Perubahan Iklim dan - Rights

advertisement
Perubahan Iklim dan
REDD+
Modul Pelatihan untuk Pelatih
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan
Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kehutanan
Kementerian Kehutanan
Perubahan Iklim dan
REDD+
Modul Pelatihan untuk Pelatih
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan
Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kehutanan
Kementerian Kehutanan
Judul:
Perubahan Iklim dan REDD+
Modul Pelatihan untuk Pelatihan
Penyusun:
Samsudi, Agus Wiyanto, Kusdamayanti Duryat, Iwan Setiawan, Pahrian G. Siregar,
dan Yosef Arihadi
Peninjau/Editor:
Ilya M. Moeliono
Cover, sketsa dan layout: Edwin Yulianto
Ilustrator: Zul MS
Diterbitkan oleh:
RECOFTC - The Center for People and Forests
PO Box 1111, Kasetsart University
Bangkok 10903, Thailand
Tel: (66-2)940-5700
Fax: (66-2)561-4880
Email: [email protected]
Website: www.recoftc.org
Hak Cipta © RECOFTC November 2013
RECOFTC - The Center for People and Forests memberikan ijin untuk membuat
salinan digital maupun cetak dari sebagian atau keseluruhan bagian dari modul
ini bagi kepentingan pendidikan atan non-komersial, tanpa biaya atau persetujuan
tertulis terlebih dahulu sepanjang penggunaannya tidak untuk mencari laba dan
sumber informasi disebutkan dengan jelas. Hak cipta yang dimiliki pihak lain
selain RECOFTC dalam komponen modul ini harus dihormati. Untuk menyalin
dalam bentuk lainnya, seperti menertbitkan ulang, memasukkan modul ini dalam
server/website tertentu, atau mendistribusikan secara luas, diperlukan ijin secara
khusus. Permohonan dapat disampaikan secara tertulis melalui post atau e-mail
[email protected].
Modul ini dikembangkan dalam pelaksanaan program Peningkatan Kapasitas
Akar Rumput untuk REDD+ di Kawasan Asia yang meliputi lima negara, yakni:
Myanmar, Nepal, Laos, Vietnam dan Indonesia. Program ini didukung secara penuh
oleh Norwegian Agency for Development Cooperation (NORAD). Seluruh isi dan
informasi yang terkandung di dalam modul ini secara penuh dan dalam keadaan
apapun tidak dapat serta merta dianggap sebagai cerminan sikap PUSDIKLAT
Kehutanan, RECOFTC dan NORAD. Untuk informasi lebih lanjut mengenai program
di Indonesia, silahkan menghubungi:
RECOFTC Indonesia
Pusdiklat Kehutanan
Jl. Mayjen Ishak Djuarsa Gunung Batu
Kotak Pos 141 Bogor 16118, Indonesia
Tel: (+62) 25 1 322 809
Email: [email protected]
Website: www.recoftc.org
iv
PUSDIKLAT Kehutanan
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan merupakan salah
satu unit organisasi pada Kementerian Kehutanan yang memiliki
tugas pokok dan fungsi dalam penyelenggaraan pendidikan
dan pelatihan kehutanan. Tugas pokok dan fungsi tersebut
dilaksanakan dengan mengacu pada Peraturan Menteri
Kehutanan No. P.33/Menhut-II/2012 tentang perubahan
atas Peraturan Menteri Kehutanan No. P.40/Menhut-II/2010
tanggal 10 Agustus 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kehutanan. Secara umum Pusat Pendidikan
dan Pelatihan Kehutanan mempunyai tugas melaksanakan
pendidikan dan pelatihan bagi aparatur kehutanan.
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Pusat
Diklat Kehutanan pada tahun 2004 didukung delapan Unit
Pelaksana Teknis (UPT), yaitu tujuh Balai Pendidikan dan
Pelatihan (Diklat) Kehutanan yang berada di Bogor, Kadipaten,
Pematangsiantar, Pekanbaru, Samarinda, Makassar, Kupang
dan satu Balai Latihan Kehutanan di Manokwari. Keberadaan
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan di lingkungan
Kementerian Kehutanan dimulai pada tahun 1983 sejalan
dengan terbentuknya Departemen Kehutanan.
Untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi:
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan
Jl. Mayjen Ishak Juarsa, Gunung Batu – Bogor
POBOX 141 Bogor, Indonesia 16118
Tel: (62 251) 831-2841
Fax: (62 251) 832-3565
Email: [email protected]
Website: http://pusdiklat.dephut.go.id
The Norwegian Agency for Development
Cooperation (Norad)
Norad merupakan direktorat di bawah Kementerian Luar
Negri Norwegia. Norad berkomitmen mendukung negaranegara berkembang dengan pendampingan pembangunan
yang berkualitas. Dukungan ini mencakup berbagai area
dengan fokus utama pada perempuan, anak, lingkungan,
pendidikan, HIV/AIDS dan kesehatan. Perubahan iklim dan
lingkungan merupakan salah satu tema kunci dalam Kebijakan
Pembangunan Norwegia diantaranya dengan mendukung
pengembangan riset, kegiatan pilot serta pengembangan
metodologi oleh organisasi masyarakat sipil demi
terselenggaranya upaya mitigasi dan adaptasi perubahan
iklim di negara-negara berkembang.
RECOFTC - The Center for People and Forests
Pusat Pelatihan Regional Kehutanan Masyarakat untuk
Kawasan Asia-Pasifik (The Regional Community Forestry
Training Center for Asia dan the Pacific atau RECOFTC) adalah
suatu organisasi internasional yang bekerjasama erat dengan
berbagai organisasi mitra guna mendukung pengembangan
kehutanan masyarakat (community forestry) dan Pengelolaan
Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat di Kawasan Asia
Pasifik.
Sebagai organisasi pembelajaran, RECOFTC merancang dan
memfasilitasi proses-proses dan sistem-sistem pembelajaran
yang mendukung pengembangan kemampuan lembaga
dan organisasi kehutanan masyarakat dan pengelolaan
sumberdaya alam berbasis masyarakat. RECOFTC berusaha
untuk membangun dialog konstruktif diantara para pemangku
kepentingan yang beragam guna memastikan pengelolaan
hutan dan sumberdaya alam secara berkeadilan.
Dengan kantor utama di Bangkok, Thailand, RECOFTC didirikan
pada tahun 1987 sebagai tanggapan terhadap meningkatnya
kesadaran bahwa partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
sumberdaya dapat membantu dalam melindungi hutan dan
sumberdaya alam serta mendorong pembangunan pedesaan.
vi
Pengantar
Perubahan iklim atau climate change, yang terjadi akibat emisi atau pelepasan
gas rumah kaca, semakin hari semakin mengancam kehidupan umat manusia
dan keanekaragaman hayati yang ada di muka bumi ini. Tanda-tanda fenomena
ini semakin jamak dirasakan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat rentan
terhadap perubahan iklim yang dapat menyebabkan bencana alam seperti banjir,
longsor, kemarau panjang, angin kencang, dan gelombang tinggi. Ancaman
terjadinya bencana iklim di Indonesia ini bahkan makin meningkat, dan bencana
dapat terjadi dalam intensitas yang lebih besar lagi dan secara langsung dirasakan
oleh masyarakat petani, nelayan, pesisir, perdesaan, dan perkotaan. Bencana alam
tersebut tidak hanya merusak lingkungan namun mempunyai dampak negatif
yang lebih luas yang membahayakan kesehatan manusia, mengancam keamanan
pangan, menghambat kegiatan pembangunan ekonomi, mempersulit pengelolaan
sumberdaya alam dan merusak infrastruktur fisik.
Perubahan iklim yang sedang terjadi itu tentu perlu disikapi dengan tepat, dan
langkah pertama untuk itu adalah memperdalam pemahaman kita tentang proses
kejadiannya secara ilmiah, baik penyebab maupun dampaknya terhadap manusia
dan lingkungan kita. Dengan pemahaman tersebut dapat direncanakan upaya
penyesuaian (adaptasi) dan pencegahannya (mitigasi). Berdasarkan kajian yang
dilakukan oleh Dewan Nasional Perubahan Iklim, sumber emisi gas rumah kaca di
Indonesia yang terbesar adalah dari lahan gambut, deforestasi dan pembangkitan
tenaga listrik. Seperti kita ketahui bersama, pengelolaan lahan gambut dan
deforestrasi merupakan bagian dari kewenangan Kementerian Kehutanan.
Sementara itu, kegiatan penggunaan lahan, alih guna lahan dan kehutanan atau land
use, land-use change and forestry (LULUCF), pada 2005, melepas emisi sebesar
2,120 juta ton CO2 atau 60% total emisi.
Beberapa waktu terakhir ini, diawali dari Konferensi Perubahan Iklim di Bali,
pengurangan emisi dari deforestrasi dan degradasi hutan atau reducing emissions
from deforestrastion and forest degradation atau lebih populer saat ini dikenal
dengan singkatannya, REDD+, mulai diperkenalkan. Konsep ini, yang mencakup
mekanisme insentif untuk pengelolaan karbon hutan, telah memicu perdebatan
dan diskusi dari tingkat internasional tertinggi sampai ke perdebatan antara
warga masyarakat. Banyak pihak yang merasa optimis bahwa REDD+ inilah yang
pada akhirnya akan mampu membalikkan kecenderungan penggundulan hutan
tropis yang terjadi dengan cepat selama beberapa dasawarsa terakhir ini, tetapi
tak sedikit pihak yang skeptis dan menyoroti tantangan-tantangan besar dalam
merancang, melaksanakan dan memantau mekanisme REDD+ yang berkelanjutan
secara ekonomis, lingkungan dan sosial. Ada juga pihak-pihak yang bingung dan
sedikit cemas dengan perkembangan REDD+ yang terjadi dalam beberapa tahun
belakangan ini, yang menyebabkan harapan-harapan yang tidak realistis, spekulasi
oportunistik dan asumsi naif tentang REDD.
vii
Hal ini diperkeruh lagi oleh berbagai kerangka kerja internasional yang sedang
dikembangkan selama periode ‘REDD-iness’ (readiness - penyiapan) menuju era
pasca Protokol Kyoto yang masih belum menentu. Karena itu, bagi mereka yang
bekerja dalam proyek-proyek REDD, masa sekarang ini adalah periode yang penuh
dengan tantangan menarik dan ketidakpastian dalam kerangka kerja kebijakan,
lingkungan dan ekonomi yang cepat berubah, baik di tingkat nasional maupun
internasional. Dan di tengah-tengah itu semua, mereka harus benar-benar bekerja
dengan komunitas-komunitas masyarakat yang tergantung pada hutan dalam
mengkomunikasikan dan menerapkan ilmu pengetahuan, metode dan pemantauan
pengelolaan hutan.
Kesiapan para pemangku kewenangan yang ada, khususnya aparat yang berada
di lingkup Kementerian Kehutanan dan pemerintah daerah, dalam mendukung
implementasi REDD+ harus menjadi perhatian penting. Topik ini adalah topik yang
tergolong baru, namun sangat penting untuk dipahami dengan tepat oleh aparat
yang ada hingga ke masyarakat akar rumput, agar semua pihak dapat mendukung
pengurusan hutan lestari untuk kesejahteraan masyarakat secara kompeten. Hal
ini menjadi tantangan bagi Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan (Pusdiklat
Kehutanan) yang mempunyai tugas untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan
bagi aparatur kehutanan.
Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk kepentingan tersebut. Salah satunya
yaitu melalui penyelenggaraan diklat tentang Perubahan Iklim dan REDD+ yang
berkualitas. Kualitas pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Pusdiklat
Kehutanan akan banyak dipengaruhi oleh kehandalan dan kompetensi para
instruktur/fasilitator/pengajarnya. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga pengajar
tersebut maka Pusdiklat Kehutanan memandang perlu untuk menyelenggarakan
Training of Trainers (ToT) bagi para Widyaiswara di lingkup Pusdiklat Kehutanan
dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang berkeprihatinan terhadap issue
perubahan Iklim dan REDD+. Penyiapan rancangan/modul pelatihan ini, dilakukan
oleh Pusdiklat bekerjasama dengan The Center for People and Forest - Regional
Community Forestry Training Center (RECOFTC).
Bogor, Juni 2013
Kepala Pusat,
Dr. Ir. Agus Justianto, M.Sc.
NIP. 19630807 198803 1 001
viii
Sekilas Mengenai Modul Ini
Secara umum tujuan modul ini adalah untuk memberikan kerangka dan bahan dasar
pada para pelatih/widyaiswara di lingkup Kementerian Kehutanan dan pihak-pihak
lainnya yang hendak merancang dan melakukan pelatihan untuk pelatih (training
for trainers) ataupun pelatihan lain tentang pokok persoalan perubahan iklim
dan REDD+. Modul ini disusun berdasarkan pengalaman staf di jajaran Pusdiklat
Kehutanan dalam melaksanakan beberapa pelatihan untuk pelatih dan pelatihan
lainnya bekerja sama dengan RECOFTC, The Center for People and Forest dalam
rentang waktu 2010 hingga 2012.
Modul ini dihadirkan sebagai referensi; artinya dalam modul ini untuk setiap pokok
bahasan yang ada, tim penyusunnya menyajikan beberapa rancangan alternatif yang
dapat dilaksanakan. Hal ini akan membuka kesempatan para pelatih untuk dapat
mempertimbangkan metode mana yang paling sesuai untuk peserta pelatihan yang
mereka hadapi dan cukup nyaman untuk mereka laksanakan. Dalam pelaksanaan
pelatihan ini sangat direkomendasikan untuk menerapkan metode pembelajaran
berdasarkan pengalaman (experiental learning), yang dapat membuat peserta lebih
berpartisipasi dan berkontibusi dalam pelatihan. Meskipun begitu, modul ini didasari
pada kurikulum dan silabus pelatihan untuk pelatih yang sangat mungkin diubah
sesuai kebutuhan, baik dengan pertimbangan kelompok sasaran dan ketersediaan
sumberdaya. Penyesuaian yang dilakukan dapat berupa perubahan urutan pokokbahasan dan mata acara pelatihan, pengurangan ataupun penambahan mata acara
pelatihan, dan juga penambahan atau pengurangan waktu pengajaran. Kurikulum
dan silabus dalam panduan ini dapat pula dimodifikasi untuk pelatihan yang terkait
dengan pokok persoalan perubahan iklim dan REDD+ untuk kelompok peserta
pelatihan tertentu, seperti penyuluh, anggota masyarakat, tokoh agama, pendamping
masyarakat (community organizer), pejabat pemerintah, dan sebagainya.
Buku modul ini juga dilengkapi lampiran berupa bahan bacaan untuk diskusi. Bahan
bacaan ini diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih lengkap pada para
pelatih dalam persiapan memberikan pelatihan. Sebagian besar bahan bacaan
merupakan terjemahan dari Climate Change & the Role of Forests: A Community
Manual, yang ditulis oleh Susan Stone dan Mario Chacón León pada 2010, dan
diterbitkan oleh Conservation International dengan beberapa penyesuaian pada
kondisi Indonesia dan pemutakhiran dari perkembangan yang berlangsung. Selain
bahan bacaan yang sifatnya akan menambah pengetahuan teknis, dalam bahan
bacaan ini juga terdapat beberapa studi kasus yang dapat dipergunakan para pelatih
untuk merancang simulasi kasus dalam diklat.
ix
Informasi Ringkas Pelatihan
Tujuan Pelatihan
Setelah menyelesaikan pelatihan untuk pelatih (training for trainers, ToT) ini peserta
diharapkan mampu menjelaskan pokok-pokok persoalan perubahan iklim dan
REDD+, baik konsep maupun penerapannya serta mampu menjadi fasilitator yang
kompeten untuk meningkatan kapasitas para pemangku kepentingan yang terlibat
tentang pokok-pokok persoalan tersebut.
Sasaran Pelatihan
Setelah mengikuti Pelatihan untuk Pelatih ini peserta dapat:
a. Menjelaskan pokok persoalan Perubahan Iklim dan REDD+;
b. Menjelaskan Konsep-konsep REDD+;
c. Menjelaskan Metoda Penerapan Konsep-konsep REDD+;
d. Memandu peserta dalam menyusun rencana aksi kegiatan peningkatan kapasitas
terkait dengan pokok persoalan Perubahan Iklim dan REDD+.
e. Menerapkan prinsip-prinsip Pendidikan Orang Dewasa dalam proses pendidikan
dan pelatihan sejenis di kemudian hari.
Lama Waktu Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan dalam modul ini dirancang untuk dilaksanakan selama
lima hari efektif atau setara dengan 48 jam pelajaran, dengan setiap jam pelajaran
berlangsung selama 45 menit.
Persyaratan Peserta Pelatihan:
1. Peserta dari Pusdiklat dan Instansi lainnya di lingkup Kementerian Kehutanan
atau Pemerintahan Daerah:
ƒƒ Pejabat fungsional Widyaiswara;
ƒƒ Pendidikan minimal S1;
ƒƒ Ditugaskan oleh instansi pengirim;
ƒƒ Sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat dokter;
ƒƒ Belum pernah mengikuti ToT yang sama/sejenis.
ƒƒ Mempunyai pengetahuan dasar tentang persoalan lingkungan dan kehutanan
ƒƒ Mempunyai pengetahuan dan ketrampilan dasar metodologi pendidikan
orang dewasa/ pelatihan dan fasilitasi
x
2. Peserta dari LSM:
ƒƒ Berasal dari organisasi masyarakat sipil yang memiliki minat pada masalah
kehutanan, REDD+ dan pengembangan masyarakat;
ƒƒ Ditugaskan oleh instansi/lembaga pengirim;
ƒƒ Sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat dokter;
ƒƒ Belum pernah mengikuti pelatihan yang sama/sejenis.
ƒƒ Mempunyai pengetahuan dasar tentang persoalan lingkungan dan kehutanan
ƒƒ Mempunyai pengetahuan dan ketrampilan dasar metodologi pendidikan
orang dewasa/pelatihan dan fasilitasi
Materi Diklat
1.
Pembukaan
1
JPL
2.
Bina Suasana Pelatihan: Perkenalan dan Pengantar Pelatihan
2
JPL
3a. Perubahan Iklim
3
JPL
3b. Peran Hutan dalam Perubahan Iklim
2
JPL
3c. Pemicu dan Pemacu Deforestrasi dan Degradasi
3
JPL
4.
3
JPL
5a. Konsep REDD+: REDD+ sebagai Bentuk Pembayaran Jasa
Lingkungan
2
JPL
5b. Konsep-konsep Kunci REDD+
2
JPL
6.
Penerapan REDD+
3
JPL
7.
Perhitungan Karbon, Baseline dan MRV
2
JPL
8a. Resiko Pengembangan REDD+
2
JPL
8b. Pengamanan Sosial dalam REDD+ 1
JPL
9.
5
JPL
Skema Internasional dan Nasional dan Strategi Implementasi
REDD+
Praktek Peningkatan Kapasitas mengenai Perubahan Iklim dan REDD+
bagi Para Pemangku Kepentingan di Akar Rumput
10. Praktek Penyusunan Rencana Aksi
12 JPL
11.
Menggagas Pembelajaran
4
JPL
12.
Penutupan
1
JPL
xi
Daftar Isi
Pengantar
Sekilas Mengenai Modul Ini
Informasi Ringkas Pelatihan
Daftar Istilah
1
Materi 1:
Pembukaan1
2
Materi 2:
Bina Suasana Pelatihan: Perkenalan dan Pengantar Pelatihan
2
3a
Materi 3a:
Perubahan Iklim 4
3b
Materi 3b:
Peran Hutan dalam Perubahan Iklim
10
3c
Materi 3c
Pemicu dan Pemacu Deforestrasi dan Degradasi
14
Materi 4:
Skema Internasional dan Nasional dan Strategi Implementasi
REDD+
20
5a
Materi 5a:
Konsep REDD+: REDD+ sebagai Bentuk Pembayaran Jasa
Lingkungan
26
5b
Materi 5b:
Konsep-konsep Kunci REDD+ 32
6
Materi 6:
Penerapan REDD+
38
7
Materi 7
Perhitungan Karbon, Baseline dan MRV44
4
xii
vii
ix
x
xv
8a
Materi 8a:
Resiko Pengembangan REDD+
47
8b
Materi 8b:
Pengamanan Sosial dalam REDD+ 51
Materi 9:
Praktek Peningkatan Kapasitas mengenai Perubahan Iklim
dan REDD+ bagi Para Pemangku Kepentingan di Akar Rumput
53
10
Materi 10:
Praktek: Penyusunan Rencana Aksi 56
11
Materi 11:
Menggagas Pembelajaran
60
12
Materi 12
Penutupan62
9
Bahan Bacaan
A
B
C
Pengetahuan Dasar Mengenai Iklim dan Perubahan Iklim Bagian 1. Bagaimana iklim dan cuaca di bumi terjadi?
Bagian 2. Apakah yang dimaksud dengan iklim dan cuaca?
Bagian 3. Apa itu perubahan iklim dan bagaimana
mengetahui hal tersebut telah terjadi?
Bagian 4. Bagaimana perubahan iklim mempengaruhi bumi
dan kehidupan umat manusia?
65
65
66
Memahami Penyebab Perubahan Iklim
Bagian 1. Bagaimana alam mengatur iklim?
Bagian 2. Karbon, karbon dioksida, dan siklus karbon
Bagian 3. Bagaimana kegiatan manusia memicu terjadinya
perubahan iklim?
Bagian 4. Mengapa hutan sedemikian penting?
72
72
74
68
71
76
78
Kebijakan dan Tindakan Perubahan Iklim
80
Bagian 1. Kebijakan perubahan iklim: apa yang dilakukan
dunia menyangkut perubahan iklim?
80
Bagian 2. Aksi mitigasi: bagaimana kebijakan internasional
dapat membantu mengurangi perubahan iklim?
85
Bagian 3. Adaptasi perubahan iklim: Bagaimana kita dapat mengatasi perubahan iklim?
85
xiii
D
E
F
xiv
Pembayaran Jasa Lingkungan: Metode Baru Mengelola dan
Menghargai Hutan
Bagian 1. Apa yang dimaksud ekosistem dan jasa
lingkungan?
Bagian 2. Apa yang dimaksud pembayaran untuk jasa
lingkungan?
REDD+: Menghargai Peran Hutan dalam Mengurangi
Perubahan Iklim Bagian 1. Sebuah tinjauan mengenai REDD+
Bagian 2. Bagaimana REDD+ dapat terlaksana?
Bagian 3. Konsep di dalam REDD+ apa skala yang tepat
untuk REDD?
Bagian 4. Apa kegiatan-kegiatan REDD+ yang telah
terlaksana?
Prinsip FPIC Dalam REDD+ 90
90
91
94
94
96
104
108
110
Daftar Istilah
Adaptasi
Perubahan dalam cara melakukan sesuatu guna
menyesuaikan diri dengan iklim yang berubah. Tanaman,
hewan dan manusia perlu beradaptasi dengan kondisi
iklim yang baru
Arus laut
Pergerakan air yang berada permukaan laut. Bergeraknya
air terutama disebabkan oleh angin dalam pola yang
teratur yang biasanya tetap sama
Arus karbon
Gerakan karbon masuk dan keluar dari atmosfer
Atmosfer
Campuran beragam gas yang mengelilingi bumi, atmosfer
dimulai dari per­mukaan bumi dan meluas hingga ke batas
luar angkasa. Atmosfer terdiri dari beberapa lapisan.
Sebagian besar proses yang mempengaruhi kehidupan
di bumi berlangsung di lapisan terendah dari atmosfer
yang terletak paling dekat dengan permukaan bumi yang
disebut troposfir
AOSIS
Alliance of Small Island States; Aliansi Negara Kepulauan
Kecil
Aliran Karbon
Pergerakan karbon keluar dan masuk ke atmosfir
Bahan bakar fosil
Bahan bakar yang terbentuk dari tanaman dan organisme
lain yang membusuk dibawah tekanan yang sangat tinggi
di dalam bumi selama waktu yang sangat lama, seperti
minyak atau batubara
Biomassa
Total berat atau massa kering yang terkandung pada
tanaman atau makhluk hidup tertentu lainnya
CCBA
Climate, Community and Biodiversity Alliance; Aliansi untuk
Iklim, Masyarakat dan Keanekaragaman Hayati
Cuaca
Keadaan suhu, curah hujan, angin di tempat tertentu pada
hari tertentu atau selama periode yang sangat singkat,
seperti satu hari atau satu musim
Daerah tangkapan
air
Luasan lahan yang menyimpan atau mengalirkan semua
air hujan yang jatuh di wilayah itu ke suatu penampungan
atau tempat yang sama, seperti suatu daerah aliran sungai
(DAS)
Daur Karbon
Proses alamiah aliran atau pergerakan karbon dari satu
tempat ke tempat lainnya dimana karbon digunakan atau
disimpan
Deforestasi
Hilangnya hutan dan hilangnya penyimpanan karbon
Degradasi hutan
Pengurangan jumlah pohon dan stok karbon di kawasan
hutan tertentu
Delegasi
Perwakilan, utusan
DNPI
Dewan Nasional Perubahan Iklim
Efek rumah kaca
Proses bagaimana atmosfer menjaga bumi tetap hangat
xv
xvi
Ekosistem
Kumpulan dari tumbuhan, hewan dan mikro-organisme
yang terbentuk secara alamiah dan hidup bersama di
tempat tertentu dengan karakteristik atau lingkungan
tertentu
Emisi
Zat atau senyawa yang dilepaskan ke udara. Pada
perubahan iklim, emisi gas rumah kaca merujuk pada gas
yang dibuang ke atmosfer
Evaporasi
atau penguapan: Proses dimana terjadi pemanasan air
dan perubahan dari bentuk cair menjadi gas. Matahari
memanaskan air yang berada di danau, sungai atau laut
akan menyebabkan air menguap atau berubah menjadi
gas yang disebut uap air
FCPF
Forest Carbon Partnership Facility; Fasilitas Kemitraan
Karbon Hutan
Foto sintesis
Proses alami dimana tanaman mengambil cahaya dan
panas dari matahari,serta karbon dioksida dari udara, dan
kemudian melepaskan oksigen untuk membuat tanaman
tumbuh dan menjaga kebersihan udara
GRK
Gas rumah kaca; Gas-gas yang membantu mengatur suhu
bumi
Glacier
Gletser; Lapisan es besar yang bergerak turun sangat
perlahan di tanah atau pegunungan di daerah yang sangat
dingin. Terkadang gletser dapat meluas hingga ke laut
Iklim
“Cuaca rata-rata” atau kondisi cuaca yang terjadi selama
jangka waktu yang panjang
IPCC
Inter-governmental Panel on Climate Change; Panel AntarPemerintah mengenai Perubahan Iklim
Jasa lingkungan
Manfaat yang diperoleh manusia dari ekosistem. Ekosistem
menyediakan layanan penting bagi manusia di seluruh
dunia, termasuk layanan menyediakan makanan, air, kayu,
dan serat; layanan mengendalikan iklim, banjir, penyakit,
sampah, dan kualitas air; serta layanan budaya yang
merupakan sumber keuntungan spiritual dan juga hiburan
Karbon
Salah satu elemen paling banyak dijumpai di alam
semesta, hampir dapat ditemukan di semua makhluk
hidup dan tidak hidup
Karbon dioksida
(CO2):
Hasil dari bergabung dengan karbon (C) dengan oksigen
(O). Dibutuhkan 1 bagian karbon bergabung dengan 2
bagian oksigen untuk membentuk gas CO2
Kearifan lokal
Kebijaksanaan, pengetahuan dan praktek-praktek
masyarakat adat dan masyarakat lokal yang diperoleh dari
generasi sebelumnya melalui pengalaman dan diwariskan
secara lisan dari generasi ke generasi
Kebijakan
Sebuah keputusan umum tentang arah kegiatan untuk
menuntun rencana tindakan, keputusan operasional dan
mencapai hasil
Kegiatan
demonstrasi
Kegiatan untuk menguji seberapa REDD+ dapat
mengurangi emisi CO2 dari hutan dan meningkatkan
penyimpanan karbon dengan mengurangi deforestasi
dan degradasi hutan, dan bagaimana REDD+ dapat
menghasilkan manfaat bagi negara-negara berkembang
dan masyarakat lokal
Kegiatan persiapan
Tindakan yang membantu negara dalam mempersiapkan
diri untuk pelaksanaan REDD+, termasuk peningkatan
kapasitas, studi ilmiah, dan mengembangkan strategi
nasional, dengan tujuan mitigasi perubahan iklim
Kredit karbon
Di dalam REDD+, satu ton CO2 yang tersimpan di dalam
pohon (yang tidak
dilepaskan ke atmosfer)
Kutub bumi
Daerah di ujung utara dan selatan bumi.
LDC
Least Developed Countries; Negara Terbelakang
Letusan gunung
berapi
Gunung berapi adalah gunung yang terbentuk dari bukaan
di permukaan bumi karena batuan meleleh yang mendesak
dan mengalir ke permukaan dan mengalir keluar, hingga
mengeras. Ketika gunung berapi meletus, batuan yang
mencair atau lava mengalir keluar dari gunung bersama
dengan abu dan gas ke atmosfer
Lingkungan
Karakteristik dari sebuah tempat
LULUCF
Land use, land-use change and forestry/tata-guna lahan,
perubahan dalam tata-guna lahan dan kehutanan
Mitigasi
Proses untuk menghentikan atau mengurangi perubahan
iklim dengan mengurangi gas rumah kaca (GRK) yang
berasal dari kegiatan industri, kehutanan dan pertanian
Muka air laut
Tinggi permukaan laut
MRV
Monitoring, Reporting, and Verification; Pemantauan,
Pelaporan dan Verifikasi
Pemanasan global
Peningkatan suhu atmosfer bumi rata-rata
Pembayaran untuk
jasa lingkungan
Suatu cara untuk menyediakan sumber daya bagi negara
dan masyarakat dalam membantu menjaga ekosistem
yang sehat
Penampungan
Karbon
Tempat dimana karbon disimpan
Pengelolaan hutan
lestari
Pengelolaaan hutan dengan cara yang hanya mengambil
sebanyak apa yang dibutuhkan dan membiarkan
ekosistem yang sehat sebagai sumber daya bagi masa
mendatang
Perhitungan karbon
Cara untuk mengukur jumlah karbon di dalam hutan
PES
Payment for Ecosystem Services; pembayaran jasa
lingkungan
xvii
Perjanjian
pembayaran untuk
jasa lingkungan
Perjanjian dimana para pihak menyepakati akan melakukan
tindakan khusus dalam mengelola dan melestarikan
ekosistem dan menerima manfaat spesifik kemudian
Persetujuan atas
dasar informasi
awal tanpa paksaan
(atau FPIC)
Free Prior Informed Consent; Sebuah ringkasan tentang
prinsip-prinsip yang mendasari FPIC adalah:
(i) informasi tentang dan konsultasi pada setiap inisiatif
yang diusulkan dan dampak yang mungkin terjadi,
(ii) partisipasi yang sesuai dari masyarakat adat, dan,
(iii) perwakilan lembaga-lembaga
xviii
Perubahan iklim
Perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia selama
periode waktu yang panjang
Perubahan
penggunaan lahan
Perubahan dalam cara suatu daerah yang digunakan
atau dikelola, seperti mengubah hutan untuk pertanian,
peternakan, berubah ke padang rumput, atau
mengembalikan areal padang rumput menjadi hutan
dengan penanaman kembali pohon
Presipitasi
Besarnya hujan, salju, atau hujan es (es) yang terbentuk
dari uap air di atmosfer dan jatuh ke daratan
REDD+
Reducing Emissions from Forest Degradation and
Deforestation; Pengurangan emisi dari deforestasi dan
degradasi hutan di negara berkembang, dan peran
konservasi, pengelolaan hutan lestari dan peningkatan
cadangan karbon hutan di negara berkembang’
Restorasi hutan
Daerah-daerah yang telah tidak berhutan kemudian
dikembalikan mejadi hutan
Siklus karbon
Proses alami bergerak atau mengalirnya karbon di antara
tempat-tempat yang berbeda dimana karbon digunakan
dan disimpan
Simpanan karbon
Stok karbon (carbon stock)
Stok Karbon
Kuantitas karbon dalam penampungan karbon pada waktu
tertentu
UNDRIP
United Nations Declaration on the Rights of Indegenous
Peoples; Deklarasi PBB tentang hak-hak masyarakat adat/
asli
UNFCCC
United Nations Framework Convention on Climate Change;
Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim
UNPFII
United Nations Permanent Forum on Indigenous Issues;
Forum Tetap PBB tentang Persoalan Masyarakat Adat/asli
UN REDD
United Nations Collaborative Programme on Reducing
Emissions from Deforestation and Forest Degradation in
Developing Countries; Program Persatuan Bangsa untuk
Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di
Negara Berkembang
VCM standard
Voluntary Carbon Market; Standar pasar karbon sukarela
Materi Diklat
REDD+
Karbon
Perubahan Iklim
MRV
Gas Rumah Kaca
xix
xx
1
Pembukaan
1 JPL
TUJUAN
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
Penandaan bahwa secara resmi kegiatan
pelatihan telah dimulai.
Memberikan
kesempatan
kepada
pimpinan Pusat Pendidikan dan Latihan
(Pusdiklat) Kehutanan ataupun pihak
penyelenggara lain serta pendukung
lainnya (jika ada) untuk menyampaikan
harapan-harapannya
dan
memberi
pemaparan umum (keynote address)
yang membingkai pelatihan.
Peserta memahami secara umum
perihal
pelaksanaan,
pemanfaatan
pengetahuan yang diterima dalam
pelaksanaan tugas selanjutnya, serta
pentingnya pengetahuan perubahan
iklim dan REDD+ dalam pengelolaan
hutan di masa mendatang.
ALTERNATIF METODE
Alternatif 1
Alternatif 2
Pembukaan dilakukan secara formal dengan tata tertib dan
urutan acara yang telah ditetapkan dan biasa dilaksanakan
dalam lingkup Pusdiklat Kehutanan.
Pembukaan dilakukan secara semi formal, namun tidak
meninggalkan kegiatan-kegiatan inti yang penting, dan tidak
mencakup kegiatan yang berpotensi melanggar prosedur yang
sudah ada selama ini di Pusdiklat Kehutanan.
MERANGKUM SESI
Jika tersedia waktu di akhir mata acara, fasilitator sebaiknya mengulangi dan
mengingatkan pokok-pokok persoalan penting dan harapan-harapan yang
disampaikan oleh pimpinan dalam acara pembukaan.
1
2
Bina Suasana Pelatihan:
Perkenalan dan Pengantar
Pelatihan
2 JPL
TUJUAN
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
Peserta mengetahui lebih banyak tentang para peserta lain, para pemandu
latihan, serta minat mereka akan topik dan pokok-pokok persoalan dalam
pelatihan ini.
Peserta dan fasilitator mengidentifikasi dengan jelas apa yang diharapkan dari
pelatihan dan apa yang tidak mereka inginkan atau kekhawatiran yang dapat
berlangsung selama pelatihan.
Peserta memahami alur dan jadwal pelaksanaan kegiatan dan membangun
aturan bersama dalam mewujudkan keberhasilan pelatihan.
Membagun suasana pelatihan yang tepat.
ALTERNATIF METODE
Alternatif 1
Perkenalan dapat dilakukan secara formal dengan memberikan
kesempatan kepada masing-masing pemandu dan peserta
untuk memperkenalkan nama, asal daerah, institusi, serta
menjelaskan harapan dan kekhawatirannya tentang pelatihan.
Jika masih ada waktu, dapat pula disisipkan penyampaian
materi atau kegiatan pengembangan Emotional Spiritual
Quotient (ESQ) yang sesuai dengan materi pelatihan.
Penjelasan tujuan pelatihan, rangkaian pokok-pokok-bahasan,
serta jadwal kegiatan dapat dilakukan secara langsung oleh
fasilitator.
Aturan-aturan yang akan diterapkan dalam pelatihan kemudian
dibangun bersama peserta melalui sumbang-saran dan diskusi.
Jikapun telah dipersiapkan sebelumnya, hendaknya aturan
ini menjadi tawaran yang dapat didiskusikan dan diberikan
masukan perbaikan oleh peserta. Termasuk dalam aturan itu
adalah persoalan disiplin waktu. Fasilitator perlu mengajak
peserta untuk selalu tepat waktu dalam mengikuti seluruh
rangkaian acara serta mematuhi aturan-aturan yang sudah
disepakati.
2
Alternatif 2
Perkenalan antar peserta dapat dilakukan dengan kegiatan
pembelajaran experiential dengan mengajak peserta
bermain permainan tertentu yang bermanfaat untuk memulai
interaksi diantara mereka, misalnya dengan meminta peserta
menggambar objek tertentu yang menggambarkan dirinya
yang kemudian dipertukarkan dengan peserta lainnya. Berbagi
cerita di antara peserta juga dapat menjadi salah satu cara
yang digunakan dalam memulai sesi ini.
Penjelasan tujuan pelatihan, pokok-pokok-bahasan, serta
jadwal kegiatan dapat dilakukan secara langsung oleh fasilitator
Sementara aturan bersama yang akan diterapkan dalam
pelatihan hendaknya dibangun bersama peserta. Jikapun
telah dipersiapkan sebelumnya, hendaknya aturan ini menjadi
tawaran yang dapat diberikan masukan perbaikan oleh peserta.
Aturan yang disepakati harus juga mencakup persoalan
disiplin waktu, dan fasilitator perlu mengajak peserta untuk
selalu tepat waktu dalam mengikuti seluruh rangkaian acara
serta mematuhi aturan-aturan yang telah disepakati.
MERANGKUM SESI
Fasilitator perlu menegaskan kembali aturan-aturan yang telah disepakati bersama,
dan cara-cara penegakannya secara bersama dan partisipatif.
