BAB 2

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Pengertian Manajemen
Pengertian manajemen menurut Robbins dalam bukunya yang berjudul
“Perilaku Organisasi” (2003, p7), mengatakan bahwa “Manajemen adalah proses
mengkoordinasi, dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan
secara efisien, dan efektif melalui orang lain”.
Manajemen penting digunakan dalam suatu organisasi, karena manajemen
merupakan suatu landasan dalam melakukan kegiatan organisasi, sehingga suatu
organisasi dapat melaksanakan kegiatan operasional dari organisasi tersebut.
Menurut Hasibuan dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Sumber Daya
Manusia “ (2005, p1) “Manajemen adalah ilmu, dan seni mengatur proses
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif, dan
efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.”
Jadi,
Manajemen
adalah
ilmu
yang
mempelajari
bagaimana
cara
mengkoordinir kerja karyawan-karyawan untuk menjalankan tugas yang sudah
direncanakan untuk memudahkan tercapainya tujuan tersebut.
2.1.1
Fungsi Manajemen
Menurut Robbins dalam Pengantar Manajemen (2006, p11), fungsi
manajemen terbagi dalam empat fungsi yang setiap fungsinya saling berkaitan. Empat
fungsi manajemen tersebut terdiri dari:
5
6
1. Planning (Merencanakan)
Yaitu
mencakup
mendefinisikan
tujuan,
penetapan
strategi,
dan
mengembangkan rencana untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan. Hal
tersebut
dilakukan
agar
departemen
sumber
daya
manusia
dapat
menyediakan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
2. Organizing (Mengatur)
Yaitu menentukan tugas-tugas apa saya yang dikerjakan, siapa yang
mengerjakan, bagaimana tugas-tugas dikelompokkan, siapa yang melapor
pada siapa, dan di tingkat mana keputusan-keputusan harus dibuat.
3. Leading (Memimpin)
Yaitu meliputi kegiatan memotivasi bawahan, mengarahkan, menyeleksi
saluran komunikasi yang paling efektif, dan memecahkan konflik.
4. Controlling (Pengendalian)
Yaitu memantau kegiatan-kegiatan untuk memastikan bahwa semua orang
mencapai apa yang telah direncanakan, dan mengkoreksi penyimpanganpenyimpangan yang signifikan.
Jadi, kesimpulan dari funsi manajemen adalah proses dalam merencanakan,
mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi
untuk mencapai sasaran organisasi yang sudah ditetapkan.
2.2
Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan,
penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi/
7
kelompok kerja agar efektif, dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan,
karyawan, dan masyarakat.
Manajemen sumber daya manusia terbentuk dari beberapa kelompok
aktivitas yang saling berhubungan dalam lingkungan perusahaan, dan selama itu
semua manajer yang bertanggung jawab dalam manajemen sumber daya manusia
harus memperhitungkan kekuatan, dan keadaan dari luar seperti hukum, politik,
ekonomi, sosial, budaya, dan teknologi ketika menetapkan aktivitas tersebut.
Menurut Dessler dalam bukunya “Human Resource Management” (2003:
p15) mendefinisikan Manajemen SDM strategis sebagai berikut : “Strategic Human
Resource Management is the lingking of Human Resource Management with
Strategic role and objectivies in order to improve business perfomance and develop
organizational cultures and foster innovation and flexibility”. Yang berarti bahwa para
manajer harus mengaitkan strategi manajemen sumber daya manusia dengan aturan
strategi dan sasaran untuk meningkatkan kinerja bisnis dan mengembangkan budaya
korporasi yang mendukung penerapan inovasi dan fleksibilitas.
Kesimpulan dari manajemen sumber daya manusia adalah suatu ilmu yang
mengatur proses pemanfaatan tenaga kerja agar dapa berjalan dengan baik sesuai
dengan prosedur yang sudah ada agar menghasilkan kinerja yang baik, demi
tercapainya tujuan perusahaan.
Dalam manajemen Sumber Daya Manusia ada ilmu yang mempelajari perilaku
organisasi manusia, Luthans (2006, p439) mengemukakan bahwa secara tradisional,
bidang perilaku organisasi membahas stres dan konflik adalah sama. Interaksi
individu, kelompok, dan organisasi lebih berhubungan dengan konflik. Pada tingkat
individu (intrapersonal), stres dan konflik dapat dibahas bersama.
8
Berdasarkan parah ahli mengenai permasalahan seputar stres, kardiolog
Robert Eliot dalam Luthans (2006, P439) memberi rumus yang berhubungan dengan
stres: aturan no.1 adalah, jangan meremehkan hal kecil. Aturan no. 2 adalah,
semuanya adalah hal kecil. Dan jika anda tidak dapat berjuang dan tidak dapat
membebaskan diri, ikuti arus. Akan tetapi, apa yang terjadi dalam organisasi sekarang
adalah hal kecil yang mempengaruhi karyawan dan mereka tidak mengikuti arus. Stres
menjadi hal umum dan terlegitimasi seiring waktu.
2.2.1
Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Fungsi dari manajemen sumber daya manusia menurut Hasibuan dalam
bukunya yang berjudul ”Manajemen sumber daya manusia”(2007, p24-26)
adalah:
1. Perencanaan
Perencanaan adalah proses merencanakan penempatan tenaga kerja
agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan, dan efektif, serta efisien
dalam membantu terwujudnya tujuan perusahaan
Fungsi perencanaan SDM meliputi:
a. Menetapkan pekerjaan yang ada
b. Menyusun uraian pekerjaan
c.
Menyusun persyaratan pekerjaan
d. Menentukan sumber-sumber penarikan SDM
9
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah kegiatan mengorganisasi karyawan dengan
menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang,
integrasi, dan koordinasinya dalam bagian organisasi.
3. Pengarahan
Pengarahan atau directing adalah kegiatan mengarahakan semua
karywan agar dapat bekerjasama, dan bekerja efektif, serta efisien
dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan.
