BAB 2 LANDASAN TEORI

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
Dengan bermunculannya bidang usaha yang beragam, konsumen makin
leluasa memilih sesuai dengan kebutuhannya dan konsumen pun saat ini memiliki
bargaining power yang kuat dalam melakukan pembelian. Maka dari itu sebagai
produsen atau penawar barang/jasa sangat memerlukan strategi yang tepat guna
agar dapat memenangkan persaingan pasar saat ini. Perusahaan tidak lagi menjual
barang/jasa yang sekiranya perusahaan tersebut ingin menjual, tetapi lebih dilihat
dari kebutuhan dan keinginan pasar yang ada. Keadaan ini memunculkan suatu
pendekatan yang lebih mengarah ke persepsi konsumen dalam membuat suatu
strategi pemasaran.
Studi
Ethnography
merupakan
suatu
teknik
untuk
mendapatkan
pemahaman yang lebih dalam mengenai persepsi dan kepribadian konsumen.
Sehingga untuk melakukan strategi pemasaran berdasarkan keinginan konsumen,
sangatlah tepat dilakukan terlebih dahulu teknik Ethnography untuk mendapatkan
insight dari konsumen. Menelaah lebih jauh konsumen lebih dikenal dengan
Consumer Insight yaitu suatu kegiatan untuk mendapatkan informasi yang dalam
dan lengkap mengenai pandangan atau persepsi paling jujur dari target konsumen.
Dengan menelaah lebih jauh pada persepsi konsumen, perusahaan akan
mendapatkan pengetahuan yang lebih mendalam terhadap keinginan dan
kebutuhan konsumen, sehingga tujuan utama suatu perusahaan yaitu memuaskan
pelanggannya dapat terpenuhi.
1.1 Consumer Insight
Definisi Insight menurut thefreedictionary.com adalah kemampuan untuk
melihat secara jelas atau mendalam suatu sifat yang alami. Menurut
hamilton(2007), consumer insight adalah sebuah aspek yang sangat luas, bukan
hanya meliputi bagaimana cara konsumen menggunakan sebuah produk atau jasa,
tetapi juga bagaimana mereka menggunakan sebuah media, khususnya media
digital.
Saat ini, konsumen tidak hanya sekedar melihat sebuah advertising atau
”marketing message” sebagai sebuah hal untuk didengar dan dibaca saja (one –
way broadcast model), tetapi mereka juga memberikan feedback, masukan dan
informasi, melalui beragam jenis media seperti : blog, social network, Youtube
videos dan text messaging (two way broadcast model).
Dari media – media itulah perusahaan mendapatkan kesempatan untuk
dapat berinteraksi dengan konsumen, dan mendapatkan ”insight” baru dari
mereka.
60 % marketer telah melakukan survey terhadap prilaku konsumen
terhadap penggunaan ”new media”. Dan sebagaian besar diantara menyatakan
bahwa Ethnography adalah sebuah bagian penting yang dapat digunakan sebagai
sebuah alat dalam pengembangan strategi marketing .
Dengan bantuan media dan analisa Ethnography, akan sangat mungkin
bagi marketer untuk mempelajari konsumen melalui diskusi real – time dengan
mereka.
Penerapan teknik Ethnography akan menghasilkan Insight dari konsumen
yang sedang diteliti. Dunia bisnis saat ini sering kali dihadapi dengan kebutuhan
untuk mengetahui insight dari konsumennya secara detail dan dapat dijadikan
acuan bagi bisnis untuk mendapatkan competitive advantage diantara pesaingnya.
Consumer Insight merupakan pendekatan yang sangat baik apabila ingin
mendapatkan pemahaman yang dalam terhadap kehidupan, tingkah laku, dan
sikap konsumen. Ritual dari studi ini akan menyelam lebih dalam terhadap
konsumen yang memiliki suatu spesifik target bagi peneliti didalam area tingkah
laku tertentu.
Kevin lane keller, brian Sternthal, and Alice tybout(2002) mengatakan
bahwa consumer insight association dilakukan ketika, satu brand dengan brand
yang lain tidak memiliki perbedaan yang mencolok untuk bisa bersaing di dalam
sebuah kompetisi.
Tujuannya untuk mengkaji lebih jauh dan lebih mendalam lagi, apa yang
sebenarnya di perlukan dan ada dalam “consumer insight”, sehingga akan
didapatkan suatu tujuan yang sebenar- benarnya diinginkan oleh konsumen.
