BAB IV KESIMPULAN Modernisasi yang dilakukan bangsa Jepang pada zaman Meiji telah mengubah berbagai aspek kehidupan masyarakat Jepang menjadi lebih baik. Perubahan sistem politik, ekonomi, pendidikan, sosial, dan budaya diperbaiki sedemikian rupa demi menjadikan Jepang sebagai negara yang maju di Asia. Tidak jarang dari adanya perubahan tersebut menimbulkan gesekan sosial yang mengakibatkan permasalahan yang pelik. Keresahan yang terjadi antara membangun negara dengan menyerap pengetahuan-pengetahuan dari Barat dan tetap menanamkan semangat luhur tradisional Jepang itu menghasilkan kebingungan, ketegangan, dan akhirnya skeptisisme (keadaan batin yang bimbang) pada masyarakat. Natsume Soseki (1867-1916) sebagai seorang sastrawan dan intelektual Jepang yang lahir dan besar pada zaman Meiji dapat memahami semangat Jepang dan perubahan kebudayaan yang terjadi pada masa itu. Ia menggambarkan pada masa itu upaya generasi dewasa yang berusaha hidup berdasarkan nilai-nilai tradisional dalam suatu dunia modern. Dalam novel Bocchan ia berhasil mengungkapkan peliknya permasalahan pemuda dan masyarakat Jepang yang terjadi pada zaman Meiji. Perubahan-perubahan sikap dan perilaku beberapa tokoh yang disajikan oleh Soseki mengarah kepada dekadensi moral atau kemorosotan moral, seperti yang terjadi pada masyarakat Jepang. Sikap dan 81 82 perilaku tokoh-tokoh antagonis dalam novel yang mengalami dekadensi moral dianalisis dengan teori sosiologi sastra. Berikut ini adalah hasil yang telah dianalisis oleh peneliti. Pertama, akibat perubahan besar-besaran yang terjadi pada awal zaman Meiji memberi dampak negatif pada masyarakat Jepang yang mengakibatkan dekadensi moral. Dampak negatif tersebut dimasukkan dalam konsep kemoralan Bushidoo, sehingga hasil yang didapatkan adalah timbulnya kesenjangan sosial yang berakibat pada kriminalitas akibat tidak adanya nilai dasar kejujuran, tekanan akan kebutuhan ilmu dari Barat yang menimbulkan rasa putus asa dan nihilisme akibat kurangnya nilai keteguhan hati dalam diri, sifat iri tanpa dasar nyata terhadap orang baru akibat tidak adanya nilai kebajikan, jabatan yang tinggi membuat kurangnya rasa sopan dan hormat kepada orang tua akibat dari kurangnya nilai kesopanan dan nilai kehormatan, pemilihan ketua demi keuntungan kelompok akibat kurangnya nilai ketulusan hati dan nilai kehormatan terhadap jabatan yang dimiliki, masuknya budaya Barat secara besar-besaran tanpa penyaringan terlebih dahulu dapat menyebabkan perubahan pemikiran yang dapat mengikisnya kebudayaan asli Jepang dan berkurangnya rasa nasionalisme seorang warga negara terhadap bangsanya akibat berkurangnya nilai kesetiaan, sehingga dapat diketahui bahwa dampak negatif dari restorasi Meiji ini merujuk pada sikap dekadensi moral dari konsep kemoralan bushidoo yang diyakini oleh masyarakat Jepang. Kedua, fakta sosio-historis masyarakat Jepang yang terdapat dalam novel Bocchan ini tertuang pada penggambaran keadaan dan tokoh-tokoh antagonis 83 yang direfleksikan dengan konsep kemoralan Bushidoo. Dekadensi moral yang terdapat dalam tokoh-tokoh antagonis adalah ketidakjujuran si Kemeja Merah dan Ikagin, ketidakteguhan hati tokoh Madonna terhadap calon pasangannya, si Kemeja Merah dan Yoshikawa yang sewenang-wenang atas jabatannya untuk menyukseskan rencana pribadinya, ketidaksopanan murid-murid terhadap Bocchan selaku guru baru di sekolah, ketidaktulusan hati Ikagin dalam menerima Bocchan sebagai anak kosnya, si Kemeja Merah yang tidak menghormati jabatan yang diembannya, dan kurangnya rasa nasionalisme si Kemeja Merah dan Madonna, serta ketidasetiaan Madonna terhadap calon pasangnya. Ketiga, korelasi antara dekadensi moral tokoh-tokoh antagonis dengan dekadensi moral yang terjadi dalam masyarakat Jepang pada zaman Meiji. Tokoh si Kemeja Merah berbohong atas ucapannya kepada Bocchan dikategorikan sebagai berkurangnya nilai kejujuran, rasa putus asa Madonna dan berpindah ke lain hati dan ketidakjujuran Ikagin menjual barang antik palsu dikategorikan sebagai berkurangnya nilai keteguhan hati, perilaku sewenang-wenang si Kemeja Merah dan Yoshikawa dikategorikan sebagai berkurangnya nilai kebajikan, sikap tidak sopan murid-murid SMU kepada Bocchan dan tidak sopannya Ikagin dalam menyeduhkan teh milik Bocchan dikategorikan sebagai berkurangnya nilai kesopanan, adu domba Ikagin terhadap Bocchan dan Hotta, dan menjual barang dikategorikan sebagai berkurangnya nilai ketulusan hati, kelicikan dan kesenonohan si Kemeja Merah yang tidak sesuai dengan tanggung jawab atas jabatannya dikategorikan sebagai berkurangnya nilai kehormatan, gaya kebarat- 84 baratan tokoh si Kemeja Merah dan Madonna, serta sikap tidak setia Madonna kepada Koga dikategorikan sebagai berkurangnya nilai kesetiaan. Dari ketiga hal tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya korelasi antara dekadensi moral tokoh-tokoh antagonis dalam novel Bocchan dengan dekadensi moral yang terjadi dalam masyarakat Jepang pada zaman Meiji dengan menggunakan konsep kemoralan bushidoo. Dengan adanya dekadensi moral yang terjadi pada masyarakat Jepang di zaman Meiji ini menunjukkan bahwa pada setiap perubahan yang besar maka dibutuhkan pengorbanan yang besar pula, yang dimaksud pengorbanan adalah proses menuju ke kesuksesan. Kesamaan-kesamaan tersebut tidak lepas dari campur tangan pengarang dalam menuangkan ide dan penggambaran cerita dalam novel. Meskipun novel sejatinya adalah sebuah karya fiksi, tetapi dalam penceritaannya novel bisa tampak begitu nyata karena diciptakan oleh sesuatu yang hidup atau nyata, yaitu pengarang. Di mana seorang pengarang pasti mengalami suatu kondisi dan situasi suatu masyarakat di suatu wilayah dan di masa tertentu ketika penciptaan karya. Oleh karena itu, secara tidak langsung pengarang menuangkan ide-idenya berdasarkan pengalaman pribadi dan tambahan lainnya.