4. Pengendalian
Pengendalian atau controlling adalah kegiatan mengendalikan semua
karyawan agar menaati peraturan-peraturan perusahaan, dan bekerja
sesuai
dengan
rencana
yang
telah
ditetapkan.
Jika
terdapat
penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan perbaikan, atau
penyempurnaan
rencana
pengendalian
karywan
yang
meliputi
kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerjasama, pelaksanaan pekerjaan, dan
menjaga situasi lingkungan pekerjaan.
5. Perekrutan
Perekrutan
atau
procurement
adalah
proses
penarikan,
seleksi,
penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang
sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Perekrutan yang baik akan
membantu terwujudnya tujuan.
10
Dalam perekrutan SDM terdapat bebearapa kegiatan terkait, yaitu:
a. Mengumumkan dan menerima surat lamaran
b. Melakukan seleksi
c.
Melakukan orientasi dan pelatihan
d. Pengangkatan SDM
e. Penempatan SDM
6. Pengembangan
Pengembangan
atau
development
adalah
proses
peningkatan
keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui
pendidikan, dan pelatihan.
Pendidikan dan pelatihan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan
masa kini maupun masa mendatang.
Hal yang harus dilakukan selanjutnya adalah melakukan penilaian
prestasi karyawan berdasarkan job description. Unsur-unsur yang dinilai
oleh setiap perushaan tidak selalu sama, tetapi pada umumnya
mencakup unsur kesetiaan, kepribadian, inisiatif, kecakapan serta
tanggung jawab.
Hasil penilaian penting bagi setiap karyawan dan berguna bagi
perusahaan untuk menetapkan tindakan kebijakan selanjutnya, seperti:
promosi, demosi, dan atau balas jasanya dinaikkan. Penilaian prestasi
akan membuat karyawan merasa diperhatikan oleh atasannya sehingga
11
mendorong mereka untuk bergairah dalam bekerja, asalkan proses
penilaiannya jujur dan obyektif serta ada tindak lanjutnya.
Fungsi-fungsi pengembangan meliputi kegiatan:
a. Penilaian prestasi kerja
b. Perencanaan karir
c.
Pendidikan, dan pelatihan
d. Pemberian tugas
e. Mutasi dan promosi
f.
Motivasi, dan disiplin kerja
7. Kompensasi
Kompensasi atau compersation adalah pemberian balas jasa langsung,
dan tidak langsung berupa uang atau barang kepada karyawan sebagai
imbalan atas jasa yang diberikannya kepada perusahaan. Prinsip adalah
adil, dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya,
sedangkan layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya, serta
berpedoman pada batas upah minimal pemerintah, dan berdasarkan
internal, dan eksternal konsistensi.
Pemberian kompensasi pada SDM meliputi:
a. Penggajian, dan pengupahan
b. Pemberian tunjangan
c.
Pangkat, dan jabatan
d. Pemberian penghargaan
12
8. Pengintegrasian
Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan
perusahaan, dan kebutuhan karyawan agar tercipta kerjasama yang
serasi, dan saling menguntungkan. Perusahaan akan memperoleh laba,
karyawan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil kerjanya.
9. Pemeliharaan
Pemeliharaan atau maintenance adalah kegiatan untuk memelihara atau
meningkatkan kondisi-kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan agar
selalu bekerja sama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan
dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagian
besar karyawan.
Fungsi pemeliharaan SDM meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Pemeliharaan kebugaran fisik
b. Pemeliharaan keamanan, dan keselamatan kerja
c.
Pemeliharaan kesehatan
d. Pemeliharaan kesejahteraan rumah tangga SDM
e. Pemeliharaan hubungan kerja, dan hak asasi SDM
Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya fungsi pemeliharaan
ini adalah agar para Sumber Daya Manusia dapat lebih
memberikan kontribusinya bagi perusahaan, sesuai dengan
13
falsafah manajemen kontemporer bahwa SDM merupakan aset
yang berharga perusahaan. Oleh karena itu, harus dijaga
dengan sebaik-baiknya.
10. Kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan fungsi Manajemen SDM yang sangat penting,
dan kunci terwujudnya tujuan, karena tanpa disiplin yang baik sulit
terwujudnya tujuan, karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujudnya
tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan, dan kesadaran
untuk menaati peraturan-peraturan perusahaan, dan norma-norma
sosial.
11. Pemberhentian
Pemberhentian atau separation adalah putusnya hubungan kerja
seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini dapat disebabkan
oleh keinginan perusahaan, keinginan karyawan, berakhirnya kontrak
kerja, pensiun, dan sebab-sebab lainnya.
2.3
Stres
Hans Selye dalam Arden (2006, p7) mengemukakan Stres adalah hasil dari
suatu proses yang berawal dari adanya perasaan akan adanya ancaman atau
kemungkinan akan adanya ancaman. Apa yang dirasakan sebagai ancaman
tersebut merupakan suatu tekanan. Dan tekanan biasa bersumber dari mana saja,
bisa dari tempat kerja, dari urusan rumah tangga, dari keluarga atau teman atau
bahkan dari angan-angan kita sendiri. Stres bisa dihindari hanya dengan mati tetapi
setiap orang bereaksi terhadap stres secara berbeda.
14
2.3.1
Pengertian Stres
Luthans (2006, pp440-441) berpendapat bahwa stres biasanya dianggap
sebagai istilah negatif. Stres dianggap disebabkan oleh sesuatu yang buruk atau
disebut dengan bentuk distres (stres yang buruk). Tetapi ada juga sisi stres positif
dan menyenangkan yang disebabkan oleh hal yang baik atau disebut dengan
bentuk eustres. Istilah ini diciptakan pelopor penelitian stres dari Yunani eu, yang
berarti baik. Gambaran menarik lainnya mencakup dua jenis energi-energi tegang,
adalah keadaan stres yang dikarakterisasikan dengan tekanan dan kecemasan
konstan,
dan
stres
tenang,
adalah
stres
dengan
aliran
bebas
yang
dikarakteristikkan dengan sedikit ketegangan otot, keadaan pikiran yang waspada,
perasaan badan yang tenang, inteligensi kreatif, vitalitas fisik, dan rasa senang
yang meningkat. Dengan kata lain stres dapat dipandang dengan cara yang
berbeda dan dideskripsikan sebagai kata yang paling tidak tepat dalam kamus
ilmiah. Kata stres juga dibandingkan dengan kata sin: “keduanya adalah kata
pendek yang bersifat emosional yang digunakan untuk mengacu pada sesuatu yang
perlu dijelaskan dengan banyak kata”
Menurut Ivancevick dan Matteson dalam Luthans (2006, p441) mendefinisikan
stres sebagai interaksi individu dalam lingkungan.