Fasilitator juga mengingatkan peserta akan nilai-nilai utama pendidikan orang
dewasa (andragogi), serta memotivasi peserta untuk bersedia berbagi pengalaman
yang mereka miliki dan merumuskan pembelajaran diperoleh bersama.
3
3a
Perubahan Iklim
3 JPL
TUJUAN
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
Peserta memahami konsep, penyebab, tanda-tanda dan dampak perubahan
iklim.
Peserta memahami efek rumah kaca, mengetahui gas-gas utama penyebab efek
rumah kaca, serta siklus karbon.
Peserta memahami konsep resiliensi terhadap perubahan iklim yang meliputi
adaptasi dan mitigasi.
ALTERNATIF METODE
Alternatif 1
4
Sesi ini dapat dilakukan melalui kegiatan pengajaran
dengan menggunakan alat peraga lembar-balik (flipchart)
atupun dengan presentasi PowerPoint, dengan memberikan
penyampaian pokok bahasan yang termuat dalam tujuan
pembelajaran. Bab pertama dalam Bahan Bacaan Pelatihan
untuk Pelatih tentang Perubahan Iklim dan REDD+ yang
dipersiapkan sebagai bahan bacaan untuk sesi ini, dapat
dijadikan salah satu acauan dalam penyusunan alat peraga
tersebut.
Alternatif 2
Sesi ini dapat dilakukan melalui penyampaian video clip atau
film pendek yang sesuai. Ada cukup banyak video clip tentang
pemanasan global dan perubahan iklim yang dapat diunduh
dari Internet dan kita bisa memilih yang sesuai dengan
keperluan kita. Beberapa video clip tentang pemanasan global
dan perubahan cuaca adalah, antara lain:
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
Green house Effect and Global warming:
https://www.youtube.com/watch?v=dP-tg4atr5M
Global Warming - A video by NASA:
https://www.youtube.com/watch?v=ab6jV4VBWZE
BBC World - Climate Change:
https://www.youtube.com/watch?v=dph2SVhDFAg
Teachers TV- Climate Change - The Causes:
https://www.youtube.com/watch?v=RHrFBOUl6-8
Global Warming Facts:
https://www.youtube.com/watch?v=ROZJmX73FF4
Setelah pemutaran film, peserta dapat dibagi dalam
beberapa kelompok untuk mendiskusikan beberapa hal
yang berhubungan dengan pokok bahasan. Hasil diskusi
kelompok tersebut kemudian dipertukarkan dengan peserta
dari kelompok lainnya, yang dapat dilakukan melalui diskusi
karosel ataupun pleno kelas.
Beberapa pertanyaan untuk menggerakan diskusi itu antara
lain:
a. Bagaimana kita tahu bahwa perubahan iklim telah terjadi?
b. Hal-hal apa saja yang menyebabkan perubahan iklim?
c. Apa saja akibat dan dampak perubahan iklim?
Alternatif 3
Alternatif 4
Selain menggunakan film, sebagai pembuka diskusi bisa juga
digunakan pengkajian dan pendalaman studi kasus dalam
kelompok. Studi kasus akan sangat membantu peserta untuk
merefleksikan pengalaman kesehariannya di dalam merasakan
terjadinya perubahan iklim dan mungkin pula berbagi apa yang
mereka rasakan. Contoh studi kasus terdapat pada halamanhalaman berikut ini.
Sesi ini dapat juga dilakukan dengan mengajak para peserta
untuk mengambarkan pemahaman mereka mengenai
perubahan iklim pada selembar kertas dan kemudian
mempertukarkan pemahamannya itu dengan rekan yang
lain; baik secara berpasangan kepada pasangannya, ataupun
kepada seluruh peserta lainnya, jika jumlah peserta dan
waktu yang tersedia memungkinkannya. Hasil pertukaran
pemahaman ini, kemudian bersama-sama disintesis dengan
bantuan fasilitator yang mengajukan beberapa pertanyaan
kunci berkaitan dengan pokok bahasan, misalnya:
5
a. Apa saja pengalaman dan pengamatan para peserta yang
benar-benar menunjukan bahwa perubahan iklim telah
terjadi?
b. Hal-hal apa saja yang menyebabkan perubahan iklim?
c. Apa saja akibat dan dampak perubahan iklim?
Alternatif 5
Beberapa permainan juga dapat dimanfaatkan dalam
penguatan pemahaman peserta dalam pokok bahasan ini,
misalnya permainan lapisan sarung/selimut untuk memberikan
gambaran lebih dalam mengenai efek rumah kaca, dan
sebagainya.
Permainan sarung/selimut dilakukan dengan meminta para
peserta secara berpasangan atau dalam kelompok kecil untuk
duduk merapat dibawah sebuah selimut, sarung, atau bahan
penutup lainnya selama beberapa waktu. Setelah beberapa
waktu, apa yang dialami selama berada dalam selimut, yakni
memanasnya udara dalam selimut, dapat diungkapkan dan
dijadikan analogi untuk membahas pemanasan global dengan
pertanyaan-pertanyaan diskusi seperti diatas.
MERANGKUM SESI
Hal penting yang hendaknya ditekankan oleh fasilitator dalam merangkum sesi ini
adalah perbedaan antara cuaca dan iklim: cuaca adalah kondisi harian atmosfer,
sementara iklim adalah kondisi cuaca pada rentang waktu yang lebih panjang.
Selain itu, fasilitator hendaknya mengingatkan bahwa perubahan iklim adalah
sesuatu yang telah dan sedang terjadi, sudah dirasakan di Indonesia, dan akan
membawa berbagai dampak negatif yang makin meluas. Dengan berlangsungnya
hal tersebut, kita harus melakukan penyesuaian diri dengan perubahan-perubahan
yang terjadi (adaptasi) dan juga mengurangi penyebab terjadinya (mitigasi) agar
dapat mewariskan kehidupan yang lebih baik pada generasi selanjutnya.
6
Studi Kasus
Perubahan Iklim Sudahkah
Berlangsung di Indonesia?
Banyak dari kita yang masih sering mempertanyakan, sudahkah perubahan iklim
terjadi di Indonesia? Dan banyak pula di antara kita yang masih ragu akan dampak
perubahan iklim tersebut bagi kehidupan dirinya dan masyarakat Indonesia lainnya.
Berikut ini disampaikan beberapa paparan singkat pengalaman masyarakat, hasil
pengamatan dari penelitian dan juga pengetahuan umum tentang perubahan iklim
yang telah berlangsung. Mudah-mudahan hal ini dapat merubah cara pandang kita
tentang pentingnya berbuat baik dalam kaitan mengurangi penyebab atau mitigasi
maupun penyesuaian diri dengan perubahan yang terjadi atau adaptasi, dari
perubahan iklim yang telah terjadi.
Cuaca ekstrim dan bencana alam
Di kawasan tropis Samudera Pasifik, terdapat dua fenomena iklim yang biasanya
diikuti oleh bencana alam yang melanda kawasan di sekitarnya, termasuk diantaranya
Indonesia. Kedua fenomena tersebut disebut El Niño dan La Niña, yang merupakan
perubahan sementara dari pergerakan angin di atmosfer dan pergerakan air di
lautan. Setiap tiga sampai tujuh tahun, angin yang berada di atas kawasan tropis
Samudera Pasifik menjadi lebih lemah. Hal ini akan mempengaruhi pergerakan air
laut dan mengakibatkan air di bagian timur Samudera Pasifik menjadi lebih hangat.
Di Indonesia efeknya adalah suhu menjadi lebih panas di musim kemarau dan lahanlahan menjadi rentan terbakar. Kebakaran besar hutan dan lahan yang melanda
Kalimantan dan Sumatera pada 1982 −1983 dan 1997 − 1998 terjadi pada saat El
Niño berlangsung.
Sementara pada La Niña, kondisi yang berlangsung adalah sebaliknya, yakni angin
yang berada di atas kawasan tropis Samudera Pasifik menjadi lebih kuat sehingga
membawa air yang lebih dingin ke bagian timur Samudera Pasifik. Keadaan ini akan
meningkatkan curah hujan, yang akhirnya mengakibatkan banyak daerah pesisir
dan dataran rendah mengalami banjir dan terendam.
Selama beberapa dekade terakhir telah terjadi beberapa perubahan signifikan,
antara lain meningkatnya frekuensi terjadinya El Niño dan La Niña. Jika pada
1970-an El Niño dan La Niña terjadi dalam rentang empat − lima tahun sekali, maka
dalam satu dekade terrakhir terjadinya fenomena itu meningkat menjadi dua-tiga
tahun sekali. El Niño dan La Niña tidak hanya disebabkan oleh perubahan iklim,
tetapi saat fenomena alam ini terjadi, adaptasinya akan menjadi lebih sulit sebagai
dampak dari perubahan iklim yang sudah dan sedang terjadi.
7
Usaha pertanian
Perubahan iklim telah mengacaukan musim hujan dan musim kemarau. Para petani
kini sulit menentukan varietas tanaman dan jadwal tanam lantaran iklim sulit diduga.
Di berbagai wilayah Indonesia kekeringan dan banjir menggagalkan produksi
pangan, termasuk sawah banyak puso atau gagal panen. Perubahan iklim yang
terjadi, menurut pakar iklim pertanian dari Institut Pertanian Bogor, Rizaldo Boer,
merupakan stabilisasi pemanasan global yang memicu anomali iklim. Sederhananya,
iklim menyimpang dari biasanya. Penyimpangan iklim ini terus meningkat, baik
seringnya, gawatnya, maupun lamanya.
Sebagai contoh, salah satu peristiwa yang menunjukan hal ini terjadi pada 2003 di
Indramayu, Jawa Barat, yakni ketika para petani mengalami suatu kejadian yang
sangat merugikan sehingga menjadi catatan kelam dalam kehidupan mereka. Ribuan
hektar lahan puso dan mengalami gagal panen. Kala itu mereka menanam padi jenis
Talimas, salah satu varietas padi yang butuh waktu panjang dan perlu banyak air,
dengan harapan dapat memperoleh hasil yang memuaskan dengan harga jual yang
baik. Para petani dari Kecamatan Kadang Haur, Indramayu, waktu itu mengalami
kesalahan dalam meramalkan iklim yang berlangsung; musim hujan yang mereka
duga akan berlangsung panjang, justru berlangsung jauh lebih pendek. Akibatnya,
sawah hanya menghasilkan bulir-bulir gabah kosong karena kekurangan air. Para
petani pun rugi rata-rata Rp. 1,5 juta dari setiap 700 meter persegi sawah mereka.
Bencana yang dialami petani Indramayu tersebut merupakan gambaran bahwa
perubahan iklim telah berlangsung dan berdampak langsung pada masyarakat
dan sektor pertanian. Perubahan iklim ini membuat iklim terus berubah sehingga
sulit diraba dan diduga. Musim hujan terkadang menjadi lebih panjang dan kerap
mengakibatkan banjir yang merendam persawahan di dataran rendah. Sementara
saat musim kemarau berlangsung, kekeringan berlangsung lebih panjang dan tidak
tersedia air yang memadai untuk bercocok tanam. Musim tanam pun kerap bergeser
dari yang biasanya berlangsung.
Usaha pariwisata
Rifi Hamdani seorang pemandu (guide) wisata di Kepulauan Derawan, Kalimantan
Timur mengamati bahwa beberapa tahun belakangan ini cuaca acap kali menjadi
sulit diperkirakan dan tidak pasti. Hal ini sangat mengganggu aktivitas wisata di
kawasan yang memiliki 20 titik penyelaman tersebut. Menurut pria yang telah
menggeluti bisnis wisata bawah air sejak 2002 ini, biasanya gelombang kencang
berlangsung dari pertengahan Juli hingga pertengahan September, namun sekarang
kondisi tersebut telah berubah dan gelombang kencang dan tinggi datang lebih
awal dan lebih panjang. Kondisi ini mengakibatkan pengusaha wisata di kepulauan
yang terdiri atas Pulau Sangalaki, Pulau Derawan, Pulau Maratua dan Pulau Kakaban,
mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan tamu yang datang. Rencana yang
telah disusun terkadang harus diubah karena kondisi cuaca yang tidak memadai
dan mereka terpaksa mencari tempat lain yang lebih aman sebagai penggantinya.
Keadaan ini berakibat meningkatnya biaya operasional dan menurunkan kepuasan
pelanggan. Untung saja, sampai saat ini kerugian yang dialami dan peningkatkan
resiko yang terjadi belum secara signifikan mengancam keberlanjutan usaha wisata
yang ada. Namun, jika keadaan semakin memburuk, bukan tidak mungkin hal itu
akan berakibat lebih buruk lagi bagi usaha yang ada.
8
Kehidupan masyarakat pesisir
Perubahan iklim yang berakibat antara lain ketidakteraturan iklim, pemanasan suhu
udara dan kenaikan muka air laut, paling dirasakan oleh masyarakat yang hidup di
pesisir dan pulau-pulau kecil. Misalnya saja apa yang dialami penduduk di Pulau
Kaledupa di Kepulauan Tukang Besi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Selama ini mereka sangat tergantung pada tanda-tanda alam, yang disebut
katandai, dalam mencari penghidupan dan melaksanakan kegiatan keseharian
mereka. Namun, beberapa tahun terakhir ini dengan mengamati tanda-tanda alam
mereka melihat bahwa banyak perubahan telah terjadi, dan banyak perubahan
itu cukup menganggu kehidupan masyarakat. Tak hanya itu, masyarakat Kalelupa
juga merasakan kenaikan muka air laut yang mengancam rumah dan pemukiman
mereka. Salah seorang warganya yang bernama La Baloro mengungkapkan bahwa
sekarang ini jika terjadi gelombang pasang, air laut masuk semakin jauh ke daratan.
Kolong rumahnya yang dulu masih berjarak sekitar tiga meter dari batas air saat
terjadi gelombang pasang, kini sudah diggenangi air laut karena ketinggian air yang
bertambah sekitar 10 cm.
Masyarakat Balikukup di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur juga mengalami hal
yang kurang lebih sama, terutama dalam sulitnya memprediksi cuaca yang akan
terjadi. Penduduk pulau Gosong Pasir yang luasnya sekitar 18 hektar sebagian besar
adalah nelayan teripang. Penangkapan teripang dilakukan dengan mencarinya di
pantai pada saat air surut di malam hari ataupun dengan menyelam di laut hingga
kedalaman kurang lebih 10 meter. Karenanya, nelayan teripang sangat bergantung
pada cuaca. Jika cuaca baik, banyak nelayan teripang dapat mencari teripang
dengan menyelam, sementara jika hujan atau badai, mereka lebih memilih untuk
mencarinya di sekitar pantai, meskipun hasil yang didapatkan lebih rendah atau
tidak ada sama sekali.
Dulu, para nelayan merasakan bahwa cuaca itu bisa diprediksi, namun sekarang
tidak lagi. Salah seorang tetua Balikukup yang paling ahli menduga cuaca,
Atang, mengatakan bahwa ia sekarang sulit sekali meramalkan cuaca dan banyak
ramalannya meleset, padahal sebelumnya ia mampu membuat prediksi dengan
tepat, bahkan hingga setahun ke depan. Cuaca yang tidak menentu ini menyebabkan
para nelayan mereka sulit memprediksikan penghasilannya. Dulu, mereka bisa
membuat perhitungan kapan waktunya mengumpulkan uang karena tahu kapan
bisa melaut. Sekarang, jika terlihat laut sedikit teduh, mereka pun segera melaut
karena khawatir bahwa cuaca akan berubah dan mereka tidak bisa mendapatkan
hasil yang mencukupi.
Sumber:
http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/dampak-perubahan-iklim-bagi-petani-indonesia
http://iklimkarbon.com/2010/05/04/dampak-perubahan-iklim-terhadap-pertanian/
http://wwf.panda.org/about_our_earth/aboutcc/problems/people_at_risk/personal_stories/witness_
stories/
9
3b
Peran Hutan dalam Perubahan
Iklim
2 JPL
TUJUAN
ƒƒ
ƒƒ
Peserta memahami bagaimana hutan dapat mengurangi perubahan iklim dan
membawa manfaat bagi iklim, masyarakat dan keanekaragaman hayati.
Peserta memahami dampak pemanfaatan lahan dan hutan pada perubahan iklim,
konsep pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan serta peran
konservasi dan pengelolaan hutan berkelanjutan (REDD+) dalam meningkatkan
cadangan karbon hutan di negara berkembang.
ALTERNATIF METODE
Alternatif 1
Sesi ini dapat dilakukan melalui kegiatan pengajaran, baik
dengan menggunakan alat peraga Lembar-balik (flipchart)
ataupun dengan presentasi PowerPoint, dengan memberikan
penyampaian pokok bahasan yang termuat dalam tujuan
pembelajaran. Materi dalam bahan bacaan yang dipersiapkan
sebagai pelengkap dari sesi ini adalah bagian yang berjudul
“Memahami Perubahan Iklim”, dan secara khusus bagian
tentang “Mengapa Hutan Sedemikian Penting”. Bahan ini dapat
dijadikan salah satu acauan dalam penyusunan alat peraga.
Alternatif 2
Sesi ini dapat dilakukan melalui pengkajian dan pendalaman
bahan bacaan dalam kelompok. Bahan bacaan akan sangat
membantu peserta untuk memahami pokok bahasan ini.
Di dalam kelompok yang ada, para peserta diminta untuk
mendiskusikan dan menjawab beberapa pertanyaan kunci,
misalnya:
a. Apa saja peran hutan dalam perubahan iklim?
b. Bagaimana hutan mempengaruhi iklim? Apa saja bagian
atau elemen hutan yang berperan dalam perubahan iklim?
c. Bagaimana kita dapat mengetahui bahwa hutan
berpengaruh terhadap cuaca dan iklim?
d. Hasil diskusi kelompok tersebut kemudian dipertukarkan
dengan peserta dari kelompok lainnya, yang dapat
dilakukan melalui diskusi karosel ataupun pleno
10
Alternatif 3
Sesi ini dapat dilakukan dengan mengajak peserta
mengambarkan pemahaman mereka mengenai manfaat hutan
pada selembar kertas dan kemudian secara berpasangan
mempertukarkan pemahamannya tentang manfaat hutan.
Pertukaran pemahaman ini dapat pula dilakukan dengan
seluruh peserta lainnya, jika jumlah peserta memadai dan
waktu masih tersedia. Hasil pertukaran pemahaman ini,
kemudian disintesis bersama-sama dengan bantuan fasilitator
yang mengajukan beberapa pertanyaan kunci tentang pokok
bahasannya. Pertanyaan itu serupa dengan pertanyaan kunci
pada Alternatif 2.
MERANGKUM SESI
Hal penting yang hendaknya ditekankan oleh fasilitator dalam merangkum sesi
ini adalah bahwa hutan sangat berperan dalam perubahan iklim, baik sebagai
penyimpan (sink) karbon maupun dalam menyerap karbon dari atmosfer dan
melepaskan karbon ke atmosfer. Ketika pepohonan ditebang atau dibakar, karbon
yang tersimpan di dalam hutan akan dilepaskan ke atmosfer. Sebaliknya, penaman
dan pertumbuhan pohon akan menangkap karbon dari atmosfer untuk disimpan.
Di Indonesia, sektor pembukaan hutan dan kerusakan hutan merupakan sumber
emisi gas rumah kaca yang paling besar.
11
Bahan Bacaan
Arti Penting Hutan dalam
Perubahan Iklim
T(anya) : Mengapa kita harus melindungi hutan jika kita ingin mengatasi
perubahan iklim?
J(awab): Ilmuwan memperkirakan bahwa emisi yang ditimbulkan oleh deforestasi
dan degradasi hutan mencapai sekitar 20 persen dari seluruh emisi gas
rumah kaca (GRK) per tahun. Jumlah ini lebih besar dari emisi yang
dikeluarkan oleh sektor transportasi secara global.
T: Bagaimana hutan dapat mengeluarkan emisi yang lebih besar dari emisi
gabungan yang dikeluarkan oleh mobil, truk, pesawat udara dan kapal
laut?
J: Ketika hutan ditebang atau digunduli, biomassa yang semula tersimpan di
dalam pohon-pohon akan membusuk atau terurai dan menghasilkan gas
karbon dioksida (CO2) sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi
GRK di atmosfer. GRK itulah yang memerangkap panas yang dipancarkan
permukaan bumi. Selain itu, beberapa kawasan hutan melindungi
sejumlah besar karbon yang tersimpan di bawah tanah. Sebagai contoh,
ketika hutan pada lahan gambut dibakar atau dikeringkan, maka emisi
karbon yang dikeluarkan tidak berasal hanya dari vegetasi yang tumbuh
di permukaan tanah, tetapi bahan organik yang ada di dalam tanah juga
akan terurai dan mengeluarkan CO2. hal ini patut menjadi perhatian karena
hutan lahan gambut memiliki lebih banyak karbon di bawah permukaan
tanah daripada di atasnya.
Ketika pohon-pohon hutan habis, bumi kehilangan sumber dayanya
yang sangat berharga dan seharusnya secara terus menerus menyerap
CO2 yang ada di atmosfer. Hasil riset terbaru menunjukkan bahwa dari
32 milyar ton CO2 per tahunnya yang dihasilkan oleh aktivitas manusia,
kurang dari lima milyar ton diserap oleh hutan. Jadi kehilangan satu
tegakan pepohonan merupakan kehilangan berlipat ganda. Kita tidak
hanya kehilangan cadangan karbon di daratan tetapi juga kehilangan
ekosistem yang mampu menyerap kelebihan karbon di atmosfer.
T: Jadi, apa yang harus dilakukan? Memagari semua areal hutan?
J: Tidak. Hutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
manusia yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan dan masyarakat secara
keseluruhan. Menurut Bank Dunia lebih dari satu milyar orang sangat
tergantung pada hutan sebagai sumber kehidupan mereka. Ratusan
juta manusia juga bergantung pada bahan obat-obatan tradisional
yang berasal dari tumbuhan hutan. Sebagian besar asupan protein yang
dikonsumsi masyarakat pedesaan berasal dari berburu dan memancing di
lahan hutan. Hutan juga sangat penting dipandang dari sudut komersial.
12
Pada tahun 2003, perdagangan internasional untuk kayu gergajian, bubur
kayu, kertas dan papan mencapai nilai US$150 milyar — lebih dari dua
persen total perdagangan dunia.
Kita bisa memperkirakan bahwa konversi hutan menjadi lahan pertanian
akan tetap berlangsung. Namun demikian, hal ini harus dilakukan dengan
hati-hati, strategis dan mengindahkan aspek keberlanjutan. Pembalakan
kayu yang tidak terkendali, pembakaran dan pembabatan hutan tropis
harus dihentikan. Kita juga harus menghentikan kerusakan skala besar
yang terjadi pada hutan gambut yang kaya akan karbon dan mampu
mengeluarkan GRK dalam jumlah yang sangat besar jika hutan tersebut
dibabat atau dikeringkan dan dibakar.
T:Akankah seseorang dirugikan jika kita mencoba untuk mengawasi
kerusakan hutan?
J: Hutan pada umumnya dibabat dan dipanen kayunya untuk menghasilkan
uang. Mengalihfungsikan hutan menjadi lahan yang dapat menghasilkan
uang secara cepat, seperti kebun kelapa sawit, tentunya akan
menghasilkan keuntungan finansial. Tetapi alih fungsi itu seringkali
menuntut pengorbanan ekonomi jangka pendek masyarakat yang tinggal
di dalam dan di sekitar hutan. Demi kepentingan keadilan dan kesetaraan,
masyarakat kurang mampu yang hidupnya bergantung pada hutan tidak
seharusnya menjadi korban.
Disamping itu, dalam jangka panjang, setiap orang akan memperoleh
manfaat dari hutan yang dikelola secara lestari. Jika GRK yang tersimpan
di dalam hutan dilepaskan, maka diperlukan beberapa generasi untuk bisa
mengikatnya kembali. Karena itu, jika sebagian besar kawasan hutan akan
hilang untuk seterusnya, maka yang akan kita hadapi ke depan adalah
sebuah mimpi buruk dimana kita semua dirugikan.
T: Kemungkinan terburuk apakah yang dapat terjadi?
J: Sebutan yang paling umum digunakan adalah umpan-balik positif, sebuah
siklus sebab-akibat yang berulang secara otomatis dan berlangsung
terus-menerus. Ketika sudah cukup banyak hutan yang dihancurkan,
maka bersama karbon dari sumber-sumber lainnya, konsentrasi CO2 di
atmosfer akan menyebabkan suhu udara menjadi lebih panas. Akibatnya
kekeringan dan kebakaran hutan akan lebih sering terjadi, dan demikian
seterusnya sehingga akhirnya merusak keseimbangan ekosistem. Hutan
yang mengalami kebakaran berkali-kali tidak dapat pulih kembali dan
tidak mampu lagi menyerap ataupun menyimpan karbon. Jika kita tidak
bertindak secepatnya, maka kita akan menghancurkan potensi hutan
dalam mitigasi emisi.
Sumber:
http://www.cifor.org/publications/pdf_files/media/MediaGuide_REDD_Indonesian.pdf
13
3c
Pemicu dan Pemacu
Deforestrasi dan Degradasi
3 JPL
TUJUAN
ƒƒ
ƒƒ
Peserta memahami pemicu dan pemacu deforestrasi dan degradasi hutan yang
berlangsung di Indonesia.
Peserta dapat mengidentifikasi aktivitas-aktivitas apa yang dapat mengurangi
dan menghentikan terjadinya deforestrasi dan degradasi hutan yang berlangsung.
ALTERNATIF METODE
Alternatif 1
Peserta dibagi dalam beberapa kelompok, bisa dua ataupun
empat kelompok. Jika dua kelompok, satu kelompok dapat
mengidentifikasi pemicu dan pemacu deforestrasi yang
berlangsung di daerah/wilayah-nya, sementara kelompok
lainnya akan mendiskusikan pemacu dan pemicu degradasi.
Apabila jumlah peserta cukup besar, peserta dapat dibagi
menjadi empat kelompok, dengan memisahkan identifikasi
faktor pemicu dan faktor pemacu dari deforestrasi maupun
degradasi dalam dua kelompok yang berbeda.
Hasil identifikasi faktor pemicu dan pemacu untuk deforestasi
dan degradasi ini kemudian diurutkan dari yang terbesar
pengaruhnya hingga yang terkecil pengaruhnya.
14
Pada tahap selanjutnya peserta di dalam kelompok diminta
mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang dapat mengurangi
dan/atau menghentikan masing-masing pemicu dan pemacu
yang teridentifikasi pada tahap sebelumnya. Hasil diskusi
kelompok kemudian diplenokan, dapat dengan metode karosel
ataupun presentasi biasa pada kelompok lainnya.
Peserta diminta membaca studi kasus yang telah dipersiapkan,
seperti: studi kasus di Berau, yang ada sebagai pendukung
modul ini. Secara individu peserta diminta mengidentifikasi
apa saja faktor pemicu dan faktor pemacu deforestrasi dan
juga faktor pemicu dan faktor pemacu degradasi. Kemudian
peserta diminta bekerja secara berkelompok untuk menentukan
urutan faktor-faktor dari yang terbesar pengaruhnya dan
mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang dapat mengurangi
dan/atau menghentikan masing-masing faktor pemicu dan
pemacu yang teridentifikasi. Hasil diskusi kelompok kemudian
diplenokan, dapat dengan metode karosel ataupun presentasi
biasa pada kelompok lainnya.
Alternatif 2
Catatan:
Baik Alternatif 1 maupun Alternatif 2 dapat dibantu dengan
format sebagai berikut:
Faktor Pemicu
Degradasi
Deforestasi
Aktivitas
Penanganan
Faktor Pemacu
1. . . . . . . . . . . . . . .
1. . . . . . . . . . . . . . .
1. . . . . . . . . . . . . . .
2.
2.
2.
..............
..............
..............
3. . . . . . . . . . . . . . .
3. . . . . . . . . . . . . . .
3. . . . . . . . . . . . . . .
4. . . . . . . . . . . . . . .
4. . . . . . . . . . . . . . .
4. . . . . . . . . . . . . . .
5. . . . . . . . . . . . . . .
5. . . . . . . . . . . . . . .
5. . . . . . . . . . . . . . .
1. . . . . . . . . . . . . . .
1. . . . . . . . . . . . . . .
1. . . . . . . . . . . . . . .
2.
2.
2.
..............
..............
..............
3. . . . . . . . . . . . . . .
3. . . . . . . . . . . . . . .
3. . . . . . . . . . . . . . .
4. . . . . . . . . . . . . . .
4. . . . . . . . . . . . . . .
4. . . . . . . . . . . . . . .
5. . . . . . . . . . . . . . .
5. . . . . . . . . . . . . . .
5. . . . . . . . . . . . . . .
MERANGKUM SESI
Bappenas telah melakukan analisa tulang ikan mengenai penyebab deforestrasi dan
degradasi di Indonesia. Hasil analisa ini dapat dijadikan pembanding dengan hasil
diskusi yang berlangsung pada sesi ini.
Setelah memahami faktor-faktor pemicu dan pemacu deforestrasi dan degradasi
hutan yang berlangsung di suatu daerah, maka inisiatif REDD+ yang dikembangkan
di daerah tersebut haruslah mampu mengurangi atau menghentikan faktor-faktor
tersebut.
15
Studi Kasus
Deforestrasi dan Degradasi
Hutan Di Berau
Berau adalah sebuah Kabupaten di bagian
utara Propinsi Kalimantan Timur. Sekitar 75%
dari total luas lahan yang ada di kabupaten
ini atau 2,5 juta hektar masih memiliki
tutupan hutan. Meskipun demikian, banyak
kawasan hutan di kabupaten ini terancam
keber­
adaannya oleh beberapa kegiat­
an seperti pene­
bangan kayu secara legal
maupun ilegal, pembukaan lahan untuk
kelapa sawit dan hutan tanaman industri,
serta pertambangan batubara. Diperkirakan
bahwa sekitar 39.000 hektar hutan hilang
setiap tahunnya dan menghasilkan 20
juta ton emisi CO2. Sejak 2008, kabupaten
ini men­
dapat dukungan dari The Nature
Concervancy, sebuah lembaga konservasi
internasional untuk mengembang­kan inisiatif
REDD+ melalui program yang dikenal sebagai Berau Forest Conserva­tion Program.
Program ini diharapkan dapat mening­katkan manfaat dari pengelolaan hutan secara
lestari dan juga berkontribusi pada pengurangan emisi.
Dalam periode 1990 − 2008, laju deforestasi di kawasan hutan lindung masih sangat
rendah, namun kemudian meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Sementara
deforestasi tahun­
an pada periode 1990 − 2005 berlangsung cukup berimbang
di kawasan hutan (Kawasan Budidaya Kehutanan, KBK) dan non-kawasan hutan
(Kawasan Budidaya Non-Kehutanan, KBNK). Antara tahun 2005-2008 keadaan
ini mengalami perubahan dimana deforestasi di kawasan non-hutan lebih
meningkat. Degradasi secara konsisten lebih besar berlangsung pada kawasan
hutan dibandingkan kawasan non-hutan sebagai akibat kegiatan penebangan di
kawasan hutan. Degradasi hutan tertingggi dalam setiap tahunnya berlangsung
pada periode 2000 - 2005. Penurunan degradasi hutan di kawasan nonhutan, kemungkinan besar disebabkan berkurangnya tegakan komersial
di daerah yang dapat diakses (Dewi et al.,2010).
Hutan dan tutupan lahan di Berau dalam empat dekade terakhir umumnya tidak
terpengaruh oleh bencana alam seperti gempa bumi, banjir atau longsor.
Bahkan kebakaran hutan, yang dilaporkan sering terjadi di sebagian besar
wilayah lain di Kalimantan Timur selama musim kemarau panjang, tidak terlampau
mempengaruhi deforestrasi dan degradasi hutan di kabupaten ini. Kondisi hutan
dan tutupan lahan yang ada di Berau lebih banyak dibentuk oleh pertumbuhan
penduduk, perubahan politik dan administrasi, dan pengembangan sosialekonomi. Sumberdaya hutan, khususnya kayu, telah diekstraksi sejak awal
16
Annual areas (ha/y)
Tingkat emisi periode 1990-2008
(Dewi et al. 2010b)
12000
30
10000
25
Emission (MI CO2/tahun)
8000
6000
4000
2000
0
Deforestation
1900-2000
Deforestation
2000-2005
Deforestation
2005-2008
Forest
degradation
1900-2000
Forest
degradation
2000-2005
Forest
degradation
2005-2008
20
15
10
5
0
Protected forest
Forest cultivation area
Non-forest cultivation area
1990-00 2000-05
2005-08
APL
Non-Protected Forest
Grafik Emisi, Laju Deforestrasi dan Degradasi di Kabupaten Berau
Protected Forest
1970-an oleh perusahaan HPH skala besar. Sejak tahun 1980-an, banyak
kawasan hutan yang ditebang untuk pengembangan pertambangan batubara
dan perkebunan skala besar, terutama kelapa sawit. Penebangan liar juga
pernah marak di kawasan hutan yang ada pada saat berlangsung­
nya
ketidakstabilan politik pada tahun 1998-2001. Faktor lain pemicu deforestrasi dan
degradasi di Berau adalah masih banyaknya dipraktekannya perladangan berpindah
dan meningkatnya pembukaan lahan oleh masyarakat untuk pengembangan
beberapa komoditas perkebunan seperti karet, kakao, dan kopi (Sardjono dan
Ibrahim, 2010). Adapun tingkat dan distribusi pemanfaatan penggunaan lahan di
Berau pada tahun 2009 dipresentasikan dalam tabel di bawah ini.
Tipe Pemanfaatan Lahan
Hak Pengusahaan Hutan Alam
Jumlah
Luas (hektar)
13
780,000
Hutan Lindung
7
361,000
Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri
3
229,000
Perkebunan Kelapa Sawit
32
189,000
Konsesi Pertambangan
27
185,000
-
812,000
Penggunaan Lain
TOTAL
2,556,000
Kondisi beragam pemanfaatan lahan di Kabupaten Berau
Sementara pola atau kecenderungan emisi CO2 yang dihasilkan oleh beragam
aktivitas manusia dapat dilihat pada paparan di bawah ini. (1) Penebangan di areal HPH; kecenderungannya adalah penebangan yang
berlangsung tetap. Sekitar 35% dari total lahan yang ada di Berau merupakan
kawasan yang dikelola oleh 13 konsesi hak pengusahaan hutan alam yang
membutuhkan pemanenan secara selektif (selective logging) agar dapat
dijaminkan keberlanjutannya. Perencanaan, pemanenan dan pengelolaan
kawasan yang buruk akan mengakibatkan emisi karbon yang besar.
17
(2) Illegal logging; kecenderungan adalah bahwa tingkat penebangan yang menurun.
Buruknya tata kelola dari kawasan hutan telah mengakibatkan maraknya penebangan
liar yang mencapai puncaknya pada saat terjadinya transisi politik nasional pada 19982001. Tampaknya telah terjadi penurunan dalam beberapa tahun terakhir sebagai hasil
dari upaya melawan illegal logging secara nasional, namun data pastinya masih belum
tersedia. Illegal logging terjadi di semua jenis kawasan hutan, namun di hutan lindung
dimana penebangan kayu sangat dilarang, laju kerusakan hutan meningkat dari 4%
menjadi 9% dari total emisi pada rentang 200-2008. Di Berau terdapat tujuh kawasan
hutan lindung yang secara total mencakup 361,000 hektar atau 17% dari total kawasan
hutan yang ada.
(3) Konversi dari hutan alam menjadi hutan tanaman industri kecenderungannya
berlangsung tetap. Hutan tanaman industri memiliki kemampuan menyimpan karbon
yang lebih rendah dari hutan alam, dan pembangunan tiga HTI yang meliputi 229,000
hektar atau 10% dari total kawasan hutan di Berau akan meningkatkan emisi karbon
secara signifikan. Masih terdapat areal hutan primer dan sekunder seluas 74,000
hektar di dalam kawasan HTI yang potensial meningkatkan emisi di masa mendatang.
Secara umum, Berau tidak terlampau terpengaruh dengan lajunya pengembangan HTI
di kawasan lain di Indonesia, meskipun keadaan ini mungkin saja berubah di masa
mendatang. Sejak tahun 2000 terjadi peningkatan penanaman akasia sebesar 30%
setiap tahunnya.
(4) Perladangan berpindah kecenderungannya meningkat. Sebagian besar populasi di
pedesaan melakukan kegiatan perladangan berpindah dimana petak tanah ditanami
secara temporer dan kemudian ditinggalkan. Secara komulatif perluasan area
perladangan berpindah ini diperkirakan mencapai 50,000 hektar per tahun. Emisi
karbon yang terjadi sangat tergantung tipe lahan yang dibuka.
(5) Konversi dari hutan alam menjadi perkebunan kelapa sawit kecenderungannya adalah
perluasan yang sangat besar. Seperti halnya kawasan lain di Kalimantan, dalam rentang
5 tahun terakhir pengembangan kelapa sawit di Berau berlangsung sangat cepat. Pada
saat ini terdapat 22 ijin perusahaan dengan total areal seluas 189,000 hektar atau
9% dari total kawasan hutan yang ada, dimana banyak areal dalam kawasan tersebut
yang masih berhutan dan belum ditanami. Prediksi emisi karbon yang diakibatkan
pengembangan kelapa sawit dan potensi dari kegiatan non-kehutanan lainnya dapat
lebih dari 100 juta ton CO2.
(6) Pertambangan kecenderungannya meningkat. Dua puluh tujuh perusahaan
pertambangan dengan area konsesi seluas 185,000 hektar atau 8% dari total
kawasan hutan yang ada. Hingga saat ini, emisi karbon yang berlangsung masih
relatif rendah, namun pemberian ijin pertambangan batubara secara besar-besaran
dan rendahnya deposit emas yang diektraksi,menyebabkan bahwa emisi karbon dari
kegiatan pertambangan di masa mendatang sulit untuk diprediksi tetapi sangat besar
kemungkinannya bahwa akan meningkat.
