BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Resin komposit merupakan salah satu

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Resin komposit merupakan salah satu bahan restorasi yang dapat digunakan
untuk merestorasi kavitas Klas V. Namun, komposit berbasis resin yang menunjukan,
shrinkage polimerisasi, dan adaptasi marginal pada dentin yang rendah pada restorasi
Klas V dapat menyebabkan berbagai masalah, salah satunya adalah kebocoran mikro.
Komposit flowable dan Stress Decreasing Resin (SDR) merupakan bahan yang dapat
digunakan sebagai intermediate layer untuk menanggulangi masalah tersebut.
2.1 Celah Mikro pada Kavitas Klas V
Menurut klasifikasi karies oleh G.V. Black pada tahun 1900-an, kavitas Klas
V merupakan kavitas yang terdapat pada permukaan labial atau bukal dan lingual dari
gigi anterior maupun posterior. Salah satu masalah utama untuk merestorasi kavitas
Klas V dengan resin komposit adalah sedikitnya struktur enamel dibanding struktur
dentin yang menyebabkan sulitnya perlekatan serta adaptasi dari bahan restorasi
terhadap gigi, khususnya pada margin servikal.5,6
Gambar 1. Restorasi Klas V berada pada enamel
dan sebagian lagi pada dentin.
Universitas Sumatera Utara
Pada kavitas Klas V sebagian restorasi berada pada enamel dan sebagian lagi
berada pada dentin (Gambar 1). Karakterisik yang berbeda dari enamel dan dentin
mempersulit kinerja dari bahan adhesif. Dentin dengan kandungan air yang lebih
banyak dapat mencegah bahan adhesif untuk berpenetrasi membentuk retensi
mekanis yang baik dan menyebabkan perlekatan bahan restorasi yang tidak optimal
sehingga dapat menimbulkan celah mikro. 10,18
Kebocoran mikro adalah keadaan dimana cairan dan bakteri dapat lewat pada
celah berukuran mikro antara restorasi dan gigi akibat perlekatan marginal yang
kurang baik.4 Kebocoran mikro dapat disebabkan karena shrinkage polimerisasi
komposit, perlekatan dan pembasahan yang buruk, stress thermal, dan beban
mekanis. Hal ini dapat menyebabkan diskolorisasi pada tepi restorasi, karies rekuren,
hipersensitivitas, dan patologi pulpa, dan dapat menyebabkan lepasnya restorasi dari
kavitas.1.3
Kekuatan sistem adhesif pada dentin tidak cukup kuat untuk menahan stress
akibat shrinkage polimerisasi pada interfasial restorasi. Hal ini dapat diminimalisir
dengan cara meletakkan bahan fleksibel sebagai intermediate layer. Dengan daya alir
yang tinggi bahan ini dapat melapisi setiap bagian kavitas secara lebih baik dan dapat
dapat berperan sebagai stress breaker pada interfasial restorasi.
2.2 Resin Komposit
Resin komposit saat ini menjadi pilihan utama sebagai bahan restorasi karena
memiliki sifat yang sesuai dengan warna gigi, tidak mengandung merkuri,
biokompabilitas, tidak mudah larut, dan ikatannya terhadap struktur gigi dengan
pengunaan sistem bonding.14,15 Keuntungan lain dari bahan resin komposit adalah
bahan ini dapat dibentuk kedalam berbagai konsistensi, mulai dari cair sampai pasta
rigid, sehingga dengan mudah dapat dimanipulasi dan dibentuk menjadi bentuk
khusus yang kemudian diubah melalui suatu reaksi polimerisasi menjadi bahan yang
keras dan kuat.16
Universitas Sumatera Utara
Shrinkage dinilai sebagai kelemahan utama dari bahan restorasi resin
komposit. Proses polimerisasi yang menghasilkan shrinkage menyebabkan timbulnya
stress yang dapat melebihi kekuatan ikatan disekitar gigi, mengakibatkan kegagalan
perlekatan interfasial restorasi yang mengarah pada kebocoran mikro.10,17
2.2.1
Komponen Resin Komposit
2.2.1.1 Matriks Organik
Basis matriks terdiri dari monomer polimerik mono-, di- atau tri-fungsional
seperti BIS-GMA (Bisphenol-A-glycidyl methacrylate) atau UDMA (urethane
dimethacrylate). Resin ini memiliki viskositas tinggi dan dapat diencerkan
menggunakan monomer berviskositas rendah untuk mengontrol viskositasnya.