Menurut J.Rosch (www.stres.org. 2007) “stres is difficult for scientists to define
because it is a subjective sensation associated with varied symptoms that differ for
each of us. In addition, stres is not always a synonym for distres, Increased stres
increases productivity – up to a point, after which things rapidly deteriorate, and that
level also differs for each of us.”
Dari beberapa uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa stres merupakan
suatu kondisi ketengagan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi
15
seseorang ia terpaksa memberikan tanggapan melebihi kemampuan penyesuaian
dirinya terhadap suatu tuntutan eksternal (lingkungan). Stres yang terlalu besar dapat
mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya. Sebagai
hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang
dapat menganggu pelaksanaan kerja mereka.
2.3.2
Pengertian Stres Kerja
Definisi lain, Beehr dan Newman dalam Luthans (2006, p441) mendefinisikan
stres kerja sebagai kondisi yang muncul dari interaksi antara manusia dan pekerjaan
serta dikarakterisasikan oleh perubahan manusia yang memaksa mereka untuk
menyimpang dari fungsi normal mereka.
Luthans (2006, p441) stres kerja didefinisikan sebagai respons adaptif
terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau
perilaku pada anggota organisasi.
Israel Posner dan De. Lewis Leitnor dalam Arden (2006,pp10-11), berpendapat
ada dua faktor penting dalam hal apakah stres dialami sebagai tak terkendali atau
sebagai dapat dikuasai. Jika stres anda dapat diramalkan dan dapat dikendalikan,
kemungkinannya adalah anda akan menyesuaikan diri secara menyenangkan terhadap
stres. Jika sebaliknya anda akan merasa tidak berdaya. Meskipun pekerjaan anda pada
hakikatnya penuh dengan stres, itu tidak perlu membuat anda kewalahan. Tetapi bila
seorang pekerja kehilangan rasa kendali dan kondisinya menjadi tidak dapat
diramalkan, stresnya menjadi terlalu sulit untuk ditanggulangi.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah
dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan
dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi
16
pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya tahan stres
seorang karyawan.
2.3.3
Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja
Terdapat dua faktor penyebab atau sumber munculnya stres atau stres kerja,
yaitu faktor Lingkungan kerja dan faktor personal (Dwiyanti, 2001:p75). Faktor
lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan
sosial di lingkungan pekerjaan. Sedang faktor personal bisa berupa tipe kepribadian,
perisliwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga pribadi berada
dan mengembangkan diri. Betapapun faktor kedua tidak secara langsung berhubungan
dengan kondisi pekerjaan, namun karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup
besar, maka faktor pribadi ditempatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya
stres. Secara umum dikelompokkan sebagai berikut (Dwiyanti, 2001:77-79):
1. Tidak adanya dukungan sosial. Artinya, stres akan cenderung muncul pada para
karyawan yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka.
Dukungan sosial di sini bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun
lingkungan keluarga. Banyak kasus menunjukkan bahwa, para karyawan yang
mengalami stres kerja adalah mereka yang tidak mendapat dukungan (khususnya
moril) dari keluarga, seperti orang tua, mertua, anak, teman dan semacamnya.
Begitu juga ketika seseorang tidak memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya
(baik pimpinan maupun bawahan) akan cenderung lebih mudah terkena sires. Hal
ini
disebabkan
oleh
tidak
adanya
dukungan
sosial
yang
menyebabkan
ketidaknyamanan menjalankan pekerjaan dan tugasnya.
2. Tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di kantor.
Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam menjalankan
17
tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka tidak
dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewenangannya.
Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang karyawan tidak dilibatkan dalam
pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya.
3. Pelecehan seksual. Yakni, kontak atau komunikasi yang berhubungan atau
dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan. Pelecehan seksual ini
bisa dimulai dari yang paling kasar seperti memegang bagian badan yang sensitif,
mengajak kencan dan semacamnya sampai yang paling halus berupa rayuan,
pujian bahkan senyuman yang tidak pada konteksnya. Dari banyak kasus
pelecehan seksual yang sering menyebabkan stres kerja adalah perlakuan kasar
atau pengamayaan fisik dari lawan jenis dan janji promosi jabatan namun tak
kunjung terwujud hanya karena wanita.. Stres akibat pelecehan seksual banyak
terjadi pada negara yang tingkat kesadaran warga (khususnya wanita) terhadap
persamaan jenis kclamin cukup tinggi, namun tidak ada undang-undang yang
melindunginya (Baron and Greenberg dalam Margiati, 1999:72).
4. Kondisi lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa suhu yang
terlalu panas, terlalu dingin, terlalu sesak, kurang cahaya, dan semacamnya.
Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam
menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak
hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Di
samping itu, kebisingan juga memberi andil tidak kecil munculnya stres kerja,
sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan dibanding yang lain
(Muchinsky dalam Margiati, 1999:73).
5. Manajemen yang tidak sehat. Banyak orang yang stres dalam pekerjaan ketika
gaya kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin
18
yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya bawahan), perfeksionis,
terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi
pembuatan keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu mencurigai
bawahan,
membesarkan
peristiwa/kejadian
yang
semestinya
sepele
dan
semacamnya, seseorang akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada
akhirnya akan menimbulkan stres (Minner dalam Margiati, 1999:73).
