen rahasia untuk
menyogoknya agar mengadvokasi Pemerintahan Italia untuk ikut Perang Dunia I di pihak
sekutu. Sogokan tersebut adalah satu surat kabar baru yang sepenuhnya menjadi milik
pribadinya di Italia, yang kemudian di beri nama Il Popolo. (Jules Archer, 2007: 76-77)
Sudah tentu kaum Sosialis menjadi sangat sakit hati dan segera mengecam
Mussolini sebagai penghianat serta penghasut perang. Mussolini dikeluarkan dari partai
sosialis dan dipaksa mengundurkan diri dari surat kabar Avanti. Maka sejak saat itu dia
mengurusi sepenuhnya surat kabar miliknya, namun Mussolini tidak serta merta
bergabung dengan pasukan perjuangan hingga mendapat wajib militer. (Thomas
Wendoris, 2009: 18)
Pada tahun 1914, Mussolini menerbitkan surat kabar yang beraliran fasis dan
mendirikan organisasi fasis. Seusai Perang Dunia I, gerakan fasisme ini berkembang
menjadi gerakan politik dan pada tahun 1921, Mussolini terpilih sebagai anggota
parlemen Italia. Dalam sebuah pidatonya, Mussolini menegaskan bahwa pada abad itu
guna menggantikan pemerintahan yang dijalankan oleh orang banyak, harus muncul satu
pemerintahan yang diatur oleh satu orang; seorang pemimpin besar. Hanya satu otak
manusia, satu kemauan, yang dapat memimpin sebagian besar rakyat Italia.
Mussolini sangat yakin bahwa jalan keluar dari kebuntuan di berbagai bidang
yang berhubungan dengan masyarakat Italia sampai saat itu hanya bisa dipecahkan oleh
seorang tokoh diktator yang memiliki karisma sangat kuat. Tokoh ini harus didukung
oleh sebuah organisasi yang kuat pula. Sebuah partai tunggal yang ultranasionalis dan
memiliki sistem mobilisasi massa paling efektif untuk mencapai tujuan-tujuannya. Oleh
karena itu, tidak dapat ditawar-tawar lagi, pemimpin yang bersangkutan harus
mempunyai akses tidak terbatas dalam memanfaatkan kemajuan industri dan teknologi
untuk melakukan propaganda (Thomas Wendoris, 2009 : 20).
Pada Maret 1919, fasisme menjadi suatu gerakan politik ketika ia membentuk
Kelompok untuk Bertempur yang dikenal sebagai baju hitam, yakni kumpulan penjahat,
kriminal, dan preman yang bertindak sebagai tukang pukul para cukong. Penampilan
pasukan Mussolini tersebut sangat menakutkan dan tiap hari terlibat perkelahian di jalanjalan. Setelah gagal pada Pemilu 1919, Mussolini mengembangkan paham kelompoknya,
sehingga mulai mendapat pengaruh. Kaum fasis pimpinan Mussolini, menolak parlemen
dan mengedepankan kekerasan fisik. Anarki pecah di mana-mana. Pemerintah liberal tak
berdaya menghadapinya. Mussolini membawa pasukannya, sejumlah besar kaum fasis
yang bertampang sangar, untuk melakukan sebuah gerakan ke Roma. Melihat rombongan
preman berwajah angker memasuki Roma, Raja Victor Emmanuel III merasa ketakutan.
Akibatnya, Mussolini diundang ke istana dan menyerahkan kekuasaannya sebagai
pemimpin Italia. Pada Oktober 1922, Raja memintanya membentuk pemerintahan baru.
Jadilah Italia dikelola pemerintahan fasis.
Selama memerintah, Mussolini menerapkan dikatorisme dan sistem sensor yang
sangat ketat. Gebrakan pertamanya setelah memegang kekuasaan, adalah menyerang
Ethiopia dengan merujuk pada pandangan rasis Charles Robert Darwin, “Ethiopia bangsa
kelas rendah, karena termasuk kulit hitam. Jika diperintah oleh ras unggul seperti Italia,
itu sudah merupakan akibat alamiah dari evolusi.” Bahkan Musollini bersikeras bahwa
bangsa-bangsa berevolusi melalui peperangan. Sehingga jadilah Italia waktu itu bangsa
yang ditakuti sepak terjangnya. Mussolini juga membentuk aliansi militer dengan Nazi
Jerman pada tahun 1939 dan tak lama kemudian meletuslah Perang Dunia Kedua.
2. Kebijakan Dalam Negeri Italia Pada Masa Rezim Fasisme
a. Kebijakan politik fasis
Kebijakan politik dalam negeri Italia pada masa rezim fasisme sepenuhnya
dipegang dan dikendalikan oleh satu orang penguasa. Pada tahun 1921 Benitto Mussolini
menegaskan bahwa guna menggantikan pemerintahan oleh orang banyak, harus muncul
satu pemerintahan yang diatur oleh satu orang, seorang pemimpin besar. Hanya satu otak
manusia, satu kemauan, yang dapat memimpin sebagian besar rakyat Italia. Dengan
demikian jelaslah bahwa pada masa rezim fasisme, Benitto Mussolini berkuasa mutlak
atas segala kebijakan politik Italia.
Dalam beberapa tahun pemerintahan Benito Mussolini barulah jelas bahwa
janji-janji Mussolini untuk memperbaharui Italia menuju kebesaran zaman Romawi
berarti kediktatoran, dengan partai fasis dan milisi fasis menguasai seluruh pemerintahan
negara itu. Kaum oposisi dihancurkan, pers disensor, sekolah dipakai sebagai alat untuk
mengajarkan fasisme, sedangkan industri dan buruh berada dibawah pengawasan
pemerintahan melalui suatu bentuk koperasi pemerintah. Sasatan utama Mussolini
meliputi cara menjadikan Italia lebih mampu mencukupi sendiri produksi pangan.
Mengeringkan paya-paya penyebab malaria, dan menggalakkan turisme. ( Glolier
Internasional, 1988: 186)
Dalam sebuah pertemuan khusus dengan anggota Parlemen Italia, Mussolini
memperteguh kekuasaannya dengan merangkap jabatan Perdana Menteri, Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Luar Negeri. Tidak ada seorangpun yang berani protes terhadap
keputusan-keputusan politik yang ditetapkannya itu (Jules Archer, 2007: 79).
Kediktatoran Benitto Mussolini berpengaruh besar terhadap segala kebijakan
politik Italia. Segala keputusan politik ada ditangannya, tanpa ada seorangpun yang
berani mengkritiknya. Mussolini menyebut dirinya sebagai Il Duce (Sang Pemimpin)
yang harus dihormati dan dipatuhi oleh seluruh rakyatnya. Mussolini memerintahkan
untuk memasang gambar-gambar dan patung-patung dirinya yang dipahat setengah badan
di seluruh tepi-tepi jalan dan di sudut kota. Hal ini dilakukan agar rakyat Italia merasa
selalu merasa takut untuk melakukan pengkhianatan karena Il Duce ada dimana-mana
dan selalu mengawasi rakyatnya.
Mussolini yang memiliki sikap permusuhan terhadap wanita, yang selama krisis
ekonomi yang serius diawal tahun 1930. Mussolini memrintahkan bahwa wanita harus
meninggalkan pekerjaanya, karena Mussolini menganggap bahwa wanita sebagai ”
pencuri- pencuri yang berusaha merampas roti kaum pria, dan wanita bertanggungjawab
atas ketidakproduktifan kaum pria”.
Sebuah dekrit yang diajukan Mussolini didepan parlemen tanggal 28 November
1933 menyatakan ” lembaga- lembaga negara diberi kewenangan untuk menentukan
persyaratan yang tidak menyertakan wanita dalam pengumuman untuk ujian masuk
pegawai baru, mereka harus menentukan batas terhadap peningkatan jumlah pegawai di
kantor- kantor pemerintahan). Berdasarkan surat keputusan yang sudah disahkan secara
hukum pada 1 September 1938, jumlah pegawai wanita dikantor- kantor pemerintahan
dibatasi maksimal 10 %. (Harun Yahya. 2004: 119)
Demikianlah bahwa di bawah kepemimpinan Benitto Mussolini, rakyat Italia
sebenarnya sangat menderita karena ketakutan akan kekejaman pemerintah. Berbagai
macam propaganda fasis sangat menekan kehidupan rakyat Italia, sehingga tidak ada rasa
aman, nyaman dan damai bagi rakyatnya sendiri.
Pada tahun 1861 timbul soal Roma. Pada tahun 1861 timbul kerajaan Italia
yang meliputi seluruh Italia, termasuk juga daerah Paus yang disebut Negara gereja,
hingga Paus kehilangan daerahnya. Paus tidak mau mengakui kerajaan Italia. Dengan ini
soal Roma tidak dapat dipecahkan sampai tahun 1929. Mussolinilah yang berhasil
memecahkan soal Roma dengan mengadakan perjajian Lateran 1929 dengan Paus dan
inilah jasa Mussolini yang terbesar.
Isi perjanjian Lateran adalah :
a. Paus berdaulat penuh dalam Negara vatikan (luasnya 44 ha, jumlah penduduknya
600 orang) yang meliputi: Vatican (istana Paus), gereja St. Pieter, istana-istana
Lateran
b. Paus mengakui kerajaan Italia
c. Penetapan batas-batas antara kekuasaan agama dan negara di Italia
d. Rooms-Katholik sebagai agama negara
e. Paus menerima kerugian atas hilangnya Negara Gereja pada 1861 dan bantuan
uang tiap-tiap tahunnya (Soebantardjo, 1956: 183)
b. Kebijakan ekonomi fasis
Kebijakan Ekonomi fasis di Italia memiliki ciri negara korporasi. Dalam
pemahaman ini, negara berkuasa untuk menata dan mengawasi sistem perekonomian.
Negara fasis mengatur asosiasi modal dan tenaga kerja, dimana tenaga kerja diawasi dan
asosiasi mendapatkan monopolinya. Dengan demikian negar berfungsi sebagai kelompok
penengah (Ebenstein, 1965 : 1985).
Korporasi ialah gabungan dari orang-orang yang sama pekerjaannya atau
kedudukannya (korporasi industri, korporasi perdagangan, korporasi tani dan lain-lain).
Korporasi-korporasi
ini
memberikan
wakil-wakilnya
dalam
pemerintahanuntuk
memperjuangkan kepentingan uang diwakilinya. Inilah yang diebut negara korporasi
yang sesungguhnya, karena korporasi-korporasi itu tidak mewakili rakyat, tetapi alat dari
pemerintahan fasis untuk mempengaruhi rakyat dan wakil-wakil korporasi tidak ada yang
berani menentang kehendak Mussolini. ( Soebantardjo, 1956: 183)
Ekonomi fasis terdiri atas asosiasi-asosiasi modal dan buruh yang dikontrol.