Monomer ini dapat berupa bisphenol A dimethacrylate (Bis-DMA), ethylene glycol
dimethacrylate (EGDMA), triethylene glycol dimethacrylate (TEGDMA), methyl
methacrylate (MMA). Namun, semakin besar proporsi dari monomer pengencer ini
dapat menyebabkan semakin besarnya shrinkage polimerisasi dan resiko kebocoran
pada celah marginal.15,16,18
2.2.1.2 Partikel Bahan Pengisi Anorganik (Filler)
Fase dispersi dari resin komposit terbentuk dari material filler anorganik.
Penambahan bahan filler meningkatkan sifat fisik dan mekanik dari matriks organik.
Filler yang sering digunakan adalah silicon dioxide, boron silicates, dan lithium
aluminium silicates. Ketahanan restorasi komposit bergantung pada ukuran partikel
filler, jarak antar partikel, dan muatan filler.15,16,18
2.2.1.3 Bahan Coupling (Silane)
Perlekatan interfasial antara fase matriks dan fase filler difasilitasi oleh lapisan
partikel filler dengan coupling agent silane. Dengan kata lain suatu coupling agent
digunakan untuk melekatkan filler ke resin organik. Bahan ini adalah molekul dengan
kelompok silane pada satu tepi (ion berikatan dengan SiO2) dan kelompok
methacrylate pada tepi lainnya. Fungsi dari coupling agent antara lain untuk
Universitas Sumatera Utara
mencegah penetrasi air sepanjang permukaan resin filler, pemindahan gaya dari resin
matriks fleksibel ke partikel filler yang lebih kaku, serta membantu ikatan filler
dengan matriks resin.14,18 Tanpa bahan coupling, komposit akan menjadi lebih lemah
dibawah tekanan dan partikel filler akan dengan mudah terlepas dari permukaan
selama pengunyahan.19
2.2.1.4 Sistem Fotoinisiator dan Aktivator
Bahan ini mengaktivasi polimerisasi dari komposit. Fotoinisiator yang paling
sering digunakan adalah camphoroquinone (CQ). Semakin tinggi konsentrasi dari CQ
dapat menginduksi generasi yang cepat dan tinggi dari radikal bebas, menghasilkan
produksi reaksi kinetik polimerisasi yang lebih cepat dan derajat konversi yang lebih
tinggi.18,20
Fotoinisiator merupakan parameter fundamental dalam menentukan karakter
polimerisasi resin komposit. Aktivasi fotoinisiator terjadi pada panjang gelombang
tertentu, dimana efisiensi yang optimal diperoleh ketika penyerapan dari fotoinisiator
sesuai dengan emisi spektral dari light curing unit. Konsentrasi fotoinisiator yang
bervariasi antara komposit komersial dan dampaknya pada adaptasi marginal serta
internal belum dapat dijelaskan. Alonso dkk (2014) pada penelitiannya menemukan
bahwa komposit dengan konsentrasi inisiator yang lebih rendah menunjukan
presentasi celah yang lebih tinggi dibandingkan dengan komposit berkonsentrasi
tinggi. Hal ini disebabkan pembentukan jaringan polimer yang tidak sempurna akan
menghasilkan ikatan yang tidak adekuat terhadap bahan adhesif dan dapat
menimbulkan celah mikro.20
2.2.1.5 Inhibitor
Bahan ini menginhibisi radikal bebas yang terbentuk dari polimerisasi spontan
monomer. Inhibitor pada resin komposit light cured dapat mencegah polimerisasi dan
pengerasan resin saat terpapar cahaya selama distribusi dan cahaya selama contouring
restorasi. Contohnya antara lain hydroquinone, 4-methoxy phenol, triteriary butyl
phenol.15,18
Universitas Sumatera Utara
2.2.1.6 Modifier Optik
Stain dan opacifiers digunakan untuk mengubah dan memodifikasi warna
visual (shading) dan translusensi serta opasitas dari bahan komposit menjadi
kombinasi yang lebih baik sebagai bahan restorasi yang menyerupai warna gigi.