Seperti juga yang dikatakan S.Rachamander(2000), bahwa consumer
insight erat kaitannya dengan marketing insight, dimana untuk bisa mencapai
tujuan sebuah marketing insight, sangat penting adanya untuk “mendengarkan
konsumen” dimana saja mereka berada, mencari tahu apa yang sbenarnya mereka
rasakan, mereka cium dan mereka sentuh itulah kuncinya.
1.2 Penerapan Consumer Insight Wedding Organizer
Oleh sebab itu, mencari tahu dan mengetahui “Consumer Insight” calon
pasangan pengantin adalah sebuah syarat yang mutlak bagi kelanggengan sebuah
Wedding Organizer. Dimana mereka harus mampu menjalin kerjasama dan
komunikasi yang baik dengan calon pasangan pengantin. Mereka juga harus bisa
menyelami pribadi masing – masing individu calon pasangan pengantin, mencari
tahu kepribadian mereka, kesenangan mereka, gaya hidup mereka, cara mereka
bersosialisasi, dan intisari penting lainnya sehingga pada akhirnya Wedding
Organizer akan mengetahui secara pasti apa yang sebenarnya diinginkan oleh
calon pasangan pengantin dan apa sebenarnya yang terbaik dan paling cocok bagi
mereka.
Dengan menyelami “Consumer Insight”, Wedding Organizer akan tampil
sebagai mediator, penengah dan pembawa solusi bagi permasalahan –
permasalahan yang sering kali ditemui antara Key Stakeholder di tengah – tengah
persiapan pernikahan. Karena sebagian besar dari calon pasangan pengantin
adalah individu- individu yang juga tidak terlalu dapat terbuka terhadap
permasalahannya seputar persiapan dan pesta pernikahannya. Padahal bisa saja
permasalahan tersebut adalah sebuah masalah yang penting dan berpengaruh
terhadap pesta pernikahannya, yang semestinya bisa diselesaikan dengan baik
apabila didiskusikan bersama-sama. Sebagai contoh masalah umum yang sering
kali disembunyikan oleh calon pasangan pengantin, khususnya calon pengantin
wanita adalah masalah berat badan. Dimana calon pengantin wanita yang
memiliki kelebihan berat badan, biasanya akan melakukan berbagai macam cara
untuk mengurangi beberapa kilogram dari berat badannya, salah satunya dengan
usaha ekstra keras dalam berolahraga dan diet sangat ketat. Seringkali calon
pengantin wanita tidak terbuka terhadap “usaha” yang sedang dijalankannya itu,
Sehingga pada akhirnya yang banyak terjadi adalah, mereka terlihat pucat,lemas
dan tidak fresh pada saat “Her Big Day” itu sendiri. Tidak jarang pula yang pada
akhirnya jatuh pingsan di pelaminan pada saat pesta pernikahan mereka. Sebuah
ironi yang tidak seharusnya terjadi bila mereka mau terbuka dan berkonsultasi
dengan pihak lain, sehingga calon pengantin wanita yang berjuang untuk tampil
sempurna di hari besarnya malah tidak bisa menikmati hari bahagianya.
Consumer Insight juga merupakan wadah bagi Weding Organizer untuk
menggali ide-ide dan inspirasi – inspirasi baru dari calon pasangan pengantin,
Bisa saja inspirasi – inspirasi tersebut adalah merupakan sebuah inovasi dan
rekomendasi terbaru dari mereka, yang bisa dijadikan sumber informasi dan
pembelajaran bagi Wedding Organizer untuk bisa menyajikan sesuatu yang “IT”
dan “FRESH” bagi calon pasangan pengantin lain. Karena tidak jarang konsumen
mengemukakan ide – idenya yang orisinil, yang diperolehnya dari sumber lain
dan dari tempat yang berbeda. Misalnya saja dari majalah perkawinan di luar
negeri, atau dari website-website terbaru, Sehingga bisa dikatakan “Consumer
Insight” calon pasangan pengantin, juga merupakan buku, ilmu, referensi dan
sumber informasi dalam bentuk lain.
Berbicara panjang lebar mengenai penyelaman mendalam sebuah Wedding
Organizer terhadap “ Consumer Insight” calon pengantin, dapat dijabarkan
mengenai
definisi
“Consumer
Insight”,
seprti
dikutip
dari
pernyataan
Amalia.E.Maulana, (SWA , 15 Oktober 2004),
Insight – "A clear, deep and sometimes sudden understanding of a complicated
problem or situation, or the ability to have such an understanding".