6. Tipe kepribadian. Seseorang dengan kepribadian tipe A cenderung mengalami sires
dibanding kepribadian tipe B. Beberapa ciri kepribadian tipe A ini adalah sering
merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran, konsentrasi
pada lebih dan satu pekerjaan pada waktu yang sama, cenderung tidak puas
terhadap hidup (apa yang diraihnya), cenderung berkompetisi dengan orang lain
meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non kompetitif. Dengan begitu, bagi
pihak perusahaan akan selalu mengalami dilema ketika mengambil pegawai
dengan kepribadian tipe A. Sebab, di satu sisi akan memperoleh hasil yang bagus
dan pekerjaan mereka, namun di sisi lain perusahaan akan mendapatkan pegawai
yang mendapat resiko serangan/sakit jantung (Minner dalam Margiati, 1999:73).
7. Peristiwa/pengalaman pribadi. Stres kerja sering disebabkan pengalaman pribadi
yang menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal
sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis atau menghadapi masalah
(pelanggaran) hukum. Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat stress paling
tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal mati pasangannya, sementara yang
paling rendah disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal. Disamping itu,
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian, perasaan tidak
aman, juga termasuk kategori ini (Baron & Greenberg dalam Margiati, 1999:73).
19
2.3.4
Dampak Stres Kerja Pada Perusahaan
Rendall Schuller dalam Hasibuan (2005, p4-7) mengidentifikasi beberapa perilaku
negatif karyawan yang berpengaruh terhadap organisasi. Menurut peneliti ini, stres yang
dihadapi oleh karyawan berkorelasi dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan
ketidakhadiran kerja serta tendensi mengalami kecelakaan. Secara singkat beberapa dampak
negatif yang ditimbulkan oleh stres kerja dapat berupa:
1. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja.
2. Menganggu kenormalan aktivitas kerja.
3. Menurunkan tingkat produktivitas.
4. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian finansial yang
dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang
dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya.
2.3.5
Dampak Stres Kerja Pada Karyawan
Luthans (2006, p456) mengemukakan bahwa berdasarkan penelitian diindikasikan
tingkat kesulitan, sifat tugas yang dikerjakan, disposisi personal, disposisi psikologis dan
neurotisme mungkin mempengaruhi hubungan antara stres dan kinerja. Masalah karena
tingkat stres yang tinggi dapat ditunjukkan secara fisik, psikologis atau perilaku individu.
1.
Masalah kesehatan fisik yang berhubungan dengan stres adalah sebagai berikut:
a. Masalah sistem kekebalan tubuh, dimana terdapat pengurangan kemampuan untuk
melawan sakit dan infeksi.
b. Masalah sistem kardiovaskular, seperti tekanan darah tinggi dan penyakit jantung.
c.
Masalah sistem musculoskeletal (otot dan rangka), seperti sakit kepala dan sakit
punggung
d. Masalah sistem gastrointestinal (perut), seperti diare dan sembelit.
20
2.
Masalah psikologis
Tingkat stres tinggi mungkin disertai kemarahan, kecemasan, depresi, gelisah, cepat
marah, tegang, dan bosan. Sebuah studi menemukan bahwa dampak stres yang
paling kuat adalah tindakan agresif, seperti sabotase, agresi antar-pribadi,
permusuhan, dan keluhan.
Jenis masalah psikologis tersebut relevan dengan kinerja yang buruk, penghargaan
diri yang rendah, benci pada pengawasan, ketidakmampuan untuk berkosentrasi dan
membuat keputusan, dan ketidakpuasan kerja.
3.
Masalah Perilaku
Perilaku langsung yang menyertai tingkat stres yang tinggi mencakup makan sedikit
atau makan berlebihan, tidak dapat tidur, merokok dan minum, dan penyalahgunaan
obat-obatan.
2.4
Motivasi
Nawawi (2005, p351) Motivasi kata dasarnya adalah motif (motive) yang
berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian
motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab sadar. Dari
pengertian tersebut berarti pula semua teori motivasi bertolak dari prinsip utama
bahwa:
“manusia
(seseorang)
hanya
melakukan
suatu
kegiatan
yang
menyenangkannya untuk dilakukan.” Prinsip itu tidak menutup kondisi bahwa dalam
keadaan terpaksa seseorang mungkin saja melakukan sesuatu yang tidak disukainya.
21
2.4.1
Pengertian Motivasi Kerja
Untuk mempermudah pemahaman motivasi kerja, dibawah ini dikemukakan
pengertian motif, motivasi dan motivasi kerja.
Abraham Sperling (Mangkunegara, 2002, p93) mengemukakan bahwa motif di
definisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan
dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri, Penyesuaian diri dikatakan
untuk memuaskan motif.
William J. Stanton (Mangkunegara, 2002, p93) mendefinisikan bahwa motif adalah
kebutuhan yang di stimulasi yang berorientasi kepada tujuan individu
dalam mencapai rasa puas.
Motivasi didefinisikan oleh Fillmore H. Stanford (Mangkunegara, 2002, p93) bahwa
motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan
tertentu.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa motif
merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar
pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan
motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan
dari motifnya. Sedangkan motivasi dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan
dorongan dalam diri (drive arousal).
Dalam
hubungannya
dengan
lingkungan
kerja,
Ernest
L.
McCormick
(Mangkunegara, 2002: p94) mengemukakan bahwa motivasi kerja didefinisikan
sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara
perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.
22
*) Sumber : Mangkunegara (2002: p94)
Pembangkit Gambar 2.1 Motivasi sebagai Dorongan
A. Teori Kebutuhan (Maslow's Model)
Model Maslow ini sering disebut dengan model hierarki kebutuhan. Karena menyangkut
kebutuhan manusia, maka teori ini digunakan untuk menunjukkan kebutuhan
seseorang yang harus dipenuhi agar individu tersebut termotivasi untuk kerja.
Menurut Maslow, pada umumnya terdapat hierarki kebutuhan manusia, yang dapat
dilihat pada Gambar 2.2 :
Sumber : Arep Ishak & Hendri Tanjung (2003, p26)
Gambar 2.2 Maslow's Need Hierarchy
23
1.