Setiap perserikatan mempunyai monopoli di lapangan pekerjaan atau usahanya masingmasing. Negara satu partai adalah penengah yang terakhir dari konflik- konflik diantara
modal dan buruh. Ada dua asumsi yang mendasari filsafat negara korporasi. Pertama,
masyarakat biasa tidak boleh memikirkan hal-hal yang bersifat politik. Mereka hanya
berhak menjalankan tugasnya sendiri-sendiri. Kedua, para elitlah yang dianggap memiliki
kemampuan untuk memahami masalah seluruh anggota masyarakat, karena itu hanya
para elitlah yang berhak memerintah.
Demokrasi dengan tegas menolak hal ini. Demokrasi melihat bahwa aspek
ekonomi dan politik adalah sesuatu yang tak terpisahkan. Selain itu sangat tidak mungkin
para penguasa menggantikan “perasaan’ masyarakat yang dikuasai, terlebih lagi adanya
prinsip kelas unggul di dalam masyarakat.
Bagi kaum fasis Italia sendiri, negara korporasi bukanlah suatu respons atas
kapitalisme maupun sosialisme liberal. Melainkan adalah suatu solusi kreatif dalam
memikirkan kemakmuran ekonomi. Namun demikian, bagaimanapun fasisme yang
totaliter tidak pernah mengizinkan persaingan bebas. Negara harus menunjukkan
kuasanya diatas kepentingan atau unsur apapun.
Pada akhirnya, negara korporasi fasis terbukti kebangkrutannya. Saat Italia
mulai dikalahkan oleh tentara sekutu pada Perang Dunia II, maka kepercayaan terhadap Il
Duce juga memudar. Akhirnya, Mussolini harus merasakan hukuman mati dari rakyatnya
sendiri.
c. Sistem Pendidikan Fasis
Negara- negara Fasis menolak untuk mempekerjakan kaum perempuan terlalu
banyak di sekolah-sekolah. Menurut pandangan kaum Fasis, sekolah- sekolah adalah
tempat untuk megajarkan disiplin dan kepatuhan. Terutama untuk mempersiapkan anakanak laki- laki untuk dinas ketentaraan dan anak-anak perempuan untuk kegiatan rumah
tangga yang ada hubungannya dengan itu. Dalam pelaksanaan program yang sepenting
itu, kaum pendidik fasis merasa bahwa kaum perempuan tidak mempunyai tempat.
(William Ebenstein, 1965: 81-82)
Fasisme memiliki sikap permusuhan terhadap wanita dan menganggap wanita
lebih rendah dari Pria. Melalui berbagai undang- undang, pembatasan terhadap wanita
ditempat kerja juga dikenkaan dalam bidang pendidikan. Misalnya dekrit tanggal 30
Januari 1927 melarang wanita disekolah menengah untuk mengambil kelas sastra dan
filsafat. Surat keputusan lainnya yang disahkan tahun 1928 memberi jalan bagi kebijakan
legal untuk menentang pendidikan kaum wanita dan wanita dilarang menjadi kepala
sekolah menengah. Pelajar- pelajar wanita diharuskan membayar dua kali lipat untuk
biaya sekolah menengah dan universitas dibandingkan pelajar pria. (Harun Yahya, 2004:
130)
Pendidikan formal hanya dapat memberikan pengetahuan, bukan pertimbangan.
Pertimbangan bukan satu hal yang dapat dipelajari disekolah-sekolah pemimpin fasis,
tetapi hasil dari kepribadian, kepintaran, pengalaman dan falsafah seseorang. Latihan dan
pendidikan dalam soal kepemimpinan, dinamika golongan, hubungan-hubungan manusia,
integrasi antara orang perseorangan, doktrin partai, pemerintahan umum, sejarah, politik
tidak menuju kepada sifat kepemimpinan yang sebenarnya. (Williem Ebenstein, 1965:
146-147)
3. Politik Luar Negeri Italia Pada Masa Rezim Fasisme
a. Perluasan daerah jajahan
Benitto Mussolini memimpikan untuk membentuk kekaisaran Romawi baru
yang mempunyai daerah kekuasaan yang sangat luas. Untuk memenuhi ambisinya itu
maka Mussolini berusaha memperluas daerah jajahannya. Langkah pertama yang
dilakukan Mussolini ialah dengan mencaplok Corfu dan pelabuhan Fiume dari tangan
Yunani serta merebut Rijeka dari Yugoslavia. (Monsanto Luka, 2008 : 46).
Sebelum perang Dunia I berkobar, koloni Italia di Afrika meliputi daerah Libia,
Eritrea dan tanah Somalia. Luas seluruhnya 700.000 mil persegi, berarti enem kali luas
daerah metropole. Dari ketiga koloni tersebut Libia adalah yang terbesar, tetapi
daerahnya tidak subur. Pada tahun 1912 daerah tersebut menjadi milik Italia dan pada
tahun 1913 Italia memperluas koloni tersebut makin ke pedalaman. Didaerah pedalaman
yang tandus yang terdidi dari gurun pasir itu Italia berhadapan dengan Sayid Idris as
Sanusi, pemimpin agama Islam yang menolak kekuasaan Italia. Perlawanan sanusi
tersebut berlangsung sampai tahun 1931. (Nyoman Armada, 1992: 95)
Dalam Perang Dunia I Italia tidak hanya mempertahankan wilayahnya di
Afrika tetapi Italia juga berusaha memperluasnya. Oleh karena itu Italia menerima
tawaran Inggris untuk bergabung dengan sekutu. (Nyoman Armada, 1992: 95)
Setelah Perang Dunia I berakhir, Italia sangat kecewa terhadap keputusankeputusan perdamaian berhubung: a) harapannya memperoleh daerah-daerah di Afrika
bekas koloni Jerman tidak terpenuhi, dan bekas konoli Jerman dijadikan daerah mandat
dan yang ditunjuk mandataris adalah Inggris, Perancis, Belgia dan Uni Afrika Selatan.
B). Harapan memperolah kembali daerah-daerah Irredenta dibawah kekuasaan Inggris,
Perancis, dan Amerika : Tessano, Sovoya, Corsica, dan Malta tidak tercapai, c). Harapan
untuk mendapatkan tambahan daerah di Asia Kecil tidak terpenuhi. (Nyoman Armada,
1992: 96)
Ambisi memperluas daerah koloni timbul lagi setelah Italia dikuasai fascis.
Mussolini berusaha untuk menghimpun kembali prestige Imperium Roma kuno. Oleh
sebab itu laut tengah harus dikuasai agar Italia tidak seperti tahanan di laut tengah. Lawan
yang harus dihadapi untuk mencapai cita-citanya ini terdiri atas banyak negara-negara:
Spanyol, Perancis, Albania, Inggris, dan Turki. (Nyoman Armada, 1992: 96)
Pada tahun 1896 Italia gagal dalam usahanya untuk merebut Abbisynia
(Ethiopia). Italia tidak dapat melupakan hal ini. Italia menduduki Abessynia, sebab-sebab
Italia menduduki Ethiopia:
a. Mussolini ingin menjunjung Italia menjadi kerajaan dunia seperti Italia
zaman dulu dibawah kaisar-kaisar Romawi (Italia la Prima) dengan
jajahan-jajahannya yang luas
b. Mussolini ingin membersihkan nama Italia dari kegagalan 1896 yang
menodai nama Italia (tidak ada bangsa kulit putih yang dapat
dikalahkan bangsa Afrika, kecuali Italia)
c. Seluruh Afrika telah habis dibagi negara-negara Eropa, kecuali
Abessynia yang masih merdeka terus
d. Abessynia akan digunakan sebagai sumber tentara kolonial Italia
(manpower) untuk mencapai cita-cita fascisme, karena penduduk Italia
sendiri dipandang kurang cukup jumlahnya (jumlah penduduk
Abessynia 8 juta jiwa)
e. Imperialisme modern (sumber bahan mentah, pasar industri Italia)
Sebagai alasan untuk menduduki Abessynia dipakai:
a. Abessynia melanggar batas antara Abessynia dan Somali Italia
b. Menghapuskan perbudakan yang masih merajalela di Abessynia
Pada waktu Ethiopia diserbu oleh Italia tahun 1935, penguasa negeri itu adalah
kaisar Haile Selassi I, yang menggantikan Empress zauditu pada tahun 1930. Bagi Italia
Ethiopia akan dijadikan sumber bahan mentah yang akan memperkaya Italia, sumber
bahan pangan bagi Italia dan sumber manusia untuk tenaga Fascis.
Pada 3 Oktober 1935, Mussolini memerintahkan invasi terhadap Ethiopia untuk
memperluas kekuasaan Italia di Afrika Timur. Selama tujuh bulan terjadi serangkaian
operasi militer di daerah tersebut. Tentara Italia menggunakan senjata kimia dan kekuatan
udara untuk mengalahkan orang-orang Ethiopia yang tidak memiliki pertahanan.
Akhirnya Mussolini mengumumkan kemenangan Italia dalam sorak sorai 400.000
pendukungnya di Roma pada 9 Mei. Mussolini berseru bahwa Italia akan menaklukkan
dunia.
Sementara Lembaga bangsa-bangsa sedang sibuk mencari penyelesaian tentang
masalah Ethiopia (oktober 1935), tentara Italia dengan perlengkapan modern menyerbu
Ethiopia dari jurusab utara, timur dan selatan. Alasan yang dikemukakan adalah bahwa ”
gerakan strategis tersebut diperlukan untuk melindungi Eritrea dan Somali Italia dari
agresi- agresi. Lembaga bangsa bangsa memutuskan Italia sebagai agresor dan dikenakan
sangsi- sangsi finansian dan ekonomi. Tetapi Italia tidak mengubah sikapnya. Sesudah
Ethiopia diduduki (1936) kaisar Haile Selessi melarikan diri ke London dan mengajukan
protes kepada Lembaga Bangsa-bangsa mengenai agresi Italia ke negeri nya. (Nyoman
Armada, 1992: 96-97)
Liga
bangsa-bangsa
sebenarnya
telah
berusaha
untuk
menghentikan
penyerangan Italia atas Ethiopia, tetapi gagal. Mussolini berhasil mencapai maksudnya
dengan menumpahkan darah seribu lima ratus tentara Italia. Namun sang diktator
sebenarnya belum puas, Mussolini menginginkan korban yang lebih banyak lagi dengan
mengatakan bahwa kekaisaran akan bangga dengan lebih banyak genangan darah rakyat
Italia (Jules Archer, 2007 : 83).