Bahan yang sering digunakan untuk meningkatkan opasitas adalah titanium dioxide
dan aluminum dioxide dalam jumlah kecil antara 0,001-0,007% berat.18
2.3 Resin Komposit Flowable
Generasi pertama dari resin komposit flowable diperkenalkan pada tahun
1996. Resin komposit ini memiliki ukuran partikel kecil yang sama dengan resin
komposit hybrid konvensional, tetapi terdapat pengurangan jumlah konten filler
untuk mengurangi viskositas dari campuran resin.12 Resin ini memiliki muatan filler
yang lebih rendah sekitar 41-53% dari volume dan ukuran partikel sekitar 0,04-1
μm.1,3,4
Dikarenakan resin komposit flowable lebih kaya akan resin dibanding resin
komposit konvensional, modulus elastisitasnya menjadi lebih rendah sehingga
memungkinkan deformasi plastis yang berperan sebagai elastic buffer dan
meningkatkan fleksibilitas dari kumpulan ikatan serta dapat beperan sebagai shock
absorber yang mengkompensasi kontraksi dari shrinkage stress ketika digunakan
sebagai intermediate layer.1,3,4 Dengan viskositas rendah, komposit ini dapat
diinjeksikan pada preparasi untuk mengalir dan menyebar secara merata, beradaptasi
rapat pada bentuk kavitas, sehingga menjadi pilihan yang baik sebagai material
restorasi.16,18,21
Kelebihan lain dari resin komposit flowable seperti kemampuan membasahi
permukaan gigi, memastikan penetrasi ke dalam setiap iregularitas, membentuk
lapisan dengan ketebalan minimal, memperbaiki dan mengeliminasi udara yang
masuk, radiopasitas, dan fleksibilitas tinggi menyebabkan resin komposit flowable
Universitas Sumatera Utara
tidak mudah berpindah atau bergerak pada daerah dengan konsentrasi stress yang
tinggi. Namun, tingginya shrinkage polimerisasi dan sifat mekanis yang buruk akibat
pengurangan muatan filler masih menjadi kelemahan resin komposit flowable.33
Indikasi penggunaan resin komposit flowable ini antara lain sebagai restorasi
preventif, fisur silen, lesi Klas V, memperbaiki tepi restorasi amalgam, memperbaiki
fraktur porselen, memperbaiki cacat enamel dan tepi mahkota, dan sebagai
intermediate layer.16,18
2.4 Stress Decreasing Resin (SDR)
Stress Decreasing Resin (SDR) adalah satu komponen, mengandung fluoride,
diaktivasi dengan sinar, dan material resin komposit yang radiopaque. SDR memiliki
karakteristik seperti komposit flowable umumnya, namun dapat diaplikasikan dengan
bulk-in dalam satu lapisan singular hingga ketebalan 4mm, dan diikuti dengan 2mm
lapisan resin komposit konvensional diatasnya. Adapun ciri lain dari SDR adalah
shrinkage polimeriasi dan stress polimerisasi yang rendah, lapisan basis yang besar
sampai dengan ketebalan 4 mm, optimasi penanganan untuk kemudahan peletakan
dan adaptasi terhadap dinding kavitas, kompabilitas kimia dengan adhesif dan
komposit berbasis methacrylate, dan glass filler yang mengandung fluoride.1,23,24
SDR dapat digunakan sebagai basis pada restorasi direk kavitas Klas I & II
dan intermediate layer dibawah material restorasi direk. Namun, SDR memiliki
kontraindikasi untuk penggunaan pada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap
resin methacrylate atau salah satu dari komponen yang disebutkan sebelumnya.23
2.4.1
Komposisi Stress Decreasing Resin (SDR)
Komposisi dari SDR merupakan formulasi kompleks dari komponen baru dan
konvensional. Teknologi baru resin SDR adalah suatu struktur urethane
dimethacrylate yang berperan dalam pengurangan shrinkage polimerisasi dan stress.
