Perubahan Iklim dan REDD+ Modul Pelatihan untuk Pelatih Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kehutanan Kementerian Kehutanan Perubahan Iklim dan REDD+ Modul Pelatihan untuk Pelatih Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kehutanan Kementerian Kehutanan Judul: Perubahan Iklim dan REDD+ Modul Pelatihan untuk Pelatihan Penyusun: Samsudi, Agus Wiyanto, Kusdamayanti Duryat, Iwan Setiawan, Pahrian G. Siregar, dan Yosef Arihadi Peninjau/Editor: Ilya M. Moeliono Cover, sketsa dan layout: Edwin Yulianto Ilustrator: Zul MS Diterbitkan oleh: RECOFTC - The Center for People and Forests PO Box 1111, Kasetsart University Bangkok 10903, Thailand Tel: (66-2)940-5700 Fax: (66-2)561-4880 Email: [email protected] Website: www.recoftc.org Hak Cipta © RECOFTC November 2013 RECOFTC - The Center for People and Forests memberikan ijin untuk membuat salinan digital maupun cetak dari sebagian atau keseluruhan bagian dari modul ini bagi kepentingan pendidikan atan non-komersial, tanpa biaya atau persetujuan tertulis terlebih dahulu sepanjang penggunaannya tidak untuk mencari laba dan sumber informasi disebutkan dengan jelas. Hak cipta yang dimiliki pihak lain selain RECOFTC dalam komponen modul ini harus dihormati. Untuk menyalin dalam bentuk lainnya, seperti menertbitkan ulang, memasukkan modul ini dalam server/website tertentu, atau mendistribusikan secara luas, diperlukan ijin secara khusus. Permohonan dapat disampaikan secara tertulis melalui post atau e-mail [email protected]. Modul ini dikembangkan dalam pelaksanaan program Peningkatan Kapasitas Akar Rumput untuk REDD+ di Kawasan Asia yang meliputi lima negara, yakni: Myanmar, Nepal, Laos, Vietnam dan Indonesia. Program ini didukung secara penuh oleh Norwegian Agency for Development Cooperation (NORAD). Seluruh isi dan informasi yang terkandung di dalam modul ini secara penuh dan dalam keadaan apapun tidak dapat serta merta dianggap sebagai cerminan sikap PUSDIKLAT Kehutanan, RECOFTC dan NORAD. Untuk informasi lebih lanjut mengenai program di Indonesia, silahkan menghubungi: RECOFTC Indonesia Pusdiklat Kehutanan Jl. Mayjen Ishak Djuarsa Gunung Batu Kotak Pos 141 Bogor 16118, Indonesia Tel: (+62) 25 1 322 809 Email: [email protected] Website: www.recoftc.org iv PUSDIKLAT Kehutanan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan merupakan salah satu unit organisasi pada Kementerian Kehutanan yang memiliki tugas pokok dan fungsi dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kehutanan. Tugas pokok dan fungsi tersebut dilaksanakan dengan mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan No. P.33/Menhut-II/2012 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan No. P.40/Menhut-II/2010 tanggal 10 Agustus 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan. Secara umum Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan mempunyai tugas melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi aparatur kehutanan. Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Pusat Diklat Kehutanan pada tahun 2004 didukung delapan Unit Pelaksana Teknis (UPT), yaitu tujuh Balai Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Kehutanan yang berada di Bogor, Kadipaten, Pematangsiantar, Pekanbaru, Samarinda, Makassar, Kupang dan satu Balai Latihan Kehutanan di Manokwari. Keberadaan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan di lingkungan Kementerian Kehutanan dimulai pada tahun 1983 sejalan dengan terbentuknya Departemen Kehutanan. Untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan Jl. Mayjen Ishak Juarsa, Gunung Batu – Bogor POBOX 141 Bogor, Indonesia 16118 Tel: (62 251) 831-2841 Fax: (62 251) 832-3565 Email: [email protected] Website: http://pusdiklat.dephut.go.id The Norwegian Agency for Development Cooperation (Norad) Norad merupakan direktorat di bawah Kementerian Luar Negri Norwegia. Norad berkomitmen mendukung negaranegara berkembang dengan pendampingan pembangunan yang berkualitas. Dukungan ini mencakup berbagai area dengan fokus utama pada perempuan, anak, lingkungan, pendidikan, HIV/AIDS dan kesehatan. Perubahan iklim dan lingkungan merupakan salah satu tema kunci dalam Kebijakan Pembangunan Norwegia diantaranya dengan mendukung pengembangan riset, kegiatan pilot serta pengembangan metodologi oleh organisasi masyarakat sipil demi terselenggaranya upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di negara-negara berkembang. RECOFTC - The Center for People and Forests Pusat Pelatihan Regional Kehutanan Masyarakat untuk Kawasan Asia-Pasifik (The Regional Community Forestry Training Center for Asia dan the Pacific atau RECOFTC) adalah suatu organisasi internasional yang bekerjasama erat dengan berbagai organisasi mitra guna mendukung pengembangan kehutanan masyarakat (community forestry) dan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat di Kawasan Asia Pasifik. Sebagai organisasi pembelajaran, RECOFTC merancang dan memfasilitasi proses-proses dan sistem-sistem pembelajaran yang mendukung pengembangan kemampuan lembaga dan organisasi kehutanan masyarakat dan pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat. RECOFTC berusaha untuk membangun dialog konstruktif diantara para pemangku kepentingan yang beragam guna memastikan pengelolaan hutan dan sumberdaya alam secara berkeadilan. Dengan kantor utama di Bangkok, Thailand, RECOFTC didirikan pada tahun 1987 sebagai tanggapan terhadap meningkatnya kesadaran bahwa partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya dapat membantu dalam melindungi hutan dan sumberdaya alam serta mendorong pembangunan pedesaan. vi Pengantar Perubahan iklim atau climate change, yang terjadi akibat emisi atau pelepasan gas rumah kaca, semakin hari semakin mengancam kehidupan umat manusia dan keanekaragaman hayati yang ada di muka bumi ini. Tanda-tanda fenomena ini semakin jamak dirasakan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat rentan terhadap perubahan iklim yang dapat menyebabkan bencana alam seperti banjir, longsor, kemarau panjang, angin kencang, dan gelombang tinggi. Ancaman terjadinya bencana iklim di Indonesia ini bahkan makin meningkat, dan bencana dapat terjadi dalam intensitas yang lebih besar lagi dan secara langsung dirasakan oleh masyarakat petani, nelayan, pesisir, perdesaan, dan perkotaan. Bencana alam tersebut tidak hanya merusak lingkungan namun mempunyai dampak negatif yang lebih luas yang membahayakan kesehatan manusia, mengancam keamanan pangan, menghambat kegiatan pembangunan ekonomi, mempersulit pengelolaan sumberdaya alam dan merusak infrastruktur fisik. Perubahan iklim yang sedang terjadi itu tentu perlu disikapi dengan tepat, dan langkah pertama untuk itu adalah memperdalam pemahaman kita tentang proses kejadiannya secara ilmiah, baik penyebab maupun dampaknya terhadap manusia dan lingkungan kita. Dengan pemahaman tersebut dapat direncanakan upaya penyesuaian (adaptasi) dan pencegahannya (mitigasi). Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Dewan Nasional Perubahan Iklim, sumber emisi gas rumah kaca di Indonesia yang terbesar adalah dari lahan gambut, deforestasi dan pembangkitan tenaga listrik. Seperti kita ketahui bersama, pengelolaan lahan gambut dan deforestrasi merupakan bagian dari kewenangan Kementerian Kehutanan. Sementara itu, kegiatan penggunaan lahan, alih guna lahan dan kehutanan atau land use, land-use change and forestry (LULUCF), pada 2005, melepas emisi sebesar 2,120 juta ton CO2 atau 60% total emisi. Beberapa waktu terakhir ini, diawali dari Konferensi Perubahan Iklim di Bali, pengurangan emisi dari deforestrasi dan degradasi hutan atau reducing emissions from deforestrastion and forest degradation atau lebih populer saat ini dikenal dengan singkatannya, REDD+, mulai diperkenalkan. Konsep ini, yang mencakup mekanisme insentif untuk pengelolaan karbon hutan, telah memicu perdebatan dan diskusi dari tingkat internasional tertinggi sampai ke perdebatan antara warga masyarakat. Banyak pihak yang merasa optimis bahwa REDD+ inilah yang pada akhirnya akan mampu membalikkan kecenderungan penggundulan hutan tropis yang terjadi dengan cepat selama beberapa dasawarsa terakhir ini, tetapi tak sedikit pihak yang skeptis dan menyoroti tantangan-tantangan besar dalam merancang, melaksanakan dan memantau mekanisme REDD+ yang berkelanjutan secara ekonomis, lingkungan dan sosial. Ada juga pihak-pihak yang bingung dan sedikit cemas dengan perkembangan REDD+ yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini, yang menyebabkan harapan-harapan yang tidak realistis, spekulasi oportunistik dan asumsi naif tentang REDD. vii Hal ini diperkeruh lagi oleh berbagai kerangka kerja internasional yang sedang dikembangkan selama periode ‘REDD-iness’ (readiness - penyiapan) menuju era pasca Protokol Kyoto yang masih belum menentu. Karena itu, bagi mereka yang bekerja dalam proyek-proyek REDD, masa sekarang ini adalah periode yang penuh dengan tantangan menarik dan ketidakpastian dalam kerangka kerja kebijakan, lingkungan dan ekonomi yang cepat berubah, baik di tingkat nasional maupun internasional. Dan di tengah-tengah itu semua, mereka harus benar-benar bekerja dengan komunitas-komunitas masyarakat yang tergantung pada hutan dalam mengkomunikasikan dan menerapkan ilmu pengetahuan, metode dan pemantauan pengelolaan hutan. Kesiapan para pemangku kewenangan yang ada, khususnya aparat yang berada di lingkup Kementerian Kehutanan dan pemerintah daerah, dalam mendukung implementasi REDD+ harus menjadi perhatian penting. Topik ini adalah topik yang tergolong baru, namun sangat penting untuk dipahami dengan tepat oleh aparat yang ada hingga ke masyarakat akar rumput, agar semua pihak dapat mendukung pengurusan hutan lestari untuk kesejahteraan masyarakat secara kompeten. Hal ini menjadi tantangan bagi Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan (Pusdiklat Kehutanan) yang mempunyai tugas untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi aparatur kehutanan. Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk kepentingan tersebut. Salah satunya yaitu melalui penyelenggaraan diklat tentang Perubahan Iklim dan REDD+ yang berkualitas. Kualitas pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Kehutanan akan banyak dipengaruhi oleh kehandalan dan kompetensi para instruktur/fasilitator/pengajarnya. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga pengajar tersebut maka Pusdiklat Kehutanan memandang perlu untuk menyelenggarakan Training of Trainers (ToT) bagi para Widyaiswara di lingkup Pusdiklat Kehutanan dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang berkeprihatinan terhadap issue perubahan Iklim dan REDD+. Penyiapan rancangan/modul pelatihan ini, dilakukan oleh Pusdiklat bekerjasama dengan The Center for People and Forest - Regional Community Forestry Training Center (RECOFTC). Bogor, Juni 2013 Kepala Pusat, Dr. Ir. Agus Justianto, M.Sc. NIP. 19630807 198803 1 001 viii Sekilas Mengenai Modul Ini Secara umum tujuan modul ini adalah untuk memberikan kerangka dan bahan dasar pada para pelatih/widyaiswara di lingkup Kementerian Kehutanan dan pihak-pihak lainnya yang hendak merancang dan melakukan pelatihan untuk pelatih (training for trainers) ataupun pelatihan lain tentang pokok persoalan perubahan iklim dan REDD+. Modul ini disusun berdasarkan pengalaman staf di jajaran Pusdiklat Kehutanan dalam melaksanakan beberapa pelatihan untuk pelatih dan pelatihan lainnya bekerja sama dengan RECOFTC, The Center for People and Forest dalam rentang waktu 2010 hingga 2012. Modul ini dihadirkan sebagai referensi; artinya dalam modul ini untuk setiap pokok bahasan yang ada, tim penyusunnya menyajikan beberapa rancangan alternatif yang dapat dilaksanakan. Hal ini akan membuka kesempatan para pelatih untuk dapat mempertimbangkan metode mana yang paling sesuai untuk peserta pelatihan yang mereka hadapi dan cukup nyaman untuk mereka laksanakan. Dalam pelaksanaan pelatihan ini sangat direkomendasikan untuk menerapkan metode pembelajaran berdasarkan pengalaman (experiental learning), yang dapat membuat peserta lebih berpartisipasi dan berkontibusi dalam pelatihan. Meskipun begitu, modul ini didasari pada kurikulum dan silabus pelatihan untuk pelatih yang sangat mungkin diubah sesuai kebutuhan, baik dengan pertimbangan kelompok sasaran dan ketersediaan sumberdaya. Penyesuaian yang dilakukan dapat berupa perubahan urutan pokokbahasan dan mata acara pelatihan, pengurangan ataupun penambahan mata acara pelatihan, dan juga penambahan atau pengurangan waktu pengajaran. Kurikulum dan silabus dalam panduan ini dapat pula dimodifikasi untuk pelatihan yang terkait dengan pokok persoalan perubahan iklim dan REDD+ untuk kelompok peserta pelatihan tertentu, seperti penyuluh, anggota masyarakat, tokoh agama, pendamping masyarakat (community organizer), pejabat pemerintah, dan sebagainya. Buku modul ini juga dilengkapi lampiran berupa bahan bacaan untuk diskusi. Bahan bacaan ini diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih lengkap pada para pelatih dalam persiapan memberikan pelatihan. Sebagian besar bahan bacaan merupakan terjemahan dari Climate Change & the Role of Forests: A Community Manual, yang ditulis oleh Susan Stone dan Mario Chacón León pada 2010, dan diterbitkan oleh Conservation International dengan beberapa penyesuaian pada kondisi Indonesia dan pemutakhiran dari perkembangan yang berlangsung. Selain bahan bacaan yang sifatnya akan menambah pengetahuan teknis, dalam bahan bacaan ini juga terdapat beberapa studi kasus yang dapat dipergunakan para pelatih untuk merancang simulasi kasus dalam diklat. ix Informasi Ringkas Pelatihan Tujuan Pelatihan Setelah menyelesaikan pelatihan untuk pelatih (training for trainers, ToT) ini peserta diharapkan mampu menjelaskan pokok-pokok persoalan perubahan iklim dan REDD+, baik konsep maupun penerapannya serta mampu menjadi fasilitator yang kompeten untuk meningkatan kapasitas para pemangku kepentingan yang terlibat tentang pokok-pokok persoalan tersebut. Sasaran Pelatihan Setelah mengikuti Pelatihan untuk Pelatih ini peserta dapat: a. Menjelaskan pokok persoalan Perubahan Iklim dan REDD+; b. Menjelaskan Konsep-konsep REDD+; c. Menjelaskan Metoda Penerapan Konsep-konsep REDD+; d. Memandu peserta dalam menyusun rencana aksi kegiatan peningkatan kapasitas terkait dengan pokok persoalan Perubahan Iklim dan REDD+. e. Menerapkan prinsip-prinsip Pendidikan Orang Dewasa dalam proses pendidikan dan pelatihan sejenis di kemudian hari. Lama Waktu Pelatihan Pendidikan dan pelatihan dalam modul ini dirancang untuk dilaksanakan selama lima hari efektif atau setara dengan 48 jam pelajaran, dengan setiap jam pelajaran berlangsung selama 45 menit. Persyaratan Peserta Pelatihan: 1. Peserta dari Pusdiklat dan Instansi lainnya di lingkup Kementerian Kehutanan atau Pemerintahan Daerah: Pejabat fungsional Widyaiswara; Pendidikan minimal S1; Ditugaskan oleh instansi pengirim; Sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat dokter; Belum pernah mengikuti ToT yang sama/sejenis. Mempunyai pengetahuan dasar tentang persoalan lingkungan dan kehutanan Mempunyai pengetahuan dan ketrampilan dasar metodologi pendidikan orang dewasa/ pelatihan dan fasilitasi x 2. Peserta dari LSM: Berasal dari organisasi masyarakat sipil yang memiliki minat pada masalah kehutanan, REDD+ dan pengembangan masyarakat; Ditugaskan oleh instansi/lembaga pengirim; Sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat dokter; Belum pernah mengikuti pelatihan yang sama/sejenis. Mempunyai pengetahuan dasar tentang persoalan lingkungan dan kehutanan Mempunyai pengetahuan dan ketrampilan dasar metodologi pendidikan orang dewasa/pelatihan dan fasilitasi Materi Diklat 1. Pembukaan 1 JPL 2. Bina Suasana Pelatihan: Perkenalan dan Pengantar Pelatihan 2 JPL 3a. Perubahan Iklim 3 JPL 3b. Peran Hutan dalam Perubahan Iklim 2 JPL 3c. Pemicu dan Pemacu Deforestrasi dan Degradasi 3 JPL 4. 3 JPL 5a. Konsep REDD+: REDD+ sebagai Bentuk Pembayaran Jasa Lingkungan 2 JPL 5b. Konsep-konsep Kunci REDD+ 2 JPL 6. Penerapan REDD+ 3 JPL 7. Perhitungan Karbon, Baseline dan MRV 2 JPL 8a. Resiko Pengembangan REDD+ 2 JPL 8b. Pengamanan Sosial dalam REDD+ 1 JPL 9. 5 JPL Skema Internasional dan Nasional dan Strategi Implementasi REDD+ Praktek Peningkatan Kapasitas mengenai Perubahan Iklim dan REDD+ bagi Para Pemangku Kepentingan di Akar Rumput 10. Praktek Penyusunan Rencana Aksi 12 JPL 11. Menggagas Pembelajaran 4 JPL 12. Penutupan 1 JPL xi Daftar Isi Pengantar Sekilas Mengenai Modul Ini Informasi Ringkas Pelatihan Daftar Istilah 1 Materi 1: Pembukaan1 2 Materi 2: Bina Suasana Pelatihan: Perkenalan dan Pengantar Pelatihan 2 3a Materi 3a: Perubahan Iklim 4 3b Materi 3b: Peran Hutan dalam Perubahan Iklim 10 3c Materi 3c Pemicu dan Pemacu Deforestrasi dan Degradasi 14 Materi 4: Skema Internasional dan Nasional dan Strategi Implementasi REDD+ 20 5a Materi 5a: Konsep REDD+: REDD+ sebagai Bentuk Pembayaran Jasa Lingkungan 26 5b Materi 5b: Konsep-konsep Kunci REDD+ 32 6 Materi 6: Penerapan REDD+ 38 7 Materi 7 Perhitungan Karbon, Baseline dan MRV44 4 xii vii ix x xv 8a Materi 8a: Resiko Pengembangan REDD+ 47 8b Materi 8b: Pengamanan Sosial dalam REDD+ 51 Materi 9: Praktek Peningkatan Kapasitas mengenai Perubahan Iklim dan REDD+ bagi Para Pemangku Kepentingan di Akar Rumput 53 10 Materi 10: Praktek: Penyusunan Rencana Aksi 56 11 Materi 11: Menggagas Pembelajaran 60 12 Materi 12 Penutupan62 9 Bahan Bacaan A B C Pengetahuan Dasar Mengenai Iklim dan Perubahan Iklim Bagian 1. Bagaimana iklim dan cuaca di bumi terjadi? Bagian 2. Apakah yang dimaksud dengan iklim dan cuaca? Bagian 3. Apa itu perubahan iklim dan bagaimana mengetahui hal tersebut telah terjadi? Bagian 4. Bagaimana perubahan iklim mempengaruhi bumi dan kehidupan umat manusia? 65 65 66 Memahami Penyebab Perubahan Iklim Bagian 1. Bagaimana alam mengatur iklim? Bagian 2. Karbon, karbon dioksida, dan siklus karbon Bagian 3. Bagaimana kegiatan manusia memicu terjadinya perubahan iklim? Bagian 4. Mengapa hutan sedemikian penting? 72 72 74 68 71 76 78 Kebijakan dan Tindakan Perubahan Iklim 80 Bagian 1. Kebijakan perubahan iklim: apa yang dilakukan dunia menyangkut perubahan iklim? 80 Bagian 2. Aksi mitigasi: bagaimana kebijakan internasional dapat membantu mengurangi perubahan iklim? 85 Bagian 3. Adaptasi perubahan iklim: Bagaimana kita dapat mengatasi perubahan iklim? 85 xiii D E F xiv Pembayaran Jasa Lingkungan: Metode Baru Mengelola dan Menghargai Hutan Bagian 1. Apa yang dimaksud ekosistem dan jasa lingkungan? Bagian 2. Apa yang dimaksud pembayaran untuk jasa lingkungan? REDD+: Menghargai Peran Hutan dalam Mengurangi Perubahan Iklim Bagian 1. Sebuah tinjauan mengenai REDD+ Bagian 2. Bagaimana REDD+ dapat terlaksana? Bagian 3. Konsep di dalam REDD+ apa skala yang tepat untuk REDD? Bagian 4. Apa kegiatan-kegiatan REDD+ yang telah terlaksana? Prinsip FPIC Dalam REDD+ 90 90 91 94 94 96 104 108 110 Daftar Istilah Adaptasi Perubahan dalam cara melakukan sesuatu guna menyesuaikan diri dengan iklim yang berubah. Tanaman, hewan dan manusia perlu beradaptasi dengan kondisi iklim yang baru Arus laut Pergerakan air yang berada permukaan laut. Bergeraknya air terutama disebabkan oleh angin dalam pola yang teratur yang biasanya tetap sama Arus karbon Gerakan karbon masuk dan keluar dari atmosfer Atmosfer Campuran beragam gas yang mengelilingi bumi, atmosfer dimulai dari per­mukaan bumi dan meluas hingga ke batas luar angkasa. Atmosfer terdiri dari beberapa lapisan. Sebagian besar proses yang mempengaruhi kehidupan di bumi berlangsung di lapisan terendah dari atmosfer yang terletak paling dekat dengan permukaan bumi yang disebut troposfir AOSIS Alliance of Small Island States; Aliansi Negara Kepulauan Kecil Aliran Karbon Pergerakan karbon keluar dan masuk ke atmosfir Bahan bakar fosil Bahan bakar yang terbentuk dari tanaman dan organisme lain yang membusuk dibawah tekanan yang sangat tinggi di dalam bumi selama waktu yang sangat lama, seperti minyak atau batubara Biomassa Total berat atau massa kering yang terkandung pada tanaman atau makhluk hidup tertentu lainnya CCBA Climate, Community and Biodiversity Alliance; Aliansi untuk Iklim, Masyarakat dan Keanekaragaman Hayati Cuaca Keadaan suhu, curah hujan, angin di tempat tertentu pada hari tertentu atau selama periode yang sangat singkat, seperti satu hari atau satu musim Daerah tangkapan air Luasan lahan yang menyimpan atau mengalirkan semua air hujan yang jatuh di wilayah itu ke suatu penampungan atau tempat yang sama, seperti suatu daerah aliran sungai (DAS) Daur Karbon Proses alamiah aliran atau pergerakan karbon dari satu tempat ke tempat lainnya dimana karbon digunakan atau disimpan Deforestasi Hilangnya hutan dan hilangnya penyimpanan karbon Degradasi hutan Pengurangan jumlah pohon dan stok karbon di kawasan hutan tertentu Delegasi Perwakilan, utusan DNPI Dewan Nasional Perubahan Iklim Efek rumah kaca Proses bagaimana atmosfer menjaga bumi tetap hangat xv xvi Ekosistem Kumpulan dari tumbuhan, hewan dan mikro-organisme yang terbentuk secara alamiah dan hidup bersama di tempat tertentu dengan karakteristik atau lingkungan tertentu Emisi Zat atau senyawa yang dilepaskan ke udara. Pada perubahan iklim, emisi gas rumah kaca merujuk pada gas yang dibuang ke atmosfer Evaporasi atau penguapan: Proses dimana terjadi pemanasan air dan perubahan dari bentuk cair menjadi gas. Matahari memanaskan air yang berada di danau, sungai atau laut akan menyebabkan air menguap atau berubah menjadi gas yang disebut uap air FCPF Forest Carbon Partnership Facility; Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan Foto sintesis Proses alami dimana tanaman mengambil cahaya dan panas dari matahari,serta karbon dioksida dari udara, dan kemudian melepaskan oksigen untuk membuat tanaman tumbuh dan menjaga kebersihan udara GRK Gas rumah kaca; Gas-gas yang membantu mengatur suhu bumi Glacier Gletser; Lapisan es besar yang bergerak turun sangat perlahan di tanah atau pegunungan di daerah yang sangat dingin. Terkadang gletser dapat meluas hingga ke laut Iklim “Cuaca rata-rata” atau kondisi cuaca yang terjadi selama jangka waktu yang panjang IPCC Inter-governmental Panel on Climate Change; Panel AntarPemerintah mengenai Perubahan Iklim Jasa lingkungan Manfaat yang diperoleh manusia dari ekosistem. Ekosistem menyediakan layanan penting bagi manusia di seluruh dunia, termasuk layanan menyediakan makanan, air, kayu, dan serat; layanan mengendalikan iklim, banjir, penyakit, sampah, dan kualitas air; serta layanan budaya yang merupakan sumber keuntungan spiritual dan juga hiburan Karbon Salah satu elemen paling banyak dijumpai di alam semesta, hampir dapat ditemukan di semua makhluk hidup dan tidak hidup Karbon dioksida (CO2): Hasil dari bergabung dengan karbon (C) dengan oksigen (O). Dibutuhkan 1 bagian karbon bergabung dengan 2 bagian oksigen untuk membentuk gas CO2 Kearifan lokal Kebijaksanaan, pengetahuan dan praktek-praktek masyarakat adat dan masyarakat lokal yang diperoleh dari generasi sebelumnya melalui pengalaman dan diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi Kebijakan Sebuah keputusan umum tentang arah kegiatan untuk menuntun rencana tindakan, keputusan operasional dan mencapai hasil Kegiatan demonstrasi Kegiatan untuk menguji seberapa REDD+ dapat mengurangi emisi CO2 dari hutan dan meningkatkan penyimpanan karbon dengan mengurangi deforestasi dan degradasi hutan, dan bagaimana REDD+ dapat menghasilkan manfaat bagi negara-negara berkembang dan masyarakat lokal Kegiatan persiapan Tindakan yang membantu negara dalam mempersiapkan diri untuk pelaksanaan REDD+, termasuk peningkatan kapasitas, studi ilmiah, dan mengembangkan strategi nasional, dengan tujuan mitigasi perubahan iklim Kredit karbon Di dalam REDD+, satu ton CO2 yang tersimpan di dalam pohon (yang tidak dilepaskan ke atmosfer) Kutub bumi Daerah di ujung utara dan selatan bumi. LDC Least Developed Countries; Negara Terbelakang Letusan gunung berapi Gunung berapi adalah gunung yang terbentuk dari bukaan di permukaan bumi karena batuan meleleh yang mendesak dan mengalir ke permukaan dan mengalir keluar, hingga mengeras. Ketika gunung berapi meletus, batuan yang mencair atau lava mengalir keluar dari gunung bersama dengan abu dan gas ke atmosfer Lingkungan Karakteristik dari sebuah tempat LULUCF Land use, land-use change and forestry/tata-guna lahan, perubahan dalam tata-guna lahan dan kehutanan Mitigasi Proses untuk menghentikan atau mengurangi perubahan iklim dengan mengurangi gas rumah kaca (GRK) yang berasal dari kegiatan industri, kehutanan dan pertanian Muka air laut Tinggi permukaan laut MRV Monitoring, Reporting, and Verification; Pemantauan, Pelaporan dan Verifikasi Pemanasan global Peningkatan suhu atmosfer bumi rata-rata Pembayaran untuk jasa lingkungan Suatu cara untuk menyediakan sumber daya bagi negara dan masyarakat dalam membantu menjaga ekosistem yang sehat Penampungan Karbon Tempat dimana karbon disimpan Pengelolaan hutan lestari Pengelolaaan hutan dengan cara yang hanya mengambil sebanyak apa yang dibutuhkan dan membiarkan ekosistem yang sehat sebagai sumber daya bagi masa mendatang Perhitungan karbon Cara untuk mengukur jumlah karbon di dalam hutan PES Payment for Ecosystem Services; pembayaran jasa lingkungan xvii Perjanjian pembayaran untuk jasa lingkungan Perjanjian dimana para pihak menyepakati akan melakukan tindakan khusus dalam mengelola dan melestarikan ekosistem dan menerima manfaat spesifik kemudian Persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan (atau FPIC) Free Prior Informed Consent; Sebuah ringkasan tentang prinsip-prinsip yang mendasari FPIC adalah: (i) informasi tentang dan konsultasi pada setiap inisiatif yang diusulkan dan dampak yang mungkin terjadi, (ii) partisipasi yang sesuai dari masyarakat adat, dan, (iii) perwakilan lembaga-lembaga xviii Perubahan iklim Perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia selama periode waktu yang panjang Perubahan penggunaan lahan Perubahan dalam cara suatu daerah yang digunakan atau dikelola, seperti mengubah hutan untuk pertanian, peternakan, berubah ke padang rumput, atau mengembalikan areal padang rumput menjadi hutan dengan penanaman kembali pohon Presipitasi Besarnya hujan, salju, atau hujan es (es) yang terbentuk dari uap air di atmosfer dan jatuh ke daratan REDD+ Reducing Emissions from Forest Degradation and Deforestation; Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di negara berkembang, dan peran konservasi, pengelolaan hutan lestari dan peningkatan cadangan karbon hutan di negara berkembang’ Restorasi hutan Daerah-daerah yang telah tidak berhutan kemudian dikembalikan mejadi hutan Siklus karbon Proses alami bergerak atau mengalirnya karbon di antara tempat-tempat yang berbeda dimana karbon digunakan dan disimpan Simpanan karbon Stok karbon (carbon stock) Stok Karbon Kuantitas karbon dalam penampungan karbon pada waktu tertentu UNDRIP United Nations Declaration on the Rights of Indegenous Peoples; Deklarasi PBB tentang hak-hak masyarakat adat/ asli UNFCCC United Nations Framework Convention on Climate Change; Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim UNPFII United Nations Permanent Forum on Indigenous Issues; Forum Tetap PBB tentang Persoalan Masyarakat Adat/asli UN REDD United Nations Collaborative Programme on Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation in Developing Countries; Program Persatuan Bangsa untuk Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di Negara Berkembang VCM standard Voluntary Carbon Market; Standar pasar karbon sukarela Materi Diklat REDD+ Karbon Perubahan Iklim MRV Gas Rumah Kaca xix xx 1 Pembukaan 1 JPL TUJUAN Penandaan bahwa secara resmi kegiatan pelatihan telah dimulai. Memberikan kesempatan kepada pimpinan Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Kehutanan ataupun pihak penyelenggara lain serta pendukung lainnya (jika ada) untuk menyampaikan harapan-harapannya dan memberi pemaparan umum (keynote address) yang membingkai pelatihan. Peserta memahami secara umum perihal pelaksanaan, pemanfaatan pengetahuan yang diterima dalam pelaksanaan tugas selanjutnya, serta pentingnya pengetahuan perubahan iklim dan REDD+ dalam pengelolaan hutan di masa mendatang. ALTERNATIF METODE Alternatif 1 Alternatif 2 Pembukaan dilakukan secara formal dengan tata tertib dan urutan acara yang telah ditetapkan dan biasa dilaksanakan dalam lingkup Pusdiklat Kehutanan. Pembukaan dilakukan secara semi formal, namun tidak meninggalkan kegiatan-kegiatan inti yang penting, dan tidak mencakup kegiatan yang berpotensi melanggar prosedur yang sudah ada selama ini di Pusdiklat Kehutanan. MERANGKUM SESI Jika tersedia waktu di akhir mata acara, fasilitator sebaiknya mengulangi dan mengingatkan pokok-pokok persoalan penting dan harapan-harapan yang disampaikan oleh pimpinan dalam acara pembukaan. 1 2 Bina Suasana Pelatihan: Perkenalan dan Pengantar Pelatihan 2 JPL TUJUAN Peserta mengetahui lebih banyak tentang para peserta lain, para pemandu latihan, serta minat mereka akan topik dan pokok-pokok persoalan dalam pelatihan ini. Peserta dan fasilitator mengidentifikasi dengan jelas apa yang diharapkan dari pelatihan dan apa yang tidak mereka inginkan atau kekhawatiran yang dapat berlangsung selama pelatihan. Peserta memahami alur dan jadwal pelaksanaan kegiatan dan membangun aturan bersama dalam mewujudkan keberhasilan pelatihan. Membagun suasana pelatihan yang tepat. ALTERNATIF METODE Alternatif 1 Perkenalan dapat dilakukan secara formal dengan memberikan kesempatan kepada masing-masing pemandu dan peserta untuk memperkenalkan nama, asal daerah, institusi, serta menjelaskan harapan dan kekhawatirannya tentang pelatihan. Jika masih ada waktu, dapat pula disisipkan penyampaian materi atau kegiatan pengembangan Emotional Spiritual Quotient (ESQ) yang sesuai dengan materi pelatihan. Penjelasan tujuan pelatihan, rangkaian pokok-pokok-bahasan, serta jadwal kegiatan dapat dilakukan secara langsung oleh fasilitator. Aturan-aturan yang akan diterapkan dalam pelatihan kemudian dibangun bersama peserta melalui sumbang-saran dan diskusi. Jikapun telah dipersiapkan sebelumnya, hendaknya aturan ini menjadi tawaran yang dapat didiskusikan dan diberikan masukan perbaikan oleh peserta. Termasuk dalam aturan itu adalah persoalan disiplin waktu. Fasilitator perlu mengajak peserta untuk selalu tepat waktu dalam mengikuti seluruh rangkaian acara serta mematuhi aturan-aturan yang sudah disepakati. 2 Alternatif 2 Perkenalan antar peserta dapat dilakukan dengan kegiatan pembelajaran experiential dengan mengajak peserta bermain permainan tertentu yang bermanfaat untuk memulai interaksi diantara mereka, misalnya dengan meminta peserta menggambar objek tertentu yang menggambarkan dirinya yang kemudian dipertukarkan dengan peserta lainnya. Berbagi cerita di antara peserta juga dapat menjadi salah satu cara yang digunakan dalam memulai sesi ini. Penjelasan tujuan pelatihan, pokok-pokok-bahasan, serta jadwal kegiatan dapat dilakukan secara langsung oleh fasilitator Sementara aturan bersama yang akan diterapkan dalam pelatihan hendaknya dibangun bersama peserta. Jikapun telah dipersiapkan sebelumnya, hendaknya aturan ini menjadi tawaran yang dapat diberikan masukan perbaikan oleh peserta. Aturan yang disepakati harus juga mencakup persoalan disiplin waktu, dan fasilitator perlu mengajak peserta untuk selalu tepat waktu dalam mengikuti seluruh rangkaian acara serta mematuhi aturan-aturan yang telah disepakati. MERANGKUM SESI Fasilitator perlu menegaskan kembali aturan-aturan yang telah disepakati bersama, dan cara-cara penegakannya secara bersama dan partisipatif. Fasilitator juga mengingatkan peserta akan nilai-nilai utama pendidikan orang dewasa (andragogi), serta memotivasi peserta untuk bersedia berbagi pengalaman yang mereka miliki dan merumuskan pembelajaran diperoleh bersama. 