(7) Konversi mangrove menjadi tambak udang kecenderungannya agak meningkat. Di
Kalimantan, Berau merupakan salah satu daerah dimana masih terdapat ekosistem
mangrove yang cukup baik. Secara umum konversi yang terjadi tidak terlampau besar,
namun dikhawatirkan akan laju konversi hutan bakau menjadi tambak akan meningkat
seiring dengan tingginya migrasi di kawasan-kawasan pesisir kabupaten ini.
Sumber: The Nature Conservancy
18
Analisa Tulang Ikan (Fishbone)
Penyebab Degradasi dan
Deforestrasi di Indonesia1
Studi Kasus
Contoh studi kasus
Analisa Tulang Ikan (Fishbone) Penyebab
Degradasi dan Deforestrasi di Indonesia1
TATA RUANG
YANG LEMAH
Partisipasi
rendah
Lemahnya kapasitas
Konflik lahan tidak
individu pekerja
pernah selesai
kehutanan
Sistem
pengurusan
hutan lemah
Masyarakat adat
………………………
belum diakui
Tidak adanya
……………………..
alternatif mata
Kurangnya
pencaharian
ketersediaan data
Kinerja organisasi
dan informasi
pengelola rendah
Batas kawasan tidak
Tidak menerapkan
konsep pembangunan
berkelanjutan
Perencanaan
sektoral tidak
terpadu
Kurangnya
kepemimpinan
UNIT MANAJEMEN
HUTAN TIDAK EFEKTF
pernah mantap
Konversi Terencana: perkebunan dan pertanian, tambang, infrastruktur, dan lain-lain.
Konversi Tidak Terencana: perambahan, kebakaran, Illegal logging
Target pertumbuhan ekonomi
tidak tercapai
Kesenjangan
permintaan &
penawaran kayu &
minyak sawit
Koordinasi
yang lemah
Effektivitas dan
efisiensi rendah
Pengelolaan
tidak bekerja di
lapangan
GOVERNANCE
1
Ketidakadilan
distribusi pendapatan
dari sektor kehutanan
Transparansi,
partisipasi dan
akuntabilitas
rendah
Penegakan
hukum lemah
DEFORESTRASI dan DEGRADASI
Pembangunan belum
Patuh pada paradigma
& Prinsip pembangunan
berkelanjutan
MASALAH
TANURIAL
Dasar hukum
lemah
Kebijakan penegakan
hukum lemah
DASAR DAN PENEGAKAN
HUKUM LEMAH
Diambil dari Dokumen Final Draft for Online Public Disclosure Strategi Nasional REDD+ Indonesia.
22
1
Diambil dari Dokumen Final Draft for Online Public Disclosure Strategi Nasional REDD+ Indonesia
19
4
Skema Internasional dan
Nasional dan Strategi
Implementasi REDD+
3 JPL
TUJUAN
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
Peserta memahami beberapa proses internasional yang menentukan dan
mendorong perkembangan REDD+.
Peserta memahami perdebatan dan aksi internasional tentang REDD+.
Peserta memahami apa yang dimaksud dengan UNFCC, Kyoto Protokol, Rencana
Aksi Bali, REDD dan REDD+.
Peserta memahami bagaimana posisi pemerintah Indonesia dalam perubahan
iklim dan inisiatif REDD+.
ALTERNATIF METODE
Alternatif 1
Alternatif 2
Sesi ini sebaiknya dilakukan dengan meminta satu orang
narasumber yang paham akan pokok persoalan ini untuk
memberikan ceramah yang diikuti dengan kesempatan bagi
para peserta untuk bertanya-jawab dengan narasumber.
Narasumber dapat berasal dari kalangan pejabat senior
Kementerian Kehutanan, Pengurus atau Anggota Kelompok
Kerja yang dibentuk untuk menangani perubahan iklim dan
REDD+, baik di tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten,
akademisi dari perguruan tinggi ataupun pihak lainnya yang
memiliki kompetensi dalam memberikan materi ini.
Jika menghadapi kesulitan dalam mendapatkan narasumber
yang memadai, peserta dapat diminta membaca bahan
bacaan yang sudah dipersiapkan dan kemudian mendiskusikan
beberapa hal penting atau pembelajaran penting dari bahan
bacaan ini pada peserta lainnya.
MERANGKUM SESI
Fasilitator mengingatkan kembali hal-hal penting yang disampaikan narasumber
ataupun kesimpulan dari materi yang dibagikan. Perlu dipertegas pada para peserta
bahwa proses tentang REDD+ masih merupakan sesuatu topik yang terus bergulir
dan dibicarakan dalam persidangan di UNFCC.
Pelatihan dan bahan yang diberikan dalam pelatihan ini hanyalah pemicu bagi peserta
untuk terus mendalami topik ini. Beberapa sumber informasi mengenai perubahan
iklim dan REDD+ telah tersedia dan dapat diakses oleh publik, diantaranya: http://
unfccc.int/2860.php atau http://www.redd-indonesia.org
20
Bahan Bacaan
Kebijakan dan Tindakan
Perubahan Iklim: Bekerja untuk
Memecahkan Masalah Perubahan
Iklim
Kebijakan internasional perubahan iklim
Sebuah kebijakan adalah rumusan tentang tujuan umum dan arah yang akan
ditempuh yang kemudian dijabarkan menjadi rencana aksi untuk memandu
keputusan operasional dan mencapai hasil yang diharapkan. Pemerintah negaranegara di seluruh dunia sedang bekerja bersama dalam merancang kebijakan yang
dapat menghentikan perubahan iklim, membantu adaptasi dengan perubahan
yang telah terjadi, dan mempersiapkan diri dengan lebih baik dalam menghadapi
perubahan yang mungkin terjadi di masa depan. Semua negara bekerja dengan
organisasi-organisasi internasional yang membantu pemerintah bekerja sama
dalam membuat kebijakan tentang pokok-pokok persoalan penting, termasuk
perubahan iklim. Organisasi internasional yang memimpin pengembangan kebijakan
internasional adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dengan keanggotaan yang
mencakup 192 negara-hampir setiap negara di dunia.
Di dalam PBB, badan yang disebut Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan
Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change atau UNFCCC)
bekerja untuk memfasilitasi negara-negara anggotanya dalam merancang kebijakan
perubahan iklim. UNFCCC menganggap penting pertemuan untuk pembuatan
kebijakan yang diselenggarakan setiap tahunnya. Setiap negara yang merupakan
bagian dari UNFCCC mengirimkan delegasi atau perwakilan untuk berpartisipasi
dalam pertemuan penyusunan kebijakan ini; untuk bernegosiasi dan membuat
keputusan tentang upaya menangani perubahan iklim. Organisasi non-pemerintah
(LSM), perusahaan swasta, dan kelompok dengan minat khusus, seperti organisasi
masyarakat adat, juga menghadiri pertemuan ini agar opini mereka dapat didengar
dan mempengaruhi keputusan. Tapi hanya delegasi pemerintah yang membuat
keputusan di UNFCCC.
Yang terpenting adalah bahwa UNFCCC sedang bekerja untuk membantu negaranegara pesertanya untuk menghentikan atau mengurangi perubahan iklim dan
menyesuaikan kebijakan dan rencana pembangunan negaranya dengan dampak
perubahan iklim yang telah terjadi. Kebijakan-kebijakan UNFCCC mendorong
masing-masing negara untuk membuat rencana tindakan pemecahan masalah yang
telah terjadi karena perubahan iklim. Untuk itu UNFCCC juga mendorong penelitian,
serta memberikan bantuan keuangan dan teknologi.
UNFCCC menetapkan kerangka kerja keseluruhan untuk upaya antar-pemerintah
dalam mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim. Konvensi ini
telah diratifikasi (disetujui) oleh 192 negara, sehingga memiliki keanggotaan hampir
universal. Berdasarkan konvensi yang mulai diberlakukan pada tanggal 21 Maret
1994 tersebut, pemerintah-pemerintah penandatangan akan:
21
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
mengumpulkan dan berbagi informasi tentang emisi gas rumah kaca,
kebijakan-kebijakan nasional dan praktik-praktik terbaik
peluncuran strategi nasional untuk mengatasi emisi gas rumah kaca dan
beradaptasi dengan dampak yang diharapkan, termasuk pemberian
dukungan keuangan dan teknologi untuk negara-negara berkembang
bekerja sama dalam mempersiapkan adaptasi terhadap dampak perubahan
iklim seperti kenaikan permukaan laut, kekeringan dan banjir.
Di dalam UNFCCC, negara-negara anggota bekerja untuk mencapai kesepakatan
tentang mitigasi dan tindakan adaptasi. Perjanjian yang paling penting yang
dibuat oleh UNFCCC sejauh ini adalah yang disebut Protokol Kyoto. Dalam perjanjian
ini, negara-negara penanda­tangannya berjanji untuk mengurangi emisi gas rumah
kaca dan mencari cara baru dalam menciptakan energi yang rendah emisi
CO2. Negara-negara maju juga sepakat untuk men­
transfer teknologi dan dana
bagi negara-negara berkembang dalam mendukung peng­
henti­
an perubahan
iklim dan beradaptasi dengan perubahan yang telah dan akan berlangsung.
Negara-negara peserta UNFCCC telah berjanji atau membuat komitmen untuk
melakukan tindakan dalam periode waktu tertentu, yang disebut ‘periode komitmen.’
Periode komitmen pertama Protokol Kyoto pada 2008 sampai 2012, dimana negaranegara dalam UNFCCC akan bekerja merancang kebijakan atau perjanjian baru untuk
periode komitmen berikutnya, setelah tahun 2012. Beberapa bidang penting yang
sedang dibahas meliputi:
•
•
•
•
•
•
22
Pengurangan jumlah CO2 dan gas lainnya yang dilepaskan ke atmosfer
Menghentikan deforestasi
Meningkatkan pengelolaan hutan dan konservasi hutan
Melindungi masyarakat dari meningkatnya permukaan air laut
Membuat rencana adaptasi nasional
Menemukan cara untuk menyediakan keahlian, teknologi dan dana dalam
membayar tindakan-tindakan demikian.
1992: UNFCC
dibentuk
1990
1994: UNFCC
menjadi gerakan
1997: Protokol
Kyoto diadopsi
1995
2000
2005: Periode
Komitmen Kyoto
Pertama dimulai
2009: Kesepakatan
Kopenhagen
2005
2007: Rencana
Aksi Bali
2012: Periode Komitmen
Kyoto Pertama berakhir
2010
2011: COP 17
di Durban
2015
2012: COP 15
di Doha:
Tindakan penting lainnya mengenai perubahan iklim yang telah diambil pada
pertemuan tahunan UNFCCC meliputi:
2007: Bali Action Plan atau Rencana Aksi Bali-diadopsi pada pertemuan UNFCCC
di Bali, Indonesia. Negara peserta sepakat untuk suatu program aksi bagi
proses negosiasi baru dalam mengatasi perubahan iklim. Tujuannya adalah
untuk membuat keputusan tentang apa yang akan dimasukkan dalam
perjanjian baru paska Protokol Kyoto.
2009: Copenhagen Accord atau Kesepakatan Kopenhagen-dokumen yang
membahas beberapa poin penting kesepakatan masa depan, termasuk
komitmen untuk mengurangi emisi dan rencana pendanaan jangka panjang
dalam mendukung tindakan penghentian perubahan iklim. Accord ini
bukan kesepakatan yang mengikat secara hukum, tetapi adalah sebuah
langkah menuju mencapai kesepakatan pada pertemuan UNFCCC tahunan
berikutnya.
2011: Kesepakatan COP 17 di Durban mencakup antara lain: Uni Eropa
memperpanjang komitmennya terhadap Protokol Kyoto sampai dengan 2017
(tetapi Canada dan Jepang menarik diri), perundingan tentang kesepatatan
yang mengikat secara hukum akan dilanjutkan dan ditandatangani pada
tahun 2015 serta akan berlaku mulai tahun 2020 dengan melibatkan
semua negara, ada kemajuan dalam pembahasan tentang monitoring dan
verivikasi emisi, perlindungan hutan, alih teknologi hijau kepada negaranegara berkembang, dan berbagai pokok persoalan teknis yang lain. Juga
disepakati akan dilembagakannya The Green Climate Fund yang akan
menyediakan dana sebesar US$ 100 juta pada tahun 2020.
2012: Beberapa hal yang dicapai pada COP 18 di Doha adalah penyelesaian
masalah masa komitmen kedua Protokol Kyoto, pembahasan persoalan
kerjasama jangka panjang yang menyangkut berbagai aturan tentang
keuangan serta pertanggungjawabannya, serta pembahasan tentang anasir
inti Kesepakatan Durban, termasuk rencana kerja tahun 2013 untuk mulai
merundingankan kesepakatan yang akan mengikat pada tahun 2015.
23
Bagaimana pemerintah nasional terlibat dalam kebijakan iklim
internasional?
Setiap negara memiliki keunikan situasi menyangkut kondisi lingkungan, sosial,
dan ekonomi. Ketika bernegosiasi di UNFCCC pada perubahan iklim, setiap negara
harus mempertimbangkan dampak potensial bagi masyarakat, lingkungan, dan
ekonominya. Keterlibatan 192 pemerintah dalam proses pengambilan keputusan,
merupakan tantangan tersendiri dalam mencapai kesepakatan. Di dalam UNFCCC,
setiap negara harus menyatakan kesepakatannya agar keputusan dapat dibuat.
Meskipun setiap negara memiliki pandangan dan prioritas sendiri, terdapat
beberapa kelompok negara yang memiliki kesamaan minat dan kelompok-kelompok
ini sering bekerja sama dalam mengupayakan kesepakatan akhir yang sesuai
dengan kepentingan terbaik mereka. Negara-negara berkembang sering berbagi
ketertarikan yang sama tentang dampak yang meningkat dan ancaman perubahan
iklim terhadap ekonomi mereka, serta perlunya tindakan mitigasi yang signifikan
dari negara-negara maju dan dukungan dalam adaptasi perubahan iklim. Negaranegara maju lebih terfokus pada dampak tindakan mitigasi iklim kepada ekonomi
dan hubungan perdagangan mereka, serta kemampuan untuk mendapatkan dan
mendistribusikan pendanaan untuk adaptasi.
Dalam proses kebijakan iklim PBB, setiap negara melakukan negosiasi berdasarkan
kebutuhannya. Dalam rangka untuk memiliki dampak yang lebih besar, negaranegara akan bekerja sama dengan pihak lainnya dalam berbagi keprihatinan dan
kepentingan yang sama. Keprihatinan dan kepentingan sering berubah dari waktu
ke waktu, sehingga posisi suatu negara dalam negosiasi dapat pula berubah. Proses
UNFCCC adalah dialog yang terus-menerus, dimana baik negara berkembang
maupun maju telah mengakui bahwa mereka harus bekerja lebih keras untuk
mencapai kesepakatan. Di dalam UNFCCC, negara maju telah sepakat bahwa mereka
harus membuat komitmen yang besar untuk mulai mengatasi perubahan iklim dan
mendukung negara berkembang. Namun, proses kebijakan terus berlangsung untuk
memastikan bagaimana hal tersebut nantinya dilakukan secara tepat.
Bagaimana komitmen pemerintah indonesia terhadap perubahan
iklim?
komitmen pemerintah Indonesia terhadap usaha penanggulangan perubahan
iklim sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari keseriusan Indonesia dalam mengikuti
pertemuan dan menindaklanjuti kesepakatan internasional yang disepakati.
Tidak lama setelah disepakati­
nya UNFCCC, Indonesia langsung meratifikasinya
melalui UU Nomor 6 tahun 1994 tentang pengesahan United Nations Framework
Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikan BangsaBangsa mengenai Perubahan Iklim). Hal yang sama juga berlangsung dengan
protokol Kyoto untuk UNFCCC, yang diratifikasi melalui UU No. 17 Tahun 2004
tentang Kyoto Protocol to United Nations Framework Convention on Climate Change
(Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikan Bangsa-Bangsa mengenai
Perubahan Iklim). Rencana aksi nasional dalam menghadapi perubahan iklim yang
mencakup strategi adaptasi maupun mitigasi secara nasional hingga 2050 telah
pula berhasil dirumuskan dan disahkan pada 2007.
24
Sejak 2008, dalam meningkatkan koordinasi pelaksanaan pengendalian perubahan
iklim dan memperkuat posisi Indonesia di forum internasional dalam pengendalian
perubahan iklim, Pemerintah Indonesia telah membentuk Dewan Nasional Perubahan
Iklim (DNPI) berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomer 46 Tahun
2008. Adapun tugas utama DNPI adalah: (i) Merumuskan kebijakan nasional, strategi,
program dan kegiatan pengendalian perubahan iklim; (ii) Mengkoordinasikan
kegiatan dalam pelaksanaan tugas pengendalian perubahan iklim yang meliputi
kegiatan adaptasi, mitigasi, alih teknologi dan pendanaan; (iii) Merumuskan kebijakan
pengaturan mekanisme dan tata cara perdagangan karbon; (iv) Melaksanakan
pemantauan dan evaluasi implementasi kebijakan tentang pengendalian perubahan
iklim; (iv) Memperkuat posisi Indonesia untuk mendorong negara-negara maju
untuk lebih bertanggung jawab dalam pengendalian perubahan iklim.
DNPI secara langsung diketuai oleh Presiden RI dengan wakil ketua Menteri
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian. Para anggota lembaga ini sebagian besar adalah anggota kabinet,
diantaranya Menteri Sekretaris Negara, Sekretariat Kabinet, Menteri Negara
Lingkungan Hidup, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri,
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian,
Menteri Perindustrian, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS, Menteri Kelautan dan Perikanan,
Menteri Perdagangan, Menteri Negara Riset dan Teknologi, Menteri Perhubungan
dan Menteri Kesehatan, serta seorang kepala lembaga negara, yakni Kepala Badan
Meteorologi dan Geofisika. Dalam melaksanakan tugasnya DNPI dipimpin oleh Ketua
Harian, yang saat ini dijabat oleh Rachmat Witoelar, mantan Menteri Lingkungan
Hidup, yang dibantu oleh dua organ, yakni kelompok kerja yang berperan sebagai
wadah think tank untuk mempersiapkan draft ataupun melakukan perbaikan
kebijakan perubahan iklim, dan sekretariat sebagai wadah pendukung untuk dewan
dan pelaksanaan berbagai koordinasi.
Sumber:
Susan Stone dan Mario Chacón León. 2010. Climate Change & the Role of Forests: A Community Manual.
Conservation International.
25
5a
Konsep REDD+:
REDD+ sebagai Bentuk
Pembayaran Jasa
Lingkungan
2 JPL
TUJUAN
ƒƒ
ƒƒ
Peserta memahami konsep pembayaran jasa
lingkungan dan bentuk-bentuk praktek pembayaran
jasa lingkungan yang ada.
Peserta memahami bahwa usaha menjaga cadangan
karbon yang ada berpotensi untuk mendapatkan
kompensasi atau pembayaran atas jasa lingkungan
yang diberikannya.
ALTERNATIF METODE
Alternatif 1
Alternatif 2
Alternatif 3
Sesi ini dapat dilakukan melalui kegiatan pengajaran, baik dengan
menggunakan alat peraga flipchart maupun PowerPoint, dengan
memberikan penyampaian pokok bahasan yang termuat dalam
tujuan pembelajaran. Materi dalam bahan bacaan sesi ini, yang
dipersiapkan sebagai pelengkap dari modul ini, dapat dijadikan
salah satu acauan dalam penyusunan alat peraga.
Sesi ini dapat pula dilakukan dengan meminta satu orang
narasumber yang paham akan isu ini untuk memberikan ceramah
dan diikuti dengan dibukanya kesempatan peserta untuk
melakukan tanya jawab pada narasumber. Narasumber dapat
berasal dari pejabat senior Kementerian Kehutanan, Pengurus
atau Anggota Kelompok Kerja yang dibentuk untuk menangani
perubahan iklim dan REDD+, baik di tingkat nasional, propinsi
maupun kabupaten, akademisi dari perguruan tinggi ataupun
pihak lainnya yang memiliki kompetensi dalam memberikan
materi ini.
Peserta diminta untuk membaca studi kasus dan mencoba
secara bersama mendiskusikannya di dalam kelompok beberapa
pertanyaan kunci:
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
26
Barang/jasa apa saja yang dihasilkan oleh hutan?
Apa yang perlu dilakukan untuk mempertahankan masingmasing barang/jasa yang diberikan hutan tersebut?
Bagaimana pengaturan dan penegakannya dilakukan?
Apa saja hal penting yang menjadikan sistem tersebut
berjalan?
Setelah mendiskusikannya di dalam kelompok, kemudian
secara bersama diskusi dilanjutkan dalam pleno dan para
peserta mencoba mensintesis pemaknaan bersama dari apa
yang dimaksud dengan pembayaran jasa lingkungan serta
menginventarisasi praktek-praktek sejenis yang berlangsung
saat ini.
Selanjutnya para peserta diminta membayangkan apabila
barang/jasa tersebut diganti dengan karbon atau upaya
mempertahankan agar karbon tidak terlepas ke udara.
Dengan menggunakan analogi dari hasil diskusi studi kasus,
peserta diminta membayangkan bagaimana REDD+ akan
dapat berlangsung, siapa para pihak yang akan terlibat, apa
saja yang dibutuhkan agar dapat berjalan dengan baik, serta
bagaimana cara dan apa saja bentuk kompensasi dari upaya
mempertahankan keberadaan karbon agar tidak terlepas ke
udara.
MERANGKUM SESI
Fasilitator dapat mengingatkan bahwa prinsip dasar dari sebuah transaksi, seperti
halnya pembayaran jasa lingkungan, adalah harus jelas adanya barang atau jasa
yang dijadikan obyek transaksi. Sehingga perlu disadari bahwa harus “upaya”
terlebih dahulu dan baru kemudian “benefit”nya dirasakan. Bukannya menuntut
benefit, tanpa pernah melakukan sebuah “upaya”. Sementara, untuk menjaminkan
keberlanjutan dari transaksi, kunci utama adalah kesepahaman diantara para pihak
dan aturan yang jelas, serta dilakukannya penegakan kesepakan dengan tindakan
tertentu atas pelanggaran aturan-aturan tersebut.
27
Bahan Bacaan
Hatabosi, Sebuah Model
Pembayaran Jasa Lingkungan
yang Benar
Hatabosi merupakan kependekatan dari nama empat dusun, yakni dusun Haunatas,
Tanjung Rompa, Bonan Dolok dan Siranap yang berada di Kecamatan Marancar,
Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Keempat dusun dengan penduduk 253 keluarga
ini berdiam di suatu lembah sempit yang berada di antara kaki Gunung Lubuk Raya
dan Gunung Sibual-buali.
Sebagian besar warga masyarakat yang bermukim masih saling ber­kerabat erat
dan mengantungkan kehidupannya dari bertani, utamanya bertanam padi sawah,
selain melakukan wanatani di sekitar desanya, seperti penyadap­an karet (Hevea
brasiliensis), bertani kopi (Coffea robusta), salak (Salacca zalacca) dan menyadap
nira dari pohon aren (Arenga pinnata) untuk membuat gula. Dalam pertanian
tanaman padi, varietas yang ditanam warga masyarakat komunitas ini masih
didominasi varietas lokal, seperti Silontik, Siluluk, Sigudang, Sijambur, Silatihan dan
Sidolok. Walaupun, jika terlambat melakukan penanaman, sering beberapa warga
masyarakat menanam padi unggul varietas C4 atau Ciherang agar dapat melakukan
pemanenan secara bersamaan dengan warga masyarakat yang lainnya.
28
Sejak awal kedatangan pendahulunya pada awal abad ke 20, masyarakat Hatabosi,
atau yang dulunya lebih dikenal sebagai Komunitas Simaretung, telah melakukan
upaya perlindungan kawasan hutan yang menjadi sumber air irigasi bagi persawahan
yang ada. Tak heran jika persawahan yang tersebar di enam lokasi dengan total
luasan sebesar 300-an hektar dapat ditanami sebanyak dua kali dalam setahunnya.
“Sian harangan ni do mual ni aek ta”, demikian pesan dari para leluhur untuk tetap
menjaga kondisi hutan yang ada. Pesan tersebut sendiri artinya adalah “Dari Hutanlah
Sumber Air Kita Berasal”. Pesan ini tetap dipegang oleh warga masyarakat generasi
penerus dan telah pula menjadi tradisi pada komunitas ini. Seluruh masyarakat
menyadari bahwa kerusakan hutan yang terjadi dapat berakibat kekurangan air
irigasi dan kegagalan panen padi yang mereka usahakan serta ketiadaan persediaan
air bersih bagi kehidupan keseharian mereka.
Areal hutan seluas 3000 hektar yang
merupakan kawasan tangkapan air utama
yang menjadi bagian dari kawasan Suaka Alam
Lubuk Raya selalu dijaga kelestariannya. Secara
rutin, para jaga bondar (petugas penjaga
jaringan irigasi) yang berjumlah delapan orang
melakukan patroli di kawasan hutan ini sembari
mengontrol kondisi jaringan irigasi yang ada.
Jika terjadi gangguan pada hutan yang mereka
lindungi, seluruh masyarakat akan bersamasama menghadapinya dan komunitas ini tidak
segan menindak dengan tegas para pelaku
kerusakan hutan. Bahkan pada tahun 1994
kesepakatan untuk menjaga kawasan hutan
ini telah pula dikuatkan dengan sebuah surat
perjanjian di antara keempat pemerintah desa
yang ada.
Pembangunan sistem pengairan dilakukan sebelum ter­bentuknya kampung secara
resmi yakni sebelum 1907. Sebelum tahun 1940, sumber pengairan berasal dari
bendungan kayu yang berada kurang lebih 50 meter di sebelah hilir bendungan
saat ini. Namun karena terjadi penurunan muka air dan pendangkal­
an, sumber
pengambilan air dipindahkan ke lokasi baru, yakni tempat bendungan berada saat ini.
Karena untuk mencapai sumber pengambilan baru ini orang harus melewati batuan
di punggungan bukit, para pendahulu melakukan pemahatan batu sepanjang 43
meter untuk dapat mencapai saluran irigasi yang ada. Masyarakat juga membangun
saluran irigasi sederhana sepanjang enam kilometer dan pintu-pintu pembagian air
untuk mengantarkan irigasi dan air bersih ke blok persawahan dan pemukiman.
Dalam pengelolaan sistem irigasi dan air bersih serta perlindungan hutan sumber
airnya, dibuat sejumlah aturan. Aturan-aturan ini sudah mulai dibangun dan
diterapkan sejak pertama kali kampung ini didirikan. Penyusunan dan perbaikan
aturan yang berlaku saat ini didasari oleh musyawarah dengan seluruh masyarakat
yang dipimpin para hatobangon (tetua) desa. Dalam aturan ini ditetapkan bahwa
yang berhak mendapatkan pembagian air irigasi adalah warga keturunan para
pelopor keempat dusun tersebut yang memiliki areal persawahan di kawasan
persawahan yang ada, dan telah ditetapkan secara adat pada waktu pernikahannya.
Walau demikian, masih dimungkinkan untuk orang yang berasal dari luar dusun
29
untuk memiliki hak menggunakan air di keempat desa ini, terutama orang yang
menikah dan bermukim di keempat desa tersebut. Khusus bagi mereka yang
ingin menjadi anggota komunitas dusun-dusun tersebut dan memperoleh hak
menggunakan air, diwajibkan membayar biaya awal keanggotaannya berupa 12 kg
karet dan tiga tabung padi, yang kemdian digunakan untuk membeli perlengkapan
para pengurus tali air. Jika kemudian si pemegang hak pindah dan bermukim di luar
wilayah keempat desa tersebut, ia akan kehilangan haknya mengunakan air. Tapi
hak tersebut bisa diperoleh lagi jika ia kembali bermukim di wilayah keempat desa
tersebut.
Komunitas Simaretong menunjuk satu orang mantri bondar (pemimpin dalam
pengaturan air) yang membawahi delapan orang pengurus tali air (jaga bondar)
dalam pengelolaan sistem irigasi. Kelompok pengelolaan air ini merupakan
suatu institusi otonom yang berada dalam koordinasi keempat dusun yang ada.
Pemilihan para pengurus kelompok pengelola air ini dilakukan secara musyawarah
oleh seluruh anggotanya dan mereka tidak memiliki masa jabatan tertentu. Jika
beberapa anggota melihat ada petugas dalam kelompok pengelola air yang kurang
dapat melakukan fungsinya dengan baik, maka dapat diajukan penghentian dan
pengangkatan petugas baru kepada hatobangon desa. Para petugas inilah yang
mengelola dan mengaturan air, menjaga saluran yang ada, dan mengawasi hutan
di areal perlindungan masyarakat. Jika terjadi kerusakan pada tali air atau saluran
air, para petugas akan memperbaiki kerusakan yang ada. Namun untuk kerusakan
berat — jika tidak mampu diperbaiki oleh pengurus tali air atau dibutuhkan kerja
yang melebihi dari satu minggu — maka mantri bondar akan meminta masyarakat
yang lain untuk membantu secara bergotong royong. Jaga bondar pula yang
menertibkan pembagian air dengan menata saluran (parit) distribusi agar tidak
terjadi pelanggaran terhadap pembagian yang telah ditetapkan.
Perhitungan pembagian air didasari oleh perhitungan matematis dengan membagi
total air yang ada dengan jumlah pihak yang berhak menggunakan air di keempat
dusun tersebut, dan hasilnya mereka sebut “satu bagian air”. Satu keluarga bisa
saja memperoleh lebih dari satu bagian air, tergantung luas sawah mereka dan
penggunaannya. Mesjid, gereja, sekolah dan fasilitas umum juga dipertimbangkan
sebagai pengguna air dalam perhitungan ini. Walaupun nampaknya cukup
rumit, namun cukup mudah untuk dipahami oleh warga masyarakat dan dapat
menghadirkan keadilan bagi seluruh warga masyarakat di keempat desa tersebut.
Berdasarkan pembagian ini kemudian pintu-pintu pembagian diatur dan disesuaikan.
Para pengguna air tidak diperkenankan mengambil air selain dari pintu pembagian
yang sudah disiapkan untuknya dan tidak diperkenankan merusak atau mencuri air
dari saluran induk yang ada. Mantri dan para jaga bondar akan menasehati pelaku
kecurangan atau pelanggaran, namun jika pelanggar tidak mengindahkannya maka
pertemuan adat yang dipimpin oleh hatobangon desalah yang akan dihadapi oleh
pelanggar. Dalam pertemuan adat ini, biasanya pelanggar akan dinasihati untuk
tidak mengulangi perbuatannya dan besar kemungkinannya ia akan dijatuhi sangsi
adat.
Mantri dan jaga bondar yang ada memperoleh imbalan atas layanan yang mereka
berikan. Imbalan ini berasal dari semacam iuran jasa pemanfaatan air yang diberikan
setiap warga pengguna air. Iuran ini dapat dikategorikan pula sebagai pembayaran
jasa lingkungan (payment for environmental services), dimana setiap satu bagian air
akan dikenakan iuran sebesar dua kaleng padi (kurang lebih 24 kg) setiap tahunnya.
Selain untuk memberikan imbalan pada para mantri dan jaga bondar, iuran yang
30
terkumpul juga dapat dipergunakan untuk merawat saluran air yang ada. Pemberian
imbalan kepada mantri dan para jaga bondar dilakukan berdasarkan waktu kerja yang
dikontribusikan mereka masing-masing selama setahun yang telah berlangsung.
Hasil rekapitulasi waktu kerja dari setiap orang dikumpulkan berdasarkan catatan
operasional yang dimiliki oleh mantri bondar. Sebelum melakukan perhitungan besar
imbalan para petugas, hasil iuran yang terkumpul terlebih dahulu dikurangi biaya
operasional. Baru kemudian nilai ini dibagi dengan jumlah reka­pitulasi waktu kerja
untuk memperoleh besaran imbalan per hari yang akan diberikan. Dan kemudian,
besar imbalan per hari inilah yang dikalikan dengan waktu yang dikontribusikan
setiap orang untuk menentukan besar imbalan yang mereka terima dalam tahun
tersebut.
Walaupun tidak memanfaatkan kayu yang ada hutan, masyarakat Hatabosi tetap
dapat memanfaatkan jasa yang diberikan hutan atau yang disebut pula dengan
istilah jasa lingkungan (environmental services), di antaranya hasil hutan non-kayu
maupun air yang diberikan hutan. Selain kedua hal tersebut, masih banyak hasil lain
yang diberikan hutan kepada masyarakat. Untuk mendapatkan gambaran mengenai
seberapa besar manfaatnya, maka berikut disampaikan estimasi sederhana tentang
keuntungan ekonomi dari pemanfaatan air yang diberikan hutan yang dikonservasi
oleh komunitas ini:
•
Air irigasi untuk persawahan masyarakat seluas 300 hektar dengan pola tanam
dua kali penamanan dalam setahun. Berdasarkan perhitungan kebutuhan air
irigasi, diestimasikan bahwa air yang dipergunakan untuk pertanian padi warga
masyarakat mencapai 6,69 juta m3/tahunnya. Jika diasumsikan harga air irigasi
adalah Rp 300/m3, maka nilai jasa yang telah diberikan setara dengan Rp 2,006
milyar per tahun.
•
Air bersih untuk kebutuhan 253 keluarga. Berdasarkan perhitungan kebutuhan
air domestik minimal sebesar 100 liter/orang/hari, diestimasikan air yang
dipergunakan untuk penyediaan air bersih mencapai 34,2 ribu m3/tahun. Jika
diasumsikan harga air setara dengan tarif air yang digunakan PDAM untuk
golongan rumah tangga, yakni sebesar Rp 700/m3, maka nilai penyediaan air
domestik yang telah diberikan ini setara dengan Rp 23,94 juta per tahunnya.
Selain itu, pertanian padi yang berlangsung ternyata memberikan sumbangan
terhadap ekonomi lokal yang cukup besar. Berdasarkan keterangan dari warga
masyarakat, diperoleh informasi bahwa rata-rata produksi padi mencapai enam
ton padi per hektar, sehingga produksi yang dihasilkan mencapai 3600 ton setiap
tahunnya atau setara dengan Rp. 9,360 milyar per tahun.
31
5b
Konsep-konsep Kunci REDD+
2 JPL
TUJUAN
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
Peserta memahami kemungkinan skala atau level pelaksanaan perhitungan
REDD+, yang mencakup pelaksanaan secara nasional, sub-nasional ataupun
nested.
Peserta memahami tiga konsep dasar REDD+, yakni: Nilai-tambah (Additionality),
Kebocoran (Leakage) dan Kelanggengan (Permanence).
Peserta memahami mengapa konsep-konsep itu penting bagi perancangan dan
perencanan proyek REDD+.
ALTERNATIF METODE
Alternatif 1
Sesi ini dapat dilakukan dengan kegiatan pengajaran, baik
menggunakan alat peraga flipchart maupun presentasi
PowerPoint, dengan menyampaikan pokok bahasan yang
sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Materi dalam bahan bacaan sesi ini, yang dipersiapkan sebagai
pelengkap dari modul ini, dapat dijadikan salah satu acauan
dalam penyusunan alat peraga.
Alternatif 2
Alternatif 3
32
Sesi ini dapat pula dilakukan dengan meminta narasumber
yang paham akan pokok persoalan ini untuk memberikan
ceramah yang diikuti dengan kesempatan peserta untuk
bertanya-jawab dengan narasumber. Narasumber dapat
berasal dari pejabat senior Kementerian Kehutanan, Pengurus
atau Anggota Kelompok Kerja yang dibentuk untuk menangani
perubahan iklim dan REDD+, baik di tingkat nasional, propinsi
maupun kabupaten, akademisi dari perguruan tinggi, ataupun
pihak lainnya yang memiliki kompetensi dalam memberikan
materi ini.
Jika kesulitan mendapatkan narasumber yang memadai,
peserta dapat diminta membaca bahan bacaan yang sudah
dipersiapkan dan kemudian mendiskusikan beberapa hal
penting atau pembelajaran penting dari bahan bacaan ini pada
peserta lainnya.
Beberapa pertanyaan yang dapat didiskusikan dalam hal ini
adalah, antara lain:
ƒƒ
Kira-kira skala atau tingkat pelaksanaan manakah yang
sesuai untuk diterapkan di Indonesia? Mengapa demikian?
ƒƒ
Kira-kira bagaimana hubungan antara skala atau tingkat
pelaksanaan dengan nilai tambah, kebocoran, dan
kelanggengan? Pada skala mana nilai tambah, kebocoran,
dan kelanggengan dapat diwujudkan? Dapatkah dalam
suatu prakarsa REDD+ kita mewujudkan yang satu tanpa
yang lainnya? Apa akibatnya?
ƒƒ
Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi dapat tidaknya
nilai tambah, kebocoran, dan kelanggengan diwujudkan?
Apa yang dapat kita lakukan untuk meningkatkan
kemungkinan terwujudnya ketiga hal itu?
MERANGKUM SESI
Sebuah proyek atau inisiatif REDD+ di tingkat tapak atau lapangan yang baik akan
mempertimbangkan beberapa hal teknis dalam perancangan dan perencanaan
proyeknya, serta kemungkinan skala atau level pelaksanaan perhitungan dari REDD+
yang akan diputuskan nantinya.
33
Bahan Bacaan
Beberapa Konsep Penting di
Dalam REDD+
Apa skala yang tepat untuk REDD?
Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) adalah sebuah
mekanisme keuangan yang diusulkan dalam memberikan insentif bagi upaya
pengurangan emisi dari sektor kehutanan di negara berkembang. REDD+ dapat
menjadi bagian dari perjanjian iklim internasional, yang saat ini sedang dibahas
dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC). Sebuah
pertanyaan kunci dalam perdebatan yang berlangsung adalah menyangkut tingkat
(skala) dimana perhitungan akan dilakukan dan insentif yang ditawarkan dalam
kegiatan tersebut.