Kemenangan yang diperolah atas Ethiopia telah membuat Benito Mussolini dan
rakyat Italia mabuk kemenangan. Mussolini lupa bahwa ia harus membersihkan unsur
pemerintahannya dari korupsi. Mussolini sama sekali tidak menyangka betapa banyaknya
kenyataan buruk yang terjadi. Penyelewengan, suap, korupsi dan spekulasi dikalangan
partai dan penguasa terjadi dimana-
mana. Media massa tidak berani membuat
pemberitaan tentang kesalahan yang dibuat Mussolini, sebab Benito memang tidak
segan- segan untuk membredel media massa, memnjarakannya bahkan menghulum mati
setiap orang yang berusaha memberitakan kesalahannya. (Syamdani, 2009: 61)
Dalam kondisi pemerintahan yang penuh kebobrokan itu, Mussolini tetap yakin
dengan kekuatan yang dimilikinya. Malah Mussolini berencana mengadakan konfederasi
laut Tengah dan sasaran pertamannya adalah Spanyol. Di Spanyol perang saudara sedang
belangsung antara pemerintahan Republik dan Jenderal Fransisco Franco. Mussolini
mengirimkan banyak tantaranya untuk membentu Jenderal pemberontak tersebut guna
membentuk pemerintahan model Fasis. Kurang lebih 70 ribu tentara dengan sejumlah
senjata besar, pesawat terbang dan perlengkapan perang lainnya dikerahkan sehingga
persediaan di Italia sendiri hampir habis. (Syamdani, 2009: 62)
Mussolini ingin menguasai seluruh Laut Tengah sebagai laut Italia (Mare
Nastrum: laut kita). Menurut Mussolini, historis laut tengah ini merupakan laut Italia,
sebagaimana halnya zaman Romawi Kuno (Italia La Prima) dan zaman abad
pertengahan ( zaman memuncaknya kota- kota Genua dan Venesia sebagai kota dagang).
Karena itu Italia harus merebut kembali Laut Tengah. Usaha kearah ini ialah:
a. memperkuat angkatan lautnya untuk mengimbangi angkatan laut Inggris di
Laut Tengah
b. menuntut pulau Malta dan Adriatik
c. mengadakan perjanjian dengan Alabania (Perjanjian Tirana tahun 1926)
untuk mengekang Albania dan menguasai Laut Adriatik
d. ikut dalam pemerintahan kota Tanger sebagai kota Internasional (bersamasama Inggris, Perancis, Spanyol) pada tahun 1928
e. membantu Nasionalis (Franco) dalam perang saudara Spanyol (1936- 1939)
untuk mendapatkan pengaruh di Laut Tengah bagian barat
f. berusaha melalui Libya (jajahan Italia) mendapatkan pengaruh diantara
negara-negara Arab, agar dapat menguasai Laut Tengah bagian timur.
(Soebantardjo, 1952: 185)
Italia melancarkan perjuangannya ke Somalia pada bulan Agustus 1940.
Gerakan pasukan Italia itu kemudian dilanjutkan kebagian lainnya, yakni keperbatasan
Lybia dan Mesir. Serangan-serangan Italia itu mulai dilancarkan ketika negara tersebut
pada bulan Juni mengumumkan perang kepada Inggris dan Perancis. Setelah menduduki
Somalia, pasukan Italia bergerak ke Sudan dengan maksud menguasai lembah sungai Nil.
Tujuan utamanya adalah menduduki terusan suez yang dikuasai Inggris. Tentara Italia
dalam waktu relatif singkat berhasil menguasai Moyale, Gallabat dan Kossala. Pasukan
Italia dipimpin oleh Marsekal Rodolfo Graziani yang berkekuatan 200.000 orang dalam
waktu singkat Graziani berhasil menduduki Sidi Barrani. (Makmun Salim, 1971: 36)
b. Kerjasama Italia dan Jerman Pada Perang Dunia II
Mussolini pada mulanya memandang rendah Hitler. Hitler sangat mengagumi
Mussolini, Hitler mengagumi Mussolini seorang bekas sosialis yang berbalik haluan
mencapai kekuasaan. Selain itu, Hitler juga melihat pentingnya persahabatan dengan
Italia dalam upaya melakukan konsolidasi secara aman. Bagi Hitler, Mussolini
merupakan tokoh panutan yang bisa dijadikan sebagai guru. (Syamdani, 2009: 56)
Dalam suatu kesempatan Hitler juga pernah meminta Mussolini untuk
mengadakan pertemuan. Mussolini sebenarnya sangat enggan mengulurkan tangan,
hanya karena melihat pentingnya Jerman yang kuat untuk menandingi Prancis dan
Inggris, pada akhirnya Mussolini mau mengadakan pertemuan tersebut. Bagi Mussolini
pertemuan ini penting karena Mussolini harus membuat Prancis dan Inggris “sibuk” di
Eropa, sehingga dapat mendukung ekspansi Mussolini di Afrika Utara dan usahanya
menjadi pemimpin suatu aliansi Latin di Laut Tengah. Pertemuan itupun diadakan di
Venesia, Italia pada 14 Juni 1934. (Syamdani, 2009: 57)
Pada 1937, Mussolini diundang Hitler ke Munich Jerman. Disana Mussolini
menyaksikan parade militer Jerman yang luar biasa dan Mussolini merasa tersudut.
Tanpa bisa membantah, Mussolini lalu menyetujui dengan ide poros Roma-Berlin, yang
menjadikan dirinya sekedar pasangan rekan junior Hitler. Keadaan ini sebenarnya sangat
menyinggung sifat megalomaniak yang telah terpupuk subur dalam diri Mussolini.
Namun kali ini, Mussolini harus realistis, bahwa Jerman telah dipersiapkan dengan lebih
baik untuk menumpas kehidupan demokrasi dan menjadi negara terkemuka di Eropa oleh
Hitler. Maka dari itu, Mussolini harus puas dengan kedudukannya sebagai pembantu sang
diktator utama Eropa yang semula merintis kediktatorannya dengan mencontoh dirinya
(Jules Archer, 2007 : 84).
Pada tahun 1937 terjadilah perjanjian antara Mussolini dengan Hitler, yang
lazimnya disebut As (poros) Roma-Berlin. Sebab-sebab mengadakan perjanjian ini ialah:
a. fascisme dan Nasional- Sosialisme pada azaznya sama
b. Italia dan Jerman sama-sama menghadapi dunia demokrasi yang tua dan
kaya
c. Mereka sama-sama membenci komunisme dan khawatir pada kemajuan
Rusia
d. Mereka saling membutuhkan bantuan (Soebantardjo, 1952: 185)
Isi perjajian As Roma- Berlin:
a. Jerman akan membantu Italia dalam usahanya untuk melemahkan Inggris di laut
Tengah, dan sebaliknya Italia membantu Jerman untuk mendapatkan kembali
jajahannya di Afrika yang setelah Perang Dunia I diduduki oleh Inggris. Lawan
mereka bersama adalah Inggris
b. Italia, Jerman, Jepang pada tahun 1937 membentuk anti Commintern pact
(perjanjian anti- komunis) untuk menghadang Rusia
c. Italia dan Jerman mengakui pemerintahan Franco di Spanyol dan akan terus
meneruskan bantuannya (agar Franco menang dan menjadi Fascis, yang berarti
kawan baru bagi Fascisme). (Soebantardjo, 1952: 186)
Perjanjian ini diadakan karena baik Italia maupun Jerman pada prinsipnya
mempunyai tujuan- tujuan yang sama dalam usahanya membangun negaranya masingmasing. Selain itu Fasisme Italia dan Nazi Jerman memiliki persamaan pandangan dalam
beberapa hal, misalnya saja dalam usaha menghadapi negara-negara besar di Eropa dan
masalah Komunisme. Selain itu sikap Italia dan Jerman terhadap perjuangan Franco
adalah sama. Dimana mereka sama-sama menyokong Franco berada dipihak yang
menang dan dengan demikian berarti memperkuat sekutu Fasisme. (Makmun Salim,
1971: 8-9)
Sesampainya di Italia, Mussolini senantiasa memikirkan cara untuk menyaingi
popularitas Hitler. Namun demikian, Mussolini mulai mengajarkan tentaranya berbaris
tegap dan mulai mengutuki kaum Yahudi Italia seperti yang dilakukan Hitler. Pada 1938
berkat pengaruh Hitler, pemerintahan fasisme Italia menyetujui undang-undang antisemit
yang mendiskriminasikan orang-orang Yahudi dalam semua sektor, sektor dalam
masyarakat luas ataupun pribadi, dan menyiapkan cara untuk mendeportasi ribuan orang
Yahudi Italia ke kamp-kamp konsentrasi di Jerman selama Perang Dunia II. Hampir
7.000 orang Yahudi Italia dideportasi dan sejumlah 5.910 akan dibunuh.
Raja Victor Emmanuel memprotes kebijakan rasialis yang direkayasa oleh
Mussolini menurut ide-ide Hitler. Apalagi raja Victor Emmanuel cenderung membenci
orang-orang Jerman. Sayangnya, raja tidak dapat berbuat banyak ketika Mussolini
mengancam akan menggulingkannya dari singgasana. Namun demikian, tanda-tanda
kehancuran popularitas Mussolini sejak saat itu sudah mulai tampak, baik di dalam
maupun luar negeri.
Pada 1938, Jerman menduduki Austria dan dunia tetap membiarkannya.
Sampai sejauh itu, Hitler berusaha memaksa Italia untuk mendukungnya dalam setiap
perang melawan Sekutu Barat. Namun, Mussolini tetap bergerak dengan hati-hati dan
mengharap rekan dari Jerman itu tidak bertindak gegabah. Lagipula Italia tidak sedang
berada dalam kedudukan yang baik untuk berperang total. Maka, ketika perang itu terus
berkecamuk
setelah
Hitler
menghantam
Cekoslovakia,
Mussolini
segera
menyelenggarakan konferensi damai dengan Munich. PM Inggris, Chamberlain dan PM
Perancis, Daladier di Munich berunding dengan Hitler yang ditengahi oleh Mussolini.
Bertindak sebagai penengah Mussolini berhasil mendapat dukungan dan
jaminan dari Inggris serta Perancis untuk menghentikan Hitler. Namun pada 1939, Hitler
merobek-robek perjanjian itu kemudian mengambil alih Cekoslovakia. Negara
Cekoslovakia merasa dikiorbankan ketika akhirnya diduduki Jerman tanpa pembelaan
yang berarti dari Inggris dan Perancis.
Mussolini sadar bahwa perang tidak mungkin lagi dielakkan, namun Mussolini
berkata kepada Hitler bahwa Italia akan tetap berdiri walau Hitler terus memaksanya
untuk terlibat. Sampai saat itu Mussolini tetap menunda untuk memasuki kancah perang
hingga tampak bahwa Jerman akan mengalahkan semua negara Eropa Barat tanpa
bantuannya. (Thomas Wendoris, 2009 : 45).