Kebutuhan
fisiologik
(physiological
needs), misalnya makanan, minuman,
istirahat/tidur, seks. Kebutuhan inilah yang merupakan kebutuhan pertama dan utama
yang wajib dipenuhi pertama-tama oleh tiap individu. Karena dengan terpenuhinya
kebutuhan ini, orang dapat mempertahankan hidup dari kematian. Kebutuhan utama
inilah yang mendorong setiap individu untuk melakukan pekerjaan apa saja, karena ia
akan memperoleh imbalan, baik berupa uang atau pun barang yang akan digunakan
untuk memenuhi kebutuhan utama ini.
2. Kebutuhan aktualisasi diri, yakni senantiasa percaya kepada diri sendiri. Pada
puncak hirarki, terdapat kebutuhan untuk realisasi diri, atau aktualisasi diri.
Kebutuhan-kebutuhan
tersebut
berupa
kebutuhan-kebutuhan
individu
untuk
merealisasi potensi yang ada pada dirinya, untuk mencapai pengembangan diri secara
berkelanjutan, untuk menjadi kreatif.
B. Teori Penguatan (Reinforcement Theory)
Teori ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
M=f(R&C)
M = Motivasi
R = Reward (penghargaan) - primer/sekunder
C = Consequens (Akibat) - positif/negatif
Motivasi seseorang bekerja tergantung pada reward yang diterimanya dan punishment
yang akan dialaminya nanti (Arep Ishak & Hendri Tanjung, 2003: pp35-37).
Penguatan adalah segala sesuatu yang digunakan seorang pimpinan untuk
meningkatkan atau mempertahankan tanggapan khusus individu. Jadi menurut teori
ini, motivasi seseorang bekerja tergantung pada penghargaan yang diterimanya dan
24
akibat dari yang akan dialaminya nanti. Teori ini menyebutkan bahwa perilaku seorang
di masa mendatang dibentuk oleh akibat dari perilakunya yang sekarang.
Jenis reinforcement ada empat, yaitu:
(a) positive reinforcement (penguatan positif), yaitu penguatan yang dilakukan ke arah
kinerja yang positif;
(b) negative reinforcement (penguatan negatif), yaitu penguatan yang dilakukan
karena mengurangi atau mcnghentikan keadaan yang tidak disukai. Misalnya,
berupaya cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan karena tidak tahan mendengar atasan
mengomel terus-menerus;
(c) extinction (peredaan), yaitu tidak mengukuhkan suatu perilaku, sehingga perilaku
tersebut mereda atau punah sama sekali. Hal ini dilakukan untuk mengurangi perilaku
yang tidak diharapkan;
(d) punishment, yaitu konsekuensi yang tidak menyenangkan dari tanggapan perilaku
tertentu.
Reward adalah pertukaran (penghargaan) yang diberikan perusahaan atau
jasa yang diberikan penghargaan, yang secara garis besar terbagi dua kategori,
yaitu:
(a) gaji, keuntungan, liburan;
(b) kenaikan pangkat dan jabatan, bonus, promosi, simbol (bintang) dan penugasan
yang menarik.
Sistem yang efektif untuk pemberian reward (penghargaan) kepada para karvawan
harus:
(a) memenuhi kebutuhan pegawai;
(b) dibandingkan dengan reward yang diberikan oleh perusahaan lain;
25
(c) di distribusikan secara wajar dan adil;
(d) dapat diberikan dalam berbagai bentuk;
(e) dikaitkan dengan prestasi.
c. Teori Harapan (Expectacy Theory)
Teori ekspetasi menyatakan bahwa motivasi kerja dideterminasi oleh
keyakinan-keyakinan individual sehubungan dengan hubungan upaya-kinerja, dan di
dambakannya berbagai macam hasil kerja, yang berkaitan dengan tingkat kinerja yang
berbeda-beda. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa teori tersebut berlandaskan
logika: "Orang-orang akan melakukan apa yang dapat mereka lakukan, apabila mereka
berkeinginan untuk melakukannya".
Vroom (Winardi, 2002, pp109-110) berpendapat bahwa motivasi terhadap
kerja merupakan hasil dari ekspektansi kali instrumentalitas, kali valensi.
Hubungan multiplikatif tersebut berarti bahwa daya tarik motivasional jalur pekerjaan
tertentu, sangat berkurang, apabila salah satu di antara hal berikut: ekspektansi,
instrumentalilas, atau valensi mendekati nol. Sebaliknya agar imbalan tertentu memiliki
sebuah dampak motivasional tinggi serta positif, sebagai hasil kerja, maka ekspektansi,
instrumentalitas, dan valensi yang berkaitan dengan imbalan tersebut hambatan tinggi
serta positif.
Motivasi - Ekspektansi x Instrumen x Valensi (M = E x I x V) Hubungan antara motivasi
seseorang melakukan suatu kegiatan dengan kinerja yang akan diperolehnya yakni
apabila motivasinya rendah jangan berharap hasil kerjanya (kinerjanya) baik. Motivasi
dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan pribadi seperti rasa tertarik atau memperoleh
harapan.
26
*) Sumber : Schermerhon et al (Winardi, 2002, pp110)
Gambar 2.3 Istilah-istilah Ekspektansi dipandang dari sudut Perspektif Manajerial
d. Teori Penetapan Tujuan Locke
Suprihanto, dkk (2003, pp52-53) menyatakan bahwa teori penetapan tujuan
(goal-setting theory) ini merupakan suatu teori yang menyatakan bahwa tujuan-tujuan
vang sifatnya spesifik atau sulit cenderung menghasilkan kinerja (performance) yang
lebih tinggi. Pencapaian tujuan dilakukan melalui usaha partisipasi. Meskipun demikian
pencapaian tujuan belum tentu dilakukan oleh banyak orang. Dalam pencapaian lujuan
yang
partisipatif
mempunyai
dampak
positif
berupa
timbulnya
penerimaan
(acceptance), artinya sesulit apapun apabila orang telah menerima suatu pekerjaan
maka akan dijalankan dengan baik. Sementara itu dalam pencapaian tujuan yang
partisipatif dapat pula berdampak negatif yaitu timbulnya superioritas pada orangorang yang memiliki kemampuan lebih tinggi.
