PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditi hortikultura (buah-buahan dan sayur-sayuran) merupakan komoditas yang mudah sekali mengalami kerusakan setelah pemanenan, baik kerusakan fisik, mekanis maupun kerusakan mikrobiologis. Sementara itu, komoditi ini lebih disukai dikonsumsi dalam keadaan segar. Jika buah tidak langsung dikonsumsi, tetapi untuk digunakan pada waktu tertentu, maka dapat dilakukan penyimpanan. Penyimpanan merupakan metode penanganan buah yang telah dipanen, dimana pada buah-buahan tersebut masih terjadi proses seperti respirasi dan transpirasi. Penanganan ini bertujuan untuk menjaga kualitas produk. Penyimpanan yang baik dan tepat merupakan sebuah tugas yang rumit, karena perlakuan akan berbeda tergantung varietas buah (Calvin dan Donald, 1983). Pengemasan merupakan metoda yang digunakan untuk menyimpan bahan pangan dengan tujuan memberikan kondisi yang sesuai bagi bahan pangan yang dikemas. Tanpa pengemasan, banyak bahan pangan yang akan cepat rusak dan akan terbuang. Dengan kata lain, pengemasan digunakan untuk mengurangi kerusakan bahan pangan (Buckle, dkk., 1987). Buah terung belanda adalah salah satu buah khas dari Sumatera Utara dan merupakan komoditas ekspor. Buah tersebut tergolong jenis non klimakterik, namun tetap menghasilkan etilen setelah pemanenan yaitu sekitar 0,1 µl/ kg/jam (Cantwell, 1980). Pemanenan ketika buah masih hijau atau matang fisiologis akan meningkatkan respon etilen pada saat respirasi dan mempercepat perubahan warna menjadi merah, akan tetapi nilai total asam buah akan menurun (Pratt dan Universitas Sumatera Utara Reid, 1976). Dengan demikian, penggunaan penjerap (scavenger) etilen diharapkan dapat mempertahankan mutu buah terung belanda. Hasil penelitian Duha (2011) menjelaskan bahwa penyimpanan terung belanda dengan kombinasi bahan penjerap oksigen dan karbondioksida dalam kemasan yaitu serbuk besi dan MgO dapat memberikan hasil terbaik terhadap kadar air, kadar vitamin C dan total asam selama 20 hari. Hasil penelitian Sampebatu (2006) menjelaskan bahwa pada penyimpanan terung belanda, semakin tinggi suhu maka semakin tinggi produksi oksigen dan karbondioksida, sehingga suhu penyimpanan yang tepat adalah pada suhu 10 ⁰C. Sedangkan jenis kemasan yang terbaik adalah jenis low density polyethylene LDPE. Uap air yang dihasilkan selama proses respirasi buah terung belanda ataupun hasil transpirasi akan terperangkap di dalam kemasan disebabkan plastik jenis LDPE memiliki sifat permeabilitas yang rendah terhadap uap air. Selain itu selama penyimpanan juga dibutuhkan sejumlah oksigen dan terjadi produksi karbondioksida. Penelitian penggunaan penjerap oksigen, karbondioksida, uap air, dan etilen sekaligus pada buah terung belanda dalam kemasan belum pernah dilakukan. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian untuk menemukan kombinasi perlakuan kemasan aktif dengan penjerap oksigen, karbondioksida, uap air dan etilen untuk memperpanjang umur simpan terung belanda dan mempertahankan mutunya. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengemasan atmosfer termodifikasi dengan bahan penjerap oksigen, karbondioksida, uap air dan etilen pada mutu fisikokimia dan sensori terung belanda. Universitas Sumatera Utara Kegunaan Penelitian Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Sumatera Utara, dan sebagai sumber informasi dalam upaya peningkatan mutu buah terung belanda. Hipotesa Penelitian Perbedaan tipe kemasan atmosfer termodifikasi dan lama penyimpanan serta interaksinya mempengaruhi mutu buah terung belanda. Universitas Sumatera Utara