Mussolini juga sadar bahwa Italia tidak sesiap Jerman untuk memulai perang
baru. Apa lagi waktu itu Italia baru saja kembali dari dua arena perang besarnya, yaitu
Spanyol dan Ethiophia. Dua perang itu telah benar-benar telah banyak menguras tenaga
dan biaya Italia. Kelelahan dan suku cadang peralatan tempur yang terbatas merupakan
salah satu alasan ketidaksiapan Italia. Tentara Italia kehabisan amunisi, peralatan, bahkan
seragam. Meski di pangkalan terdapat ribuan pesawat tempur berjajar, namun hanya
beberapa unit saja yang bisa beroperasi. (Syamdani, 2009: 65)
Melihat perkembangan rencana perang yang dikobar-kobarkan oleh Jerman,
pada 7 April 1939, Mussolini meniru taktik Hitler untuk menduduki Albania. Tentara
Albania yang pernah dilatih oleh tentara Italia dengan segera berhasil dikuasai sehingga
pada 12 April parlemen Albania menyatakan diri bersatu dengan Italia.
Pada Mei 1939, selagi Jerman mempersiapkan diri untuk menyerang negaranegara di Eropa secara besar-besaran, Mussolini dan Hitler setuju untuk membangun
sebuah persekutuan militer ”Pact Of Steel”. Persekutuan militer Italia dan Jerman ini
diikuti dengan pakta non agresi antara Jerman dan Uni Soviet secara mengejutkan pada
Agustus 1939. Seminggu kemudian Jerman menyerbu Polandia pada 1 September
sehingga Inggris dan Perancis terpaksa mendeklarasikan perang terhadap Jerman dua hari
kemudian. Perang Dunia II dimulai.
Mengenai persiapan dan perencanaan Italia pada dasarnya hampir bersamaan
dengan Jerman, sebab Mussolini dan Hitler dalam usahanya menggerakan pasukan dan
membina massa, memiliki kesamaan. Persiapan persenjataan, persiapan manpower,
terutama diharapkan dari negara-negara yang baru ditaklukan. Sedang mengenai rencana
Italia, terutama ditujukan kearah Balkan Afrika. (Makmun Salim, 1971: 16)
Di awal penyerbuannya, armada udara Jerman, Lutwaffe melancarkan
pengeboman terhadap pangkalan-pangkalan udara Polandia. Hasil serangan itu sukses
karena hampir seluruh pesawat terbang Polandia hancur sehingga superioritas udaranya
langsung dikuasai Jerman.
Sementara dari darat, divisi Panzer dan tank Guderian dengan cepat menggilas
semua pertahanan darat Polandia, termasuk menggilas divisi kavaleri berkudanya. Dalam
tempo 17 hari Polandia, khususnya bagian barat, berhasil dikuasai Jerman. Sedangkan
Polandia timur berhasil dikuasai Rusia yang dengan licik menyusul menyerbu.
Tanpa bantuan Mussolini, Hitler ternyata memang sanggup menyapu Polandia
kemudian menaklukkan Perancis dan negara-negara lemah lainnya. Akhirnya, takut tidak
diikutsertakan dalam gejolak itu Mussolini cepat-cepat mengumumkan perang melawan
pihak sekutu, bergabung dengan Jerman pada 10 Juni 1940. Mussolini segera
memerintahkan Jenderal Badoglio untuk ikut berperang, namun tidak lama kemudian
terbukti bahwa keputusan itu malah mencelakakannya (Jules Archer, 2007 : 85).
Pada 1 Juli 1940, Hitler menyatakan akan menduduki Gibraltar dan Terusan
Suez. Memang Terusan Suez adalah titik paling sensitif dari urat nadi lalu lintas di antara
dua samudera dunia. Daerah ini segara menjadi medan pertempuran hebat. Satu titik lain
di Laut Tengan yang juga sangat penting bagi kerajaan Inggris, yaitu Benteng Gibraltar
dan Terusan Suez.
Pada 13 September 1940, Italia menyerang Mesir dengan maksud akan
mengarahkan serangan ke Terusan Suez, sementara Jerman mendarat di Inggris. Peluang
menyerbu Mesir memang terbuka lebar mengingat kawasan Libya yang sudah lam
menjadi jajahan Italia berbatasan langsung dengan Mesir. Waktu itu Mesir merupakan
jajahan Inggris. Oleh karena itu, Mussolini yakin bahwa serbuannya akan mengejutkan
sekaligus menyenangkan Hitler yang sering meremehkannya. Namun, ambisi Mussolini
itu banyak ditentang oleh para jenderalnya. Mussolini tidak peduli, mirip Hitler saat
bernafsu menyerbu Polandia. Mussolini tetap memaksa panglimanya Marsekal Graziani
melancarkan serangan walau sebenarnya kondisi dan persenjataan pasukan Italia pada
waktu itu belum siap sepenuhnya. Hasilnya, di Mesir Inggris balik menyerang Italia
hingga 38.000 tentara Italia ditawan, 73 tank, dan 237 senjata artileri dirampas pada 6
Desember 1940. Peristiwa tersebut merupakan kekalahan kedua di pihak Italia, setelah
kekalahan di Yunani pada 14 November 1940.
Mussolini menyingkirkan akal sehatnya untuk memenuhi ambisinya. Mussolini
senantiasa berpikir sudah merasa terkenal dan populer ketika nama Hitler belum dikenal
di Jerman. Namun saat itu tiba-tiba saja Hitler mencuat dan mengalahkan popularitasnya.
Kehebatan Hitler dan pamer kekuatan Jerman di hadapan Mussolini benar-benar
menghantui, seakan-akan pengalaman 40 tahun sebagai politikus di Italia yang amat
dibanggakan Mussolini tidak berarti sama sekali bagi Hitler.
Sukses Hitler pada 1940 ketika menaklukkan Perancis hanya dalam beberapa
minggu lebih jauh telah menggerogoti kepercayaan diri Mussolini. Lebih terasa pahit lagi
karena ternyata Mussolini tidak mempunyai bagian dalam menikmati kemenangan
Jerman atas Perancis. Lalu ketika Hitler meneruskan operasi militernya ke Rumania
untuk menguasai sumber minyak Plutsi, Mussolini benar-benar kehilangan akal, karena
sebenarnya sumber minyak plutsi di Rumania pernah menjadi incarannnya. Dua kali ini
lagi-lagi Jerman mendahuluinya.
Demi mengembalikan gengsi sebagi politikus lebih senior daripada Hitler,
tanpa berpikir panjang lagi Mussolni memutuskan untuk menyerang Yunani ketika
sedang menggempur Mesir. Mussolini tidak mempedulikan lagi pertimbangan staf
angkatan perang Italia yang menentang petualangan di Yunani. Marsekal Badoglio
menentangnya dengan memberi pertimbangan bahwa serangan ke Yunani paling tidak
membutuhkan 20 divisi tentara Italia. Sementara yang ada di pangkalan militer Albania
hanya 9 divisi (P.K. Ojong, 2005 : 153).
Dengan pertimbangan itu saja sebenarnya kecil kemungkinan Italia untuk
menguasai Yunani, akan tetapi pertimbangan militer itu justru dikesampingkan oleh
Mussolini. Akibatnya, Inggris bukan saja menghalau tentara Italia dari Yunani, tetapi
juga membebaskan negara-negara jajahan Italia. Pasukan Italia benar-benar hancur dan
kalang kabut. Untunglah pasukan Italia berhasil diselamatkan oleh pasukan Hitler pada
1941.
Ambisi Mussolini memang tinggi, namun Italia tidak memliki sumber daya
yang cukup. Peperangan demi peperangan yang dilakukan benar-benar menguras tenaga
dan kemampuan bangsa Italia. Dari Dokumen Nurernberg yang terkumpul dalam proses
pengadilan Nurernberg sesudah perang diketahui bahwa Italia dan Jerman bertentangan
dengan pernyataan yang bersifat persahabatan, sebenarnya Hitler sangat memandang
rendah Mussolini. Hitler menyatakan bahwa di antara Stalin, Hitler dan Mussolini, maka
Mussolinilah
yang
paling
lemah.
Terbukti
bahwa
Mussolini
tidak
sanggup
menghancurkan kekuasaan raja Victor Emmanuel dan kekuasaan Gereja Katolik.
Kesalahan Mussolini memang besar sekali karena menjerumuskan rakyatnya ke
dalam kancah Perang Dunia II. Padahal Raja dan Rakyat Italia sebenarnya tidak
menyukai peperangan ini. Mussolini tidak mengenal rakyatnya, selalu mengira bahwa
pelaut, serdadu dan pilot-pilotnya segera menjadi singa buas yang beringas begitu
berpidato sambil memukul-mukul dadanya yang dibusungkan. Namun sayang, pidato
yang bombastis tidaklah dapat mengubah bangsa Italia secara ekstrem.
Sementara itu di pihak lain, Amerika Serikat memasuki kancah peperangan
setelah pasukan udara Jepang membombardir habis pangkalan angkatan laut Amerika di
Pearl Harbour, Hawaii pada 7 Desember 1941. Pada 11 Desember 1941, Italia dan
Jerman mengumumkan perang atas Amerika. Pada awal November 1942, ofensif Jerman
di Afrika Utara dihentikan oleh para serdadu sekutu yang dipimpin Jenderal Bernard Law
Montgomery yang berhasil memukul mundur Korps Afrika milik Jerman. Sampai pada
13 Mei 1943, tercatat 275.000 serdadu Jerman dan Italia menyerah. Perang di Afrika
Utarapun berakhir, yang juga menandai berakhirnya kekaisaran Italia di Afrika (P.K.
Ojong, 2005 : 215).
C. Akhir dari Sistem Pemerintahan Fasis di Italia
1. Runtuhnya Rezim Fasisme di Italia
Pada 19 Juni 1943, diadakan sidang kabinet yang kemudian ternyata
merupakan sidang kabinet terakhir yang dipimpin Mussolini. Pulau Pantelleria Italia baru
saja direbut pasukan Sekutu, padahal pulau itu sempat digembar-gemborkan oleh
kementrian propaganda Italia sebagai benteng teramat kuat, laksana Gibraltar yang sulit
dikalahkan. Mussolini memasuki ruang sidang sambil membalas hormat para menterinya
dengan anggukan. Mussolini segera memulai sidang dengan meminta laporan militer.
Setelah mendengar kekalahan pasukan Italia di Pantelleria, Mussolini cepat-cepat
menuduh pasukan yang menyerahkan Pantelleria sebagai pengecut. Mussolini mencacimaki jenderal-jenderal Italia, ditegaskannya sekali lagi bahwa Italia harus berperang terus
meskipun serangan udara Sekutu makin hebat dan kemungkinan Sekutu akan mendarat di
daratan Italiapun semakin besar. Sebagaimana biasa, Mussolini mengakhiri pidatonya
dengan sebuah keyakinan besar bahwa akhirnya Italia-Jerman-Jepang akan mencapai
kemenangan (Thomas Wendoris, 2009 : 53-54).