Yang menarik dari definisi ini adalah perpaduan dari tiga unsur yaitu:
•
unsur deep - atau kedalaman pemahaman materi
•
unsur complex - yaitu mencakup kompleksitas dari masalah
yang dibahas
•
unsur sudden - dari segi waktu, yaitu sesuatu yang dimengerti
secara tiba-tiba
Sesuatu yang insightful berarti berisikan informasi yang mendalam pada
suatu obyek permasalahan yang kompleks, dan ditemukannya tidak setiap saat.
Dalam beberapa kamus lain, dijelaskan bahwa insight ini biasanya original
dan breakthrough. Lebih jauh dikatakan, insight merupakan sebuah flash, artinya
suatu pengetahuan yang brilliant, yang muncul secara tiba-tiba. Kata kunci
lainnya, insight ini bersifat intuitive, dan disejajarkan dengan sixth sense atau
indera keenam. Pengertian insight dalam konteks psikologi adalah mencari tahu
secara lebih mendalam apa latar belakang dan faktor-faktor yang mendorong
perbuatan, pemikiran dan perilaku seseorang. Dari definisi-definisi tersebut,
perpaduan antara Consumer dan Insight kira-kira akan menjadi seperti ini:
"Proses mencari tahu secara lebih mendalam dan holistik, tentang latar
belakang
perbuatan,
pemikiran
dan perilaku seorang konsumen yang
berhubungan dengan produk dan komunikasi iklannya".
1.3 Menelaah Konsumen
Konsumen memiliki tahapan dalam proses keputusan pembelian sebuah
produk / jasa. Tergantung dari besarnya nilai baik secara rasional maupun
emosional produk tersebut akan mempengaruhi proses pembelian produk / jasa
tersebut. Berdasarkan teori AIDA Model yang ditulis oleh Lewis (1898), Model
AIDA menggambarkan proses dasar suatu individu yang mana menjadi
termotivasi untuk melakukan pembelian berdasarkan rangsangan eksternal dari
wakil penjualan.
Motivasi untuk melakukan pembelian ini bergantung kepada; Awareness,
yaitu pengetahuan terhadap produk tersebut; Interest, tertarik terhadap produk
tersebut; Desire, keinginan memiliki produk tersebut, dan Action, yang akhirnya
memutuskan untuk menggunakan produk tersebut.
Gambar 1.3.2.1-1AIDA Funnel Model Lewis (1898)
Dilihat dari AIDA funnel model tersebut, konsumen memiliki tahapan
dalam melakukan pembelian. Apalagi produk / jasa tersebut memiliki nilai tinggi
bagi konsumen. Semakin tinggi nilai dari suatu produk / jasa, maka proses
pengambilan keputusan juga semakin rumit. Sebelum menentukan pilihan pilihan,
konsumen akan berfikir panjang termasuk juga keterlibatan dari berbagai pihak
dan alasan.
Dalam mengambil keputusan, konsumen bertindak berdasarkan nilai
rasional dan emosionalnya terhadap nilai dari produk / jasa tersebut.
adCracker.com menuliskan bahwa, ada beberapa cara untuk mengerti psikologi
dan tingkah laku dari target konsumen. Involvement atau keterlibatan termasuk
didalamnya adalah waktu, pikiran, energi dan sumber lain dimana individu
memiliki pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. apabila produk /
jasa tersebut memiliki nilai yang besar, maka proses pengambilan keputusannya
akan dihadapkan pada keterlibatan tinggi berdasarkan pikiran rasional maupun
emosional.
1.3.1 High Involvement
Gambar 1.3.2.1-1 High Involvement Model oleh Bett (2006)
Bagan diatas menjelaskan dua bisnis strategi dalam sebuah
perusahaan pelayanan, dimana yang pertama adalah; Sebuah strategi pada
perusahaan yang memiliki volume produksi tinggi, biaya produksi rendah,
standarisasi dalam system pembayaran, dan memproduksi sebuah produk
yang rasional. Sedangkan yang satu lagi adalah sebuah perusahaan dengan
strategi, membangun peningkatan pendapatan melalui customization.
