Biaya Pembangunan Enam Koridor Ekonomi Membengkak Jumat, 15 Januari 2010 JAKARTA (Suara Karya): Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan dana yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pembangunan infrastruktur di enam koridor ekonomi akan membengkak dua kali lipat dari 35 miliar dolar AS menjadi 70 miliar dolar AS. "Karena angka 35 miliar dolar AS dalam tahap studi, jadi kemungkinan akan meningkat dua kali lipat," kata Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas Dedy Supriadi Priatna di Jakarta, Kamis (14/1). Menurut dia, sebanyak enam koridor pembangunan ekonomi ini masih akan dibicarakan dengan pihak Kadin Indonesia dengan Keidanren (Kadin Jepang) pada Maret 2010 di Jepang. Studinya akan dikerjakan oleh Economic Research Institute for Asean and East Asia. Dedy menjelaskan, keenam proyek koridor ekonomi ini akan dikerjakan dengan skema kemitraan antara pemerintah dan swasta (public private partnership/PPP) dan tetap menggunakan tender. "Intinya, Jepang ingin membuat seluruh perusahaan mereka dalam skala ekonomi yang lebih rendah dan terjangkau masyarakat sehingga menghapus ekonomi biaya tinggi dengan pembangunan kawasan ekonomi tersebut. Selain itu juga untuk menarik investasi asing di Indonesia," ujar dia. Untuk pelaksanaan proyek ini, Pemerintah Jepang mengharapkan adanya perbaikan iklim invetasi serta peningkatan kapasitas agar proyek dapat dilaksanakan dengan skema PPP. Pasalnya, Jepang berpengalaman melaksanakan proyek seperti ini di Mumbai (India Economic Corridor) dengan dana sebesar 1,5 miliar dolar AS dari Japan Bank of International Coorporation (JBIC). Lebih jauh Dedy mengatakan, diusulkan agar pembangunan enam koridor ekonomi di Kalimantan, Sulawesi, dan Papua (80 persen). Sedangkan sisanya 20 persen ditujukan untuk mendukung daerah-daerah lain yang masih butuh pendanaan. Infrastruktur KA Di sisi lain, Pemerintah Jerman melalui KfW Bankengruppe menyetujui pengucuran kredit lunak jangka panjang senilai Rp 439 miliar untuk pembiayaan pengembangan jaringan kereta api (KA). Bantuan kredit ini diharapkan bisa direalisasikan pada tahun ini untuk pembangunan jaringan kereta api (KA) di Jawa dan Sumatera. Direktur Perwakilan KfW Jakarta Bjurn Thies menyebutkan, kucuran kredit ini terkait dengan kesepakatan kerja sama kedua negara di bidang infrastruktur, terutama yang berkaitan dengan upaya pemerintah mengurangi gas buang. "Melalui KfW, Pemerintah Jerman menyediakan pinjaman lunak senilai sekitar Rp 439 miliar," katanya. Menurut dia, Pemerintah Indonesia melalui Departemen Keuangan telah menandatangani perjanjian dengan Bank Pembangunan Jerman KfW Bankengruppe pada 17 Desember 2009. Kerja sama ini terutama untuk membiayai peningkatan pemeliharaan rel kereta api di Jawa. Proyek ini juga membantu upaya Pemerintah Indonesia untuk memperkuat sistem perkeretaapian. Apalagi KA memiliki peran penting dalam upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di sektor transportasi. Dengan adanya perjanjian kerja sama ini, maka paket lengkap terdiri dari peralatan, mesin, dan komponen akan didatangkan. Sementara itu, Direktur Keselamatan dan Teknik Operasi Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Hermanto membenarkan kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan Jerman pada Desember 2009. "Kesepakatan ini terkait pembelian peralatan untuk pemeliharaan rel kereta api di Jawa, khususnya untuk membenarkan posisi rel," katanya. (Indra/Sayamsuri S)