Pada waktu itu, Menteri Perhubungan Vittorio Cini berdiri dan meminta izin
untuk berbicara. Mussolini terperanjat sejenak, namun akhirnya memberi izin. Senator
Vittorio Cini mengucapkan pidato yang tidak pernah terdengar semenjak Mussolini
merebut kekuasaan pada 1923, yaitu pidato yang mengkritik Mussolini. Senator itu
menyatakan kegelisahan rakyat Italia. Pada juni 1943, partai dan pemerintahan fasis Italia
terguncang, kota-kota di Italia tidak henti-hentinya dihujani bom, kelaparan dan
kekacauan mulai muncul, tanda-tanda pertama dari bahaya pemberontakan mulai terlihat.
Senator Vittorio Cini meminta kabinet merundingkan dengan seksama keadaan yang
sebenarnya.
Mussolini mulai gugup mendengar pidato dari senator Vittorio Cini, lalu
dengan suara keras dan ketus Mussolini beralasan bahwa tugas kabinet hanya
membicarakan masalah teknis bukan politik, ditegaskannya pula bahwa setiap keraguan
dianggap sebagai pengkhianatan dan akan dihukum mati. Cini berusaha meminta izin
bicara lagi, namun Mussolini menolak dan dengan cepat menutup dan meninggalkan
sidang. Segera setelah peristiwa itu, Cini mengirim surat meminta berhenti sebagai
menteri, namun dugaan bahwa Cini akan ditangkap ternyata tidak terbukti.
Popularitas Mussolini turun drastis sebagai akibat dari kekalahan Italia. Invasi
militer tentara sekutu terhadap Sicillia yang dimulai pada 10 Juli 1943 berhasil dengan
gemilang, akibatnya Mussolini semakin terdesak. Sementara itu Hitler tidak memberi
bantuan senjata, melainkan semakin merendahkan kemampuan militer Italia. Dari dalam
negeri, banyak orang mulai tidak menyukai peperangan ini. Maka sejak saat itu,
Mussolini praktis kehilangan dukungan mutlak. Mussolini terombang-ambing di antara
posisi Jerman yang telah memandangnya rendah dan rakyat berikut tentara serta raj
Victor Emmanuel yang enggan berperang bersama Jerman, bahkan sebenarnya rakyat
Italia sejak dulu membenci Jerman. Namun kini malah dijadikan teman seperjuangan
oleh Mussolini (www.wordpress.com).
Keadaan bertambah kritis ketika sampai laporan dari sekretaris pribadi
Mussolini bernama Cesare menyebutkan bahwa Roma mulai menjadi sasaran bom-bom
sekutu. Mussolini membaca isinya: ”saat ini musuh sedang melakukan pemboman udara
hebat di Roma”. Pada waktu itu kira-kira 500 pesawat sekutu menyerang ibukota Roma,
meskipun Sri Paus Pius XII telah berupaya sekuat tenaga untuk menjadikan kota kuno
Roma tetap menjadi pusat kebudayaan dan kota terbuka.
Sasaran pemboman di Roma adalah stasiun kereta api, suatu sasaran strategis.
Akibat pemboman itu 4.000 penduduk sipil mati dan terluka karena aksi itu tidak
diberitahukan terlebih dahulu. Banyak gedung bernilai tinggi terbakar dan penduduk sipil
terkubur di bawah reruntuhan rumah. Pemboman di kota Roma telah menggoyahkan
semangat orang Italia. Maka rakyat Italia mulai menimpakan kesalahan itu kepada
Mussolini, biang keladi terlibatnya Italia dalam Perang Dunia II. Ketika itu makin
bulatlah tekad orang-orang disekitarnya dan juga di kalangan istana kerajaan yang
berpusat pada Raja Victor Emmanuel bahwa Mussolini harus digulingkan.
Langkah penggulingan Mussolini diawali oleh Dino Grandi, veteran di
kalangan fasis, bekas menteri luar negeri dan duta besar Italia untuk London, kemudian
menjadi menteri kehakiman. Grandi mempunyai sikap konsisten, yang berani mencela
pernyataan perang oleh Italia kepada Inggris. Grandi tidak suka jika Italia melibatkan diri
dalam perang. Grandi terpaksa tutup mulut untuk sesaat karena besarnya kekuasaan yang
dimiliki Mussolini. Pada akhirnya, Dino Grandi makin dekat dengan golongan oposisi
dan kaum oposisi Italia yang berpusat di sekitar raja Victor Emmanuel yang tidak
menyukai Mussolini (P.K. Ojong, 2005 : 185).
Sejak awal Grandi sadar bahwa tindakannya akan mengancam keselamatan
dirinya sendiri dan keluarganya, oleh karena itu sejak dari awal gerakannya Grandi sudah
mempersiapkan paspor dengan visa ke Portugal. Paspor itu sudah tentu memakai nama
palsu. Kemudian Grandi sebagai anggota Dewan Agung (Grand Council) lembaga
ketatanegaraan Italia menyusun sebuah mosi tidak percaya dan mengusulkan supaya
kekuasaan Mussolini sebagai kepala pemerintahan diserahkan kembali kepada kepala
negara Raja Victor Emmanuel.
Sebelum sidang dewan digelar pada 24 Juli 1943, Dino Grandi telah mendekati
sebagian besar anggota dewan, termasuk Ciano, yang tidak lain adalah menantu
Mussolini yang waktu itu menjabat duta besar untuk Vatikan. Semua setuju, bahkan
Scorza sekretaris partai fasis yang biasaanya pro Mussolini juga setuju dengan rencana
itu. Sebenarnya Grandi sendiri tidak bermaksud membentuk komplotan perebutan
kekuasaan, maka dari itu sebelum sidang diadakan, Grandi telah bertemu dengan
Mussolini untuk menjelaskan makna resolusi itu. Mussolini sendiri akhirnya menyadari
bahwa sidang dewan agung itu dapat menentukan nasibnya, sehingga ketika Dino Grandi
dengan beberapa rekannya pergi ke ruang sidang di Palazzo Venetia di Roma, gedung itu
sudah dijaga oleh satu batalyon tentara fasis.
Sang duce, Benitto Mussolini memasuki ruang sidang beberapa menit
berselang dengan berpakaian seragam. Sikapnya seperti biasa, penuh percaya diri.
Mussolini segera duduk di kursi ketua sidang sebagai pemimpin pemerintahan dan
membuka sidang. Pada pembukaan sidang, Mussolini menegaskan bahwa sidang tersebut
diadakan untuk melaporkan keadaan militer di Sicilia sesudah sekutu mendarat, bukan
untuk membahas keadaan umum. Dalam pembukaan sidang itu pula, Mussolini
mengulang kecamannya terhadap tentara Italia yang dianggap tidak becus, kurang
bersemangat, dan gagal menjaga Italia. Maka dengan amat jelas Mussolini menolak
bertanggung jawab dan lebih senang melemparkan kesalahan-kesalahannya ke atas
pundak para jenderalnya. Mussolini mencoba cuci tangan, padahal semua jabatan dan
wewenang penting, seperti pengangkatan jenderal, semua terletak di tangannya. Akhirnya
pidato tersebut mendapat sambutan dingin.
Kemudian ketika Dino Grandi berdiri untuk berbicara, seluruh ruangan menjadi
senyap. Grandi menyampaikan dengan tenang bahwa antara pemerintah dengan rakyat
ada jurang yang dalam. Grandi dengan berani mengecam pengingkaran hak-hak
kebebasan dari rakyat. Grandi juga mengemukakan bahwa keputusan menyatakan perang
terhadap Sekutu telah diambil oleh Mussolini tanpa menanyakan pendapat Dewan
Agung. Setelah itu, Grandi mengajukan mosinya bahwa dalam keadaan tersebut bukan
tentara yang harus disalahkan, dengan tegas Grandi menunjuk sang duce yang telah
menjerumuskan Italia dalam peperangan yang mencelakakan. Hal itu bertentangan
dengan kehormatan, perasaan dan kepentingan seluruh bangsa Italia (Thomas Wendoris,
2009 : 60).
Pada saat itulah Mussolini hilang kesabaran, dengan dibantu Farinacci,
menuduh Grandi menyabotase usaha peperangan. Namun kemudian Ciano, menantu
Mussolini, angkat bicara. Ciano menyatakan telah memiliki dokumen-dokumen yang
membuktikan bahwa Jerman tidak dapat dipercaya. Ciano menuduh Jerman melanggar
perjanjian Roma-Berlin, Jerman telah memperlakukan Italia bukan sebagai sekutu
melainkan sebagai budaknya. Lalu dengan tegas Ciano mendukung mosi Grandi.
Perdebatan itu menurut Grandi berjalan sengit sampai lewat tengah malam.
Grandi menunjukkan rancangan resolusinya, tetapi ditentang oleh Mussolini.
Makna resolusi itu adalah mengembalikan Italia pada keadaan seperti sebelum Mussolini
menjadi diktator. Untuk itu kekuasaan harus kembali diserahkan kepada raja Victor
Emmanuel untuk mengambil tindakan selanjutnya. Berturut-turut beberapa anggota
sidang angkat bicara, yaitu Marsekal De Bono yang memimpin peperangan Ethiopia.
Lalu Sekretaris partai mengusulkan agar menunda sidang sampai lain kali. Namun, buruburu Grandi memprotes. Sidang harus diselesaikan hari itu juga.
Mussolini menyetujui protes itu. Kemudian Federzoni mengemukakan faktafakta bahwa rakyat Italia tidak menyukai peperangan itu. Fakta-fakta dari Federzoni itu
ditambahkan oleh Bastianini yang menyerang propaganda partai selama itu. Perdebatan
dilakukan dengan sengit sehingga baru pukul 02.00 dilakukan pungutan suara mengenai
resolusi Grandi. Sebanyak 19 orang setuju dengan mosi Grandi, 17 orang menentang dan
dua suara abstain. Maka untuk pertama kalinya sebagai diktator, Mussolini ditentang
secara terbuka dan dikalahkan oleh para pembantunya.
Ketika hasil pemungutan suara diumumkan Mussolini duduk terdiam sejenak.
Lalu mendadak berdiri kesal dan menuduh bahwa para pembantunyalah yang telah
memaksakan terjadinya krisis pemerinatahan. Kemudian Mussolini segera menutup
sidang dan meninggalkan ruangan sidang itu dengan kemarahan. Sementara anggota
sidang yang lain bubar dengan diam. Grandi dan kawan-kawannya menyadari bahwa
tindakan yang diputuskan itu akan ada konsekuensinya.