3 3a Perubahan Iklim 3 JPL TUJUAN Peserta memahami konsep, penyebab, tanda-tanda dan dampak perubahan iklim. Peserta memahami efek rumah kaca, mengetahui gas-gas utama penyebab efek rumah kaca, serta siklus karbon. Peserta memahami konsep resiliensi terhadap perubahan iklim yang meliputi adaptasi dan mitigasi. ALTERNATIF METODE Alternatif 1 4 Sesi ini dapat dilakukan melalui kegiatan pengajaran dengan menggunakan alat peraga lembar-balik (flipchart) atupun dengan presentasi PowerPoint, dengan memberikan penyampaian pokok bahasan yang termuat dalam tujuan pembelajaran. Bab pertama dalam Bahan Bacaan Pelatihan untuk Pelatih tentang Perubahan Iklim dan REDD+ yang dipersiapkan sebagai bahan bacaan untuk sesi ini, dapat dijadikan salah satu acauan dalam penyusunan alat peraga tersebut. Alternatif 2 Sesi ini dapat dilakukan melalui penyampaian video clip atau film pendek yang sesuai. Ada cukup banyak video clip tentang pemanasan global dan perubahan iklim yang dapat diunduh dari Internet dan kita bisa memilih yang sesuai dengan keperluan kita. Beberapa video clip tentang pemanasan global dan perubahan cuaca adalah, antara lain: Green house Effect and Global warming: https://www.youtube.com/watch?v=dP-tg4atr5M Global Warming - A video by NASA: https://www.youtube.com/watch?v=ab6jV4VBWZE BBC World - Climate Change: https://www.youtube.com/watch?v=dph2SVhDFAg Teachers TV- Climate Change - The Causes: https://www.youtube.com/watch?v=RHrFBOUl6-8 Global Warming Facts: https://www.youtube.com/watch?v=ROZJmX73FF4 Setelah pemutaran film, peserta dapat dibagi dalam beberapa kelompok untuk mendiskusikan beberapa hal yang berhubungan dengan pokok bahasan. Hasil diskusi kelompok tersebut kemudian dipertukarkan dengan peserta dari kelompok lainnya, yang dapat dilakukan melalui diskusi karosel ataupun pleno kelas. Beberapa pertanyaan untuk menggerakan diskusi itu antara lain: a. Bagaimana kita tahu bahwa perubahan iklim telah terjadi? b. Hal-hal apa saja yang menyebabkan perubahan iklim? c. Apa saja akibat dan dampak perubahan iklim? Alternatif 3 Alternatif 4 Selain menggunakan film, sebagai pembuka diskusi bisa juga digunakan pengkajian dan pendalaman studi kasus dalam kelompok. Studi kasus akan sangat membantu peserta untuk merefleksikan pengalaman kesehariannya di dalam merasakan terjadinya perubahan iklim dan mungkin pula berbagi apa yang mereka rasakan. Contoh studi kasus terdapat pada halamanhalaman berikut ini. Sesi ini dapat juga dilakukan dengan mengajak para peserta untuk mengambarkan pemahaman mereka mengenai perubahan iklim pada selembar kertas dan kemudian mempertukarkan pemahamannya itu dengan rekan yang lain; baik secara berpasangan kepada pasangannya, ataupun kepada seluruh peserta lainnya, jika jumlah peserta dan waktu yang tersedia memungkinkannya. Hasil pertukaran pemahaman ini, kemudian bersama-sama disintesis dengan bantuan fasilitator yang mengajukan beberapa pertanyaan kunci berkaitan dengan pokok bahasan, misalnya: 5 a. Apa saja pengalaman dan pengamatan para peserta yang benar-benar menunjukan bahwa perubahan iklim telah terjadi? b. Hal-hal apa saja yang menyebabkan perubahan iklim? c. Apa saja akibat dan dampak perubahan iklim? Alternatif 5 Beberapa permainan juga dapat dimanfaatkan dalam penguatan pemahaman peserta dalam pokok bahasan ini, misalnya permainan lapisan sarung/selimut untuk memberikan gambaran lebih dalam mengenai efek rumah kaca, dan sebagainya. Permainan sarung/selimut dilakukan dengan meminta para peserta secara berpasangan atau dalam kelompok kecil untuk duduk merapat dibawah sebuah selimut, sarung, atau bahan penutup lainnya selama beberapa waktu. Setelah beberapa waktu, apa yang dialami selama berada dalam selimut, yakni memanasnya udara dalam selimut, dapat diungkapkan dan dijadikan analogi untuk membahas pemanasan global dengan pertanyaan-pertanyaan diskusi seperti diatas. MERANGKUM SESI Hal penting yang hendaknya ditekankan oleh fasilitator dalam merangkum sesi ini adalah perbedaan antara cuaca dan iklim: cuaca adalah kondisi harian atmosfer, sementara iklim adalah kondisi cuaca pada rentang waktu yang lebih panjang. Selain itu, fasilitator hendaknya mengingatkan bahwa perubahan iklim adalah sesuatu yang telah dan sedang terjadi, sudah dirasakan di Indonesia, dan akan membawa berbagai dampak negatif yang makin meluas. Dengan berlangsungnya hal tersebut, kita harus melakukan penyesuaian diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi (adaptasi) dan juga mengurangi penyebab terjadinya (mitigasi) agar dapat mewariskan kehidupan yang lebih baik pada generasi selanjutnya. 6 Studi Kasus Perubahan Iklim Sudahkah Berlangsung di Indonesia? Banyak dari kita yang masih sering mempertanyakan, sudahkah perubahan iklim terjadi di Indonesia? Dan banyak pula di antara kita yang masih ragu akan dampak perubahan iklim tersebut bagi kehidupan dirinya dan masyarakat Indonesia lainnya. Berikut ini disampaikan beberapa paparan singkat pengalaman masyarakat, hasil pengamatan dari penelitian dan juga pengetahuan umum tentang perubahan iklim yang telah berlangsung. Mudah-mudahan hal ini dapat merubah cara pandang kita tentang pentingnya berbuat baik dalam kaitan mengurangi penyebab atau mitigasi maupun penyesuaian diri dengan perubahan yang terjadi atau adaptasi, dari perubahan iklim yang telah terjadi. Cuaca ekstrim dan bencana alam Di kawasan tropis Samudera Pasifik, terdapat dua fenomena iklim yang biasanya diikuti oleh bencana alam yang melanda kawasan di sekitarnya, termasuk diantaranya Indonesia. Kedua fenomena tersebut disebut El Niño dan La Niña, yang merupakan perubahan sementara dari pergerakan angin di atmosfer dan pergerakan air di lautan. Setiap tiga sampai tujuh tahun, angin yang berada di atas kawasan tropis Samudera Pasifik menjadi lebih lemah. Hal ini akan mempengaruhi pergerakan air laut dan mengakibatkan air di bagian timur Samudera Pasifik menjadi lebih hangat. Di Indonesia efeknya adalah suhu menjadi lebih panas di musim kemarau dan lahanlahan menjadi rentan terbakar. Kebakaran besar hutan dan lahan yang melanda Kalimantan dan Sumatera pada 1982 −1983 dan 1997 − 1998 terjadi pada saat El Niño berlangsung. Sementara pada La Niña, kondisi yang berlangsung adalah sebaliknya, yakni angin yang berada di atas kawasan tropis Samudera Pasifik menjadi lebih kuat sehingga membawa air yang lebih dingin ke bagian timur Samudera Pasifik. Keadaan ini akan meningkatkan curah hujan, yang akhirnya mengakibatkan banyak daerah pesisir dan dataran rendah mengalami banjir dan terendam. Selama beberapa dekade terakhir telah terjadi beberapa perubahan signifikan, antara lain meningkatnya frekuensi terjadinya El Niño dan La Niña. Jika pada 1970-an El Niño dan La Niña terjadi dalam rentang empat − lima tahun sekali, maka dalam satu dekade terrakhir terjadinya fenomena itu meningkat menjadi dua-tiga tahun sekali. El Niño dan La Niña tidak hanya disebabkan oleh perubahan iklim, tetapi saat fenomena alam ini terjadi, adaptasinya akan menjadi lebih sulit sebagai dampak dari perubahan iklim yang sudah dan sedang terjadi. 7 Usaha pertanian Perubahan iklim telah mengacaukan musim hujan dan musim kemarau. Para petani kini sulit menentukan varietas tanaman dan jadwal tanam lantaran iklim sulit diduga. Di berbagai wilayah Indonesia kekeringan dan banjir menggagalkan produksi pangan, termasuk sawah banyak puso atau gagal panen. Perubahan iklim yang terjadi, menurut pakar iklim pertanian dari Institut Pertanian Bogor, Rizaldo Boer, merupakan stabilisasi pemanasan global yang memicu anomali iklim. Sederhananya, iklim menyimpang dari biasanya. Penyimpangan iklim ini terus meningkat, baik seringnya, gawatnya, maupun lamanya. Sebagai contoh, salah satu peristiwa yang menunjukan hal ini terjadi pada 2003 di Indramayu, Jawa Barat, yakni ketika para petani mengalami suatu kejadian yang sangat merugikan sehingga menjadi catatan kelam dalam kehidupan mereka. Ribuan hektar lahan puso dan mengalami gagal panen. Kala itu mereka menanam padi jenis Talimas, salah satu varietas padi yang butuh waktu panjang dan perlu banyak air, dengan harapan dapat memperoleh hasil yang memuaskan dengan harga jual yang baik. Para petani dari Kecamatan Kadang Haur, Indramayu, waktu itu mengalami kesalahan dalam meramalkan iklim yang berlangsung; musim hujan yang mereka duga akan berlangsung panjang, justru berlangsung jauh lebih pendek. Akibatnya, sawah hanya menghasilkan bulir-bulir gabah kosong karena kekurangan air. Para petani pun rugi rata-rata Rp. 1,5 juta dari setiap 700 meter persegi sawah mereka. Bencana yang dialami petani Indramayu tersebut merupakan gambaran bahwa perubahan iklim telah berlangsung dan berdampak langsung pada masyarakat dan sektor pertanian. Perubahan iklim ini membuat iklim terus berubah sehingga sulit diraba dan diduga. Musim hujan terkadang menjadi lebih panjang dan kerap mengakibatkan banjir yang merendam persawahan di dataran rendah. Sementara saat musim kemarau berlangsung, kekeringan berlangsung lebih panjang dan tidak tersedia air yang memadai untuk bercocok tanam. Musim tanam pun kerap bergeser dari yang biasanya berlangsung. Usaha pariwisata Rifi Hamdani seorang pemandu (guide) wisata di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur mengamati bahwa beberapa tahun belakangan ini cuaca acap kali menjadi sulit diperkirakan dan tidak pasti. Hal ini sangat mengganggu aktivitas wisata di kawasan yang memiliki 20 titik penyelaman tersebut. Menurut pria yang telah menggeluti bisnis wisata bawah air sejak 2002 ini, biasanya gelombang kencang berlangsung dari pertengahan Juli hingga pertengahan September, namun sekarang kondisi tersebut telah berubah dan gelombang kencang dan tinggi datang lebih awal dan lebih panjang. Kondisi ini mengakibatkan pengusaha wisata di kepulauan yang terdiri atas Pulau Sangalaki, Pulau Derawan, Pulau Maratua dan Pulau Kakaban, mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan tamu yang datang. Rencana yang telah disusun terkadang harus diubah karena kondisi cuaca yang tidak memadai dan mereka terpaksa mencari tempat lain yang lebih aman sebagai penggantinya. Keadaan ini berakibat meningkatnya biaya operasional dan menurunkan kepuasan pelanggan. Untung saja, sampai saat ini kerugian yang dialami dan peningkatkan resiko yang terjadi belum secara signifikan mengancam keberlanjutan usaha wisata yang ada. Namun, jika keadaan semakin memburuk, bukan tidak mungkin hal itu akan berakibat lebih buruk lagi bagi usaha yang ada. 8 Kehidupan masyarakat pesisir Perubahan iklim yang berakibat antara lain ketidakteraturan iklim, pemanasan suhu udara dan kenaikan muka air laut, paling dirasakan oleh masyarakat yang hidup di pesisir dan pulau-pulau kecil. Misalnya saja apa yang dialami penduduk di Pulau Kaledupa di Kepulauan Tukang Besi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Selama ini mereka sangat tergantung pada tanda-tanda alam, yang disebut katandai, dalam mencari penghidupan dan melaksanakan kegiatan keseharian mereka. Namun, beberapa tahun terakhir ini dengan mengamati tanda-tanda alam mereka melihat bahwa banyak perubahan telah terjadi, dan banyak perubahan itu cukup menganggu kehidupan masyarakat. Tak hanya itu, masyarakat Kalelupa juga merasakan kenaikan muka air laut yang mengancam rumah dan pemukiman mereka. Salah seorang warganya yang bernama La Baloro mengungkapkan bahwa sekarang ini jika terjadi gelombang pasang, air laut masuk semakin jauh ke daratan. Kolong rumahnya yang dulu masih berjarak sekitar tiga meter dari batas air saat terjadi gelombang pasang, kini sudah diggenangi air laut karena ketinggian air yang bertambah sekitar 10 cm. Masyarakat Balikukup di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur juga mengalami hal yang kurang lebih sama, terutama dalam sulitnya memprediksi cuaca yang akan terjadi. Penduduk pulau Gosong Pasir yang luasnya sekitar 18 hektar sebagian besar adalah nelayan teripang. Penangkapan teripang dilakukan dengan mencarinya di pantai pada saat air surut di malam hari ataupun dengan menyelam di laut hingga kedalaman kurang lebih 10 meter. Karenanya, nelayan teripang sangat bergantung pada cuaca. Jika cuaca baik, banyak nelayan teripang dapat mencari teripang dengan menyelam, sementara jika hujan atau badai, mereka lebih memilih untuk mencarinya di sekitar pantai, meskipun hasil yang didapatkan lebih rendah atau tidak ada sama sekali. Dulu, para nelayan merasakan bahwa cuaca itu bisa diprediksi, namun sekarang tidak lagi. Salah seorang tetua Balikukup yang paling ahli menduga cuaca, Atang, mengatakan bahwa ia sekarang sulit sekali meramalkan cuaca dan banyak ramalannya meleset, padahal sebelumnya ia mampu membuat prediksi dengan tepat, bahkan hingga setahun ke depan. Cuaca yang tidak menentu ini menyebabkan para nelayan mereka sulit memprediksikan penghasilannya. Dulu, mereka bisa membuat perhitungan kapan waktunya mengumpulkan uang karena tahu kapan bisa melaut. Sekarang, jika terlihat laut sedikit teduh, mereka pun segera melaut karena khawatir bahwa cuaca akan berubah dan mereka tidak bisa mendapatkan hasil yang mencukupi. Sumber: http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/dampak-perubahan-iklim-bagi-petani-indonesia http://iklimkarbon.com/2010/05/04/dampak-perubahan-iklim-terhadap-pertanian/ http://wwf.panda.org/about_our_earth/aboutcc/problems/people_at_risk/personal_stories/witness_ stories/ 9 3b Peran Hutan dalam Perubahan Iklim 2 JPL TUJUAN Peserta memahami bagaimana hutan dapat mengurangi perubahan iklim dan membawa manfaat bagi iklim, masyarakat dan keanekaragaman hayati. Peserta memahami dampak pemanfaatan lahan dan hutan pada perubahan iklim, konsep pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan serta peran konservasi dan pengelolaan hutan berkelanjutan (REDD+) dalam meningkatkan cadangan karbon hutan di negara berkembang. ALTERNATIF METODE Alternatif 1 Sesi ini dapat dilakukan melalui kegiatan pengajaran, baik dengan menggunakan alat peraga Lembar-balik (flipchart) ataupun dengan presentasi PowerPoint, dengan memberikan penyampaian pokok bahasan yang termuat dalam tujuan pembelajaran. Materi dalam bahan bacaan yang dipersiapkan sebagai pelengkap dari sesi ini adalah bagian yang berjudul “Memahami Perubahan Iklim”, dan secara khusus bagian tentang “Mengapa Hutan Sedemikian Penting”. Bahan ini dapat dijadikan salah satu acauan dalam penyusunan alat peraga. Alternatif 2 Sesi ini dapat dilakukan melalui pengkajian dan pendalaman bahan bacaan dalam kelompok. Bahan bacaan akan sangat membantu peserta untuk memahami pokok bahasan ini. Di dalam kelompok yang ada, para peserta diminta untuk mendiskusikan dan menjawab beberapa pertanyaan kunci, misalnya: a. Apa saja peran hutan dalam perubahan iklim? b. Bagaimana hutan mempengaruhi iklim? Apa saja bagian atau elemen hutan yang berperan dalam perubahan iklim? c. Bagaimana kita dapat mengetahui bahwa hutan berpengaruh terhadap cuaca dan iklim? d. Hasil diskusi kelompok tersebut kemudian dipertukarkan dengan peserta dari kelompok lainnya, yang dapat dilakukan melalui diskusi karosel ataupun pleno 10 Alternatif 3 Sesi ini dapat dilakukan dengan mengajak peserta mengambarkan pemahaman mereka mengenai manfaat hutan pada selembar kertas dan kemudian secara berpasangan mempertukarkan pemahamannya tentang manfaat hutan. Pertukaran pemahaman ini dapat pula dilakukan dengan seluruh peserta lainnya, jika jumlah peserta memadai dan waktu masih tersedia. Hasil pertukaran pemahaman ini, kemudian disintesis bersama-sama dengan bantuan fasilitator yang mengajukan beberapa pertanyaan kunci tentang pokok bahasannya. Pertanyaan itu serupa dengan pertanyaan kunci pada Alternatif 2. MERANGKUM SESI Hal penting yang hendaknya ditekankan oleh fasilitator dalam merangkum sesi ini adalah bahwa hutan sangat berperan dalam perubahan iklim, baik sebagai penyimpan (sink) karbon maupun dalam menyerap karbon dari atmosfer dan melepaskan karbon ke atmosfer. Ketika pepohonan ditebang atau dibakar, karbon yang tersimpan di dalam hutan akan dilepaskan ke atmosfer. Sebaliknya, penaman dan pertumbuhan pohon akan menangkap karbon dari atmosfer untuk disimpan. Di Indonesia, sektor pembukaan hutan dan kerusakan hutan merupakan sumber emisi gas rumah kaca yang paling besar. 11 Bahan Bacaan Arti Penting Hutan dalam Perubahan Iklim T(anya) : Mengapa kita harus melindungi hutan jika kita ingin mengatasi perubahan iklim? J(awab): Ilmuwan memperkirakan bahwa emisi yang ditimbulkan oleh deforestasi dan degradasi hutan mencapai sekitar 20 persen dari seluruh emisi gas rumah kaca (GRK) per tahun. Jumlah ini lebih besar dari emisi yang dikeluarkan oleh sektor transportasi secara global. T: Bagaimana hutan dapat mengeluarkan emisi yang lebih besar dari emisi gabungan yang dikeluarkan oleh mobil, truk, pesawat udara dan kapal laut? J: Ketika hutan ditebang atau digunduli, biomassa yang semula tersimpan di dalam pohon-pohon akan membusuk atau terurai dan menghasilkan gas karbon dioksida (CO2) sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer. GRK itulah yang memerangkap panas yang dipancarkan permukaan bumi. Selain itu, beberapa kawasan hutan melindungi sejumlah besar karbon yang tersimpan di bawah tanah. Sebagai contoh, ketika hutan pada lahan gambut dibakar atau dikeringkan, maka emisi karbon yang dikeluarkan tidak berasal hanya dari vegetasi yang tumbuh di permukaan tanah, tetapi bahan organik yang ada di dalam tanah juga akan terurai dan mengeluarkan CO2. hal ini patut menjadi perhatian karena hutan lahan gambut memiliki lebih banyak karbon di bawah permukaan tanah daripada di atasnya. Ketika pohon-pohon hutan habis, bumi kehilangan sumber dayanya yang sangat berharga dan seharusnya secara terus menerus menyerap CO2 yang ada di atmosfer. Hasil riset terbaru menunjukkan bahwa dari 32 milyar ton CO2 per tahunnya yang dihasilkan oleh aktivitas manusia, kurang dari lima milyar ton diserap oleh hutan. Jadi kehilangan satu tegakan pepohonan merupakan kehilangan berlipat ganda. Kita tidak hanya kehilangan cadangan karbon di daratan tetapi juga kehilangan ekosistem yang mampu menyerap kelebihan karbon di atmosfer. T: Jadi, apa yang harus dilakukan? Memagari semua areal hutan? J: Tidak. Hutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan dan masyarakat secara keseluruhan. Menurut Bank Dunia lebih dari satu milyar orang sangat tergantung pada hutan sebagai sumber kehidupan mereka. Ratusan juta manusia juga bergantung pada bahan obat-obatan tradisional yang berasal dari tumbuhan hutan. Sebagian besar asupan protein yang dikonsumsi masyarakat pedesaan berasal dari berburu dan memancing di lahan hutan. Hutan juga sangat penting dipandang dari sudut komersial. 12 Pada tahun 2003, perdagangan internasional untuk kayu gergajian, bubur kayu, kertas dan papan mencapai nilai US$150 milyar — lebih dari dua persen total perdagangan dunia. Kita bisa memperkirakan bahwa konversi hutan menjadi lahan pertanian akan tetap berlangsung. Namun demikian, hal ini harus dilakukan dengan hati-hati, strategis dan mengindahkan aspek keberlanjutan. Pembalakan kayu yang tidak terkendali, pembakaran dan pembabatan hutan tropis harus dihentikan. Kita juga harus menghentikan kerusakan skala besar yang terjadi pada hutan gambut yang kaya akan karbon dan mampu mengeluarkan GRK dalam jumlah yang sangat besar jika hutan tersebut dibabat atau dikeringkan dan dibakar. T:Akankah seseorang dirugikan jika kita mencoba untuk mengawasi kerusakan hutan? J: Hutan pada umumnya dibabat dan dipanen kayunya untuk menghasilkan uang. Mengalihfungsikan hutan menjadi lahan yang dapat menghasilkan uang secara cepat, seperti kebun kelapa sawit, tentunya akan menghasilkan keuntungan finansial. Tetapi alih fungsi itu seringkali menuntut pengorbanan ekonomi jangka pendek masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan. Demi kepentingan keadilan dan kesetaraan, masyarakat kurang mampu yang hidupnya bergantung pada hutan tidak seharusnya menjadi korban. Disamping itu, dalam jangka panjang, setiap orang akan memperoleh manfaat dari hutan yang dikelola secara lestari. Jika GRK yang tersimpan di dalam hutan dilepaskan, maka diperlukan beberapa generasi untuk bisa mengikatnya kembali. Karena itu, jika sebagian besar kawasan hutan akan hilang untuk seterusnya, maka yang akan kita hadapi ke depan adalah sebuah mimpi buruk dimana kita semua dirugikan. T: Kemungkinan terburuk apakah yang dapat terjadi? J: Sebutan yang paling umum digunakan adalah umpan-balik positif, sebuah siklus sebab-akibat yang berulang secara otomatis dan berlangsung terus-menerus. Ketika sudah cukup banyak hutan yang dihancurkan, maka bersama karbon dari sumber-sumber lainnya, konsentrasi CO2 di atmosfer akan menyebabkan suhu udara menjadi lebih panas. Akibatnya kekeringan dan kebakaran hutan akan lebih sering terjadi, dan demikian seterusnya sehingga akhirnya merusak keseimbangan ekosistem. Hutan yang mengalami kebakaran berkali-kali tidak dapat pulih kembali dan tidak mampu lagi menyerap ataupun menyimpan karbon. Jika kita tidak bertindak secepatnya, maka kita akan menghancurkan potensi hutan dalam mitigasi emisi. Sumber: http://www.cifor.org/publications/pdf_files/media/MediaGuide_REDD_Indonesian.pdf 13 3c Pemicu dan Pemacu Deforestrasi dan Degradasi 3 JPL TUJUAN Peserta memahami pemicu dan pemacu deforestrasi dan degradasi hutan yang berlangsung di Indonesia. Peserta dapat mengidentifikasi aktivitas-aktivitas apa yang dapat mengurangi dan menghentikan terjadinya deforestrasi dan degradasi hutan yang berlangsung. ALTERNATIF METODE Alternatif 1 Peserta dibagi dalam beberapa kelompok, bisa dua ataupun empat kelompok. Jika dua kelompok, satu kelompok dapat mengidentifikasi pemicu dan pemacu deforestrasi yang berlangsung di daerah/wilayah-nya, sementara kelompok lainnya akan mendiskusikan pemacu dan pemicu degradasi. Apabila jumlah peserta cukup besar, peserta dapat dibagi menjadi empat kelompok, dengan memisahkan identifikasi faktor pemicu dan faktor pemacu dari deforestrasi maupun degradasi dalam dua kelompok yang berbeda. Hasil identifikasi faktor pemicu dan pemacu untuk deforestasi dan degradasi ini kemudian diurutkan dari yang terbesar pengaruhnya hingga yang terkecil pengaruhnya. 14 Pada tahap selanjutnya peserta di dalam kelompok diminta mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang dapat mengurangi dan/atau menghentikan masing-masing pemicu dan pemacu yang teridentifikasi pada tahap sebelumnya. Hasil diskusi kelompok kemudian diplenokan, dapat dengan metode karosel ataupun presentasi biasa pada kelompok lainnya. Peserta diminta membaca studi kasus yang telah dipersiapkan, seperti: studi kasus di Berau, yang ada sebagai pendukung modul ini. Secara individu peserta diminta mengidentifikasi apa saja faktor pemicu dan faktor pemacu deforestrasi dan juga faktor pemicu dan faktor pemacu degradasi. Kemudian peserta diminta bekerja secara berkelompok untuk menentukan urutan faktor-faktor dari yang terbesar pengaruhnya dan mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang dapat mengurangi dan/atau menghentikan masing-masing faktor pemicu dan pemacu yang teridentifikasi. Hasil diskusi kelompok kemudian diplenokan, dapat dengan metode karosel ataupun presentasi biasa pada kelompok lainnya. Alternatif 2 Catatan: Baik Alternatif 1 maupun Alternatif 2 dapat dibantu dengan format sebagai berikut: Faktor Pemicu Degradasi Deforestasi Aktivitas Penanganan Faktor Pemacu 1. . . . . . . . . . . . . . . 1. . . . . . . . . . . . . . . 1. . . . . . . . . . . . . . . 2. 2. 2. .............. .............. .............. 3. . . . . . . . . . . . . . . 3. . . . . . . . . . . . . . . 3. . . . . . . . . . . . . . . 4. . . . . . . . . . . . . . . 4. . . . . . . . . . . . . . . 4. . . . . . . . . . . . . . . 5. . . . . . . . . . . . . . . 5. . . . . . . . . . . . . . . 5. . . . . . . . . . . . . . . 1. . . . . . . . . . . . . . . 1. . . . . . . . . . . . . . . 1. . . . . . . . . . . . . . . 2. 2. 2. .............. .............. .............. 3. . . . . . . . . . . . . . . 3. . . . . . . . . . . . . . . 3. . . . . . . . . . . . . . . 4. . . . . . . . . . . . . . . 4. . . . . . . . . . . . . . . 4. . . . . . . . . . . . . . . 5. . . . . . . . . . . . . . . 5. . . . . . . . . . . . . . . 5. . . . . . . . . . . . . . . MERANGKUM SESI Bappenas telah melakukan analisa tulang ikan mengenai penyebab deforestrasi dan degradasi di Indonesia. Hasil analisa ini dapat dijadikan pembanding dengan hasil diskusi yang berlangsung pada sesi ini. Setelah memahami faktor-faktor pemicu dan pemacu deforestrasi dan degradasi hutan yang berlangsung di suatu daerah, maka inisiatif REDD+ yang dikembangkan di daerah tersebut haruslah mampu mengurangi atau menghentikan faktor-faktor tersebut. 15 Studi Kasus Deforestrasi dan Degradasi Hutan Di Berau Berau adalah sebuah Kabupaten di bagian utara Propinsi Kalimantan Timur. Sekitar 75% dari total luas lahan yang ada di kabupaten ini atau 2,5 juta hektar masih memiliki tutupan hutan. Meskipun demikian, banyak kawasan hutan di kabupaten ini terancam keber­ adaannya oleh beberapa kegiat­ an seperti pene­ bangan kayu secara legal maupun ilegal, pembukaan lahan untuk kelapa sawit dan hutan tanaman industri, serta pertambangan batubara. Diperkirakan bahwa sekitar 39.000 hektar hutan hilang setiap tahunnya dan menghasilkan 20 juta ton emisi CO2. Sejak 2008, kabupaten ini men­ dapat dukungan dari The Nature Concervancy, sebuah lembaga konservasi internasional untuk mengembang­kan inisiatif REDD+ melalui program yang dikenal sebagai Berau Forest Conserva­tion Program. Program ini diharapkan dapat mening­katkan manfaat dari pengelolaan hutan secara lestari dan juga berkontribusi pada pengurangan emisi. Dalam periode 1990 − 2008, laju deforestasi di kawasan hutan lindung masih sangat rendah, namun kemudian meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Sementara deforestasi tahun­ an pada periode 1990 − 2005 berlangsung cukup berimbang di kawasan hutan (Kawasan Budidaya Kehutanan, KBK) dan non-kawasan hutan (Kawasan Budidaya Non-Kehutanan, KBNK). Antara tahun 2005-2008 keadaan ini mengalami perubahan dimana deforestasi di kawasan non-hutan lebih meningkat. Degradasi secara konsisten lebih besar berlangsung pada kawasan hutan dibandingkan kawasan non-hutan sebagai akibat kegiatan penebangan di kawasan hutan. Degradasi hutan tertingggi dalam setiap tahunnya berlangsung pada periode 2000 - 2005. Penurunan degradasi hutan di kawasan nonhutan, kemungkinan besar disebabkan berkurangnya tegakan komersial di daerah yang dapat diakses (Dewi et al.,2010). Hutan dan tutupan lahan di Berau dalam empat dekade terakhir umumnya tidak terpengaruh oleh bencana alam seperti gempa bumi, banjir atau longsor. Bahkan kebakaran hutan, yang dilaporkan sering terjadi di sebagian besar wilayah lain di Kalimantan Timur selama musim kemarau panjang, tidak terlampau mempengaruhi deforestrasi dan degradasi hutan di kabupaten ini. Kondisi hutan dan tutupan lahan yang ada di Berau lebih banyak dibentuk oleh pertumbuhan penduduk, perubahan politik dan administrasi, dan pengembangan sosialekonomi. Sumberdaya hutan, khususnya kayu, telah diekstraksi sejak awal 16 Annual areas (ha/y) Tingkat emisi periode 1990-2008 (Dewi et al. 2010b) 12000 30 10000 25 Emission (MI CO2/tahun) 8000 6000 4000 2000 0 Deforestation 1900-2000 Deforestation 2000-2005 Deforestation 2005-2008 Forest degradation 1900-2000 Forest degradation 2000-2005 Forest degradation 2005-2008 20 15 10 5 0 Protected forest Forest cultivation area Non-forest cultivation area 1990-00 2000-05 2005-08 APL Non-Protected Forest Grafik Emisi, Laju Deforestrasi dan Degradasi di Kabupaten Berau Protected Forest 1970-an oleh perusahaan HPH skala besar. Sejak tahun 1980-an, banyak kawasan hutan yang ditebang untuk pengembangan pertambangan batubara dan perkebunan skala besar, terutama kelapa sawit. Penebangan liar juga pernah marak di kawasan hutan yang ada pada saat berlangsung­ nya ketidakstabilan politik pada tahun 1998-2001. Faktor lain pemicu deforestrasi dan degradasi di Berau adalah masih banyaknya dipraktekannya perladangan berpindah dan meningkatnya pembukaan lahan oleh masyarakat untuk pengembangan beberapa komoditas perkebunan seperti karet, kakao, dan kopi (Sardjono dan Ibrahim, 2010). Adapun tingkat dan distribusi pemanfaatan penggunaan lahan di Berau pada tahun 2009 dipresentasikan dalam tabel di bawah ini. Tipe Pemanfaatan Lahan Hak Pengusahaan Hutan Alam Jumlah Luas (hektar) 13 780,000 Hutan Lindung 7 361,000 Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri 3 229,000 Perkebunan Kelapa Sawit 32 189,000 Konsesi Pertambangan 27 185,000 - 812,000 Penggunaan Lain TOTAL 2,556,000 Kondisi beragam pemanfaatan lahan di Kabupaten Berau Sementara pola atau kecenderungan emisi CO2 yang dihasilkan oleh beragam aktivitas manusia dapat dilihat pada paparan di bawah ini. (1) Penebangan di areal HPH; kecenderungannya adalah penebangan yang berlangsung tetap. Sekitar 35% dari total lahan yang ada di Berau merupakan kawasan yang dikelola oleh 13 konsesi hak pengusahaan hutan alam yang membutuhkan pemanenan secara selektif (selective logging) agar dapat dijaminkan keberlanjutannya. Perencanaan, pemanenan dan pengelolaan kawasan yang buruk akan mengakibatkan emisi karbon yang besar. 17 (2) Illegal logging; kecenderungan adalah bahwa tingkat penebangan yang menurun. Buruknya tata kelola dari kawasan hutan telah mengakibatkan maraknya penebangan liar yang mencapai puncaknya pada saat terjadinya transisi politik nasional pada 19982001. Tampaknya telah terjadi penurunan dalam beberapa tahun terakhir sebagai hasil dari upaya melawan illegal logging secara nasional, namun data pastinya masih belum tersedia. Illegal logging terjadi di semua jenis kawasan hutan, namun di hutan lindung dimana penebangan kayu sangat dilarang, laju kerusakan hutan meningkat dari 4% menjadi 9% dari total emisi pada rentang 200-2008. Di Berau terdapat tujuh kawasan hutan lindung yang secara total mencakup 361,000 hektar atau 17% dari total kawasan hutan yang ada. (3) Konversi dari hutan alam menjadi hutan tanaman industri kecenderungannya berlangsung tetap. Hutan tanaman industri memiliki kemampuan menyimpan karbon yang lebih rendah dari hutan alam, dan pembangunan tiga HTI yang meliputi 229,000 hektar atau 10% dari total kawasan hutan di Berau akan meningkatkan emisi karbon secara signifikan. Masih terdapat areal hutan primer dan sekunder seluas 74,000 hektar di dalam kawasan HTI yang potensial meningkatkan emisi di masa mendatang. Secara umum, Berau tidak terlampau terpengaruh dengan lajunya pengembangan HTI di kawasan lain di Indonesia, meskipun keadaan ini mungkin saja berubah di masa mendatang. Sejak tahun 2000 terjadi peningkatan penanaman akasia sebesar 30% setiap tahunnya. (4) Perladangan berpindah kecenderungannya meningkat. Sebagian besar populasi di pedesaan melakukan kegiatan perladangan berpindah dimana petak tanah ditanami secara temporer dan kemudian ditinggalkan. Secara komulatif perluasan area perladangan berpindah ini diperkirakan mencapai 50,000 hektar per tahun. Emisi karbon yang terjadi sangat tergantung tipe lahan yang dibuka. (5) Konversi dari hutan alam menjadi perkebunan kelapa sawit kecenderungannya adalah perluasan yang sangat besar. Seperti halnya kawasan lain di Kalimantan, dalam rentang 5 tahun terakhir pengembangan kelapa sawit di Berau berlangsung sangat cepat. Pada saat ini terdapat 22 ijin perusahaan dengan total areal seluas 189,000 hektar atau 9% dari total kawasan hutan yang ada, dimana banyak areal dalam kawasan tersebut yang masih berhutan dan belum ditanami. Prediksi emisi karbon yang diakibatkan pengembangan kelapa sawit dan potensi dari kegiatan non-kehutanan lainnya dapat lebih dari 100 juta ton CO2. (6) Pertambangan kecenderungannya meningkat. Dua puluh tujuh perusahaan pertambangan dengan area konsesi seluas 185,000 hektar atau 8% dari total kawasan hutan yang ada. Hingga saat ini, emisi karbon yang berlangsung masih relatif rendah, namun pemberian ijin pertambangan batubara secara besar-besaran dan rendahnya deposit emas yang diektraksi,menyebabkan bahwa emisi karbon dari kegiatan pertambangan di masa mendatang sulit untuk diprediksi tetapi sangat besar kemungkinannya bahwa akan meningkat. (7) Konversi mangrove menjadi tambak udang kecenderungannya agak meningkat. Di Kalimantan, Berau merupakan salah satu daerah dimana masih terdapat ekosistem mangrove yang cukup baik. Secara umum konversi yang terjadi tidak terlampau besar, namun dikhawatirkan akan laju konversi hutan bakau menjadi tambak akan meningkat seiring dengan tingginya migrasi di kawasan-kawasan pesisir kabupaten ini. Sumber: The Nature Conservancy 18 Analisa Tulang Ikan (Fishbone) Penyebab Degradasi dan Deforestrasi di Indonesia1 Studi Kasus Contoh studi kasus Analisa Tulang Ikan (Fishbone) Penyebab Degradasi dan Deforestrasi di Indonesia1 TATA RUANG YANG LEMAH Partisipasi rendah Lemahnya kapasitas Konflik lahan tidak individu pekerja pernah selesai kehutanan Sistem pengurusan hutan lemah Masyarakat adat ……………………… belum diakui Tidak adanya …………………….. alternatif mata Kurangnya pencaharian ketersediaan data Kinerja organisasi dan informasi pengelola rendah Batas kawasan tidak Tidak menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan Perencanaan sektoral tidak terpadu Kurangnya kepemimpinan UNIT MANAJEMEN HUTAN TIDAK EFEKTF pernah mantap Konversi Terencana: perkebunan dan pertanian, tambang, infrastruktur, dan lain-lain. Konversi Tidak Terencana: perambahan, kebakaran, Illegal logging Target pertumbuhan ekonomi tidak tercapai Kesenjangan permintaan & penawaran kayu & minyak sawit Koordinasi yang lemah Effektivitas dan efisiensi rendah Pengelolaan tidak bekerja di lapangan GOVERNANCE 1 Ketidakadilan distribusi pendapatan dari sektor kehutanan Transparansi, partisipasi dan akuntabilitas rendah Penegakan hukum lemah DEFORESTRASI dan DEGRADASI Pembangunan belum Patuh pada paradigma & Prinsip pembangunan berkelanjutan MASALAH TANURIAL Dasar hukum lemah Kebijakan penegakan hukum lemah DASAR DAN PENEGAKAN HUKUM LEMAH Diambil dari Dokumen Final Draft for Online Public Disclosure Strategi Nasional REDD+ Indonesia. 