3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Investasi pasar modal merupakan lahan yang subur bagi masyarakat untuk mencari keuntungan atau melipat gandakan modalnya tanpa harus bekerja keras berjamjam di kantor. Maka dari itu, semakin lama semakin bertambah banyak orang yang menginvestasikan modalnya di pasar modal dan semakin banyak pula produk-produk baru yang bermunculan di pasar modal. Akan tetapi hal ini juga tidak mengesampingkan faktor-faktor luar yang dapat mempengaruhi pergerakan naik turunnya harga produkproduk di pasar modal. Para investor yang ingin menanamkan modalnya di pasar modal akan mempertimbangkan beberapa hal sebelum menanamkan modalnya. Walaupun demikian, para pemilik modal tersebut hanya mempunyai satu tujuan utama, yaitu untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Hal pertama yang menjadi pertimbangan adalah mengenai instrumen pasar modal apa yang akan dipilih untuk dijadikan sasaran investasi. Bermacam-macam instrumen pasar modal yang diperjualbelikan, baik yang sifatnya pokok seperti saham dan obligasi maupun yang sifatnya turunan seperti reksa dana (mutual fund) atau unit link. Masing-masing instrumen tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya sehingga para investor dapat menentukan pilihan sesuai dengan keinginannya. Hal ini juga tidak terlepas dari seberapa besar keberanian investor untuk menanggung risiko kerugian. Jika ingin mendapatkan keuntungan yang besar, maka 3 4 penanam modal harus siap untuk menanggung risiko kerugian yang besar pula bila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan, seperti krisis ekonomi misalnya yang mengakibatkan harga produk-produk pasar modal turun secara drastis. Instrumen pasar modal seperti saham, merupakan instrumen pasar modal yang langsung berhubungan dengan pelaku usaha, yaitu perusahaan terbuka atau emiten. Pergerakan harga saham sangat cepat, karena hal ini dipengaruhi oleh kinerja perusahaan dan minat masyarakat terhadap saham perusahaan tersebut, selain itu juga banyak faktor di luar kedua hal tadi yang dapat mempengaruhi harga saham, seperti stabilitas ekonomi atau politik. Karena cepatnya pergerakan harga saham, baik turun maupun naiknya, maka saham memiliki risiko yang cukup tinggi. Selain itu, dengan membeli saham, maka secara otomatis investor tersebut menjadi bagian dari perusahaan atau sebagai salah satu pemilik dari perusahaan tersebut dan yang lebih penting lagi, tidak adanya jaminan bagi penanam modal atau pembeli saham akan mendapatkan kembali modalnya jika sesuatu hal terjadi yang mengakibatkan harga saham anjlok. Apabila perusahaan tersebut bekerja dengan baik, sehat dan selalu mendapatkan keuntungan yang besar maka harga saham perusahaan tersebut akan naik, karena akan ada banyak orang yang tertarik untuk membeli saham perusahaan tersebut, dan begitu juga sebaliknya jika kinerja perusahaan buruk maka harga saham perusahaan tersebut dapat merosot dengan cepat dan drastis karena para investor enggan untuk membeli saham perusahaan tersebut. Berbeda dengan saham, namun sama-sama merupakan instrumen pokok dalam pasar modal, obligasi menawarkan keuntungan kepada investor melalui kupon atau suku 4 5 bunga. Obligasi mempunyai karakteristik tersendiri, dalam hal menarik minat investor untuk menanamkan modalnya. Obligasi itu sendiri merupakan surat utang jangka panjang yang diterbitkan oleh si peminjam, yaitu perusahaan atau pemerintah, untuk mendapatkan dana segar dari masyarakat yang nantinya dapat dipergunakan untuk keperluan-keperluan seperti perluasan usaha atau membayar utang yang akan jatuh tempo, dengan memberikan imbal balik kepada investor berupa kupon atau suku bunga yang biasanya dibayar tiap tiga bulan, enam bulan atau setahun sekali. Obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah dinamakan dengan Surat Utang Negara ("SUN") yang diatur dalam Undang-undang No. 