SDR memiliki shrinkage keseluruhan yang rendah (3.5%) dibanding komposit
flowable. Shrinkage volumetrik yang lebih rendah berkontribusi dalam pengurangan
stress shrinkage secara keseluruhan. Hal ini disebabkan ukuran yang lebih besar dari
Universitas Sumatera Utara
resin SDR dibandingkan dengan sistem resin (berat molekul 849 g/mol untuk resin
SDR dibandingkan dengan 513 g/mol untuk Bis-GMA). Komposisi dari SDR terdiri
dari material baru dan yang sudah tidak asing, yang masing-masingnya memiliki
fungsi spesifik dalam komposisi secara keseluruhan, seperti yang tertera pada Tabel
1.
Tabel 1. Komposisi dan fungsi SDR3
Bahan
SDR urethane dimethacrylate
Fungsi
Mengurangi shrinkage, mengurangi stress pada
struktur resin
Resin dimethacrylate
Struktur resin
Difungsional diluents
Membentuk ikatan silang pada resin komposit
Barium
dan
Stronium Struktur glass filler dan fluoride
alumino-fluoro-silicate
glasses (berat 68%, volume
45%)
Sistem fotoinisiator
Visible light curing
Colorants
Universal shade
SDR terdiri dari kombinasi unik dari struktur molekul besar dengan bagian
kimia yang tertanam di dalam pusat monomer resin SDR yang berpolimerisasi untuk
memenuhi perpanjangan polimerisasi tanpa terjadi peningkatan secara tiba-tiba
terhadap kepadatan ikatan silang. 23
Monomer konvensional
Monomer SDR dengan
modulator
 Berat molekul tinggi
 Pembentukan fleksibilitas
 Pembentukan stress yang
rendah selama polimerisasi
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Struktur kimia resin komposit flowable SDR17
Berat molekul yang tinggi dan pembentukan fleksibilitas di sekitar pusat
modulator polimerisasi akan mengoptimalkan fleksibilitas dan struktur jaringan kimia
SDR (Gambar 2).23
2.4.2
Kelebihan Stress Decreasing Resin (SDR)
Resin komposit terdiri dari resin organik reaktif dan filler mineral. Ketika
sistem resin terpapar oleh cahaya, polimerisasi berlangsung cepat bersamaan dengan
shrinkage volumetrik. Dengan sistem resin komposit, polimerisasi yang cepat dan
shrinkage menyebabkan peningkatan besar pada stress polimerisasi. Sebaliknya,
dengan SDR, dibawah kondisi yang sama, peningkatan stress dan waktu dapat
dikurangi (Gambar 3). Shrinkage volumetrik yang terjadi pada SDR yaitu 3,5%
(Gambar 4). Perpanjangan polimerisasi pada SDR juga memaksimalkan derajat
konversi dan meminimalkan stress polimerisasi sekitar 60-80% dibandingkan dengan
resin komposit flowable. Selain itu, stress yang terbentuk selama polimerisasi hanya
1,4 MPa dimana komposit flowable lainnya membentuk stress diatas 4 MPa (Gambar
5).23-25
Gambar 3. Perkembangan stress polimerisasi resin methacrylate dibandingkan
dengan resin SDR23
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Shrinkage volumetrik dari SDR dibandingkan dengan material flowable
lainnya23
Gambar 5. Stress polimerisasi dari SDR dibandingkan dengan material flowable
lainnya23
2.5 Sistem Adhesif
Sistem adhesif terdiri dari satu set kompleks mekanisme fisik, kimia, dan
mekanik yang memungkinkan perlekatan dan ikatan antara satu substansi dengan
Universitas Sumatera Utara
yang lainnya. Sistem adhesif bekerja dengan tiga fungsi utama yakni memberikan
ketahanan terhadap pemisahan substrat adherend (enamel, dentin, komposit, metal,
keramik) dari suatu material restorasi atau sementasi, mendistribusi stress sepanjang
permukaan interfasial ikatan, dan menyekat permukaan interfasial melalui bonding
adhesif antara dentin dan/atau enamel dengan material bonding yang meningkatkan
ketahanan terhadap kebocoran mikro dan permasalahan yang ditimbulkannya.16