22 1 Diambil dari Dokumen Final Draft for Online Public Disclosure Strategi Nasional REDD+ Indonesia 19 4 Skema Internasional dan Nasional dan Strategi Implementasi REDD+ 3 JPL TUJUAN Peserta memahami beberapa proses internasional yang menentukan dan mendorong perkembangan REDD+. Peserta memahami perdebatan dan aksi internasional tentang REDD+. Peserta memahami apa yang dimaksud dengan UNFCC, Kyoto Protokol, Rencana Aksi Bali, REDD dan REDD+. Peserta memahami bagaimana posisi pemerintah Indonesia dalam perubahan iklim dan inisiatif REDD+. ALTERNATIF METODE Alternatif 1 Alternatif 2 Sesi ini sebaiknya dilakukan dengan meminta satu orang narasumber yang paham akan pokok persoalan ini untuk memberikan ceramah yang diikuti dengan kesempatan bagi para peserta untuk bertanya-jawab dengan narasumber. Narasumber dapat berasal dari kalangan pejabat senior Kementerian Kehutanan, Pengurus atau Anggota Kelompok Kerja yang dibentuk untuk menangani perubahan iklim dan REDD+, baik di tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten, akademisi dari perguruan tinggi ataupun pihak lainnya yang memiliki kompetensi dalam memberikan materi ini. Jika menghadapi kesulitan dalam mendapatkan narasumber yang memadai, peserta dapat diminta membaca bahan bacaan yang sudah dipersiapkan dan kemudian mendiskusikan beberapa hal penting atau pembelajaran penting dari bahan bacaan ini pada peserta lainnya. MERANGKUM SESI Fasilitator mengingatkan kembali hal-hal penting yang disampaikan narasumber ataupun kesimpulan dari materi yang dibagikan. Perlu dipertegas pada para peserta bahwa proses tentang REDD+ masih merupakan sesuatu topik yang terus bergulir dan dibicarakan dalam persidangan di UNFCC. Pelatihan dan bahan yang diberikan dalam pelatihan ini hanyalah pemicu bagi peserta untuk terus mendalami topik ini. Beberapa sumber informasi mengenai perubahan iklim dan REDD+ telah tersedia dan dapat diakses oleh publik, diantaranya: http:// unfccc.int/2860.php atau http://www.redd-indonesia.org 20 Bahan Bacaan Kebijakan dan Tindakan Perubahan Iklim: Bekerja untuk Memecahkan Masalah Perubahan Iklim Kebijakan internasional perubahan iklim Sebuah kebijakan adalah rumusan tentang tujuan umum dan arah yang akan ditempuh yang kemudian dijabarkan menjadi rencana aksi untuk memandu keputusan operasional dan mencapai hasil yang diharapkan. Pemerintah negaranegara di seluruh dunia sedang bekerja bersama dalam merancang kebijakan yang dapat menghentikan perubahan iklim, membantu adaptasi dengan perubahan yang telah terjadi, dan mempersiapkan diri dengan lebih baik dalam menghadapi perubahan yang mungkin terjadi di masa depan. Semua negara bekerja dengan organisasi-organisasi internasional yang membantu pemerintah bekerja sama dalam membuat kebijakan tentang pokok-pokok persoalan penting, termasuk perubahan iklim. Organisasi internasional yang memimpin pengembangan kebijakan internasional adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dengan keanggotaan yang mencakup 192 negara-hampir setiap negara di dunia. Di dalam PBB, badan yang disebut Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change atau UNFCCC) bekerja untuk memfasilitasi negara-negara anggotanya dalam merancang kebijakan perubahan iklim. UNFCCC menganggap penting pertemuan untuk pembuatan kebijakan yang diselenggarakan setiap tahunnya. Setiap negara yang merupakan bagian dari UNFCCC mengirimkan delegasi atau perwakilan untuk berpartisipasi dalam pertemuan penyusunan kebijakan ini; untuk bernegosiasi dan membuat keputusan tentang upaya menangani perubahan iklim. Organisasi non-pemerintah (LSM), perusahaan swasta, dan kelompok dengan minat khusus, seperti organisasi masyarakat adat, juga menghadiri pertemuan ini agar opini mereka dapat didengar dan mempengaruhi keputusan. Tapi hanya delegasi pemerintah yang membuat keputusan di UNFCCC. Yang terpenting adalah bahwa UNFCCC sedang bekerja untuk membantu negaranegara pesertanya untuk menghentikan atau mengurangi perubahan iklim dan menyesuaikan kebijakan dan rencana pembangunan negaranya dengan dampak perubahan iklim yang telah terjadi. Kebijakan-kebijakan UNFCCC mendorong masing-masing negara untuk membuat rencana tindakan pemecahan masalah yang telah terjadi karena perubahan iklim. Untuk itu UNFCCC juga mendorong penelitian, serta memberikan bantuan keuangan dan teknologi. UNFCCC menetapkan kerangka kerja keseluruhan untuk upaya antar-pemerintah dalam mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim. Konvensi ini telah diratifikasi (disetujui) oleh 192 negara, sehingga memiliki keanggotaan hampir universal. Berdasarkan konvensi yang mulai diberlakukan pada tanggal 21 Maret 1994 tersebut, pemerintah-pemerintah penandatangan akan: 21 mengumpulkan dan berbagi informasi tentang emisi gas rumah kaca, kebijakan-kebijakan nasional dan praktik-praktik terbaik peluncuran strategi nasional untuk mengatasi emisi gas rumah kaca dan beradaptasi dengan dampak yang diharapkan, termasuk pemberian dukungan keuangan dan teknologi untuk negara-negara berkembang bekerja sama dalam mempersiapkan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim seperti kenaikan permukaan laut, kekeringan dan banjir. Di dalam UNFCCC, negara-negara anggota bekerja untuk mencapai kesepakatan tentang mitigasi dan tindakan adaptasi. Perjanjian yang paling penting yang dibuat oleh UNFCCC sejauh ini adalah yang disebut Protokol Kyoto. Dalam perjanjian ini, negara-negara penanda­tangannya berjanji untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencari cara baru dalam menciptakan energi yang rendah emisi CO2. Negara-negara maju juga sepakat untuk men­ transfer teknologi dan dana bagi negara-negara berkembang dalam mendukung peng­ henti­ an perubahan iklim dan beradaptasi dengan perubahan yang telah dan akan berlangsung. Negara-negara peserta UNFCCC telah berjanji atau membuat komitmen untuk melakukan tindakan dalam periode waktu tertentu, yang disebut ‘periode komitmen.’ Periode komitmen pertama Protokol Kyoto pada 2008 sampai 2012, dimana negaranegara dalam UNFCCC akan bekerja merancang kebijakan atau perjanjian baru untuk periode komitmen berikutnya, setelah tahun 2012. Beberapa bidang penting yang sedang dibahas meliputi: • • • • • • 22 Pengurangan jumlah CO2 dan gas lainnya yang dilepaskan ke atmosfer Menghentikan deforestasi Meningkatkan pengelolaan hutan dan konservasi hutan Melindungi masyarakat dari meningkatnya permukaan air laut Membuat rencana adaptasi nasional Menemukan cara untuk menyediakan keahlian, teknologi dan dana dalam membayar tindakan-tindakan demikian. 1992: UNFCC dibentuk 1990 1994: UNFCC menjadi gerakan 1997: Protokol Kyoto diadopsi 1995 2000 2005: Periode Komitmen Kyoto Pertama dimulai 2009: Kesepakatan Kopenhagen 2005 2007: Rencana Aksi Bali 2012: Periode Komitmen Kyoto Pertama berakhir 2010 2011: COP 17 di Durban 2015 2012: COP 15 di Doha: Tindakan penting lainnya mengenai perubahan iklim yang telah diambil pada pertemuan tahunan UNFCCC meliputi: 2007: Bali Action Plan atau Rencana Aksi Bali-diadopsi pada pertemuan UNFCCC di Bali, Indonesia. Negara peserta sepakat untuk suatu program aksi bagi proses negosiasi baru dalam mengatasi perubahan iklim. Tujuannya adalah untuk membuat keputusan tentang apa yang akan dimasukkan dalam perjanjian baru paska Protokol Kyoto. 2009: Copenhagen Accord atau Kesepakatan Kopenhagen-dokumen yang membahas beberapa poin penting kesepakatan masa depan, termasuk komitmen untuk mengurangi emisi dan rencana pendanaan jangka panjang dalam mendukung tindakan penghentian perubahan iklim. Accord ini bukan kesepakatan yang mengikat secara hukum, tetapi adalah sebuah langkah menuju mencapai kesepakatan pada pertemuan UNFCCC tahunan berikutnya. 2011: Kesepakatan COP 17 di Durban mencakup antara lain: Uni Eropa memperpanjang komitmennya terhadap Protokol Kyoto sampai dengan 2017 (tetapi Canada dan Jepang menarik diri), perundingan tentang kesepatatan yang mengikat secara hukum akan dilanjutkan dan ditandatangani pada tahun 2015 serta akan berlaku mulai tahun 2020 dengan melibatkan semua negara, ada kemajuan dalam pembahasan tentang monitoring dan verivikasi emisi, perlindungan hutan, alih teknologi hijau kepada negaranegara berkembang, dan berbagai pokok persoalan teknis yang lain. Juga disepakati akan dilembagakannya The Green Climate Fund yang akan menyediakan dana sebesar US$ 100 juta pada tahun 2020. 2012: Beberapa hal yang dicapai pada COP 18 di Doha adalah penyelesaian masalah masa komitmen kedua Protokol Kyoto, pembahasan persoalan kerjasama jangka panjang yang menyangkut berbagai aturan tentang keuangan serta pertanggungjawabannya, serta pembahasan tentang anasir inti Kesepakatan Durban, termasuk rencana kerja tahun 2013 untuk mulai merundingankan kesepakatan yang akan mengikat pada tahun 2015. 23 Bagaimana pemerintah nasional terlibat dalam kebijakan iklim internasional? Setiap negara memiliki keunikan situasi menyangkut kondisi lingkungan, sosial, dan ekonomi. Ketika bernegosiasi di UNFCCC pada perubahan iklim, setiap negara harus mempertimbangkan dampak potensial bagi masyarakat, lingkungan, dan ekonominya. Keterlibatan 192 pemerintah dalam proses pengambilan keputusan, merupakan tantangan tersendiri dalam mencapai kesepakatan. Di dalam UNFCCC, setiap negara harus menyatakan kesepakatannya agar keputusan dapat dibuat. Meskipun setiap negara memiliki pandangan dan prioritas sendiri, terdapat beberapa kelompok negara yang memiliki kesamaan minat dan kelompok-kelompok ini sering bekerja sama dalam mengupayakan kesepakatan akhir yang sesuai dengan kepentingan terbaik mereka. Negara-negara berkembang sering berbagi ketertarikan yang sama tentang dampak yang meningkat dan ancaman perubahan iklim terhadap ekonomi mereka, serta perlunya tindakan mitigasi yang signifikan dari negara-negara maju dan dukungan dalam adaptasi perubahan iklim. Negaranegara maju lebih terfokus pada dampak tindakan mitigasi iklim kepada ekonomi dan hubungan perdagangan mereka, serta kemampuan untuk mendapatkan dan mendistribusikan pendanaan untuk adaptasi. Dalam proses kebijakan iklim PBB, setiap negara melakukan negosiasi berdasarkan kebutuhannya. Dalam rangka untuk memiliki dampak yang lebih besar, negaranegara akan bekerja sama dengan pihak lainnya dalam berbagi keprihatinan dan kepentingan yang sama. Keprihatinan dan kepentingan sering berubah dari waktu ke waktu, sehingga posisi suatu negara dalam negosiasi dapat pula berubah. Proses UNFCCC adalah dialog yang terus-menerus, dimana baik negara berkembang maupun maju telah mengakui bahwa mereka harus bekerja lebih keras untuk mencapai kesepakatan. Di dalam UNFCCC, negara maju telah sepakat bahwa mereka harus membuat komitmen yang besar untuk mulai mengatasi perubahan iklim dan mendukung negara berkembang. Namun, proses kebijakan terus berlangsung untuk memastikan bagaimana hal tersebut nantinya dilakukan secara tepat. Bagaimana komitmen pemerintah indonesia terhadap perubahan iklim? komitmen pemerintah Indonesia terhadap usaha penanggulangan perubahan iklim sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari keseriusan Indonesia dalam mengikuti pertemuan dan menindaklanjuti kesepakatan internasional yang disepakati. Tidak lama setelah disepakati­ nya UNFCCC, Indonesia langsung meratifikasinya melalui UU Nomor 6 tahun 1994 tentang pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikan BangsaBangsa mengenai Perubahan Iklim). Hal yang sama juga berlangsung dengan protokol Kyoto untuk UNFCCC, yang diratifikasi melalui UU No. 17 Tahun 2004 tentang Kyoto Protocol to United Nations Framework Convention on Climate Change (Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim). Rencana aksi nasional dalam menghadapi perubahan iklim yang mencakup strategi adaptasi maupun mitigasi secara nasional hingga 2050 telah pula berhasil dirumuskan dan disahkan pada 2007. 24 Sejak 2008, dalam meningkatkan koordinasi pelaksanaan pengendalian perubahan iklim dan memperkuat posisi Indonesia di forum internasional dalam pengendalian perubahan iklim, Pemerintah Indonesia telah membentuk Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomer 46 Tahun 2008. Adapun tugas utama DNPI adalah: (i) Merumuskan kebijakan nasional, strategi, program dan kegiatan pengendalian perubahan iklim; (ii) Mengkoordinasikan kegiatan dalam pelaksanaan tugas pengendalian perubahan iklim yang meliputi kegiatan adaptasi, mitigasi, alih teknologi dan pendanaan; (iii) Merumuskan kebijakan pengaturan mekanisme dan tata cara perdagangan karbon; (iv) Melaksanakan pemantauan dan evaluasi implementasi kebijakan tentang pengendalian perubahan iklim; (iv) Memperkuat posisi Indonesia untuk mendorong negara-negara maju untuk lebih bertanggung jawab dalam pengendalian perubahan iklim. DNPI secara langsung diketuai oleh Presiden RI dengan wakil ketua Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Para anggota lembaga ini sebagian besar adalah anggota kabinet, diantaranya Menteri Sekretaris Negara, Sekretariat Kabinet, Menteri Negara Lingkungan Hidup, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perdagangan, Menteri Negara Riset dan Teknologi, Menteri Perhubungan dan Menteri Kesehatan, serta seorang kepala lembaga negara, yakni Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika. Dalam melaksanakan tugasnya DNPI dipimpin oleh Ketua Harian, yang saat ini dijabat oleh Rachmat Witoelar, mantan Menteri Lingkungan Hidup, yang dibantu oleh dua organ, yakni kelompok kerja yang berperan sebagai wadah think tank untuk mempersiapkan draft ataupun melakukan perbaikan kebijakan perubahan iklim, dan sekretariat sebagai wadah pendukung untuk dewan dan pelaksanaan berbagai koordinasi. Sumber: Susan Stone dan Mario Chacón León. 2010. Climate Change & the Role of Forests: A Community Manual. Conservation International. 25 5a Konsep REDD+: REDD+ sebagai Bentuk Pembayaran Jasa Lingkungan 2 JPL TUJUAN Peserta memahami konsep pembayaran jasa lingkungan dan bentuk-bentuk praktek pembayaran jasa lingkungan yang ada. Peserta memahami bahwa usaha menjaga cadangan karbon yang ada berpotensi untuk mendapatkan kompensasi atau pembayaran atas jasa lingkungan yang diberikannya. ALTERNATIF METODE Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Sesi ini dapat dilakukan melalui kegiatan pengajaran, baik dengan menggunakan alat peraga flipchart maupun PowerPoint, dengan memberikan penyampaian pokok bahasan yang termuat dalam tujuan pembelajaran. Materi dalam bahan bacaan sesi ini, yang dipersiapkan sebagai pelengkap dari modul ini, dapat dijadikan salah satu acauan dalam penyusunan alat peraga. Sesi ini dapat pula dilakukan dengan meminta satu orang narasumber yang paham akan isu ini untuk memberikan ceramah dan diikuti dengan dibukanya kesempatan peserta untuk melakukan tanya jawab pada narasumber. Narasumber dapat berasal dari pejabat senior Kementerian Kehutanan, Pengurus atau Anggota Kelompok Kerja yang dibentuk untuk menangani perubahan iklim dan REDD+, baik di tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten, akademisi dari perguruan tinggi ataupun pihak lainnya yang memiliki kompetensi dalam memberikan materi ini. Peserta diminta untuk membaca studi kasus dan mencoba secara bersama mendiskusikannya di dalam kelompok beberapa pertanyaan kunci: 26 Barang/jasa apa saja yang dihasilkan oleh hutan? Apa yang perlu dilakukan untuk mempertahankan masingmasing barang/jasa yang diberikan hutan tersebut? Bagaimana pengaturan dan penegakannya dilakukan? Apa saja hal penting yang menjadikan sistem tersebut berjalan? Setelah mendiskusikannya di dalam kelompok, kemudian secara bersama diskusi dilanjutkan dalam pleno dan para peserta mencoba mensintesis pemaknaan bersama dari apa yang dimaksud dengan pembayaran jasa lingkungan serta menginventarisasi praktek-praktek sejenis yang berlangsung saat ini. Selanjutnya para peserta diminta membayangkan apabila barang/jasa tersebut diganti dengan karbon atau upaya mempertahankan agar karbon tidak terlepas ke udara. Dengan menggunakan analogi dari hasil diskusi studi kasus, peserta diminta membayangkan bagaimana REDD+ akan dapat berlangsung, siapa para pihak yang akan terlibat, apa saja yang dibutuhkan agar dapat berjalan dengan baik, serta bagaimana cara dan apa saja bentuk kompensasi dari upaya mempertahankan keberadaan karbon agar tidak terlepas ke udara. MERANGKUM SESI Fasilitator dapat mengingatkan bahwa prinsip dasar dari sebuah transaksi, seperti halnya pembayaran jasa lingkungan, adalah harus jelas adanya barang atau jasa yang dijadikan obyek transaksi. Sehingga perlu disadari bahwa harus “upaya” terlebih dahulu dan baru kemudian “benefit”nya dirasakan. Bukannya menuntut benefit, tanpa pernah melakukan sebuah “upaya”. Sementara, untuk menjaminkan keberlanjutan dari transaksi, kunci utama adalah kesepahaman diantara para pihak dan aturan yang jelas, serta dilakukannya penegakan kesepakan dengan tindakan tertentu atas pelanggaran aturan-aturan tersebut. 27 Bahan Bacaan Hatabosi, Sebuah Model Pembayaran Jasa Lingkungan yang Benar Hatabosi merupakan kependekatan dari nama empat dusun, yakni dusun Haunatas, Tanjung Rompa, Bonan Dolok dan Siranap yang berada di Kecamatan Marancar, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Keempat dusun dengan penduduk 253 keluarga ini berdiam di suatu lembah sempit yang berada di antara kaki Gunung Lubuk Raya dan Gunung Sibual-buali. Sebagian besar warga masyarakat yang bermukim masih saling ber­kerabat erat dan mengantungkan kehidupannya dari bertani, utamanya bertanam padi sawah, selain melakukan wanatani di sekitar desanya, seperti penyadap­an karet (Hevea brasiliensis), bertani kopi (Coffea robusta), salak (Salacca zalacca) dan menyadap nira dari pohon aren (Arenga pinnata) untuk membuat gula. Dalam pertanian tanaman padi, varietas yang ditanam warga masyarakat komunitas ini masih didominasi varietas lokal, seperti Silontik, Siluluk, Sigudang, Sijambur, Silatihan dan Sidolok. Walaupun, jika terlambat melakukan penanaman, sering beberapa warga masyarakat menanam padi unggul varietas C4 atau Ciherang agar dapat melakukan pemanenan secara bersamaan dengan warga masyarakat yang lainnya. 28 Sejak awal kedatangan pendahulunya pada awal abad ke 20, masyarakat Hatabosi, atau yang dulunya lebih dikenal sebagai Komunitas Simaretung, telah melakukan upaya perlindungan kawasan hutan yang menjadi sumber air irigasi bagi persawahan yang ada. Tak heran jika persawahan yang tersebar di enam lokasi dengan total luasan sebesar 300-an hektar dapat ditanami sebanyak dua kali dalam setahunnya. “Sian harangan ni do mual ni aek ta”, demikian pesan dari para leluhur untuk tetap menjaga kondisi hutan yang ada. Pesan tersebut sendiri artinya adalah “Dari Hutanlah Sumber Air Kita Berasal”. Pesan ini tetap dipegang oleh warga masyarakat generasi penerus dan telah pula menjadi tradisi pada komunitas ini. Seluruh masyarakat menyadari bahwa kerusakan hutan yang terjadi dapat berakibat kekurangan air irigasi dan kegagalan panen padi yang mereka usahakan serta ketiadaan persediaan air bersih bagi kehidupan keseharian mereka. Areal hutan seluas 3000 hektar yang merupakan kawasan tangkapan air utama yang menjadi bagian dari kawasan Suaka Alam Lubuk Raya selalu dijaga kelestariannya. Secara rutin, para jaga bondar (petugas penjaga jaringan irigasi) yang berjumlah delapan orang melakukan patroli di kawasan hutan ini sembari mengontrol kondisi jaringan irigasi yang ada. Jika terjadi gangguan pada hutan yang mereka lindungi, seluruh masyarakat akan bersamasama menghadapinya dan komunitas ini tidak segan menindak dengan tegas para pelaku kerusakan hutan. Bahkan pada tahun 1994 kesepakatan untuk menjaga kawasan hutan ini telah pula dikuatkan dengan sebuah surat perjanjian di antara keempat pemerintah desa yang ada. Pembangunan sistem pengairan dilakukan sebelum ter­bentuknya kampung secara resmi yakni sebelum 1907. Sebelum tahun 1940, sumber pengairan berasal dari bendungan kayu yang berada kurang lebih 50 meter di sebelah hilir bendungan saat ini. Namun karena terjadi penurunan muka air dan pendangkal­ an, sumber pengambilan air dipindahkan ke lokasi baru, yakni tempat bendungan berada saat ini. Karena untuk mencapai sumber pengambilan baru ini orang harus melewati batuan di punggungan bukit, para pendahulu melakukan pemahatan batu sepanjang 43 meter untuk dapat mencapai saluran irigasi yang ada. Masyarakat juga membangun saluran irigasi sederhana sepanjang enam kilometer dan pintu-pintu pembagian air untuk mengantarkan irigasi dan air bersih ke blok persawahan dan pemukiman. Dalam pengelolaan sistem irigasi dan air bersih serta perlindungan hutan sumber airnya, dibuat sejumlah aturan. Aturan-aturan ini sudah mulai dibangun dan diterapkan sejak pertama kali kampung ini didirikan. Penyusunan dan perbaikan aturan yang berlaku saat ini didasari oleh musyawarah dengan seluruh masyarakat yang dipimpin para hatobangon (tetua) desa. Dalam aturan ini ditetapkan bahwa yang berhak mendapatkan pembagian air irigasi adalah warga keturunan para pelopor keempat dusun tersebut yang memiliki areal persawahan di kawasan persawahan yang ada, dan telah ditetapkan secara adat pada waktu pernikahannya. Walau demikian, masih dimungkinkan untuk orang yang berasal dari luar dusun 29 untuk memiliki hak menggunakan air di keempat desa ini, terutama orang yang menikah dan bermukim di keempat desa tersebut. Khusus bagi mereka yang ingin menjadi anggota komunitas dusun-dusun tersebut dan memperoleh hak menggunakan air, diwajibkan membayar biaya awal keanggotaannya berupa 12 kg karet dan tiga tabung padi, yang kemdian digunakan untuk membeli perlengkapan para pengurus tali air. Jika kemudian si pemegang hak pindah dan bermukim di luar wilayah keempat desa tersebut, ia akan kehilangan haknya mengunakan air. Tapi hak tersebut bisa diperoleh lagi jika ia kembali bermukim di wilayah keempat desa tersebut. Komunitas Simaretong menunjuk satu orang mantri bondar (pemimpin dalam pengaturan air) yang membawahi delapan orang pengurus tali air (jaga bondar) dalam pengelolaan sistem irigasi. Kelompok pengelolaan air ini merupakan suatu institusi otonom yang berada dalam koordinasi keempat dusun yang ada. Pemilihan para pengurus kelompok pengelola air ini dilakukan secara musyawarah oleh seluruh anggotanya dan mereka tidak memiliki masa jabatan tertentu. Jika beberapa anggota melihat ada petugas dalam kelompok pengelola air yang kurang dapat melakukan fungsinya dengan baik, maka dapat diajukan penghentian dan pengangkatan petugas baru kepada hatobangon desa. Para petugas inilah yang mengelola dan mengaturan air, menjaga saluran yang ada, dan mengawasi hutan di areal perlindungan masyarakat. Jika terjadi kerusakan pada tali air atau saluran air, para petugas akan memperbaiki kerusakan yang ada. Namun untuk kerusakan berat — jika tidak mampu diperbaiki oleh pengurus tali air atau dibutuhkan kerja yang melebihi dari satu minggu — maka mantri bondar akan meminta masyarakat yang lain untuk membantu secara bergotong royong. Jaga bondar pula yang menertibkan pembagian air dengan menata saluran (parit) distribusi agar tidak terjadi pelanggaran terhadap pembagian yang telah ditetapkan. Perhitungan pembagian air didasari oleh perhitungan matematis dengan membagi total air yang ada dengan jumlah pihak yang berhak menggunakan air di keempat dusun tersebut, dan hasilnya mereka sebut “satu bagian air”. Satu keluarga bisa saja memperoleh lebih dari satu bagian air, tergantung luas sawah mereka dan penggunaannya. Mesjid, gereja, sekolah dan fasilitas umum juga dipertimbangkan sebagai pengguna air dalam perhitungan ini. Walaupun nampaknya cukup rumit, namun cukup mudah untuk dipahami oleh warga masyarakat dan dapat menghadirkan keadilan bagi seluruh warga masyarakat di keempat desa tersebut. Berdasarkan pembagian ini kemudian pintu-pintu pembagian diatur dan disesuaikan. Para pengguna air tidak diperkenankan mengambil air selain dari pintu pembagian yang sudah disiapkan untuknya dan tidak diperkenankan merusak atau mencuri air dari saluran induk yang ada. Mantri dan para jaga bondar akan menasehati pelaku kecurangan atau pelanggaran, namun jika pelanggar tidak mengindahkannya maka pertemuan adat yang dipimpin oleh hatobangon desalah yang akan dihadapi oleh pelanggar. Dalam pertemuan adat ini, biasanya pelanggar akan dinasihati untuk tidak mengulangi perbuatannya dan besar kemungkinannya ia akan dijatuhi sangsi adat. Mantri dan jaga bondar yang ada memperoleh imbalan atas layanan yang mereka berikan. Imbalan ini berasal dari semacam iuran jasa pemanfaatan air yang diberikan setiap warga pengguna air. Iuran ini dapat dikategorikan pula sebagai pembayaran jasa lingkungan (payment for environmental services), dimana setiap satu bagian air akan dikenakan iuran sebesar dua kaleng padi (kurang lebih 24 kg) setiap tahunnya. Selain untuk memberikan imbalan pada para mantri dan jaga bondar, iuran yang 30 terkumpul juga dapat dipergunakan untuk merawat saluran air yang ada. Pemberian imbalan kepada mantri dan para jaga bondar dilakukan berdasarkan waktu kerja yang dikontribusikan mereka masing-masing selama setahun yang telah berlangsung. Hasil rekapitulasi waktu kerja dari setiap orang dikumpulkan berdasarkan catatan operasional yang dimiliki oleh mantri bondar. Sebelum melakukan perhitungan besar imbalan para petugas, hasil iuran yang terkumpul terlebih dahulu dikurangi biaya operasional. Baru kemudian nilai ini dibagi dengan jumlah reka­pitulasi waktu kerja untuk memperoleh besaran imbalan per hari yang akan diberikan. Dan kemudian, besar imbalan per hari inilah yang dikalikan dengan waktu yang dikontribusikan setiap orang untuk menentukan besar imbalan yang mereka terima dalam tahun tersebut. Walaupun tidak memanfaatkan kayu yang ada hutan, masyarakat Hatabosi tetap dapat memanfaatkan jasa yang diberikan hutan atau yang disebut pula dengan istilah jasa lingkungan (environmental services), di antaranya hasil hutan non-kayu maupun air yang diberikan hutan. Selain kedua hal tersebut, masih banyak hasil lain yang diberikan hutan kepada masyarakat. Untuk mendapatkan gambaran mengenai seberapa besar manfaatnya, maka berikut disampaikan estimasi sederhana tentang keuntungan ekonomi dari pemanfaatan air yang diberikan hutan yang dikonservasi oleh komunitas ini: • Air irigasi untuk persawahan masyarakat seluas 300 hektar dengan pola tanam dua kali penamanan dalam setahun. Berdasarkan perhitungan kebutuhan air irigasi, diestimasikan bahwa air yang dipergunakan untuk pertanian padi warga masyarakat mencapai 6,69 juta m3/tahunnya. Jika diasumsikan harga air irigasi adalah Rp 300/m3, maka nilai jasa yang telah diberikan setara dengan Rp 2,006 milyar per tahun. • Air bersih untuk kebutuhan 253 keluarga. Berdasarkan perhitungan kebutuhan air domestik minimal sebesar 100 liter/orang/hari, diestimasikan air yang dipergunakan untuk penyediaan air bersih mencapai 34,2 ribu m3/tahun. Jika diasumsikan harga air setara dengan tarif air yang digunakan PDAM untuk golongan rumah tangga, yakni sebesar Rp 700/m3, maka nilai penyediaan air domestik yang telah diberikan ini setara dengan Rp 23,94 juta per tahunnya. Selain itu, pertanian padi yang berlangsung ternyata memberikan sumbangan terhadap ekonomi lokal yang cukup besar. Berdasarkan keterangan dari warga masyarakat, diperoleh informasi bahwa rata-rata produksi padi mencapai enam ton padi per hektar, sehingga produksi yang dihasilkan mencapai 3600 ton setiap tahunnya atau setara dengan Rp. 9,360 milyar per tahun. 31 5b Konsep-konsep Kunci REDD+ 2 JPL TUJUAN Peserta memahami kemungkinan skala atau level pelaksanaan perhitungan REDD+, yang mencakup pelaksanaan secara nasional, sub-nasional ataupun nested. Peserta memahami tiga konsep dasar REDD+, yakni: Nilai-tambah (Additionality), Kebocoran (Leakage) dan Kelanggengan (Permanence). Peserta memahami mengapa konsep-konsep itu penting bagi perancangan dan perencanan proyek REDD+. ALTERNATIF METODE Alternatif 1 Sesi ini dapat dilakukan dengan kegiatan pengajaran, baik menggunakan alat peraga flipchart maupun presentasi PowerPoint, dengan menyampaikan pokok bahasan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Materi dalam bahan bacaan sesi ini, yang dipersiapkan sebagai pelengkap dari modul ini, dapat dijadikan salah satu acauan dalam penyusunan alat peraga. Alternatif 2 Alternatif 3 32 Sesi ini dapat pula dilakukan dengan meminta narasumber yang paham akan pokok persoalan ini untuk memberikan ceramah yang diikuti dengan kesempatan peserta untuk bertanya-jawab dengan narasumber. Narasumber dapat berasal dari pejabat senior Kementerian Kehutanan, Pengurus atau Anggota Kelompok Kerja yang dibentuk untuk menangani perubahan iklim dan REDD+, baik di tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten, akademisi dari perguruan tinggi, ataupun pihak lainnya yang memiliki kompetensi dalam memberikan materi ini. Jika kesulitan mendapatkan narasumber yang memadai, peserta dapat diminta membaca bahan bacaan yang sudah dipersiapkan dan kemudian mendiskusikan beberapa hal penting atau pembelajaran penting dari bahan bacaan ini pada peserta lainnya. Beberapa pertanyaan yang dapat didiskusikan dalam hal ini adalah, antara lain: Kira-kira skala atau tingkat pelaksanaan manakah yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia? Mengapa demikian? Kira-kira bagaimana hubungan antara skala atau tingkat pelaksanaan dengan nilai tambah, kebocoran, dan kelanggengan? Pada skala mana nilai tambah, kebocoran, dan kelanggengan dapat diwujudkan? Dapatkah dalam suatu prakarsa REDD+ kita mewujudkan yang satu tanpa yang lainnya? Apa akibatnya? Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi dapat tidaknya nilai tambah, kebocoran, dan kelanggengan diwujudkan? Apa yang dapat kita lakukan untuk meningkatkan kemungkinan terwujudnya ketiga hal itu? MERANGKUM SESI Sebuah proyek atau inisiatif REDD+ di tingkat tapak atau lapangan yang baik akan mempertimbangkan beberapa hal teknis dalam perancangan dan perencanaan proyeknya, serta kemungkinan skala atau level pelaksanaan perhitungan dari REDD+ yang akan diputuskan nantinya. 33 Bahan Bacaan Beberapa Konsep Penting di Dalam REDD+ Apa skala yang tepat untuk REDD? Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) adalah sebuah mekanisme keuangan yang diusulkan dalam memberikan insentif bagi upaya pengurangan emisi dari sektor kehutanan di negara berkembang. REDD+ dapat menjadi bagian dari perjanjian iklim internasional, yang saat ini sedang dibahas dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC). Sebuah pertanyaan kunci dalam perdebatan yang berlangsung adalah menyangkut tingkat (skala) dimana perhitungan akan dilakukan dan insentif yang ditawarkan dalam kegiatan tersebut. Terdapat tiga proposal bagaimana REDD+ akan dilaksanakan pada tingkat geografis atau skala penghitungan, serta mekanisme insentif yang sedang didiskusikan, yakni: dukungan langsung kepada proyek-proyek (di tingkat sub nasional), dukungan langsung kepada negara (di tingkat nasional), ataupun secara hibrid (pendekatan ‘nested’) yang menggabungkan keduanya. Pendekatan Nasional Pendekatan Sub-Nasional Pembeli Kredit REDD Pendekatan Nested Pendekatan sub-nasional atau proyek pada wilayah tertentu yang terbatas, memungkinkan keterlibatan awal dan partisipasi yang luas dari para pemangku kepentingan serta menarik bagi investor swasta. Namun, dalam pendekatan pada skala ini kita mungkin sulit menghindari kebocoran, yakni meningkatnya emisi diluar batas proyek dan tidak dapat mengatasi tekanan deforestasi dan degradasi hutan yang lebih luas. Sementara, pendekatan nasional, yakni pendekatan dimana perhitungan emisi dan insentif dilakukan pada tingkat nasional, semestinya 34 memungkinkan pencapaian serangkaian kebijakan, dilaksanakannya uapaya-upaya mengatasi kebocoran domestik dan diciptakannya kepemilikan negara. Dalam jangka pendek dan menengah, pendekatan nasional mungkin layak hanya bagi beberapa negara dengan modal sosial-politik yang baik, karena pendekatan ini tidak dapat berlangsung dengan baik pada situasi rentan terhadap kegagalan pemerintahan. Selain itu, pendekatan ini juga mungkin kurang memungkinkan dimobilisasinya investasi swasta dan keterlibatan yang bermakna pemerintah daerah. Pendekatan yang terakhir adalah pendekatan nested yang mengkombinasikan pendekatan sub-nasional dan nasional. Pendekatan ini disebutkan “nested” karena proyek-proyek di tingkat sub-nasional dibingkai dalam pendekatan nasional. Pendekatan ini merupakan mekanisme yang paling fleksibel. Hal ini memungkinkan negara-negara untuk memulai upaya REDD+ melalui kegiatan di tingkat sub nasional dan secara bertahap pindah ke pendekatan nasional, atau bisa saja tetap mempertahankan keduanya dalam sistem dimana kredit REDD+ yang dihasilkan baik oleh proyek maupun oleh pemerintah, sehingga memaksimalkan potensi dari kedua pendekatan tersebut. Namun, pendekatan nested memiliki tantangan dalam menciptakan harmonisasi antara kedua tingkat yang bersangkutan. Pemilihan tingkat geografis atau skala dalam REDD+ memiliki implikasi besar dalam efisiensi, efektivitas dan ekuitas seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut: Kelebihan dan Kekurangan Model REDD Pendekatan sub nasional Efektivitas + Partisipasi secara luas dalam waktu singkat + Menarik para pendana swasta - Masalah kebocoran domestik - Tidak mendorong terjadinya perubahan kebijakan Efisiensi ± Biaya MRV secara umum rendah, namun tinggi jika dibandingkan setiap setara CO2-nya + Kemungkinan pembayaran insentif yang beragam: biaya rendah - Rendahnya keterlibatan negara tempatan Pendekatan nasional + Memungkinkan untuk melakukan perubahan pada banyak kebijakan + Biaya MRV dan transaksi rendah setiap setara CO2nya + Dapat mengendalikan kebocoran domestik + Kemungkinan pembayaran insentif yang beragam: biaya rendah + Tingginya keterlibatan negara tempatan - Belum terselesaikannya masalah tingkatan referensi Kesetaraan dan Manfaat Ikutan + Partisipasi yang mudah bagi negara miskin dan negara yang memiliki tata pemerintahan yang lemah + Dapat mencapai kelompok sasaran masyarakat miskin dan menciptakan banyak kesempatan partisipasi masyarakat + Berpotensi menghasilkan transfer yang besar + Dapat sejalan dengan kebijakan pembangunan nasional - Sangat diminati oleh negara berpendapatan menengah - Beresiko akan dikuasai oleh kelompok elit (nasionalisasi hak atas karbon) 35 Kelebihan dan Kekurangan Model REDD Pendekatan Nested Efektivitas +Mengkombinasikan kedua kekuatan dari 2 pendekatan terdahulu + Fleksibel berdasarkan kondisi nasional + Pontisial untuk transfer yang besar secara keseluruhan -Belum terselesaikannya masalah tingkatan referensi Efisiensi + Dapat mengkombinasikan keragaman pembayaran kompensasi dan kebijakan penyebaran yang murah - Biaya MRV tinggi (dimana dibutuhkan pemecahan data nasional) - Tantangan untuk mengharmonisasikan pemerintah pusat dan sub nasional Kesetaraan dan Manfaat Ikutan +Meningkatkan partisipasi negara dan transfer yang besar bagi negara miskin +Memungkinkan mencapai kelompok target miskin Apa saja yang harus dipertimbangkan dalam desain REDD+? Dalam REDD+ terdapat beberapa istilah teknis yang dapat memberikan pertimbangan bagi pengembang maupun pemodal dari inisiasi yang akan dilakukan, diantaranya: 1. Nilai Tambah (Additionality): Dalam pelaksanaan REDD+ nantinya, hanya kegiatan-kegiatan yang merupakan tambahan (memberi nilai tambah) dari kegiatan-kegiatan yang sudah berlangsung atau sudah direncanakan yang dapat dipertimbangkan untuk mendapatkan kredit karbon. Kelanjutan dari praktek baik yang sudah berjalan (misalnya penerapan yang baik dari program pengelolaan kawasan lindung) tidak dianggap sebagai tambahan. Jika meminta kredit untuk pengurangan emisi, pihak yang meminta itu harus dapat menunjukan bahwa kegiatan-kegiatan yang relevan sesungguhnya tidak akan terjadi jika mekanisme pasar karbon tidak ada. 2. Kebocoran (Leakage): Kebocoran didefinisikan sebagai kenaikan tingkat deforestasi dan degradasi hutan yang terjadi di luar batas-batas proyek, dan yang berhubungan dengan kegiatan proyek. Ada tiga jenis ‘kebocoran’: 1. Kebocoran Kegiatan: yakni kebocoran yang terjadi manakala kegiatankegiatan yang menyebabkan deforestasi atau degradasi bergerak ke luar batas-batas proyek. 2. Kebocoran Pasar: yakni kebocoran yang terjadi manakala kegiatan REDD+ yang mengurangi pasokan produk-produk kayu atau hasil hutan dari wilayah proyek mengakibatkan meningkatnya permintaan akan produk-produk itu di luar kawasan proyek. 3. Kebocoran International: yakni kebocoran yang terjadi ketika perusahaanperusahaan kayu pindah ke negara atau benua lain dan menebang hutan disana. 36 4. Kelanggengan (Permanence): Konsep kelanggengan berkenaan dengan waktu berlanjutnya efek positif dari kegiatan mitigasi perubahan iklim. Kelanggengan menyiratkan bahwa efek-efek positif yang dihasilkan prakarsa REDD+ akan berlangsung selamanya, tetapi ini jarang terjadi karena adanya berbagai risiko terhadap kelanggengan mencakup, antara lain: 1. Risiko Ekologi: kebakaran hutan, bencana alam, hama dan penyakit tanaman. 2. Resiko Kepemerintahan: Perubahan dalam pemerintahan dan kebijakannya bisa mementahkan komitmen sebelumnya. 3. Risiko sisi permintaan (pasar): Jika nilai produk yang bersaing (seperti minyak sawit) meningkat, penyimpanan karbon bisa jadi tidak lagi menguntungkan. 4. Resiko sosial: para pemangku kepentingan karena alasan-alasan sosial – seperti melemahnya modal sosial, terjadinya disorganisasi sosial, atau hilangnya kapasitas kepemimpinan - tidak lagi berkomitmen terhadap prakarsa yang dimulai atau tidak lagi dapat menegakan aturan-aturan yang bersangkutan. Penyebab-penyebab langsung dan akar permasalahan penggundulan hutan, serta resiko-resiko yang ada harus dipahami dan ditangani dalam kebijakan nasional dan perundingan internasional. 37 6 Penerapan REDD+ 3 JPL TUJUAN Peserta memahami peran pengamanan hutan dan pengelolaan hutan berkelanjutan (REDD+) dalam meningkatkan cadangan karbon hutan di negara berkembang. Peserta memahami REDD+ merupakan sebuah bentuk dari kompensasi jasa lingkungan dengan menggunakan karbon sebagai komoditasnya. Peserta memahami konsepsi kompensasi dan pasar karbon, serta dari mana pendanaan untuk insentif dari jasa karbon diperoleh. at Sertifik Lestari Hutan ALTERNATIF METODE Alternatif 1 Alternatif 2 38 Sesi ini dapat dilakukan dengan kegiatan pengajaran, baik menggunakan alat peraga flipchart maupun presentasi PowerPoint, yang menyampaikan pokok bahasan yang sesuai dengan tujuan pembelajarannya. Materi dalam bahan bacaan sesi ini dapat dijadikan salah satu acauan dalam penyusunan alat peraga. Sesi ini dapat pula dilakukan dengan meminta seorang narasumber yang paham pokok bahasan ini untuk memberikan ceramah dan diikuti dengan dibukanya kesempatan para peserta untuk bertanya-jawab dengan narasumber. Narasumber dapat berasal dari pejabat senior Kementerian Kehutanan, Pengurus atau Anggota Kelompok Kerja yang dibentuk untuk menangani perubahan iklim dan REDD+, baik di tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten, akademisi dari perguruan tinggi ataupun pihak lainnya yang memiliki kompetensi dalam memberikan materi ini. Alternatif 3 Jika kesulitan mendapatkan narasumber yang memadai, peserta dapat diminta membaca bahan bacaan yang sudah dipersiapkan dan kemudian mendiskusikan beberapa hal penting atau pembelajaran penting dari bahan bacaan ini pada peserta lainnya. MERANGKUM SESI REDD+ merupakan kegiatan yang mengakomodasi pengelolaan hutan berkelanjutan, pengamanan hutan dan insentif dari pembayaran jasa lingkungan atas jasa mempertahankan karbon hutan. Pengelolaan hutan secara berkelanjutan dan pengamanan hutan merupakan sebuah pekerjaan yang menjadi pekerjaan sehari-hari. Pemberian insentif yang masih didiskusikan di tingkat internasional hendaknya tidak dijadikan tujuan dalam pengelolaan hutan, karena hanyalah bonus dari pekerjaan sehari-hari kita dalam mengelola hutan dengan baik. 39 Studi Kasus Jasa Iklim dan Kompensasi Karbon di Dalam REDD+ Bagaimana nilai jasa iklim dari hutan ditentukan? Pengurangan deforestasi dan degradasi hutan dapat menghasilkan jasa lingkungan pengurangan perubahan iklim. Bagaimana kita bisa mempertahankan layanan ini seiring dengan menciptakan manfaat finansial dan manfaat lainnya? Untuk memperoleh keuntungan finansial dari hutan, perlu ada nilai ekonomi untuk mencegah emisi CO2 dan mempertahankan karbon tersimpan di pohon. Hutan memiliki nilai yang tinggi bagi manusia dan keanekaragaman hayati. Hutan sangat penting bagi budaya tradisional dan memiliki keterikatan yang besar dan nilai bagi mata pencaharian masyarakat adat dan masyarakat lainnya yang tergantung dengan hutan. Hutan juga memiliki nilai untuk perannya membantu untuk menjaga kesehatan iklim bumi. Nilai dari layanan iklim hutan untuk penyediaan menyimpan karbon berkaitan dengan jumlah CO2 yang dapat dipertahankan dengan tidak menebang pohon dan memungkinkan hutan untuk terus menyediakan penyimpanan karbon dan jasa lainnya. Kondisi ini akan menentukan jumlah yang dapat dihasilkan hutan dalam kesepakatan REDD+. Nilai hutan dalam perjanjian REDD+ tergantung pada: (i) jumlah pohon di kawasan hutan; (ii) jumlah karbon yang disimpan di pepohonan; (iii) jumlah penyimpanan karbon baru yang akan terjadi dari hutan baru yang ditanam dan tumbuh pada kawasan hutan yang dahulunya telah terdegradasi; (iv) akhirnya, di negara-negara dengan tingkat deforestasi yang tinggi, berapa jumlah deforestasi dan emisi CO2 yang dapat dicegah. Di bawah ini adalah contoh umum tentang bagaimana aktivitas REDD+ dilaksanakan: Hutan alam mampu menyimpan karbon dengan jumlah yang besar. Hutan juga melindungi jasa ekosistem dan keanekaragaman hayati. Hasil: 40 Karbon disimpan, emisi dicegah Ekosistem yang sehat Terdapat rencana memberikan sebuah konsesi untuk menebang sebagian dari hutan ini. Hasil: CO2 yang dilepaskan, penurunan penyimpanan karbon Penurunan ekosistem Kehilangan manfaat pada jangka panjang Sebaliknya, kesepakatan dibuat untuk menjaga berdiri hutan. Hasil: Karbon disimpan, emisi dicegah Ekosistem sehat Pencegahan deforestasi membawa manfaat dari REDD+ Bagaimana bekerjanya kompensasi untuk REDD+? Seperti pembayaran dalam skema PES lainnya, uang untuk pembayaran dalam skema REDD+ dapat datang dengan beberapa cara dan sumber yang berbeda. Salah satu contohnya adalah dana internasional yang diciptakan untuk membantu negaranegara berkembang menjaga hutan mereka atau menanam kembali hutan yang telah ditebangi. Beberapa negara maju telah berjanji untuk menyediakan dana bagi negara berkembang guna membantu negara-negara tersebut mengembangkan rencana dan melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk mengurangi perubahan iklim. Dalam hal ini perjanjian atau Memorandum of Understanding (MOU) dapat dibuat antara negara maju dan negara berkembang untuk menyediakan dana bagi pemerintah untuk membuat rencana untuk melakukan kesiapan REDD+ dan kegiatan demonstrasi. Berikut ini adalah deskripsi dan contoh bagaimana ini bisa bekerja: 41 Berdasarkan perjanjian internasional lainnya untuk mengurangi atau menghentikan perubahan iklim, negara-negara maju telah berjanji untuk mengurangi jumlah gas rumah kaca (GRK) yang mereka lepaskan ke atmosfer. Untuk membantu melakukan hal ini, pemerintah membuat peraturan tentang berapa banyak CO2 atau gas rumah kaca lainnya dari usaha industri boleh dilepaskan. Tapi, mengubah cara bisnis beroperasi – misalnya dengan pembelian mesin-mesin yang lebih efisien, menggunakan berbagai teknologi baru, dan lain-lain - membutuhkan waktu yang lama, sehingga sulit bagi perusahaan-perusahaan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara cepat dalam waktu yang ditetapkan oleh aturan yang dibuat oleh pemerintah. Salah satu cara yang dapat membantu perusahaanperusahaan itu untuk mengurangi jumlah total CO2 di atmosfer lebih cepat adalah membuat kesepakatan dengan negara berkembang atau dengan pemilik hutan untuk melestarikan hutan mereka dan menjaga karbon yang tersimpan di dalamnya. Berdasarkan perjanjian REDD+, para pemilik hutan bisa menjual kredit karbon dalam hutan kepada perusahaan untuk membantu mereka memenuhi tujuan pengurangan jumlah CO2 yang dilepaskan perusahaanya ke atmosfer. Perusahaan ini membeli kredit karbon dan membayar pemilik hutan untuk menjaga karbon dalam pohon sehingga emisi CO2 dapat dicegah. Sebagai contoh, sebuah perusahaan yang membuat lembaran seng untuk atap memerlukan pengurangan emisi CO2 dari pabriknya sebesar 1000 ton selama dua tahun. Tapi, mereka tidak akan dapat menyelesaikan ini selama tiga tahun (tenggat yang ditetapkan untuk mengurangi emisi CO2 mereka). Bisnis ini hanya mampu mengurangi emisinya sebesar 800 ton melalui berbagai perbaikan dalam operasi mereka. Lalu bagaimanakah mereka dapat memenuhi kewajibannya mengurangi emisi 200 ton CO2 lagi dalam tenggat yang ada? Untuk mengurangi selisih 200 ton CO2 itu, perusahaan dapat meminta bantuan kepada pihak lainnya? Perusahaan ini bisa membayar satu negara atau pemilik hutan untuk mengurangi emisi CO2 sebanyak 200 ton dengan menjaga tegakan hutan yang masih ada agar karbon pada pohon-pohon di hutan tersebut TIDAK dilepaskan sebagai CO2. Jika ini dilakukan, maka bisnis yang bersangkutan dapat menghitung 200 ton CO2 yang tersimpan di hutan sebagai bagian dari pengurangan emisinya. Dengan menambahkan 200 ton kredit karbon yang dibelinya dari pihak lain dan pengurangan 800 ton dari aktivitas bisnisnya sendiri, tujuan menurunkan 1000 ton dapat terpenuhi. Jika semua perusahaan di berbagai penjuru dunia melakukan hal ini untuk memenuhi kewajiban pengurangan emisinya, dan semua penerima dapat menjaga hutannya dengan baik sesuai kesepakatan yang dibuat, maka ada kemungkinan bahwa tujuan mengurangi emisi di seluruh dunia juga akan tercapai. Dan karena atmosfir merupakan sumberdaya yang digunakan oleh seluruh dunia, maka usaha itu akan bermanfaat bagi semua. Artinya, manfaat dari menjual kredit karbon membantu banyak negara dan masyarakat. (Ingat: 1 kredit karbon = 1 ton emisi CO2 dicegah untuk dilepaskan). Tentu bisnis tidak dapat memenuhi semua pengurangan emisi CO2 yang diperlukan hanya dengan membeli kredit karbon. Negara-negara maju dan bisnis mereka harus juga berubah. Sebagian besar pengurangan emisi CO2 harus datang dari perubahan dan perbaikan cara-cara bagaimana industri dijalankan, cara-cara yang lebih baik untuk menghasilkan energi, dan berbagai cara lain untuk mengurangi emisi CO2. 42 Karena ada banyak negara berkembang, pemilik hutan, dan bisnis, kemungkinan ada banyak kelompok yang ingin menjual dan membeli kredit karbon untuk mengurangi CO2 di atmosfer dan mendapatkan manfaat dari tidak menebang pohon. Dalam rangka membantu dengan membeli dan menjual kredit karbon, ‘pasar’ karbon telah ditetapkan. Pasar ini dapat membantu menguji bagaimana pendanaan untuk kegiatan REDD+ dapat bekerja. Pasar merupakan tempat atau proses dimana orang bertukar barang dan jasa. Suatu pasar membutuhkan penjual yang menyediakan barang dan jasa dan pembeli yang membayar untuk barang atau jasa itu. Dalam REDD+, penjual dapat saja pemerintah, masyarakat atau pemilik hutan yang menawarkan untuk mengurangi emisi karbon dari hutan miliknya dengan melestarikannya, dan untuk itu menjual kredit karbon yang terkandung dalam hutan tersebut. Sementara pembeli atau mereka yang mendapatkan manfaat dari layanan iklim, dapat pemerintah atau perusahaan swasta yang perlu memenuhi komitmennya, atau donor swasta dan dana internasional yang ingin membantu mengurangi perubahan iklim. Pasar karbon menyediakan layanan yang menghubungkan para pembeli dan penjual dan menentukan harga untuk kredit karbon. 43 7 Perhitungan Karbon, Baseline dan MRV 2 JPL TUJUAN Peserta memahami konsepsi mengenai pengukuran karbon di tingkat tapak, baseline data (data dasar) emisi CO2 di tingkat nasional ataupun sub-nasional serta gambaran mengenai pengkuran, pelaporan dan verifikasi atau yang lebih deikenal sebagai MRV (measuring, reporting and verification) Peserta memahami hubungan antara konsep-konsep tersebut pada implementasi REDD+ ALTERNATIF METODE Alternatif 1 Sesi ini dapat dilakukan melalui kegiatan pengajaran, baik dengan menggunakan alat peraga lembar-balik (flipchart) maupun presentasi PowerPoint, dengan memberikan penyampaian pokok bahasan yang termuat dalam tujuan pembelajaran. Materi dalam bahan bacaan sesi ini dapat dijadikan salah satu acauan dalam penyusunan alat peraga. Alternatif 2 Sesi ini dapat pula dilakukan dengan meminta seorang narasumber yang paham pokok bahasan ini untuk memberikan ceramah dan diikuti dengan dibukanya kesempatan peserta untuk melakukan tanya jawab pada narasumber. Narasumber dapat berasal dari pejabat senior Kementerian Kehutanan, Pengurus atau Anggota Kelompok Kerja yang dibentuk untuk menangani perubahan iklim dan REDD+, baik di tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten, akademisi dari perguruan tinggi ataupun pihak lainnya yang memiliki kompetensi dalam memberikan materi ini. MERANGKUM SESI Pengukuran karbon dilakukan di tingkat tapak dan secara lebih luas, seperti sebuah pulau, propinsi atau pun negara. Pengukuran di tingkat tapak dapat dilakukan dengan inventarisasi tegakan pohon yang ada dan memperkirakan karbon yang terkandung di pohon itu, baik dari daun, ranting, batang hingga akarnya, dan juga ketersimpanan karbon di lahan hutan tersebut, misalnya: serasah, liana, tanah organik, kayu mati di atas tanah maupun di bawah tanah. MRV merupakan alat yang digunakan para pihak, dari tingkat internasional sampai ke akar rumput, secara bersama dalam menilai keberhasilan atau kegagalan prakarsa REDD+ yang dilaksanakan. 44 Contoh Poster Penyimpanan Karbon di Hutan Biomassa di atas tanah Serasah sampah - kayu Serasah sampah - daun Biomassa selain dari pohon 45 Contoh Poster Pengertian MRV (Monitoring, Reporting, Verification) PEMANTAUAN dan PENGUKURAN Ketersediaan Gas Rumah Kaca (GRK) dihitung berdasarkan: Perubahan Luasan Kawasan Hutan (AD) – untuk setiap jenis hutan Setiap jenis hutan- memiliki emisi CO2 atau penyerapan CO2 yang berbeda disebut sebagai Faktor Emisi (EF) Dalam perhitungan ini, perlu mengukur indikator perlindungan dan manfaat hutan lainnya. PELAPORAN Kompilasi dan ketersediaan data dan statistik secara nasional untuk informasi dalam sebuah format inventarisasi gas rumah kaca. Pelaporan ke UNFCCC dalam bentuk Komunikasi Nasional. Elemen inti dari komunikasi nasional adalah informasi tentang emisi dan penyerapan gas rumah kaca dan rincian kegiatan yang dilakukan dalam memenuhi komitmen. VERIFIKASI Obyek yang diverifikasi: Akurasi dan keandalan informasi. Prosedur yang digunakan. Cakupan Verifikasi: 46 Sejauh mana data yang dilaporkan mampu diverifikasi, Para aktor yang melakukan verifikasi, dan Cara-cara apa yang dilakukan dalam memverifikasi. 8a Resiko Pengembangan REDD+ 2 Jam TUJUAN Peserta memahami resiko apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan program REDD+ Peserta memahami bentuk-bentuk hak yang ada, bagaimana memetakan pemilik hak (right holder) dan perbedaan antara pemangku kepentingan (stakeholder) dan pemilik hak. ALTERNATIF METODE Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Sesi ini dapat dilakukan dengan meminta seorang narasumber yang paham akan topik ini untuk memberikan ceramah dan diikuti dengan kesempatan bagi peserta untuk bertanya-jawab dengan narasumber. Narasumber dapat berasal dari pejabat senior Kementerian Kehutanan, Pengurus atau Anggota Kelompok Kerja yang dibentuk untuk menangani perubahan iklim dan REDD+, baik di tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten, akademisi dari perguruan tinggi ataupun pihak lainnya yang memiliki kompetensi dalam memberikan materi ini. Sesi ini dapat dilakukan dengan kegiatan pengajaran, baik dengan menggunakan alat peraga flipchart maupun presentasi PowerPoint, dengan menyampaikan pokok bahasan yang termuat dalam tujuan pembelajaran. Materi dalam bahan bacaan sesi ini dapat dijadikan salah satu acauan dalam penyusunan alat peraga. Peserta diminta untuk membaca studi kasus dan mencoba secara bersama mendiskusikannya di dalam kelompok beberapa pertanyaan kunci, misalnya: Siapa pemilik hak dalam kasus tersebut (hak untuk mengakses, hak untuk menggunakan, hak untuk mengelola, hak untuk mengikut sertakan ataupun mengeluarkan, hak kepemilikan secara hukum)? 47 Apa saja resiko yang akan dihadapi oleh setiap pemilik hak dalam kasus tersebut, jika program REDD+ dilaksanakan? Kira-kira apa yang dapat mereka lakukan mengendalikan resiko yang dihadapi tersebut? untuk Setelah mendiskusikannya dalam kelompok, kemudian secara bersama diskusi dilanjutkan dalam pleno atau menggunakan metode karosel. Tahapan terakhir adalah dengan mengkategorikan secara bersama resiko-resiko yang diidentifikasi oleh seluruh kelompok. PEMILIK H AK N KEPENTINGA U K G N A M E P MERANGKUM SESI Dalam setiap usaha, terutama yang merupakan sebuah kegiatan yang berhubungan dengan pemanfaatan sumber daya, pasti akan memiliki resiko. Penjelasan mengenai resiko sebuah usaha terkadang dilupakan oleh para inisiator. Hal ini harus dihindari dalam pengembangan REDD+. Para pemilik hak (right holder) harus dipahamkan pada resiko yang akan terjadi dari pengembangan REDD+ pada hutan yang ada, selain penjelasan keuntungan, konsekuensi dan kompensasi dari usaha tersebut. 48 Studi Kasus Sebuah Inisiatif REDD+ dengan Ijin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan – Restorasi Ekosistem Sebuah perusahaan swasta mendapatkan konsesi IUPHH-Restorasi Ekosistem pada sebuah kawasan hutan produksi seluas 7,000 Hektar yang dahulunya dikuasai oleh sebuah HPH. Kegiatan ekstraktif skala besar di kawasan hutan ini terhenti sejak berhenti operasinya HPH pada awal 2000-an seiring menurunnya potensi kayu komersial di dalam kawasan. Selain mengembangkan usaha restorasi ekosistem, perusahaan ini juga melirik untuk memasarkan potensi karbon yang ada di dalam areal IUPHH-nya. Potensi pasar karbon di dalam kawasan ini cukup besar, karena hampir 80% kawasan merupakan kawasan gambut dengan tegakan vegetasi yang cukup baik. Di era transisi antara 2000-2003, illegal logging sempat terjadi di kawasan ini, terutama untuk mengambil kayu ramin dan jelutung, yang pada masa itu harganya cukup baik. Aktivitas ini kemudian terhenti karena ketiadaan pembeli kayu ramin, paska diberlakukan pelarangan perdagangan jenis kayu yang baik digunakan untuk interior rumah tersebut. Ada lebih dari 20 kampung di sekitar kawasan ini. Hampir semua kampung adalah kampung lama yang sudah ditinggali penduduk jauh sebelum kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan hutan melalui TGHK pada era 1980-an. Hanya dua kampung yang merupakan kampung baru dan berada di dalam kawasan konsesi. Hampir 60% kawasan diklaim oleh masyarakat sekitarnya sebagai hak ulayat masyarakat. Tata batas kawasan hutan telah dilakukan, namun prosesnya hampir tidak melibatkan masyarakat di sekitarnya dan dirasakan tidak menghormati hak-hak masyarakat. Di beberapa kawasan yang berada di pinggir kawasan, sekarang telah pula diduduki masyarakat dengan ijin kepala desa mereka yang merasa memiliki kewenangan untuk memberikan ijin, Kawasan itu kemudian dibangun menjadi areal pertanian dan perkebunan. Di salah satu kampung bahkan telah dibangun saluran drainase sepanjang 300 meter untuk menata tata air kawasan seluas 60 hektar dengan pendanaan dari proyek PNPM. Masyarakat sekitar cukup banyak yang memanfaatkan hasil hutan non-kayu dari dalam kawasan ini, seperti menyadap getah jelutung, memanen gaharu, memanen ikan air tawar yang cukup banyak di sungai-sungai yang berada di dalam kawasan hutan, memanen rotan dan resam untuk dimanfaatkan sebagai kerajinan tangan, dan berbagai hal lainnya lagi. Akses ke kawasan ini sangat terbuka bagi masyarakat sekitarnya, karena ada cukup banyak pintu masuk, baik menggunakan jalur darat maupun jalur sungai. Melihat potensi karbon yang ada, perusahaan pemilik konsesi telah melakukan pembicaraan awal dengan beberapa pihak yang tertarik untuk berinvestasi mengembangkan proyek karbon di dalam kawasannya, sebagai produk sampingan dari kegiatan restorasi ekosistem. Pihak manajemen perusahaan sedang mempertimbangkan untuk meningkatkan pengamanan aset perusahaan melalui pengembangan satpam hutan dan patroli hutan. Akses masyarakat akan dibatasi 49 secara bertahap, hingga di masa mendatang diupayakan agar tidak ada lagi akses masyarakat. Untuk beberapa kawasan yang berada dalam konflik karena dikuasai warga masyarakat, akan dilakukan upaya hukum untuk memperjelas status kawasan tersebut. Perusahaan berupaya semaksimal mungkin mempergunakan aturan hukum formal untuk menguasai kembali lahan yang berada dalam sengketa tersebut. Halhal itu dilakukan dengan pertimbangan perusahaan yang memahami bahwa dalam perdagangan karbon, pembayaran jasa karbon hanya akan diperoleh berdasarkan performa perusahaan. Jika mereka tidak dapat mengendalikan laju deforestrasi yang terus berlangsung, maka pendapatan yang akan diperoleh juga tidaklah akan besar atau bahkan tidak ada. Perusahaan beranggapan bahwa dengan ijin yang mereka kantongi, mereka secara legal dan formal telah memiliki hak untuk menjaga kawasan tersebut, dalam kaitan menjaga aset negara yang dititipkan pada mereka. Sebaliknya, masyarakat merasa bahwa sebagian kawasan hutan itu adalah milik mereka. Sementara Pemerintah Daerah setempat melihat kegiatan yang dilakukan perusahaan ini adalah sebuah kegiatan yang potensial di masa mendatang dan perlu didukung karena merupakan inisiatif global dalam mitigasi perubahan iklim, dan ‘mungkin’ potensial dalam mengembangkan pendapatan daerah di masa mendatang. 50 8b Pengamanan Sosial dalam REDD+ 1 Jam TUJUAN Peserta memahami bagaimana konsep pengaman sosial bagi masyarakat dalam program REDD+, salah satunya adalah penerapan FPIC (Free, Prior and Informed Consent) yakni persetujuan tanpa paksaan atas dasar informasi yang memadai sebelum kegiatan diawali. Peserta memahami bahwa FPIC sebenarnya bukan sebuah konsep yang asing bagi komunitas di Indonesia. ALTERNATIF METODE Alternatif 1 Sesi ini dapat dilakukan dengan meminta seorang narasumber yang paham akan pokok bahasan ini untuk memberikan ceramah yang diikuti dengan kesempatan bagi peserta untuk bertanya-jawab dengan narasumber. Jika memang akan menggunakan narasumber, maka sebaiknya sesi ini diggabungkan dengan sesi tentang resiko pelaksanaan REDD+. Alternatif 2 Sesi ini dapat dilakukan melalui kegiatan pengajaran, baik dengan menggunakan alat peraga lembar-balik (flipchart) maupun presentasi PowerPoint, dengan memberikan penyampaian pokok bahasan yang termuat dalam tujuan pembelajaran. Materi dalam bahan bacaan sesi ini dapat dijadikan salah satu acauan dalam penyusunan alat peraga. MERANGKUM SESI Praktek meminta persetujuan (consent) sesungguhnya diadopsi dari dunia medis. Ketika hendak mengambil suatu tindakan medis beresiko pada seorang pasien, tenaga medis atau dokter akan meminta persetujuan (consent) dari pasien dan/ atau keluarga pasien karena mereka lah yang akan menanggung konsekuensi pasca tindakan medis tesebut. Sama halnya dengan keputusan tentang penggunaan sumberdaya alam maka para pihak yang akan terkena dampak atau kehilangan kesempatan dalam pemanfaatannya lah yang harus dimintakan persetujuan. 51 Contoh Poster Pengertian FPIC FREE, PRIOR, AND INFORMED CONSENT PERSETUJUAN ATAS DASAR INFORMASI YANG MEMADAI TANPA PAKSAAN SEBELUM KEGIATAN FREE BEBAS, TANPA PAKSAAN Komunitas, pelaksana projek, dan para pemangku kepentingan memiliki: Kesempatan untuk komunikasi dua arah Memahami konteks sosial Ada suasana yang aman untuk berkomunikasi dengan bebas Terbangunnya kepercayaan timbal-balik antara semua pihak Pelibatan fasilitator independen (itikad baik dan disepakati bersama) Kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk berpartisipasi Menggunakan strategi dan alat komunikasi yang tepatguna Ada kesepakatan mengenai proses Ada pengakuan akan pengetahuan lokal PRIOR Tersedia cukup waktu untuk terbangunnya kesepakatan sebelum pelaksanaan Menghargai kebutuhan waktu untuk konsultasi atau proses membangun kesepakatan. Secara etis, lamanya waktu yang dibutuhkan harus cukup untuk membuat keputusan tentang pemanfaatan properti. INFORMED 52 INFORMASI MEMADAI Pengetahuan yang memadai tentang REDD+; bagaimana skema itu bekerja serta apa hak dan kewajiban masing-masing pihak Informasi tentang konsekuensi dan dampak yang lengkap Informasi yang membantu membuat keputusan (YA/TIDAK), Membangun pemahaman yang sama diantara warga masyarakat, Membuat banyak hal menjadi jelas Menginformasikan melalui pelatihan yang memadai CONSENT DIAWAL PERSETUJUAN Diadopsi dari dunia kesehatan Ditanyakan pada yang akan terkena dampak Bukan konsep yang asing, sudah ada dalam budaya kita. Menciptakan ruang untuk terbangunnya persetujuan Menjamin adanya komitmen dan tanggung jawab 9 Praktek Peningkatan Kapasitas mengenai Perubahan Iklim dan REDD+ bagi Para Pemangku Kepentingan di Akar Rumput 5 JPL TUJUAN Peserta memahami arti penting dari peningkatan kapasitas dalam membangun pemahaman para pihak mengenai isu perubahan iklim dan REDD+. Peserta dapat memgidentifikasi kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat menjadi medium dalam peningkatan kapasitas bagi para pihak yang ada. ALTERNATIF METODE Alternatif 1 Sesi ini dapat dilakukan melalui kegiatan pengajaran, baik dengan menggunakan alat peraga lembar-balik (flipchart) maupun presentasi PowerPoint, dengan menyampaikan pokokpokok bahasan yang termuat dalam tujuan pembelajaran. Namun akan sangat baik sekali jika setelah pemaparan, para peserta diminta berdiskusi secara berkelompok untuk mengidentifikasi kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat digunakan untuk peningkatan kapasitas para pihak yang ada, utamanya masyarakat akar rumput. Hasil diskusi kelompok ini kemudian dipertukarkan pada kelompok lainnya secara pleno. Diskusi dapat dilakukan dengan menggunakan format tabel sebagai berikut: Kelompok sasaran Ibu rumah tangga Medium Peningkatan Kapasitas/ Sumber informasi Pengajian mingguan Pemberi Informasi Ustadzah Bentuk Intervensi Pelatihan untuk ustadzah 53 Alternatif 2 Fasilitator menempelkan kertas bertuliskan empat atau lima kalimat yang merupakan terminologi peningkatan kapasitas yang dirumuskan oleh beberapa organisasi di dinding di beberapa pojok ruang pelatihan. Kemudian para peserta diminta untuk melihat keseluruhan kalimat tersebut dan memilih salah satu diantaranya yang menjadi terminologi yang paling disukai atau paling sesuai menurut pendapatnya. Setelah seluruh peserta berkumpul di tempat pilihannya masing-masing, mereka diminta mendiskusikan alasan utama mengapa mereka memilih terminologi tersebut. Selanjutnya secara bergantian setiap kelompok menjelaskan alasan-alasannya pada peserta kelompok lainnya. Fasilitator dapat mencatat beberapa hal yang menjadi persamaan dan perbedaan dari pendapat masing-masing kelompok. Alternatif 3 Tahap selanjutnya adalah meminta peserta di masing-masing kelompok untuk mengidentifikasi kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat menjadi medium dalam peningkatan kapasitas bagi para pihak yang ada, utamanya di akar rumput. Hasil diskusi kelompok ini kemudian dipertukarkan pada kelompok lainnya secara pleno. Karena waktu yang tersedia cukup memadai, fasilitator dapat meng-gabungkan Alternatif 1 dan 2 diatas. Jika dapat dilakukan secara relatif cepat – dalam satu jam – Alternatif 2 dapat digunakan sebagai introduksi, untuk kemudian dilanjutkan dengan Alternatif 1. MERANGKUM SESI Fasilitator dapat mengingatkan kembali bahwa di dalam kelompok komunitas dan para pihak yang ada, biasanya telah ada mekanisme penyampaian informasi. Identifikasi pada mekanisme ini sangat penting terutama menyangkut efektivitas dan peluang memanfaatkannya sebagai medium upaya peningkatan kapasitas bagi kelompok tersebut. 