Terdapat tiga proposal bagaimana REDD+ akan dilaksanakan pada tingkat geografis
atau skala penghitungan, serta mekanisme insentif yang sedang didiskusikan, yakni:
dukungan langsung kepada proyek-proyek (di tingkat sub nasional), dukungan
langsung kepada negara (di tingkat nasional), ataupun secara hibrid (pendekatan
‘nested’) yang menggabungkan keduanya.
Pendekatan Nasional
Pendekatan
Sub-Nasional
Pembeli
Kredit REDD
Pendekatan Nested
Pendekatan sub-nasional atau proyek pada wilayah tertentu yang terbatas,
memungkinkan keterlibatan awal dan partisipasi yang luas dari para pemangku
kepentingan serta menarik bagi investor swasta. Namun, dalam pendekatan pada
skala ini kita mungkin sulit menghindari kebocoran, yakni meningkatnya emisi
diluar batas proyek dan tidak dapat mengatasi tekanan deforestasi dan degradasi
hutan yang lebih luas. Sementara, pendekatan nasional, yakni pendekatan dimana
perhitungan emisi dan insentif dilakukan pada tingkat nasional, semestinya
34
memungkinkan pencapaian serangkaian kebijakan, dilaksanakannya uapaya-upaya
mengatasi kebocoran domestik dan diciptakannya kepemilikan negara. Dalam jangka
pendek dan menengah, pendekatan nasional mungkin layak hanya bagi beberapa
negara dengan modal sosial-politik yang baik, karena pendekatan ini tidak dapat
berlangsung dengan baik pada situasi rentan terhadap kegagalan pemerintahan.
Selain itu, pendekatan ini juga mungkin kurang memungkinkan dimobilisasinya
investasi swasta dan keterlibatan yang bermakna pemerintah daerah.
Pendekatan yang terakhir adalah pendekatan nested yang mengkombinasikan
pendekatan sub-nasional dan nasional. Pendekatan ini disebutkan “nested” karena
proyek-proyek di tingkat sub-nasional dibingkai dalam pendekatan nasional.
Pendekatan ini merupakan mekanisme yang paling fleksibel. Hal ini memungkinkan
negara-negara untuk memulai upaya REDD+ melalui kegiatan di tingkat sub
nasional dan secara bertahap pindah ke pendekatan nasional, atau bisa saja tetap
mempertahankan keduanya dalam sistem dimana kredit REDD+ yang dihasilkan
baik oleh proyek maupun oleh pemerintah, sehingga memaksimalkan potensi dari
kedua pendekatan tersebut. Namun, pendekatan nested memiliki tantangan dalam
menciptakan harmonisasi antara kedua tingkat yang bersangkutan.
Pemilihan tingkat geografis atau skala dalam REDD+ memiliki implikasi besar dalam
efisiensi, efektivitas dan ekuitas seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Kelebihan dan Kekurangan
Model REDD
Pendekatan
sub nasional
Efektivitas
+ Partisipasi secara luas
dalam waktu singkat
+ Menarik para pendana
swasta
- Masalah kebocoran
domestik
- Tidak mendorong
terjadinya perubahan
kebijakan
Efisiensi
± Biaya MRV secara
umum rendah,
namun tinggi jika
dibandingkan setiap
setara CO2-nya
+ Kemungkinan
pembayaran insentif
yang beragam: biaya
rendah
- Rendahnya
keterlibatan negara
tempatan
Pendekatan
nasional
+ Memungkinkan untuk
melakukan perubahan
pada banyak
kebijakan
+ Biaya MRV dan
transaksi rendah
setiap setara CO2nya
+ Dapat mengendalikan
kebocoran domestik
+ Kemungkinan
pembayaran insentif
yang beragam: biaya
rendah
+ Tingginya keterlibatan
negara tempatan
- Belum
terselesaikannya
masalah tingkatan
referensi
Kesetaraan dan Manfaat
Ikutan
+ Partisipasi yang
mudah bagi negara
miskin dan negara
yang memiliki tata
pemerintahan yang
lemah
+ Dapat mencapai
kelompok sasaran
masyarakat miskin dan
menciptakan banyak
kesempatan partisipasi
masyarakat
+ Berpotensi
menghasilkan transfer
yang besar
+ Dapat sejalan
dengan kebijakan
pembangunan
nasional
- Sangat diminati oleh
negara berpendapatan
menengah
-
Beresiko akan dikuasai
oleh kelompok elit
(nasionalisasi hak atas
karbon)
35
Kelebihan dan Kekurangan
Model REDD
Pendekatan
Nested
Efektivitas
+Mengkombinasikan
kedua kekuatan dari 2
pendekatan terdahulu
+ Fleksibel berdasarkan
kondisi nasional
+ Pontisial untuk
transfer yang besar
secara keseluruhan
-Belum
terselesaikannya
masalah tingkatan
referensi
Efisiensi
+ Dapat
mengkombinasikan
keragaman
pembayaran
kompensasi
dan kebijakan
penyebaran yang
murah
-
Biaya MRV tinggi
(dimana dibutuhkan
pemecahan data
nasional)
-
Tantangan untuk
mengharmonisasikan
pemerintah pusat
dan sub nasional
Kesetaraan dan Manfaat
Ikutan
+Meningkatkan
partisipasi negara dan
transfer yang besar
bagi negara miskin
+Memungkinkan
mencapai kelompok
target miskin
Apa saja yang harus dipertimbangkan dalam desain REDD+?
Dalam REDD+ terdapat beberapa istilah teknis yang dapat memberikan pertimbangan
bagi pengembang maupun pemodal dari inisiasi yang akan dilakukan, diantaranya:
1. Nilai Tambah (Additionality):
Dalam pelaksanaan REDD+ nantinya, hanya kegiatan-kegiatan yang merupakan
tambahan (memberi nilai tambah) dari kegiatan-kegiatan yang sudah berlangsung
atau sudah direncanakan yang dapat dipertimbangkan untuk mendapatkan kredit
karbon. Kelanjutan dari praktek baik yang sudah berjalan (misalnya penerapan yang
baik dari program pengelolaan kawasan lindung) tidak dianggap sebagai tambahan.
Jika meminta kredit untuk pengurangan emisi, pihak yang meminta itu harus dapat
menunjukan bahwa kegiatan-kegiatan yang relevan sesungguhnya tidak akan terjadi
jika mekanisme pasar karbon tidak ada.
2. Kebocoran (Leakage):
Kebocoran didefinisikan sebagai kenaikan tingkat deforestasi dan degradasi hutan
yang terjadi di luar batas-batas proyek, dan yang berhubungan dengan kegiatan
proyek. Ada tiga jenis ‘kebocoran’:
1. Kebocoran Kegiatan: yakni kebocoran yang terjadi manakala kegiatankegiatan yang menyebabkan deforestasi atau degradasi bergerak ke luar
batas-batas proyek.
2. Kebocoran Pasar: yakni kebocoran yang terjadi manakala kegiatan REDD+
yang mengurangi pasokan produk-produk kayu atau hasil hutan dari wilayah
proyek mengakibatkan meningkatnya permintaan akan produk-produk itu
di luar kawasan proyek.
3. Kebocoran International: yakni kebocoran yang terjadi ketika perusahaanperusahaan kayu pindah ke negara atau benua lain dan menebang hutan
disana.
36
4. Kelanggengan (Permanence):
Konsep kelanggengan berkenaan dengan waktu berlanjutnya efek positif dari
kegiatan mitigasi perubahan iklim. Kelanggengan menyiratkan bahwa efek-efek
positif yang dihasilkan prakarsa REDD+ akan berlangsung selamanya, tetapi ini
jarang terjadi karena adanya berbagai risiko terhadap kelanggengan mencakup,
antara lain:
1. Risiko Ekologi: kebakaran hutan, bencana alam, hama dan penyakit tanaman.
2. Resiko Kepemerintahan: Perubahan dalam pemerintahan dan kebijakannya
bisa mementahkan komitmen sebelumnya.
3. Risiko sisi permintaan (pasar): Jika nilai produk yang bersaing (seperti minyak
sawit) meningkat, penyimpanan karbon bisa jadi tidak lagi menguntungkan.
4. Resiko sosial: para pemangku kepentingan karena alasan-alasan sosial
– seperti melemahnya modal sosial, terjadinya disorganisasi sosial, atau
hilangnya kapasitas kepemimpinan - tidak lagi berkomitmen terhadap
prakarsa yang dimulai atau tidak lagi dapat menegakan aturan-aturan yang
bersangkutan.
Penyebab-penyebab langsung dan akar permasalahan penggundulan hutan, serta
resiko-resiko yang ada harus dipahami dan ditangani dalam kebijakan nasional dan
perundingan internasional.
37
6
Penerapan REDD+
3 JPL
TUJUAN
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
Peserta
memahami
peran
pengamanan
hutan
dan
pengelolaan hutan berkelanjutan
(REDD+) dalam meningkatkan
cadangan karbon hutan di negara
berkembang.
Peserta
memahami
REDD+
merupakan sebuah bentuk dari
kompensasi
jasa
lingkungan
dengan menggunakan karbon
sebagai komoditasnya.
Peserta
memahami
konsepsi
kompensasi dan pasar karbon,
serta dari mana pendanaan untuk
insentif dari jasa karbon diperoleh.
at
Sertifik Lestari
Hutan
ALTERNATIF METODE
Alternatif 1
Alternatif 2
38
Sesi ini dapat dilakukan dengan kegiatan pengajaran, baik
menggunakan alat peraga flipchart maupun presentasi
PowerPoint, yang menyampaikan pokok bahasan yang sesuai
dengan tujuan pembelajarannya. Materi dalam bahan bacaan
sesi ini dapat dijadikan salah satu acauan dalam penyusunan
alat peraga.
Sesi ini dapat pula dilakukan dengan meminta seorang
narasumber yang paham pokok bahasan ini untuk memberikan
ceramah dan diikuti dengan dibukanya kesempatan
para peserta untuk bertanya-jawab dengan narasumber.
Narasumber dapat berasal dari pejabat senior Kementerian
Kehutanan, Pengurus atau Anggota Kelompok Kerja yang
dibentuk untuk menangani perubahan iklim dan REDD+, baik
di tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten, akademisi
dari perguruan tinggi ataupun pihak lainnya yang memiliki
kompetensi dalam memberikan materi ini.
Alternatif 3
Jika kesulitan mendapatkan narasumber yang memadai,
peserta dapat diminta membaca bahan bacaan yang sudah
dipersiapkan dan kemudian mendiskusikan beberapa hal
penting atau pembelajaran penting dari bahan bacaan ini pada
peserta lainnya.
MERANGKUM SESI
REDD+ merupakan kegiatan yang mengakomodasi pengelolaan hutan
berkelanjutan, pengamanan hutan dan insentif dari pembayaran jasa lingkungan
atas jasa mempertahankan karbon hutan. Pengelolaan hutan secara berkelanjutan
dan pengamanan hutan merupakan sebuah pekerjaan yang menjadi pekerjaan
sehari-hari. Pemberian insentif yang masih didiskusikan di tingkat internasional
hendaknya tidak dijadikan tujuan dalam pengelolaan hutan, karena hanyalah bonus
dari pekerjaan sehari-hari kita dalam mengelola hutan dengan baik.
39
Studi Kasus
Jasa Iklim dan
Kompensasi Karbon di Dalam
REDD+
Bagaimana nilai jasa iklim dari hutan ditentukan?
Pengurangan deforestasi dan degradasi hutan dapat menghasilkan jasa lingkungan
pengurangan perubahan iklim. Bagaimana kita bisa mempertahankan layanan
ini seiring dengan menciptakan manfaat finansial dan manfaat lainnya? Untuk
memperoleh keuntungan finansial dari hutan, perlu ada nilai ekonomi untuk
mencegah emisi CO2 dan mempertahankan karbon tersimpan di pohon. Hutan
memiliki nilai yang tinggi bagi manusia dan keanekaragaman hayati. Hutan sangat
penting bagi budaya tradisional dan memiliki keterikatan yang besar dan nilai bagi
mata pencaharian masyarakat adat dan masyarakat lainnya yang tergantung dengan
hutan.
Hutan juga memiliki nilai untuk perannya membantu untuk menjaga kesehatan iklim
bumi. Nilai dari layanan iklim hutan untuk penyediaan menyimpan karbon berkaitan
dengan jumlah CO2 yang dapat dipertahankan dengan tidak menebang pohon
dan memungkinkan hutan untuk terus menyediakan penyimpanan karbon dan jasa
lainnya. Kondisi ini akan menentukan jumlah yang dapat dihasilkan hutan dalam
kesepakatan REDD+. Nilai hutan dalam perjanjian REDD+ tergantung pada: (i)
jumlah pohon di kawasan hutan; (ii) jumlah karbon yang disimpan di pepohonan; (iii)
jumlah penyimpanan karbon baru yang akan terjadi dari hutan baru yang ditanam
dan tumbuh pada kawasan hutan yang dahulunya telah terdegradasi; (iv) akhirnya,
di negara-negara dengan tingkat deforestasi yang tinggi, berapa jumlah deforestasi
dan emisi CO2 yang dapat dicegah.
Di bawah ini adalah contoh umum tentang bagaimana aktivitas REDD+ dilaksanakan:
Hutan alam mampu menyimpan karbon dengan jumlah yang besar. Hutan juga melindungi
jasa ekosistem dan keanekaragaman hayati. Hasil:
40
ƒƒ
Karbon disimpan, emisi dicegah
ƒƒ
Ekosistem yang sehat
Terdapat rencana memberikan sebuah konsesi untuk menebang sebagian dari hutan ini.
Hasil:
ƒƒ
CO2 yang dilepaskan, penurunan penyimpanan karbon
ƒƒ
Penurunan ekosistem
ƒƒ
Kehilangan manfaat pada jangka panjang
Sebaliknya, kesepakatan dibuat untuk menjaga berdiri hutan. Hasil:
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
Karbon disimpan, emisi dicegah
Ekosistem sehat
Pencegahan deforestasi membawa manfaat dari REDD+
Bagaimana bekerjanya kompensasi untuk REDD+?
Seperti pembayaran dalam skema PES lainnya, uang untuk pembayaran dalam skema
REDD+ dapat datang dengan beberapa cara dan sumber yang berbeda. Salah satu
contohnya adalah dana internasional yang diciptakan untuk membantu negaranegara berkembang menjaga hutan mereka atau menanam kembali hutan yang
telah ditebangi. Beberapa negara maju telah berjanji untuk menyediakan dana bagi
negara berkembang guna membantu negara-negara tersebut mengembangkan
rencana dan melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk mengurangi perubahan
iklim. Dalam hal ini perjanjian atau Memorandum of Understanding (MOU) dapat
dibuat antara negara maju dan negara berkembang untuk menyediakan dana bagi
pemerintah untuk membuat rencana untuk melakukan kesiapan REDD+ dan kegiatan
demonstrasi. Berikut ini adalah deskripsi dan contoh bagaimana ini bisa bekerja:
41
Berdasarkan perjanjian internasional lainnya untuk mengurangi atau menghentikan
perubahan iklim, negara-negara maju telah berjanji untuk mengurangi jumlah gas
rumah kaca (GRK) yang mereka lepaskan ke atmosfer. Untuk membantu melakukan
hal ini, pemerintah membuat peraturan tentang berapa banyak CO2 atau gas
rumah kaca lainnya dari usaha industri boleh dilepaskan. Tapi, mengubah cara
bisnis beroperasi – misalnya dengan pembelian mesin-mesin yang lebih efisien,
menggunakan berbagai teknologi baru, dan lain-lain - membutuhkan waktu yang
lama, sehingga sulit bagi perusahaan-perusahaan untuk mengurangi emisi gas
rumah kaca mereka secara cepat dalam waktu yang ditetapkan oleh aturan yang
dibuat oleh pemerintah. Salah satu cara yang dapat membantu perusahaanperusahaan itu untuk mengurangi jumlah total CO2 di atmosfer lebih cepat adalah
membuat kesepakatan dengan negara berkembang atau dengan pemilik hutan
untuk melestarikan hutan mereka dan menjaga karbon yang tersimpan di dalamnya.
Berdasarkan perjanjian REDD+, para pemilik hutan bisa menjual kredit karbon dalam
hutan kepada perusahaan untuk membantu mereka memenuhi tujuan pengurangan
jumlah CO2 yang dilepaskan perusahaanya ke atmosfer. Perusahaan ini membeli
kredit karbon dan membayar pemilik hutan untuk menjaga karbon dalam pohon
sehingga emisi CO2 dapat dicegah.
Sebagai contoh, sebuah perusahaan yang membuat lembaran seng untuk atap
memerlukan pengurangan emisi CO2 dari pabriknya sebesar 1000 ton selama dua
tahun. Tapi, mereka tidak akan dapat menyelesaikan ini selama tiga tahun (tenggat
yang ditetapkan untuk mengurangi emisi CO2 mereka). Bisnis ini hanya mampu
mengurangi emisinya sebesar 800 ton melalui berbagai perbaikan dalam operasi
mereka. Lalu bagaimanakah mereka dapat memenuhi kewajibannya mengurangi
emisi 200 ton CO2 lagi dalam tenggat yang ada? Untuk mengurangi selisih 200
ton CO2 itu, perusahaan dapat meminta bantuan kepada pihak lainnya? Perusahaan
ini bisa membayar satu negara atau pemilik hutan untuk mengurangi emisi CO2
sebanyak 200 ton dengan menjaga tegakan hutan yang masih ada agar karbon pada
pohon-pohon di hutan tersebut TIDAK dilepaskan sebagai CO2. Jika ini dilakukan,
maka bisnis yang bersangkutan dapat menghitung 200 ton CO2 yang tersimpan di
hutan sebagai bagian dari pengurangan emisinya. Dengan menambahkan 200
ton kredit karbon yang dibelinya dari pihak lain dan pengurangan 800 ton dari
aktivitas bisnisnya sendiri, tujuan menurunkan 1000 ton dapat terpenuhi. Jika
semua perusahaan di berbagai penjuru dunia melakukan hal ini untuk memenuhi
kewajiban pengurangan emisinya, dan semua penerima dapat menjaga hutannya
dengan baik sesuai kesepakatan yang dibuat, maka ada kemungkinan bahwa
tujuan mengurangi emisi di seluruh dunia juga akan tercapai. Dan karena atmosfir
merupakan sumberdaya yang digunakan oleh seluruh dunia, maka usaha itu akan
bermanfaat bagi semua. Artinya, manfaat dari menjual kredit karbon membantu
banyak negara dan masyarakat. (Ingat: 1 kredit karbon = 1 ton emisi CO2 dicegah
untuk dilepaskan).
Tentu bisnis tidak dapat memenuhi semua pengurangan emisi CO2 yang diperlukan
hanya dengan membeli kredit karbon. Negara-negara maju dan bisnis mereka harus
juga berubah. Sebagian besar pengurangan emisi CO2 harus datang dari perubahan
dan perbaikan cara-cara bagaimana industri dijalankan, cara-cara yang lebih baik
untuk menghasilkan energi, dan berbagai cara lain untuk mengurangi emisi CO2.
42
Karena ada banyak negara berkembang, pemilik hutan, dan bisnis, kemungkinan ada
banyak kelompok yang ingin menjual dan membeli kredit karbon untuk mengurangi
CO2 di atmosfer dan mendapatkan manfaat dari tidak menebang pohon. Dalam
rangka membantu dengan membeli dan menjual kredit karbon, ‘pasar’ karbon
telah ditetapkan. Pasar ini dapat membantu menguji bagaimana pendanaan untuk
kegiatan REDD+ dapat bekerja.
Pasar merupakan tempat atau proses dimana orang bertukar barang dan jasa. Suatu
pasar membutuhkan penjual yang menyediakan barang dan jasa dan pembeli yang
membayar untuk barang atau jasa itu. Dalam REDD+, penjual dapat saja pemerintah,
masyarakat atau pemilik hutan yang menawarkan untuk mengurangi emisi karbon
dari hutan miliknya dengan melestarikannya, dan untuk itu menjual kredit karbon
yang terkandung dalam hutan tersebut. Sementara pembeli atau mereka yang
mendapatkan manfaat dari layanan iklim, dapat pemerintah atau perusahaan swasta yang perlu memenuhi komitmennya, atau donor swasta dan dana internasional yang
ingin membantu mengurangi perubahan iklim. Pasar karbon menyediakan layanan
yang menghubungkan para pembeli dan penjual dan menentukan harga untuk
kredit karbon.
43
7
Perhitungan Karbon, Baseline
dan MRV
2 JPL
TUJUAN
ƒƒ
ƒƒ
Peserta memahami konsepsi mengenai pengukuran karbon di tingkat tapak,
baseline data (data dasar) emisi CO2 di tingkat nasional ataupun sub-nasional
serta gambaran mengenai pengkuran, pelaporan dan verifikasi atau yang lebih
deikenal sebagai MRV (measuring, reporting and verification)
Peserta memahami hubungan antara konsep-konsep tersebut pada implementasi
REDD+
ALTERNATIF METODE
Alternatif 1
Sesi ini dapat dilakukan melalui kegiatan pengajaran, baik
dengan menggunakan alat peraga lembar-balik (flipchart)
maupun presentasi PowerPoint, dengan memberikan
penyampaian pokok bahasan yang termuat dalam tujuan
pembelajaran. Materi dalam bahan bacaan sesi ini dapat
dijadikan salah satu acauan dalam penyusunan alat peraga.
Alternatif 2
Sesi ini dapat pula dilakukan dengan meminta seorang
narasumber yang paham pokok bahasan ini untuk memberikan
ceramah dan diikuti dengan dibukanya kesempatan peserta
untuk melakukan tanya jawab pada narasumber. Narasumber
dapat berasal dari pejabat senior Kementerian Kehutanan,
Pengurus atau Anggota Kelompok Kerja yang dibentuk
untuk menangani perubahan iklim dan REDD+, baik di tingkat
nasional, propinsi maupun kabupaten, akademisi dari perguruan
tinggi ataupun pihak lainnya yang memiliki kompetensi dalam
memberikan materi ini.
MERANGKUM SESI
Pengukuran karbon dilakukan di tingkat tapak dan secara lebih luas, seperti sebuah
pulau, propinsi atau pun negara. Pengukuran di tingkat tapak dapat dilakukan dengan
inventarisasi tegakan pohon yang ada dan memperkirakan karbon yang terkandung
di pohon itu, baik dari daun, ranting, batang hingga akarnya, dan juga ketersimpanan
karbon di lahan hutan tersebut, misalnya: serasah, liana, tanah organik, kayu mati
di atas tanah maupun di bawah tanah. MRV merupakan alat yang digunakan para
pihak, dari tingkat internasional sampai ke akar rumput, secara bersama dalam
menilai keberhasilan atau kegagalan prakarsa REDD+ yang dilaksanakan.
44
Contoh Poster
Penyimpanan Karbon di Hutan
Biomassa di atas tanah
Serasah
sampah - kayu
Serasah
sampah - daun
Biomassa selain
dari pohon
45
Contoh Poster
Pengertian MRV
(Monitoring, Reporting,
Verification)
PEMANTAUAN dan PENGUKURAN
Ketersediaan Gas Rumah Kaca (GRK) dihitung berdasarkan:
ƒƒ
ƒƒ
Perubahan Luasan Kawasan Hutan (AD) – untuk setiap jenis hutan
Setiap jenis hutan- memiliki emisi CO2 atau penyerapan CO2 yang berbeda
disebut sebagai Faktor Emisi (EF)
Dalam perhitungan ini, perlu mengukur indikator perlindungan dan manfaat hutan
lainnya.
PELAPORAN
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
Kompilasi dan ketersediaan data dan statistik secara nasional untuk informasi
dalam sebuah format inventarisasi gas rumah kaca.
Pelaporan ke UNFCCC dalam bentuk Komunikasi Nasional.
Elemen inti dari komunikasi nasional adalah informasi tentang emisi dan
penyerapan gas rumah kaca dan rincian kegiatan yang dilakukan dalam
memenuhi komitmen.
VERIFIKASI
Obyek yang diverifikasi:
ƒƒ
ƒƒ
Akurasi dan keandalan informasi.
Prosedur yang digunakan.
Cakupan Verifikasi:
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
46
Sejauh mana data yang dilaporkan mampu diverifikasi,
Para aktor yang melakukan verifikasi, dan
Cara-cara apa yang dilakukan dalam memverifikasi.
8a
Resiko Pengembangan REDD+
2 Jam
TUJUAN
ƒƒ
ƒƒ
Peserta memahami resiko apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan program
REDD+
Peserta memahami bentuk-bentuk hak yang ada, bagaimana memetakan pemilik
hak (right holder) dan perbedaan antara pemangku kepentingan (stakeholder)
dan pemilik hak.
ALTERNATIF METODE
Alternatif 1
Alternatif 2
Alternatif 3
Sesi ini dapat dilakukan dengan meminta seorang
narasumber yang paham akan topik ini untuk memberikan
ceramah dan diikuti dengan kesempatan bagi peserta
untuk bertanya-jawab dengan narasumber. Narasumber
dapat berasal dari pejabat senior Kementerian Kehutanan,
Pengurus atau Anggota Kelompok Kerja yang dibentuk untuk
menangani perubahan iklim dan REDD+, baik di tingkat
nasional, propinsi maupun kabupaten, akademisi dari perguruan
tinggi ataupun pihak lainnya yang memiliki kompetensi dalam
memberikan materi ini.
Sesi ini dapat dilakukan dengan kegiatan pengajaran, baik
dengan menggunakan alat peraga flipchart maupun presentasi
PowerPoint, dengan menyampaikan pokok bahasan yang
termuat dalam tujuan pembelajaran. Materi dalam bahan
bacaan sesi ini dapat dijadikan salah satu acauan dalam
penyusunan alat peraga.
Peserta diminta untuk membaca studi kasus dan mencoba
secara bersama mendiskusikannya di dalam kelompok
beberapa pertanyaan kunci, misalnya:
ƒƒ
Siapa pemilik hak dalam kasus tersebut (hak untuk
mengakses, hak untuk menggunakan, hak untuk mengelola,
hak untuk mengikut sertakan ataupun mengeluarkan, hak
kepemilikan secara hukum)?
47
ƒƒ
Apa saja resiko yang akan dihadapi oleh setiap pemilik hak
dalam kasus tersebut, jika program REDD+ dilaksanakan?
ƒƒ
Kira-kira apa yang dapat mereka lakukan
mengendalikan resiko yang dihadapi tersebut?
untuk
Setelah mendiskusikannya dalam kelompok, kemudian
secara bersama diskusi dilanjutkan dalam pleno atau
menggunakan metode karosel. Tahapan terakhir adalah
dengan mengkategorikan secara bersama resiko-resiko yang
diidentifikasi oleh seluruh kelompok.
PEMILIK H
AK
N
KEPENTINGA
U
K
G
N
A
M
E
P
MERANGKUM SESI
Dalam setiap usaha, terutama yang merupakan sebuah kegiatan yang berhubungan
dengan pemanfaatan sumber daya, pasti akan memiliki resiko. Penjelasan mengenai
resiko sebuah usaha terkadang dilupakan oleh para inisiator. Hal ini harus dihindari
dalam pengembangan REDD+. Para pemilik hak (right holder) harus dipahamkan
pada resiko yang akan terjadi dari pengembangan REDD+ pada hutan yang ada,
selain penjelasan keuntungan, konsekuensi dan kompensasi dari usaha tersebut.
48
Studi Kasus
Sebuah Inisiatif REDD+ dengan
Ijin Usaha Pengelolaan Hasil
Hutan – Restorasi Ekosistem
Sebuah perusahaan swasta mendapatkan konsesi IUPHH-Restorasi Ekosistem pada
sebuah kawasan hutan produksi seluas 7,000 Hektar yang dahulunya dikuasai oleh
sebuah HPH. Kegiatan ekstraktif skala besar di kawasan hutan ini terhenti sejak
berhenti operasinya HPH pada awal 2000-an seiring menurunnya potensi kayu
komersial di dalam kawasan. Selain mengembangkan usaha restorasi ekosistem,
perusahaan ini juga melirik untuk memasarkan potensi karbon yang ada di dalam
areal IUPHH-nya. Potensi pasar karbon di dalam kawasan ini cukup besar, karena
hampir 80% kawasan merupakan kawasan gambut dengan tegakan vegetasi yang
cukup baik. Di era transisi antara 2000-2003, illegal logging sempat terjadi di
kawasan ini, terutama untuk mengambil kayu ramin dan jelutung, yang pada masa
itu harganya cukup baik. Aktivitas ini kemudian terhenti karena ketiadaan pembeli
kayu ramin, paska diberlakukan pelarangan perdagangan jenis kayu yang baik
digunakan untuk interior rumah tersebut.
Ada lebih dari 20 kampung di sekitar kawasan ini. Hampir semua kampung adalah
kampung lama yang sudah ditinggali penduduk jauh sebelum kawasan tersebut
ditetapkan sebagai kawasan hutan melalui TGHK pada era 1980-an. Hanya dua
kampung yang merupakan kampung baru dan berada di dalam kawasan konsesi.
Hampir 60% kawasan diklaim oleh masyarakat sekitarnya sebagai hak ulayat
masyarakat. Tata batas kawasan hutan telah dilakukan, namun prosesnya hampir
tidak melibatkan masyarakat di sekitarnya dan dirasakan tidak menghormati hak-hak
masyarakat. Di beberapa kawasan yang berada di pinggir kawasan, sekarang telah
pula diduduki masyarakat dengan ijin kepala desa mereka yang merasa memiliki
kewenangan untuk memberikan ijin, Kawasan itu kemudian dibangun menjadi areal
pertanian dan perkebunan. Di salah satu kampung bahkan telah dibangun saluran
drainase sepanjang 300 meter untuk menata tata air kawasan seluas 60 hektar
dengan pendanaan dari proyek PNPM.
Masyarakat sekitar cukup banyak yang memanfaatkan hasil hutan non-kayu dari
dalam kawasan ini, seperti menyadap getah jelutung, memanen gaharu, memanen
ikan air tawar yang cukup banyak di sungai-sungai yang berada di dalam kawasan
hutan, memanen rotan dan resam untuk dimanfaatkan sebagai kerajinan tangan,
dan berbagai hal lainnya lagi. Akses ke kawasan ini sangat terbuka bagi masyarakat
sekitarnya, karena ada cukup banyak pintu masuk, baik menggunakan jalur darat
maupun jalur sungai.
Melihat potensi karbon yang ada, perusahaan pemilik konsesi telah melakukan
pembicaraan awal dengan beberapa pihak yang tertarik untuk berinvestasi
mengembangkan proyek karbon di dalam kawasannya, sebagai produk sampingan
dari kegiatan restorasi ekosistem. Pihak manajemen perusahaan sedang
mempertimbangkan untuk meningkatkan pengamanan aset perusahaan melalui
pengembangan satpam hutan dan patroli hutan. Akses masyarakat akan dibatasi
49
secara bertahap, hingga di masa mendatang diupayakan agar tidak ada lagi akses
masyarakat. Untuk beberapa kawasan yang berada dalam konflik karena dikuasai
warga masyarakat, akan dilakukan upaya hukum untuk memperjelas status kawasan
tersebut. Perusahaan berupaya semaksimal mungkin mempergunakan aturan hukum
formal untuk menguasai kembali lahan yang berada dalam sengketa tersebut. Halhal itu dilakukan dengan pertimbangan perusahaan yang memahami bahwa dalam
perdagangan karbon, pembayaran jasa karbon hanya akan diperoleh berdasarkan
performa perusahaan. Jika mereka tidak dapat mengendalikan laju deforestrasi
yang terus berlangsung, maka pendapatan yang akan diperoleh juga tidaklah akan
besar atau bahkan tidak ada.
Perusahaan beranggapan bahwa dengan ijin yang mereka kantongi, mereka secara
legal dan formal telah memiliki hak untuk menjaga kawasan tersebut, dalam kaitan
menjaga aset negara yang dititipkan pada mereka. Sebaliknya, masyarakat merasa
bahwa sebagian kawasan hutan itu adalah milik mereka. Sementara Pemerintah
Daerah setempat melihat kegiatan yang dilakukan perusahaan ini adalah sebuah
kegiatan yang potensial di masa mendatang dan perlu didukung karena merupakan
inisiatif global dalam mitigasi perubahan iklim, dan ‘mungkin’ potensial dalam
mengembangkan pendapatan daerah di masa mendatang.
50
8b
Pengamanan Sosial dalam
REDD+
1 Jam
TUJUAN
ƒƒ
ƒƒ
Peserta memahami bagaimana konsep pengaman sosial bagi masyarakat dalam
program REDD+, salah satunya adalah penerapan FPIC (Free, Prior and Informed
Consent) yakni persetujuan tanpa paksaan atas dasar informasi yang memadai
sebelum kegiatan diawali.
Peserta memahami bahwa FPIC sebenarnya bukan sebuah konsep yang asing
bagi komunitas di Indonesia.
ALTERNATIF METODE
Alternatif 1
Sesi ini dapat dilakukan dengan meminta seorang narasumber
yang paham akan pokok bahasan ini untuk memberikan
ceramah yang diikuti dengan kesempatan bagi peserta
untuk bertanya-jawab dengan narasumber. Jika memang
akan menggunakan narasumber, maka sebaiknya sesi ini
diggabungkan dengan sesi tentang resiko pelaksanaan
REDD+.
Alternatif 2
Sesi ini dapat dilakukan melalui kegiatan pengajaran, baik
dengan menggunakan alat peraga lembar-balik (flipchart)
maupun presentasi PowerPoint, dengan memberikan
penyampaian pokok bahasan yang termuat dalam tujuan
pembelajaran. Materi dalam bahan bacaan sesi ini dapat
dijadikan salah satu acauan dalam penyusunan alat peraga.
MERANGKUM SESI
Praktek meminta persetujuan (consent) sesungguhnya diadopsi dari dunia medis.
Ketika hendak mengambil suatu tindakan medis beresiko pada seorang pasien,
tenaga medis atau dokter akan meminta persetujuan (consent) dari pasien dan/
atau keluarga pasien karena mereka lah yang akan menanggung konsekuensi pasca
tindakan medis tesebut. Sama halnya dengan keputusan tentang penggunaan
sumberdaya alam maka para pihak yang akan terkena dampak atau kehilangan
kesempatan dalam pemanfaatannya lah yang harus dimintakan persetujuan.
51
Contoh Poster
Pengertian FPIC
FREE, PRIOR, AND INFORMED CONSENT
PERSETUJUAN ATAS DASAR INFORMASI YANG MEMADAI
TANPA PAKSAAN SEBELUM KEGIATAN
FREE
BEBAS, TANPA PAKSAAN
Komunitas, pelaksana projek, dan para pemangku kepentingan memiliki:
ƒƒ Kesempatan untuk komunikasi dua arah
ƒƒ Memahami konteks sosial
ƒƒ Ada suasana yang aman untuk berkomunikasi dengan bebas
ƒƒ Terbangunnya kepercayaan timbal-balik antara semua pihak
ƒƒ Pelibatan fasilitator independen (itikad baik dan disepakati bersama)
ƒƒ Kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk berpartisipasi
ƒƒ Menggunakan strategi dan alat komunikasi yang tepatguna
ƒƒ Ada kesepakatan mengenai proses
ƒƒ Ada pengakuan akan pengetahuan lokal
PRIOR
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
Tersedia cukup waktu untuk terbangunnya kesepakatan sebelum
pelaksanaan
Menghargai kebutuhan waktu untuk konsultasi atau proses membangun
kesepakatan.
Secara etis, lamanya waktu yang dibutuhkan harus cukup untuk membuat
keputusan tentang pemanfaatan properti.
INFORMED
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
52
INFORMASI MEMADAI
Pengetahuan yang memadai tentang REDD+; bagaimana skema itu bekerja
serta apa hak dan kewajiban masing-masing pihak
Informasi tentang konsekuensi dan dampak yang lengkap
Informasi yang membantu membuat keputusan (YA/TIDAK),
Membangun pemahaman yang sama diantara warga masyarakat,
Membuat banyak hal menjadi jelas
Menginformasikan melalui pelatihan yang memadai
CONSENT
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
DIAWAL
PERSETUJUAN
Diadopsi dari dunia kesehatan
Ditanyakan pada yang akan terkena dampak
Bukan konsep yang asing, sudah ada dalam budaya kita.
Menciptakan ruang untuk terbangunnya persetujuan
Menjamin adanya komitmen dan tanggung jawab
9
Praktek Peningkatan
Kapasitas mengenai
Perubahan Iklim dan REDD+
bagi Para Pemangku Kepentingan
di Akar Rumput
5 JPL
TUJUAN
ƒƒ
ƒƒ
Peserta memahami arti penting dari peningkatan kapasitas dalam membangun
pemahaman para pihak mengenai isu perubahan iklim dan REDD+.
Peserta dapat memgidentifikasi kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat menjadi
medium dalam peningkatan kapasitas bagi para pihak yang ada.
ALTERNATIF METODE
Alternatif 1
Sesi ini dapat dilakukan melalui kegiatan pengajaran, baik
dengan menggunakan alat peraga lembar-balik (flipchart)
maupun presentasi PowerPoint, dengan menyampaikan pokokpokok bahasan yang termuat dalam tujuan pembelajaran.
Namun akan sangat baik sekali jika setelah pemaparan,
para peserta diminta berdiskusi secara berkelompok untuk
mengidentifikasi kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat
digunakan untuk peningkatan kapasitas para pihak yang ada,
utamanya masyarakat akar rumput. Hasil diskusi kelompok ini
kemudian dipertukarkan pada kelompok lainnya secara pleno.