Klasifikasi sistem adhesif pada awalnya dibagi atas generasi oleh Dr Marcos
Vargas. Dengan kemunculan sistem self-etching, klasifikasi berdasarkan generasi
tidak digunakan lagi dan diganti dengan menggunakan klasifikasi oleh van Meerbeek
dkk yang berdasarkan mekanisme adhesi dan jumlah tahapan klinis yang terlibat,
yakni sistem adhesif dapat berupa total etch (etch and rinse) atau self etch.23
Sistem adhesif total etch two step atau disebut dengan two step one bottle
total etch terdiri dari metode sederhana yang menggabungkan primer dengan resin
adhesif menjadi satu larutan. Total etch two step merupakan sistem yang paling
efektif, efisien, serta memiliki perlekatan yang stabil terhadap enamel. Meskipun
kelebihan dari sistem ini adalah ikatan perlekatan enamel dan dentin yang paling
kuat, namun memiliki kekurangan yakni teknik sensitif dan sensitifitas pasca
peratwan.26
Perlekatan pada enamel terjadi dengan pembentukan micropores yang akan
diinfiltasi oleh monomer resin (Gambar 6). Monomer resin akan berpolimerisasi
membentuk resin tag berdiameter 6 µm dan panjang 10-20 µm dan akan
menghasilkan mechanical interlocking sehingga menguatkan perlekatan mekanis
antara gigi dan resin.16,26
Perlekatan terhadap dentin terbukti lebih sulit dibandingkan dengan perlekatan
terhadap enamel. Hal ini pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan morfologi,
histologi dan perbedaan komposisi diantara keduanya, dimana pada pengetsaan
enamel harus kering untuk membentuk ikatan yang kuat dengan resin adhesif
hidrofobik, sedangkan pada dentin harus lembab untuk membentuk suatu lapisan
hybrid.16 Kesulitan inilah yang terdapat pada restorasi Klas V dengan resin komposit.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6. Permukaan enamel yang telah dietsa, dimana pusat
enamel rods telah larut oleh asam fosforik dan
membentuk micropores.16
Pada restorasi resin komposit perhatian diarahkan untuk menciptakan adhesi
pada dentin yang mampu menahan gaya yang terlibat selama shrinkage polimerisasi
dari resin komposit10,18 Adanya smear layer membuat pembasahan dentin oleh
adhesif semakin sulit. Cairan pada tubulus dentin juga secara konstan mengalir
kearah luar, yang mana berarti mengurangi adhesi dari resin komposit terhadap
perlekatan dentin.18,26 Apabila tidak terdapat cukup air, maka jaringan kolagen akan
kolaps dan membentuk permukaan yang relatif tidak permeable sehingga mencegah
infiltrasi resin dan hibridisasi selanjutnya. Namun, apabila terdapat telalu banyak air,
infiltrasi resin tidak dapat sepenuhnya mengganti air dalam jaringan kolagen dan
nantinya menyebabkan kebocoran mikro pada daerah tersebut.16
2.6 Shrinkage Polimerisasi
Shrinkage polimerisasi adalah salah satu dari perhatian utama klinisi saat
melakukan restorasi direk dengan resin komposit. Polimerisasi dari komposit berbasis
dimethacrylate selalu diikuti dengan shrinkage volumetrik sekitar 2-6%. Selama
polimerisasi konversi dari molekul monomer menyatu membentuk jaringan polimer
menghasilkan gugusan molekul yang lebih rapat dan mengarah pada kontraksi yang
besar. Proses polimerisasi menyebabkan monomer secara fisik bergerak lebih dekat
Universitas Sumatera Utara
untuk bereaksi secara kimia melalui proses radikal bebas. Molekul monomer pada
awalnya memiliki jarak intermolekul sekitar 3-4 Å, namun ketika berpolimerisasi,
jarak antara unit polimer yang terbentuk hanya 1,5 Å.28 Proses ini menyebabkan
hilangnya volume yang disebut shrinkage polimerisasi jika tidak dicegah (Gambar
7).23,27
Ketika proses shrinkage ini dibatasi stress akan menumpuk di dalam material.