Pada bagan ini dijelaskan kedua perusahaan tersebut memiliki
strategi yang berbeda dalam menghadapi konsumennya. Seperti dijelaskan
oleh Pine(2003), Bahwa dasar dari sebuah market – driven management
adalah bagaimana mensegmenkan, mentargetkan, dan memposisikan sebuah
produk secara tepat. Segmen; berarti mengelompokkan konsumen yang
memiliki kebutuhan yang sama ke dalam kelompok – kelompoknya masing
– masing. Target adalah menentukan target dari segment tersebut, kelompok
konsumen yang memiliki kesesuaian dengan kemampuan produksi
perusahaan, Dan memiliki suatu nilai yang potential bagi perusahaan
(misalnya target tersebut dapat membawa perusahaan kepada peningkatan
pendapatan, penjualan, ataupun asset). Memposisikan, berarti menempatkan
produk yang sudah dibuat kedalam benak konsumen yang menjadi target
perusahaan. Dan yang terakhir adalah membuat sebuah produk yang
memenuhi persyaratan yang diinginkan oleh konsumen yang menjadi target
perusahaan.
Ries dan Trout(1986, 44) mengatakan bahwa “the consumer mind”
yang menggarap persepsi manusia itu adalah medan perang pemasaran
terutama dalam kiat – kiat positioning. Potioning adalah kiat mempengaruhi
dan membentuk persepsi konsumen terhadap produk atau merek yang
diperkenalkan. Dalam tulisannya, mereka mengatakan sabagai berikut,
“marketing battles are fought inside the mind. Inside your own mind and
inside the mind of your prospects, everyday of the week. The mind is the
battle ground. A terrain that is tricky and difficult to understand. The entire
ground is just 6 inches wide.”
Dapat dilihat kembali pada bagan diatas, bahwa ketika sebuah
segmen konsumen memiliki high value yang semakin tinggi maka semakin
tinggi pula high envolvement yang harus bisa diberikan oleh perusahaan,
dalam hal ini konteksnya adalah karyawan/pegawai perusahaan. Hal ini bisa
terjadi karena misalnya, konsumen harus mengeluarkan uang yang tidak
sedikit untuk mendapatkan service/produk tersebut, service/produk tersebut
memiliki value yang tinggi., contoh yang lain adalah, ketika service/produk
hanya akan digunakan sekali seumur hidup oleh konsumen, dalam hal ini
contoh yang dapat diambil adalah pemilihan sebuah Wedding Organizer,
Karena Wedding Organizer erat kaitannya dengan rencana pernikahan
seseorang, Oleh sebab itu Wedding Organizer termasuk ke dalam jenis
usaha yang memiliki High Envolvement yang sangat tinggi, karena
perusahaan dituntut untuk dapat memberikan service yang maksimal kepada
konsumennya, mulai dari merancang konsep yang tepat, memberikan
masukan – masukan dan ide mengenai konsep tersebut, memberikan
konsultasi mengenai vendor-vendor yang terbaik, menjawab segala
pertanyaan yang ditanyakan konsumen menyangkut rencana pernikahannya,
hingga menjadi mediator atau pihak ketiga yang menjadi penengah bagi
kedua belah pihak keluarga besar calon pasangan pengantin.
Prasetijo dan Ihalauw memfokuskan proses pembelian konsumen
pada “Konsep Keputusan”, dimana keputusan sebagai suatu pemilihan
tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Dengan kata lain, orang yang
mengambil keputusan harus mempunyai satu pilihan dari beberapa alternatif
yang ada. Bila seseorang dihadapkan pada dua pilihan, yaitu membeli dan
tidak membeli, dan kemudian dia memilih membeli, maka dia ada dalam
posisi membuat suatu keputusan.
Bila ditinjau dari alternatif yang harus dicari, sebetulnya dalam
proses pengambilan keputusan, konsumen harus melakukan pemecahan
masalah. Masalah itu timbul dari kebutuhan yang dirasakan dan
keinginannya untuk memenuhi kebutuhan itu dengan konsumsi produk atau
jasa yang sesuai. Pemecahan masalah ini memiliki tiga tingkatan, yaitu ;
Pemecahan masalah yang mensyaratkan respon yang rutin.
Keputusan yang diambil tidak disertai dengan usaha yang cukup untuk
mencari informasi dan menentukan alternatif. Banyak sekali keputusan yang
dibuat secara rutin, tanpa pikir panjang misalnya : setiap pagi seseorang
makan nasi dan bukan mendatangi temannya, dan lain sebagainya.
Pemecahan
masalah
dengan
proses
yang
tidak
berbelit
–
belit(terbatas). Karena sudah ada tahap pemecahan masalah yang telah
dikuasai. Keputusan untuk memecahkan masalah dalam hal ini sangat
sederhana. Jalan pintas kognitif yang menjadi ciri khas pemecahan masalah
ini, menyebabkan seseorang tidak peduli dengan ada atau tidaknya
informasi.