Pukul 03.00 Mussolini tiba di Villa Torlona. Istrinya Rachele masih menunggu.
Wanita itu tetap setia pada suaminya, meskipun Mussolini tidak lagi mencintainya.
Ketika tinggal berdua, Mussolini sering membicarakan masalah politik dengan istrinya
daripada dengan orang lain. Maka sebelum tidur Mussolini mengatakan bahwa tidak ada
bahaya yang perlu ditakutkan dari resolusi Grandi itu. Satu-satunya hal yang paling
menyakiti hati Mussolini adalah sikap Ciano, menantunya yang telah diangkat sampai ke
tingkat yang begitu tinggi. Ciano pernah dijadikan menteri luar negeri dan duta besar,
namun kini malah turut serta dalam komplotan Grandi untuk menjatuhkannya.
Kemudian, Mussolini memutuskan hari itu juga akan menemui raja Victor Emmanuel
(Thomas Wendoris, 2009 : 64-65).
Pada 25 Juli Mussolini bangun dengan keyakinan bahwa raja akan menyetujui
semua usulannya mengenai krisis politik itu seperti biasanya. Lalu Mussolini berangkat
ke Palazzo Venesia, kantor tempat kerjanya. Di sana Mussolini mengeluarkan perintah
untuk menangkap Grandi dan Ciano. Walau masih berada di Roma, Grandi dan Ciano
tidak ditemukan. Sebenarnya kalangan polisi yang dekat dengan kalangan istana memang
tidak berniat menyerahkan dua politisi itu ke tangan Mussolini.
Mussolini memberi perintah kepada sekretaris pribadinya untuk menghubungi
ajudan raja, apakah sore itu raja bersedia menerima Mussolini. Raja menjawab bahwa
akan menerima Mussolini sebagai perdana menteri pada pukul 17.00 di Villa Savoia.
Pakaian yang ditentukan untuk Mussolini adalah pakaian sipil, bukan pakaian seragam
militer. Mussolini sebenarnya tidak senang jika harus mengenakan pakaian sipil.
Mussolini lebih suka mengenakan seragam militer, namun Mussolini tetap optimis bahwa
raja masih akan berpihak padanya.
Rachele yang rupanya tidak setuju dengan optimisme suaminya mencurigai
permintaan raja. Rachele berkeyakinan bahwa dengan berpakaian sipil, tentara istana
akan lebih mudah menangkapnya daripada jika Mussolini berseragam militer. Mussolini
hanya tersenyum mendengar kata-kata Rachele. Pukul 16.30, De Cesare, sekretaris
pribadi Mussolini tiba untuk menjemputnya. Mussolini sudah siap, lengkap dengan tas
kerjanya terdapat rancangan undang-undang mengenai nasib para anggota Dewan Agung
yang membelot. Menurut Mussolini, badan ini hanya bisa mengeluarkan pendapat,
namun tidak bisa menjatuhkan pemerintahan.
Pukul 16.45, Mussolini dan sekretarisnya berangkat dan tiba di Istana tepat
pukul 17.00. Mussolini menghadap raja, masih dengan keyakinan bahwa raja akan
menolak mosi itu. Padahal, raja telah lebih dahulu menyetujuinya. Mussolini tidak pernah
mengira bahwa Raja Viictor Emmanuel cepat memanfaatkan moment itu untuk
menyingkirkan rival politik utamanya setelah 20 tahun menahan kebencian terhadap
Mussolini. Selama itu rakyat Italia hanya tahu bahwa raja dan Mussolini cukup dekat.
Hari itu adalah hari yang menentukan kemenangan raja Victor Emmanuel atas Mussolini.
Sebuah kemenangan yang pahit mengingat negara Italia sampai sejauh itu masih terlibat
dalam perang dan di ambang kekalahan (Thomas Wendoris, 2009 : 67).
Sebenarnya sejak semula raja sadar bahwa keputusan untuk menyerahkan
pemerinathan kepada Mussolini adalah sebuah kekeliruan yang sangat besar. Raja
mengira bahwa tidak lama sesudah itu, tentu Mussolini akan berhenti sebagai perdana
menteri. Namun setelah merasakan kekuasaan sebagai diktator, Mussolini ternyata mau
terus memegang kekuasaannya. Maka hubungan raja dengan Mussolini tidak pernah
dekat. Di pihak lain, Mussolini juga tidak menyukai keberasaan putera mahkota,
pangeran Umberto. Mussolini telah menyekutukan Italia denga Jerman-Hitler. Namun
sebenarnya raja Victor Emmanuel tidak menyukai Jerman. Oleh karena itu raja lebih
sependapat dengan Ciano, menantu Mussolini karena Ciano juga membenci Jerman.
Jadi, tidak dapat disangkal bahwa yang menjadi jiwa dari komplotan untuk
menjatuhkan Mussolini adalah raja Victor Emmanuel sendiri. Raja yang telah memilih
saat yang tepat untuk menggulingkan diktator itu. Pembantunya yang terpenting dalam
komplotan itu adalah laksamana De Revel dan Marsekal Pietro Badoglio. Begitu juga
kepala staf tentara jenderal Ambrosio dan Dino Grandi di samping Ciano. Komplotan itu
disusun demikian rapi sehingga dinas rahasia Mussolini pun sama sekali tidak
mengetahuinya.
Maka ketika Mussolini pada 25 Juli 1943 sore hari menuju istana, segala
persiapan komplotan sudah selesai. Dewan Agung Fasis yang diciptakan oleh Mussolini
telah menyatakan tidak percaya lagi kepadanya. Kini, Raja Victor Emmanuel akan
memukul Mussolini dengan senjata buatan Mussolini sendiri. Raja telah menerima mosi
tidak percaya dari anggota Dewan Agung Fasis bahwa Mussolini harus meletakkan
jabatannya. Raja juga telah mengangkat Marsekal Badoglio sebagai pengganti Mussolini
(Jules Archer, 2007 :86).
Akhirnya, Mussolini pun menjadi pucat dan berdirinya sempoyongan seolaholah baru saja menerima pukulan dahsyat di dadanya. Pertemuan dengan raja Victor
Emmanuel hanya berlangsung seperempat jam, namun dalam waktu yang singkat itu
berakhirlah masa kediktatoran Mussolini yang berumur 21 tahun. Mussolini segera
dijemput dengan mobil tahanan ketika keluar dari istana. Mussolini, Duce Italia selama
21 tahun itu, kini menjadi tahanan negara.
Keputusan Dewan Agung Fasis yang menjatuhkan Mussolini cepat sekali
diketahui masyarakat. Sebenarnya pada Minggu 25 Juli 1943, seluruh Roma telah
menduga akan terjadi sesuatu yang hebat. Pada hari itu usaha Scorza, sekretaris partai
fasis untuk mengadakan mobilisasi dari semua kekuatan kaum fasis di dalam kota gagal
total. Tidak lebih hanya 50-60 anggota partai yang menyetujuinya. Sisanya para petinggi
fasis telah lumpuh, kehilangan semangat sama sekali. Sebaliknya rakyat Roma dan
disusul seluruh Italia menyambut tidakan raja dengan gembira. Kartu dan tanda-tanda
keanggotaan fasis dibuang di jalan-jalan. Pintu-pintu kantor pemerintahan didobrak,
patung dan potret Mussolini dicampakkan ke jalan. Maka, berakhirlah kekuasaan fasisme
di Italia.
Akhir hidup Mussolini sangat menyedihkan. Republik Sallo yang dipimpinnya
kian lama kian habis. Serangan tentara sekutu juga gerakan kaum partisan yang anti fasis
telah menyebabkan Mussolini tidak bisa berbuat apa-apa. Pada 23 April 1945, Milan pun
jatuh ketangan kaum partisan. Mussolini lari ke Como. Sementara Jerman yang
merupakan sekutu Italia justru tidak berdaya.
Dalam keadaan seperti itu, Mussolini bisa saja melarikan diri ke Swiss sesuai
desakan anak buahnya. Akan tetapi, Mussolini mengatakan tidak akan meninggalkan
Italia dalam keadaan apapun. Kaum partisan akhirnya sampai ke Como, dan Mussolini
akhirnya melarikan diri lagi. Bersama beberapa anak buahnya Mussolini melarikan diri
ke utara. Dari Dongo Mussolini dibawa ke sebuah barak di Desa Germasino. Bebrapa
hari kemudian, seorang utusan Komite Pembebasan Italia, Kolonel valerio datang untuk
membawa Mussolini dan Claretta Petacci.
Seorang partisan datang dengan senapan otomatis. Valerio merebutnya dan
membidiknya kearah Mussolini. Ditembakannya lima butir peluru ke badan Mussolini
dan juga Claretta Petacci. Pagi hari berikutnya, mayat Mussolini dan Claretta Petacci
digeletakkan didepan garasi Piazalle Loretto di Milan. Beramai-ramai kedua mayat
itulalu digantung terbalik, supaya orang bisa menyaksikannya. (Syamdani, 2009: 78-83)
2. Italia Pasca Rezim Fasisme
Jatuhnya daerah Messina Italia ke tangan Sekutu menyebabkan para petinggi
pemerintahan dan militer Italia tinggal menghitung hari hari kekalahannya. Kemudian
penantian terjawab pada 24 Juli, ketika mayoritas Dewan Agung Fasis menyetujui
resolusi untuk menurunkan Benitto Mussolini. Hari berikutnya Mussolini ditangkap dan
dipenjarakan (Thomas Wendoris, 2009 : 73)
Selama dipenjara, beberapa kali Mussolini dipindahkan. Pertama, Mussolini
dibawa ke pulau Ponza, lalu ke pulau Maddalena dan akhirnya ke Gran Saso. Selama
dipenjara Mussolini dilarang mendengarkan radio dan membaca koran. Dalam keadaan
yang menyedihkan itu, seorang kapten Jerman bernama Otto Skorzeny, bersama anak
buahnya membebaskan Mussolini dan membawanya terbang ke Roma. Mussolini
kemudian ke Munich.
Bagi Mussolini, pengunduran dirinya di Italia dan kebencian rakyat
terhadapnya adalah akhir karirnya. Ia tidak ingin lagi kembali aktif di dunia politik.