54 Contoh Teks Terminologi Peningkatan Kapasitas " 1 Peningkatan kapasitas adalah sebuah proses yang terus ber­langsung pada individu, organisasi dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan mereka (individu dan masyarakat) untuk mengidentifikasikan dan menemu­kan tantangantantangan pembangunan. 2 Peningkatan kapasitas adalah kegiatan penguatan keahlian, kompetensi dan kemampuan/keberdayaan individu dan masyarakat dalam mengembangkan diri sehingga mereka dapat menemukenali penyebab ketidak­berdayaan yang mereka alami. " 3 Peningkatan kapasitas adalah kegiatan-kegiatan penguatan pemahaman, kemampuan, keahlian dan kebiasaan individu serta meningkatkan struktur dan proses institusional sehingga dapat mencapai misi dan tujuan secara efisien dan berkelanjutan. 4 Peningkatan kapasitas adalah pendekatan konseptual yang berfokus pada pemahaman atas kendala yang dihadapi individu, pemerintah, organisasi dan masyarakat untuk merealisasikan tujuan-tujuan pembangunan bersama dengan meningkatkan kemampuan yang memungkinkan mereka untuk mencapai hasil yang terukur dan berkelanjutan. 55 10 Praktek: Penyusunan Rencana Aksi 12 JPL TUJUAN Peserta merencanakan menyusun rencana aksi pasca kegiatan pelatihan. Peserta mampu mengidentifikasi dukungan finansial maupun sumber daya lainnya dalam menjalankan rencana aksi. ALTERNATIF METODE Alternatif 1 Sesi ini dapat dibuka dengan pemberian materi oleh fasilitator mengenai apa yang dimaksud dengan rencana aksi pasca pelatihan, yakni apa yang secara kongkrit akan dilakukan sebagai tindak-lanjut dari apa yang telah dipelajari. Setelah memberikan kesempatan untuk memahami apa yang dimaksud dengan rencana aksi melalui dibukanya kesempatan tanya-jawab, para peserta kemudian diminta untuk bekerja secara individual mengisi format perencanaan yang telah ditentukan, yang memuat: apa kegiatan yang direncanakan, mengapa perlu dilaksanakan, tujuan dan hasil yang diharapkan, bagaimana dan dimana dilaksanakan, dengan siapa dan kapan, serta kebutuhan dan sumber pendanaan. Setelah masing-masing peserta selesai dengan mengisi format rencana aksi, langkah selanjutnya adalah pleno hasil, yang dapat dilakukan dengan presentasi masing-masing peserta ataupun menggunakan metode komedi putar atau karosel. 56 Alternatif 2 Peserta yang berasal dari satu unit kerja yang sama atau kelompok yang sejenis diminta bekerja secara berkelompok untuk menyusun rencana aksi pasca kegiatan. Rencana aksi yang disusun dapat berupa tabel yang memuat kebutuhan desain kegiatan pada unit kerjanya. Kemudian, setiap kelompok diminta juga menyusun tahapan dalam mengusulkannya untuk menjadi kegiatan resmi dan memperoleh dukungan pendanaan. Alternatif 3 Pelaksanaan sesi ini dapat juga merupakan kombinasi dari dua alternatif di atas dengan dilakukan dua tahap rencana aksi, yakni secara individual dan untuk unit kerja dari peserta yang mengikuti pelatihan. MERANGKUM SESI Fasilitator menegaskan bahwa rencana aksi haruslah suatu kegiatan yang realistis, dimana sedapat mungkin merupakan kegiatan yang terintegrasi dalam kegiatan dan tugas-tugas yang sudah dilakukan setiap harinya. Rencana aksi yang disusun mungkin akan memunculkan kebutuhan akan tambahan pendanaan dan sumberdaya, sehingga dibutuhkan langkah-langkah untuk mengkomunikasikannya kepada para pihak lainnnya yang mungkin dapat mendukung pemenuhan kebutuhan tersebut. Selain itu, perubahan atau hasil seperti apa yang diharapkan dari rencana aksi hendaknya ditetapkan sejak awal agar dapat menjadi ukuran dalam perbaikan dan masukan bagi perencanaan di masa mendatang. 57 Contoh Format Perencanaan Rencana Aksi BAGAIMANA DAN DIMANA DILAKSANAKAN? KEBUTUHAN DAN SUMBER PENDANAAN APA KEGIATAN YANG DIRENCANAKAN TUJUAN DAN HASIL YANG DIHARAPKAN 58 MENGAPA PERLU DILAKSANAKAN DENGAN SIAPA DAN KAPAN 59 Tujuan Kegiatan Keluaran Lokasi Waktu Format Perencanaan Rencana Aksi Penanggung­jawab dan Pelaksana Sumberdaya 11 Menggagas Pembelajaran 4 JPL TUJUAN Para peserta memahami bagaimana memandu proses pembelajaran tentang pokok-pokok bahasan yang sudah disampaikan. Catatan: Karena Pelatihan ini adalah Pelatihan untuk Pelatih (Training of Trainers) maka diskusi tentang bagaimana materi atau pokok-pokok bahasan yang dipelajari dalam pelatihan ini akan dilatihkan kepada khalayak lainnya menjadi sesuatu yang penting. ALTERNATIF METODE Alternatif 1 Dalam kelompok-kelompok kecil para peserta bersumbangsaran (brainstorming) dan berdiskusi tentang metode/ gagasan proses belajar untuk pokok-pokok bahasan yang sudah dibahas selama ini; setiap kelompok membahas pokokpokok bahasan yang berbeda. Hasil diskusi kelompok berupa gagasan metode/proses belajar untuk masing-masing pokok bahasan kemudian dibahas bersama dalam pleno. Alternatif 2 Jika waktu cukup tersedia, dalam kelompok-kelompok kecil para peserta bisa benar-benar merancang proses pembelajaran (lesson plan) untuk pokok-pokok bahasan yang sudah dibahas selama ini; setiap kelompok merancang proses belajar untuk satu pokok bahasan yang berbeda. Rancangan-rancangan itu kemudian dipaparkan kepada pleno. Sebagai panduan dapat digunakan format sebagai berikut: Materi/Pokok Bahasan 60 Tujuan Pembelajaran Waktu Metode/ Proses Belajar Media, Alat dan Bahan, dan sebagainya Alternatif 3 Kegiatan pembelajaran ini bisa dilakukan dalam beberapa sesi; misalnya dua sesi yang berbeda dengan lama masing-masing dua jam. Misalnya, Sesi pertama menggagas rancangan proses pembelajaran untuk Materi 1 sampai dengan Materi 4, dan dilakukan segera setelah pembahasan Materi-materi tersebut selesai. Kemudian Sesi kedua membahas Materi 5 sampai dengan Materi 9, juga setelah pembahasan materi yang bersangkutan selesai MERANGKUM SESI Jika tersedia waktu di akhir acara, fasilitator sebaiknya mengingatkan kembali bahwa inti Pelatihan untuk Pelatih bukan hanya pengenalan materi baru – dalam hal ini tentang Perubahan Iklim dan REDD+, tetapi juga tentang bagaimana para (calon) pelatih dapat merancang dan memfasilitasi proses pembelajaran tentang gagasangagasan itu kepada warga belajar yang lainnya, dan bahkan aspek metodologis ini bisa jadi lebih dari materinya yang sebenarnya dapat diperoleh dari berbagai sumber. 61 12 Penutupan 1 JPL TUJUAN Penandaan bahwa secara resmi kegiatan pelatihan diakhiri. Memberikan kesempatan kepada pimpinan Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Kehutanan ataupun dari pihak penyelenggara dan pendukung lainnya (jika ada) untuk memberikan paparan dan wejangan mengenai bagaimana para peserta menerapkan pengetahuan yang didapatkan dalam mendukung pekerjaannya serta dapat berkontribusi pada pengelolaan hutan yang lebih baik di masa mendatang. Memperkuat pembelajaran-pembelajaran yang sudah diperoleh selama pelatihan. ALTERNATIF METODE Alternatif 1 Penutupan dilakukan secara formal dengan tata tertib dan urutan acara yang telah ditetapkan dan dilaksanakan dalam lingkup Pusdiklat Kehutanan. Alternatif 2 Penutupan dilakukan secara semi formal, namun tidak meninggalkan kegiatan inti yang penting dan menghindari kegiatan yang berpotensi melanggar prosedur yang sudah ada selama ini di Pusdiklat Kehutanan. MERANGKUM SESI Jika tersedia waktu di akhir acara, fasilitator sebaiknya mengingatkan bahwa pelatihan ini tidak serta-merta akan membuat peserta mengetahui segalanya, namun hanya merupakan suatu awalan untuk dapat memahami materi-materi yang diberikan, sehingga dibutuhkan kemauan untuk terus belajar dan mencari agar dapat lebih memahami dengan lebih baik. 62 Bahan Bacaan 63 64 A Pengetahuan Dasar Mengenai Iklim dan Perubahan Iklim Bagian 1 BAGAIMANA IKLIM DAN CUACA DI BUMI TERJADI? Bumi merupakan sebuah planet hidup yang berproses alami membentuk lingkungan yang baik bagi kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan. Sebelum mempelajari iklim dan mengapa terjadi perubahan iklim, beberapa informasi dasar tentang bumi dan proses-proses alami yang membuat terjadinya kehidupan di bumi penting untuk dimengerti. Bagaimana bagian-bagian dari bumi bekerja secara bersama? Bumi adalah sebuah planet hidup yang dibentuk dari batuan, mineral, tanah, air, gas dan organisme hidup. Terdapat tiga bagian utama bumi: yakni bagian inti, permukaan bumi, dan atmosfer atau area yang berada di atas permukaan bumi. Bagian-bagian bumi tersebut semuanya terbentuk dari bahan yang berbeda: atmosfer kulit bumi inti bumi Bagian dalam atau inti bumi, sebagian besar terdiri dari batuan dan bahan padat lainnya. Permukaan bumi sebagian besar adalah air. Lautan, danau dan sungai menutupi sekitar 70% dari permukaan bumi, sisanya adalah tanah. Dan lebih dari 10% dari total tanah di bumi secara permanen tertutup es.2· Atmosfer atau udara terdiri dari gas yang tidak terlihat seperti: nitrogen; oksigen, yang digunakan manusia, tumbuhan dan hewan untuk bernapas; karbon dioksida, yang dimanfaatkan oleh tanaman dalam proses pertumbuhannya; dan masih banyak jenis gas lainnya. Atmosfer mulai di permukaan bumi dan meluas sampai ke batas luar angkasa serta terbagi dalam beberapa lapisan. Sebagian besar proses yang mempengaruhi iklim bumi terjadi di lapisan terendah dari atmosfer, yaitu dari permukaan bumi hingga 10 mil atau 16 kilometer ke ruang angkasa yang disebut troposfir. Lapisan atmosfer ini berisi udara yang kita hirup. Cara bumi terbentuk dan 2 Windows to the Universe Website http://www.windows.ucar.edu/ 65 bagaimana bagian-bagiannya yang berbeda bekerja secara bersama, membuat kehidupan dapat berlangsung di bumi. Kondisi di atmosfer mempengaruhi keadaan di permukaan bumi, dan sebaliknya, kondisi pada permukaan tanah dan air di bumi juga akan mempengaruhi atmosfer. Proses alami seperti fotosintesis, yakni proses bagaimana tanaman dengan cahaya dan panas matahari mengambil karbon dioksida dari udara dan melepaskan oksigen, membuat tanaman tumbuh dan menjaga udara menjadi tetap bersih. Singkat kata, iklim bumi adalah hasil dari beragam proses alami yang merupakan interaksi antara tanah, air, dan udara secara bersama-sama. Bagian 2 APAKAH YANG DIMAKSUD DENGAN IKLIM DAN CUACA? Iklim bumi menghasilkan suhu dan curah hujan yang membuat kehidupan tanaman, hewan, dan manusia dapat berlangsung. Tanpa suhu dan curah hujan yang tepat, tanaman tidak bisa tumbuh, binatang tidak akan memiliki makanan untuk dimakan, dan manusia tidak bisa bertahan hidup. Pengertian “iklim” berkenaan dengan kondisi tersebut selama jangka waktu bertahun-tahun, sementara “cuaca” berkenaan dengan suhu, curah hujan, atau badai di tempat tertentu pada hari tertentu atau selama periode yang lebih singkat, seperti satu hari atau satu musim. Ketika seseorang mengatakan “hari ini terjadi hujan lebat,” atau “terjadi banyak hujan di musim ini,” mereka berbicara tentang cuaca. Cuaca mengukur suhu, curah hujan angin dan kondisi awan yang terjadi pada hari itu atau pada musim itu. Badai terjadi ketika kondisi cuaca yang terjadi dalam kondisi yang ekstrem, seperti: hujan lebat dan angin kencang. Iklim digambarkan sebagai “cuaca rata-rata” atau kondisi cuaca yang terjadi selama jangka waktu yang panjang. Ketika seseorang mengatakan, “di sini selalu terjadi hujan sepanjang enam bulan dalam setahun” atau “salju tidak pernah turun di tempat ini” yang mereka bicarakan adalah iklim. Ketika iklim diukur, pengukuran yang dilakukan adalah suhu rata-rata, curah hujan atau hujan salju rata-rata, serta seberapa sering badai terjadi di suatu daerah atau selama jangka waktu yang panjang, yang dapat berupa beberapa dekade atau bahkan beberapa abad. Iklim adalah proses alami yang sangat kompleks yang mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan tanah. Cara udara bergerak di dalam atmosfer dan cara air bergerak di dalam lautan juga mempengaruhi suhu dan curah hujan. 66 Baik iklim maupun cuaca mengukur: Suhu (Panas atau Dingin) Presipitasi (Hujan atau Salju) Awan dan Angin Gambar berikut menunjukan bagaimana komponen-komponen pembentuk iklim berinteraksi: Gambar 1. Komponen-komponen Pembentuk Iklim Beberapa proses lain yang juga mempengaruhi iklim, seperti letusan gunung berapi dan perubahan jumlah energi matahari yang sampai ke bumi, adalah hal-hal yang alami, sementara sebagian proses lainnya diakibatkan oleh aktivitas manusia. Kegiatan alami utama yang mempengaruhi iklim adalah: Energi matahari Iklim dapat berubah jika ada perubahan jumlah energi matahari yang sampai ke bumi. Hal ini akan mengakibatkan bumi menjadi lebih hangat atau lebih dingin. Gas di atmosfer Beberapa jenis gas berpengaruh kuat pada iklim. Gas-gas ini dapat menjebak panas di atmosfer bumi. Meskipun gas-gas ini adalah bagian alami dari atmosfer, namun selama 150 tahun terakhir telah terjadi peningkatan jumlahnya. Peningkatan jumlah gas-gas ini di atmosfer merupakan penyebab utama terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Aktivitas manusia merupakan penyebab terbesar peningkatan gas-gas tersebut. Proses-proses alami maupun kegiatan-kegiatan manusia, yang mempengaruhi perubahan iklim akan dibahas lebih lanjut berikut ini. Arus laut Air laut selalu dalam keadaan bergerak dan pergerakan utamanya adalah arus laut. Angin yang bergerak di atas permukaan air laut akan menggerakkan air di permukaan laut mengikuti pola yang teratur. Air laut juga bergerak secara vertikal, yakni air dari bagian dalam laut yang lebih dingin bergerak ke permukaan yang lebih hangat. Pergerakan air laut juga menggerakkan panas di seluruh permukaan bumi, 67 sehingga arus laut memiliki dampak besar pada perubahan iklim. Ketika pergerakan normal air laut terganggu, kemungkinkan akan terjadi kondisi curah hujan ataupun kekeringan yang ekstrem. El Niño adalah contoh dari dampak perubahan pergerakan laut air. El Niño dan La Niña adalah nama yang diberikan untuk perubahan sementara pergerakan angin di atmosfer dan pergerakan air di lautan. Setiap tiga sampai tujuh tahun, angin yang berada di atas kawasan tropis Samudera Pasifik menjadi lebih lemah. Hal ini akan mempengaruhi pergerakan air laut dan mengakibatkan air di bagian timur Samudera Pasifik menjadi lebih hangat. Kondisi yang demikian dikenal dengan nama El Niño. Sementara pada La Niña, kondisi yang berlangsung adalah sebaliknya, yakni angin yang berada di atas kawasan tropis Samudera Pasifik menjadi lebih kuat sehingga membawa air yang lebih dingin ke bagian timur Samudera Pasifik. Perubahan ini akan mempengaruhi cuaca di seluruh dunia, termasuk meningkatnya curah hujan ataupun terjadinya kemarau ekstrim, yang kemudian akan mempengaruhi produksi pangan. Efek ini dapat berlangsung selama satu tahun. El Niño dan La Niña tidak disebabkan oleh perubahan iklim, tetapi saat fenomena alam ini terjadi, adaptasinya akan menjadi lebih sulit sebagai dampak dari perubahan iklim yang sudah dan sedang terjadi. Proses-proses lain yang mempengaruhi iklim adalah: Letusan gunung berapi atau gejala vulkanik Saat gunung berapi meletus akan terjadi pelepasan partikel-partikel asap dan debu vulkanik kecil ke atmosfir. Partikel-partikel ini masuk ke bagian atas atmosfer dan akan mempengaruhi suhu bumi. Biasanya partikel-partikel itu dapat tetap berpengaruh selama satu sampai dua tahun. Salju dan es Karena salju dan es memiliki warna yang terang, keduanya memiliki kemampuan untuk memantulkan kembali energi matahari ke atmosfer. Ketika salju dan es mencair seiring terjadinya penghangatan iklim bumi, energi yang dipantulkan kembali akan semakin berkurang dan hal ini juga menjadi penyebab peningkatan pemanasan atmosfir. Bagian 3 APA ITU PERUBAHAN IKLIM DAN BAGAIMANA MENGETAHUI HAL TERSEBUT TELAH TERJADI? Perubahan iklim adalah perubahan yang terjadi pada pola cuaca normal di seluruh dunia selama jangka waktu yang panjang, biasanya selama beberapa dekade atau lebih. Selama 100 tahun terakhir ini, suhu rata-rata bumi secara perlahan-lahan telah mengalami peningkatan. Istilah ‘pemanasan global’ sering digunakan ketika membahas perubahan iklim, dan hal ini berarti bahwa suhu rata-rata atmosfer 68 bumi semakin tinggi. Perlu diperhatikan bahwa yang dimaksud “rata-rata” adalah perubahan suhu yang terjadi di seluruh planet bumi. Di banyak tempat suhu udara semakin memanas, sementara di beberapa tempat lain mungkin saja yang terjadi sebaliknya dan menjadi lebih dingin, tapi secara umum keseluruhan bumi semakin hangat. Artinya, penting untuk diingat bahwa perubahan iklim tidak terjadi dengan cara yang sama dan secara seragam di seluruh permukaan bumi. Perlu disadari bahwa iklim bumi memang telah berubah; para ilmuwan telah mengamati dan mengukur perubahan dalam pola cuaca dan banyak orang di seluruh dunia telah merasakan terjadinya perubahan ini. Perubahan juga terjadi lebih cepat dari yang telah terjadi di masa lalu. Tanda-tanda utama terjadinya dari perubahan iklim secara global adalah: Peningkatan suhu global Pemanasan global; suhu global ratarata telah meningkat terus selama 100 tahun terakhir sekitar 0,74 derajat Celsius atau 1,3 derajat Fahrenheit2. Peningkatan suhu itu telah terjadi di semua wilayah di seluruh dunia. Perubahan curah hujan Perubahan curah hujan telah terjadi di seluruh dunia, akibat perubahan suhu permukaan lautan dan daratan. Sejak tahun 1970-an, secara global telah terjadi peningkatan jumlah kejadian daerah yang mengalami kekeringan atau periode cuaca sangat kering3. Sementara di beberapa daerah terjadi penurunan curah hujan dan masa kekeringan yang lebih lama, wilayah lainnya di belahan dunia yang lain mengalami peningkatan curah hujan. Di banyak tempat juga terjadi perubahan waktu terjadinya musim penghujan. Hujan berlangsung pada waktu yang berbeda dan pada periode yang lebih pendek atau lebih lama dibandingkan hujan pada masa lalu. Berkurangnya tutupan salju dan mencairnya lapisan es di kutub Di kutub utara dan kutub selatan bumi, iklimnya sangat dingin dan terdapat es yang menutupi permukaan daratan dan beberapa bagian laut. Sebagian daerah dengan tutupan es ini disebut gletser, dan akibat pemanasan global telah terjadi peningkatan pencairan es di kawasan gletser yang ada. 2 IPCC 2007. Climate Change 2007: The Physical Science Basis. IPCC Fourth Assessment Report (AR4). Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change Solomon, S., D. Qin, M. Manning, Z. Chen, M. Marquis, K.B. Averyt, M. Tignor and H.L. Miller (eds.). 3 Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, NY, USA, 996 pp. http:// www.ipcc.ch.IPCC 2007. Climate Change 2007: The Physical Science Basis. IPCC Fourth Assessment Report (AR4). 69 Gletser juga ditemukan di beberapa pegunungan yang sangat tinggi. Di daerahdaerah pegunungan itu juga telah terjadi pencairan es gletser akibat suhu yang lebih hangat. Es di gletser Gunung Kilimanjaro, misalnya, telah hampir menghilang. Para ilmuwan memperkirakan bahwa dengan tingkat pencairan es yang terjadi sekarang, gletser yang diperkirakan telah berumur lebih dari 12.000 tahun di gunung ini, akan menghilang pada 20204. Peristiwa cuaca yang tidak biasa lebih sering terjadi Selama 50 tahun terakhir, hari dan malam yang sangat panas lebih sering terjadi, sementara hari dan malam yang sangat dingin lebih jarang terjadi. Periode gelombang panas menjadi lebih lama dan lebih panas di sebagian besar daratan. Badai besar dengan hujan dan angin yang kencang lebih sering terjadi serta menyebabkan lebih banyak kerusakan. Perubahan muka air lautan dunia 70 Dalam 100 tahun terakhir, permukaan air laut global telah meningkat rata-rata sekitar enam inci atau 15 sentimeter5. Meningkatnya tinggi permukaan laut itu terjadi karena peningkatan suhu di atmosfer mengakibatkan es di pegunung­an dan di kutub utara dan selatan mencair dan meningkatkan jumlah air yang masuk ke laut. Hal ini juga menyebabkan lautan menjadi lebih luas Naiknya permukaan laut itu mengancam masyarakat di wilayah pesisir dan bebe­rapa negara pulau karena menutupi wilayah daratan yang rendah, menyebab­kan banjir dan menggerus tanah di kawasan pantai. 4 Shardul Agrawala, Annett Moehner, Andreas Hemp, Maarten van Aalst, Sam Hitz, Joel Smith, Hubert Meena, Stephen M. Mwakifwamba, Tharsis Hyera and Obeth U. Mwaipopo. 2003. Development And Climate Change In Tanzania: Focus On Mount Kilimanjaro. Environment Directorate Development Co-Operation Directorate Working Party on Global and Structural Policies Working Party on Development Co-operation and Environ-ment. COM/ENV/EPOC/DCD/DAC(2003)5/FINAL. www. oecd.org/dataoecd/47/0/21058838.pdf 5 Church and White 2006 A 20th century acceleration in global sea-level rise. Geophysical Research Letters, 33, L01602. Peningkatan permukaan air laut juga dapat menyebabkan intrusi air garam ke sungai dan sumber air tawar lainnya, yang pada giliranyya akan mempengaruhi kualitas pasokan air. Ilustrasi kondisi muka air laut normal Gletser yang mencair dan menghangatnya suhu air mengakibatkan kenaikan muka air laut Bagian 4 BAGAIMANA PERUBAHAN IKLIM MEMPENGARUHI BUMI DAN KEHIDUPAN UMAT MANUSIA? Terjadinya perubahan iklim berarti bahwa tanah, hutan, sumberdaya air, perilaku hewan, produksi tanaman, dan hal-hal lain di bumi akan berubah. Cara penanaman tanaman pangan, jenis-jenis tanaman yang dapat dibudidayakan, pola curah hujan dan kondisi cuaca panas dan dingin semua akan terus berubah, jika tidak dilakukan upaya menghentikan proses pemanasan global dan perubahan iklim. Manusia, tumbuhan dan hewan tidak akan mampu bertahan hidup di daerah yang terlalu panas atau di tempat-tempat yang tergenang akibat naiknya permukaan air laut. Jika umat manusia masih ingin bertahan hidup di bumi ini pada masa mendatang, maka umat manusia perlu menghentikan kegiatan yang menyebabkan perubahan iklim dan belajar untuk beradaptasi dengan cara-cara baru dalam melakukan sesuatu. Hal-hal penting untuk diingat: Bumi adalah sebuah planet hidup yang dibentuk dari batuan, mineral, tanah, air, gas dan organisme hidup. Iklim adalah sebuah proses kompleks yang ditentukan oleh bagaimana matahari, atmosfer, tanah, air dan angin bekerja secara bersama. Kegiatan manusia juga dapat mempengaruhi iklim. Perubahan iklim adalah perubahan pada pola cuaca normal di seluruh dunia selama periode waktu yang panjang. Suhu bumi rata-rata menjadi semakin panas. Perubahan iklim berlangsung lebih cepat dibandingkan pada masa lalu. Perubahan iklim tidak terjadi dengan cara yang sama dan secara seragam di seluruh tempat. Para ilmuwan melakukan pengamatan dan pengukuran terjadinya perubahan iklim, sementara banyak ng yang telah mengalami dampak dari perubahan iklim. Perubahan iklim akan berdampak pada semua kehidupan. 71 B Memahami Penyebab Perubahan Iklim Bagian 1 BAGAIMANA ALAM MENGATUR IKLIM? Sebagian besar peningkatan suhu global rata-rata terjadi karena peningkatan konsentrasi gas-gas tertentu di atmosfer. Atmosfer terdiri dari beragam gas berbeda yang terjadi dari proses alamiah. Gas-gas tersebut juga dapat diproduksi oleh aktivitas manusia. Konsentrasi beberapa gas tersebut yang terlalu banyak di atmosfer dapat menyebabkan perubahan pada proses alamiah yang berlangsung, dan kemudian menyebabkan iklim berubah. Untuk lebih memahami penyebab perubahan iklim, penting untuk mengetahui hal-hal terkait tentang gas-gas yang ada di atmosfer dan untuk memahami proses alamiah yang bekerja menjaga suhu bumi pada tingkat yang tepat. Gas-gas yang membantu mengatur suhu bumi disebut ‘Gas Rumah Kaca’ atau kependekannnya GRK. Apa itu efek rumah kaca? Istilah “rumah kaca” berasal dari sejenis bangunan yang memiliki dinding dan atap yang terbuat dari kaca atau plastik bening. Hal ini memungkinkan cahaya dan panas matahari masuk ke dalam dan terperangkap di dalamnya, yang memungkinkan tanaman untuk tumbuh di dalamnya selama berlangsungnya cuaca dingin. Atmosfer bumi bertindak seperti sebuah rumah kaca yang memerangkap cahaya dan panas matahari. Itu sebabnya keadaan yang menyebabkan proses pemanasan bumi ini kemudian disebut ‘Efek Rumah Kaca.’ Efek rumah kaca adalah proses alami yang menjaga atmosfer bumi untuk tetap hangat. Atmosfer terbentuk dari sebuah lapisan berisikan gas-gas yang tak terlihat. Tanpa gas-gas yang berfungsi menjaga atmosfer mempertahankan kehangatan matahari, bumi akan menjadi planet beku dan tidak ada kehidupan yang bisa bertahan di dalamnya. Efek rumah kaca adalah proses alamiah. Gas rumah kaca maupun efek rumah kaca sebenarnya baik untuk bumi. Memiliki jumlah gas rumah kaca yang tepat memungkinkan bumi untuk mempertahankan suhu yang tepat dalam mendukung kehidupan. Namun, ketika kegiatan manusia 72 mengganggu proses alamiah dengan penambahan gas rumah kaca ke atmosfer, akan lebih banyak panas yang terperangkap dan bumi akan memanas. Keadaan ini mirip dengan saat kita menggunakan selimut untuk mempertahankan kehangatan di malam hari. Ketika kita berada di tempat tidur dan merasa kedinginan, kita menutupi tubuh dengan selimut. Selimut memerangkap kehangatan yang keluar dari tubuh dan membuat udara di sekitarnya menjadi hangat, sehingga tubuh pun akan tetap hangat. Dengan sebuah selimut, hanya sejumlah panas tubuh yang tertahan, sementara sejumlah lainnya akan lolos ke luar dari selimut. Jika kita masih merasa kedinginan, biasanya kita akan menambahkan lebih banyak selimut. Namun jika kita menggunakan selimut yang terlalu banyak, kita akan kepanasan karena semua udara hangat terjebak dan tubuh kita menjadi lebih hangat dan terus lebih hangat. Keadaan seperti inilah yang terjadi pada bumi sekarang. Akibat semakin banyak gas yang dilepaskan ke atmosfer, gas-gas ini bertindak seperti halnya selimut dan memerangkap panas di dekat bumi. Keadaan ini membuat bumi semakin panas. Gas rumah kaca membuat atmofer memiliki kemampuan untuk menahan energi matahari (panas dari matahari) dan mempertahankan kehangatan yang memadai untuk kehidupan Jika terdapat jumlah gas rumah kaca yang berlebihan di atmosfer akibat kegiatan manusia, atmosfer akan menahan lebih banyak energi matahari, dan mengakibatkan bumi menjadi semakin hangat. Apa yang dimaksud dengan gas rumah kaca? Beberapa gas di atmosfer dapat mengambil atau menyerap panas dari matahari dan bumi, kemudian menyimpannya di bagian bawah atmosfer yang terletak paling dekat dengan bumi. Ada banyak gas rumah kaca di atmosfer. Beberapa gas rumah kaca yang penting diantaranya: Metana (CH4): gas ini berasal dari pembusukan kotoran hewan dan lahan gambut, serta kegiatan manusia seperti budidaya padi. Nitrogen Oksida (N2O): gas ini berasal dari pupuk dan juga dari pembakaran tumbuhan. 73 Namun GRK yang terpenting adalah karbon dioksida (CO2). Gas ini dihasilkan ketika zat karbon bergabung dengan oksigen di udara. Peningkatan CO2 di atmosfer adalah penyebab terbesar dari perubahan iklim, sehingga sangat penting untuk memahami lebih lanjut tentang bagaimana CO2 terbentuk dari karbon; bagaimana mereka bekerja di alam, dan bagaimana kegiatan manusia mempengaruhi proses alami. Bagian 2 KARBON, KARBON DIOKSIDA, DAN SIKLUS KARBON Karbon adalah salah satu elemen yang paling banyak dijumpai di alam semesta. Karbon dapat dijumpai di udara, dalam air, dalam tanah, di hutan, dalam tanaman dan hewan, dan bahkan pada manusia. Karbon terdapat dalam hampir segala bahan yang ada di bumi. Semua kehidupan di bumi membutuhkan karbon untuk tumbuh dan bertahan hidup. Selain itu, karbon juga terdapat pada benda mati, seperti: batu, gas, atau bahan bakar fosil. Karbon dioksida berasal dari penguraian ataupun perubahan sebuat zat yang mengandung karbon menjadi gas. Sebagai contoh, ketika pohon dibakar, karbon dari pohon itu akan bergabung dengan oksigen dari udara saat pembakaran dilakukan dan menjadi gas yang disebut karbon dioksida atau CO2 (kita dapat melihat asap yang membawa CO2 ke udara). Contoh lainnya adalah ketika bensin dibakar untuk menjalankan kendaraan atau mesin kapal, karbon dalam bensin bergabung dengan oksigen di udara dan menjadi gas CO2 (kita dapat melihat asap yang keluar dari mesin membawa CO2 ke udara). CO2 sangat penting dalam proses fotosintesa, yang menyediakan karbon yang diperlukan bagi tanaman untuk tumbuh dan oksigen untuk udara. CO2 yang diproduksi secara alami ketika tanaman atau hewan mati dan membusuk, dan juga dihasilkan dari kegiatan manusia, seperti: pembakaran kayu dan operasional kendaraan. CO2 yang dihasilkan oleh kegaitan manusia merupakan penyebab utama terjadinya perubahan iklim. Apa yang dimaksud siklus karbon? karbon dapat ditemukan dalam tiga cara yang berbeda, yakni: 74 Karbon diambil dari udara (sebagai bagian dari karbon dioksida) oleh tanaman dan pepohonan, serta digunakan sebagai energi dan makanan untuk pertumbuhan; Karbon dilepaskan kembali ke udara sebagai bagian dari CO2 oleh tanaman, pohon, hewan dan manusia melalui respirasi atau pernapasan; Karbon disimpan dalam tubuh pohon, hewan, manusia, serta batu dan benda mati; Beragam jenis wilayah akan menyimpan jumlah karbon yang berbeda. Hutan dengan banyak pepohonan menyimpan karbon dalam jumlah yang besar, sementara padang rumput atau wilayah pertanian menyimpan lebih sedikit karbon; Proses alami karbon yang bergerak atau mengalir di antara tempat-tempat yang berbeda dimana karbon digunakan dan disimpan disebut siklus karbon. Apakah CO2? CO2 merupakan hasil bergabungnya karbon (C) dengan oksigen (O), dan dibutuhkan satu bagian karbon bergabung dengan dua bagian oksigen untuk membentuk gas CO2. C merah mengacu pada karbon yang tersimpan di pepohonan, tanaman, hewan, dan bahan bakar. Simbol ini mengacu pada gas karbon dioksida. Panah merah mewakili CO2 yang dilepaskan ke atmosfir. Panah hijau menunjukkan CO2 yang diserap dari atmosfir, dan karbon yang disimpan. Kaca pembesar menunjukkan karbon yang tersimpan. Bagaimana cara kerja siklus karbon? Karbon secara konstan akan diserap dari karbon dioksida di udara untuk disimpan di pepohonan, tanaman atau makhluk hidup lain, serta selanjutnya akan dipergunakan dan dilepaskan sebagai karbon dioksida ke atmosfir sebagai bagian dari gas rumah kaca. Tanaman menggunakan energi surya, air, nutrisi dan karbon untuk bertumbuh. Ketika ditanam, pohon membutuhkan karbon dari udara agar dapat membangun daun, akar, cabang, bunga dan buah-buahan. Tanaman dan pohon menyimpan karbon dan melepaskan kembali CO2 dan oksigen ke udara melalui proses respirasi (semacam bernapas). Ketika tumbuhan dan hewan mati, karbon yang tersimpan dalam tubuhnya akan kembali ke tanah dan ke udara. Jadi karbon terus bergerak atau mengalir dalam siklus karbon dalam berbagai cara berbeda. 