Diskusi dapat dilakukan dengan menggunakan format tabel
sebagai berikut:
Kelompok
sasaran
Ibu rumah
tangga
Medium Peningkatan
Kapasitas/ Sumber
informasi
Pengajian mingguan
Pemberi
Informasi
Ustadzah
Bentuk
Intervensi
Pelatihan
untuk
ustadzah
53
Alternatif 2
Fasilitator menempelkan kertas bertuliskan empat atau lima
kalimat yang merupakan terminologi peningkatan kapasitas
yang dirumuskan oleh beberapa organisasi di dinding di
beberapa pojok ruang pelatihan. Kemudian para peserta
diminta untuk melihat keseluruhan kalimat tersebut dan
memilih salah satu diantaranya yang menjadi terminologi yang
paling disukai atau paling sesuai menurut pendapatnya.
Setelah seluruh peserta berkumpul di tempat pilihannya
masing-masing, mereka diminta mendiskusikan alasan
utama mengapa mereka memilih terminologi tersebut.
Selanjutnya secara bergantian setiap kelompok menjelaskan
alasan-alasannya pada peserta kelompok lainnya. Fasilitator
dapat mencatat beberapa hal yang menjadi persamaan dan
perbedaan dari pendapat masing-masing kelompok.
Alternatif 3
Tahap selanjutnya adalah meminta peserta di masing-masing
kelompok untuk mengidentifikasi kegiatan-kegiatan apa saja
yang dapat menjadi medium dalam peningkatan kapasitas
bagi para pihak yang ada, utamanya di akar rumput. Hasil
diskusi kelompok ini kemudian dipertukarkan pada kelompok
lainnya secara pleno.
Karena waktu yang tersedia cukup memadai, fasilitator dapat
meng-gabungkan Alternatif 1 dan 2 diatas. Jika dapat dilakukan
secara relatif cepat – dalam satu jam – Alternatif 2 dapat
digunakan sebagai introduksi, untuk kemudian dilanjutkan
dengan Alternatif 1.
MERANGKUM SESI
Fasilitator dapat mengingatkan kembali bahwa di dalam kelompok komunitas
dan para pihak yang ada, biasanya telah ada mekanisme penyampaian informasi.
Identifikasi pada mekanisme ini sangat penting terutama menyangkut efektivitas
dan peluang memanfaatkannya sebagai medium upaya peningkatan kapasitas bagi
kelompok tersebut.
54
Contoh Teks
Terminologi Peningkatan
Kapasitas
"
1
Peningkatan kapasitas adalah
sebuah proses yang terus
ber­langsung pada individu,
organisasi dan masyarakat
dalam meningkatkan
kemampuan mereka (individu
dan masyarakat) untuk
mengidentifikasikan dan
menemu­kan tantangantantangan pembangunan.
2
Peningkatan kapasitas
adalah kegiatan penguatan
keahlian, kompetensi dan
kemampuan/keberdayaan
individu dan masyarakat dalam
mengembangkan diri sehingga
mereka dapat menemukenali
penyebab ketidak­berdayaan
yang mereka alami.
"
3
Peningkatan kapasitas adalah
kegiatan-kegiatan penguatan
pemahaman, kemampuan,
keahlian dan kebiasaan individu
serta meningkatkan struktur dan
proses institusional sehingga
dapat mencapai misi dan tujuan
secara efisien dan berkelanjutan.
4
Peningkatan kapasitas adalah
pendekatan konseptual yang
berfokus pada pemahaman
atas kendala yang dihadapi
individu, pemerintah, organisasi
dan masyarakat untuk
merealisasikan tujuan-tujuan
pembangunan bersama dengan
meningkatkan kemampuan yang
memungkinkan mereka untuk
mencapai hasil yang terukur dan
berkelanjutan.
55
10
Praktek:
Penyusunan Rencana Aksi
12 JPL
TUJUAN
ƒƒ
ƒƒ
Peserta merencanakan menyusun rencana aksi pasca kegiatan pelatihan.
Peserta mampu mengidentifikasi dukungan finansial maupun sumber daya
lainnya dalam menjalankan rencana aksi.
ALTERNATIF METODE
Alternatif 1
Sesi ini dapat dibuka dengan pemberian materi oleh fasilitator
mengenai apa yang dimaksud dengan rencana aksi pasca
pelatihan, yakni apa yang secara kongkrit akan dilakukan
sebagai tindak-lanjut dari apa yang telah dipelajari.
Setelah memberikan kesempatan untuk memahami apa yang
dimaksud dengan rencana aksi melalui dibukanya kesempatan
tanya-jawab, para peserta kemudian diminta untuk bekerja
secara individual mengisi format perencanaan yang telah
ditentukan, yang memuat: apa kegiatan yang direncanakan,
mengapa perlu dilaksanakan, tujuan dan hasil yang diharapkan,
bagaimana dan dimana dilaksanakan, dengan siapa dan kapan,
serta kebutuhan dan sumber pendanaan.
Setelah masing-masing peserta selesai dengan mengisi format
rencana aksi, langkah selanjutnya adalah pleno hasil, yang
dapat dilakukan dengan presentasi masing-masing peserta
ataupun menggunakan metode komedi putar atau karosel.
56
Alternatif 2
Peserta yang berasal dari satu unit kerja yang sama atau
kelompok yang sejenis diminta bekerja secara berkelompok
untuk menyusun rencana aksi pasca kegiatan. Rencana aksi
yang disusun dapat berupa tabel yang memuat kebutuhan
desain kegiatan pada unit kerjanya. Kemudian, setiap kelompok
diminta juga menyusun tahapan dalam mengusulkannya
untuk menjadi kegiatan resmi dan memperoleh dukungan
pendanaan.
Alternatif 3
Pelaksanaan sesi ini dapat juga merupakan kombinasi dari dua
alternatif di atas dengan dilakukan dua tahap rencana aksi,
yakni secara individual dan untuk unit kerja dari peserta yang
mengikuti pelatihan.
MERANGKUM SESI
Fasilitator menegaskan bahwa rencana aksi haruslah suatu kegiatan yang realistis,
dimana sedapat mungkin merupakan kegiatan yang terintegrasi dalam kegiatan
dan tugas-tugas yang sudah dilakukan setiap harinya. Rencana aksi yang disusun
mungkin akan memunculkan kebutuhan akan tambahan pendanaan dan sumberdaya,
sehingga dibutuhkan langkah-langkah untuk mengkomunikasikannya kepada para
pihak lainnnya yang mungkin dapat mendukung pemenuhan kebutuhan tersebut.
Selain itu, perubahan atau hasil seperti apa yang diharapkan dari rencana aksi
hendaknya ditetapkan sejak awal agar dapat menjadi ukuran dalam perbaikan dan
masukan bagi perencanaan di masa mendatang.
57
Contoh
Format Perencanaan Rencana
Aksi
BAGAIMANA DAN DIMANA
DILAKSANAKAN?
KEBUTUHAN DAN
SUMBER PENDANAAN
APA KEGIATAN YANG
DIRENCANAKAN
TUJUAN DAN
HASIL YANG
DIHARAPKAN
58
MENGAPA PERLU
DILAKSANAKAN
DENGAN SIAPA
DAN KAPAN
59
Tujuan
Kegiatan
Keluaran
Lokasi
Waktu
Format Perencanaan Rencana Aksi
Penanggung­jawab dan
Pelaksana
Sumberdaya
11
Menggagas Pembelajaran
4 JPL
TUJUAN
ƒƒ
Para peserta memahami bagaimana memandu proses pembelajaran tentang
pokok-pokok bahasan yang sudah disampaikan.
Catatan:
Karena Pelatihan ini adalah Pelatihan untuk Pelatih (Training of Trainers) maka
diskusi tentang bagaimana materi atau pokok-pokok bahasan yang dipelajari dalam
pelatihan ini akan dilatihkan kepada khalayak lainnya menjadi sesuatu yang penting.
ALTERNATIF METODE
Alternatif 1
Dalam kelompok-kelompok kecil para peserta bersumbangsaran (brainstorming) dan berdiskusi tentang metode/
gagasan proses belajar untuk pokok-pokok bahasan yang
sudah dibahas selama ini; setiap kelompok membahas pokokpokok bahasan yang berbeda.
Hasil diskusi kelompok berupa gagasan metode/proses belajar
untuk masing-masing pokok bahasan kemudian dibahas
bersama dalam pleno.
Alternatif 2
Jika waktu cukup tersedia, dalam kelompok-kelompok kecil
para peserta bisa benar-benar merancang proses pembelajaran
(lesson plan) untuk pokok-pokok bahasan yang sudah dibahas
selama ini; setiap kelompok merancang proses belajar untuk
satu pokok bahasan yang berbeda. Rancangan-rancangan itu
kemudian dipaparkan kepada pleno.
Sebagai panduan dapat digunakan format sebagai berikut:
Materi/Pokok
Bahasan
60
Tujuan
Pembelajaran
Waktu
Metode/
Proses Belajar
Media, Alat
dan Bahan, dan
sebagainya
Alternatif 3
Kegiatan pembelajaran ini bisa dilakukan dalam beberapa sesi;
misalnya dua sesi yang berbeda dengan lama masing-masing
dua jam. Misalnya, Sesi pertama menggagas rancangan proses
pembelajaran untuk Materi 1 sampai dengan Materi 4, dan
dilakukan segera setelah pembahasan Materi-materi tersebut
selesai. Kemudian Sesi kedua membahas Materi 5 sampai
dengan Materi 9, juga setelah pembahasan materi yang
bersangkutan selesai
MERANGKUM SESI
Jika tersedia waktu di akhir acara, fasilitator sebaiknya mengingatkan kembali
bahwa inti Pelatihan untuk Pelatih bukan hanya pengenalan materi baru – dalam hal
ini tentang Perubahan Iklim dan REDD+, tetapi juga tentang bagaimana para (calon)
pelatih dapat merancang dan memfasilitasi proses pembelajaran tentang gagasangagasan itu kepada warga belajar yang lainnya, dan bahkan aspek metodologis
ini bisa jadi lebih dari materinya yang sebenarnya dapat diperoleh dari berbagai
sumber.
61
12
Penutupan
1 JPL
TUJUAN
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
Penandaan bahwa secara resmi kegiatan pelatihan diakhiri.
Memberikan kesempatan kepada pimpinan Pusat Pendidikan dan Latihan
(Pusdiklat) Kehutanan ataupun dari pihak penyelenggara dan pendukung lainnya
(jika ada) untuk memberikan paparan dan wejangan mengenai bagaimana
para peserta menerapkan pengetahuan yang didapatkan dalam mendukung
pekerjaannya serta dapat berkontribusi pada pengelolaan hutan yang lebih baik
di masa mendatang.
Memperkuat pembelajaran-pembelajaran yang sudah diperoleh selama
pelatihan.
ALTERNATIF METODE
Alternatif 1
Penutupan dilakukan secara formal dengan tata tertib dan
urutan acara yang telah ditetapkan dan dilaksanakan dalam
lingkup Pusdiklat Kehutanan.
Alternatif 2
Penutupan dilakukan secara semi formal, namun tidak
meninggalkan kegiatan inti yang penting dan menghindari
kegiatan yang berpotensi melanggar prosedur yang sudah
ada selama ini di Pusdiklat Kehutanan.
MERANGKUM SESI
Jika tersedia waktu di akhir acara, fasilitator sebaiknya mengingatkan bahwa
pelatihan ini tidak serta-merta akan membuat peserta mengetahui segalanya,
namun hanya merupakan suatu awalan untuk dapat memahami materi-materi yang
diberikan, sehingga dibutuhkan kemauan untuk terus belajar dan mencari agar
dapat lebih memahami dengan lebih baik.
62
Bahan Bacaan
63
64
A
Pengetahuan Dasar
Mengenai Iklim dan Perubahan Iklim
Bagian 1
BAGAIMANA IKLIM DAN CUACA DI BUMI TERJADI?
Bumi merupakan sebuah planet hidup yang
berproses alami membentuk lingkungan yang
baik bagi kehidupan manusia, tumbuhan dan
hewan. Sebelum mempelajari iklim dan mengapa
terjadi perubahan iklim, beberapa informasi
dasar tentang bumi dan proses-proses alami
yang membuat terjadinya kehidupan di bumi
penting untuk dimengerti.
Bagaimana bagian-bagian dari bumi bekerja
secara bersama?
Bumi adalah sebuah planet hidup yang
dibentuk dari batuan, mineral, tanah, air, gas
dan organisme hidup. Terdapat tiga bagian
utama bumi: yakni bagian inti, permukaan bumi,
dan atmosfer atau area yang berada di atas
permukaan bumi. Bagian-bagian bumi tersebut
semuanya terbentuk dari bahan yang berbeda:
atmosfer
kulit
bumi
inti
bumi
ƒƒ
Bagian dalam atau inti bumi, sebagian besar terdiri dari batuan dan bahan padat
lainnya.
ƒƒ
Permukaan bumi sebagian besar adalah air. Lautan, danau dan sungai menutupi
sekitar 70% dari permukaan bumi, sisanya adalah tanah. Dan lebih dari 10% dari
total tanah di bumi secara permanen tertutup es.2·
Atmosfer atau udara terdiri dari gas yang tidak terlihat seperti: nitrogen; oksigen,
yang digunakan manusia, tumbuhan dan hewan untuk bernapas; karbon dioksida,
yang dimanfaatkan oleh tanaman dalam proses pertumbuhannya; dan masih
banyak jenis gas lainnya. Atmosfer mulai di permukaan bumi dan meluas sampai ke
batas luar angkasa serta terbagi dalam beberapa lapisan. Sebagian besar proses
yang mempengaruhi iklim bumi terjadi di lapisan terendah dari atmosfer, yaitu dari
permukaan bumi hingga 10 mil atau 16 kilometer ke ruang angkasa yang disebut
troposfir. Lapisan atmosfer ini berisi udara yang kita hirup. Cara bumi terbentuk dan
2
Windows to the Universe Website http://www.windows.ucar.edu/
65
bagaimana bagian-bagiannya yang berbeda bekerja secara bersama, membuat
kehidupan dapat berlangsung di bumi. Kondisi di atmosfer mempengaruhi keadaan
di permukaan bumi, dan sebaliknya, kondisi pada permukaan tanah dan air di bumi
juga akan mempengaruhi atmosfer. Proses alami seperti fotosintesis, yakni proses
bagaimana tanaman dengan cahaya dan panas matahari mengambil karbon dioksida
dari udara dan melepaskan oksigen, membuat tanaman tumbuh dan menjaga udara
menjadi tetap bersih. Singkat kata, iklim bumi adalah hasil dari beragam proses alami
yang merupakan interaksi antara tanah, air, dan udara secara bersama-sama.
Bagian 2
APAKAH YANG DIMAKSUD DENGAN IKLIM DAN CUACA?
Iklim bumi menghasilkan suhu dan curah hujan yang
membuat kehidupan tanaman, hewan, dan manusia dapat
berlangsung. Tanpa suhu dan curah hujan yang tepat,
tanaman tidak bisa tumbuh, binatang tidak akan memiliki
makanan untuk dimakan, dan manusia tidak bisa bertahan
hidup. Pengertian “iklim” berkenaan dengan kondisi
tersebut selama jangka waktu bertahun-tahun, sementara
“cuaca” berkenaan dengan suhu, curah hujan, atau badai
di tempat tertentu pada hari tertentu atau selama periode
yang lebih singkat, seperti satu hari atau satu musim.
Ketika seseorang mengatakan “hari ini terjadi hujan lebat,”
atau “terjadi banyak hujan di musim ini,” mereka berbicara
tentang cuaca. Cuaca mengukur suhu, curah hujan angin
dan kondisi awan yang terjadi pada hari itu atau pada
musim itu. Badai terjadi ketika kondisi cuaca yang terjadi
dalam kondisi yang ekstrem, seperti: hujan lebat dan angin
kencang.
Iklim digambarkan sebagai “cuaca rata-rata” atau kondisi
cuaca yang terjadi selama jangka waktu yang panjang.
Ketika seseorang mengatakan, “di sini selalu terjadi hujan
sepanjang enam bulan dalam setahun” atau “salju tidak
pernah turun di tempat ini” yang mereka bicarakan adalah
iklim. Ketika iklim diukur, pengukuran yang dilakukan adalah
suhu rata-rata, curah hujan atau hujan salju rata-rata, serta
seberapa sering badai terjadi di suatu daerah atau selama
jangka waktu yang panjang, yang dapat berupa beberapa
dekade atau bahkan beberapa abad.
Iklim adalah proses alami yang sangat kompleks yang
mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan
tanah. Cara udara bergerak di dalam atmosfer dan cara
air bergerak di dalam lautan juga mempengaruhi suhu dan
curah hujan.
66
Baik iklim maupun
cuaca mengukur:
Suhu
(Panas atau Dingin)
Presipitasi
(Hujan atau Salju)
Awan dan Angin
Gambar berikut menunjukan bagaimana komponen-komponen pembentuk iklim
berinteraksi:
Gambar 1. Komponen-komponen Pembentuk Iklim
Beberapa proses lain yang juga mempengaruhi iklim, seperti letusan gunung berapi
dan perubahan jumlah energi matahari yang sampai ke bumi, adalah hal-hal yang
alami, sementara sebagian proses lainnya diakibatkan oleh aktivitas manusia.
Kegiatan alami utama yang mempengaruhi iklim adalah:
Energi matahari
Iklim dapat berubah jika ada perubahan jumlah energi matahari yang sampai ke
bumi. Hal ini akan mengakibatkan bumi menjadi lebih hangat atau lebih dingin.
Gas di atmosfer
Beberapa jenis gas berpengaruh kuat pada iklim. Gas-gas ini dapat menjebak panas
di atmosfer bumi. Meskipun gas-gas ini adalah bagian alami dari atmosfer, namun
selama 150 tahun terakhir telah terjadi peningkatan jumlahnya. Peningkatan jumlah
gas-gas ini di atmosfer merupakan penyebab utama terjadinya pemanasan global
dan perubahan iklim. Aktivitas manusia merupakan penyebab terbesar peningkatan
gas-gas tersebut. Proses-proses alami maupun kegiatan-kegiatan manusia, yang
mempengaruhi perubahan iklim akan dibahas lebih lanjut berikut ini.
Arus laut
Air laut selalu dalam keadaan bergerak dan pergerakan utamanya adalah arus
laut. Angin yang bergerak di atas permukaan air laut akan menggerakkan air di
permukaan laut mengikuti pola yang teratur. Air laut juga bergerak secara vertikal,
yakni air dari bagian dalam laut yang lebih dingin bergerak ke permukaan yang lebih
hangat. Pergerakan air laut juga menggerakkan panas di seluruh permukaan bumi,
67
sehingga arus laut memiliki dampak besar pada perubahan iklim. Ketika pergerakan
normal air laut terganggu, kemungkinkan akan terjadi kondisi curah hujan ataupun
kekeringan yang ekstrem. El Niño adalah contoh dari dampak perubahan pergerakan
laut air.
El Niño dan La Niña adalah nama yang diberikan untuk perubahan sementara
pergerakan angin di atmosfer dan pergerakan air di lautan. Setiap tiga sampai
tujuh tahun, angin yang berada di atas kawasan tropis Samudera Pasifik
menjadi lebih lemah. Hal ini akan mempengaruhi pergerakan air laut dan
mengakibatkan air di bagian timur Samudera Pasifik menjadi lebih hangat.
Kondisi yang demikian dikenal dengan nama El Niño. Sementara pada La
Niña, kondisi yang berlangsung adalah sebaliknya, yakni angin yang berada di
atas kawasan tropis Samudera Pasifik menjadi lebih kuat sehingga membawa
air yang lebih dingin ke bagian timur Samudera Pasifik. Perubahan ini akan
mempengaruhi cuaca di seluruh dunia, termasuk meningkatnya curah hujan
ataupun terjadinya kemarau ekstrim, yang kemudian akan mempengaruhi
produksi pangan. Efek ini dapat berlangsung selama satu tahun. El Niño dan
La Niña tidak disebabkan oleh perubahan iklim, tetapi saat fenomena alam ini
terjadi, adaptasinya akan menjadi lebih sulit sebagai dampak dari perubahan
iklim yang sudah dan sedang terjadi.
Proses-proses lain yang mempengaruhi iklim adalah:
Letusan gunung berapi atau gejala vulkanik
Saat gunung berapi meletus akan terjadi pelepasan partikel-partikel asap dan
debu vulkanik kecil ke atmosfir. Partikel-partikel ini masuk ke bagian atas atmosfer
dan akan mempengaruhi suhu bumi. Biasanya partikel-partikel itu dapat tetap
berpengaruh selama satu sampai dua tahun.
Salju dan es
Karena salju dan es memiliki warna yang terang, keduanya memiliki kemampuan
untuk memantulkan kembali energi matahari ke atmosfer. Ketika salju dan es mencair
seiring terjadinya penghangatan iklim bumi, energi yang dipantulkan kembali akan
semakin berkurang dan hal ini juga menjadi penyebab peningkatan pemanasan
atmosfir.
Bagian 3
APA ITU PERUBAHAN IKLIM DAN BAGAIMANA MENGETAHUI HAL
TERSEBUT TELAH TERJADI?
Perubahan iklim adalah perubahan yang terjadi pada pola cuaca normal di seluruh
dunia selama jangka waktu yang panjang, biasanya selama beberapa dekade atau
lebih.
Selama 100 tahun terakhir ini, suhu rata-rata bumi secara perlahan-lahan telah
mengalami peningkatan. Istilah ‘pemanasan global’ sering digunakan ketika
membahas perubahan iklim, dan hal ini berarti bahwa suhu rata-rata atmosfer
68
bumi semakin tinggi. Perlu diperhatikan bahwa yang dimaksud “rata-rata” adalah
perubahan suhu yang terjadi di seluruh planet bumi. Di banyak tempat suhu udara
semakin memanas, sementara di beberapa tempat lain mungkin saja yang terjadi
sebaliknya dan menjadi lebih dingin, tapi secara umum keseluruhan bumi semakin
hangat. Artinya, penting untuk diingat bahwa perubahan iklim tidak terjadi dengan
cara yang sama dan secara seragam di seluruh permukaan bumi.
Perlu disadari bahwa iklim bumi memang telah berubah; para ilmuwan telah
mengamati dan mengukur perubahan dalam pola cuaca dan banyak orang di seluruh
dunia telah merasakan terjadinya perubahan ini. Perubahan juga terjadi lebih cepat
dari yang telah terjadi di masa lalu. Tanda-tanda utama terjadinya dari perubahan
iklim secara global adalah:
Peningkatan suhu global
ƒƒ
Pemanasan global; suhu global ratarata telah meningkat terus selama
100 tahun terakhir sekitar 0,74 derajat
Celsius atau 1,3 derajat Fahrenheit2.
ƒƒ
Peningkatan suhu itu telah terjadi di
semua wilayah di seluruh dunia.
Perubahan curah hujan
ƒƒ
Perubahan curah hujan telah terjadi
di seluruh dunia, akibat perubahan
suhu permukaan lautan dan daratan.
ƒƒ
Sejak tahun 1970-an, secara global telah terjadi peningkatan jumlah kejadian daerah
yang mengalami kekeringan atau periode cuaca sangat kering3.
ƒƒ
Sementara di beberapa daerah terjadi penurunan curah hujan dan masa kekeringan
yang lebih lama, wilayah lainnya di belahan dunia yang lain mengalami peningkatan
curah hujan.
ƒƒ
Di banyak tempat juga terjadi perubahan waktu terjadinya musim penghujan. Hujan
berlangsung pada waktu yang berbeda dan pada periode yang lebih pendek atau
lebih lama dibandingkan hujan pada masa lalu.
Berkurangnya tutupan salju dan mencairnya lapisan es di kutub
ƒƒ
Di kutub utara dan kutub selatan bumi, iklimnya sangat dingin dan terdapat es
yang menutupi permukaan daratan dan beberapa bagian laut. Sebagian daerah
dengan tutupan es ini disebut gletser, dan akibat pemanasan global telah terjadi
peningkatan pencairan es di kawasan gletser yang ada.
2
IPCC 2007. Climate Change 2007: The Physical Science Basis. IPCC Fourth Assessment Report
(AR4). Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental
Panel on Climate Change Solomon, S., D. Qin, M. Manning, Z. Chen, M. Marquis, K.B. Averyt, M. Tignor
and H.L. Miller (eds.).
3
Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, NY, USA, 996 pp. http://
www.ipcc.ch.IPCC 2007. Climate Change 2007: The Physical Science Basis. IPCC Fourth Assessment
Report (AR4).
69
ƒƒ
Gletser juga ditemukan di beberapa pegunungan yang sangat tinggi. Di daerahdaerah pegunungan itu juga telah terjadi pencairan es gletser akibat suhu yang
lebih hangat. Es di gletser Gunung Kilimanjaro, misalnya, telah hampir menghilang.
Para ilmuwan memperkirakan bahwa dengan tingkat pencairan es yang terjadi
sekarang, gletser yang diperkirakan telah berumur lebih dari 12.000 tahun di gunung
ini, akan menghilang pada 20204.
Peristiwa cuaca yang tidak biasa lebih sering terjadi
ƒƒ
Selama 50 tahun terakhir, hari dan malam yang sangat panas lebih sering terjadi, sementara
hari dan malam yang sangat dingin lebih jarang terjadi.
ƒƒ
Periode gelombang panas menjadi lebih lama dan lebih panas di sebagian besar daratan.
ƒƒ
Badai besar dengan hujan dan angin yang kencang lebih sering terjadi serta
menyebabkan lebih banyak kerusakan.
Perubahan muka air lautan dunia
70
ƒƒ
Dalam 100 tahun terakhir, permukaan air laut
global telah meningkat rata-rata sekitar enam
inci atau 15 sentimeter5.
ƒƒ
Meningkatnya tinggi permukaan laut itu
terjadi karena peningkatan suhu di atmosfer
mengakibatkan es di pegunung­an dan di kutub
utara dan selatan mencair dan meningkatkan
jumlah air yang masuk ke laut. Hal ini juga
menyebabkan lautan menjadi lebih luas
ƒƒ
Naiknya permukaan laut itu mengancam masyarakat di wilayah pesisir dan bebe­rapa
negara pulau karena menutupi wilayah daratan yang rendah, menyebab­kan banjir dan
menggerus tanah di kawasan pantai.
4
Shardul Agrawala, Annett Moehner, Andreas Hemp, Maarten van Aalst, Sam Hitz, Joel Smith, Hubert
Meena, Stephen M. Mwakifwamba, Tharsis Hyera and Obeth U. Mwaipopo. 2003. Development And
Climate Change In Tanzania: Focus On Mount Kilimanjaro. Environment Directorate Development
Co-Operation Directorate Working Party on Global and Structural Policies Working Party on
Development Co-operation and Environ-ment. COM/ENV/EPOC/DCD/DAC(2003)5/FINAL. www.
oecd.org/dataoecd/47/0/21058838.pdf
5
Church and White 2006 A 20th century acceleration in global sea-level rise. Geophysical Research
Letters, 33, L01602.
ƒƒ
Peningkatan permukaan air laut juga dapat menyebabkan intrusi air garam ke sungai dan
sumber air tawar lainnya, yang pada giliranyya akan mempengaruhi kualitas pasokan air.
Ilustrasi kondisi muka air laut normal
Gletser yang mencair dan menghangatnya
suhu air mengakibatkan kenaikan muka air laut
Bagian 4
BAGAIMANA PERUBAHAN IKLIM MEMPENGARUHI BUMI DAN
KEHIDUPAN UMAT MANUSIA?
Terjadinya perubahan iklim berarti bahwa tanah, hutan, sumberdaya air, perilaku
hewan, produksi tanaman, dan hal-hal lain di bumi akan berubah. Cara penanaman
tanaman pangan, jenis-jenis tanaman yang dapat dibudidayakan, pola curah hujan
dan kondisi cuaca panas dan dingin semua akan terus berubah, jika tidak dilakukan
upaya menghentikan proses pemanasan global dan perubahan iklim. Manusia,
tumbuhan dan hewan tidak akan mampu bertahan hidup di daerah yang terlalu
panas atau di tempat-tempat yang tergenang akibat naiknya permukaan air laut. Jika
umat manusia masih ingin bertahan hidup di bumi ini pada masa mendatang, maka
umat manusia perlu menghentikan kegiatan yang menyebabkan perubahan iklim
dan belajar untuk beradaptasi dengan cara-cara baru dalam melakukan sesuatu.
Hal-hal penting untuk diingat:
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
Bumi adalah sebuah planet hidup yang dibentuk dari batuan, mineral,
tanah, air, gas dan organisme hidup.
Iklim adalah sebuah proses kompleks yang ditentukan oleh bagaimana
matahari, atmosfer, tanah, air dan angin bekerja secara bersama.
Kegiatan manusia juga dapat mempengaruhi iklim.
Perubahan iklim adalah perubahan pada pola cuaca normal di seluruh
dunia selama periode waktu yang panjang. Suhu bumi rata-rata menjadi
semakin panas.
Perubahan iklim berlangsung lebih cepat dibandingkan pada masa lalu.
Perubahan iklim tidak terjadi dengan cara yang sama dan secara seragam
di seluruh tempat.
Para ilmuwan melakukan pengamatan dan pengukuran terjadinya
perubahan iklim, sementara banyak ng yang telah mengalami dampak
dari perubahan iklim.
Perubahan iklim akan berdampak pada semua kehidupan.
71
B
Memahami Penyebab
Perubahan Iklim
Bagian 1
BAGAIMANA ALAM MENGATUR IKLIM?
Sebagian besar peningkatan suhu global rata-rata terjadi karena peningkatan
konsentrasi gas-gas tertentu di atmosfer. Atmosfer terdiri dari beragam gas
berbeda yang terjadi dari proses alamiah. Gas-gas tersebut juga dapat diproduksi
oleh aktivitas manusia. Konsentrasi beberapa gas tersebut yang terlalu banyak di
atmosfer dapat menyebabkan perubahan pada proses alamiah yang berlangsung,
dan kemudian menyebabkan iklim berubah. Untuk lebih memahami penyebab
perubahan iklim, penting untuk mengetahui hal-hal terkait tentang gas-gas yang ada
di atmosfer dan untuk memahami proses alamiah yang bekerja menjaga suhu bumi
pada tingkat yang tepat. Gas-gas yang membantu mengatur suhu bumi disebut
‘Gas Rumah Kaca’ atau kependekannnya GRK.
Apa itu efek rumah kaca?
Istilah “rumah kaca” berasal dari sejenis bangunan
yang memiliki dinding dan atap yang terbuat dari
kaca atau plastik bening. Hal ini memungkinkan
cahaya dan panas matahari masuk ke dalam dan
terperangkap di dalamnya, yang memungkinkan
tanaman untuk tumbuh di dalamnya selama
berlangsungnya cuaca dingin.
Atmosfer bumi bertindak seperti sebuah
rumah kaca yang memerangkap cahaya dan
panas matahari. Itu sebabnya keadaan yang
menyebabkan proses pemanasan bumi ini
kemudian disebut ‘Efek Rumah Kaca.’
Efek rumah kaca adalah proses alami yang menjaga atmosfer bumi untuk tetap
hangat. Atmosfer terbentuk dari sebuah lapisan berisikan gas-gas yang tak terlihat.
Tanpa gas-gas yang berfungsi menjaga atmosfer mempertahankan kehangatan
matahari, bumi akan menjadi planet beku dan tidak ada kehidupan yang bisa
bertahan di dalamnya. Efek rumah kaca adalah proses alamiah.
Gas rumah kaca maupun efek rumah kaca sebenarnya baik untuk bumi. Memiliki
jumlah gas rumah kaca yang tepat memungkinkan bumi untuk mempertahankan
suhu yang tepat dalam mendukung kehidupan. Namun, ketika kegiatan manusia
72
mengganggu proses alamiah dengan penambahan gas rumah kaca ke atmosfer,
akan lebih banyak panas yang terperangkap dan bumi akan memanas.
Keadaan ini mirip dengan saat kita menggunakan selimut untuk mempertahankan
kehangatan di malam hari. Ketika kita berada di tempat tidur dan merasa kedinginan,
kita menutupi tubuh dengan selimut. Selimut memerangkap kehangatan yang
keluar dari tubuh dan membuat udara di sekitarnya menjadi hangat, sehingga tubuh
pun akan tetap hangat. Dengan sebuah selimut, hanya sejumlah panas tubuh yang
tertahan, sementara sejumlah lainnya akan lolos ke luar dari selimut. Jika kita masih
merasa kedinginan, biasanya kita akan menambahkan lebih banyak selimut. Namun
jika kita menggunakan selimut yang terlalu banyak, kita akan kepanasan karena
semua udara hangat terjebak dan tubuh kita menjadi lebih hangat dan terus lebih
hangat.
Keadaan seperti inilah yang terjadi pada bumi sekarang. Akibat semakin banyak
gas yang dilepaskan ke atmosfer, gas-gas ini bertindak seperti halnya selimut dan
memerangkap panas di dekat bumi. Keadaan ini membuat bumi semakin panas.
Gas rumah kaca membuat
atmofer memiliki kemampuan
untuk menahan energi matahari
(panas dari matahari) dan
mempertahankan kehangatan
yang memadai untuk kehidupan
Jika terdapat jumlah gas rumah
kaca yang berlebihan di atmosfer
akibat kegiatan manusia, atmosfer
akan menahan lebih banyak energi
matahari, dan mengakibatkan
bumi menjadi semakin hangat.
Apa yang dimaksud dengan gas rumah kaca?
Beberapa gas di atmosfer dapat mengambil atau menyerap panas dari matahari
dan bumi, kemudian menyimpannya di bagian bawah atmosfer yang terletak paling
dekat dengan bumi. Ada banyak gas rumah kaca di atmosfer. Beberapa gas rumah
kaca yang penting diantaranya:
ƒƒ
Metana (CH4): gas ini berasal dari pembusukan kotoran hewan dan lahan gambut, serta
kegiatan manusia seperti budidaya padi.
ƒƒ
Nitrogen Oksida (N2O): gas ini berasal dari pupuk dan juga dari pembakaran tumbuhan.
73
ƒƒ
Namun GRK yang terpenting adalah karbon dioksida (CO2). Gas ini dihasilkan ketika
zat karbon bergabung dengan oksigen di udara. Peningkatan CO2 di atmosfer adalah
penyebab terbesar dari perubahan iklim, sehingga sangat penting untuk memahami lebih
lanjut tentang bagaimana CO2 terbentuk dari karbon; bagaimana mereka bekerja di alam,
dan bagaimana kegiatan manusia mempengaruhi proses alami.
Bagian 2
KARBON, KARBON DIOKSIDA, DAN SIKLUS KARBON
Karbon adalah salah satu elemen yang paling banyak dijumpai di alam semesta. Karbon
dapat dijumpai di udara, dalam air, dalam tanah, di hutan, dalam tanaman dan hewan, dan
bahkan pada manusia. Karbon terdapat dalam hampir segala bahan yang ada di bumi. Semua
kehidupan di bumi membutuhkan karbon untuk tumbuh dan bertahan hidup. Selain itu, karbon
juga terdapat pada benda mati, seperti: batu, gas, atau bahan bakar fosil.
Karbon dioksida berasal dari penguraian ataupun perubahan sebuat zat yang mengandung
karbon menjadi gas. Sebagai contoh, ketika pohon dibakar, karbon dari pohon itu akan
bergabung dengan oksigen dari udara saat pembakaran dilakukan dan menjadi gas yang
disebut karbon dioksida atau CO2 (kita dapat melihat asap yang membawa CO2 ke udara).
Contoh lainnya adalah ketika bensin dibakar untuk menjalankan kendaraan atau mesin kapal,
karbon dalam bensin bergabung dengan oksigen di udara dan menjadi gas CO2 (kita dapat
melihat asap yang keluar dari mesin membawa CO2 ke udara).
ƒƒ
CO2 sangat penting dalam proses fotosintesa, yang menyediakan karbon yang diperlukan
bagi tanaman untuk tumbuh dan oksigen untuk udara.
ƒƒ
CO2 yang diproduksi secara alami ketika tanaman atau hewan mati dan membusuk,
dan juga dihasilkan dari kegiatan manusia, seperti: pembakaran kayu dan operasional
kendaraan.
ƒƒ
CO2 yang dihasilkan oleh kegaitan manusia merupakan penyebab utama terjadinya
perubahan iklim.
Apa yang dimaksud siklus karbon?
karbon dapat ditemukan dalam tiga cara yang berbeda, yakni:
ƒƒ
74
Karbon diambil dari udara (sebagai bagian dari karbon dioksida) oleh tanaman dan
pepohonan, serta digunakan sebagai energi dan makanan untuk pertumbuhan;
ƒƒ
Karbon dilepaskan kembali ke udara sebagai bagian dari CO2 oleh tanaman, pohon, hewan
dan manusia melalui respirasi atau pernapasan;
ƒƒ
Karbon disimpan dalam tubuh pohon, hewan, manusia, serta batu dan benda mati;
ƒƒ
Beragam jenis wilayah akan menyimpan jumlah karbon yang berbeda. Hutan dengan
banyak pepohonan menyimpan karbon dalam jumlah yang besar, sementara padang
rumput atau wilayah pertanian menyimpan lebih sedikit karbon;
ƒƒ
Proses alami karbon yang bergerak atau mengalir di antara tempat-tempat yang berbeda
dimana karbon digunakan dan disimpan disebut siklus karbon.
Apakah CO2?
CO2 merupakan hasil bergabungnya
karbon (C) dengan oksigen (O),
dan dibutuhkan satu bagian karbon
bergabung dengan dua bagian oksigen
untuk membentuk gas CO2.
C merah mengacu pada
karbon yang tersimpan
di pepohonan, tanaman,
hewan, dan bahan bakar.
Simbol ini mengacu
pada gas karbon
dioksida.
Panah merah mewakili
CO2 yang dilepaskan
ke atmosfir.
Panah hijau
menunjukkan CO2
yang diserap dari
atmosfir, dan karbon
yang disimpan.
Kaca pembesar
menunjukkan karbon yang
tersimpan.