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara ("UU No. 24 Tahun 2002"). Selain dari itu, masih banyak lagi instrumen turunan dari produk-produk pokok pasar modal di atas. Akan tetapi tetap saja yang menjadi sorotan utama dari para penanam modal adalah apakah mereka dapat mengambil keuntungan yang besar dari investasinya tersebut, seberapa besar tingkat risikonya dan keamanan modal investasi yang telah dikeluarkan apakah terdapat jaminan baginya. Dengan adanya jaminan modal kembali dengan utuh, tentunya dapat melegakan hati para investor, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri dan juga mendorong mereka untuk menambah investasinya di Indonesia. Berkaitan dengan judul dalam penulisan ini, yaitu mengenai keamanan atau jaminan bagi investor yang menanamkan modalnya pada SUN, oleh karena itu, penulis tidak akan menjelaskan panjang lebar mengenai instrumen lain. Hal yang akan menjadi pokok pembahasan pada penulisan ini adalah mengenai standing appropriation clause 5 6 yang terdapat dalam UU No. 24 Tahun 2002. Alasan mengapa penulis membahas mengenai standing appropriation clause ini dikarenakan banyaknya investor obligasi khususnya obligasi pemerintah yang khawatir dan bertanya-tanya apakah modalnya akan kembali dengan utuh setelah jatuh tempo dan kembali dengan tepat waktu dan apakah hal itu dijamin 100% oleh pemerintah selaku penerbit obligasi. Pada dasarnya, standing appropriation adalah pengalokasian dana untuk tujuan tertentu dalam batas waktu yang tidak ditentukan. 1 Adanya aturan ini tentunya untuk melakukan back-up jikalau nantinya terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti pada obligasi pemerintah misalnya, dimana pemerintah menyerap dana masyarakat hingga triliunan rupiah. Hal ini berarti pemerintah mempunyai utang kepada masyarakat yang membeli obligasi tersebut dan di dalam utang tersebut ada bunga yang harus dibayarkan, baik secara per bulan, per tiga bulan, ataupun per semester, hal itu tergantung dari kondisi kupon yang diberikan. Pemerintah selaku pihak yang berutang tentunya harus membayar kembali utang tersebut kepada masyarakat jika sudah jatuh tempo. Disinilah fungsi dari adanya aturan yang dinamakan standing appropriation clause, yaitu dimana pada saat pemerintah tidak mempunyai pendapatan yang dapat digunakan untuk membayar utang dari penerbitan obligasi yang sudah jatuh tempo, pemerintah telah mempunyai dana yang dialokasikan untuk pembayaran utang tersebut jauh-jauh hari sebelum obligasi pemerintah tersebut diterbitkan. 1 International Monetary Fund, 2007, Manual on Fiscal Transparency, IMF, Washington DC, hlm 108. 6 7 Dengan adanya tulisan ini, tentunya diharapkan dapat memberi penjelasan yang mendalam bagi masyarakat khususnya para investor obligasi pemerintah, yang pada saat ini sudah dapat dibeli secara retail atau eceran oleh masyarakat. Teori standing appropriation clause ini sebenarnya telah dipakai oleh negara-negara common law dan negara-negara maju di Eropa dan Asia seperti Australia, Inggris, Amerika Serikat, Jepang dan New Zealand. 2 Sedangkan untuk negara-negara berkembang, contohnya Indonesia, teori ini baru pertama kali diaplikasikan di dalam peraturan perundangundangan yaitu dalam UU No. 24 Tahun 2002. SUN merupakan jenis obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah, sebagaimana ciri-ciri obligasi secara umum, pemerintah pun menerbitkan obligasi pemerintah ini dengan karakteristik yang berbeda-beda, dan mempunyai tujuan yang berbeda-beda pula. Mengenai karakteristik dan tinjauan umum lainnya tentang obligasi akan dijelaskan secara rinci pada Bab II tesis. Hal ini tidak lain adalah untuk memperjelas dan memperdalam pemahaman untuk masuk pada pokok penulisan mengenai standing appropriation clause yang akan dibahas pada Bab IV tesis. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dalam penulisan tesis ini penulis merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaturan mengenai penerbitan SUN di Indonesia? 2 Ibid., hlm 62. 7 8 2. Apakah fungsi dari standing appropriation clause bagi investor SUN di Indonesia? 3. Bagaimana implikasi hukum standing appropriation clause bagi pemerintah selaku penerbit SUN? C. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelurusan yang telah dilakukan oleh penulis di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan Internet, penelitian mengenai standing appropriation clause dalam UU No. 24 Tahun 2002 serta implikasi hukumnya belum pernah dilakukan sebelumnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan hampir tidak adanya buku-buku dan tidak adanya karya-karya ilmiah yang membahas mengenai hal ini di Indonesia sebelumnya dan juga buku-buku yang berasal dari luar negeri. Akan tetapi, penulis menemukan satu tulisan skripsi diperpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada yang mengambil tema mengenai SUN yang berjudul Tinjauan Pelaksanaan Penjualan Surat Utang Negara oleh Bank Indonesia yang ditulis oleh Cut Datin Imanal Putrie pada tahun 2008. Sumber-sumber yang diambil oleh penulis dalam penelitian ini kebanyakan diambil dari peraturan perundang-undangan baik peraturan