Konsumen menggunakan kriteria yang kurang lebih sudah terbentuk,
untuk mengevaluasi kategori produk dan merek – merek dalam kategori
tersebut. Bila ada informasi, informasi itu hanya digunakan untuk
membedakan merek yang satu dengan yang lain, Contohnya; Bila ingin
membeli mobil misalnya, ia sudah mempunyai kriteria untuk mengevaluasi
produk tersebut. Bila ada informasi, ia hanya menggunakan informasi ini
untuk membedakan antara mobil Honda dan mobil Toyota.
Pemecahan masalah yang dilakukan dengan upaya yang lebih berhati
– hati dan penuh pertimbangan (pemecahan masalah yang lebih intensif).
Dalam tingkatan ini konsumen memerlukan informasi yang relative lengkap
untuk membentuk kriteria evaluasi, karena dia belum mempunyai kriteria
yang baku. Proses pemecahan masalah menjadi lebih rumit dan panjang, dan
biasanya mengikuti proses tradisional, mulai sadar akan kebutuhan, motivasi
untuk memenuhi kebutuhan itu, mecari informasi, mengambangkan
alternatif, memilih satu dari alternatif-alternatif tersebut, dan memutuskan
untuk membeli.
Hal ini terutama bila menyangkut produk yang gampang dilihat orang
lain, dan sangat mempengaruhi citra diri sosial seseorang. Pembelian
perabot rumah tannga, misalnya memerlukan pertimbangan yang masak,
karena perabot rumah tangga mudah dilihat oleh tamu, tetangga, atau teman
lain yang sering disebut significant others.
1.3.2 Konsumen sebagai Individu
1.3.2.1 Motivasi Konsumen
Motivasi merupakan faktor pendorong bagi seseorang untuk
melakukan suatu tindakan. Faktor pendorong ini dihasilkan dari
suatu kebutuhan yang belum terpenuhi. Dengan didorong suatu
kebutuhan maka individu tersebut akan melakukan tindakan untuk
mencapai tujuannya.
Semua individu memiliki keinginan dan kebutuhan masingmasing. Ada kebutuhan primer dan ada yang hanya sebagai
kebutuhan tambahan. Kebutuhan primer mencakup didalamnya
sandang, pangan, dan papan. Apabila kebutuhan primer tersebut
sudah dipenuhi, individu cenderung akan ingin memenuhi kebutuhan
tambahannya. Disinilah munculnya bermacam-macam produk dan
penawaran bagi masyarakat luas, dan merupakan suatu kesempatan
besar bagi market industri untuk dapat mencari peluang – peluang
dalam menjual suatu produk/jasa.
Menurut Schiffman (2004, p88) untuk memahami model dari
proses motivasi dapat dilihat dari gambar 2.3.2-1 Model of
Motivation Process.
gambar 1.3.2.1-1Model of Motivation Process Schiffman (2004, p88)
1.3.2.2 Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen merupakan suatu karakteristik sifat yang
dimiliki individu. Untuk memahami keinginan konsumen diperlukan
adanya analisa mengenai apa yang mereka pikirkan (cognition), apa
yang mereka rasakan (affect), apa yang mereka lakukan (behavior),
serta hal disekitarnya (environment) yang mempengaruhi serta
dipengaruhi oleh affect, cognition, dan behavior. Dari 4 elemen ini
akan menghasilkan persepsi konsumen dari pengalamannya dalam
suatu kegiatan, rasa atau penggunaan benda.
1.3.2.3 Persepsi Konsumen
Persepsi dapat muncul oleh bermacam-macam sebab.persepsi
ini distimuli dari sensor alami manusia yaitu, mata dengan
penglihatannya, telinga dengan suara yang didengarnya, hidung
dengan penciumannya, mulut dengan rasa dilidahnya,
dan kulit
dengan
ini
tekstur
yang
disentuhnya.
Sensor
indra
akan
menimbulkan persepsi bagi manusia. Apakah hal itu menyenangkan,
cocok dengan selera atau mungkin justru membuat tidak nyaman.
Persepsi tiap individu pastinya berbeda.
Persepsi
mengambil
jugalah
keputusan,
yang
apakah
mendorong
hal
itu
seseorang
dapat
untuk
memuaskan
kebutuhannya atau tidak.