Teori Penetapan Tujuan Locke mengatakan bahwa tujuan dan maksud individu
yang disadari adalah determinan utama perilaku. Perilaku orang akan terus
berlangsung sampai perilaku itu mencapai tingkat prestasi yang lebih tinggi.
27
Menurut teori ini, prestasi akan tergantung pada tingkat kesukaran tujuan, kerincian
tujuan, dan komitmen seseorang terhadap tujuan. Tujuan yang lebih sukar akan
membuat orang frustrasi sehingga prestasinya juga rendah. Kerincian tujuan akan
mempengaruhi pemahaman seseorang terhadap tujuan seseorang lebih menyadari dan
memahami tujuannya akan berprestasi lebih baik. Sedangkan variabel komitmen
terhadap tujuan menyangkut keterlibatan seseorang terhadap tujuan. Seseorang yang
memiliki komitmen tinggi bisa diharapkan akan berprestasi lebih baik.
*) Sumber: Arep Ishak & Hendri Tanjung (2003, p33)
Gambar 2.4 Model Ekspektasi
2.4.2 Manfaat Motivasi Kerja
Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga
produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja
dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan
28
tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu
yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya. Sesuatu yang
dikerjakan karena ada motivasi yang mendorongnya akan membuat orang senang
mengerjakannya. Orang pun akan merasa dihargai/diakui, hal ini terjadi karena
pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang termotivasi, sehingga orang
tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi
menghasilkan sesuai target yang mereka tetapkan. Kinerjanya akan dipantau Oleh
individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan
serta semangat juangnya akan tinggi (Arep Ishak & Hendri Tanjung, 2003, p16-17).
*) Sumber : Arep Ishak & Hendri Tanjung (2003, p17)
Gambar 2.5 Ciri-ciri Orang yang Termotivasi
29
2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja
Menurut Frederick Herzberg (dalam Masithoh, 1998, p20) mengembangkan
teori hierarki kebutuhan Maslow menjadi teori dua faktor tentang motivasi. Dua faktor
itu dinamakan faktor pemuas (motivation factor) yang disebut dengan satisfier atau
intrinsic motivation dan faktor pemelihara (maintenance factor) yang disebut dengan
disatisfier atau extrinsic motivation.
Faktor pemuas yang disebut juga motivator yang merupakan factor pendorong
seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri seseorang
tersebut (kondisi intrinsik) antara lain:
1. Prestasi yang diraih (achievement)
2. Pengakuan orang lain (recognition)
3. Tanggungjawab (responsibility)
4. Peluang untuk maju (advancement)
5. Kepuasan kerja itu sendiri (the work it self)
6. Kemungkinan pengembangan karir (the possibility of growth)
Sedangkan faktor pemelihara (maintenance factor) disebut juga hygiene factor
merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara
keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketentraman dan kesehatan.
Faktor ini juga disebut dissatisfier (sumber ketidakpuasan) yang merupakan tempat
pemenuhan kebutuhan tingkat rendah yang dikualifikasikan ke dalam faktor ekstrinsik,
meliputi:
1. Kompensasi
2. Keamanan dan keselamatan kerja
3. Kondisi kerja
30
4. Status
5. Prosedur perusahaan
6. Mutu dari supervisi teknis dari hubungan interpersonal di antara teman sejawat,
dengan atasan, dan dengan bawahan.
2.5
Kinerja
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau yang tidak dilakukan
karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka
memberi kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun
kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi.
(Mathis & Jackson 2007, p35)
Di sebagian besar organisasi, kinerja para karyawan individual merupakan faktor
utama yang menentukan keberhasilan organisasional. Diskusi pembuka tentang jenis
pekerjaan dan menjadi seorang pemberi kerja terkemuka menekankan bahwa
seberapa
baik
para
karyawan
melakukan
pekerjaan
mereka
mempengaruhi
produktivitas dan kinerja organisasional secara signifikan.
Selain karyawan dalam organisasi dapat menjadi keunggulan bersaing, mereka
juga bisa menjadi liabititas atau penghambat. Ketika beberapa karyawan tahu
bagaimana melakukan pekerjaannya, ketika karyawan terus menerus meninggalkan
organisasi, dan ketika karyawan tetap bekerja namun tidak efektif, sumber daya
manusia merupakan masalah kompetitif yang menempatkan organisasi dalam kondisi
yang merugi. Kinerja individu, motivasi, dan retensi karyawan merupakan faktor utama
bagi organisasi untuk memaksimalkan efektifitas sumber daya manusia individual.
31
Secara sederhana kinerja dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh
seorang karyawan selama periode waktu tertentu pada bidang pekerjaan tertentu.
Seorang karyawan yang memiliki kinerja yang tinggi dan baik dapat menunjang
tercapainya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Untuk dapat
memiliki kinerja yang tinggi dan baik, seorang karyawan dalam melaksanakan
pekerjaannya harus memiliki keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan pekerjaan
yang dimilikinya.
2.5.1
Pengertian Kinerja
Pengertian kinerja atau prestasi kerja diberi batasan oleh Maier sebagai
kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Lebih tegas lagi
Lawler dan Poter menyatakan bahwa kinerja adalah “successfull role achievement”
yang diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya. Dari batasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang
berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Sedang Suprihanto menyatakan bahwa
kinerja atau prestasi kerja seseorang karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja
seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan kemungkinan,
misalnya standar, target atau sasaran atau kinerja yang telah ditentukan terlebih
dahulu dan telah disepakati bersama.