Bagaimana cara kerja siklus karbon?
Karbon secara konstan akan diserap dari karbon dioksida di udara untuk disimpan di
pepohonan, tanaman atau makhluk hidup lain, serta selanjutnya akan dipergunakan
dan dilepaskan sebagai karbon dioksida ke atmosfir sebagai bagian dari gas rumah
kaca. Tanaman menggunakan energi surya, air, nutrisi dan karbon untuk bertumbuh.
Ketika ditanam, pohon membutuhkan karbon dari udara agar dapat membangun
daun, akar, cabang, bunga dan buah-buahan. Tanaman dan pohon menyimpan
karbon dan melepaskan kembali CO2 dan oksigen ke udara melalui proses respirasi
(semacam bernapas). Ketika tumbuhan dan hewan mati, karbon yang tersimpan
dalam tubuhnya akan kembali ke tanah dan ke udara. Jadi karbon terus bergerak
atau mengalir dalam siklus karbon dalam berbagai cara berbeda.
75
Pergerakan keluar dan masuknya karbon di atmosfer disebut
Pergerakan Karbon
arus karbon
Siklus Karbon
arus karbon
Tempat dimana karbon disimpan disebut
Penyimpan Karbon
Bagian 3
BAGAIMANA KEGIATAN MANUSIA MEMICU TERJADINYA PERUBAHAN IKLIM?
Penyebab utama terjadinya perubahan iklim adalah kegiatan manusia yang telah
mengganggu proses dan siklus yang mengendalikan iklim di bumi seperti efek
rumah kaca dan siklus karbon. Peningkatan emisi CO2 dari kegiatan manusia telah
mengubah keseimbangan proses alam bumi, serta menyebabkan pemanasan global
dan perubahan iklim.
Hampir setiap kegiatan yang dilakukan manusia melepaskan sejumlah CO2 ke udara,
tetapi beberapa kegiatan melepaskannya dalam jumlah yang besar, seperti misalnya
pembakaran bahan bakar fosil oleh industri, penggunaan kendaraan, deforestasi
dan kebakaran.
Bahan bakar fosil adalah istilah untuk bahan bakar yang terbentuk di dalam
bumi selama waktu yang lama dari tanaman yang membusuk dan organisme
lainnya. Contohnya adalah minyak, batubara, dan gas alam.
76
Gambar Karbon siklus alam
mengalir masuk dan keluar
atmosfer melalui proses alami dan
disimpan di penampungan.
Gambar dampak kegiatan manusia
pada siklus karbon. Manusia dapat
menghasilkan lebih banyak CO2 di
atmosfer (industri dan kebakaran) dan
juga dapat mengurangi jumlah CO2
yang dilepaskan ke udara dan disimpan
(menebang hutan). Hal ini meng
ganggu proses alami dari siklus karbon.
Deforestasi dan kebakaran
Penebangan ataupun pembakaran pohon ketika orang mengalihkan fungsi hutan
menjadi peruntukan lain­
nya, seperti padang rumput, lahan pertanian ataupun
sebagai areal produksi kayu komersial, akan pula melepaskan karbon dioksida ke
atmosfer.
Perubahan pemanfaatan lahan
Perubahan pemanfaatan lahan juga mempengaruhi siklus karbon. Saat hutan
ditebang untuk diman­
faatkan, seperti sebagai sumber kayu komersial, lahan
pertanian, atau padang penggembalaan ternak, luasan hutan yang berperan menarik
CO2 dari udara akan berkurang, dan kondisi ini meng­akibatkan meningkatnya jumlah
CO2 yang tertahan di atmosfer. Perubahan ekosistem alami menjadi areal yang
dimanfaatkan manusia untuk lahan pertanian, padang rumput, wilayah pemukiman
dan sebagainya biasanya menyebabkan perubahan wilayah yang bersangkutan dari
area penyimpanan karbon yang tinggi menjadi area penyimpanan karbon yang lebih
rendah.
Pengurangan jumlah bahan bakar fosil yang digunakan dalam industri dan
transportasi serta penghentian deforestasi akan mengurangi jumlah karbon yang
dilepaskan ke atmosfer. Penanaman pohon atau penghutanan kembali daerah yang
telah ditebang dan dibersihkan akan menambah pohon-pohon baru untuk menyerap
karbon dari atmosfer dan menyimpannya sebagai bagian dari pertumbuhannya. Jika
ini dilakukan secara luas akan terjadi peningkatan jumlah karbon yang diambil dari
atmosfer dan akan dapat membantu mengembalikan keseimbangan proses alami
bumi dan membantu penghentian perubahan iklim.
77
Revolusi industri disebut titik balik dalam sejarah manusia. Revolusi ini dimulai
pada akhir 1700-an dengan penemuan mesin-mesin yang mulai menggantikan
tenaga manual manusia. Pada pertengahan 1800-an terjadi peningkatan yang
sangat cepat dalam penggunaan mesin-mesin yang digerakkan oleh batubara
dan bahan bakar fosil lainnya. Revolusi Industri memang telah membawa
banyak manfaat untuk kehidupan umat manusia, namun juga menjadi masa
mulai dirasakannya peningkatan dampak kegiatan manusia pada lingkungan.
Saat ini, peningkatan produksi secara besar-besaran telah pula meningkatkan
penggunaan bahan bakar fosil, yang pada gilirannya menimbulkan pelepasan
gas rumah kaca yang lebih banyak ke atmosfer. Hal ini semakin meningkat
ketika listrik dan kendaraan bermotor diciptakan, dan kemudian banyak
diproduksi dan digunakan.
Melihat bahwa meningkatnya pelepasan karbon ke atmosfer terjadi seiring
dengan menluasnya teknologi kita dapat menyimpulkan bahwa teknologi yang
ada harus digunakan secara berkelanjutan untuk menghindari peningkatan
efeknya pada perubahan iklim.
Pengurangan jumlah bahan bakar fosil yang digunakan dalam industri dan
transportasi serta penghentian deforestasi akan mengurangi jumlah karbon yang
dilepaskan ke atmosfer. Penanaman pohon atau penghutanan kembali daerah yang
telah ditebang dan dibersihkan akan menambah pohon-pohon baru untuk menyerap
karbon dari atmosfer dan menyimpannya sebagai bagian dari pertumbuhannya. Jika
ini dilakukan secara luas akan terjadi peningkatan jumlah karbon yang diambil dari
atmosfer dan akan dapat membantu mengembalikan keseimbangan proses alami
bumi dan membantu penghentian perubahan iklim.
Bagian 4
MENGAPA HUTAN SEDEMIKIAN PENTING?
Hutan dan kawasan alami lainnya memainkan peran yang sangat penting dalam
menjaga proses-proses alami. Hutan adalah salah satu reservoir atau penyimpanan
karbon yang terbesar sehingga dapat membantu menjaga siklus karbon dan proses
alami lainnya yang bekerja dan membantu mengurangi perubahan iklim. Di satu sisi,
hutan dapat menjadi salah satu sumber terbesar emisi CO2, sementara di sisi yang
lainnya, hutan dan tanaman lainnya juga menarik CO2 keluar dari atmosfer. Karena
peran ganda tersebut, hutan menjadi sangat penting dalam perubahan iklim. Studi
ilmiah menunjukkan bahwa antara 12 - 17% dari seluruh CO2 yang dilepaskan ke
atmosfer oleh kegiatan manusia berasal dari perusakan hutan.6
Menggunakan dan mengelola hutan secara bijaksana bukan satu-satunya solusi
untuk menghentikan perubahan iklim. Di seluruh dunia, terutama di negara-negara
dengan banyak industri dan kendaraan, perlu ditemukan cara-cara baru untuk
membuat barang, energi dan transportasi yang menghasilkan lebih sedikit CO2.
6
78
IPCC 2007 report gives the figure as 17%. A more recent study, van der Werf, et al, 2009, gives a
figure of 12%. G. R. van der Werf, D. C. Morton, R. S. DeFries, J. G. J. Olivier, P. S. Kasibhatla, R. B.
Jackson, G. J. Collatzand J. T. Randerson. 2009. CO2 emissions from forest loss. Nature Geoscience
| VOL 2 | November 2009
Jika kita menanam pohon dan melindungi hutan, maka kita dapat mengurangi
dampak negatif perubahan iklim dengan menjaga karbon di hutan dan menanam
serta memelihara pohon-pohon baru untuk menyerap CO2 dari atmosfer. Namun,
ketika pohon-pohon ditebang atau dibakar, karbon dioksida dilepaskan ke udara.
Hal ini juga berarti lebih sedikit pohon yang tersedia untuk menyimpan karbon dan
menyerap CO2 dari udara saat proses pertumbuhan pohon.
Saat pepohonan ditebang atau
terbakar, CO2 akan terlepas ke udara.
Hal ini juga berarti semakin sedikit
pepohonan yang tersedia untuk
menyimpan karbon dan kemampuan
menyerap CO2 dari udara untuk
pertumbuhannya.
Namun jika kita menaman pepohonan dan
melindungi hutan, kemudian kita dapat
mengurangi dampak negatif perubahan iklim
melalui upaya mempertahankan karbon di
hutan dan membuat tanaman baru untuk
menyerap CO2 dari atmosfer.
Hal-hal penting untuk diingat:
ƒƒ
Gas dan efek rumah kaca keduanya bagian dari proses alamiah yang
mendukung kehidupan di bumi.
ƒƒ
Karbon ditemukan dalam berbagai bentuk. Ketika karbon dilepaskan ke
udara melalui pembakaran bahan bakar atau pohon, atau tanaman yang
membusuk, karbon bergabung dengan oksigen untuk membentuk gas
CO2.
ƒƒ
CO2 adalah gas rumah kaca yang paling penting karena bila ada terlalu
banyak CO2 di atmosfer, bumi akan menjadi lebih hangat dan terjadi
perubahan iklim.
ƒƒ
Karbon mengalir masuk dan keluar dari atmosfer dan disimpan dalam
“penampungan” seperti hutan dan lautan dalam siklus karbon alami.
ƒƒ
Kegiatan manusia dapat mengganggu siklus karbon alami dan perubahan
iklim dengan menambahkan terlalu banyak CO2 ke atmosfer.
ƒƒ
Mengelola hutan secara bijaksana memainkan peran ganda dalam
menjaga siklus karbon dan efek rumah kaca alami yang bekerja dengan
mengurangi emisi CO2 dan meningkatkan penyerapan CO2 dari atmosfer
yang disimpan sebagai karbon.
79
C
Kebijakan dan Tindakan
Perubahan Iklim
Bagian 1
KEBIJAKAN PERUBAHAN IKLIM: APA YANG DILAKUKAN DUNIA
MENYANGKUT PERUBAHAN IKLIM?
Kebijakan adalah keputusan untuk memandu rencana aksi agar mencapai hasil
yang diharapkan. Pada saat ini pemerintah negara-negara di seluruh dunia sedang
bekerjasama merancang kebijakan-kebijakan yang dapat menghentikan perubahan
iklim, membantu masyarakat beradaptasi dengan perubahan yang telah terjadi, dan
mempersiapkan diri dengan lebih baik dalam menghadapi perubahan-perubahan
yang mungkin terjadi di masa depan. Semua negara bekerjasama dengan organisasiorganisasi internasional yang membantu pemerintah dalam membuat kebijakan
tentang pokok-pokok persoalan penting, termasuk perubahan iklim. Organisasi
internasional yang memimpin pengembangan kebijakan internasional adalah
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang keanggotannya mencakup 192 negara di
dunia.
Di dalam PBB, badan yang disebut Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang
Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change atau
UNFCCC) bekerja untuk memfasilitasi negara-negara anggotanya dalam merancang
kebijakan-kebijakan tentang perubahan iklim. UNFCCC menganggap penting untuk
menyelenggarakan pertemuan pembuatan kebijakan setiap tahunnya. Setiap negara
yang merupakan bagian dari UNFCCC mengirimkan delegasi atau perwakilan untuk
berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan penyusunan kebijakan ini dengan
bernegosiasi guna membuat berbagai keputusan tentang upaya menangani
perubahan iklim. Organisasi non-pemerintah (LSM), perusahaan swasta, dan
kelompok-kelompok dengan minat khusus, seperti organisasi masyarakat adat, juga
menghadiri pertemuan ini agar opini mereka dapat didengar dan mempengaruhi
keputusan. Tapi hanya delegasi pemerintah yang membuat keputusan di UNFCCC.
Namun yang terpenting adalah bahwa UNFCCC sedang bekerja membantu
negara-negara dalam merumuskan kebijakan-kebijakan guna menghentikan atau
mengurangi perubahan iklim dan menyesuaikan dengan dampak perubahan iklim
yang telah terjadi. Kebijakan-kebijakan ini mencakup membuat rencana, mendorong
penelitian, serta memberikan bantuan keuangan dan teknologi dalam mengambil
tindakan pemecahan masalah yang telah terjadi seiring berlangsungnya perubahan
iklim.
80
UNFCCC menetapkan kerangka kerja keseluruhan untuk upaya antarpemerintah dalam mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh perubahan
iklim. Konvensi ini telah diratifikasi (disetujui) oleh 192 negara, sehingga
memiliki keanggotaan hampir universal. Berdasarkan konvensi tersebut,
pemerintah-pemerintah penandatangan akan:
ƒƒ
Mengumpulkan dan berbagi informasi tentang emisi gas rumah kaca, kebijakan
nasional dan praktik terbaik
ƒƒ
Peluncuran strategi nasional untuk mengatasi emisi gas rumah kaca dan beradaptasi
dengan dampak yang diharapkan, termasuk pemberian dukungan keuangan dan
teknologi untuk negara-negara berkembang
ƒƒ
Bekerja sama dalam mempersiapkan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim
seperti kenaikan permukaan laut, kekeringan dan banjir.
Konvensi mulai diberlakukan pada tanggal 21 Maret 1994.
Apa makna kebijakan-kebijakan di atas dalam prakteknya?
Kebijakan-kebijakan tersebut dibuat sebagai upaya membantu suatu negara dan
masyarakatnya dalam mengurangi atau memperbaiki beberapa praktek yang dapat
mengurangi jumlah gas rumah kaca (GRK) yang dilepaskan ke atmosfer, praktekprektek berkenaan dengan hal-hal seperti berapa banyak listrik yang digunakan
atau bagaimana pabrik-pabrik yang digerakkan. Jenis-jenis tindakan yang mencoba
untuk menghentikan atau mengurangi perubahan iklim disebut mitigasi. Kebijakankebijakan ini juga membantu negara-negara untuk menemukan cara-cara baru
dalam menyesuaikan diri dengan perubahan yang telah terjadi oleh perubahan iklim
dan untuk mempersiapkan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menghadapi
perubahan yang mungkin terjadi di masa depan. Hal terakhir ini disebut adaptasi.
Di dalam UNFCCC, negara-negara anggota bekerja untuk mencapai kesepakatan
tentang tindakan-tindakan mitigasi dan adaptasi. Perjanjian terpenting yang
dihasilkan oleh UNFCCC sejauh ini adalah kesepakatan internasional yang disebut
Protokol Kyoto. Dalam perjanjian ini, negara-negara penandatangannya berjanji
untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencari cara-cara baru dalam
menciptakan energi yang rendah emisi CO2. Negara-negara maju juga sepakat untuk
mentransfer teknologi dan memberikan dukungan pendanaan bagi negara-negara
berkembang dalam mendukung penghentian perubahan iklim dan beradaptasi
dengan perubahan yang telah dan akan berlangsung.
Negara-negara angota UNFCCC telah berjanji atau membuat komitmen untuk
melakukan tindakan-tindakan yang disepakati dalam periode waktu tertentu, yang
disebut ‘periode komitmen. Periode komitmen pertama Protokol Kyoto adalah 2008
sampai 2012, dan dalam perioda itu negara-negara peserta UNFCCC akan bekerja
merancang kebijakan atau perjanjian baru untuk periode komitmen berikutnya,
yakni setelah tahun 2012. Beberapa bidang penting yang sedang dibahas meliputi:
ƒƒ
Pengurangan jumlah CO2 dan gas lainnya yang dilepaskan ke atmosfer
ƒƒ
Penghentian deforestasi
ƒƒ
Peningkatan pengelolaan hutan dan konservasi hutan
81
ƒƒ
Pelindungan masyarakat dari meningkatnya permukaan air laut
ƒƒ
Pembuatan rencana adaptasi nasional
ƒƒ
Prakarsa untuk menemukan cara-cara untuk menyediakan keahlian, teknologi dan dana
untuk membiayai tindakan-tindakan tersebut.
1992: UNFCC
dibentuk
1990
1994: UNFCC
menjadi gerakan
1997: Protokol
Kyoto diadopsi
1995
2000
2005: Periode
Komitmen Kyoto
2009: Kesepakatan
Kopenhagen
2005
2007: Rencana
Aksi Bali
2012: Periode Komitmen
Kyoto Pertama berakhir
2010
2011: COP 17
di Durban
2015
2012: COP 15
di Doha:
Tindakan penting lainnya mengenai perubahan iklim yang telah diambil pada
pertemuan tahunan UNFCCC meliputi:
2007: Bali Action Plan atau Rencana Aksi Bali-diadopsi pada pertemuan UNFCCC
di Bali, Indonesia.Negara peserta sepakat untuk suatu program aksi bagi
proses negosiasi baru dalam mengatasi perubahan iklim Tujuannya adalah
untuk membuat keputusan tentang apa yang akan dimasukkan dalam
perjanjian baru paska Protokol Kyoto.
2009:
Copenhagen Accord atau Kesepakatan Kopenhagen-dokumen yang
membahas beberapa poin penting kesepakatan masa depan, termasuk
komitmen untuk mengurangi emisi dan rencana pendanaan jangka panjang
dalam mendukung tindakan penghentian perubahan iklim. Accord ini
bukan kesepakatan yang mengikat secara hukum, tetapi adalah sebuah
langkah menuju mencapai kesepakatan pada pertemuan UNFCCC tahunan
berikutnya.
2011: Kesepakatan COP 17 di Durban mencakup antara lain: Uni Eropa
memperpanjang komitmennya terhadap Protokol Kyoto sampai dengan 2017
(tetapi Canada dan Jepang menarik diri), perundingan tentang kesepatatan
yang mengikat secara hukum akan dilanjutkan dan ditandatangani pada
tahun 2015 serta akan berlaku mulai tahun 2020 dengan melibatkan semua
negara, ada kemajuan dalam pembahasan tentang monitoring dan verivikasi
emisi, perlindungan hutan, alih teknologi hijau kepada negara-negara
berkembang, dan berbagai pokok persoalan teknis yang lain. Juga disepakat
akan dilembagakannya The Green Climate Fund yang akan menyediakan
dana sebesar US$ 100 juta pada tahun 2020.
2012: Beberapa hal yang dicapai pada COP 18 di Doha adalah penyelesaian
masalah masa komitmen kedua Protokol Kyoto, pembahasan persoalan
kerjasama jangka panjang yang menyangkut berbagai aturan tentang
keuangan serta pertanggungjawabannya, serta pembahasan tentang anasir
inti Kesepakatan Durban, termasuk rencana kerja tahun 2013 untuk mulai
merundingankan kesepakatan yang akan mengikat pada tahun 2015.
82
Kelompok negara dengan kepentingan sama bekerja dalam perubahan iklim:
ƒƒ
Banyak negara-negara yang berada di pulau kecil bekerja sama melalui
Aliansi Negara Kepulauan Kecil (Alliance of Small Island States atau
AOSIS).
ƒƒ
Empat puluh sembilan negara termiskin dengan pendapatan rendah dan
kerentanan yang tinggi, disebut Negara Terbelakang (Least Developed
Countries), bekerja sama untuk mempromosikan tujuan-tujuan mitigasi
yang lebih baik untuk menghentikan atau mengurangi perubahan iklim,
dan peningkatan sumber daya untuk adaptasi.
ƒƒ
Banyak negara berkembang membentuk koalisi longgar yang disebut
Kelompok 77 yang sering kali bekerjasama dengan Cina untuk
mempromosikan kepentingan bersama.
ƒƒ
Uni Eropa melakukan negosiasi sebagai suatu kelompok, dan beberapa
dari negara-negara maju lainnya, termasuk Amerika Serikat, Kanada dan
Jepang bekerja dalam kelompok yang disebut Kelompok Payung atau
Umbrella Group.
Koalisi Rainforest, sebuah kelompok dari 33 negara berkembang dengan
hutan hujan tropis bekerja untuk mengatasi dampak dari emisi karbon dari
deforestasi terkait dengan perubahan iklim global.
ƒƒ
Bagaimana pemerintah nasional terlibat dalam kebijakan iklim internasional?
Setiap negara memiliki kondisi lingkungan serta situasi, sosial, dan ekonomi yang
unik. Ketika bernegosiasi di forum UNFCCC tentang perubahan iklim, setiap
negara harus mempertimbangkan dampak potensial bagi masyarakat, lingkungan,
dan ekonominya masing-masing. Keterlibatan pemerintah 192 negara dalam proses
pengambilan keputusan merupakan tantangan tersendiri dalam mencapai kesepakatan.
Di dalam UNFCCC setiap negara harus menyatakan kesepakatannya agar keputusan
dapat dibuat.
Meskipun setiap negara memiliki pandangan dan prioritasnya sendiri, terdapat
beberapa kelompok negara yang memiliki kesamaan minat dan kelompok-kelompok
ini sering bekerja sama dalam mengupayakan kesepakatan akhir yang sesuai dengan
kepentingan terbaik mereka (Lihat kotak di atas).
Negara-negara berkembang sering berbagi ketertarikan yang sama tentang dampak
yang meningkat dan ancaman perubahan iklim terhadap ekonomi mereka, serta
perlunya tindakan mitigasi yang signifikan dari negara-negara maju serta dukungan dalam
adaptasi perubahan iklim. Negara-negara maju lebih terfokus pada dampak tindakan
mitigasi iklim kepada ekonomi dan hubungan perdagangan mereka, serta kemampuan
untuk mendapatkan dan mendistribusikan pendanaan untuk adaptasi.
Dalam proses kebijakan iklim PBB, setiap negara melakukan negosiasi berdasarkan
kebutuhannya. Agar memiliki dampak yang lebih besar, negara-negara akan bekerja
sama dengan berbagai pihak lainnya yang mempunyai keprihatinan dan kepentingan
yang sama. Namun keprihatinan dan kepentingan itu dari waktu ke waktu sering
berubah sehingga posisi suatu negara dalam negosiasi dapat pula berubah. Proses UNFCCC
adalah dialog yang terus-menerus, dimana baik negara berkembang maupun negara maju
telah mengakui bahwa mereka harus bekerja lebih keras untuk mencapai kesepakatan.
83
Di dalam UNFCCC, negara maju telah bersepakat bahwa mereka harus membuat
komitmen yang lebih besar untuk mulai mengatasi perubahan iklim dan mendukung
negara berkembang. karenanya, proses perumusan dan penyepakatan kebijakan terus
berlangsung untuk memastikan bagaimana hal tersebut nantinya dilakukan secara
tepat.
Bagaimana masyarakat adat berkontribusi pada pembuatan kebijakan di
tingkat internasional?
Organisasi masyarakat adat dari seluruh dunia mengirimkan wakilnya ke UNFCCC
dan pertemuan-pertemuan tentang iklim lainnya untuk mempengaruhi keputusan.
Mereka bekerja untuk memastikan bahwa hak-hak masyarakat adat sebagaimana
didefinisikan dalam Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat (UNDRIP) dan
perjanjian internasional lainnya dihormati oleh pemerintah dalam membuat keputusankeputusan tentang tindakan perubahan iklim.
Beberapa negara memasukkan perwakilan masyarakat adat sebagai anggota delegasi
resmi negara mereka untuk negosiasi di UNFCCC. Masyarakat adat juga bekerja pada
pengembangan kebijakan melalui Forum Permanen PBB untuk Masyarakat Adat (United
Nations Permanent Forum on Indigenous Issues atau UNPFII), sebuah forum dimana
orang membahas dan membuat keputusan tentang pokok-pokok persoalan masyarakat
adat. Forum ini memiliki mandat PBB untuk membahas masalah masyarakat adat yang
terkait dengan pembangunan ekonomi dan sosial, budaya, lingkungan, pendidikan,
kesehatan dan hak asasi manusia.
Peran masyarakat adat dan masyarakat lokal dalam memberikan kontribusi terhadap
kebijakan perubahan iklim di tingkat nasional dan lokal juga sangat penting. Praktik dan
pengetahuan tradisional mereka tentang tanah, hutan dan proses-proses alami dapat menjadi
kontribusi penting untuk perencanaan lokal dan nasional dalam memerangi perubahan
iklim. Mereka juga memiliki peran penting sebagai pengelola hutan lestari.
Apa yang dilakukan pemerintah nasional?
Pemerintah nasional bekerja untuk membuat kebijakan dan pendekatan baru yang akan
membantu pengurangan perubahan iklim namun tetap memungkinkan negara tersebut
untuk tumbuh dan mengembangkan ekonomi yang kuat. Negara-negara maju wajib
mengurangi emisi mereka untuk mengurangi perubahan iklim. Sementara itu, UNFCCC
dan organisasi-organisasi internasional lainnya bekerja untuk membantu negara-negara
berkembang dengan pendanaan dan teknologi untuk merancang strategi pembangunan
berkelanjutan yang tidak meningkatkan jumlah gas rumah kaca dalam atmosfer.
Banyak negara berkembang, yang masih memiliki hutan dan sumberdaya lainnya,
dapat memainkan peran penting dalam menyerap CO2 dari atmosfer dan menyimpan
karbon untuk mengurangi atau mitigasi perubahan iklim. Hutan dan ekosistem lainnya
menyediakan sumberdaya penting, seperti air tawar dan makanan, yang membantu
masyarakat untuk menangani lebih efektif dampak perubahan iklim dan beradaptasi
pada meningkatnya suhu dan kenaikan muka air laut. Pemerintah nasional, UNFCCC
dan organisasi-organisasi lainnya mencari cara-cara untuk menjaga ekosistem dan
sumberdaya alam dalam melindungi masyarakat dan membantu dunia mengurangi dan
beradaptasi dengan perubahan iklim.
84
Bagian 2
AKSI MITIGASI: BAGAIMANA KEBIJAKAN INTERNASIONAL DAPAT
MEMBANTU MENGURANGI PERUBAHAN IKLIM?
Apa itu mitigasi dan tindakan mitigasi?
Mitigasi perubahan iklim adalah proses mengurangi gas rumah kaca (GRK) yang
berasal dari kegiatan industri, transportasi, kehutanan dan pertanian. Pada saat
melakukan perubahan-perubahan berupa berbagai upaya menurunkan CO2 yang
dihasilkan kegiatan manusia guna pengurangan gas rumah kaca di atmosfer, setiap
negara harus mempertimbangkan seluruh elemen dalam perekonomiannya.
Dalam mengoperasikan pabrik-pabriknya, sektor industri harus bekerja dengan
cara-cara baru yang menggunakan bahan bakar fosil dengan lebih efisien. Para
pembuat kendaraan bermotor juga harus mencari cara-cara baru untuk menjalankan
mesin kendaraan yang dibuatnya, misalnya dengan penggunaan tenaga listrik atau
biofuel (bahan bakar terbuat dari tanaman, seperti jagung). Pemerintah kota perlu
mencari cara-cara yang lebih baik dalam menyediakan listrik bagi warganya, seperti
menggunakan matahari dan tenaga air.
Beberapa contoh lain dari tindakan mitigasi adalah:
ƒƒ
Sektor energi: Menggunakan peralatan listrik yang lebih efisien, dan
mendayagunakan teknologi alternatif untuk menyediakan listrik bagi masyarakat
seperti panel surya, pembangkit listrik tenaga air skala kecil (micro-hydro
generator), dan pembangkit listrik tenaga angin.
ƒƒ
Sektor transportasi: Mengurangi penggunaan mobil dan mengutamakan
penggunaan transportasi publik seperti bus dan kereta api.
ƒƒ
Sektor kehutanan dan pertanian: Reforestrasi dan reboisasi; mengurangi
deforestasi atau penebangan pohon; peningkatan pengelolaan sumberdaya
hutan; peningkatan tanaman dan pengelolaan lahan kritis untuk meningkatkan
penyimpanan karbon dalam tanah.
Bagian 3
ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM: BAGAIMANA KITA DAPAT MENGATASI
PERUBAHAN IKLIM?
Apa itu adaptasi?
Adaptasi adalah upaya-upaya perubahan dalam melakukan sesuatu dalam kondisi
yang baru. Karena iklim berubah, tanaman, hewan dan manusia perlu beradaptasi
dengan kondisi cuaca dan muka air laut yang baru. Bayangkan apa yang akan
dialami masyarakat yang tinggal di kota atau desa yang berada di pinggir pantai;
jika permukaan laut meningkat, perumahan, jalan dan lahan pertanian yang ada akan
terendam air. Salah satu upaya adaptasi untuk menghadapi kemungkinan itu adalah
dengan membangun rumah panggung sehingga air mengalir di bawah rumah, atau
85
dengan cara memindahkan bangunan ke tempat yang lebih tinggi. Kedua hal ini
adalah contoh cara beradaptasi dengan genangan banjir yang lebih tinggi.
Mengapa dibutuhkan adaptasi?
Jika pun semua emisi gas rumah kaca dapat dihentikan sesegera mungkin, perubahan
iklim akan tetap berlangsung dalam waktu yang lama karena CO2 dan gas-gas rumahkaca lainnya masih berada di atmosfer untuk waktu yang sangat lama. Karena iklim
mengalami perubahan, banyak aspek kehidupan keseharian umat manusia yang
akan berubah. Di beberapa daerah perubahan kondisi yang terus berlangsung terjadi
secara perlahan, sementara di tempat lainnya perubahan itu terjadi lebih cepat.
Beberapa daerah akan berubah lebih besar dari perubahan daerah yang lain. Hal ini
tergantung pada letak daerah tersebut dan bagaimana dampak iklim pada wilayah
tersebut.
Perubahan akan terjadi dengan lebih cepat di daerah beriklim dingin karena suhu
yang hangat akan mencairkan salju dan es, dan perubahan yang cepat itu dapat
mengancam kehidupan manusia. Di masa lalu, perubahan iklim yang berlangsung
terjadi dalam jangka waktu yang panjang sehingga orang-orang, hewan dan
tumbuhan memiliki cukup waktu untuk beradaptasi secara alamiah. Namun pada saat
ini, perubahan yang terjadi terlalu cepat bagi hewan dan tanaman beradaptasi secara
alamiah, dan manusia juga membutuhkan waktu untuk membuat rencana perubahan
dan melaksanakanya. Akibatnya, bekerja mengembangkan cara-cara beradaptasi
dalam waktu yang tidak terlalu lama menjadi sesuatu yang makin mendesak.
Apa yang dilakukan pemerintah terkait dengan adaptasi?
Perubahan iklim mempengaruhi kehidupan umat manusia saat ini dan besar
kemungkinan pada yang akan datang. Para ilmuwan dan masyarakat telah
mendapatkan fenomena mencairnya salju lebih awal di musim semi, meningkatnya
permukaan air laut, dan berubahnya pola curah hujan. Perubahan-perubahan
tersebut mempengaruhi bagaimana manusia menjalani kehidupannya. Pemerintah
dan badan-badan internasional berbicara tentang tindakan-tindakan yang dapat
dilakukan untuk melindungi masyarakat dan lingkungan dari dampak negatif
perubahan-perunahan tersebut. Pendanaan internasional sedang disiapkan untuk
membantu negara-negara berkembang beradaptasi, dan juga telah berlangsung
pembicaraan tentang peningkatan dana tersebut. Pemerintah negara yang paling
terpengaruh oleh perubahan iklim didorong untuk menyusun rencana yang disebut
Rencana Aksi Adaptasi Nasional. Tujuan rencana ini adalah untuk mengidentifikasi
kelompok-kelompok masyarakat, sumber-sumber penghidupan masyarakat, dan
ekosistem yang paling berisiko terkena dampak itu, serta meningkatkan kemampuan
mereka dalam menghadapi perubahan iklim.
Kearifan tradisional adalah kebijaksanaan, pengetahuan dan praktek-praktek
yang dilaksanakan masyarakat adat dan komunitas lokal, yang diperoleh dari
para pendahulu berdasarkan pengalaman dan diwariskan secara lisan dari
generasi ke generasi. Selama beradad-abad, kearifan tradisional itu telah
memainkan peran penting dalam memecahkan masalah yang berkaitan
dengan pengelolaan sumberdaya alam, dan juga dapat membantu masyarakat
beradaptasi dengan masalah yang terkait dengan perubahan iklim.
86
Bagaimana komitmen indonesia terhadap perubahan iklim?
Komitmen pemerintah Indonesia pada perubahan iklim sangat tinggi. Hal ini dapat
dilihat dari keseriusan Indonesia dalam mengikuti dan menindaklanjuti kesepakatankesepakatan internasional yang disepakati. Tidak lama setelah disepakatinya UNFCCC,
Indonesia langsung meratifikasinya dengan UU Nomor 6 tahun 1994 tentang pengesahan
United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja
Perserikan Bangsa-bangsa mengenai Perubahan Iklim). Hal yang sama juga dilakukan
dengan protokol Kyoto untuk UNFCCC, yang diratifikasi melalui UU No. 17 Tahun 2004
tentang Kyoto Protocol to United Nations Framework Convention on Climate Change
(Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikan Bangsa-bangsa mengenai
Perubahan Iklim). Rencana aksi nasional dalam menghadapi perubahan iklim yang
mencakup strategi adaptasi maupun mitigasi secara nasional hingga 2050 telah pula
berhasil dirumuskan dan disyahkan pada tahun 2007 yang lalu.
Dalam rangka meningkatkan koordinasi pelaksanaan pengendalian perubahan iklim dan
memperkuat posisi Indonesia di forum internasional dalam pengendalian perubahan
iklim, pada tahun 2008 Pemerintah Indonesia membentuk Dewan Nasional Perubahan
Iklim (DNPI) dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomer 46 Tahun 2008.
Adapun tugas utama dari DNPI adalah:
(i)
Merumuskan kebijakan nasional, strategi, program dan kegiatan pengendalian
perubahan iklim;
(ii) Mengkoordinasikan kegiatan pelaksanaan tugas pengendalian perubahan
iklim yang meliputi kegiatan adaptasi, mitigasi, alih teknologi dan pendanaan;
(iii) Merumuskan kebijakan pengaturan mekanisme dan tata cara perdagangan
karbon;
(iv) Melaksanakan pemantauan dan evaluasi implementasi kebijakan tentang
pengendalian perubahan iklim; dan
(v) Memperkuat posisi Indonesia untuk mendorong negara-negara maju untuk
lebih bertanggung jawab dalam pengendalian perubahan iklim.
DNPI secara langsung diketuai oleh Presiden RI dengan Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sebagai wakil
ketua. Lembaga ini beranggotakan sebagian besar anggota kabinet, diantaranya
Menteri Sekretaris Negara, Sekretariat Kabinet, Menteri Negara Lingkungan Hidup,
Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral, Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian,
Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala BAPPENAS, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perdagangan, Menteri
Negara Riset dan Teknologi, Menteri Perhubungan dan Menteri Kesehatan, serta
Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika. Dalam melaksanakan tugasnya DNPI
dipimpin oleh Ketua Harian, yang saat ini dijabat oleh Rachmat Witoelar, mantan
Menteri Lingkungan Hidup, yang dibantu oleh dua organ, yakni kelompok kerja
yang berperan sebagai wadah think tank untuk mempersiapkan draft ataupun
melakukan perbaikan kebijakan perubahan iklim, dan suatu sekretariat sebagai
wadah pendukung untuk dewan dan pelaksanaan berbagai koordinasi.
87
Bagaimana masyarakat bisa beradaptasi dengan perubahan iklim?
komunitas yang hidup di hutan tropis memiliki budaya, tujuan, dan ketertarikan
tersendiri. Masyarakat adat dan masyarakat lokal memiliki pengetahuan lokal,
praktek dan tradisi dalam mengelola sumberdaya alam yang memungkinkan mereka
untuk bertahan hidup. Masyarakat adat dan komunitas lain yang tergantung pada hutan
telah terampil beradaptasi terhadap perubahan kondisi alam. Kearifan lokal dan praktek
tradisional inilah yang menjadi alat bantu untuk beradaptasi dengan perubahan iklim.
Pengetahuan lokal dan tradisi yang dikombinasikan dengan pengetahuan ilmiah dan
perencanaan yang baik akan sangat membantu dalam mengatasi perubahan iklim.
Masyarakat, ilmuwan dan pemerintah perlu bekerjasama, berbagi sumberdaya, dan
menciptakan ide-ide baru dalam merencanakan, mengamati, dan belajar tentang
perubahan iklim dan bagaimana perubahan-perubahan tersebut akan mempengaruhi
kehidupan masyarakat. Sebagai contoh, berikut ini dipaparkan tiga tindakan adaptasi
masyarakat adat di Amerika Selatan dan Afrika.
ƒƒ
Di daerah semi-kering Brasil, keluarga petani mengatasi penurunan produksi
makanan dengan memikirkan kembali bagaimana mereka melakukan peternakan.
Strategi yang digunakan untuk mengurangi risiko diantaranya adalah dengan
konservasi air dan penanaman beberapa tanaman yang berbeda7.
ƒƒ
Komunitas Aymaras di Bolivia menghadapi permasalahan dalam mendapatkan
cukup air bagi kebutuhan mereka. Mereka telah mengembangkan cara baru dalam
mengumpulkan air di pegunungan dengan menempatkan bendungan-bendungan
kecil di sepanjang sungai-sungai yang ada di pegunungan. Bendungan-bendungan
yang dibangun telah sangat berguna, tidak hanya untuk kebutuhan manusia, tetapi
juga untuk hewan peliharaan mereka, terutama pada saat kemarau8.