1.3.3 Konsumen dengan keberadaan sosial dan budayanya
1.3.3.1 Referensi kelompok dan pengaruh keluarga
Suatu kelompok dapat merupakan 2 atau lebih manusia yang
saling berinteraksi untuk menghasilkan suatu tujuan. Didalam
konsep perilaku konsumen referensi kelompok adalah memberikan
suatu pandangan yang berbeda, dalam kumpulan
individu yang
memberikan nilai, perilaku, sikap atau spesifik tujuan yang berbedabeda. Referensi yang didapat dari teman atau pengaruh keluarga
dapat menjadi bahan pertimbangan oleh konsumen dalam mengambil
keputusan.
1.3.3.2 Kelas sosial dan perilakunya
Kelas sosial dapat mempengaruhi bagaimana suatu individu
bersikap. Ada beberapa kategori kelas sosial yang ada didalam
masyarakat. Ditiap kelas sosial otomatis memiliki variabel berbeda
dimana dalam pemilihan keputusan akan mempengaruhi status
sosialnya.
1.3.3.3 Pengaruh budaya terhadap perilaku konsumen
Budaya pada umumnya muncul dari lahir. Khususnya di
Indonesia dengan budaya dan adat istiadat yang berbeda, melahirkan
beragam perilaku dari tiap konsumen dalam kesehariannya.
1.4 Proses Keputusan Pembelian
Menurut kotler (2003, p204), pada umumnya ada 5 tahapan yang dilewati
oleh pembeli dalam proses keputusan membeli suatu produk seperti terlihat pada
gambar, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif,
keputusan membeli dan perilaku paska pembelian. Proses pembelian dimulai jauh
sebelum tindakan pembelian dimulai jauh sebelum tindakan pembelian dan
berlanjut lama sesudahnya sehingga produsen barang/jasa perlu memusatkan
perhatian pada proses pembelian secara keseluruhan dan bukan hanya keputusan
pembelian saja.
Gambar 1.3.3.3-1Model 5 Phase Proses Pembelian Pelanggan Kotler (2003)
Penjelasan dari tiap fase diatas akan dijelaskan pada sub bab dibawah ini.
1.4.1 Identifikasi Masalah
Proses membeli diawali saat konsumen menyadari adalah kebutuhan
atau masalah. pada tahap ini produsen harus meneliti konsumen untuk
mengetahui kebutuhan atau masalah apa yang muncul, apa yang menarik,
dan bagaimana hal menarik itu membawa konsumen pada produk tertentu.
Dengan informasi ini, produsen dapat mengetahui faktor apa saja
yang paling sering memicu minat akan suatu produk sehingga produsen
dapat mengembangkan suatu trategi sehingga konsumen dapat terpuaskan
keinginannya.
1.4.2 Pencarian Informasi
Dalam mencari informasi, konsumen akan melalui proses dimana
pada akhirnya muncul suatu keputusan apakah produk tersebut akan
digunakan atau tidak. Pada dasarnya konsumen akan mencari informasi dari
lingkungan terdekatnya seperti keluarga, teman, kenalan, iklan komersial
atau sumber-sumber lainnya.
Semakin banyak informasi ang diperoleh semakin bertambah juga
kesadaran konsumen dan pengetahuan mengenai produk tersebut dan produk
penggantinya.
1.4.3 Evaluasi Alternatif
Konsumen dalam mengevaluasi alternatif produk yang akan dibeli
tergantung pada masing-masing individu dan situasi membeli yang spesifik.
Dalam beberapa keadaan konsumen menggunakan perhitungan yang tepat
dan pemikiran-pemikirannya. Dapat juga dalam keadaan yang berbeda
konsumen tersebut tidak melakukan evaluasi terlebih dahulu hanya
berdasarkan dorongan sesaat dan tergantung pada intuisi.
Keluarga, teman, kenalan, lingkungan sosial, media, dan aspek
lainnya tidak hanya berperan dalam memberikan masukan informasi pada
konsumen dalam mengambil sebuah keputusan, tetapi dalam mengevaluasi
infomasi – informasi yang didapatpun seringkali mereka dipengaruhi oleh
banyak pihak.
Untuk itu ada baiknya produsen harus mempelajari pembeli untuk
mengetahui bagaimana sebenarnya mereka mengevaluasi alternatif sehingga
produsen dapat
membuat strategi untuk
mempengaruhi keputusan
pembelian.
1.4.4 Keputusan Pembelian
Pada tahan keputusan pembelian merupakan keputusan dimana
konsumen secara nyata benar-benar membeli produk tersebut. Pada
umumnya keputusan membeli ditumbuhkan oleh 2 faktor yaitu niat untuk
membeli dan keputusan untuk membeli.