perundang-undangan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Dari sumber-sumber tersebut penulis melakukan penguraian dan pengkaitan kepada aturan standing appropriation clause yang terdapat dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2002 kemudian menganalisisnya dengan mencari implikasi hukum atau akibat-akibat hukum yang dapat terjadi nantinya 8 9 dengan diberlakukannya standing appropriation clause tersebut, baik bagi pemerintah maupun bagi masyarakat terutama para investor obligasi pemerintah. Dalam penelitian ini penulis menyatakan bahwa tidak terdapat plagiarisme atau pengkopian penelitian dari penelitian-penelitian sebelumnya baik penelitian yang dilakukan oleh penulis-penulis yang berasal dari dalam maupun penulis-penulis yang berasal dari luar negeri, baik penelitian-penelitian yang diterbitkan dalam bentuk buku atau yang tidak diterbitkan dalam bentuk karya ilmiah saja. D. Tujuan Penelitian Berdasar dari beberapa permasalahan pokok yang telah dikemukakan, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini antara lain: 1. Untuk menjelaskan pengaturan mengenai penerbitan SUN di Indonesia; 2. Untuk mengetahui fungsi standing appropriation clause bagi investor SUN di Indonesia; dan 3. Untuk mengetahui implikasi hukum standing appropriation clause bagi pemerintah selaku penerbit SUN. E. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan hukum baik secara teoritis maupun praktis mengenai SUN secara garis besar kepada masyarakat pada umumnya dan juga khususnya bagi individu-individu yang menanamkan modalnya 9 10 pada SUN, serta sebagai bahan referensi bagi kalangan praktisi hukum, mahasiswa dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan memberikan perkembangan mengenai hukum perekonomian terkini khususnya dibidang hukum investasi pada SUN. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan bagi penulis untuk memperoleh gelar Magister Hukum dari Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada. F. Kerangka Teori Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal tidak memberikan definisi obligasi secara spesifik, namun dalam undang-undang tersebut dijelaskan mengenai definisi efek. Undang-undang pasar modal ini menyatakan bahwa obligasi merupakan bagian dari efek, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 5 yang berbunyi: “Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek.” Akan tetapi, pengertian obligasi dapat ditemukan dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 1548/KMK.013/1990 yang diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1199/KMK.010/1991 tentang Tata Cara Menawarkan Obligasi Kepada Masyarakat Oleh Badan Usaha Selain Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, Pasal 1 butir 34 yang berbunyi: “Obligasi ialah bukti yang mengandung janji pembayaran bunga atau janji lain serta pelunasan pokok pinjamannya dilakukan pada tanggal jatuh tempo, sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sejak tanggal emisi” 10 11 UU No. 24 Tahun 2002 memberikan definisi SUN sebagai berikut: “Surat Utang Negara (SUN) adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.” Sedangkan standing appropriation clause diatur dalam ketentuan Pasal 8 ayat (2) UU No. 24 Tahun 2002 sebagai berikut: “Pemerintah wajib membayar bunga dan pokok setiap Surat Utang Negara pada saat jatuh tempo." Ketentuan tersebut menyatakan bahwa pemerintah wajib mengalokasikan dana pelunasan semua SUN yang diterbitkan dan membayarkan kembali semua kewajiban pokok dari penjualan SUN tersebut beserta bunganya pada saat jatuh tempo secara penuh dan tepat waktu. Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal 8 ayat (3) UU No. 24 Tahun 2002 mengatur mengenai sumber pendanaan dari pembayaran bunga dan pokok SUN yang telah jatuh tempo oleh negara sebagai berikut: "Dana untuk membayar bunga dan pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disediakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara setiap tahun sampai dengan berakhirnya kewajiban tersebut." 11 12 Dalam ketentuan Pasal 8 ayat (3) UU No. 24 Tahun 2002 tersebut diatur bahwa kewajiban bunga dan pokok yang timbul akibat penerbitan SUN dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara setiap tahun sampai dengan berakhirnya kewajiban tersebut. Perkiraan dana yang perlu dialokasikan untuk pembayaran kewajiban untuk satu tahun anggaran disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk diperhitungkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang bersangkutan. 12