Pada tahap awal polimerisasi, monomer dan rantai polimer kecil dengan mudah
menghilangkan stress karena masih bebas bergerak dan menghilangkan stress. Seiring
dengan semakin banyaknya monomer yang bereaksi, polimer menyatu bersama untuk
membentuk sebuah jaringan. Titik dimana jaringan ini dibentuk disebut dengan gel
point. Reaksi berlanjut dengan monomer dan polimer terus menambah jaringan dan
akhirnya kehilangan kemampuannya untuk bergerak sehingga material menjadi kaku
(rigid). Titik ini disebut dengan vitrification point. Pada proses ini stress terbentuk
dengan cepat karena tidak dapat disebarkan oleh gerakan lagi. Material yang
menahan shrinkage dan menghasilkan gaya pada komposit disebut dengan stress
polimerisasi. Tidak hanya stress polimerisasi ini akan terjebak dalam komposit itu
sendiri, tetapi juga akan mengerahkan gaya pada interfasial perlekatan dimana
komposit melekat.23
celah
restorasi
permukaan
gigi
Gambar 7. Shrinkage polimerisasi menghasilkan celah antara
permukaan gigi dengan bahan restorasi.18
2.6.1 Shrinkage Stress
Universitas Sumatera Utara
Shrinkage polimerisasi pada resin saat mencapai gel point dan mulai mengeras
menghasilkan stress yang tidak terbebaskan. Shrinkage polimerisasi dan resultan
stress dapat dipengaruhi oleh total volume material resin komposit, tipe komposit,
kecepatan polimerisasi, dan C-factor. Stress yang terbentuk cenderung berkembang
pada interfasial jaringan atau komposit. Akibatnya risiko kebocoran marginal dan
masalah yang mengikutinya seperti staining marginal serta karies sekunder semakin
parah. Tidak diragukan lagi bahwa hal ini adalah salah satu masalah terbesar dari
komposit yang digunakan untuk restorasi Klas II dan V.16 Kondisi ini sering
mengakibatkan restorasi pre-stressed dan memiliki dampak merugikan lain seperti
deformasi gigi, kegagalan ikatan gigi dengan retorasi, dan keretakan mikro pada
restorasi.21,23,27
Faktor yang Berperan dalam Stress Polimerisasi Shrinkage
2.6.2
2.6.2.1 Muatan Filler
Resin komposit terdiri dari polimer matriks dan material filler. Shrinkage
adalah suatu fungsi langsung dari fraksi volume dari polimer matriks dalam
komposit. Semakin banyak monomer yang menyatu membentuk rantai polimer dan
jaringan, semakin tinggi kontraksi komposit. Pada sisi lain, ruang yang diisi partikel
filler tidak ikut dalam kontraksi polimerisasi. Maka, dengan tingkat filler yang lebih
tinggi merupakan dasar untuk mengurangi shrinkage dari komposit selama
polimerisasi. Muatan filler secara langsung mempengaruhi sifat mekanis dan
ketahanan dari suatu resin komposit. Dikarenakan pengaruhnya terhadap modulus
elastisitas dan shrinkage volumetrik, muatan filler yang terkandung di dalam
komposit
merupakan
faktor
utama
dalam
perkembangan
stress
kontraksi
27
polimerisasi. Dengan manipulasi yang tepat komposit menunjukan hasil yang cukup
baik, namun shrinkage masih dapat ditemukan. Oleh karena itu eliminasi dari
shrinkage polimerisasi dan stress masih menjadi perhatian utama.16
Universitas Sumatera Utara