Di Burkina Faso, sebuah negara di Afrika dimana kekeringan telah meningkat, petani
menggali lubang selama musim kemarau dan mana mereka akan mengumpulkan daun
dan tanaman mati serta kotoran. Lubang ini mengundang rayap di awal musim hujan.
Rayap kemudian membuat terowongan yang dapat air me­nyimpan dan meningkatkan
kesuburan tanah untuk pertanian9.
88
7
ActionAid International. 2008. The time is now. Lessons from farmers adapting to climate change.
Johannesburg, South Africa. 36 project
8
Tebtebba Foundation 2008. Guide on Climate Change & Indigenous Peoples. de Chavez R.and
TauliCorpuz V (eds.). Tebtebba Foundation No.1 Roman Ayson Rod 2600 Baguio City Philippines.
108p. http://www.tebtebba.org
9
UNEP & ICRAF 2006. Climate Change and Variability in the Sahel Region: Impacts and Adaptation
Strategies in the Agricultural Sector
Hal-hal penting untuk diingat:
ƒƒ
Konvensi PBB untuk Kerangka Kerja Perubahan Iklim (UNFCCC) adalah
badan internasional yang memfasilitasi negara-negara anggota PBB
dalam merumuskan kebijakan tentang perubahan iklim.
ƒƒ
Hanya perwakilan pemerintah dari negara anggota PBB yang dapat
membuat keputusan tentang kebijakan di UNFCCC, meskipun banyak
organisasi lain yang dilibatkan dalam pertemuan tersebut untuk mengamati
dan mempengaruhi pengambilan keputusan.
ƒƒ
Kelompok negara dengan minat yang sama sering bekerja sama untuk
mempromosikan kebijakan-kebijakan yang dipandang dapat memenuhi
kepentingan terbaik mereka.
ƒƒ
Organisasi masyarakat adat bekerja untuk mempengaruhi keputusan di
UNFCCC.
ƒƒ
Melalui Protokol Kyoto, banyak negara maju yang sepakat untuk
melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca dan membantu negaranegara berkembang untukmengurangi perubahan iklim.
ƒƒ
Tindakan mitigasi adalah tindakan yang bertujuan
menghentikan atau mengurangi perubahan iklim.
ƒƒ
Tindakan adaptasi adalah tindakan yang membantu menyesuaikan diri
dengan perubahan yang telah terjadi atau yang mungkin terjadi di masa
depan.
membantu
89
D
Pembayaran Jasa Lingkungan:
Metode Baru Mengelola dan
Menghargai Hutan
Bagian 1
APA YANG DIMAKSUD EKOSISTEM DAN JASA LINGKUNGAN?
Ekosistem adalah satu sistem alamiah, yang terdiri atas komponen biologis seperti
berbagai jenis tanaman, hewan dan mikro-organisme, yang hidup bersama dalam
suatu tempat tertentu dan bergantung pada lingkungan tersebut untuk dapat
bertahan hidup serta komponen fisik seperti tanah, bebatuan dan air. Karakteristik
lingkungan suatu ekosistem ditentukan di tempat tertentu tergantung pada jumlah
dan jenis komponenya serta interaksi and interdependensi semua komponen tersebut.
Ekosistem yang paling umum ditampilkan pada halaman berikut.
Ekosistem menyediakan layanan penting bagi manusia di seluruh dunia. Jasa
ekosistem atau lebih dipopuler disebut denga jasa lingkungan ini meliputi:
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
Layanan yang menyediakan makanan, air, kayu, dan serat;
Layanan yang mengendalikan iklim, banjir, penyakit, limbah, serta kualitas udara
dan air;
Layanan budaya yang merupakan sumber kepercayaan, tradisi, dan juga hiburan.
Ekosistem memberikan keuntungan pada semua orang dengan beberapa cara, salah
satu diantaranya adalah ekosistem pegunungan dan hutan yang merupakan daerah
tangkapan air untuk sungai yang menjadi penyedia air bersih untuk rumah tangga,
pertanian, dan industri. Orang yang mendapatkan manfaat dari ekosistem itu mungkin
masyarakat adat dan komunitas lokal yang tinggal di atau dekat ekosistem itu dan
sangat mungkin juga penduduk kota yang tinggal jauh dari sumber air, tetapi masih
tergantung pada pengelolaan yang baik dari ekosistem yang menyediakan air bersih.
Karena kehidupan manusia tergantung pada jasa lingkungan, sangat penting untuk
melakukan upaya-upaya pelestarian dan pengelolaan secara berkelanjutan ekosistem
yang menyediakan layanan ini. Salah satu tantangan terbesar bagi pemerintah
nasional dan masyarakat lokal adalah menemukan sumberdaya yang cukup untuk
melindungi dan mengelola ekosistem alami secara berkelanjutan, sehingga baik
generasi sekarang maupun generasi-generasi yang akan datang di masa depan akan
terus memperoleh keuntungan dari layanan yang disediakan ekosistem itu.
Masyarakat dan pemerintah juga bergantung pada sumberdaya yang ada di dalam
ekosistem untuk pembangunan ekonomi. Penebangan kayu, misalnya, memberikan
pendapatan untuk kas negara, dan di sungai dapat dibangun bendungan
untuk menghasilkan listrik. Karena itu harus ada keseimbangan antara upaya
mempertahankan ekosistem untuk layanan alam seperti udara bersih dan air, dan
usaha eksploitasi untuk jasa ekonomi seperti kayu dan listrik.
90
Bagian 2
APA YANG DIMAKSUD PEMBAYARAN UNTUK JASA LINGKUNGAN?
Pemerintah dan pembuat kebijakan internasional sedang bekerja untuk menemukan
cara-cara untuk menyediakan sumberdaya guna membantu negara dan para
pengelola hutan dalam menjaga keseimbangan antara pelestarian dan pemanfaatan
hutan. Salah satu caranya adalah melalu penyediaan dana dan teknologi untuk
membantu negara dan para pengelola hutan dalam memanfaatkan hutannya
secara lestari, melakukan penanaman hutan kembali dan merestorasi wilayah yang
telah dimanfaatkan. Cara lain adalah dengan memberikan pembayaran sebagai
kompensasi kepada pemerintah dan para pengelola hutan untuk konservasi
ekosistem yang mempertahankan kawasan dalam keadaan alami agar dapat terus
menyediakan layanan ekosistem.
Pada tingkat nasional, pembayaran dapat berasal dari beragam sumber yang
berbeda, seperti program-program tingkat nasional yang dibiayai dari uang pajak
atau dari pendanaan dari negara lain, organisasi internasional, atau investor swasta.
Sementara di tingkat lokal, pembayaran untuk menjaga jasa ekosistem dapat
mengambil bentuk uang tunai atau manfaat lainnya yang penting bagi masyarakat
lokal, seperti peluang pendapatan baru, pelatihan, atau layanan kesehatan.
Perjanjian pembayaran kompensasi itu bisa bersifat sangat lokal dan kecil,
seperti melindungi hutan lokal atau daerah aliran sungai, atau perjanjian
ini dapat bersifat sangat besar dan berdampak ke seluruh dunia, seperti
mempertahankan kawasan hutan besar yang menyimpan karbon dan
membantu menjaga udara bersih. Rancangan ini disebut pembayaran untuk
jasa lingkungan (payment for environmental services atau PES).
Pembayaran untuk jasa ekosistem sering dilakukan melalui pengaturan yang
memerlukan persetujuan pemerintah atau masyarakat untuk melakukan tindakantindakan tertentu, seperti mengelola hutan lestari, sebagai syarat dalam menerima
pembayaran. Pembayaran untuk jasa lingkungan menciptakan cara baru dalam
menghargai ekosistem dan layanan yang disediakannya.
Bagaimana cara pembayaran jasa lingkungan dilakukan?
Suatu pembayaran untuk jasa lingkungan dapat berupa sebuah proyek atau kegiatan
dimana masyarakat atau pemerintah menyetujui melakukan pelestarian sumberdaya
alam dan menerima manfaat berupa kompensasi atas upaya tersebut. Pembayaran
untuk kegiatan jasa lingkungan (terkadang disebut sebagai skema) bekerja seperti
kegiatan perdagangan. Sebagai contoh, aktivitas PES dapat mencakup:
ƒƒ
Seseorang atau sekelompok orang (seperti masyarakat atau pemerintah), yang
menawarkan layanan (seperti konservasi hutan).
ƒƒ
Seseorang atau sekelompok orang yang memberikan komunitas atau pemerintah
sesuatu pembayaran atau keuntungan sebagai bentuk kompensasi pertukaran
untuk layanan yang mereka terima (seperti air bersih).
91
Dengan kata lain, pembayaran untuk jasa ekosistem merupakan skema kerja dimana
masyarakat atau pemerintah yang melakukan pelestarian dan pengelolaan hutan
secara berkelanjutan akan menerima pembayaran dari pihak yang mendapatkan
keuntungan dari jasa ekosistem hutan itu.
Di bawah ini akan ditunjukkan dua contoh bagaimana pembayaran untuk pekerjaan
jasa ekosistem dilaksanakan. Contoh pertama adalah kesepakatan yang sangat kecil
tetapi penting dalam memberikan pemahaman tentang PES.
Contoh 1. Seorang tetangga sedang sangat membutuhkan uang. Untuk itu dia
merencanakan untuk menebang pohon yang berada di halaman rumahnya
dan menjual kayu pohon tersebut. Kita mengetahui hal ini dan menyadari
hal tersebut akan membuat rumah yang kita tempati menjadi sangat panas
di siang hari. Kita bisa saja menanam pohon sendiri, tetapi akan memakan
waktu bertahun-tahun untuk tumbuh menyamai pohon yang akan ditebang
tersebut. Jadi pohon tetangga tersebut sesungguhnya memiliki nilai bagi
kita karena layanan yang disediakannya. Tetangga kita memiliki pohon yang
memberikan kerindangannya bagi rumah kita. Untuk menghindari kehilangan
naungan bagi rumah kita, kita dapat menawarkan untuk membayar tetangga
kita agar tetap mempertahankan keberadaan pohon tersebut. Tetangga kita
akan mendapatkan uang yang dia butuhkan, sementara kita tetap memperoleh
naungan bagi rumah kita. Nah, kita telah membuat kesepakatan PES dengan
tetangga kita!
Contoh 2. Suatu
hutan
sedang
diupayakan untuk ditebang
oleh para pemiliknya untuk
memperoleh
pendapatan.
Aktivitas deforestasi atau
penebangan pohon ini akan
menyebabkan erosi tanah
ke sungai, yang akhirnya
berakibat air yang digunakan
oleh penduduk di kota menjadi
keruh karena terkontaminasi
tanah yang hanyut tersebut.
Karena penduduk kota sangat ingin memiliki air bersih, mereka bermaksud
menyelesaikan masalah ini dengan membuat kesepakatan membayar para
pemilik hutan agar mempertahankan keberadaan hutan itu dalam jangka waktu
yang panjang. Melalui perjanjian PES, warga kota mendapatkan air bersih
yang mereka butuhkan, sementara pemilik hutan mendapatkan pendapatan
yang mereka butuhkan, ekosistem tetap sehat dan menyediakan layanan lain,
termasuk menyimpan karbon dalam mengurangi perubahan iklim.
92
Darimana dana untuk membayar jasa lingkungan diperoleh?
Pendanaan untuk pembayaran jasa lingkungan dapat berasal dari program
pemerintah nasional, pendanaan dari negara lain, dari organisasi internasional, atau
dari individu atau kelompok yang mendapatkan manfaat dari layanan lingkungan
yang bersangkutan. Ada banyak cara yang berbeda mengumpulkan uang untuk
pembayaran jasa lingkungan:
ƒƒ
Seperti contoh di atas, warga kota dapat membayar biaya jasa air agar dapat
terus menerima air bersih.
ƒƒ
Pemerintah bisa menyisihkan dana untuk membantu menjaga air bersih, selain
juga membantu para pemilik hutan untuk memiliki mata pencaharian yang baik.
ƒƒ
Dalam beberapa kasus, suatu nilai tertentu telah ditetapkan untuk sebuah
layanan, seperti nilai karbon agar tetap disimpan di pohon. Hal ini memungkinkan
pemerintah dan para pemilik tanah untuk menjual layanan ini melalui pasar.
ƒƒ
Terdapat sistem pendanaan internasional yang dibentuk untuk membantu
pemerintah, masyarakat dan pemilik atau pengguna hutan untuk membuat
perjanjian dalam menjaga layanan ekosistem agar tetap berlanjut dan tersedia
bagi semua orang.
Hal-hal penting untuk diingat:
ƒƒ
Ekosistem alami seperti hutan dan hutan bakau (mangrove) dapat
menyediakan layanan ekosistem yang beragam, termasuk manfaat bagi
iklim.
ƒƒ
Pemerintah dan masyarakat di negara-negara berkembang tidak memiliki
sumberdaya yang memadai untuk melindungi dan mengelola ekosistem
alamiyang dimilikinya.Pembayaran untuk jasa lingkungan bisa menjadi
pilihan yang tepat dalam membantu melestarikan dan mengelola
ekosistem alam.
ƒƒ
Pembayaran bagi perjanjian jasa lingkungan dapat sangat kecil dan lokal,
namun dapat pula sangat besar dan menguntungkan seluruh dunia.
93
E
REDD+: Menghargai Peran Hutan
Dalam Mengurangi Perubahan Iklim
Bagian 1
SEBUAH TINJAUAN MENGENAI REDD+
Para pembuat kebijakan internasional mengakui bahwa pengurangan emisi gas
rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan merupakan bagian penting dari
rencana internasional dan nasional dalam mitigasi atau mengurangi perubahan iklim.
REDD+ digambarkan sebagai “... pendekatan kebijakan dan insentif positif pada
pokok-pokok persoalan yang berkaitan dengan pengurangan emisi dari deforestasi
dan degradasi hutan di negara berkembang, dan peran konservasi, pengelolaan
hutan lestari dan peningkatan cadangan karbon hutan di negara berkembang”.
(Keputusan UNFCCC 2/CP.13)
Pada awalnya dalam diskusi kebijakan tentang dampak hutan terhadap perubahan
iklim, sebagian besar perhatian ada pada upaya melakukan pembayaran untuk
penghentian praktek-praktek berbahaya yang berkaitan dengan pemanfaatan
dan pengelolaan hutan, seperti penebangan pohon yang berlangsung dengan
cepat. Namun, kemudian diskusi telah diperluas hingga mempertimbangkan pula
jasa lingkungan yang disediakan hutan. Para delegasi pemerintah negara-negara
peserta UNFCCC juga membahas bagaimana mendukung pengelolaan hutan lestari,
dan peran penyimpanan karbon di hutan yang ada di negara-negara berkembang
sebagai bagian dari proses untuk mengurangi perubahan iklim. Karena itulah istilah
REDD sekarang telah berubah menjadi REDD+ dengan menyertakan layanan dari
hutan ke dalam pembahasan yang dilakukan.
Apa yang harus disertakan dalam perencanaan REDD+?
REDD+ adalah topik yang sangat rumit, sementara negosiasi dan diskusi yang
berlangsung bergerak sangat lambat dan belum sampai pada tahap akhir kesepakatan.
Pada setiap pertemuan UNFCCC dalam beberapa tahun terakhir, beberapa kemajuan
telah dibuat, namun mesti diingat bahwa semua negara harus setuju untuk membuat
sebuah kebijakan baru. Karena setiap negara atau kelompok negara memiliki gagasan
dan pemikirannya masing-masing tentang kebutuhan dan prioritasnya, upaya
menuju ke kesepakatan tentang bagaimana pelaksanaan REDD+ menjadi cukup sulit.
Terdapat beberapa bagian dari diskusi tentang REDD+ yang membutuhkan kesepakan
dari negara-negara anggota. Beberapa hal yang paling penting yang harus dipecahkan
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana REDD+ sebaiknya diselenggarakan:
a. Dapatkah REDD+ dikoordinasikan ke dalam banyak proyek pada tingkat
lokal?
94
b. Bagaimana seharusnya REDD+ dikoordinasikan sebagai sebuah rencana
nasional?
2. Pembiayaan dan distribusi manfaat:
a. Darimana sumber pendanaan dari untuk membayar aksi REDD+?
b. Bagaimana keputusan harus diambil dalam menyalurkan dana REDD+ untuk
mengurangi deforestasi?
3. Pemantauan, Pelaporan dan Verifikasi (MRV):
a. Bagaimana seharusnya komunitas internasional dan setiap negara secara
individual memastikan bahwa kegiatan REDD+ dilakukan dengan benar?
b. Siapa yang harus memantau dan melaporkan bahwa kegiatan-kegiatan yang
dilakukan telah menghasilkan, seperti: memverifikasi atau memeriksa jumlah
karbon yang tersimpan, atau pemantauan dampak manfaat bagi pembangunan
nasional dan masyarakat?
4. Keterlibatan para pemangku kepentingan (stakeholder):
a. Bagaimana hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal akan dihormati dalam
kebijakan REDD+, termasuk bagaimana mendapatkan persetujuan yang bebas
berdasarkan pemahaman yang memadai sebelum suatu kegiatan dilakukan?
(Free, Prior, and Informed consent atau FPIC)?
b. Bagaimana partisipasi efektif dari masyarakat adat dan masyarakat lokal dalam
pengambilan keputusan dan kegiatan REDD+ dapat dicapai?
5. REDD+ dan manfaat lainnya:
a. Bagaimana kegiatan REDD+ berkontribusi terhadap pembangunan
berkelanjutan dan perlindungan keanekaragaman hayati dan layanan ekosistem?
b. Bagaimana REDD+ memberikan manfaat kepada orang miskin dan melindungi
hak asasi manusia?
Rangkaian pertanyaan di atas adalah pertanyaan penting dan rumit yang sedang
didiskusikan dalam agenda pertemuan UNFCCC dan di setiap negara di seluruh dunia.
Hal tersebut juga sedang diteliti dan dibahas oleh banyak organisasi dan kelompok
untuk menemukan jawabannya, seperti: organisasi masyarakat adat, ilmuwan, organisasi
konservasi, dan kelompok kepentingan lainnya.
Prinsip-prinsip yang mendasari persetujuan tanpa paksaan atas dasar pemahaman yang
memadai sebelum kegiatan (free, prior and informed consent) dapat diringkas sebagai
berikut:
(i) Penyediaan informasi yang memadai dan dapat dipahami, bukan saja mengenai
apa yang harus dilakukan dan manfaat yang akan diperoleh tetapi juga tentang
kemungkinan dampak positif ataupun negatif yang mungkin terjadi,
(ii) Konsultasi pada setiap inisiatif yang diusulkan dan,
(iii) Partisipasi yang sesuai dari masyarakat adat atau masyarakat setempat dalam
pengambilan keputusan dan perencanaan kegiatan
(iv) Keterlibatan yang bermakna dari perwakilan lembaga-lembaga pemangku
kepentingan lainnya7.
7
PFII, 2005. Free Prior Informed Consent And Beyond: The Experience of IFAD. United Nations
Department Of Economic And Social Affairs, Division for Social Policy and Development, Secretariat
of the Permanent Forum on Indigenous Issues. International Workshop on Methodologies Regarding
Free Prior And Informed Consent And Indigenous Peoples. (New York, 17-19 January 2005). PFII/2005/
WS.2/10. Unedited version, pg.2.
95
FPIC bukanlah sekedar konsultasi publik yang dilakukan dalam sekali pertemuan, namun
sebaiknya dilakukan pada setiap tahapan kegiatan. FPIC termasuk proses negosiasi
dalam proses pengambilan keputusan atau persetujuan, serta konsultasi yang ditujukan
pada pencapaian “consent” atau persetujuan. Dalam proses pelaksanaannya, FPIC
harus melibatkan para pemangku hak (rightholder) dan para pemangku kepentingan
(stakeholder). Prinsip penentuan nasib sendiri atau hak untuk menentukan apa yang
diinginkan harus dihormati oleh semua pihak dalam pengambilan keputusan yang
dilakukan.
Bagian 2
BAGAIMANA REDD+ DAPAT TERLAKSANA?
REDD+ dapat dikatakan adalah suatu sistem pembayaran internasional untuk
layanan ekosistem. Negara-negara maju, dana internasional atau perusahaan swasta
menawarkan pembayaran atau manfaat finansial lainnya kepada negara-negara
berkembang, pemilik tanah, atau masyarakat untuk mengambil tindakan yang
mengurangi emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan. Di negara-negara yang
masih memiliki banyak hutan yang baik, manfaat financial itu dapat berasal dari upaya
menjaga kelestarian tegakan hutan dan dengan demikian terus mempertahankan
penyimpanan karbon. Untuk negara dengan tingkat deforestasi yang tinggi, dimana
penebangan pohon dalam jumlah besar terjadi setiap tahun, manfaat financial itu bisa
berupa pembayaran untuk menghentikan praktek deforestasi itu dan memulihkan
hutan yang rusak. Bagaimana tindakan-tindakan tersebut akan dipantau dan bagaimana
dana REDD+ akan dibayar adalah beberapa pokok persoalan yang sedang dibahas di
pertemuan UNFCCC. Dalam kedua situasi di atas, dengan mengurangi jumlah CO2
yang dilepaskan ke atmosfer dan melestarikan hutan, REDD+ akan membantu untuk
mengurangi perubahan iklim.
Untuk memahami bagaimana REDD+ bisa bekerja, penting untuk memahami apa
yang dimaksud dengan deforestasi dan degradasi. Dalam panduan ini definisi yang
ditampilkan hanya berhubungan dengan REDD+ dan perubahan iklim, namun deforestasi
dan degradasi juga berdampak pada beragam persoalan lainnya.
Deforestasi adalah hilangnya hutan dan hilangnya simpanan karbon karena semua
pohon ditebangi dan lahannya digunakan untuk tujuan lain, seperti pertanian atau
penggembalaan. Akibatnya, karbon yang berada di pohon tidak lagi tersimpan di hutan.
Meluasnya deforestasi akan menghilangkan keanekaragaman hayati dan mengurangi
mutu dan jumlah layanan ekosistem lainnya.
Degradasi hutan merupa­kan penurun­an jumlah pohon dan simpanan (stok) karbon di
suatu kawas­an hutan tertentu. Semakin banyak pohon yang ditebang semakin besar
pula penurunan kemampuan hutan dalam penyim­panan karbon dan memberikan jasa
lingkungan lainnya.
Restorasi hutan merupakan suatu istilah lain yang penting. Beberapa daerah yang telah
terdeforestasi selama beberapa waktu dapat di­
kembalikan menjadi hutan dengan
kegiatan restorasi hutan, seperti penanaman pohon. Penyimpanan karbon akan
meningkat seiring tumbuhnya pepohonan baru yang ditanam.
96
Bagaimana mungkin sebuah kegiatan REDD+ terlaksana?
Semua kegiatan REDD+ di negara-negara berkembang masih dalam tahapan awal
persiapan atau dalam proses perencanaan. Hasil dari kegiatan REDD+ yang sedang
berjalan akan membantu negara-negara peserta UNFCCC dalam membuat keputusan
dan mencapai kesepakatan tentang bagaimana REDD+ akan dilaksanakkan di masa
depan. Disadari bahwa kegiatan REDD+ yang berlangsung adalah ujicoba atau demonstrasi
bagaimana REDD+ dapat membantu memitigasi atau mengurangi perubahan iklim.
Terdapat dua jenis utama dari kegiatan REDD+, yakni:
1. Kegiatan-kegiatan persiapan atau REDD-iness (readiness) activities adalah
tindakan-tindakan yang membantu negara dalam mempersiapkan diri untuk
pelaksanaan REDD+. Kegiatan yang termasuk dalam kategori ini diantaranya
adalah pengembangan kapasitas personil dan kelembagaan, penelitian ilmiah,
dan pengembangan strategi nasional REDD+. Pelatihan untuk pengembangan
kapasitas merupakan kegiatan persiapan REDD+ karena bertujuan untuk
membantu masyarakat dalam memahami perubahan iklim dan bagaimana REDD+
dapat membantu mengurangi perubahan iklim. Contoh lain kegiatan persiapan
adalah proses perencanaan yang berlangsung di beberapa negara. Dalam proses
perencanaan ini negara-negara yang bersangkutan menerima dukungan dari
lembaga-lembaga internasional seperti Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (Forest
Carbon Partnership Facility atau FCPF) dalam mempersiapkan Proposal Persiapan
Kesiapan (Readiness Preparation Proposals atau R-PP) yang berkenaan dengan
bagaimana REDD+ dapat dilaksanakan sebagai strategi mitigasi perubahan iklim.
2. Kegiatan Demonstrasi atau Demonstration activities adalah kegiatan-kegiatan
percontohan yang bertujuan untuk menunjukkan bagaimana REDD+ dapat
mengurangi emisi CO2 dari hutan dan meningkatkan penyimpanan karbon dengan
mengurangi deforestasi dan degradasi hutan, serta bagaimana REDD+ dapat
menghasilkan manfaat bagi negara-negara berkembang dan masyarakat lokal.
Contoh di bawah ini menunjukkan bagaimana satu jenis kegiatan demonstrasi
REDD+ dapat bekerja.
Langkah-langkah dalam kegiatan demonstrasi REDD+
Kegiatan REDD+ sangatlah kompleks, tetapi beberapa langkah dasar untuk kegiatan REDD+
ditampilkan di bawah ini:
1. Penentuan kawasan hutan yang sesuai. Area hutan yang diidentifikasikan
sebagai kawasan dimana akan dilakukan aktivitas REDD+ harus berpotensi untuk
dapat mengurangi emisi dari deforestasi atau degradasi, atau melestarikan atau
meningkatkan jumlah karbon yang tersimpan. Lokasi untuk melakukan aktivitas
REDD+. ini hendaknya telah diputuskan sebelumnya bersama para pemangku hak
dan pemangku kepentingan (Lihat bagian tentang FPIC)
2. Selanjutnya, dilakukan pengukuran luasan kawasan hutan yang bersangkutan serta
kerapatan pohon untuk luasan tertentu guna memperkirakan jumlah, ukuran dan
jenis pohon di keseluruhan kawasan hutan itu.
97
3. Selanjutnya, berdasarkan informasi itu, jumlah karbon yang tersimpan di hutan
dihitung untuk menentukan berapa banyak karbon yang tersimpan di hutan dan
berapa banyak CO2 yang akan dilepaskan jika hutan tersebut ditebang atau dibakar.
4. Kemudian, nilai menjaga karbon yang tersimpan di hutan dihitung untuk menentukan
berapa banyak manfaat yang bisa diperoleh dari kegiatan REDD+.
5. Di negara-negara di mana ada ancaman tinggi berkurangnya hutan karena
penebangan atau pengubahan fungsi lahan hutan untuk penggunaan lain, dilakukan
pengukuran jumlah deforestasi yang secara potensial dapat dicegah.
6. Akhirnya, dibuatlah kesepakatan antara pemerintah negara berkembang atau para
pemilik hutan lainnya dengan lembaga pendanaan yang bersedia menyediakan
dana bagi pelaksanaan perjanjian REDD+ yang bersangkutan. Lembaga pendanaan
itu biasanya pemerintah negera maju, lembaga internasional, atau mungkin juga
pihak swasta.
Berikut ini digambarkan contoh bagaimana kegiatan REDD mungkin bekerja:
Ini adalah tegak­
an hutan alam yang
menyim;an karbon
dalam jumlah yang
besar. Hutan ini
juga melindungi
jasa lingkungan dan
keaneka­ragaman
hayati.
Hasilnya:
Karbon tersimpan,
emisi dicegah,
ekosistem yang sehat.
Direncanakan untuk
memberikan ijin
pengusahaan HPH
untuk menebang kayu
di hutan ini.
Hasilnya:
Simpanan karbon
berkurang, emisi CO2
meningkat, ekosistem
terdegradasi, dan tidak
ada manfaat jangka
panjang.
98
Ini adalah tegak­an
hutan alam yang
menyim;an karbon
dalam jumlah yang
besar. Hutan ini
juga melindungi
jasa lingkungan dan
keaneka­ragaman
hayati.
Hasilnya:
Karbon tersimpan,
emisi dicegah,
ekosistem yang
sehat.
Bagaimana nilai jasa iklim dari hutan ditentukan?
pengurangan deforestasi dan degradasi hutan memberikan jasa lingkungan pengurangan
perubahan iklim. Bagaimana kita bisa mempertahankan layanan ini sambil menciptakan
manfaat finansial dan manfaat lainnya? Untuk memperoleh keuntungan finansial dari
hutan, perlu ada nilai ekonomi untuk mencegah emisi CO2 dan mempertahankan karbon
tersimpan di pohon. Hutan memiliki nilai keaneka­
ragaman hayati yang tinggi yang
bermanfaat bagi manusia. Hutan juga sangat penting bagi budaya masyarakat tradisional
yang memiliki keterikatan yang besar dengan hutan serta bernilai sebagai mata pencaharian
masyarakat adat dan masyarakat lainnya yang tergantung kepada hutan.
Hutan juga memiliki nilai untuk perannya dalam membantu menjaga kesehatan iklim
bumi. Nilai dari layanan ekosistem untuk pengaturan iklim adalah nilai hutan sebagai
tempat penyediaan dan penyimpanan karbon; ini berkaitan dengan jumlah CO2 yang
dapat dipertahankan dengan tidak menebang pohon-pohonnya. Kondisi ini akan
menentukan jumlah yang dapat dihasilkan hutan dalam kesepakatan REDD+.
Nilai hutan dalam perjanjian REDD + tergantung pada:
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
Jumlah pohon di kawasan hutan ·
Jumlah karbon yang disimpan di pepohonan
Jumlah penyimpanan karbon baru yang akan terjadi dari hutan baru yang ditanam
dan tumbuh pada kawasan hutan yang sebelumnya telah terdegradasi, dan
Di negara-negara dengan tingkat deforestasi yang tinggi, nilainya ditentukan oleh berapa
jumlah deforestasi dan emisi CO2 yang dapat dicegah.
Di bawah ini adalah contoh umum tentang bagaimana suatu aktivitas REDD+
dilaksanakan:
Mengukur jumlah karbon di hutan
Ketika karbon tetap di pohon dan tidak dilepaskan sebagai CO2 ke udara, hutan
menjadi “gudang” besar penyimpanan karbon. Untuk mengetahui berapa banyak
karbon ada di pohon atau hutan, diperlukan cara untuk mengukurnya. Unit
pengukuran untuk karbon yang ada dalam pepohonan di hutan disebut ton.
Banyaknya karbon dalam setiap kawasan hutan tergantung pada ukuran, usia dan
jenis pohon-pohonnya. Dengan mengetahui jumlah pohon di hutan serta ukuran dan
jenis pohonnya, kita mungkin menghitung jumlah karbon yang ada.
99
Karena gas CO2 terjadi ketika karbon dilepaskan dari pohon, kita juga perlu tahu
berapa banyak CO2 yang dapat dilepaskan ke udara. Jika pohon ditebang dan
dibakar, satu ton karbon berubah menjadi kurang lebih 3 ton CO2 (1 ton karbon =
3.67 ton CO2). Karena nilai hutan dalam kesepakatan REDD+ adalah untuk menjaga
karbon dalam pohon, pemilik hutan bisa mendapatkan kredit untuk jumlah CO2 yang
tidak dilepaskan ke udara guna mengurangi emisi CO2. Dalam REDD+, penyimpanan
satu ton CO2 dalam pohon disebut sebagai karbon kredit.
Berapa banyak karbon di
pohon ini?
Setiap ton berat pohon
yang kering (biomassa)
sama dengan setengah ton
karbon.
Pohon ini memiliki berat
10 ton, sehingga 10 ÷ 2 = 5
ton karbon yang tersimpan
dalam pohon.
Berapa banyak CO2 akan
dilepas­kan jika pohon ini
dibakar?
Satu ton karbon
menghasilkan 3,67 ton
CO2 jika pohon tersebut
dibakar.
Pohon ini memiliki 5 ton
karbonsehingga 5 x 3.67
= 18,35 ton CO2 yang akan
dilepaskan.
Bagaimana kredit karbon
pohon dihitung?
Satu ton CO2 yang TIDAK
dilepas­kan sama dengan
satu kredit karbon.
Sebuah pohon yang akan
membuat 18 ton CO2 dari
udara luar memiliki nilai 18
kredit karbon.
Berasal dari mana dana untuk pembayaran REDD+?
Seperti pembayaran PES lainnya, uang untuk pembayaran REDD+ dapat diperoleh
dengan beberapa cara yang berbeda. Salah satu contohnya adalah dari pendana
internasional yang menyediakan uang untuk membantu negara-negara berkembang
menjaga hutan mereka atau menanam kembali hutan yang telah ditebang. Beberapa
negara maju telah berjanji untuk menyediakan dana bagi negara berkembang guna
membantu mereka dalam perencanaan kegiatan-kegiatan yang dapat mengurangi
perubahan iklim. Dalam hal ini, perjanjian atau Memorandum of Understanding (MOU)
dapat dibuat antara negara maju dan negara berkembang untuk menyediakan dana bagi
pemerintah untuk menyusun rencana kesiapan REDD+ dan kegiatan demonstrasi.
Suatu cara baru untuk membantu membayar kegiatan REDD+ sedang dibahas pada
pertemuan UNFCCC dan akan diujicobakan dalam beberapa kegiatan “demonstrasi”
REDD+. Upaya ini melibatkan negara-negara maju atau perusahaan-perusahaaan di
negara maju yang bersedia membayar pemilik hutan di negara berkembang untuk
melestarikan hutan mereka. Jumlah pembayaran itu disesuaikan dengan “kredit karbon”
yang mewakili jumlah ton emisi CO2 yang dapat dipertahankan ketika negara dan
para pemilik hutan melindungi hutan mereka. Kegiatan ini membantu negara atau
perusahaan memenuhi janji mereka untuk mengurangi emisi dan menyediakan dana
untuk membantu melestarikan dan mengelola hutan dan memberikan manfaat kepada
para pemilik hutan. Hal ini adalah gagasan yang sangat baru dan masih memerlukan
banyak pengujian dan diskusi sebelum kesepakatan tentang bagaimana REDD+ itu
harus bekerja akan tercapai. Berikut ini adalah deskripsi dan contoh bagaimana
REDD+ bisa bekerja:
100
Berdasarkan perjanjian internasional lainnya, untuk mengurangi atau menghentikan
perubahan iklim negara-negara maju telah berjanji untuk mengurangi jumlah gas
rumah kaca (GRK) yang mereka lepaskan ke atmosfer. Untuk membantu melakukan
hal ini, pemerintah membuat peraturan baru tentang berapa banyak CO2 dan gas
rumah kaca lainnya dari usaha industri boleh dilepaskan. Tapi mengubah cara
bagaimana industri beroperasi, antara lain dengan penggunaan mesin yang lebih
efisien dan pemanfaatan berbagai teknologi baru, akan membutuhkan waktu yang
lama sehingga akan sulit bagi perusahaan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca
mereka secara cepat sesuai dengan waktu yang ditetapkan dalam aturan yang
dibuat pemerintah. Salah satu cara yang dapat membantu mengurangi jumlah
total CO2 di atmosfer dengan lebih cepat yang dapat dilakukan perusahaan adalah
membuat kesepakatan dengan negara berkembang atau dengan pemilik hutan
untuk melestarikan hutan mereka dan menjaga karbon yang tersimpan di dalamnya.
Berdasarkan perjanjian REDD+, pemilik hutan bisa “menjual” kredit karbon dalam
hutan kepada perusahaan untuk membantu bisnis industrial yang bersangkutan
untuk memenuhi tujuan pengurangan jumlah CO2 yang dilepaskan ke atmosfer.
Perusahaan yang bersangkutan “membeli” kredit karbon dan membayar pemilik
hutan untuk menjaga karbon dalam pohon sehingga emisi CO2 dapat dikurangi atau
bahkan dicegah.
Sebagai contoh, sebuah perusahaan yang membuat lembaran seng untuk atap
memerlukan pengurangan emisi CO2 dari pabriknya sebesar 1.000 ton selama dua
tahun. Tapi, mereka tidak akan dapat menyelesaikan hal ini dalam masa tiga tahun,
artinya setahun melampaui tenggat yang ditetapkan untuk mengurangi emisi CO2
mereka. Selain itu, bisnis ini hanya mampu mengurangi emisi-nya sebesar 800 ton
melalui peningkatan beberapa hal dalam operasional mereka. Artinya masih ada
pengurangan emisi sebesar 200 ton yang belum dapat dipenuhi. Lalu bagaimanakah
mereka dapat memenuhi kewajiban mereka mengurangi emisi 200 ton lagi CO2 dalam
tenggat tersebut? Jawabannya adalah bahwa hal itu dilakukan oleh pihak lainnya.
Perusahaan ini bisa membayar suatu negara atau pemilik hutan untuk mengurangi emisi
CO2 sebanyak 200 ton dengan menjaga tegakan hutan agar karbon pada pohon TIDAK
dilepaskan sebagai CO2. Jika ini dapat dilakukan, perusahaaan yang bersangkutan
dapat menghitung ini 200 ton CO2 yang tersimpan di hutan tersebut sebagai bagian dari
pengurangan emisinya. Dengan menambahkan 200 ton kredit karbon yang dibelinya dari
pihak lain dan pengurangan 800 ton dari aktivitas bisnisnya sendiri, tujuan menurunkan
emisi sebesar 1.000 ton dapat terpenuhi. Karena atmosfir merupakan sumberdaya yang
digunakan oleh seluruh dunia, tujuan mengurangi emisi di seluruh dunia juga tercapai.
Dan akhirnya, manfaat penjualan kredit karbon dapat dirasakan oleh banyak negara dan
masyarakat. Ingat: 1 kredit karbon = 1 ton emisi CO2 dicegah untuk dilepaskan.