Mussolini sangat senang bila Hitler bisa membebaskannya. Tetapi Hitler rupanya punya
rencana lain. Hitler meminta kesanggupan Mussolini untuk memnuhi untuk memrintah
kembali di Italia. Ketika Mussolini diminta Hitler untuk kembali mengambil jabatan yang
telah ditinggalkannya, sambil menggelengkan kepala Mussolini malah mengusulkan
supaya Hitler membantu Italia dalam menyusun kembali pasukannya, dan bisa ikut
bertempur kembali. Setelah itu Jerman bisa meninggalkan Italia, demikian menurut
Mussolini. Tetapi Hitler lalu mengatakan bahwa Hitler telah menyuruh Farinacci dan
Graziani untuk membentuk kembali pemerintahan fasis serta meminta Mussolini kembali
mengambil alih pimpinannya. Mussolini akhirnya menerima permintaan Hitler, dan sejak
itu jadilah Mussolini boneka Hitler di Italia Utara, di negara yang disebut Republik
Sosiale Italiana atau Republik Sallo, karena ibukotanya berada di Sallo.
Sementara itu kota-kota besar di Jerman mulai menjadi sasaran bom udara
Sekutu. Hamburg dihancurkan bersamaan ketika Mussolini digulingkan oleh konspirasi
antara Grandi-Ciano dan Raja. Pada November 1943, Berlin mendapat serangan hebat
sehingga 4000.000 penduduknya kehilangan tempat tinggal. Industri senjata Jerman satu
per satu hancur. Sementara tentaranya tidak bisa leluasa melancarkan serangan balik di
udara.
Perang Dunia II memang diwarnai dengan berbagai aksi seru, yaitu kisah
pembebasan Mussolini yang dilakukan secara berani dari Gran Sasso. Pembebasan itu
dilakukan oleh Kapten Otto Skorzeny, seorang Jerman dari Silesia. Perintah untuk
membebaskan Mussolini diberikan kepada Skorzeny oleh Hitler lebih berdasarkan
pertimbangan politik daripada sentimentil. Selama dua bulan kaki tangan Skorzeny
mengikuti pergerakan pasukan Italia yang selalu memindah-mindahkan Mussolini untuk
menghindari pembebasan oleh pasukan Jerman. Hingga akhirnya pada 12 September
1943, setelah diketahui bahwa Mussolini dipindahkan ke Hotel Campo Imperatore di
Gran Sasso, pegunungan Alpen, Skorzeny membebaskan Mussolini tanpa menumpahkan
peluru sebutir pun. Aksi pembebasan itu sungguh melambungkan nama Skorzeny ke se
antero dunia (Thomas Wendoris, 2009 : 74).
Mussolini mengalami malam kebebasannya yang pertama di Wina Austria.
Namun keesokan harinya, Mussolini terbang ke Munchen dan diantar ke markas besar
Hitler. Di sana Mussolini bertemu dengan beberapa orang Italia lain termasuk
keluarganya. Di markas besar tentara Jerman, Hitler menasehati agar Mussolini
mendirikan sebuah pemerintahan fasis baru, Republik Sosial Italia di Salo, Danau Garda,
sebelah utara Italia di bawah teritori Jerman. Untuk memperkuat kehendaknya, Hitler
menyatakan ancamannya terhadap Mussolini. Selama berbicara, Hitler memandang terus
dengan sorot mata tajam ke arah Mussolini. Jika Mussolini menolak, akan disiarkan
berita bahwa Mussolini telah tewas akibat kecelakaan pesawat terbang dari Gran Sasso ke
Wina. Pemerintahan baru itu sudah tentu tidak lebih dari sekedar boneka Hitler. Akan
tetapi, seiring dengan pergerakan tentara Sekutu ke arah utara Italia, sudah tentu
pemerintahan itu akan pendek umurnya (Jules Archer, 2007 : 86).
Sambil berpamitan kepada Mussolini, Hitler mengingatkan lagi apabila
Mussolini tetap bersikeras mengundurkan diri dari dunia politik, Jerman akan bertindak
keras di Italia. Perlawanan dari pihak Italia sekecil apapun akan dibalas dengan gas
racun, termasuk terhadap penduduk sipil Italia. Mussolini diberi waktu berpikir beberapa
jam.
Saat itu, legitimasi pemerintahan Italia yang dipimpin Jenderal Badoglio mulai
mengisyaratkan sebuah gencatan senjata dengan Sekutu pada 3 September. Sementara
itu, armada Italia telah ditahan di pangkalan-pangkalan Sekutu. Para tentara Italia telah
dibubarkan atau ditawan. Sesudah itu, tentara Italia hanya menonton pertempuran dua
pasukan asing di tanah airnya tanpa bisa berbuat apa-apa. Pasukan Italia hanya dapat
melihat perlawanan tentara jerman pada Sekutu yang bersifat Internasional, karena terdiri
dari pasukan Amerika, Inggris, Kanada, New Zeland, India, Brazil, Perancis dan
Polandia.
Tidak tahan akan keadaan yang terus menerus merugikan rakyat, diperburuk
oleh aksi sabotase Jerman yang frustasi karena Napoli jatuh ke tangan Sekutu, Italia
menyusul menyerukan perang terhadap Jerman pada Oktober. Orang Italia yang sudah
jemu peperangan mengharap bahwa, dengan penyerahan kekuasaan kepada Badoglio,
Italia akan segera hidup dalam damai. Begitu juga orang-orang di pihak Sekutu yang
mempunyai harapan kalau Italia menyerah, peperangan akan berakhir di Italia. Ternyata
tidak semudah itu, karena sesudah gencatan senjata pada 8 September 1943, peperangan
di bumi Italia masih berlangsung terus sampai 20 bulan selanjutnya, sampai Mei 1945.
tentu saja semua orang tidak mengira penderitaan rakyat Italia menjadi terulur 20 bulan.
Bahkan boleh dikatakan penderitaan rakyat, bumi dan kota-kota Italia sesudah 8
September 1943 lebih besar dari masa sebelumnya. Hal ini disebabkan misi pasukan
Jerman untuk mundur teratur sambil merusak segala sesuatu yang ditinggalkannya di
Italia.
Sekutu mengambil alih Naples pada Oktober 1943, tetapi karena pertahanan
kuat dari pasukan Jerman, Sekutu tidak mampu mencapai Roma sampai Juni 1944.
Jenderal Kesselring dari Jerman membuktikan kemampuannya mengundurkan diri dari
Roma ke arah utara sambil bertempur terus. Kesselring tidak ingin menyerah begitu saja
kepada Sekutu. Tentara Sekutu baru bisa memasuki kota Roma pada 4 Juni 1944.
penduduk Roma pun bersorak gembira, sampai keesokannya pada 5 Juni, kota itu terus
berpesta. Kemudian pasukan Sekutu di bawah pimpinan Eisenhower mendarat di
Normandia pada 6 Juni keesokan harinya. Peristiwa ini langsung merebut perhatian
semua orang. Pasukan Sekutu terus bergerak ke utara mendesak pertahanan pasukan.
Pada awal 1945, kekalahan Jerman sudah di ambang pintu, namun Mussolini
masih berusaha melarikan diri ke Swiss dengan menyamar sebagai serdadu Jerman.
Namun penyamaran Mussolini, dikenali oleh partisan Italia dan ditangkap pada 27 April.
Selanjutnya Mussolini dan istrinya ditembak mati di dekat Danau Como pada keesokan
harinya. Tubuh keduanya dipindahkan ke Milan dan digantung terbalik dengan kabel
piano di Piazza Loreto untuk tontonan publik dan penghinaan. Seluruh penduduk Italia
bersorak gembira atas jatuhnya sang diktator (Monsanto Luka, 2008 : 47).
Kematian sang diktator diikuti pula dengan hilangnya partai fasis di Italia. Pada
pemilihan parlemen yang pertama pada 1948, setelah menjadi negara republik, sebuah
partai neofasis yang didasari idealisme Mussolini hanya memenangi 2% suara. Dengan
demikian, Italia tidak mengakui lagi adanya fasisme. Kemudian, rakyat Italia
menghancurkan apa saja yang masih tertinggal dari sisa-sisa negara berbadan hukum itu.
Italia memulai suatu tahapan baru rehabilitasi ekonomi yang didasarkan pada sistem
campuran liberalisme ekonomi dan demokrasi politik. Akhirnya, rakyat Italia sadar
bahwa ternyata fasisme yang dibentuk oleh Mussolini hanya membuahkan penghapusan
serikat-serikat kerja yang bebas, penganiayaan dan pembunuhan para pemimpin yang pro
rakyat, pembubaran parlemen yang digantikan oleh kediktatoran satu partai yang tidak
lagi tersentuh hukum. Semua itu hanya merugikan rakyat Italia sendiri.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fasisme mulai berkuasa di Italia sejak Oktober 1922 setelah Perang Dunia I.
Walaupun Italia berperang dipihak yang menang namun Italia justru banyak menderita.
Kemerosotan ekonomi sesudah perang mengakibatkan inflasi, keresahan social dan
pengangguran
dimana-mana.
Keadaan
ini
diperparah
dengan
ketidakmampuan
pemerintahan dalam menanggulangi keadaan. Hal ini membuat rakyat semakin
menderita. Fasisme adalah sebuah gerakan politik penindasan yang pertama kali
berkembang di Italia setelah tahun 1919 sebagai reaksi atas perubahan social politik
akibat Perang Dunia I. istilah Fasisme pertama kali digunakan di Italia oleh Benito
Mussolini, gambar-gambar tangkai yang diikatkan pada sebuah kapak menjadi lamnbang
partai fasis pertama. Fasisme Italia berkembang dengan cepat karena mendapat dukungan
hamper dari semua lapisan masyarakat yang merasa depresi dengan keadaan yang ada,
antara lain: golongan kaum industrialis yang merupakan penyokong dana dari gerakangerakan fasis, tuan-tuan tanah, kelas menengah bawah, golongan militer dan kumpulankumpulan massa yang terdiri dari kaum pengangguran. Dalam usahanya mengambil
tampuk kekuasaan, Mussolini melakukan berbagai propaganda untuk menarik simpati
dari rakyat antara lain: Negara fasis hanya memperbolehkan ideologinya yang diajarkan,
menyembunyikan kebenaran sejarah dari masyarakat, seorang pemimpin namanya selalu
ditonjolkan. Ciri- ciri fasisme adalah ketidakpercayaan pada kemampuan nalar,
pengingkaran derajat kemanusiaan, kode perilaku yang didasarkan pada kekerasan dan
kebohongan,
pemerintahan
oleh
kelompok
elit,
totaliterisme,
rasialisme
dan
imperialisme, menentang hukum dan ketertiban internasional.
Pada tahun 1914 Mussolini menerbitkan surat kabar yang berbasis Fasis.