Faktor pertama adalah sikap pihak lain yang negatif terhadap
alternatif pilihan. Pihak lain ini bisa orang-orang yang dekat dengan pembeli
maupun pihak ketiga yang mempublikasikan hasil evaluasi mereka atas
suatu produk.
Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak diharapkan dan tidak
dapat dihindari. Konsumen mungkin membentuk niat membeli berdasarkan
pada faktor-faktor seperti pendapatan, harga yang diharapkan, dan manfaat
produk yang diharapkan.
1.4.5 Perilaku setelah pembelian
Proses akhir merupakan tahan dimana proses perilaku setelah
pembelian. Konsumen dapat mengambil tindakan lebih lanjut setelah
membeli berdasarkan kepuasannya. Apabila setelah membeli produk
konsumen merasa tidak puas, hal ini dapat berdampak negative bagi
produsen. Karena saat ini kekuatan word of mouth sangat kuat. Sehingga
harus dipastika konsumen merasa diperdulikan walaupun pembelian telah
dilakukan.
Kepuasan pelanggan sangat penting, karena penjualan perusahaan
datang dari 2 kelompok dasar, yaitu pelanggan baru dan pelanggan lama.
Biasaya biaya untuk menarik pelanggan baru lebih besar ketimbang
mempertahankan pelanggan lama, dan cara terbaik untuk mempertahankan
pelanggan lama adalah dengan membuat konsumen merasa puas. pelanggan
yang puas cenderung akan membeli produk berulang kali dan memberikan
pandangannya kepada orang lain terhadap kepuasan pada produk tersebut.
Sedangkan pelanggan yang tidak puas cenderung akan menceritakan
pengalamannya ke lebih banyak orang dan sedikit yang menyampaikan
keluhannya langsung kepada perusahaan. Hal ini dapat sangat merugikan
perusahaan.
Hasil dari studi akan datang dalam berbagai bentuk tergantung dari
kebutuhan. Termasuk didalamnya segmentasi dari konsumen, juga sikap dan
tingkah laku konsumen.
1.5 Analisa Service Marketing
1.5.1 The theater Methapor
Untuk menganalisa dan menjelaskan hasil analisa performa dari suatu
pelayanan dapat dijabarkan menggunakan suatu framework
yaitu The
Theater Methapor (Grove, Fisk, 2001). Perumpamaan dari Theator
Methapor menggambarkan pekerja dari pelayanan suatu jasa sebagai actor
(pemeran) dan konsumen sebagai audience (penonton). Framework ini
berdasarkan observasi daripada sosiologi dan literatur teater sehingga
menghasilkan suatu framework untuk memahami pengalaman dari suatu
pelayanan. Suatu pelayanan dapat dikategorikan sama. Dibawah ini akan
dijelaskan apa saja intisari dari The Theater Methapor.
1. Performance (performa)
Performa atau hasil dari pelaksanaan menjelaskan aktivitas
yang dilakukan oleh actor dalam hal ini pekerja dimana adanya kontak
yang terus berlanjut dengan audience atau penontonnya. Untuk
membuat dan mengkomunikasikan suatu performa yang dapat
dipercaya, actor sering kali menggunakan berbagai macam alat untuk
mengekspresikan maksud dan tujuannya. Seperti misalnya pengaturan
dari lampu, penampilan yang sedemikian rupa, dan sikap perilakunya.
Pengaturan ini dapat juga ditambahkan dengan dekorasi, perabotan,
layout lokasi. Sedangkan pengaturan penampilan dan perilakunya
dapat direfleksikan dari pakaiannya, ekspresi wajahnya, sikap tubuh,
dan personality. Pada waktu pengaturan dan tingkah laku sang aktor
saling konsisten satu sama lain dapat memberikan isyarat tertentu
kepada penontonnya. Maka dari itu, tidaklah mengejutkan apabila sang
actor bisa saja berlakon tidak sesuai dengan harapan penonton.
Kenyataan yang ada pada performa suatu pelayanan sangatlah rentan
dan dapat dengan mudah dirusak oleh kesalahan yang sangat kecil
sekalipun.
2. Performance team (performa dari kelompok pekerja)
Kebanyakan produksi suatu drama / theatrical membutuhkan
koordinasi dari usaha beberapa aktor untuk menghasilkan pengalaman
baik dari penontonnya. Performa dari kelompok pekerja adalah suatu
kelompok aktor yang saling bekerja sama untuk menghasilkan suatu
kesan dimana hal ini akan dialami oleh penontonnya. Intisarinya
pentingnya suatu performa yang baik dapat mengikat kelompok ini
menjadi team yang kompak. Peserta dari aktor ini saling menghargai
satu sama lain agar kredibilitas kerja dapat terjaga. Pada waktu aktor
mengkritik salah satu anggota kelompoknya atau gagal dalam
melakukan lakonnya suatu performa akan hancur.