75 Pergerakan keluar dan masuknya karbon di atmosfer disebut Pergerakan Karbon arus karbon Siklus Karbon arus karbon Tempat dimana karbon disimpan disebut Penyimpan Karbon Bagian 3 BAGAIMANA KEGIATAN MANUSIA MEMICU TERJADINYA PERUBAHAN IKLIM? Penyebab utama terjadinya perubahan iklim adalah kegiatan manusia yang telah mengganggu proses dan siklus yang mengendalikan iklim di bumi seperti efek rumah kaca dan siklus karbon. Peningkatan emisi CO2 dari kegiatan manusia telah mengubah keseimbangan proses alam bumi, serta menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Hampir setiap kegiatan yang dilakukan manusia melepaskan sejumlah CO2 ke udara, tetapi beberapa kegiatan melepaskannya dalam jumlah yang besar, seperti misalnya pembakaran bahan bakar fosil oleh industri, penggunaan kendaraan, deforestasi dan kebakaran. Bahan bakar fosil adalah istilah untuk bahan bakar yang terbentuk di dalam bumi selama waktu yang lama dari tanaman yang membusuk dan organisme lainnya. Contohnya adalah minyak, batubara, dan gas alam. 76 Gambar Karbon siklus alam mengalir masuk dan keluar atmosfer melalui proses alami dan disimpan di penampungan. Gambar dampak kegiatan manusia pada siklus karbon. Manusia dapat menghasilkan lebih banyak CO2 di atmosfer (industri dan kebakaran) dan juga dapat mengurangi jumlah CO2 yang dilepaskan ke udara dan disimpan (menebang hutan). Hal ini meng ganggu proses alami dari siklus karbon. Deforestasi dan kebakaran Penebangan ataupun pembakaran pohon ketika orang mengalihkan fungsi hutan menjadi peruntukan lain­ nya, seperti padang rumput, lahan pertanian ataupun sebagai areal produksi kayu komersial, akan pula melepaskan karbon dioksida ke atmosfer. Perubahan pemanfaatan lahan Perubahan pemanfaatan lahan juga mempengaruhi siklus karbon. Saat hutan ditebang untuk diman­ faatkan, seperti sebagai sumber kayu komersial, lahan pertanian, atau padang penggembalaan ternak, luasan hutan yang berperan menarik CO2 dari udara akan berkurang, dan kondisi ini meng­akibatkan meningkatnya jumlah CO2 yang tertahan di atmosfer. Perubahan ekosistem alami menjadi areal yang dimanfaatkan manusia untuk lahan pertanian, padang rumput, wilayah pemukiman dan sebagainya biasanya menyebabkan perubahan wilayah yang bersangkutan dari area penyimpanan karbon yang tinggi menjadi area penyimpanan karbon yang lebih rendah. Pengurangan jumlah bahan bakar fosil yang digunakan dalam industri dan transportasi serta penghentian deforestasi akan mengurangi jumlah karbon yang dilepaskan ke atmosfer. Penanaman pohon atau penghutanan kembali daerah yang telah ditebang dan dibersihkan akan menambah pohon-pohon baru untuk menyerap karbon dari atmosfer dan menyimpannya sebagai bagian dari pertumbuhannya. Jika ini dilakukan secara luas akan terjadi peningkatan jumlah karbon yang diambil dari atmosfer dan akan dapat membantu mengembalikan keseimbangan proses alami bumi dan membantu penghentian perubahan iklim. 77 Revolusi industri disebut titik balik dalam sejarah manusia. Revolusi ini dimulai pada akhir 1700-an dengan penemuan mesin-mesin yang mulai menggantikan tenaga manual manusia. Pada pertengahan 1800-an terjadi peningkatan yang sangat cepat dalam penggunaan mesin-mesin yang digerakkan oleh batubara dan bahan bakar fosil lainnya. Revolusi Industri memang telah membawa banyak manfaat untuk kehidupan umat manusia, namun juga menjadi masa mulai dirasakannya peningkatan dampak kegiatan manusia pada lingkungan. Saat ini, peningkatan produksi secara besar-besaran telah pula meningkatkan penggunaan bahan bakar fosil, yang pada gilirannya menimbulkan pelepasan gas rumah kaca yang lebih banyak ke atmosfer. Hal ini semakin meningkat ketika listrik dan kendaraan bermotor diciptakan, dan kemudian banyak diproduksi dan digunakan. Melihat bahwa meningkatnya pelepasan karbon ke atmosfer terjadi seiring dengan menluasnya teknologi kita dapat menyimpulkan bahwa teknologi yang ada harus digunakan secara berkelanjutan untuk menghindari peningkatan efeknya pada perubahan iklim. Pengurangan jumlah bahan bakar fosil yang digunakan dalam industri dan transportasi serta penghentian deforestasi akan mengurangi jumlah karbon yang dilepaskan ke atmosfer. Penanaman pohon atau penghutanan kembali daerah yang telah ditebang dan dibersihkan akan menambah pohon-pohon baru untuk menyerap karbon dari atmosfer dan menyimpannya sebagai bagian dari pertumbuhannya. Jika ini dilakukan secara luas akan terjadi peningkatan jumlah karbon yang diambil dari atmosfer dan akan dapat membantu mengembalikan keseimbangan proses alami bumi dan membantu penghentian perubahan iklim. Bagian 4 MENGAPA HUTAN SEDEMIKIAN PENTING? Hutan dan kawasan alami lainnya memainkan peran yang sangat penting dalam menjaga proses-proses alami. Hutan adalah salah satu reservoir atau penyimpanan karbon yang terbesar sehingga dapat membantu menjaga siklus karbon dan proses alami lainnya yang bekerja dan membantu mengurangi perubahan iklim. Di satu sisi, hutan dapat menjadi salah satu sumber terbesar emisi CO2, sementara di sisi yang lainnya, hutan dan tanaman lainnya juga menarik CO2 keluar dari atmosfer. Karena peran ganda tersebut, hutan menjadi sangat penting dalam perubahan iklim. Studi ilmiah menunjukkan bahwa antara 12 - 17% dari seluruh CO2 yang dilepaskan ke atmosfer oleh kegiatan manusia berasal dari perusakan hutan.6 Menggunakan dan mengelola hutan secara bijaksana bukan satu-satunya solusi untuk menghentikan perubahan iklim. Di seluruh dunia, terutama di negara-negara dengan banyak industri dan kendaraan, perlu ditemukan cara-cara baru untuk membuat barang, energi dan transportasi yang menghasilkan lebih sedikit CO2. 6 78 IPCC 2007 report gives the figure as 17%. A more recent study, van der Werf, et al, 2009, gives a figure of 12%. G. R. van der Werf, D. C. Morton, R. S. DeFries, J. G. J. Olivier, P. S. Kasibhatla, R. B. Jackson, G. J. Collatzand J. T. Randerson. 2009. CO2 emissions from forest loss. Nature Geoscience | VOL 2 | November 2009 Jika kita menanam pohon dan melindungi hutan, maka kita dapat mengurangi dampak negatif perubahan iklim dengan menjaga karbon di hutan dan menanam serta memelihara pohon-pohon baru untuk menyerap CO2 dari atmosfer. Namun, ketika pohon-pohon ditebang atau dibakar, karbon dioksida dilepaskan ke udara. Hal ini juga berarti lebih sedikit pohon yang tersedia untuk menyimpan karbon dan menyerap CO2 dari udara saat proses pertumbuhan pohon. Saat pepohonan ditebang atau terbakar, CO2 akan terlepas ke udara. Hal ini juga berarti semakin sedikit pepohonan yang tersedia untuk menyimpan karbon dan kemampuan menyerap CO2 dari udara untuk pertumbuhannya. Namun jika kita menaman pepohonan dan melindungi hutan, kemudian kita dapat mengurangi dampak negatif perubahan iklim melalui upaya mempertahankan karbon di hutan dan membuat tanaman baru untuk menyerap CO2 dari atmosfer. Hal-hal penting untuk diingat: Gas dan efek rumah kaca keduanya bagian dari proses alamiah yang mendukung kehidupan di bumi. Karbon ditemukan dalam berbagai bentuk. Ketika karbon dilepaskan ke udara melalui pembakaran bahan bakar atau pohon, atau tanaman yang membusuk, karbon bergabung dengan oksigen untuk membentuk gas CO2. CO2 adalah gas rumah kaca yang paling penting karena bila ada terlalu banyak CO2 di atmosfer, bumi akan menjadi lebih hangat dan terjadi perubahan iklim. Karbon mengalir masuk dan keluar dari atmosfer dan disimpan dalam “penampungan” seperti hutan dan lautan dalam siklus karbon alami. Kegiatan manusia dapat mengganggu siklus karbon alami dan perubahan iklim dengan menambahkan terlalu banyak CO2 ke atmosfer. Mengelola hutan secara bijaksana memainkan peran ganda dalam menjaga siklus karbon dan efek rumah kaca alami yang bekerja dengan mengurangi emisi CO2 dan meningkatkan penyerapan CO2 dari atmosfer yang disimpan sebagai karbon. 79 C Kebijakan dan Tindakan Perubahan Iklim Bagian 1 KEBIJAKAN PERUBAHAN IKLIM: APA YANG DILAKUKAN DUNIA MENYANGKUT PERUBAHAN IKLIM? Kebijakan adalah keputusan untuk memandu rencana aksi agar mencapai hasil yang diharapkan. Pada saat ini pemerintah negara-negara di seluruh dunia sedang bekerjasama merancang kebijakan-kebijakan yang dapat menghentikan perubahan iklim, membantu masyarakat beradaptasi dengan perubahan yang telah terjadi, dan mempersiapkan diri dengan lebih baik dalam menghadapi perubahan-perubahan yang mungkin terjadi di masa depan. Semua negara bekerjasama dengan organisasiorganisasi internasional yang membantu pemerintah dalam membuat kebijakan tentang pokok-pokok persoalan penting, termasuk perubahan iklim. Organisasi internasional yang memimpin pengembangan kebijakan internasional adalah Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang keanggotannya mencakup 192 negara di dunia. Di dalam PBB, badan yang disebut Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change atau UNFCCC) bekerja untuk memfasilitasi negara-negara anggotanya dalam merancang kebijakan-kebijakan tentang perubahan iklim. UNFCCC menganggap penting untuk menyelenggarakan pertemuan pembuatan kebijakan setiap tahunnya. Setiap negara yang merupakan bagian dari UNFCCC mengirimkan delegasi atau perwakilan untuk berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan penyusunan kebijakan ini dengan bernegosiasi guna membuat berbagai keputusan tentang upaya menangani perubahan iklim. Organisasi non-pemerintah (LSM), perusahaan swasta, dan kelompok-kelompok dengan minat khusus, seperti organisasi masyarakat adat, juga menghadiri pertemuan ini agar opini mereka dapat didengar dan mempengaruhi keputusan. Tapi hanya delegasi pemerintah yang membuat keputusan di UNFCCC. Namun yang terpenting adalah bahwa UNFCCC sedang bekerja membantu negara-negara dalam merumuskan kebijakan-kebijakan guna menghentikan atau mengurangi perubahan iklim dan menyesuaikan dengan dampak perubahan iklim yang telah terjadi. Kebijakan-kebijakan ini mencakup membuat rencana, mendorong penelitian, serta memberikan bantuan keuangan dan teknologi dalam mengambil tindakan pemecahan masalah yang telah terjadi seiring berlangsungnya perubahan iklim. 80 UNFCCC menetapkan kerangka kerja keseluruhan untuk upaya antarpemerintah dalam mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim. Konvensi ini telah diratifikasi (disetujui) oleh 192 negara, sehingga memiliki keanggotaan hampir universal. Berdasarkan konvensi tersebut, pemerintah-pemerintah penandatangan akan: Mengumpulkan dan berbagi informasi tentang emisi gas rumah kaca, kebijakan nasional dan praktik terbaik Peluncuran strategi nasional untuk mengatasi emisi gas rumah kaca dan beradaptasi dengan dampak yang diharapkan, termasuk pemberian dukungan keuangan dan teknologi untuk negara-negara berkembang Bekerja sama dalam mempersiapkan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim seperti kenaikan permukaan laut, kekeringan dan banjir. Konvensi mulai diberlakukan pada tanggal 21 Maret 1994. Apa makna kebijakan-kebijakan di atas dalam prakteknya? Kebijakan-kebijakan tersebut dibuat sebagai upaya membantu suatu negara dan masyarakatnya dalam mengurangi atau memperbaiki beberapa praktek yang dapat mengurangi jumlah gas rumah kaca (GRK) yang dilepaskan ke atmosfer, praktekprektek berkenaan dengan hal-hal seperti berapa banyak listrik yang digunakan atau bagaimana pabrik-pabrik yang digerakkan. Jenis-jenis tindakan yang mencoba untuk menghentikan atau mengurangi perubahan iklim disebut mitigasi. Kebijakankebijakan ini juga membantu negara-negara untuk menemukan cara-cara baru dalam menyesuaikan diri dengan perubahan yang telah terjadi oleh perubahan iklim dan untuk mempersiapkan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menghadapi perubahan yang mungkin terjadi di masa depan. Hal terakhir ini disebut adaptasi. Di dalam UNFCCC, negara-negara anggota bekerja untuk mencapai kesepakatan tentang tindakan-tindakan mitigasi dan adaptasi. Perjanjian terpenting yang dihasilkan oleh UNFCCC sejauh ini adalah kesepakatan internasional yang disebut Protokol Kyoto. Dalam perjanjian ini, negara-negara penandatangannya berjanji untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencari cara-cara baru dalam menciptakan energi yang rendah emisi CO2. Negara-negara maju juga sepakat untuk mentransfer teknologi dan memberikan dukungan pendanaan bagi negara-negara berkembang dalam mendukung penghentian perubahan iklim dan beradaptasi dengan perubahan yang telah dan akan berlangsung. Negara-negara angota UNFCCC telah berjanji atau membuat komitmen untuk melakukan tindakan-tindakan yang disepakati dalam periode waktu tertentu, yang disebut ‘periode komitmen. Periode komitmen pertama Protokol Kyoto adalah 2008 sampai 2012, dan dalam perioda itu negara-negara peserta UNFCCC akan bekerja merancang kebijakan atau perjanjian baru untuk periode komitmen berikutnya, yakni setelah tahun 2012. Beberapa bidang penting yang sedang dibahas meliputi: Pengurangan jumlah CO2 dan gas lainnya yang dilepaskan ke atmosfer Penghentian deforestasi Peningkatan pengelolaan hutan dan konservasi hutan 81 Pelindungan masyarakat dari meningkatnya permukaan air laut Pembuatan rencana adaptasi nasional Prakarsa untuk menemukan cara-cara untuk menyediakan keahlian, teknologi dan dana untuk membiayai tindakan-tindakan tersebut. 1992: UNFCC dibentuk 1990 1994: UNFCC menjadi gerakan 1997: Protokol Kyoto diadopsi 1995 2000 2005: Periode Komitmen Kyoto 2009: Kesepakatan Kopenhagen 2005 2007: Rencana Aksi Bali 2012: Periode Komitmen Kyoto Pertama berakhir 2010 2011: COP 17 di Durban 2015 2012: COP 15 di Doha: Tindakan penting lainnya mengenai perubahan iklim yang telah diambil pada pertemuan tahunan UNFCCC meliputi: 2007: Bali Action Plan atau Rencana Aksi Bali-diadopsi pada pertemuan UNFCCC di Bali, Indonesia.Negara peserta sepakat untuk suatu program aksi bagi proses negosiasi baru dalam mengatasi perubahan iklim Tujuannya adalah untuk membuat keputusan tentang apa yang akan dimasukkan dalam perjanjian baru paska Protokol Kyoto. 2009: Copenhagen Accord atau Kesepakatan Kopenhagen-dokumen yang membahas beberapa poin penting kesepakatan masa depan, termasuk komitmen untuk mengurangi emisi dan rencana pendanaan jangka panjang dalam mendukung tindakan penghentian perubahan iklim. Accord ini bukan kesepakatan yang mengikat secara hukum, tetapi adalah sebuah langkah menuju mencapai kesepakatan pada pertemuan UNFCCC tahunan berikutnya. 2011: Kesepakatan COP 17 di Durban mencakup antara lain: Uni Eropa memperpanjang komitmennya terhadap Protokol Kyoto sampai dengan 2017 (tetapi Canada dan Jepang menarik diri), perundingan tentang kesepatatan yang mengikat secara hukum akan dilanjutkan dan ditandatangani pada tahun 2015 serta akan berlaku mulai tahun 2020 dengan melibatkan semua negara, ada kemajuan dalam pembahasan tentang monitoring dan verivikasi emisi, perlindungan hutan, alih teknologi hijau kepada negara-negara berkembang, dan berbagai pokok persoalan teknis yang lain. Juga disepakat akan dilembagakannya The Green Climate Fund yang akan menyediakan dana sebesar US$ 100 juta pada tahun 2020. 2012: Beberapa hal yang dicapai pada COP 18 di Doha adalah penyelesaian masalah masa komitmen kedua Protokol Kyoto, pembahasan persoalan kerjasama jangka panjang yang menyangkut berbagai aturan tentang keuangan serta pertanggungjawabannya, serta pembahasan tentang anasir inti Kesepakatan Durban, termasuk rencana kerja tahun 2013 untuk mulai merundingankan kesepakatan yang akan mengikat pada tahun 2015. 82 Kelompok negara dengan kepentingan sama bekerja dalam perubahan iklim: Banyak negara-negara yang berada di pulau kecil bekerja sama melalui Aliansi Negara Kepulauan Kecil (Alliance of Small Island States atau AOSIS). Empat puluh sembilan negara termiskin dengan pendapatan rendah dan kerentanan yang tinggi, disebut Negara Terbelakang (Least Developed Countries), bekerja sama untuk mempromosikan tujuan-tujuan mitigasi yang lebih baik untuk menghentikan atau mengurangi perubahan iklim, dan peningkatan sumber daya untuk adaptasi. Banyak negara berkembang membentuk koalisi longgar yang disebut Kelompok 77 yang sering kali bekerjasama dengan Cina untuk mempromosikan kepentingan bersama. Uni Eropa melakukan negosiasi sebagai suatu kelompok, dan beberapa dari negara-negara maju lainnya, termasuk Amerika Serikat, Kanada dan Jepang bekerja dalam kelompok yang disebut Kelompok Payung atau Umbrella Group. Koalisi Rainforest, sebuah kelompok dari 33 negara berkembang dengan hutan hujan tropis bekerja untuk mengatasi dampak dari emisi karbon dari deforestasi terkait dengan perubahan iklim global. Bagaimana pemerintah nasional terlibat dalam kebijakan iklim internasional? Setiap negara memiliki kondisi lingkungan serta situasi, sosial, dan ekonomi yang unik. Ketika bernegosiasi di forum UNFCCC tentang perubahan iklim, setiap negara harus mempertimbangkan dampak potensial bagi masyarakat, lingkungan, dan ekonominya masing-masing. Keterlibatan pemerintah 192 negara dalam proses pengambilan keputusan merupakan tantangan tersendiri dalam mencapai kesepakatan. Di dalam UNFCCC setiap negara harus menyatakan kesepakatannya agar keputusan dapat dibuat. Meskipun setiap negara memiliki pandangan dan prioritasnya sendiri, terdapat beberapa kelompok negara yang memiliki kesamaan minat dan kelompok-kelompok ini sering bekerja sama dalam mengupayakan kesepakatan akhir yang sesuai dengan kepentingan terbaik mereka (Lihat kotak di atas). Negara-negara berkembang sering berbagi ketertarikan yang sama tentang dampak yang meningkat dan ancaman perubahan iklim terhadap ekonomi mereka, serta perlunya tindakan mitigasi yang signifikan dari negara-negara maju serta dukungan dalam adaptasi perubahan iklim. Negara-negara maju lebih terfokus pada dampak tindakan mitigasi iklim kepada ekonomi dan hubungan perdagangan mereka, serta kemampuan untuk mendapatkan dan mendistribusikan pendanaan untuk adaptasi. Dalam proses kebijakan iklim PBB, setiap negara melakukan negosiasi berdasarkan kebutuhannya. Agar memiliki dampak yang lebih besar, negara-negara akan bekerja sama dengan berbagai pihak lainnya yang mempunyai keprihatinan dan kepentingan yang sama. Namun keprihatinan dan kepentingan itu dari waktu ke waktu sering berubah sehingga posisi suatu negara dalam negosiasi dapat pula berubah. Proses UNFCCC adalah dialog yang terus-menerus, dimana baik negara berkembang maupun negara maju telah mengakui bahwa mereka harus bekerja lebih keras untuk mencapai kesepakatan. 83 Di dalam UNFCCC, negara maju telah bersepakat bahwa mereka harus membuat komitmen yang lebih besar untuk mulai mengatasi perubahan iklim dan mendukung negara berkembang. karenanya, proses perumusan dan penyepakatan kebijakan terus berlangsung untuk memastikan bagaimana hal tersebut nantinya dilakukan secara tepat. Bagaimana masyarakat adat berkontribusi pada pembuatan kebijakan di tingkat internasional? Organisasi masyarakat adat dari seluruh dunia mengirimkan wakilnya ke UNFCCC dan pertemuan-pertemuan tentang iklim lainnya untuk mempengaruhi keputusan. Mereka bekerja untuk memastikan bahwa hak-hak masyarakat adat sebagaimana didefinisikan dalam Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat (UNDRIP) dan perjanjian internasional lainnya dihormati oleh pemerintah dalam membuat keputusankeputusan tentang tindakan perubahan iklim. Beberapa negara memasukkan perwakilan masyarakat adat sebagai anggota delegasi resmi negara mereka untuk negosiasi di UNFCCC. Masyarakat adat juga bekerja pada pengembangan kebijakan melalui Forum Permanen PBB untuk Masyarakat Adat (United Nations Permanent Forum on Indigenous Issues atau UNPFII), sebuah forum dimana orang membahas dan membuat keputusan tentang pokok-pokok persoalan masyarakat adat. Forum ini memiliki mandat PBB untuk membahas masalah masyarakat adat yang terkait dengan pembangunan ekonomi dan sosial, budaya, lingkungan, pendidikan, kesehatan dan hak asasi manusia. Peran masyarakat adat dan masyarakat lokal dalam memberikan kontribusi terhadap kebijakan perubahan iklim di tingkat nasional dan lokal juga sangat penting. Praktik dan pengetahuan tradisional mereka tentang tanah, hutan dan proses-proses alami dapat menjadi kontribusi penting untuk perencanaan lokal dan nasional dalam memerangi perubahan iklim. Mereka juga memiliki peran penting sebagai pengelola hutan lestari. Apa yang dilakukan pemerintah nasional? Pemerintah nasional bekerja untuk membuat kebijakan dan pendekatan baru yang akan membantu pengurangan perubahan iklim namun tetap memungkinkan negara tersebut untuk tumbuh dan mengembangkan ekonomi yang kuat. Negara-negara maju wajib mengurangi emisi mereka untuk mengurangi perubahan iklim. Sementara itu, UNFCCC dan organisasi-organisasi internasional lainnya bekerja untuk membantu negara-negara berkembang dengan pendanaan dan teknologi untuk merancang strategi pembangunan berkelanjutan yang tidak meningkatkan jumlah gas rumah kaca dalam atmosfer. Banyak negara berkembang, yang masih memiliki hutan dan sumberdaya lainnya, dapat memainkan peran penting dalam menyerap CO2 dari atmosfer dan menyimpan karbon untuk mengurangi atau mitigasi perubahan iklim. Hutan dan ekosistem lainnya menyediakan sumberdaya penting, seperti air tawar dan makanan, yang membantu masyarakat untuk menangani lebih efektif dampak perubahan iklim dan beradaptasi pada meningkatnya suhu dan kenaikan muka air laut. Pemerintah nasional, UNFCCC dan organisasi-organisasi lainnya mencari cara-cara untuk menjaga ekosistem dan sumberdaya alam dalam melindungi masyarakat dan membantu dunia mengurangi dan beradaptasi dengan perubahan iklim. 84 Bagian 2 AKSI MITIGASI: BAGAIMANA KEBIJAKAN INTERNASIONAL DAPAT MEMBANTU MENGURANGI PERUBAHAN IKLIM? Apa itu mitigasi dan tindakan mitigasi? Mitigasi perubahan iklim adalah proses mengurangi gas rumah kaca (GRK) yang berasal dari kegiatan industri, transportasi, kehutanan dan pertanian. Pada saat melakukan perubahan-perubahan berupa berbagai upaya menurunkan CO2 yang dihasilkan kegiatan manusia guna pengurangan gas rumah kaca di atmosfer, setiap negara harus mempertimbangkan seluruh elemen dalam perekonomiannya. Dalam mengoperasikan pabrik-pabriknya, sektor industri harus bekerja dengan cara-cara baru yang menggunakan bahan bakar fosil dengan lebih efisien. Para pembuat kendaraan bermotor juga harus mencari cara-cara baru untuk menjalankan mesin kendaraan yang dibuatnya, misalnya dengan penggunaan tenaga listrik atau biofuel (bahan bakar terbuat dari tanaman, seperti jagung). Pemerintah kota perlu mencari cara-cara yang lebih baik dalam menyediakan listrik bagi warganya, seperti menggunakan matahari dan tenaga air. Beberapa contoh lain dari tindakan mitigasi adalah: Sektor energi: Menggunakan peralatan listrik yang lebih efisien, dan mendayagunakan teknologi alternatif untuk menyediakan listrik bagi masyarakat seperti panel surya, pembangkit listrik tenaga air skala kecil (micro-hydro generator), dan pembangkit listrik tenaga angin. Sektor transportasi: Mengurangi penggunaan mobil dan mengutamakan penggunaan transportasi publik seperti bus dan kereta api. Sektor kehutanan dan pertanian: Reforestrasi dan reboisasi; mengurangi deforestasi atau penebangan pohon; peningkatan pengelolaan sumberdaya hutan; peningkatan tanaman dan pengelolaan lahan kritis untuk meningkatkan penyimpanan karbon dalam tanah. Bagian 3 ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM: BAGAIMANA KITA DAPAT MENGATASI PERUBAHAN IKLIM? Apa itu adaptasi? Adaptasi adalah upaya-upaya perubahan dalam melakukan sesuatu dalam kondisi yang baru. Karena iklim berubah, tanaman, hewan dan manusia perlu beradaptasi dengan kondisi cuaca dan muka air laut yang baru. Bayangkan apa yang akan dialami masyarakat yang tinggal di kota atau desa yang berada di pinggir pantai; jika permukaan laut meningkat, perumahan, jalan dan lahan pertanian yang ada akan terendam air. Salah satu upaya adaptasi untuk menghadapi kemungkinan itu adalah dengan membangun rumah panggung sehingga air mengalir di bawah rumah, atau 85 dengan cara memindahkan bangunan ke tempat yang lebih tinggi. Kedua hal ini adalah contoh cara beradaptasi dengan genangan banjir yang lebih tinggi. Mengapa dibutuhkan adaptasi? Jika pun semua emisi gas rumah kaca dapat dihentikan sesegera mungkin, perubahan iklim akan tetap berlangsung dalam waktu yang lama karena CO2 dan gas-gas rumahkaca lainnya masih berada di atmosfer untuk waktu yang sangat lama. Karena iklim mengalami perubahan, banyak aspek kehidupan keseharian umat manusia yang akan berubah. Di beberapa daerah perubahan kondisi yang terus berlangsung terjadi secara perlahan, sementara di tempat lainnya perubahan itu terjadi lebih cepat. Beberapa daerah akan berubah lebih besar dari perubahan daerah yang lain. Hal ini tergantung pada letak daerah tersebut dan bagaimana dampak iklim pada wilayah tersebut. Perubahan akan terjadi dengan lebih cepat di daerah beriklim dingin karena suhu yang hangat akan mencairkan salju dan es, dan perubahan yang cepat itu dapat mengancam kehidupan manusia. Di masa lalu, perubahan iklim yang berlangsung terjadi dalam jangka waktu yang panjang sehingga orang-orang, hewan dan tumbuhan memiliki cukup waktu untuk beradaptasi secara alamiah. Namun pada saat ini, perubahan yang terjadi terlalu cepat bagi hewan dan tanaman beradaptasi secara alamiah, dan manusia juga membutuhkan waktu untuk membuat rencana perubahan dan melaksanakanya. Akibatnya, bekerja mengembangkan cara-cara beradaptasi dalam waktu yang tidak terlalu lama menjadi sesuatu yang makin mendesak. Apa yang dilakukan pemerintah terkait dengan adaptasi? Perubahan iklim mempengaruhi kehidupan umat manusia saat ini dan besar kemungkinan pada yang akan datang. Para ilmuwan dan masyarakat telah mendapatkan fenomena mencairnya salju lebih awal di musim semi, meningkatnya permukaan air laut, dan berubahnya pola curah hujan. Perubahan-perubahan tersebut mempengaruhi bagaimana manusia menjalani kehidupannya. Pemerintah dan badan-badan internasional berbicara tentang tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk melindungi masyarakat dan lingkungan dari dampak negatif perubahan-perunahan tersebut. Pendanaan internasional sedang disiapkan untuk membantu negara-negara berkembang beradaptasi, dan juga telah berlangsung pembicaraan tentang peningkatan dana tersebut. Pemerintah negara yang paling terpengaruh oleh perubahan iklim didorong untuk menyusun rencana yang disebut Rencana Aksi Adaptasi Nasional. Tujuan rencana ini adalah untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok masyarakat, sumber-sumber penghidupan masyarakat, dan ekosistem yang paling berisiko terkena dampak itu, serta meningkatkan kemampuan mereka dalam menghadapi perubahan iklim. Kearifan tradisional adalah kebijaksanaan, pengetahuan dan praktek-praktek yang dilaksanakan masyarakat adat dan komunitas lokal, yang diperoleh dari para pendahulu berdasarkan pengalaman dan diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi. Selama beradad-abad, kearifan tradisional itu telah memainkan peran penting dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam, dan juga dapat membantu masyarakat beradaptasi dengan masalah yang terkait dengan perubahan iklim. 86 Bagaimana komitmen indonesia terhadap perubahan iklim? Komitmen pemerintah Indonesia pada perubahan iklim sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari keseriusan Indonesia dalam mengikuti dan menindaklanjuti kesepakatankesepakatan internasional yang disepakati. Tidak lama setelah disepakatinya UNFCCC, Indonesia langsung meratifikasinya dengan UU Nomor 6 tahun 1994 tentang pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikan Bangsa-bangsa mengenai Perubahan Iklim). Hal yang sama juga dilakukan dengan protokol Kyoto untuk UNFCCC, yang diratifikasi melalui UU No. 17 Tahun 2004 tentang Kyoto Protocol to United Nations Framework Convention on Climate Change (Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikan Bangsa-bangsa mengenai Perubahan Iklim). Rencana aksi nasional dalam menghadapi perubahan iklim yang mencakup strategi adaptasi maupun mitigasi secara nasional hingga 2050 telah pula berhasil dirumuskan dan disyahkan pada tahun 2007 yang lalu. Dalam rangka meningkatkan koordinasi pelaksanaan pengendalian perubahan iklim dan memperkuat posisi Indonesia di forum internasional dalam pengendalian perubahan iklim, pada tahun 2008 Pemerintah Indonesia membentuk Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomer 46 Tahun 2008. Adapun tugas utama dari DNPI adalah: (i) Merumuskan kebijakan nasional, strategi, program dan kegiatan pengendalian perubahan iklim; (ii) Mengkoordinasikan kegiatan pelaksanaan tugas pengendalian perubahan iklim yang meliputi kegiatan adaptasi, mitigasi, alih teknologi dan pendanaan; (iii) Merumuskan kebijakan pengaturan mekanisme dan tata cara perdagangan karbon; (iv) Melaksanakan pemantauan dan evaluasi implementasi kebijakan tentang pengendalian perubahan iklim; dan (v) Memperkuat posisi Indonesia untuk mendorong negara-negara maju untuk lebih bertanggung jawab dalam pengendalian perubahan iklim. DNPI secara langsung diketuai oleh Presiden RI dengan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sebagai wakil ketua. Lembaga ini beranggotakan sebagian besar anggota kabinet, diantaranya Menteri Sekretaris Negara, Sekretariat Kabinet, Menteri Negara Lingkungan Hidup, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perdagangan, Menteri Negara Riset dan Teknologi, Menteri Perhubungan dan Menteri Kesehatan, serta Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika. Dalam melaksanakan tugasnya DNPI dipimpin oleh Ketua Harian, yang saat ini dijabat oleh Rachmat Witoelar, mantan Menteri Lingkungan Hidup, yang dibantu oleh dua organ, yakni kelompok kerja yang berperan sebagai wadah think tank untuk mempersiapkan draft ataupun melakukan perbaikan kebijakan perubahan iklim, dan suatu sekretariat sebagai wadah pendukung untuk dewan dan pelaksanaan berbagai koordinasi. 87 Bagaimana masyarakat bisa beradaptasi dengan perubahan iklim? komunitas yang hidup di hutan tropis memiliki budaya, tujuan, dan ketertarikan tersendiri. Masyarakat adat dan masyarakat lokal memiliki pengetahuan lokal, praktek dan tradisi dalam mengelola sumberdaya alam yang memungkinkan mereka untuk bertahan hidup. Masyarakat adat dan komunitas lain yang tergantung pada hutan telah terampil beradaptasi terhadap perubahan kondisi alam. Kearifan lokal dan praktek tradisional inilah yang menjadi alat bantu untuk beradaptasi dengan perubahan iklim. Pengetahuan lokal dan tradisi yang dikombinasikan dengan pengetahuan ilmiah dan perencanaan yang baik akan sangat membantu dalam mengatasi perubahan iklim. Masyarakat, ilmuwan dan pemerintah perlu bekerjasama, berbagi sumberdaya, dan menciptakan ide-ide baru dalam merencanakan, mengamati, dan belajar tentang perubahan iklim dan bagaimana perubahan-perubahan tersebut akan mempengaruhi kehidupan masyarakat. Sebagai contoh, berikut ini dipaparkan tiga tindakan adaptasi masyarakat adat di Amerika Selatan dan Afrika. Di daerah semi-kering Brasil, keluarga petani mengatasi penurunan produksi makanan dengan memikirkan kembali bagaimana mereka melakukan peternakan. Strategi yang digunakan untuk mengurangi risiko diantaranya adalah dengan konservasi air dan penanaman beberapa tanaman yang berbeda7. Komunitas Aymaras di Bolivia menghadapi permasalahan dalam mendapatkan cukup air bagi kebutuhan mereka. Mereka telah mengembangkan cara baru dalam mengumpulkan air di pegunungan dengan menempatkan bendungan-bendungan kecil di sepanjang sungai-sungai yang ada di pegunungan. Bendungan-bendungan yang dibangun telah sangat berguna, tidak hanya untuk kebutuhan manusia, tetapi juga untuk hewan peliharaan mereka, terutama pada saat kemarau8. Di Burkina Faso, sebuah negara di Afrika dimana kekeringan telah meningkat, petani menggali lubang selama musim kemarau dan mana mereka akan mengumpulkan daun dan tanaman mati serta kotoran. Lubang ini mengundang rayap di awal musim hujan. Rayap kemudian membuat terowongan yang dapat air me­nyimpan dan meningkatkan kesuburan tanah untuk pertanian9. 88 7 ActionAid International. 2008. The time is now. Lessons from farmers adapting to climate change. Johannesburg, South Africa. 36 project 8 Tebtebba Foundation 2008. Guide on Climate Change & Indigenous Peoples. de Chavez R.and TauliCorpuz V (eds.). Tebtebba Foundation No.1 Roman Ayson Rod 2600 Baguio City Philippines. 