2.6.2.2 Derajat Konversi
Derajat konversi merupakan peristiwa dimana resin monomer berikatan dan
membentuk suatu jaringan polimer. Dengan kata lain, derajat konversi merupakan
suatu ukuran dari presentasi ikatan ganda karbon dengan karbon yang telah berubah
menjadi ikatan tunggal untuk membentuk suatu resin polimerik.16 Terdapat hubungan
langsung antara derajat konversi dengan shrinkage. Pengurangan dalam derajat
konversi akhir akan mengarah pada shrinkage dan stress kontraksi yang lebih rendah.
Namun, derajat konversi yang rendah dapat mempengaruhi beberapa sifat mekanis
material. Sebaliknya, sedikit peningkatan pada derajat konversi akan menghasilkan
peningkatan yang cukup besar pada stress namun akan meningkatkan sifat mekanik
material.16,27
Konversi dari monomer menjadi polimer tergantung pada beberapa faktor
seperti komposisi resin, transmisi cahaya melalui material, dan konsentrasi dari
initiator dan inhibitor.16
2.6.2.3 Modulus Elastisitas
Penelitian in vitro menunjukkan stress interfasial selama shrinkage
pengerasan dari resin komposit berkorelasi dengan tingkat kekakuan dari pengerasan
material yang dikenal sebagai modulus elastisitas atau modulus Young. Oleh karena
itu, pada nilai shrinkage yang telah ditentukan, material paling rigid (material yang
menunjukkan modulus elatisitas paling tinggi) akan menyebabkan stress tertinggi.
Tentu saja modulus elastisitas juga meningkat selama reaksi polimerisasi
berlangsung.27
2.6.2.4 C-Factor
Faktor konfigurasi kavitas atau c-factor adalah rasio dari permukaan yang
berikatan dengan kavitas dengan permukaan yang tidak berikatan.4 Terdapat
hubungan antara konfigurasi kavitas dengan perkembangan stress. Nilai c-factor pada
setiap kavitas berbeda, hal ini dipengaruhi dari desain kavitas (Gambar 8). Kavitas
dengan
permukaan
rata
dan
dangkal
menunjukkan
kondisi
yang
paling
Universitas Sumatera Utara
menguntungkan untuk ikatan dentin dan komposit yang tahan lama. Pada kavitas
seperti ini kontraksi terbatas pada satu arah, dengan demikian menyebabkan komposit
dengan bebas mengalir pada tahap rigid awal. Kondisi ini mencegah gaya kontrasi
untuk menciptakan stress dan membantu menciptakan suatu ikatan kuat terhadap
dinding kavitas. 23,27
Gambar 8. Nilai c-factor berbeda pada setiap kavitas, Klas I
memiliki nilai tertinggi yakni 5, dan Klas V memiliki
nilai berkisar 1 dan 3 tergantung desain kavitasnya
2.7 Penggunaan Liner sebagai Intermediate Layer
Komposit flowable diciptakan dengan kandungan partikel yang memiliki
ukuran kecil yang sama dengan komposit hybrid namun dengan pengurangan muatan
filler dalam mengurangi viskositasnya. Muatan filler yang rendah menyebabkan
beberapa sifat mekanis yang rendah dan shrinkage polimerisasi yang tinggi ketika
dibandingkan dengan komposit hybrid. Namun, menurut hukum Hooke, meskipun
shrinkage polimerisasi lebih tinggi pada komposit flowable dapat menciptakan stress
lebih besar pada daerah interfasial, namun modulus elastisitasnya yang rendah akan