Fasisme Italia mulai berkuasa pada bulan Oktober 1922. System pemerintahan yang
diterapkan oleh Mussolini adalah diktatorisme dan system sensor yang ketat. Dalam
kebijakan politik dalam negeri Italia pada masa rezim fasisme sepenuhnya dipegang dan
dikendalikan oleh satu orang penguasa. Kebijakan ekonomi fasis memiliki ciri Negara
korporasi, Negara berkuasa untuk menata dan mengawasai system perekonomian. Dalam
70
system pendidikan menurut pandangan kaum Fasis, sekolah- sekolah adalah tempat untuk
megajarkan disiplin dan kepatuhan. Terutama untuk mempersiapkan anak- anak laki- laki
untuk dinas ketentaraan dan anak-anak perempuan untuk kegiatan rumah tangga yang ada
hubungannya dengan itu. Dalam pelaksanaan program yang sepenting itu, kaum pendidik
fasis merasa bahwa kaum perempuan tidak mempunyai tempat. Politik luar negeri Italia
ditujukan untuk memperluas daerah jajahan antara lain ke Afrika dan Laut Tengah yang
digunakan. Selain itu Italia mengadakan perjanjian kerjasama dengan Jerman yang lebih
dikenal dengan As (poros) Roma-Berlin dalam Perang Dunia II, serta mengadakan kerja
sama dengan Jepang dan Spanyol dalam usaha memperluas pengaruh fasisme.
Berakhirnya sistem pemerintahan fasisme di Italia disebabkan kekalahan Italia
pada Perang Dunia II dan kematian Benito Mussolini pada 27 April 1945. Kematian sang
diktator diikuti pula dengan hilangnya partai fasis di Italia. Pada pemilihan parlemen
yang pertama pada 1948, setelah menjadi negara republik, sebuah partai neofasis yang
didasari idealisme Mussolini hanya memenangi 2% suara. Dengan demikian, Italia tidak
mengakui lagi adanya fasisme. Kemudian, rakyat Italia menghancurkan apa saja yang
masih tertinggal dari sisa-sisa negara berbadan hukum itu. Italia memulai suatu tahapan
baru rehabilitasi ekonomi yang didasarkan pada sistem campuran liberalisme ekonomi
dan demokrasi politik. Akhirnya, rakyat Italia sadar bahwa ternyata fasisme yang
dibentuk oleh Mussolini hanya membuahkan penghapusan serikat-serikat kerja yang
bebas, penganiayaan dan pembunuhan para pemimpin yang pro rakyat, pembubaran
parlemen yang digantikan oleh kediktatoran satu partai yang tidak lagi tersentuh hukum.
Semua itu hanya merugikan rakyat Italia sendiri.
B. Implikasi
1. Teoritis
Dari hasil penelitian, maka dieproleh implikasi secara teoritis bahwa sistem
pemerintahan fasisme Italia yang berkuasa tahun 1922-1944 nmerupakan bentuk
pemerintahan yang pertama kali berkembang di Italia yang kemudian diikuti oleh negaranegara Eropa lainnya.
Keberhasilan rezim Fasisme memperolah kekuasaan tidak terlepas dari peranan
Benito Mussolini sebagai pemimpin sekaligus pencipta dari Fasisme, dengan berhasil
memanfaatkan kondisi- kondisi Italia pasca Perang Dunia I dengan melakukan berbagai
propaganda-propaganda dalam mencari simpoati rakyat Italia yang sedang mengalami
berbagai masalah. Selain itu rezim Fasisme Italia didukung oleh golongan-golongan
masyarakat seperti golongan kaum industrialis, kelas menengah, militer dan kumpulan
massa.
Keberhasilan rezim Fasisme memperoleh kekuasaan tidak mengherankan,
karena dapat dilihat dari kondisi dalam negeri Italia setelah Perang Dunia I. walaupun
Italia berada pada pihak yang menang dalam Perang Dunia I, tetapi hasil yang didapatkan
dari Italia sendiri tidak memuaskan. Italia justru menghadapi pergolakan, dan
kemerosotan ekonomi sesudah perang yang mengakibatkan inflasi, keresahan sosial dan
pengangguran dimana-mana serta didukung oleh ketidakmampuan pemerintahan Raja
Victor Emmanuel III dalam mengatasi pemerintahan. Keadaan ini kemudian
dimabfaatkan oleh Benito Mussolini untuk menarik simpati masyarakat yang sedang
membutuhkan seorang pemimpin yang mampu mengatasi keadaan. Mussolini menarik
simpati masyarakat dengan mengangkat isu “ingin mengembalikan kejayaan Romawi
Kuno”. Rakyat yang merasa sudah frustasi akhirnya mendukung Benito Musolini dengan
mengambil kekuasaan Raja Victor Emmanuel III, walaupun akhirnya rakyat menyadari
kalau Benito Mussolini hanya membuat rakyat semakin menderita.
Apabila pada saat itu Italia tidak ikut dalam Perang Dunia I dan tetap menjadi
negara netral, mungkin Italia tidak akan mengalami pergolakan dalam pemerintahannya
dan rezim Fasisme tidak akan berkambang di Italia yang akan membawa kesengsaraan
bagi rakyat Italia pada kususnya dan dunia pada umumnya.
2. Praktis
Implikasi praktis dari hasil penelitian ini yaitu sebagai seorang pemimpin harus
mampu menjadi pemimpin yang baik bagi rakyatnya. Pemimpin yang baik yaitu
pemimpin yang mengutamakan kepentingan negara dan rakyat dari pada kepentingan
pribadi dan golongan.
Dalam dunia pendidikan, pembaca diharapkan dapat mengambil nilai-nilai yang
terdapat
didalamnya
tentang
kepemimpinan
Benito
Mussolini.
Benito
dalam
melaksanakan tugasnya sebagai seorang pemimpin dengan cara diktator, dimana Benito
menganggap kepentingan negara diatas segala-segalanya sehingga melakukan berbagai
cara untuk melaksanakan kepentingannya tersebut. Tetapi Benito dengan menguasai
negara lain yang tidak berlangsung lama, hal ini membuktikan bahwa kediktatoran hanya
bisa terbentuk melalui teror yang terorganisir, begitu pula naiknya sang diktator menjadi
kekuasaan biasanya akan meminta pengorbanan, runtuhnya sang diktator juga akan
membutuhkan pengorbanan.
C. Saran
1. Kepada mahasiswa Program Pandidikan Sejarah, penulis mrnyarankan agar
mengambil pelajaran dari kondisi Italia dibawah rezim Fasisme tahun 1922- 1944
sebagai sarana untuk mewaspadai gerakan neo- Fasisme di Indonesia
2. Kepada pemerintah hendaknya dapat mengambil hikmah dari pemerintahan Benito
Mussolini. Walaupun Benito hanya seorang anak dari seorang pandai besi, Benito
Mussolini dapat menjadi seorang penguasa di Italia. Seorang pemimpin negara jika
dalam pemerintahannya dijalankan dengan cara diktator maka tidak akan
berlangsung lama.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Daud Busroh. 1987. Hukum Tata Negara, Perbandingan. Jakarta : Bina Aksara
Antonio Gramchi. 2000. Sejarah dan Budaya.. Surabaya : Pustaka Promesthea
Archer, Jules. 2007. Kisah Para Diktator, Biografi Politik Para Penguasa Fasis,
Komunis, Despotis dan Tiran. Yogyakarta : Narasi.
Donnel. Guilermo, dkk. 1992. Transisi Manuju Demokrasi : Kasus Eropa Selatan,
penerjemah Hartono. Jakarta : LP3ES
Ensiklopedia Nasional Indonesia V. 1989. Jakarta : PT. Cipta Adi Perkasa
Garmidi, I. 1957. Sejarah Umum dari Mu’tamar Wina Sampai Pan Man Yam. Bandung :
Ganaco
Hadari Nawawi. 1993. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : UGM Press
Hart, Micheal H. 1978. Seratus Tokoh Paling Berpengaruh Dalam Sejarah. Jakarta :
Mega Book Strore
Helius Syamsudin. 1994. Metodologi Sejarah. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Hugh, Purcel. 2000. Fasisme. Yogyakarta : Resist Book
Internasional, Grolier. 1989. Negara dan Bangsa: Eropa jilid 5 dan 6. Jakarta :
Widyadara
Isjwara, F. 1996. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta : Bina Cipta
Jimmly Assidiqie. 1996. Pergumulan Peran Pemerintahan dan Parlemen dalam Sejarah,
Telaan Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara. Jakarta : Universitas
Indonesia Press
Koentjaraningrat. 1975. Metode- metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : PT. Gramedia
Luhurima, B, P, F. 1992. Eropa Sebagai Kekuatan Dunia, Lintasa Sejarah dan
Tantangan Masa Depan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Makmun Salim. 1971. Ikhtisar Sejarah Perang Dunia II. Jakarta : Departemen
Pertahanan Keamanan Pusat Sejarah ABRI
Miriam Budiardjo. 1989. Moral- moral Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia
Monsanto Luka. 2008. Tangan Besi- 100 Tokoh Tiran Penguasa Dunia. Yogyakarta :
Galang Press
Murrayli, Tania. 2005. Gerakan-gerakan Rakyat Dunia Ketiga. Yogyakarta : Resist Book
Nugroho Notosusanto. 1971. Norma-norma Dasar Penelitian dan Penulisan Sejarah.
Surakarta : Departemen Pertahanan Keamanan Pusat Sejarah ABRI
________________. 1978. Hakekat Sejarah dan Metode Sejarah. Jakarta : Mega Book
Store
Ojong, P.K. 2005. Perang Eropa jilid II. Jakarta : Kompas
________________. 2005. Perang Eropa jilid III. Jakarta : Kompas
Pamuji, S. 1994. Perbandingan Pemerintahan. Jakarta : Bumi Aksara
Peter dan Yenny Salim. 1991. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern
English Press
Poewodarminto, W. J. S. 1990. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Sartono Kartodirdjo. 1982. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia.
Jakarta : Grafiti Press
Sidi Gazalba. 1981. Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta : Batara Karya Angkasa
Soebantardjo. 1956. Sari Sedjarah jilid Eropa-Amerika. Yogyakarta : Bopkri
Soehino. 1981. Ilmu Negara. Yogyakarta : Liberty
Sukarna. 1981. Demokrasi versus Kediktatoran. Bandung : Alumni
Syamdani. 2009. Kisah Diktator Psikopat: Kontroversi Kehidupan Pribadi dan
Kebengisan Para Diktator. Yogyakarta : narasi
Thomas Wendoris. 2009. Benito Mussolini. Yogyakarta: Milestrore
William Ebestein, Edwin Pogelmen. 1985. Isme-isme Dewasa Ini. Jakarta : Erlangga
__________________. 2006. Isme-isme Yang Mengguncang Dunia. Yogyakarta: Narasi
Harun Yahya. 2004. Menyikap Tabir Fasisme, Ideologi Darwinisme yang Mengguncang
Dunia. Bandung : Dzikra
http://www.wikipedia.com. 5 November 2009
http://wordpress.com. 5 November 2009
http://kompas.com. 5 November 2009
Download