Prestasi kerja atau kinerja berasal dari kata Job Performance (prestasi kerja
atau prestasi sesungguhnya yang pernah dicapai seseorang). Pengertian kinerja
(prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah
32
faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Davis
dan Newstroom, yang memutuskan bahwa:
-
Human performance
= Ability + Performance
-
Motivation
= Attitude + Situation
-
Ability
= Knowledge + skill
Berdasarkan pendapat Vroom dalam Luthans (2006, p279) tingkat sejauh mana
keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya disebut “level of
performance”. Biasanya orang yang level of performance-nya tinggi disebut sebagai
orang yang produktif, dan sebaliknya orang yang levelnya tidak mencapai standar
dikatakan sebagai tidak produktif atau berperformance rendah.
Penilaian kinerja adalah salah satu tugas penting untuk dilakukan oleh seorang
manajer atau pimpinan. Walupun demikian, pelaksanaan kinerja yang obyektif
bukanlah tugas yang sederhana, Penilaian harus dihindarkan adanya “like dan dislike”
dari penilai, agar obyektivitas penilaian dapat terjaga. Kegiatan penilaian ini penting,
karena dapat digunakan untuk memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan
memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang kinerja mereka.
Manfaat penilaian kinerja menurut Luthans (2006, p619) bahwa manajemen
sumber daya manusia tidak lagi berpuas diri hanya dengan mencoba sesuatu yang
baru dan berbeda dan berharap dapat meningkatkan kinerja. Saat ini tekanan
terhadap segala sesuatu perlu dibuktikan bahwa dia memiliki nilai.
Kebutuhan akan empat tingkat evaluasi kirkpatrick dalam Luthans (2006, p619)
yang terkenal (reaksi, belajar, perubahan perilaku dan peningkatan kinerja) lebih
ditekankan.
33
2.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi kinerja
Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara
satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada di bawah pengawasannya.
Walaupun karyawan-karyawan bekerja pada tempat yang sama namun produktivitas
mereka tidaklah sama. Secara garis besar perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua
faktor, yaitu : faktor individu dan situasi kerja.
Menurut Gibson, et al. (2007, p434) ada tiga perangkat variabel yang
mempengaruhi perilaku dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu:
1. Variabel individual, terdiri dari:
a. Kemampuan dan keterampilan: mental dan fisik
b. Latar belakang: keluarga, tingkat sosial, penggajian
c.
Demografis: umur, asal-usul, jenis kelamin
2. Variabel organisasional, terdiri dari:
a. Sumberdaya
b. Kepemimpinan
c.
Imbalan
d. Struktur
e. Disain pekerjaan.
3. Variabel psikologis, terdiri dari:
a. Persepsi
b. Sikap
c.
Kepribadian
d. Belajar
e. Motivasi
34
Menurut Tiffin dan Me. Cormick ada dua variabel yang dapat mempengaruhi
kinerja, yaitu:
1. Variabel individual, meliputi: sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat dan
motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, pendidikan, serta faktor individual
lainnya.
2. Variabel situasional:
a. Faktor fisik dan pekerjaan, terdiri dari; metode kerja, kondisi dan desain
perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik (penyinaran,
temperatur, dan ventilasi).
b. Faktor sosial dan organisasi, meliputi: peraturan-peraturan organisasi,
sifat organisasi, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah dan
lingkungan sosial.
2.5.3
Penggunaan Penilaian Kinerja Bagi Karyawan
Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses evaluasi seberapa
baik karyawan mengerjakan pekerjaan mereka ketika dibandingkan dengan satu
set standar, dan kemudian mengkomunikasikannya dengan para karyawan.
Penilaian demikian ini juga disebut sebagai penilaian karyawan, evaluasi karyawan,
tinjauan kinerja, evaluasi kinerja, dan penilaian hasil. Riset menunjukkan
penggunaan penilaian kinerja yang luas untuk mengadministrasi honor dan gaji,
memberikan umpan balik kinerja, dan mengidentifikasikan
kekuatan dan
kelemahan karyawan.
Penilaian kinerja kadang-kadang merupakan kegiatan manajer yang paling
tidak disukai, dan mungkin ada beberapa alasan untuk perasaan demikian. Tidak
semua penilaian kinerja bersifat positif, dan mendiskusikan nilai dengan karyawan
35
yang nilainya buruk bisa menjadi tidak menyenangkan. Penilaian kinerja karyawan
memiliki dua penggunaan yang umum di dalam organisasi, dan keduanya bisa
merupakan konflik yang potensial. Salah satu kegunaan adalah mengukur kinerja
untuk tujuan memberikan penghargaan atau dengan kata lain untuk membuat
keputusan administratif mengenai si karyawan. Promosi atau pemecatan karyawan
bisa tergantung pada hasil penilaian kinerja, yang sering membuat penilaian
kinerja menjadi sulit untuk dilakukan oleh para manajer. Kegunaan yang lainnya
adalah untuk pengembangan potensi individu (Mathis & Jackson 2007, pp30)
1. Penggunaan Administratif
Sistem penilaian kinerja merupakan hubungan antara penghargaan yang
diharapkan diterima oleh karyawan dengan produktivitas yang dihasilkan
mereka. Hubungan ini dapat diperkirakan sebagai berikut:
Produktivitas Æ Penilaian kinerja Æ Penghargaan
Kompensasi berdasarkan penilaian kinerja ini merupakan inti dari pemikiran
bahwa gaji seharusnya diberikan untuk suatu pencapaian kinerja dan
bukannya untuk senioritas. Dibawah sistem orientasi-kinerja ini, karyawan
menerima kenaikan berdasarkan bagaimana mereka melaksanakan pekerjaan
mereka. Peran manajer secara historis adalah sebagai evaluator dari kinerja
bawahan, yang kemudian mengarah pada rekomendasi kompensasi karyawan
atau keputusan lainnya. Jika ada bagian dari proses ini yang gagal, dimana
karyawan yang paling produktif tidak menerima imbalan yang lebih besar,
akan menyebabkan timbulnya persepsi akan adanya ketidakadilan di dalam
kompensasi karyawan. Penggunaan administratif lainnya dari penilaian kinerja
adalah seperti keputusan untuk promosi, pemecatan, pengurangan, dan
penugasan pindah tugas, yang sangat penting untuk para karyawan. Sebagai
36
contoh, urutan pengurangan karyawan dapat diberikan alasan dengan
penilaian kinerja, untuk alasan ini, jika seorang pengusaha menyatakan bahwa
keputusan ini dibuat berdasarkan penilaian kinerja, maka hasil penilaian kinerja
harus mendokumentasikan dengan jelas perbedaan-perbedaan dari kinerja
seluruh karyawan. Sedangkan untuk promosi atau demosi berdasarkan kinerja
juga harus didokumentasikan dengan penilaian kinerja. Penilaian kinerja
adalah penting ketika organisasi memberhentikan, mempromosikan, atau
membayar orang-orang secara berbeda, karena hal-hal ini membutuhkan
pembelaan yang kritis jika karyawan menuntut keputusan yang ada.