Suatu
perusahaan
yang
menawarkan
pelayanan
jasa
menghadapi pertimbangan yang sama dalam proses pemberian
jasanya. Hampir sebagian besar pengalaman dari suatu pelayanan jasa
adalah hasil dari beberapa pekerja yang bekerja sebagai suatu
kelompok. Bahkan memberikan suatu pelayanan kecil seperti
mengganti oli mobil atau mencuci baju membutuhkan suatu kesadaran
dari semua pekerja mengenai pentingnya performa tersebut dirasakan
oleh konsumen.
3. Setting Region (pengaturan Wilayah dalam berperilaku)
Pengaturan dimana performa itu dilakukan adalah sumber
informasi yang sangat penting bagi penonton dan komponen penting
dari suatu produksi teater. Pengaturan terdiri dari wilayah depan dan
belakang. Wilayah depan atau frontstage adalah keseluruhan panggung
yang dapat dilihat penonton dan merupakan bagian pengaturan yang
memberikan hasil yang paling signifikan dalam mengkomunikasikan
maksud sampai akhirnya dimengerti dan mencapai keinginan oleh
penonton tersebut. Memerlukan perhatian penuh pada detail, skrip
yang sudah dihafal dengan baik, gerakan kreografi yang indah dari
aktor adalah hal-hal penting yang musti dijaga. Wilayah belakang atau
backstage merupakan bagian yang tersembunyi dari pandangan
penonton dimana persiapan dilakukan dan selalu memberikan bantuan
bagi wilayah depan.
Biasanya kedua wilayah dibuat terpisah
agar resiko dari
tersingkapnya sikap dan perilaku yang mungkin saja kontradiksi
dengan keinginan penonton. Sebagai contoh, suatu restoran dapat
merepresentasikan produknya sebagai masakan Italy, Chinese take out,
atau France bistro dengan melihat penaparan pada bagian depan
restoran. Akan tetapi, apabila alat-alat penunjang pada backstage, staff
pembantu, dan managemen area dapur memiliki kesalahan, semua nya
bisa hilang dalam sekejap. Dengan alasan tersebutlah restoran tidak
memperbolehkan tamu memasukan area belakang.
4. Actor and Impression Management
Performa dari pekerja bisa saja lain satu sama lainnya. Aktor
yang satu memiliki kemampuan akting yang lebih baik dibanding aktor
lainnya. Maka dari itu, aktor dari suatu produksi teater menyewa
impression management, atau suatu pemelihara kredibilitas dari
ciptaan tersebut. Impression management mengandalkan kemampuan
aktornya untuk menyampaikan perannya secara efektif. Selain dari
mempelajari perannya, aktor menginterpretasikan perannya dengan
menggunakan ekspresi wajah, bahasa tubuh, suara yang tentu saja
memiliki efek yang besar bagi penonton. Impression management juga
memiliki andil dalam mempertahankan praktik yang telah di desain
sedemikian rupa untuk menghindari kesalahan. Secara spesifik,
seorang aktor harus menunjukkan sikap yang setia, disiplin, dan
berhati-hati dalam performanya.
5. Audience
Performa yang baik kadang terjebak dalam penonton yang
salah. Seorang penonton yang ingin menonton komedi dikecewakan
dengan performa dari aktor yang memerankan drama. Bahkan dengan
penonton yang sesuai pun butuh adanya penyelarasan dari aktor agar
terus dapat menghibur penontonnya. Secara keseluruhan, penonton
datang untuk menonton keseluruhan acara, sehingga apabila ada
kesalahan dalam pengucapan kata maupun gerakan penonton biasanya
tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut.
Banyak pelayanan diberikan kepada beberapa konsumen yang
saling berbagi seperti rumah sakit, hotel, sekolah atau restoran. Agar
dapat pelayanan jasa menjadi sukses dibutuhkan konsumen yang tepat
sama hal nya dengan dibutuhkannya personel yang tepat. Maka dari itu
munculah segmentasi pasar. Seperti contoh restoran romantis yang
bertemakan cinta tidak akan cocok untuk gerombolan anak muda lelaki
yang ingin nongkong. Maka penyampaian produk yang ditawarkan
pun harus dapat mencapai ke konsumen yang tepat pula.
Gambar 1.3.3.3-1 The Theater Methapor
Download