108p. http://www.tebtebba.org 9 UNEP & ICRAF 2006. Climate Change and Variability in the Sahel Region: Impacts and Adaptation Strategies in the Agricultural Sector Hal-hal penting untuk diingat: Konvensi PBB untuk Kerangka Kerja Perubahan Iklim (UNFCCC) adalah badan internasional yang memfasilitasi negara-negara anggota PBB dalam merumuskan kebijakan tentang perubahan iklim. Hanya perwakilan pemerintah dari negara anggota PBB yang dapat membuat keputusan tentang kebijakan di UNFCCC, meskipun banyak organisasi lain yang dilibatkan dalam pertemuan tersebut untuk mengamati dan mempengaruhi pengambilan keputusan. Kelompok negara dengan minat yang sama sering bekerja sama untuk mempromosikan kebijakan-kebijakan yang dipandang dapat memenuhi kepentingan terbaik mereka. Organisasi masyarakat adat bekerja untuk mempengaruhi keputusan di UNFCCC. Melalui Protokol Kyoto, banyak negara maju yang sepakat untuk melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca dan membantu negaranegara berkembang untukmengurangi perubahan iklim. Tindakan mitigasi adalah tindakan yang bertujuan menghentikan atau mengurangi perubahan iklim. Tindakan adaptasi adalah tindakan yang membantu menyesuaikan diri dengan perubahan yang telah terjadi atau yang mungkin terjadi di masa depan. membantu 89 D Pembayaran Jasa Lingkungan: Metode Baru Mengelola dan Menghargai Hutan Bagian 1 APA YANG DIMAKSUD EKOSISTEM DAN JASA LINGKUNGAN? Ekosistem adalah satu sistem alamiah, yang terdiri atas komponen biologis seperti berbagai jenis tanaman, hewan dan mikro-organisme, yang hidup bersama dalam suatu tempat tertentu dan bergantung pada lingkungan tersebut untuk dapat bertahan hidup serta komponen fisik seperti tanah, bebatuan dan air. Karakteristik lingkungan suatu ekosistem ditentukan di tempat tertentu tergantung pada jumlah dan jenis komponenya serta interaksi and interdependensi semua komponen tersebut. Ekosistem yang paling umum ditampilkan pada halaman berikut. Ekosistem menyediakan layanan penting bagi manusia di seluruh dunia. Jasa ekosistem atau lebih dipopuler disebut denga jasa lingkungan ini meliputi: Layanan yang menyediakan makanan, air, kayu, dan serat; Layanan yang mengendalikan iklim, banjir, penyakit, limbah, serta kualitas udara dan air; Layanan budaya yang merupakan sumber kepercayaan, tradisi, dan juga hiburan. Ekosistem memberikan keuntungan pada semua orang dengan beberapa cara, salah satu diantaranya adalah ekosistem pegunungan dan hutan yang merupakan daerah tangkapan air untuk sungai yang menjadi penyedia air bersih untuk rumah tangga, pertanian, dan industri. Orang yang mendapatkan manfaat dari ekosistem itu mungkin masyarakat adat dan komunitas lokal yang tinggal di atau dekat ekosistem itu dan sangat mungkin juga penduduk kota yang tinggal jauh dari sumber air, tetapi masih tergantung pada pengelolaan yang baik dari ekosistem yang menyediakan air bersih. Karena kehidupan manusia tergantung pada jasa lingkungan, sangat penting untuk melakukan upaya-upaya pelestarian dan pengelolaan secara berkelanjutan ekosistem yang menyediakan layanan ini. Salah satu tantangan terbesar bagi pemerintah nasional dan masyarakat lokal adalah menemukan sumberdaya yang cukup untuk melindungi dan mengelola ekosistem alami secara berkelanjutan, sehingga baik generasi sekarang maupun generasi-generasi yang akan datang di masa depan akan terus memperoleh keuntungan dari layanan yang disediakan ekosistem itu. Masyarakat dan pemerintah juga bergantung pada sumberdaya yang ada di dalam ekosistem untuk pembangunan ekonomi. Penebangan kayu, misalnya, memberikan pendapatan untuk kas negara, dan di sungai dapat dibangun bendungan untuk menghasilkan listrik. Karena itu harus ada keseimbangan antara upaya mempertahankan ekosistem untuk layanan alam seperti udara bersih dan air, dan usaha eksploitasi untuk jasa ekonomi seperti kayu dan listrik. 90 Bagian 2 APA YANG DIMAKSUD PEMBAYARAN UNTUK JASA LINGKUNGAN? Pemerintah dan pembuat kebijakan internasional sedang bekerja untuk menemukan cara-cara untuk menyediakan sumberdaya guna membantu negara dan para pengelola hutan dalam menjaga keseimbangan antara pelestarian dan pemanfaatan hutan. Salah satu caranya adalah melalu penyediaan dana dan teknologi untuk membantu negara dan para pengelola hutan dalam memanfaatkan hutannya secara lestari, melakukan penanaman hutan kembali dan merestorasi wilayah yang telah dimanfaatkan. Cara lain adalah dengan memberikan pembayaran sebagai kompensasi kepada pemerintah dan para pengelola hutan untuk konservasi ekosistem yang mempertahankan kawasan dalam keadaan alami agar dapat terus menyediakan layanan ekosistem. Pada tingkat nasional, pembayaran dapat berasal dari beragam sumber yang berbeda, seperti program-program tingkat nasional yang dibiayai dari uang pajak atau dari pendanaan dari negara lain, organisasi internasional, atau investor swasta. Sementara di tingkat lokal, pembayaran untuk menjaga jasa ekosistem dapat mengambil bentuk uang tunai atau manfaat lainnya yang penting bagi masyarakat lokal, seperti peluang pendapatan baru, pelatihan, atau layanan kesehatan. Perjanjian pembayaran kompensasi itu bisa bersifat sangat lokal dan kecil, seperti melindungi hutan lokal atau daerah aliran sungai, atau perjanjian ini dapat bersifat sangat besar dan berdampak ke seluruh dunia, seperti mempertahankan kawasan hutan besar yang menyimpan karbon dan membantu menjaga udara bersih. Rancangan ini disebut pembayaran untuk jasa lingkungan (payment for environmental services atau PES). Pembayaran untuk jasa ekosistem sering dilakukan melalui pengaturan yang memerlukan persetujuan pemerintah atau masyarakat untuk melakukan tindakantindakan tertentu, seperti mengelola hutan lestari, sebagai syarat dalam menerima pembayaran. Pembayaran untuk jasa lingkungan menciptakan cara baru dalam menghargai ekosistem dan layanan yang disediakannya. Bagaimana cara pembayaran jasa lingkungan dilakukan? Suatu pembayaran untuk jasa lingkungan dapat berupa sebuah proyek atau kegiatan dimana masyarakat atau pemerintah menyetujui melakukan pelestarian sumberdaya alam dan menerima manfaat berupa kompensasi atas upaya tersebut. Pembayaran untuk kegiatan jasa lingkungan (terkadang disebut sebagai skema) bekerja seperti kegiatan perdagangan. Sebagai contoh, aktivitas PES dapat mencakup: Seseorang atau sekelompok orang (seperti masyarakat atau pemerintah), yang menawarkan layanan (seperti konservasi hutan). Seseorang atau sekelompok orang yang memberikan komunitas atau pemerintah sesuatu pembayaran atau keuntungan sebagai bentuk kompensasi pertukaran untuk layanan yang mereka terima (seperti air bersih). 91 Dengan kata lain, pembayaran untuk jasa ekosistem merupakan skema kerja dimana masyarakat atau pemerintah yang melakukan pelestarian dan pengelolaan hutan secara berkelanjutan akan menerima pembayaran dari pihak yang mendapatkan keuntungan dari jasa ekosistem hutan itu. Di bawah ini akan ditunjukkan dua contoh bagaimana pembayaran untuk pekerjaan jasa ekosistem dilaksanakan. Contoh pertama adalah kesepakatan yang sangat kecil tetapi penting dalam memberikan pemahaman tentang PES. Contoh 1. Seorang tetangga sedang sangat membutuhkan uang. Untuk itu dia merencanakan untuk menebang pohon yang berada di halaman rumahnya dan menjual kayu pohon tersebut. Kita mengetahui hal ini dan menyadari hal tersebut akan membuat rumah yang kita tempati menjadi sangat panas di siang hari. Kita bisa saja menanam pohon sendiri, tetapi akan memakan waktu bertahun-tahun untuk tumbuh menyamai pohon yang akan ditebang tersebut. Jadi pohon tetangga tersebut sesungguhnya memiliki nilai bagi kita karena layanan yang disediakannya. Tetangga kita memiliki pohon yang memberikan kerindangannya bagi rumah kita. Untuk menghindari kehilangan naungan bagi rumah kita, kita dapat menawarkan untuk membayar tetangga kita agar tetap mempertahankan keberadaan pohon tersebut. Tetangga kita akan mendapatkan uang yang dia butuhkan, sementara kita tetap memperoleh naungan bagi rumah kita. Nah, kita telah membuat kesepakatan PES dengan tetangga kita! Contoh 2. Suatu hutan sedang diupayakan untuk ditebang oleh para pemiliknya untuk memperoleh pendapatan. Aktivitas deforestasi atau penebangan pohon ini akan menyebabkan erosi tanah ke sungai, yang akhirnya berakibat air yang digunakan oleh penduduk di kota menjadi keruh karena terkontaminasi tanah yang hanyut tersebut. Karena penduduk kota sangat ingin memiliki air bersih, mereka bermaksud menyelesaikan masalah ini dengan membuat kesepakatan membayar para pemilik hutan agar mempertahankan keberadaan hutan itu dalam jangka waktu yang panjang. Melalui perjanjian PES, warga kota mendapatkan air bersih yang mereka butuhkan, sementara pemilik hutan mendapatkan pendapatan yang mereka butuhkan, ekosistem tetap sehat dan menyediakan layanan lain, termasuk menyimpan karbon dalam mengurangi perubahan iklim. 92 Darimana dana untuk membayar jasa lingkungan diperoleh? Pendanaan untuk pembayaran jasa lingkungan dapat berasal dari program pemerintah nasional, pendanaan dari negara lain, dari organisasi internasional, atau dari individu atau kelompok yang mendapatkan manfaat dari layanan lingkungan yang bersangkutan. Ada banyak cara yang berbeda mengumpulkan uang untuk pembayaran jasa lingkungan: Seperti contoh di atas, warga kota dapat membayar biaya jasa air agar dapat terus menerima air bersih. Pemerintah bisa menyisihkan dana untuk membantu menjaga air bersih, selain juga membantu para pemilik hutan untuk memiliki mata pencaharian yang baik. Dalam beberapa kasus, suatu nilai tertentu telah ditetapkan untuk sebuah layanan, seperti nilai karbon agar tetap disimpan di pohon. Hal ini memungkinkan pemerintah dan para pemilik tanah untuk menjual layanan ini melalui pasar. Terdapat sistem pendanaan internasional yang dibentuk untuk membantu pemerintah, masyarakat dan pemilik atau pengguna hutan untuk membuat perjanjian dalam menjaga layanan ekosistem agar tetap berlanjut dan tersedia bagi semua orang. Hal-hal penting untuk diingat: Ekosistem alami seperti hutan dan hutan bakau (mangrove) dapat menyediakan layanan ekosistem yang beragam, termasuk manfaat bagi iklim. Pemerintah dan masyarakat di negara-negara berkembang tidak memiliki sumberdaya yang memadai untuk melindungi dan mengelola ekosistem alamiyang dimilikinya.Pembayaran untuk jasa lingkungan bisa menjadi pilihan yang tepat dalam membantu melestarikan dan mengelola ekosistem alam. Pembayaran bagi perjanjian jasa lingkungan dapat sangat kecil dan lokal, namun dapat pula sangat besar dan menguntungkan seluruh dunia. 93 E REDD+: Menghargai Peran Hutan Dalam Mengurangi Perubahan Iklim Bagian 1 SEBUAH TINJAUAN MENGENAI REDD+ Para pembuat kebijakan internasional mengakui bahwa pengurangan emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan merupakan bagian penting dari rencana internasional dan nasional dalam mitigasi atau mengurangi perubahan iklim. REDD+ digambarkan sebagai “... pendekatan kebijakan dan insentif positif pada pokok-pokok persoalan yang berkaitan dengan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di negara berkembang, dan peran konservasi, pengelolaan hutan lestari dan peningkatan cadangan karbon hutan di negara berkembang”. (Keputusan UNFCCC 2/CP.13) Pada awalnya dalam diskusi kebijakan tentang dampak hutan terhadap perubahan iklim, sebagian besar perhatian ada pada upaya melakukan pembayaran untuk penghentian praktek-praktek berbahaya yang berkaitan dengan pemanfaatan dan pengelolaan hutan, seperti penebangan pohon yang berlangsung dengan cepat. Namun, kemudian diskusi telah diperluas hingga mempertimbangkan pula jasa lingkungan yang disediakan hutan. Para delegasi pemerintah negara-negara peserta UNFCCC juga membahas bagaimana mendukung pengelolaan hutan lestari, dan peran penyimpanan karbon di hutan yang ada di negara-negara berkembang sebagai bagian dari proses untuk mengurangi perubahan iklim. Karena itulah istilah REDD sekarang telah berubah menjadi REDD+ dengan menyertakan layanan dari hutan ke dalam pembahasan yang dilakukan. Apa yang harus disertakan dalam perencanaan REDD+? REDD+ adalah topik yang sangat rumit, sementara negosiasi dan diskusi yang berlangsung bergerak sangat lambat dan belum sampai pada tahap akhir kesepakatan. Pada setiap pertemuan UNFCCC dalam beberapa tahun terakhir, beberapa kemajuan telah dibuat, namun mesti diingat bahwa semua negara harus setuju untuk membuat sebuah kebijakan baru. Karena setiap negara atau kelompok negara memiliki gagasan dan pemikirannya masing-masing tentang kebutuhan dan prioritasnya, upaya menuju ke kesepakatan tentang bagaimana pelaksanaan REDD+ menjadi cukup sulit. Terdapat beberapa bagian dari diskusi tentang REDD+ yang membutuhkan kesepakan dari negara-negara anggota. Beberapa hal yang paling penting yang harus dipecahkan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana REDD+ sebaiknya diselenggarakan: a. Dapatkah REDD+ dikoordinasikan ke dalam banyak proyek pada tingkat lokal? 94 b. Bagaimana seharusnya REDD+ dikoordinasikan sebagai sebuah rencana nasional? 2. Pembiayaan dan distribusi manfaat: a. Darimana sumber pendanaan dari untuk membayar aksi REDD+? b. Bagaimana keputusan harus diambil dalam menyalurkan dana REDD+ untuk mengurangi deforestasi? 3. Pemantauan, Pelaporan dan Verifikasi (MRV): a. Bagaimana seharusnya komunitas internasional dan setiap negara secara individual memastikan bahwa kegiatan REDD+ dilakukan dengan benar? b. Siapa yang harus memantau dan melaporkan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan telah menghasilkan, seperti: memverifikasi atau memeriksa jumlah karbon yang tersimpan, atau pemantauan dampak manfaat bagi pembangunan nasional dan masyarakat? 4. Keterlibatan para pemangku kepentingan (stakeholder): a. Bagaimana hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal akan dihormati dalam kebijakan REDD+, termasuk bagaimana mendapatkan persetujuan yang bebas berdasarkan pemahaman yang memadai sebelum suatu kegiatan dilakukan? (Free, Prior, and Informed consent atau FPIC)? b. Bagaimana partisipasi efektif dari masyarakat adat dan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan dan kegiatan REDD+ dapat dicapai? 5. REDD+ dan manfaat lainnya: a. Bagaimana kegiatan REDD+ berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan dan perlindungan keanekaragaman hayati dan layanan ekosistem? b. Bagaimana REDD+ memberikan manfaat kepada orang miskin dan melindungi hak asasi manusia? Rangkaian pertanyaan di atas adalah pertanyaan penting dan rumit yang sedang didiskusikan dalam agenda pertemuan UNFCCC dan di setiap negara di seluruh dunia. Hal tersebut juga sedang diteliti dan dibahas oleh banyak organisasi dan kelompok untuk menemukan jawabannya, seperti: organisasi masyarakat adat, ilmuwan, organisasi konservasi, dan kelompok kepentingan lainnya. Prinsip-prinsip yang mendasari persetujuan tanpa paksaan atas dasar pemahaman yang memadai sebelum kegiatan (free, prior and informed consent) dapat diringkas sebagai berikut: (i) Penyediaan informasi yang memadai dan dapat dipahami, bukan saja mengenai apa yang harus dilakukan dan manfaat yang akan diperoleh tetapi juga tentang kemungkinan dampak positif ataupun negatif yang mungkin terjadi, (ii) Konsultasi pada setiap inisiatif yang diusulkan dan, (iii) Partisipasi yang sesuai dari masyarakat adat atau masyarakat setempat dalam pengambilan keputusan dan perencanaan kegiatan (iv) Keterlibatan yang bermakna dari perwakilan lembaga-lembaga pemangku kepentingan lainnya7. 7 PFII, 2005. Free Prior Informed Consent And Beyond: The Experience of IFAD. United Nations Department Of Economic And Social Affairs, Division for Social Policy and Development, Secretariat of the Permanent Forum on Indigenous Issues. International Workshop on Methodologies Regarding Free Prior And Informed Consent And Indigenous Peoples. (New York, 17-19 January 2005). PFII/2005/ WS.2/10. Unedited version, pg.2. 95 FPIC bukanlah sekedar konsultasi publik yang dilakukan dalam sekali pertemuan, namun sebaiknya dilakukan pada setiap tahapan kegiatan. FPIC termasuk proses negosiasi dalam proses pengambilan keputusan atau persetujuan, serta konsultasi yang ditujukan pada pencapaian “consent” atau persetujuan. Dalam proses pelaksanaannya, FPIC harus melibatkan para pemangku hak (rightholder) dan para pemangku kepentingan (stakeholder). Prinsip penentuan nasib sendiri atau hak untuk menentukan apa yang diinginkan harus dihormati oleh semua pihak dalam pengambilan keputusan yang dilakukan. Bagian 2 BAGAIMANA REDD+ DAPAT TERLAKSANA? REDD+ dapat dikatakan adalah suatu sistem pembayaran internasional untuk layanan ekosistem. Negara-negara maju, dana internasional atau perusahaan swasta menawarkan pembayaran atau manfaat finansial lainnya kepada negara-negara berkembang, pemilik tanah, atau masyarakat untuk mengambil tindakan yang mengurangi emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan. Di negara-negara yang masih memiliki banyak hutan yang baik, manfaat financial itu dapat berasal dari upaya menjaga kelestarian tegakan hutan dan dengan demikian terus mempertahankan penyimpanan karbon. Untuk negara dengan tingkat deforestasi yang tinggi, dimana penebangan pohon dalam jumlah besar terjadi setiap tahun, manfaat financial itu bisa berupa pembayaran untuk menghentikan praktek deforestasi itu dan memulihkan hutan yang rusak. Bagaimana tindakan-tindakan tersebut akan dipantau dan bagaimana dana REDD+ akan dibayar adalah beberapa pokok persoalan yang sedang dibahas di pertemuan UNFCCC. Dalam kedua situasi di atas, dengan mengurangi jumlah CO2 yang dilepaskan ke atmosfer dan melestarikan hutan, REDD+ akan membantu untuk mengurangi perubahan iklim. Untuk memahami bagaimana REDD+ bisa bekerja, penting untuk memahami apa yang dimaksud dengan deforestasi dan degradasi. Dalam panduan ini definisi yang ditampilkan hanya berhubungan dengan REDD+ dan perubahan iklim, namun deforestasi dan degradasi juga berdampak pada beragam persoalan lainnya. Deforestasi adalah hilangnya hutan dan hilangnya simpanan karbon karena semua pohon ditebangi dan lahannya digunakan untuk tujuan lain, seperti pertanian atau penggembalaan. Akibatnya, karbon yang berada di pohon tidak lagi tersimpan di hutan. Meluasnya deforestasi akan menghilangkan keanekaragaman hayati dan mengurangi mutu dan jumlah layanan ekosistem lainnya. Degradasi hutan merupa­kan penurun­an jumlah pohon dan simpanan (stok) karbon di suatu kawas­an hutan tertentu. Semakin banyak pohon yang ditebang semakin besar pula penurunan kemampuan hutan dalam penyim­panan karbon dan memberikan jasa lingkungan lainnya. Restorasi hutan merupakan suatu istilah lain yang penting. Beberapa daerah yang telah terdeforestasi selama beberapa waktu dapat di­ kembalikan menjadi hutan dengan kegiatan restorasi hutan, seperti penanaman pohon. Penyimpanan karbon akan meningkat seiring tumbuhnya pepohonan baru yang ditanam. 96 Bagaimana mungkin sebuah kegiatan REDD+ terlaksana? Semua kegiatan REDD+ di negara-negara berkembang masih dalam tahapan awal persiapan atau dalam proses perencanaan. Hasil dari kegiatan REDD+ yang sedang berjalan akan membantu negara-negara peserta UNFCCC dalam membuat keputusan dan mencapai kesepakatan tentang bagaimana REDD+ akan dilaksanakkan di masa depan. Disadari bahwa kegiatan REDD+ yang berlangsung adalah ujicoba atau demonstrasi bagaimana REDD+ dapat membantu memitigasi atau mengurangi perubahan iklim. Terdapat dua jenis utama dari kegiatan REDD+, yakni: 1. Kegiatan-kegiatan persiapan atau REDD-iness (readiness) activities adalah tindakan-tindakan yang membantu negara dalam mempersiapkan diri untuk pelaksanaan REDD+. Kegiatan yang termasuk dalam kategori ini diantaranya adalah pengembangan kapasitas personil dan kelembagaan, penelitian ilmiah, dan pengembangan strategi nasional REDD+. Pelatihan untuk pengembangan kapasitas merupakan kegiatan persiapan REDD+ karena bertujuan untuk membantu masyarakat dalam memahami perubahan iklim dan bagaimana REDD+ dapat membantu mengurangi perubahan iklim. Contoh lain kegiatan persiapan adalah proses perencanaan yang berlangsung di beberapa negara. Dalam proses perencanaan ini negara-negara yang bersangkutan menerima dukungan dari lembaga-lembaga internasional seperti Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (Forest Carbon Partnership Facility atau FCPF) dalam mempersiapkan Proposal Persiapan Kesiapan (Readiness Preparation Proposals atau R-PP) yang berkenaan dengan bagaimana REDD+ dapat dilaksanakan sebagai strategi mitigasi perubahan iklim. 2. Kegiatan Demonstrasi atau Demonstration activities adalah kegiatan-kegiatan percontohan yang bertujuan untuk menunjukkan bagaimana REDD+ dapat mengurangi emisi CO2 dari hutan dan meningkatkan penyimpanan karbon dengan mengurangi deforestasi dan degradasi hutan, serta bagaimana REDD+ dapat menghasilkan manfaat bagi negara-negara berkembang dan masyarakat lokal. Contoh di bawah ini menunjukkan bagaimana satu jenis kegiatan demonstrasi REDD+ dapat bekerja. Langkah-langkah dalam kegiatan demonstrasi REDD+ Kegiatan REDD+ sangatlah kompleks, tetapi beberapa langkah dasar untuk kegiatan REDD+ ditampilkan di bawah ini: 1. Penentuan kawasan hutan yang sesuai. Area hutan yang diidentifikasikan sebagai kawasan dimana akan dilakukan aktivitas REDD+ harus berpotensi untuk dapat mengurangi emisi dari deforestasi atau degradasi, atau melestarikan atau meningkatkan jumlah karbon yang tersimpan. Lokasi untuk melakukan aktivitas REDD+. ini hendaknya telah diputuskan sebelumnya bersama para pemangku hak dan pemangku kepentingan (Lihat bagian tentang FPIC) 2. Selanjutnya, dilakukan pengukuran luasan kawasan hutan yang bersangkutan serta kerapatan pohon untuk luasan tertentu guna memperkirakan jumlah, ukuran dan jenis pohon di keseluruhan kawasan hutan itu. 97 3. Selanjutnya, berdasarkan informasi itu, jumlah karbon yang tersimpan di hutan dihitung untuk menentukan berapa banyak karbon yang tersimpan di hutan dan berapa banyak CO2 yang akan dilepaskan jika hutan tersebut ditebang atau dibakar. 4. Kemudian, nilai menjaga karbon yang tersimpan di hutan dihitung untuk menentukan berapa banyak manfaat yang bisa diperoleh dari kegiatan REDD+. 5. Di negara-negara di mana ada ancaman tinggi berkurangnya hutan karena penebangan atau pengubahan fungsi lahan hutan untuk penggunaan lain, dilakukan pengukuran jumlah deforestasi yang secara potensial dapat dicegah. 6. Akhirnya, dibuatlah kesepakatan antara pemerintah negara berkembang atau para pemilik hutan lainnya dengan lembaga pendanaan yang bersedia menyediakan dana bagi pelaksanaan perjanjian REDD+ yang bersangkutan. Lembaga pendanaan itu biasanya pemerintah negera maju, lembaga internasional, atau mungkin juga pihak swasta. Berikut ini digambarkan contoh bagaimana kegiatan REDD mungkin bekerja: Ini adalah tegak­ an hutan alam yang menyim;an karbon dalam jumlah yang besar. Hutan ini juga melindungi jasa lingkungan dan keaneka­ragaman hayati. Hasilnya: Karbon tersimpan, emisi dicegah, ekosistem yang sehat. Direncanakan untuk memberikan ijin pengusahaan HPH untuk menebang kayu di hutan ini. Hasilnya: Simpanan karbon berkurang, emisi CO2 meningkat, ekosistem terdegradasi, dan tidak ada manfaat jangka panjang. 98 Ini adalah tegak­an hutan alam yang menyim;an karbon dalam jumlah yang besar. Hutan ini juga melindungi jasa lingkungan dan keaneka­ragaman hayati. Hasilnya: Karbon tersimpan, emisi dicegah, ekosistem yang sehat. Bagaimana nilai jasa iklim dari hutan ditentukan? pengurangan deforestasi dan degradasi hutan memberikan jasa lingkungan pengurangan perubahan iklim. Bagaimana kita bisa mempertahankan layanan ini sambil menciptakan manfaat finansial dan manfaat lainnya? Untuk memperoleh keuntungan finansial dari hutan, perlu ada nilai ekonomi untuk mencegah emisi CO2 dan mempertahankan karbon tersimpan di pohon. Hutan memiliki nilai keaneka­ ragaman hayati yang tinggi yang bermanfaat bagi manusia. Hutan juga sangat penting bagi budaya masyarakat tradisional yang memiliki keterikatan yang besar dengan hutan serta bernilai sebagai mata pencaharian masyarakat adat dan masyarakat lainnya yang tergantung kepada hutan. Hutan juga memiliki nilai untuk perannya dalam membantu menjaga kesehatan iklim bumi. Nilai dari layanan ekosistem untuk pengaturan iklim adalah nilai hutan sebagai tempat penyediaan dan penyimpanan karbon; ini berkaitan dengan jumlah CO2 yang dapat dipertahankan dengan tidak menebang pohon-pohonnya. Kondisi ini akan menentukan jumlah yang dapat dihasilkan hutan dalam kesepakatan REDD+. Nilai hutan dalam perjanjian REDD + tergantung pada: Jumlah pohon di kawasan hutan · Jumlah karbon yang disimpan di pepohonan Jumlah penyimpanan karbon baru yang akan terjadi dari hutan baru yang ditanam dan tumbuh pada kawasan hutan yang sebelumnya telah terdegradasi, dan Di negara-negara dengan tingkat deforestasi yang tinggi, nilainya ditentukan oleh berapa jumlah deforestasi dan emisi CO2 yang dapat dicegah. Di bawah ini adalah contoh umum tentang bagaimana suatu aktivitas REDD+ dilaksanakan: Mengukur jumlah karbon di hutan Ketika karbon tetap di pohon dan tidak dilepaskan sebagai CO2 ke udara, hutan menjadi “gudang” besar penyimpanan karbon. Untuk mengetahui berapa banyak karbon ada di pohon atau hutan, diperlukan cara untuk mengukurnya. Unit pengukuran untuk karbon yang ada dalam pepohonan di hutan disebut ton. Banyaknya karbon dalam setiap kawasan hutan tergantung pada ukuran, usia dan jenis pohon-pohonnya. Dengan mengetahui jumlah pohon di hutan serta ukuran dan jenis pohonnya, kita mungkin menghitung jumlah karbon yang ada. 99 Karena gas CO2 terjadi ketika karbon dilepaskan dari pohon, kita juga perlu tahu berapa banyak CO2 yang dapat dilepaskan ke udara. Jika pohon ditebang dan dibakar, satu ton karbon berubah menjadi kurang lebih 3 ton CO2 (1 ton karbon = 3.67 ton CO2). Karena nilai hutan dalam kesepakatan REDD+ adalah untuk menjaga karbon dalam pohon, pemilik hutan bisa mendapatkan kredit untuk jumlah CO2 yang tidak dilepaskan ke udara guna mengurangi emisi CO2. Dalam REDD+, penyimpanan satu ton CO2 dalam pohon disebut sebagai karbon kredit. Berapa banyak karbon di pohon ini? Setiap ton berat pohon yang kering (biomassa) sama dengan setengah ton karbon. Pohon ini memiliki berat 10 ton, sehingga 10 ÷ 2 = 5 ton karbon yang tersimpan dalam pohon. Berapa banyak CO2 akan dilepas­kan jika pohon ini dibakar? Satu ton karbon menghasilkan 3,67 ton CO2 jika pohon tersebut dibakar. Pohon ini memiliki 5 ton karbonsehingga 5 x 3.67 = 18,35 ton CO2 yang akan dilepaskan. Bagaimana kredit karbon pohon dihitung? Satu ton CO2 yang TIDAK dilepas­kan sama dengan satu kredit karbon. Sebuah pohon yang akan membuat 18 ton CO2 dari udara luar memiliki nilai 18 kredit karbon. Berasal dari mana dana untuk pembayaran REDD+? Seperti pembayaran PES lainnya, uang untuk pembayaran REDD+ dapat diperoleh dengan beberapa cara yang berbeda. Salah satu contohnya adalah dari pendana internasional yang menyediakan uang untuk membantu negara-negara berkembang menjaga hutan mereka atau menanam kembali hutan yang telah ditebang. Beberapa negara maju telah berjanji untuk menyediakan dana bagi negara berkembang guna membantu mereka dalam perencanaan kegiatan-kegiatan yang dapat mengurangi perubahan iklim. Dalam hal ini, perjanjian atau Memorandum of Understanding (MOU) dapat dibuat antara negara maju dan negara berkembang untuk menyediakan dana bagi pemerintah untuk menyusun rencana kesiapan REDD+ dan kegiatan demonstrasi. Suatu cara baru untuk membantu membayar kegiatan REDD+ sedang dibahas pada pertemuan UNFCCC dan akan diujicobakan dalam beberapa kegiatan “demonstrasi” REDD+. Upaya ini melibatkan negara-negara maju atau perusahaan-perusahaaan di negara maju yang bersedia membayar pemilik hutan di negara berkembang untuk melestarikan hutan mereka. Jumlah pembayaran itu disesuaikan dengan “kredit karbon” yang mewakili jumlah ton emisi CO2 yang dapat dipertahankan ketika negara dan para pemilik hutan melindungi hutan mereka. Kegiatan ini membantu negara atau perusahaan memenuhi janji mereka untuk mengurangi emisi dan menyediakan dana untuk membantu melestarikan dan mengelola hutan dan memberikan manfaat kepada para pemilik hutan. Hal ini adalah gagasan yang sangat baru dan masih memerlukan banyak pengujian dan diskusi sebelum kesepakatan tentang bagaimana REDD+ itu harus bekerja akan tercapai. Berikut ini adalah deskripsi dan contoh bagaimana REDD+ bisa bekerja: 100 Berdasarkan perjanjian internasional lainnya, untuk mengurangi atau menghentikan perubahan iklim negara-negara maju telah berjanji untuk mengurangi jumlah gas rumah kaca (GRK) yang mereka lepaskan ke atmosfer. Untuk membantu melakukan hal ini, pemerintah membuat peraturan baru tentang berapa banyak CO2 dan gas rumah kaca lainnya dari usaha industri boleh dilepaskan. Tapi mengubah cara bagaimana industri beroperasi, antara lain dengan penggunaan mesin yang lebih efisien dan pemanfaatan berbagai teknologi baru, akan membutuhkan waktu yang lama sehingga akan sulit bagi perusahaan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara cepat sesuai dengan waktu yang ditetapkan dalam aturan yang dibuat pemerintah. Salah satu cara yang dapat membantu mengurangi jumlah total CO2 di atmosfer dengan lebih cepat yang dapat dilakukan perusahaan adalah membuat kesepakatan dengan negara berkembang atau dengan pemilik hutan untuk melestarikan hutan mereka dan menjaga karbon yang tersimpan di dalamnya. Berdasarkan perjanjian REDD+, pemilik hutan bisa “menjual” kredit karbon dalam hutan kepada perusahaan untuk membantu bisnis industrial yang bersangkutan untuk memenuhi tujuan pengurangan jumlah CO2 yang dilepaskan ke atmosfer. Perusahaan yang bersangkutan “membeli” kredit karbon dan membayar pemilik hutan untuk menjaga karbon dalam pohon sehingga emisi CO2 dapat dikurangi atau bahkan dicegah. Sebagai contoh, sebuah perusahaan yang membuat lembaran seng untuk atap memerlukan pengurangan emisi CO2 dari pabriknya sebesar 1.000 ton selama dua tahun. Tapi, mereka tidak akan dapat menyelesaikan hal ini dalam masa tiga tahun, artinya setahun melampaui tenggat yang ditetapkan untuk mengurangi emisi CO2 mereka. Selain itu, bisnis ini hanya mampu mengurangi emisi-nya sebesar 800 ton melalui peningkatan beberapa hal dalam operasional mereka. Artinya masih ada pengurangan emisi sebesar 200 ton yang belum dapat dipenuhi. Lalu bagaimanakah mereka dapat memenuhi kewajiban mereka mengurangi emisi 200 ton lagi CO2 dalam tenggat tersebut? Jawabannya adalah bahwa hal itu dilakukan oleh pihak lainnya. Perusahaan ini bisa membayar suatu negara atau pemilik hutan untuk mengurangi emisi CO2 sebanyak 200 ton dengan menjaga tegakan hutan agar karbon pada pohon TIDAK dilepaskan sebagai CO2. Jika ini dapat dilakukan, perusahaaan yang bersangkutan dapat menghitung ini 200 ton CO2 yang tersimpan di hutan tersebut sebagai bagian dari pengurangan emisinya. Dengan menambahkan 200 ton kredit karbon yang dibelinya dari pihak lain dan pengurangan 800 ton dari aktivitas bisnisnya sendiri, tujuan menurunkan emisi sebesar 1.000 ton dapat terpenuhi. Karena atmosfir merupakan sumberdaya yang digunakan oleh seluruh dunia, tujuan mengurangi emisi di seluruh dunia juga tercapai. Dan akhirnya, manfaat penjualan kredit karbon dapat dirasakan oleh banyak negara dan masyarakat. Ingat: 1 kredit karbon = 1 ton emisi CO2 dicegah untuk dilepaskan. Namun sektor swasta tidak dapat memenuhi semua pengurangan emisi yang diperlukan hanya dengan membeli kredit karbon. Negara-negara maju dan dunia usaha harus juga berubah. Sebagian besar pengurangan emisi harus berasal dari perubahan dan perbaikan cara-cara bagaimana industri dijalankan, cara-cara yang lebih baik untuk menghasilkan energi, dan cara-cara pengurangan emisi lainnya. Karena ada banyak negara berkembang, pemilik hutan, dan bisnis, kemungkinan ada banyak kelompok yang ingin menjual dan membeli kredit karbon untuk mengurangi CO2 di atmosfer serta mendapatkan manfaat dari tidak menebang pohon. Untuk membantu pihak-pihak tersebut dalam pembelian dan penjualan kredit karbon, “pasar” karbon telah ditetapkan. Pasar ini dapat membantu menguji bagaimana pendanaan untuk kegiatan REDD+ dapat bekerja. 