Penggunaan Pengembangan:
Penggunaan administratif:
•
•
•
•
•
Kompensasi Promosi Pemberhentian Pengurangan PHK • Mengidentifikasikan kekuatan • Mengidentifikasikan bagian yang ditingkatkan • Perencanaan pengembangan • Pembinaan dan perencanaan karir
Penilaian Kinerja
Sumber: Mathis & Jackson (2007, p30)
Gambar 2.6 Peran Bertentangan dalam Penilaian Kinerja
37
2. Penggunaan untuk Pengembangan
Penilaian kinerja dapat menjadi sumber informasi utama dan umpan balik
untuk karyawan yang merupakan kunci bagi pengembangan mereka di masa
mendatang. Di saat atasan mengidentifikasikan kelemahan, potensi, dan
kebutuhan pelatihan melalui umpan balik penilaian kinerja, mereka dapat
memberi
tahu
karyawan
mengenai
kemajuan
mereka,
mendiskusikan
keterampilan apa yang perlu mereka kembangkan, dan mendiskusikan
keterampilan apa yang perlu mereka kembangkan, dan melaksanakan
perencanaan pengembangan. Peran manajer pada situasi ini adalah seperti
pembina. Tugas pembina adalah memberi penghargaan kinerja yang baik
berupa pengakuan, menerangkan tentang peningkatan yang diperlukan, dan
menunjukkan pada karyawan bagaimana caranya meningkatkan diri. Tujuan
umpan balik pengembangan adalah utnuk mengubah atau mendorong tingkah
laku
seseorang,
bukannya
untuk
membandingkan
individu-individu
sebagaimana dalam kasus dalam penggunaan administratif yang digunakan
untuk penilaian kinerja. Dorongan yang positif untuk tingkah laku yang
diinginkan organisasi adalah bagian yang penting dan pengembangan. Fungsi
pengembangan dari penilaian kinerja juga dapat mengidentifikasikan karyawan
mana yang ingin berkembang.
38
2.6 Hubungan antara Motivasi, Kinerja dan Stres
Sumber : Suprihanto, dkk (2003: p64)
Gambar 2.7 Hubungan Motivasi, Prestasi (kinerja), dan Stres
Dari Gambar 2.7 tampak jelas bahwa stres yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat
menyebabkan tingkat prestasi (kinerja) yang rendah (tidak optimum). Bagi seorang manajer
(pimpinan) tekanan-tekanan yang diberikan kepada seorang karyawan haruslah dikaitkan
dengan apakah stres yang ditimbulkan oleh tekanan-tekanan tersebut masih dalam keadaan
wajar. Stres yang berlebihan akan menyebabkan karyawan tersebul frustrasi dan dapat
menurunkan prestasinya, sebaliknya stres yang terialu rendah menyebabkan karyawan
tersebut tidak bermotivasi untuk berprestasi.
39
2.7 Kerangka Pemikiran
Kerangka konseptual ini (Gambar 2.8) dibentuk atas dasar sintesis dari
teori Davis
dan
Newstrom
(dalam
Margiati,
1999:73-75)
yang
menyebutkan
adanya beberapa karakteristik pekerjaan dan lingkungan kerja yang mengandung
situasi
stres antara
Iain
adalah
tugas/beban
kerja
yang
terlalu
banyak,
supervisor yang kurang pandai, terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan,
kurang mendapat tanggungjawab yang memadai, ambiguitas peran, perbedaan nilai
dengan perusahaan, frustrasi, perubahan tipe pekerjaan dan konflik peran. Semua
faktor tersebut dapat menimbulkan stres kerja pada karyawan.
Motivasi didefinisikan oleh Fillmore H. Stanford (dalam
Mangkunegara,
2002:93) bahwa motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke
arah suatu tujuan tertentu. Dalam hubungannya dengan lingkungan kerja, Ernest
L. McCormick (dalam Mangkunegara, 2002:94) mengemukakan bahwa motivasi
kerja didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan
dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.
Berdasarkan teori-teori tersebut diatas yang telah dikemukakan pada bagian
sebelumnya, maka dapatlah dibuat secara skematis kerangka konseptual dalam
penelitian ini yang dapat ditunjukkan sebagai berikut:
40
1.Konflik Kerja
Regresi
Sederhana
2. Beban Kerja
3. Waktu Kerja
4. Karakteristik Tugas
5. Dukungan
6.Pengaruh
kepemimpinan
Stres Kerja
(X1)
Regresi
berganda
Kinerja
Karyawan
(Y)
1.Harapan Berprestasi
2. Kesempatan
Berkembang
Motivasi
(X2)
3. Upah / Gaji
1.Kemampuan
2. Efektivitas dan
Efisiensi
4. Pelatihan
5. Komunikasi
Regresi
Sederhana
3. Otoritas dan
Tanggung Jawab
4. Disiplin
5. Inisiatif
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2008
Gambar 2.8 Kerangka Konseptual Penelitian
Berdasarkan gambar 2.8 kerangka konseptual, dapat dijelaskan bahwa dengan
demikian variabel stres kerja dan motivasi mempengaruhi kinerja karyawan. Terdapat
banyak faktor-faktor yang menjadi indikasi pada stres kerja dan motivasi agar mengetahui
kinerja karyawan optimal atau menurun.
Download