menciptakan stress yang lebih rendah dibanding komposit hybrid.27
Secara umum diyakini bahwa keuntungan utama dari semua komposit
berviskositas rendah yakni mampu berperan sebagai stress-absorbing layer dari resin
Universitas Sumatera Utara
komposit dengan membebaskan stress kontraksi polimerisasi. Jika dinding kavitas
dengan c-factor yang tidak menguntungkan dilapisi dengan suatu lapisan elastis,
kontraksi pada restorasi mendapatkan sedikit kebebasan dalam pergerakan dari sisi
adhesif. Terlebih lagi, lining dapat berkontribusi untuk distribusi yang merata dari
stress pada interfasial adhesif. Hal ini menghasilkan peningkatan dari adaptasi
restorasi resin komposit.11 Material yang sering digunakan sebagai liner adalah resin
komposit flowable dan Stress Decreasing Resin (SDR) yang merupakan material baru
dalam bidang kedokteran gigi.21,27
2.8 Metode Evaluasi Celah Mikro
Salah satu cara untuk menilai tingkat kebocoran mikro pada permukaan
interfasial restorasi gigi adalah melalui penetrasi bahan pewarna yang dapat diamati
dengan pengelihatan dibawah stereomikroskop atau melalui SEM (Scanning Electron
Microscop).16,35 Bahan pewarna merupakan metode yang paling sering digunakan
karena murah dan mudah digunakan, serta dapat mendeteksi celah mikro tanpa
membutuhkan reaksi kimia maupun radiasi seperti yang dibutuhkan chemical
tracer.35
Scanning Electron Microscop (SEM) merupakan mikroskop elektron yang
digunakan untuk mengamati permukaan suatu objek (Gambar 10). SEM memiliki
perbesaran yang tinggi 10-3000000x dan resolusi yang baik. Meskipun memberikan
hasil yang lebih jelas dan rinci sehingga analisis celah mikro menjadi lebih mudah,
namun penggunaan SEM masih relatif mahal.35
Stereomikroskop dengan perbesaran 7-30x merupakan alat yang paling sering
dipakai karena mudah untuk digunakan (Gambar 9). Ruang ketajaman lensa
stereomikroskop jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mikroskop cahaya sehingga
kita dapat melihat bentuk tiga dimensi benda yang diamati dan sumber cahaya berasal
dari atas sehingga obyek yang tebal dapat diamati.29 Oleh karena itu, stereomikroskop
ini sering digunakan untuk menilai tingkat kebocoran mikro pada restorasi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 9. Stereomikroskop (Zeiss, Swiss)
Gambar 10. Scanning Electron Microscope (SEM)
(JEOL,
Japan)
Universitas Sumatera Utara
2.9 Kerangka Teori
Restorasi resin komposit
Klas V
 Kavitas lembap
Morfologi kavitas
Shrinkage
 Struktur enamel
mempersulit perlekatan
polimerisasi
Muatan filler
lebih tipis
Faktor yang berperan
dibanding
dentin
Derajat konversi
Adaptasi marginal kurang optimal
Modulus elastisitas
C-Factor
Upaya pencegahan?
 Daya alir tinggi
Intermediate layer
 Membentuk lapisan
elastis untuk
mengimbangi stress
Resin flowable
Stress Decreasing
Resin (SDR)
Stress yang dihasilkan
Stress yang dihasilkan
selama polimerisasi >4
selama polimerisasi
MPa
1,4 MPa
shrinkage dan
meingkatkan adaptasi
restorasi
Celah mikro
Universitas Sumatera Utara
Download