101 Pasar adalah tempat atau proses di mana orang bertukar barang dan jasa. Suatu pasar membutuhkan penjual yang menyediakan barang atau jasa serta pembeli yang membayar untuk itu barang atau jasa itu. Dalam REDD+, penjual dapat saja pemerintah atau masyarakat yang menawarkan untuk mengurangi emisi karbon dari hutan dengan melestarikan hutan tersebut; artinya mereka mau “menjual” kredit karbon yang terkandung dalam hutan. Sementara pembeli atau mereka yang mendapatkan manfaat dari layanan iklim, dapat pemerintah atau perusahaan swasta yang perlu memenuhi komitmennya, atau donor swasta dan dana internasional yang ingin membantu mengurangi perubahan iklim. Pasar karbon menyediakan layanan yang menghubungkan para pembeli dan para penjual serta menentukan harga untuk kredit karbon yang diperdagangkan. Bagaimana pengelolaan kegiatan REDD+? Kesepakatan untuk menerima manfaat dalam mengendalikan degradasi atau deforestasi hutan dapat dilakukan pada tingkat nasional ketika pemerintah negara memasukkan REDD+ sebagai bagian dari perencanaan dan strategi pengelolaan hutan lestari guna mengurangi jumlah deforestasi dan degradasi hutan di negara itu. Pemerintah menetapkan strategi bagaimana negara secara keseluruhan dapat memperoleh manfaat dari hutan dan mendistribusikan manfaat tersebut kepada pemilik dan pengguna hutan, termasuk masyarakat adat dan masyarakat lainnya yang tergantung pada hutan. Pendanaan REDD+ juga dapat menyediakan lebih banyak sumberdaya untuk pengelolaan hutan berkelanjutan dan untuk memerangi pembalakan liar atau ancaman-ancaman lain terhadap hutan. Cara lain mengelola REDD+ adalah melalui proyek percontohan di berbagai wilayah negara. Dalam beberapa kasus, pemilik hutan bisa memulai kegiatan REDD+ dengan dukungan teknis dari pemerintah, LSM atau lembaga lain dalam rangka menciptakan manfaat dari konservasi hutan di suatu daerah tertentu. Jika masyarakat atau pemilik hutan lainnya berpartisipasi dalam kegiatan REDD+, mereka bisa mendapatkan keuntungan dengan menjual kredit karbon hutan melalui pasar karbon. Bagaimana kegiatan REDD+ akan dikelola; apakah sebagai sebuah strategi nasional atau sebagai kegiatan-kegiatan di berbagai wilayah, masih dalam tahap pembahasan di pertemuan-pertemuan UNFCCC. Ada beberapa risiko dan hal yang perlu diperhatikan berhubungan dengan REDD+. REDD+ memang dapat menjadi kesempatan bagi masyarakat lokal untuk membantu mengurangi perubahan iklim serta menerima manfaat sosial dan ekonomi dari usaha itu, tetapi kegiatan itu harus direncanakan dengan baik dan dilaksanakan dengan partisipasi masyarakat lokal. Beberapa kekhawatiran utama yang perlu dipertimbangkan adalah: 102 Kejelasan tentang hak kepemilikan lahan; Siapa yang memiliki hutan?, Siapa yang memiliki kredit karbon?, Siapa yang mendefinisikan nilai-nilai hutan? Transparansi rencana dan proses; harus ada keterlibatan para pemangku kepentingan lokal dan konsultasi dengan mereka untuk semua kegiatan kesiapan dan demonstrasi REDD+; Hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal; hak-hak itu sebagaimana didefinisikan dalam instrumen dan perjanjian internasional, serta dalam peraturan perundang-undangan negara ketika merancang strategi dan melaksanakan kegiatan REDD+ perlu diakui dan dihormati; Partisipasi masyarakat adat dan lokal; dalam pengambilan keputusan-keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan lestari dan REDD+ masyarakat adat dan masyarakat lokal perlu dilibatkan secara bermakna. Hal ini termasuk upaya untuk memasukkan pengetahuan tradisional dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan REDD+; Persetujuan para pemangku kepentingan; dibutuhkan proses untuk mendapatkan persetujuan sukarela atas dasar informasi yang memadai (FPIC) untuk semua kegiatan yang kemungkinan berdampak negatif pada para pemangku kepentingan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, termasuk pemantauan dan pelaporannya. Hal ini terutama penting bagi masyarakat adat dan komunitas lokal yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan yang bersangkutan; Pembayaran dan distribusinya; Dibutuhkan kejelasan, transparansi dan partisipasi dalam pengambilan keputusan tentang bagaimana pembayaran, pemanfaatan dan distribusi akan dilakukan; Partisipasi masyarakat pada tingkat nasonal; Diperlukan partisipasi masyarakat lokal dan masyarakat adat yang tinggal di dalam dan disekitar hutan dalam pemantauan, pengembangan desain dan evaluasi program REDD+ nasional. Beberapa kelompok seperti Aliansi Iklim, Masyarakat dan Keanekaragaman Hayati (Climate, Community and Biodiversity Alliance atau CCBA) telah bekerja untuk mengembangkan pedoman dan standar yang membantu para pengambil keputusan dan perancang kegiatan REDD+ dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan ini dengan cara-cara yang: memberikan manfaat untuk iklim, masyarakat, dan keanekaragaman hayati, menghormati hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal, mempromosikan partisipasi pemangku kepentingan dan penyebarluasan informasi, memberikan pembagian yang adil dari manfaat yang akan dihasilkan, dan memastikan bahwa kegiatan yang dirancang dan dipantau dengan metode sosial, teknik dan lingkungan yang benar. Apa potensi manfaat dari kegiatan REDD+? REDD+ harus membawa manfaat ganda. Manfaat utama, tentu saja, adalah untuk memitigasi atau mengurangi perubahan iklim yang disebabkan oleh perubahan iklim dengan pengurangan emisi karbon ke udara. Manfaat lainnya termasuk manfaat alam dan keanekaragaman hayati yang merupakan hasil dari konservasi hutan dan manfaat sosial, seperti sumberdaya keuangan bagi masyarakat dan pemerintah dalam membantu mereka mengembangkan dan membiayai pengelolaan hutan dan melindungi hutan dari berbagai ancaman seperti penebangan liar. Juga, ketika hutan dikelola secara lestari, keberlajutan jasa ekosistem dan sumberdaya lainnya seperti air, udara bersih, dan daerah budaya, dapat ikut terlindungi. 103 Manfaat bagi Iklim: mitigasi perubahan iklim adaptasi terhadap perubahan iklim cuaca yang sehat bagi masyarakat kita Manfaat bagi Masyarakat: jasa lingkungan seperti air, kayu, tanaman obatobatan, makanan peluang baru bagi pengembangan Manfaat bagi Keanekaragaman Hayati: makanan dan rumah bagi tumbuhan dan satwa melestarikan semua jenis tanaman dan satwa Bagian 3 KONSEP DI DALAM REDD+: APA SKALA YANG TEPAT UNTUK REDD? Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) adalah sebuah mekanisme keuangan yang diusulkan untuk memberikan insentif bagi upaya pengurangan emisi dari sektor kehutanan di negara-negara berkembang. REDD+ dapat menjadi bagian dari perjanjian iklim internasional, yang pada saat ini sedang dibahas dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC). Sebuah pertanyaan kunci dalam perdebatan yang berlangsung adalah persoalan tentang tingkat (skala) dimana perhitungan akan dilakukan dan insentif yang ditawarkan untuk kegiatan tersebut. Terdapat tiga proposal bagaimana REDD+ akan dilaksanakan pada tingkat geografis atau skala penghitungan serta mekanisme insentif yang sedang didiskusikan, yakni dukungan langsung kepada proyek-proyek di tingkat sub-nasional, dukungan langsung kepada negara di tingkat nasional, ataupun secara hibrid (pendekatan “nested”) yang menggabungkan keduanya. Pendekatan sub-nasional atau proyek, memungkinkan keterlibatan awal dan partisipasi yang luas dan menarik bagi investor swasta. Namun, dengan pendekatan itu mungkin sulit untuk menghindari “kebocoran” berupa peningkatan emisi di luar batas-batas proyek karena para pelakunya tidak dapat mengatasi tekanan deforestasi dan degradasi hutan yang lebih luas. Sementara, dengan pendekatan nasional dimungkinkan pencapaian serangkaian kebijakan tentang konservasi hutan, diatasinya kebocoran domestik dan penciptaan kepemilikan negara. Namun, dalam jangka pendek dan menengah, pendekatan nasional mungkin hanya layak bagi beberapa negara tertentu karena pendekatan ini tidak dapat berlangsung dengan baik dalam situasi kepemerintahan yang rentan yang memungkinkan terjadinya kegagalan kepemerintahan dalam menegakan aturan dan mencegah kebocoran. Selain itu, pendekatan ini mungkin juga kurang memungkinkan memobilisasi investasi swasta atau keterlibatan pemerintah daerah. 104 Pendekatan yang terakhir adalah pendekatan yang mengkombinasikan pendekatan sub-nasional dan nasional. Pendekatan ini disebut sebagai pendekatan nested karena proyek-proyek sub-nasional dibingkai atau berada dalam program yang berskala nasional. Pendekatan ini merupakan mekanisme yang paling fleksibel karena memungkinkan negara-negara untuk memulai upaya REDD+ melalui kegiatan di tingkat sub- nasional dan secara bertahap pindah ke pendekatan nasional, atau bisa saja pemerintah tetap mempertahankan keduanya dalam sistem dimana kredit REDD dihasilkan baik oleh proyek maupun oleh pemerintah, sehingga memaksimalkan potensi dari kedua pendekatan tersebut. Namun, pendekatan nested ini memiliki tantangan dalam menciptakan keselaraasan antara kedua tingkat pelaksanaannya. Pemilihan tingkat geografis atau skala dalam REDD+ memiliki implikasi besar dalam efisiensi, efektivitas dan kesetaraan seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut: Kelebihan dan Kekuarangan Effektivitas Sub-nasional Pendekatan + Partisipasi secara luas dalam waktu singkat + Menarik para pendana swasta - Masalah kebocoran domestik Efisiensi Kesetaraaan dan manfaat ikutan ± Biaya MRV secara umum rendah, namun tinggi jika dibandingkan setiap setara CO2-nya + Partisipasi yang mudah bagi negara miskin dan negara yang memiliki tata pemerintahan yang lemah + Kemungkinan pembayaran insentif yang beragam: + Dapat mencapai kelompok target yang miskin dan menciptakan banyak kesempatan partisipasi masyarakat + Biaya MRV dan transaksi rendah setiap setara CO2nya + Berpotensi menghasilkan transfer yang besar - Tidak mendorong terjadinya perubahan kebijakan Pendekatan Nested Penedekatan Nasional - Rendahnya keterlibatan negara tempatan + Memungkinkan untuk melakukan perubahan pada banyak kebijakan + Dapat mengendalikan kebocoran domestik + Kemungkinan pembayaran insentif yang beragam: biaya rendah + Tingginya keterlibatan negara tempatan + Mengkombinasikan kedua kekuatan dari kedua pendekatan terdahulu + Dapat mengkombinasikan keragaman pembayaran kompensasi dan kebijakan penyebaran yang murah + Fleksibel berdasarkan kondisi nasional - Biaya MRV tinggi (dimana dibutuhkan pemecahan data nasional) - Belum terselesaikannya masalah tingkatan referensi - Sangat diminati oleh negara berpendapatan menengah - Beresiko akan dikuasai oleh kelompok elit (nasionalisasi hak atas karbon) + Belum terselesaikannya masalah tingkatan referensi + Pontisial untuk transfer yang besar secara keseluruhan + Dapat sejalan dengan kebijakan pembangunan nasional + Meningkatkan partisipasi negara dan transfer yang besar bagi negara miskin + Memungkinkan mencapai kelompok sasara masyarakat miskin - Tantangan untuk mengharmonisasikan pemerintah pusat dan sub nasional 105 Apa saja yang harus dipertimbangkan dalam desain REDD+? Dalam REDD+ terdapat beberapa istilah teknis yang dapat memberikan pertimbangan bagi pengembang maupun pemodal dari inisiasi yang akan dilakukan, diantaranya: 1. Nilai Tambah (Additionality): Dalam pelaksanaan REDD+ nantinya, hanya kegiatan-kegiatan yang merupakan tambahan (memberi nilai tambah) dari kegiatan-kegiatan yang sudah berlangsung atau sudah direncanakan yang dapat dipertimbangkan untuk mendapatkan kredit karbon. Kelanjutan dari praktek baik yang sudah berjalan (misalnya penerapan yang baik dari program pengelolaan kawasan lindung) tidak dianggap sebagai tambahan. Jika meminta kredit untuk pengurangan emisi, pihak yang meminta itu harus dapat menunjukan bahwa kegiatan-kegiatan yang relevan sesungguhnya tidak akan terjadi jika mekanisme pasar karbon tidak ada. 2. Kebocoran (Leakage): Kebocoran didefinisikan sebagai kenaikan tingkat deforestasi dan degradasi hutan yang terjadi di luar batas-batas proyek, dan yang berhubungan dengan kegiatan proyek. Ada tiga jenis ‘kebocoran’: 1. Kebocoran Kegiatan: yakni kebocoran yang terjadi manakala kegiatankegiatan yang menyebabkan deforestasi atau degradasi bergerak ke luar batas-batas proyek. 2. Kebocoran Pasar: yakni kebocoran yang terjadi manakala kegiatan REDD yang mengurangi pasokan produk-produk kayu atau hasil hutan dari wilayah proyek mengakibatkan meningkatnya permintaan akan produk-produk itu di luar kawasan proyek. 3. Kebocoran International: yakni kebocoran yang terjadi ketika perusahaanperusahaan kayu pindah ke negara atau benua lain dan menebang hutan disana. 3. Kelanggengan (Permanence): Konsep kelanggengan berkenaan dengan waktu berlanjutnya efek positif dari kegiatan mitigasi perubahan iklim. Kelanggengan menyiratkan bahwa efek-efek positif yang dihasilkan prakarsa REDD akan berlangsung selamanya, tetapi ini jarang terjadi karena adanya berbagai risiko terhadap kelanggengan mencakup, antara lain: 1. Risiko ekologi: kebakaran hutan, bencana alam, hama dan penyakit tanaman. 2. Resiko kepemerintahan: Perubahan dalam pemerintahan dan kebijakannya bisa mementahkan komitmen sebelumnya. 3. Risiko sisi permintaan (pasar): Jika nilai produk yang bersaing (seperti minyak sawit) meningkat, penyimpanan karbon bisa jadi tidak lagi menguntungkan. 106 4. Resiko sosial: para pemangku kepentingan karena alasan-alasan sosial – seperti melemahnya modal sosial, terjadinya disorganisasi sosial, atau hilangnya kapasitas kepemimpinan - tidak lagi berkomitmen terhadap prakarsa yang dimulai atau tidak lagi dapat menegakan aturan-aturan yang bersangkutan. Penyebab-penyebab langsung dan akar permasalahan penggundulan hutan, serta resiko-resiko yang ada harus dipahami dan ditangani dalam kebijakan nasional dan perundingan internasional. 49 MRV untuk REDD+, konsep dasar pemantauan karbon hutan Hal yang paling sering diperdebatkan dalam REDD+ adalah persoalan pemantauan karbon hutan, yakni Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi (Monitoring, Reporting and Verification atau MRV) dari karbon hutan tersebut. Persoalan utama dalam hal ini adalah bagaimana menjelaskan jumlah karbon hutan yang dapat dipercaya, termasuk perubahannya dari waktu ke waktu. Persoalan ini merupakan tantangan utama dalam pemantauan prakarsa REDD+, yang didefinisikan secara jelas dalam standar pelaporan gas rumah kaca dan Pedoman Panel Antar-Pemerintah mengenai Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change atau IPCC), serta merupakan upaya menjawab tujuan dari REDD+. Fokus utamanya ada pada pelaporan tingkat nasional ke UNFCCC, dan selanjutnya bagaimana perhitungan jumlah kredit karbon bagi negara tersebut secara keseluruhan. PENGUKURAN Pengukuran dilakukan mengacu pada informasi di tingkat lapangan mengenai kegiatankegiatan manusia yang berlangsung (Data Kegiatan AD) dengan koefisien yang mengukur emisi atau penyerapan per unit kegiatan (faktor emisi EF). Untuk REDD+ hal ini diterjemahkan ke dalam pengukuran kawasan hutan dan perubahannya (AD) serta stok karbon hutan dan perubahannya (EF). Informasi tersebut secara bersamasama akan memberikan dasar untuk menghitung potensi pelepasan gas rumah kaca (GRK). Dalam perhitungan ini, negara juga perlu mengukur indikator perlindungan dan manfaat hutan lainnya. PELAPORAN Pelaporan menyiratkan kompilasi dan ketersediaan data dan statistik secara nasional untuk informasi dalam sebuah format inventarisasi gas rumah kaca. Persyaratan pelaporan ke UNFCCC dalam bentuk Komunikasi Nasional dapat mencakup pokokpokok persoalan lainnya selain hanya mengenai pengukuran. Elemen inti dari komunikasi nasional adalah informasi tentang emisi dan penyerapan gas rumah kaca serta rincian kegiatan yang dilakukan negara dalam memenuhi komitmen di bawah UNFCCC. VERIFIKASI Verifikasi mengacu pada proses independen dalam memeriksa akurasi dan keandalan informasi yang dilaporkan serta prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi tersebut. Verifikasi ini dilakukan oleh penilai atau pelaksana review yang merupakan pihak eksternal dan benar-benar independen. Sekretariat UNFCCC melalui para ahli 107 yang akan memverifikasi data yang dilaporkan. Verifikasi tindakan negara tergantung pada tiga faktor, yakni: (1) sejauh mana data yang dilaporkan mampu diverifikasi, (2) para aktor yang melakukan verifikasi, dan (3) cara apa yang dilakukan dalam memverifikasi. Perhitungan gas rumah kaca secara nasional Perhitungan gas rumah kaca di sebuah negara dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pemantauan menggunakan satelit dan menghitung emisi berdasarkan inventarisi hutan nasional negara tersebut. Sistem pemantauan menggunakan satelit merupakan penilaian lahan dengan melihat perbedaan kelas tutupan hutan yang ada. Pengukuran-pengukuran dilakukan pada titik-titik yang berbeda untuk memperkirakan perubahan kawasan hutan. Sedangkan, nilai emisi dapat diperoleh setelah dilakukan penilaian biomassa dan penyimpanan karbon pada kelas-kelas hutan atau kawasan lainnya yang ada berdasarkan tutupan hutannya, yang diidentifikasi dari inventarisi hutan nasional negara itu. Setelah diperoleh hasil dari kegiatan pemantauan menggunakan satelit dan menghitung faktor emisi, maka perhitungan gas rumah kaca dapat dilakukan dengan mengalikan kedua hal tersebut. Gas rumah kaca pada satu negara ataupun juga pada suatu kawasan di tingkat sub-nasional dalam suatu negara akan didasarkan pada data yang dikumpulkan dari inventarisasi hutan nasional, pemantauan satelit dan dapat dilakukan menggunakan suatu kerangka penghitungan (template) yang telah dikembangkan melalui proses UNFCCC. Proses verifikasi meliputi semua variabel yang dilaporkan dalam REDD+. Verifikasi dapat dilakukan oleh beberapa lembaga, termasuk organisasi masyarakat sipil. Semua data, termasuk data satelit dan inventarisasi hutan nasional harus tersedia untuk memungkinkan verifikasi penyimpanan gas rumah kaca. Cara verifikasi yang berbeda adalah melalui wawancara dengan para pejabat kunci pemerintah dan LSM nasional, kajian laporan penelitian, laporan media, materi pelatihan, dan lain-lain. Bagian 4 APA KEGIATAN-KEGIATAN REDD+ YANG TELAH TERLAKSANA? Apakah ada beberapa pengalaman REDD+ dengan partisipasi masyarakat lokal? Di Madagaskar, masyarakat lokal dengan dukungan pemerintah dan organisasi internasional sedang mengembangkan sebuah kegiatan REDD+ yang disebut Mantadia Corridor Forest Carbon Project atau Proyek Karbon Koridor Hutan Mantadia. Untuk menghindari deforestasi, proyek mempromosikan konservasi hutan, penanaman pohon, dan kegiatan pengembangan sumber mata pencaharian seperti kebun tanaman pangan organik. Proyek ini akan menghemat 425.000 hektar hutan. Komunitas pengelola kawasan hutan telah dibentuk dengan warga masyarakat yang akan mengelola dan memantau sumberdaya hutan. Keuntungan finansial yang akan diterima diperoleh melalui penjualan kredit karbon kepada pembeli melalui pasar karbon. 108 Apakah ada beberapa pengalaman REDD+ di tingkat nasional? Ada beberapa negara yang mulai mempersiapkan untuk kegiatan REDD+. Negara-negara yang bersiap-siap untuk REDD+ menerima dana dan saran teknis dari lembaga-lembaga internasional. Ada juga program konservasi hutan nasional yang sudah berada pada tahap pelaksanaan, seperti misdalnya Socio Bosque di Ekuador, yang merupakan skema PES yang dihubungkan ke pendanaan REDD+ internasional. Prakarsa kegiatan yang dipimpin pemerintah ini bertujuan untuk melindungi sekitar empat juta hektar hutan alam, mengurangi emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh deforestasi, dan meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat miskin. Social Bosque memberikan manfaat ekonomi tahunan per hektar hutan kepada individu atau masyarakat adat yang secara sukarela memutuskan untuk melindungi hutan asli mereka sendiri. Setiap tahun proyek ini dimonitor untuk memastikan bahwa pelaksanaannya memenuhi perjanjiannya. Apa yang dilakukan lembaga-lembaga internasional untuk membantu negara berkembang bekerja pada REDD+? Dua lembaga internasional utama yang membantu negara berkembang dalam mempersiapkan diri untuk REDD+ adalah Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (Forest Carbon Partnership Facility atau FCPF) dari Bank Dunia dan Program Kerjasama Persatuan Bangsa untuk Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di Negara Berkembang (United Nations Collaborative Programme on Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation in Developing Countries atau Program UN REDD). FCPF Bank Dunia membantu negara-negara dalam upaya mereka untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dengan memberikan nilai kepada tegakan hutan yang ada dan kemudian mengelolanya melalui pengelolaan hutan lestari dan konservasi hutan guna peningkatan penyimpanan karbon. Bank Dunia adalah lembaga internasional yang memberikan bantuan keuangan dan teknis untuk negara di seluruh dunia. FCPF menyertakan masyarakat adat sebagai pengamat bersama dengan organisasi non-pemerintah. Para ahli tentang masyarakat adat juga termasuk dalam keanggotaan Panel Penasehat Teknis FCPF agar mereka berpartisipasi dalam mereview proposal-proposal yang diajukan. FCPF meminta negara-negara agar bersiap-siap untuk REDD+ dengan merancang sebuah perencanaan. Negara-negara yang akan terlibat dalam program harus mengajukan suatu Readiness Preparation Proposal (R-PP). R-PP tersebut mencakup kegiatan-kegiatan yang akan membantu negara yang bersangkutan untuk mengidentifikasi dan kemudian membangun kapasitas untuk menerapkan strategi REDD+. R-PP juga harus mencakup rencana untuk melibatkan pemangku kepentingan dan melakukan konsultasi. Rencana ini harus menghormati hak-hak masyarakat adat dan para pemangku kepentingan lainnya. Ada lebih dari 30 negara yang terlibat dalam FCPF, diantaranya Indonesia, Bolivia, Kolombia, Kosta Rika, Peru, Kenya, Gabon, Kamboja, Suriname, Guyana, dan lain-lain. Program UN-REDD membantu negara-negara berkembang mempersiapkan diri untuk berpartisipasi dalam kegiatan REDD+ di masa depan. UN-REDD mendukung kapasitas pemerintah nasional dalam merencanakan strategi REDD+ dan mendorong 109 keterlibatan aktif semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat adat dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya yang bergantung pada hutan. Sembilan negara dari Asia, Afrika, dan Amerika Latin merupakan bagian dari pekerjaan awal Program UN-REDD ini. Perwakilan masyarakat adat masuk dalam Dewan Pengarah UNREDD. Bagian 5 PRINSIP FPIC DALAM REDD+ Apa yang dimaksud dengan FPIC? Persetujuan tanpa paksaan atas dasar informasi yang memadai sebelum pelaksanaan suatu kegiatan, atau yang secara internasional lebih dikenal sebagai Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) adalah salah satu prasyarat penting dalam perencanaan dan pelaksanaan REDD+. Proses FPIC bukanlah sekedar konsultasi publik, namun termasuk negosiasi dalam mencari proses pengambilan keputusan atau persetujuan serta konsultasi. Jika dilihat dari hasil akhirnya, FPIC adalah proses mencapai persetujuan (“consent”), sehingga harus melibatkan para pemilik hak (right holder) dan bukan hanya para pemangku kepentingan (stakeholder) dari sumberdaya yang hendak dikelola. Proses itu harus pula menghormati prinsip penentuan nasib sendiri (hak untuk menentukan apa yang diinginkan) dalam setiap tahap pelaksanaan kegiatan REDD+. Selain itu, FPIC harus dilakukan sejak awal dimulainya prakarsa secara iteratif/repetitif dan tidaklah mungkin hanya dilakukan dalam SATU kali pertemuan. Mengapa dibutuhkan FPIC? Dalam banyak kasus pembangunan di sebagian besar negara berkembang, kegiatan pembangunan atau intervensi dari luar suatu masyarakat adat atau masyarakat lokal telah mengakibatkan terjadinya banyak konflik yang meminggirkan masyarakat yang bermukim di dalam atau di sisekitar kawasan yang bersangkutan. Hal ini perlu diantisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan REDD+ agar kesalahan-kesalahan masa lalu itu tidak terulang. REDD+ adalah sebuah inisiatif yang masih baru dan cukup kompleks sehingga berpotensi menciptakan kebingungan di antara para pemangku kepentingan, terutama dikalangan masyarakat di akar rumput. Selain memunculkan banyak informasi yang kompleks, REDD+ juga melibatkan produk abstrak dan tidak nyata, seperti kredit karbon. Permasalah REDD+ menjadi lebih rumit lagi karena ketidakjelasan “siapa pemilik hutan dan karbon di dalamnya”?. Selain itu, pasar karbon hutan juga masih belum jelas dan kebijakan serta peraturannya masih sedang berkembang secara simultan pada berbagai tingkatan. Pelaksanaan REDD+ juga dikhawatirkan akan memunculkan resentralisasi pengelolaan hutan. Sebaliknya, keberhasilan ataupun kegagalan REDD+ akan secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi kehidupan masyarakat di wilayah sekitar pelaksanaan kegiatan tersebut. Pada saat ini, masyarakat adat dan masyarakat lokal yang berada di dalam dan di sekitar hutan memiliki hak-hak yang dilindungi oleh konvensi internasional, hukum nasional dan standar industri sukarela untuk menentukan kesediaan mereka untuk terlibat ataupun tidaknya dalam inisiatif REDD+. Pelaksanaan prinsip FPIC akan menjadi sebuah upaya untukmengetahui kesediaan atau ketidaksediaan mereka itu. 110 Bagi para pihak yang menjadi pemrakarsa, FPIC juga dapat difungsikan sebagai upaya mengurangi risiko dalam pelaksanaan prakarsa REDD+ di kemudian hari. Apa saja kerangka hukum FPIC? Proses pelaksanaan FPIC memiliki dasar dalam hukum internasional, diantaranya Deklarasi PBB mengenai Hak atas Pembangunan tahun 1986, Konvensi mengenai Keanekaragaman Biologi (Convention of Biological Diversity) tahun 1992, Konvensi Organisasi Buruh Internasional Nomor 169 tahun 1989, dan Deklarasi PBB mengenai Hak Masyarakat Adat tahun 2006. Selain itu juga terdapat saran atau penekanan perlu dilaksanakan proses FPIC dalam prakarsa REDD+ pada dokumen-dokumen yang diterbitkan oleh UNFCC dan UNREDD. Standar pasar karbon sukarela (VCM standard) memberikan referensi untuk konsultasi pada komunitas dan suatu standar lainnya yang dikenal dengan standar CCB (Cimate, Community and Biodiversity) mewajibkan dokumentasi dari proses yang menghargai hak-hak tersebut. Apa saja prasyarat dapat terwujudnya FPIC? Komponen 1: Free (bebas) berarti tidak ada paksaan, intimidasi dan manipulasi. Ada beberapa faktor yang harus dipenuhi untuk menjamin terwujudnya kebebasan itu, diantaranya: Para pemangku kepentingan, termasuk komunitas dan pelaksana projek memiliki pengetahuan dan informasi yang lengkap tentang kegiatan yang direncanakan, Konteks sosial yang kondusif untuk partisipasi yang luas yang memungkinkan komunikasi dua arah dalam suasana yang dirasakan aman untuk mengungkapkan pendapat secara bebas, Terbangunnya kepercayaan timbal-balik antara semua pemangku hak dan pemangku kepentingan, Pelibatan fasilitator independen, yang beritikad baik dan disepakati bersama, Strategi and alat komunikasi yang tepatguna untuk pelibatan para pemangku kepentingan, terutama masyarakat , secara bermakna, Kesepakatan mengenai proses yang akan ditempuh bersama untuk mengembangkan rencana dan mencapai kesepakatan tentang rencana itu, Pengakuan akan pengetahuan lokal yang dimiliki masyarakat serta upaya yang sungguh-sungguh untuk mempertimbagkan pengetahuan tersebut dalam proses perencanaan dan perundingan. Komponen 2: Prior (diawal/sebelumnya) yang berarti persetujuan diberikan sebelum kegiatan dilakukan. Hal ini menuntut kecukupan waktu untuk terbangunnya kesepakatan sebelum pelaksanaan kegiatan dan untuk konsultasi atau proses membangun kesepakatan. Berapa lama waktu yang dibutuhkan akan tergantung pada situasinya, antara lain tingkat percayaan timbal-balik, cara-cara pelibatan masyarakat, kerumitan model yang akan dikembangkan, dan lain-lain. Secara etis, waktu yang perlu disediakan kurang lebih sama dengan waktu yang dibutuhkan untuk memutuskan pemanfaatan properti. Mekanisme untuk menjamin adanya kecukupan waktu untuk mencapai persetujuan adalah dengan menyepakati bersama rancangan proses yang jelas beserta 111 alokasi waktunya sebelum kegiatan desain proyek; disepakati diantara right holders dalam masyarakat, serta menghargai hak masyarakat dan kapasitas mereka untuk menginternalisasi. Komponen 3: Informed (berdasarkan informasi yang memadai) bermakna bahwa para pemangku kepentingan yang akan membuat keputusan disetujui atau tidaknya suatu kegiatan harus betul-betul memahami apa kegiatan itu, apa manfaatnya, apa peran yang harus mereka jalankan, apa kemungkinan hasil dan manfaatnya serta kemungkinan dampak positif ataupun negatif dari kegiatan itu. Untuk itu diperlukan proses penyampaian informasi dan pembelajaran yang memungkinkan terbangunnya pemahaman yang sama diantara masyarakat; proses yang membuat semua hal tentang kegiatan yang digagaskan menjadi jelas. Pemahaman yang baik sebelum persetujuan akan menjaminkan komitmen dan tanggung jawab para pemangku kepentingan terhadap kesepakatan yang akan dibangun bersama. Komponen 4: Consent (persetujuan). Ketika seorang dokter atau tenaga medis hendak mengambil tindakan medis penting pada seorang pasien, ia akan meminta persetujuan (consent) dari pasien atau keluarganya karena merekalah yang akan menanggung konsekuensi dari tindakan medis tesebut. Konsep seperti ini sudah ada di Indonesia; dahulu di perkampungan Batak Angkola, jika sesorang hendak bertamu, ia harus pergi ke Sopo Godang dahulu. Di tempat ini ia akan bertemu dengan anak-anak muda yang akan mendatangi rumah yang hendak dituju untuk mengabarkan adanya tamu pada pemilik rumah. Si pemilik rumah kemudian akan menemui tamu di Sopo Godang dan mengambil keputusan apakah tamu tersebut akan diajak ke rumah atau tidak. Hal yang kurang lebih sama terdapat di Aceh dalam hal pemanfaatan Meunasah. Dalam hal prakarsa REDD+, persetujuan masyarakat berdasarkan pemahaman yang baik akan semua konsekuensi yang mungkin sebelum kegiatan dilaksanakan, diharapkan menjadi dasar komitmen dan tanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatannya di kemudian hari. Hal-hal penting untuk diingat: 112 Pada saat ini REDD+ sedang dalam tahap pembahasan antar negara melalui UNFCCC. Masih banyak keputusan yang harus dibuat mengenai tentang bagaimana REDD+ dapat dilaksanakan. Banyak negara yang sedang dalam persiapan untuk REDD+ dan beberapa kegiatan sedang dilaksanakan untuk menguji bagaimana REDD+ dapat mengurangi deforestasi dan mitigasi perubahan iklim. Manfaat REDD+ sangat tergantung pada isi dan proses pembuatan perjanjian dalam mencegah emisi Mengurangi pelepasan CO2 dari deforestasi dan degradasi hutan dilakukan dengan melestarikan hutan sebagai tempat penyimpanan karbon. Pendanaan untuk kegiatan REDD+ dapat datang dari lembaga internasional, pemerintah negara maju atau perusahaan melalui pasar karbon. Baik potensi risiko dan maupun manfaat dari kegiatan REDD+ harus jelas dipahami dan dipertimbangkan. Hal-hal penting untuk diingat (lanjutan): Proses REDD+ harus transparan sehingga semua pemangku kepentingan memahami bagaimana REDD+ akan dilaksankaan, bagaimana keuntungannya didistribusikan dan bagaimana hak-hak masyarakat dihormati. Hutan memiliki potensi yang sangat penting bagi mitigasi perubahan iklim serta memberikan manfaat bagi negara dan masyarakat 113 114 115 RECOFTC – The Center for People and Forests Misi RECOFTC adalah meningkatkan kapasitas demi pemenuhan hak, tata pemerintahan yang lebih baik, dan pembagian manfaat dengan asas keadilan bagi masyarakat lokal dalam lanskap hutan di kawasan Asia dan Pasifik. RECOFTC memegang peranan unik dan penting di dunia kehutanan. RECOFTC merupakan satu-satunya organisasi non-profit yang memiliki spesialisasi dalam peningkatan kapasits kehutanan masyarakat. RECOFTC terlibat aktif dalam jejaring strategis dan kemitraan bersama pemerintah, organisasi non-pemerintah, swasta, institusi riset dan pendidikan, serta masyarakat lokal di Asia Pasifik. Dengan pengalaman lebih dari 25 tahun di kancah internasional dan mengedepankan pendekatan dinamis dalam peningkatan kapasitas- diantaranya melalui riset, demostrasi area, serta pelatihan, RECOFTC menawarkan solusi inovatif untuk masyarakat dan hutan. RECOFTC - The Center for People and Forests PO Box 1111, Kasetsart University Bangkok 10903, Thailand Tel: (66-2)940-5700 Fax: (66-2)561-4880 Email: [email protected] Website: www.recoftc.org 116