Namun sektor swasta tidak dapat memenuhi semua pengurangan emisi yang diperlukan
hanya dengan membeli kredit karbon. Negara-negara maju dan dunia usaha harus
juga berubah. Sebagian besar pengurangan emisi harus berasal dari perubahan dan
perbaikan cara-cara bagaimana industri dijalankan, cara-cara yang lebih baik untuk
menghasilkan energi, dan cara-cara pengurangan emisi lainnya.
Karena ada banyak negara berkembang, pemilik hutan, dan bisnis, kemungkinan ada
banyak kelompok yang ingin menjual dan membeli kredit karbon untuk mengurangi CO2
di atmosfer serta mendapatkan manfaat dari tidak menebang pohon. Untuk membantu
pihak-pihak tersebut dalam pembelian dan penjualan kredit karbon, “pasar” karbon telah
ditetapkan. Pasar ini dapat membantu menguji bagaimana pendanaan untuk kegiatan
REDD+ dapat bekerja.
101
Pasar adalah tempat atau proses di mana orang bertukar barang dan jasa. Suatu
pasar membutuhkan penjual yang menyediakan barang atau jasa serta pembeli yang
membayar untuk itu barang atau jasa itu. Dalam REDD+, penjual dapat saja pemerintah
atau masyarakat yang menawarkan untuk mengurangi emisi karbon dari hutan
dengan melestarikan hutan tersebut; artinya mereka mau “menjual” kredit karbon
yang terkandung dalam hutan. Sementara pembeli atau mereka yang mendapatkan
manfaat dari layanan iklim, dapat pemerintah atau perusahaan swasta yang perlu
memenuhi komitmennya, atau donor swasta dan dana internasional yang ingin
membantu mengurangi perubahan iklim. Pasar karbon menyediakan layanan yang
menghubungkan para pembeli dan para penjual serta menentukan harga untuk kredit
karbon yang diperdagangkan.
Bagaimana pengelolaan kegiatan REDD+?
Kesepakatan untuk menerima manfaat dalam mengendalikan degradasi atau deforestasi
hutan dapat dilakukan pada tingkat nasional ketika pemerintah negara memasukkan
REDD+ sebagai bagian dari perencanaan dan strategi pengelolaan hutan lestari guna
mengurangi jumlah deforestasi dan degradasi hutan di negara itu. Pemerintah menetapkan
strategi bagaimana negara secara keseluruhan dapat memperoleh manfaat dari hutan
dan mendistribusikan manfaat tersebut kepada pemilik dan pengguna hutan, termasuk
masyarakat adat dan masyarakat lainnya yang tergantung pada hutan. Pendanaan
REDD+ juga dapat menyediakan lebih banyak sumberdaya untuk pengelolaan hutan
berkelanjutan dan untuk memerangi pembalakan liar atau ancaman-ancaman lain
terhadap hutan.
Cara lain mengelola REDD+ adalah melalui proyek percontohan di berbagai wilayah
negara. Dalam beberapa kasus, pemilik hutan bisa memulai kegiatan REDD+ dengan
dukungan teknis dari pemerintah, LSM atau lembaga lain dalam rangka menciptakan
manfaat dari konservasi hutan di suatu daerah tertentu. Jika masyarakat atau pemilik
hutan lainnya berpartisipasi dalam kegiatan REDD+, mereka bisa mendapatkan
keuntungan dengan menjual kredit karbon hutan melalui pasar karbon. Bagaimana
kegiatan REDD+ akan dikelola; apakah sebagai sebuah strategi nasional atau
sebagai kegiatan-kegiatan di berbagai wilayah, masih dalam tahap pembahasan di
pertemuan-pertemuan UNFCCC.
Ada beberapa risiko dan hal yang perlu diperhatikan berhubungan dengan REDD+.
REDD+ memang dapat menjadi kesempatan bagi masyarakat lokal untuk membantu
mengurangi perubahan iklim serta menerima manfaat sosial dan ekonomi dari usaha
itu, tetapi kegiatan itu harus direncanakan dengan baik dan dilaksanakan dengan
partisipasi masyarakat lokal. Beberapa kekhawatiran utama yang perlu dipertimbangkan
adalah:
102
ƒƒ
Kejelasan tentang hak kepemilikan lahan; Siapa yang memiliki hutan?, Siapa
yang memiliki kredit karbon?, Siapa yang mendefinisikan nilai-nilai hutan?
ƒƒ
Transparansi rencana dan proses; harus ada keterlibatan para pemangku
kepentingan lokal dan konsultasi dengan mereka untuk semua kegiatan kesiapan
dan demonstrasi REDD+;
ƒƒ
Hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal; hak-hak itu sebagaimana
didefinisikan dalam instrumen dan perjanjian internasional, serta dalam peraturan
perundang-undangan negara ketika merancang strategi dan melaksanakan
kegiatan REDD+ perlu diakui dan dihormati;
ƒƒ
Partisipasi masyarakat adat dan lokal; dalam pengambilan keputusan-keputusan
yang berkaitan dengan pengelolaan hutan lestari dan REDD+ masyarakat
adat dan masyarakat lokal perlu dilibatkan secara bermakna. Hal ini termasuk
upaya untuk memasukkan pengetahuan tradisional dalam perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan REDD+;
ƒƒ
Persetujuan para pemangku kepentingan; dibutuhkan proses untuk mendapatkan
persetujuan sukarela atas dasar informasi yang memadai (FPIC) untuk
semua kegiatan yang kemungkinan berdampak negatif pada para pemangku
kepentingan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, termasuk pemantauan dan
pelaporannya. Hal ini terutama penting bagi masyarakat adat dan komunitas
lokal yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan yang bersangkutan;
ƒƒ
Pembayaran dan distribusinya; Dibutuhkan kejelasan, transparansi dan partisipasi
dalam pengambilan keputusan tentang bagaimana pembayaran, pemanfaatan
dan distribusi akan dilakukan;
ƒƒ
Partisipasi masyarakat pada tingkat nasonal; Diperlukan partisipasi masyarakat
lokal dan masyarakat adat yang tinggal di dalam dan disekitar hutan dalam
pemantauan, pengembangan desain dan evaluasi program REDD+ nasional.
Beberapa kelompok seperti Aliansi Iklim, Masyarakat dan Keanekaragaman Hayati
(Climate, Community and Biodiversity Alliance atau CCBA) telah bekerja untuk
mengembangkan pedoman dan standar yang membantu para pengambil keputusan
dan perancang kegiatan REDD+ dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan ini
dengan cara-cara yang:
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
memberikan manfaat untuk iklim, masyarakat, dan keanekaragaman hayati,
menghormati hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal,
mempromosikan partisipasi pemangku kepentingan dan penyebarluasan
informasi,
memberikan pembagian yang adil dari manfaat yang akan dihasilkan, dan
memastikan bahwa kegiatan yang dirancang dan dipantau dengan metode
sosial, teknik dan lingkungan yang benar.
Apa potensi manfaat dari kegiatan REDD+?
REDD+ harus membawa manfaat ganda. Manfaat utama, tentu saja, adalah untuk
memitigasi atau mengurangi perubahan iklim yang disebabkan oleh perubahan iklim
dengan pengurangan emisi karbon ke udara. Manfaat lainnya termasuk manfaat
alam dan keanekaragaman hayati yang merupakan hasil dari konservasi hutan dan
manfaat sosial, seperti sumberdaya keuangan bagi masyarakat dan pemerintah
dalam membantu mereka mengembangkan dan membiayai pengelolaan hutan dan
melindungi hutan dari berbagai ancaman seperti penebangan liar. Juga, ketika hutan
dikelola secara lestari, keberlajutan jasa ekosistem dan sumberdaya lainnya seperti air,
udara bersih, dan daerah budaya, dapat ikut terlindungi.
103
Manfaat bagi Iklim:
ƒƒ mitigasi perubahan iklim
ƒƒ adaptasi terhadap
perubahan iklim
ƒƒ cuaca yang sehat bagi
masyarakat kita
Manfaat bagi Masyarakat:
ƒƒ jasa lingkungan seperti
air, kayu, tanaman obatobatan, makanan
ƒƒ peluang baru bagi
pengembangan
Manfaat bagi
Keanekaragaman Hayati:
ƒƒ makanan dan rumah bagi
tumbuhan dan satwa
ƒƒ melestarikan semua jenis
tanaman dan satwa
Bagian 3
KONSEP DI DALAM REDD+: APA SKALA YANG TEPAT UNTUK REDD?
Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) adalah sebuah
mekanisme keuangan yang diusulkan untuk memberikan insentif bagi upaya pengurangan
emisi dari sektor kehutanan di negara-negara berkembang. REDD+ dapat menjadi bagian
dari perjanjian iklim internasional, yang pada saat ini sedang dibahas dalam Konvensi
Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC). Sebuah pertanyaan kunci
dalam perdebatan yang berlangsung adalah persoalan tentang tingkat (skala) dimana
perhitungan akan dilakukan dan insentif yang ditawarkan untuk kegiatan tersebut.
Terdapat tiga proposal bagaimana REDD+ akan dilaksanakan pada tingkat geografis
atau skala penghitungan serta mekanisme insentif yang sedang didiskusikan, yakni
dukungan langsung kepada proyek-proyek di tingkat sub-nasional, dukungan langsung
kepada negara di tingkat nasional, ataupun secara hibrid (pendekatan “nested”) yang
menggabungkan keduanya.
Pendekatan sub-nasional atau proyek, memungkinkan keterlibatan awal dan partisipasi
yang luas dan menarik bagi investor swasta. Namun, dengan pendekatan itu mungkin sulit
untuk menghindari “kebocoran” berupa peningkatan emisi di luar batas-batas proyek
karena para pelakunya tidak dapat mengatasi tekanan deforestasi dan degradasi hutan
yang lebih luas. Sementara, dengan pendekatan nasional dimungkinkan pencapaian
serangkaian kebijakan tentang konservasi hutan, diatasinya kebocoran domestik
dan penciptaan kepemilikan negara. Namun, dalam jangka pendek dan menengah,
pendekatan nasional mungkin hanya layak bagi beberapa negara tertentu karena pendekatan
ini tidak dapat berlangsung dengan baik dalam situasi kepemerintahan yang rentan yang
memungkinkan terjadinya kegagalan kepemerintahan dalam menegakan aturan dan
mencegah kebocoran. Selain itu, pendekatan ini mungkin juga kurang memungkinkan
memobilisasi investasi swasta atau keterlibatan pemerintah daerah.
104
Pendekatan yang terakhir adalah pendekatan yang mengkombinasikan pendekatan
sub-nasional dan nasional. Pendekatan ini disebut sebagai pendekatan nested
karena proyek-proyek sub-nasional dibingkai atau berada dalam program yang
berskala nasional. Pendekatan ini merupakan mekanisme yang paling fleksibel karena
memungkinkan negara-negara untuk memulai upaya REDD+ melalui kegiatan di
tingkat sub- nasional dan secara bertahap pindah ke pendekatan nasional, atau bisa
saja pemerintah tetap mempertahankan keduanya dalam sistem dimana kredit REDD
dihasilkan baik oleh proyek maupun oleh pemerintah, sehingga memaksimalkan potensi
dari kedua pendekatan tersebut. Namun, pendekatan nested ini memiliki tantangan
dalam menciptakan keselaraasan antara kedua tingkat pelaksanaannya.
Pemilihan tingkat geografis atau skala dalam REDD+ memiliki implikasi besar dalam
efisiensi, efektivitas dan kesetaraan seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Kelebihan dan Kekuarangan
Effektivitas
Sub-nasional
Pendekatan
+ Partisipasi secara
luas dalam waktu
singkat
+ Menarik para
pendana swasta
- Masalah kebocoran
domestik
Efisiensi
Kesetaraaan dan manfaat
ikutan
± Biaya MRV secara umum
rendah, namun tinggi
jika dibandingkan setiap
setara CO2-nya
+ Partisipasi yang mudah
bagi negara miskin dan
negara yang memiliki tata
pemerintahan yang lemah
+ Kemungkinan pembayaran
insentif yang beragam:
+ Dapat mencapai kelompok
target yang miskin dan
menciptakan banyak
kesempatan partisipasi
masyarakat
+ Biaya MRV dan transaksi
rendah setiap setara CO2nya
+ Berpotensi menghasilkan
transfer yang besar
- Tidak mendorong
terjadinya perubahan
kebijakan
Pendekatan Nested
Penedekatan Nasional
- Rendahnya
keterlibatan negara
tempatan
+ Memungkinkan
untuk melakukan
perubahan pada
banyak kebijakan
+ Dapat mengendalikan
kebocoran domestik
+ Kemungkinan pembayaran
insentif yang beragam:
biaya rendah
+ Tingginya
keterlibatan negara
tempatan
+ Mengkombinasikan
kedua kekuatan dari
kedua pendekatan
terdahulu
+ Dapat mengkombinasikan
keragaman pembayaran
kompensasi dan kebijakan
penyebaran yang murah
+ Fleksibel berdasarkan
kondisi nasional
- Biaya MRV tinggi (dimana
dibutuhkan pemecahan
data nasional)
- Belum
terselesaikannya
masalah tingkatan
referensi
- Sangat diminati oleh negara
berpendapatan menengah
- Beresiko akan dikuasai oleh
kelompok elit (nasionalisasi
hak atas karbon)
+ Belum
terselesaikannya
masalah tingkatan
referensi
+ Pontisial untuk
transfer yang besar
secara keseluruhan
+ Dapat sejalan dengan
kebijakan pembangunan
nasional
+ Meningkatkan partisipasi
negara dan transfer yang
besar bagi negara miskin
+ Memungkinkan mencapai
kelompok sasara masyarakat
miskin
- Tantangan untuk
mengharmonisasikan
pemerintah pusat dan sub
nasional
105
Apa saja yang harus dipertimbangkan dalam desain REDD+?
Dalam REDD+ terdapat beberapa istilah teknis yang dapat memberikan pertimbangan
bagi pengembang maupun pemodal dari inisiasi yang akan dilakukan, diantaranya:
1. Nilai Tambah (Additionality):
Dalam pelaksanaan REDD+ nantinya, hanya kegiatan-kegiatan yang merupakan
tambahan (memberi nilai tambah) dari kegiatan-kegiatan yang sudah berlangsung
atau sudah direncanakan yang dapat dipertimbangkan untuk mendapatkan kredit
karbon. Kelanjutan dari praktek baik yang sudah berjalan (misalnya penerapan yang
baik dari program pengelolaan kawasan lindung) tidak dianggap sebagai tambahan.
Jika meminta kredit untuk pengurangan emisi, pihak yang meminta itu harus dapat
menunjukan bahwa kegiatan-kegiatan yang relevan sesungguhnya tidak akan terjadi
jika mekanisme pasar karbon tidak ada.
2. Kebocoran (Leakage):
Kebocoran didefinisikan sebagai kenaikan tingkat deforestasi dan degradasi hutan
yang terjadi di luar batas-batas proyek, dan yang berhubungan dengan kegiatan
proyek. Ada tiga jenis ‘kebocoran’:
1. Kebocoran Kegiatan: yakni kebocoran yang terjadi manakala kegiatankegiatan yang menyebabkan deforestasi atau degradasi bergerak ke luar
batas-batas proyek.
2. Kebocoran Pasar: yakni kebocoran yang terjadi manakala kegiatan REDD
yang mengurangi pasokan produk-produk kayu atau hasil hutan dari wilayah
proyek mengakibatkan meningkatnya permintaan akan produk-produk itu di
luar kawasan proyek.
3. Kebocoran International: yakni kebocoran yang terjadi ketika perusahaanperusahaan kayu pindah ke negara atau benua lain dan menebang hutan
disana.
3. Kelanggengan (Permanence):
Konsep kelanggengan berkenaan dengan waktu berlanjutnya efek positif dari
kegiatan mitigasi perubahan iklim. Kelanggengan menyiratkan bahwa efek-efek
positif yang dihasilkan prakarsa REDD akan berlangsung selamanya, tetapi ini jarang
terjadi karena adanya berbagai risiko terhadap kelanggengan mencakup, antara lain:
1. Risiko ekologi: kebakaran hutan, bencana alam, hama dan penyakit tanaman.
2. Resiko kepemerintahan: Perubahan dalam pemerintahan dan kebijakannya
bisa mementahkan komitmen sebelumnya.
3. Risiko sisi permintaan (pasar): Jika nilai produk yang bersaing (seperti minyak
sawit) meningkat, penyimpanan karbon bisa jadi tidak lagi menguntungkan.
106
4. Resiko sosial: para pemangku kepentingan karena alasan-alasan sosial
– seperti melemahnya modal sosial, terjadinya disorganisasi sosial, atau
hilangnya kapasitas kepemimpinan - tidak lagi berkomitmen terhadap
prakarsa yang dimulai atau tidak lagi dapat menegakan aturan-aturan yang
bersangkutan.
Penyebab-penyebab langsung dan akar permasalahan penggundulan hutan, serta
resiko-resiko yang ada harus dipahami dan ditangani dalam kebijakan nasional dan
perundingan internasional.
49
MRV untuk REDD+, konsep dasar pemantauan karbon hutan
Hal yang paling sering diperdebatkan dalam REDD+ adalah persoalan pemantauan
karbon hutan, yakni Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi (Monitoring, Reporting and
Verification atau MRV) dari karbon hutan tersebut. Persoalan utama dalam hal ini adalah
bagaimana menjelaskan jumlah karbon hutan yang dapat dipercaya, termasuk
perubahannya dari waktu ke waktu. Persoalan ini merupakan tantangan utama dalam
pemantauan prakarsa REDD+, yang didefinisikan secara jelas dalam standar pelaporan
gas rumah kaca dan Pedoman Panel Antar-Pemerintah mengenai Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change atau IPCC), serta merupakan upaya menjawab
tujuan dari REDD+. Fokus utamanya ada pada pelaporan tingkat nasional ke UNFCCC,
dan selanjutnya bagaimana perhitungan jumlah kredit karbon bagi negara tersebut
secara keseluruhan.
PENGUKURAN
Pengukuran dilakukan mengacu pada informasi di tingkat lapangan mengenai kegiatankegiatan manusia yang berlangsung (Data Kegiatan AD) dengan koefisien yang
mengukur emisi atau penyerapan per unit kegiatan (faktor emisi EF). Untuk REDD+
hal ini diterjemahkan ke dalam pengukuran kawasan hutan dan perubahannya (AD)
serta stok karbon hutan dan perubahannya (EF). Informasi tersebut secara bersamasama akan memberikan dasar untuk menghitung potensi pelepasan gas rumah kaca
(GRK). Dalam perhitungan ini, negara juga perlu mengukur indikator perlindungan dan
manfaat hutan lainnya.
PELAPORAN
Pelaporan menyiratkan kompilasi dan ketersediaan data dan statistik secara nasional
untuk informasi dalam sebuah format inventarisasi gas rumah kaca. Persyaratan
pelaporan ke UNFCCC dalam bentuk Komunikasi Nasional dapat mencakup pokokpokok persoalan lainnya selain hanya mengenai pengukuran. Elemen inti dari komunikasi
nasional adalah informasi tentang emisi dan penyerapan gas rumah kaca serta rincian
kegiatan yang dilakukan negara dalam memenuhi komitmen di bawah UNFCCC.
VERIFIKASI
Verifikasi mengacu pada proses independen dalam memeriksa akurasi dan keandalan
informasi yang dilaporkan serta prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi
tersebut. Verifikasi ini dilakukan oleh penilai atau pelaksana review yang merupakan
pihak eksternal dan benar-benar independen. Sekretariat UNFCCC melalui para ahli
107
yang akan memverifikasi data yang dilaporkan. Verifikasi tindakan negara tergantung
pada tiga faktor, yakni: (1) sejauh mana data yang dilaporkan mampu diverifikasi, (2) para
aktor yang melakukan verifikasi, dan (3) cara apa yang dilakukan dalam memverifikasi.
Perhitungan gas rumah kaca secara nasional
Perhitungan gas rumah kaca di sebuah negara dapat dilakukan dengan terlebih dahulu
melakukan pemantauan menggunakan satelit dan menghitung emisi berdasarkan
inventarisi hutan nasional negara tersebut. Sistem pemantauan menggunakan satelit
merupakan penilaian lahan dengan melihat perbedaan kelas tutupan hutan yang ada.
Pengukuran-pengukuran dilakukan pada titik-titik yang berbeda untuk memperkirakan
perubahan kawasan hutan. Sedangkan, nilai emisi dapat diperoleh setelah dilakukan
penilaian biomassa dan penyimpanan karbon pada kelas-kelas hutan atau kawasan
lainnya yang ada berdasarkan tutupan hutannya, yang diidentifikasi dari inventarisi hutan
nasional negara itu.
Setelah diperoleh hasil dari kegiatan pemantauan menggunakan satelit dan menghitung
faktor emisi, maka perhitungan gas rumah kaca dapat dilakukan dengan mengalikan
kedua hal tersebut. Gas rumah kaca pada satu negara ataupun juga pada suatu
kawasan di tingkat sub-nasional dalam suatu negara akan didasarkan pada data yang
dikumpulkan dari inventarisasi hutan nasional, pemantauan satelit dan dapat dilakukan
menggunakan suatu kerangka penghitungan (template) yang telah dikembangkan
melalui proses UNFCCC.
Proses verifikasi meliputi semua variabel yang dilaporkan dalam REDD+. Verifikasi
dapat dilakukan oleh beberapa lembaga, termasuk organisasi masyarakat sipil. Semua
data, termasuk data satelit dan inventarisasi hutan nasional harus tersedia untuk
memungkinkan verifikasi penyimpanan gas rumah kaca. Cara verifikasi yang berbeda
adalah melalui wawancara dengan para pejabat kunci pemerintah dan LSM nasional,
kajian laporan penelitian, laporan media, materi pelatihan, dan lain-lain.
Bagian 4
APA KEGIATAN-KEGIATAN REDD+ YANG TELAH TERLAKSANA?
Apakah ada beberapa pengalaman REDD+ dengan partisipasi masyarakat
lokal?
Di Madagaskar, masyarakat lokal dengan dukungan pemerintah dan organisasi
internasional sedang mengembangkan sebuah kegiatan REDD+ yang disebut Mantadia
Corridor Forest Carbon Project atau Proyek Karbon Koridor Hutan Mantadia. Untuk
menghindari deforestasi, proyek mempromosikan konservasi hutan, penanaman pohon,
dan kegiatan pengembangan sumber mata pencaharian seperti kebun tanaman pangan
organik. Proyek ini akan menghemat 425.000 hektar hutan. Komunitas pengelola
kawasan hutan telah dibentuk dengan warga masyarakat yang akan mengelola dan
memantau sumberdaya hutan. Keuntungan finansial yang akan diterima diperoleh
melalui penjualan kredit karbon kepada pembeli melalui pasar karbon.
108
Apakah ada beberapa pengalaman REDD+ di tingkat nasional?
Ada beberapa negara yang mulai mempersiapkan untuk kegiatan REDD+. Negara-negara yang
bersiap-siap untuk REDD+ menerima dana dan saran teknis dari lembaga-lembaga
internasional. Ada juga program konservasi hutan nasional yang sudah berada pada
tahap pelaksanaan, seperti misdalnya Socio Bosque di Ekuador, yang merupakan
skema PES yang dihubungkan ke pendanaan REDD+ internasional. Prakarsa kegiatan
yang dipimpin pemerintah ini bertujuan untuk melindungi sekitar empat juta hektar
hutan alam, mengurangi emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh deforestasi,
dan meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat miskin. Social Bosque memberikan
manfaat ekonomi tahunan per hektar hutan kepada individu atau masyarakat adat
yang secara sukarela memutuskan untuk melindungi hutan asli mereka sendiri. Setiap
tahun proyek ini dimonitor untuk memastikan bahwa pelaksanaannya memenuhi
perjanjiannya.
Apa yang dilakukan lembaga-lembaga internasional untuk membantu negara
berkembang bekerja pada REDD+?
Dua lembaga internasional utama yang membantu negara berkembang dalam
mempersiapkan diri untuk REDD+ adalah Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (Forest
Carbon Partnership Facility atau FCPF) dari Bank Dunia dan Program Kerjasama
Persatuan Bangsa untuk Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di
Negara Berkembang (United Nations Collaborative Programme on Reducing Emissions
from Deforestation and Forest Degradation in Developing Countries atau Program UN
REDD).
FCPF Bank Dunia membantu negara-negara dalam upaya mereka untuk mengurangi
emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dengan memberikan nilai kepada tegakan
hutan yang ada dan kemudian mengelolanya melalui pengelolaan hutan lestari dan
konservasi hutan guna peningkatan penyimpanan karbon. Bank Dunia adalah
lembaga internasional yang memberikan bantuan keuangan dan teknis untuk negara di
seluruh dunia. FCPF menyertakan masyarakat adat sebagai pengamat bersama dengan
organisasi non-pemerintah. Para ahli tentang masyarakat adat juga termasuk dalam
keanggotaan Panel Penasehat Teknis FCPF agar mereka berpartisipasi dalam mereview
proposal-proposal yang diajukan.
FCPF meminta negara-negara agar bersiap-siap untuk REDD+ dengan merancang sebuah
perencanaan. Negara-negara yang akan terlibat dalam program harus mengajukan suatu
Readiness Preparation Proposal (R-PP). R-PP tersebut mencakup kegiatan-kegiatan
yang akan membantu negara yang bersangkutan untuk mengidentifikasi dan kemudian
membangun kapasitas untuk menerapkan strategi REDD+. R-PP juga harus mencakup
rencana untuk melibatkan pemangku kepentingan dan melakukan konsultasi. Rencana
ini harus menghormati hak-hak masyarakat adat dan para pemangku kepentingan
lainnya. Ada lebih dari 30 negara yang terlibat dalam FCPF, diantaranya Indonesia,
Bolivia, Kolombia, Kosta Rika, Peru, Kenya, Gabon, Kamboja, Suriname, Guyana, dan
lain-lain.
Program UN-REDD membantu negara-negara berkembang mempersiapkan diri
untuk berpartisipasi dalam kegiatan REDD+ di masa depan. UN-REDD mendukung
kapasitas pemerintah nasional dalam merencanakan strategi REDD+ dan mendorong
109
keterlibatan aktif semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat adat dan
kelompok-kelompok masyarakat lainnya yang bergantung pada hutan. Sembilan
negara dari Asia, Afrika, dan Amerika Latin merupakan bagian dari pekerjaan awal
Program UN-REDD ini. Perwakilan masyarakat adat masuk dalam Dewan Pengarah UNREDD.
Bagian 5
PRINSIP FPIC DALAM REDD+
Apa yang dimaksud dengan FPIC?
Persetujuan tanpa paksaan atas dasar informasi yang memadai sebelum pelaksanaan
suatu kegiatan, atau yang secara internasional lebih dikenal sebagai Free, Prior, and
Informed Consent (FPIC) adalah salah satu prasyarat penting dalam perencanaan dan
pelaksanaan REDD+. Proses FPIC bukanlah sekedar konsultasi publik, namun termasuk
negosiasi dalam mencari proses pengambilan keputusan atau persetujuan serta
konsultasi. Jika dilihat dari hasil akhirnya, FPIC adalah proses mencapai persetujuan
(“consent”), sehingga harus melibatkan para pemilik hak (right holder) dan bukan
hanya para pemangku kepentingan (stakeholder) dari sumberdaya yang hendak
dikelola. Proses itu harus pula menghormati prinsip penentuan nasib sendiri (hak untuk
menentukan apa yang diinginkan) dalam setiap tahap pelaksanaan kegiatan REDD+.
Selain itu, FPIC harus dilakukan sejak awal dimulainya prakarsa secara iteratif/repetitif
dan tidaklah mungkin hanya dilakukan dalam SATU kali pertemuan.
Mengapa dibutuhkan FPIC?
Dalam banyak kasus pembangunan di sebagian besar negara berkembang, kegiatan
pembangunan atau intervensi dari luar suatu masyarakat adat atau masyarakat lokal
telah mengakibatkan terjadinya banyak konflik yang meminggirkan masyarakat
yang bermukim di dalam atau di sisekitar kawasan yang bersangkutan. Hal ini perlu
diantisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan REDD+ agar kesalahan-kesalahan
masa lalu itu tidak terulang. REDD+ adalah sebuah inisiatif yang masih baru dan cukup
kompleks sehingga berpotensi menciptakan kebingungan di antara para pemangku
kepentingan, terutama dikalangan masyarakat di akar rumput. Selain memunculkan
banyak informasi yang kompleks, REDD+ juga melibatkan produk abstrak dan tidak
nyata, seperti kredit karbon. Permasalah REDD+ menjadi lebih rumit lagi karena ketidakjelasan
“siapa pemilik hutan dan karbon di dalamnya”?. Selain itu, pasar karbon hutan juga
masih belum jelas dan kebijakan serta peraturannya masih sedang berkembang secara
simultan pada berbagai tingkatan. Pelaksanaan REDD+ juga dikhawatirkan akan
memunculkan resentralisasi pengelolaan hutan. Sebaliknya, keberhasilan ataupun
kegagalan REDD+ akan secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi
kehidupan masyarakat di wilayah sekitar pelaksanaan kegiatan tersebut.
Pada saat ini, masyarakat adat dan masyarakat lokal yang berada di dalam dan di
sekitar hutan memiliki hak-hak yang dilindungi oleh konvensi internasional, hukum
nasional dan standar industri sukarela untuk menentukan kesediaan mereka untuk
terlibat ataupun tidaknya dalam inisiatif REDD+. Pelaksanaan prinsip FPIC akan
menjadi sebuah upaya untukmengetahui kesediaan atau ketidaksediaan mereka itu.
110
Bagi para pihak yang menjadi pemrakarsa, FPIC juga dapat difungsikan sebagai upaya
mengurangi risiko dalam pelaksanaan prakarsa REDD+ di kemudian hari.
Apa saja kerangka hukum FPIC?
Proses pelaksanaan FPIC memiliki dasar dalam hukum internasional, diantaranya
Deklarasi PBB mengenai Hak atas Pembangunan tahun 1986, Konvensi mengenai
Keanekaragaman Biologi (Convention of Biological Diversity) tahun 1992, Konvensi
Organisasi Buruh Internasional Nomor 169 tahun 1989, dan Deklarasi PBB mengenai
Hak Masyarakat Adat tahun 2006. Selain itu juga terdapat saran atau penekanan perlu
dilaksanakan proses FPIC dalam prakarsa REDD+ pada dokumen-dokumen yang
diterbitkan oleh UNFCC dan UNREDD.
Standar pasar karbon sukarela (VCM standard) memberikan referensi untuk konsultasi
pada komunitas dan suatu standar lainnya yang dikenal dengan standar CCB (Cimate,
Community and Biodiversity) mewajibkan dokumentasi dari proses yang menghargai
hak-hak tersebut.
Apa saja prasyarat dapat terwujudnya FPIC?
Komponen 1: Free (bebas) berarti tidak ada paksaan, intimidasi dan manipulasi. Ada
beberapa faktor yang harus dipenuhi untuk menjamin terwujudnya kebebasan itu,
diantaranya:
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
ƒƒ
Para pemangku kepentingan, termasuk komunitas dan pelaksana projek memiliki
pengetahuan dan informasi yang lengkap tentang kegiatan yang direncanakan,
Konteks sosial yang kondusif untuk partisipasi yang luas yang memungkinkan
komunikasi dua arah dalam suasana yang dirasakan aman untuk mengungkapkan
pendapat secara bebas,
Terbangunnya kepercayaan timbal-balik antara semua pemangku hak dan
pemangku kepentingan,
Pelibatan fasilitator independen, yang beritikad baik dan disepakati bersama,
Strategi and alat komunikasi yang tepatguna untuk pelibatan para pemangku
kepentingan, terutama masyarakat , secara bermakna,
Kesepakatan mengenai proses yang akan ditempuh bersama untuk
mengembangkan rencana dan mencapai kesepakatan tentang rencana itu,
Pengakuan akan pengetahuan lokal yang dimiliki masyarakat serta upaya yang
sungguh-sungguh untuk mempertimbagkan pengetahuan tersebut dalam
proses perencanaan dan perundingan.
Komponen 2: Prior (diawal/sebelumnya) yang berarti persetujuan diberikan sebelum
kegiatan dilakukan. Hal ini menuntut kecukupan waktu untuk terbangunnya kesepakatan
sebelum pelaksanaan kegiatan dan untuk konsultasi atau proses membangun
kesepakatan. Berapa lama waktu yang dibutuhkan akan tergantung pada situasinya,
antara lain tingkat percayaan timbal-balik, cara-cara pelibatan masyarakat, kerumitan
model yang akan dikembangkan, dan lain-lain. Secara etis, waktu yang perlu disediakan
kurang lebih sama dengan waktu yang dibutuhkan untuk memutuskan pemanfaatan
properti. Mekanisme untuk menjamin adanya kecukupan waktu untuk mencapai
persetujuan adalah dengan menyepakati bersama rancangan proses yang jelas beserta
111
alokasi waktunya sebelum kegiatan desain proyek; disepakati diantara right holders
dalam masyarakat, serta menghargai hak masyarakat dan kapasitas mereka untuk
menginternalisasi.
Komponen 3: Informed (berdasarkan informasi yang memadai) bermakna bahwa
para pemangku kepentingan yang akan membuat keputusan disetujui atau tidaknya
suatu kegiatan harus betul-betul memahami apa kegiatan itu, apa manfaatnya, apa
peran yang harus mereka jalankan, apa kemungkinan hasil dan manfaatnya serta
kemungkinan dampak positif ataupun negatif dari kegiatan itu. Untuk itu diperlukan
proses penyampaian informasi dan pembelajaran yang memungkinkan terbangunnya
pemahaman yang sama diantara masyarakat; proses yang membuat semua hal tentang
kegiatan yang digagaskan menjadi jelas. Pemahaman yang baik sebelum persetujuan
akan menjaminkan komitmen dan tanggung jawab para pemangku kepentingan
terhadap kesepakatan yang akan dibangun bersama.
Komponen 4: Consent (persetujuan). Ketika seorang dokter atau tenaga medis hendak
mengambil tindakan medis penting pada seorang pasien, ia akan meminta persetujuan
(consent) dari pasien atau keluarganya karena merekalah yang akan menanggung
konsekuensi dari tindakan medis tesebut. Konsep seperti ini sudah ada di Indonesia;
dahulu di perkampungan Batak Angkola, jika sesorang hendak bertamu, ia harus pergi
ke Sopo Godang dahulu. Di tempat ini ia akan bertemu dengan anak-anak muda yang
akan mendatangi rumah yang hendak dituju untuk mengabarkan adanya tamu pada
pemilik rumah. Si pemilik rumah kemudian akan menemui tamu di Sopo Godang dan
mengambil keputusan apakah tamu tersebut akan diajak ke rumah atau tidak. Hal
yang kurang lebih sama terdapat di Aceh dalam hal pemanfaatan Meunasah. Dalam
hal prakarsa REDD+, persetujuan masyarakat berdasarkan pemahaman yang baik akan
semua konsekuensi yang mungkin sebelum kegiatan dilaksanakan, diharapkan menjadi
dasar komitmen dan tanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatannya di kemudian hari.
Hal-hal penting untuk diingat:
112
ƒƒ
Pada saat ini REDD+ sedang dalam tahap pembahasan antar negara
melalui UNFCCC. Masih banyak keputusan yang harus dibuat mengenai
tentang bagaimana REDD+ dapat dilaksanakan.
ƒƒ
Banyak negara yang sedang dalam persiapan untuk REDD+ dan beberapa
kegiatan sedang dilaksanakan untuk menguji bagaimana REDD+ dapat
mengurangi deforestasi dan mitigasi perubahan iklim.
ƒƒ
Manfaat REDD+ sangat tergantung pada isi dan proses pembuatan
perjanjian dalam mencegah emisi
ƒƒ
Mengurangi pelepasan CO2 dari deforestasi dan degradasi hutan dilakukan
dengan melestarikan hutan sebagai tempat penyimpanan karbon.
ƒƒ
Pendanaan untuk kegiatan REDD+ dapat datang dari lembaga internasional,
pemerintah negara maju atau perusahaan melalui pasar karbon.
ƒƒ
Baik potensi risiko dan maupun manfaat dari kegiatan REDD+ harus jelas
dipahami dan dipertimbangkan.
Hal-hal penting untuk diingat (lanjutan):
ƒƒ
Proses REDD+ harus transparan sehingga semua pemangku kepentingan
memahami bagaimana REDD+ akan dilaksankaan, bagaimana
keuntungannya didistribusikan dan bagaimana hak-hak masyarakat
dihormati.
ƒƒ
Hutan memiliki potensi yang sangat penting bagi mitigasi perubahan iklim
serta memberikan manfaat bagi negara dan masyarakat
113
114
115
RECOFTC – The Center for People and Forests
Misi RECOFTC adalah meningkatkan kapasitas demi
pemenuhan hak, tata pemerintahan yang lebih baik, dan
pembagian manfaat dengan asas keadilan bagi masyarakat
lokal dalam lanskap hutan di kawasan Asia dan Pasifik.
RECOFTC memegang peranan unik dan penting di dunia
kehutanan. RECOFTC merupakan satu-satunya organisasi
non-profit yang memiliki spesialisasi dalam peningkatan
kapasits
kehutanan
masyarakat.
RECOFTC
terlibat
aktif dalam jejaring strategis dan kemitraan bersama
pemerintah, organisasi non-pemerintah, swasta, institusi
riset dan pendidikan, serta masyarakat lokal di Asia
Pasifik. Dengan pengalaman lebih dari 25 tahun di kancah
internasional dan mengedepankan pendekatan dinamis
dalam peningkatan kapasitas- diantaranya melalui riset,
demostrasi area, serta pelatihan, RECOFTC menawarkan
solusi inovatif untuk masyarakat dan hutan.
RECOFTC - The Center for People and Forests
PO Box 1111, Kasetsart University
Bangkok 10903, Thailand
Tel: (66-2)940-5700
Fax: (66-2)561-4880
Email: [email protected]
Website: www.recoftc.org
116
Download