PROSES TERJADINYA KONFLIK INTERPERSONAL ANTARKELOMPOK DALAM ORGANISASI KEMAHASISWAAN (Studi Kasus pada Organisasi X) Abdullah Ahadish Shamad Muis Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono 165 Malang Abstract: The aims of this research is to explain the conflict process on Organization X in 2011-2012. Type of conflict on Organization X in 2011-2012 is interpersonal intergroup conflict. This research use qualitative-explanative approach, with narrative writing technique, and case study research design. Informants of this research are three persons, they are Chairman of Organization X at period 2013, Head for Entrepreneurship Department of Organization X at period 2011, and Staff for Entrepreneurship Department of Organization X at period 2011. Informants are determined because they are knew and directly engaged in that conflict in 2011-2012 on Organization X. Data analysis technique used in this research is content analysis. Research validity used are credibility and transferability standards.The research also finds that conflict process happened on Organization X in 2011-2012 appears through seven phases, that are: cause of conflict, latent phase, trigger phase, escalation phase, crisis phase, conflict resolution phase, and post conflict phase. Keywords: conflict, organization, conflict process, conflict phase, qualitativeexplanative, case study, content analysis. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan proses terjadinya konflik di Organisasi X pada tahun 2011-2012. Bentuk konflik pada tahun 2011-2012 di Organisasi X adalah konflik interpersonal antarkelompok. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-eksplanatif, dengan menggunakan teknik penulisan naratif, dan desain penelitian berupa studi kasus. Informan dalam penelitian ini berjumlah tiga orang, yaitu Ketua Umum Organisasi X periode 2013, Kepala Departemen Kewirausahaan Organisasi X periode 2011, dan Staff Departemen Kewirausahaan Organisasi X periode 2011. Ketiga informan tersebut ditentukan karena mereka mengetahui dan terlibat secara langsung dalam konflik pada tahun 2011-2012 di Organisasi X. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis makna (content analysis). Validitas penelitian menggunakan standar kredibilitas dan standar transferabilitas. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa proses konflik yang terjadi di Organisasi X pada tahun 2011-2012 terbentuk melalui tujuh tahapan, antara lain: penyebab konflik, fase laten, fase pemicu, fase eskalasi, fase krisis, fase resolusi konflik, dan fase pascakonflik. Kata Kunci: konflik, organisasi, proses konflik, fase konflik, kualitatifekspalanatif, studi kasus, content analysis. PENDAHULUAN Organisasi merupakan sebuah sistem sosial terstruktur yang terdiri dari kelompok-kelompok dan individu yang bekerja sama untuk memenuhi beberapa tujuan yang telah disepakati (Greenberg, 2005). Karena manusia sebagai salah satu bagian dalam organisasi yang memegang peran sangat penting, maka diperlukan pemahaman teori yang didukung bukti empiris untuk dapat mengelola manusia secara efektif (Rivai dan Mulyadi, 2010). Efektivitas setiap organisasi juga sangat dipengaruhi oleh perilaku manusia. Di dalam organisasi, manusia saling berinteraksi antara satu dengan yang lain, serta berperilaku untuk mendukung tercapainya tujuan organisasi. Perilaku antarindividu dalam organisasi itulah yang akan membentuk Perilaku Organisasi (Gibson, et al, 1996). Perilaku Organisasi merupakan studi interdispliner yang didedikasikan untuk lebih memahami dan mengelola manusia di lingkungan kerja (Kreitner dan Kinicki, 2008). Hal ini meliputi aspek yang ditimbulkan oleh pengaruh organisasi terhadap manusia, demikian pula aspek yang ditimbulkan dari pengaruh manusia terhadap organisasi (Rivai dan Mulyadi, 2010). Maka dapat dikatakan, bahwa Perilaku Organisasi pada hakikatnya merupakan hasil-hasil interaksi antara individu-individu dalam organisasinya. Padahal, salah satu prinsip psikologi yang penting mengatakan bahwa setiap individu memiliki keunikan yang berbeda-beda antara individu yang satu dengan individu yang lain (Gibson, et al,1996). Perbedaan persepsi, nilai, sikap, pendapat, dan budaya dari tiap-tiap individu yang ada dalam organisasi merupakan suatu keniscayaan (Gibson, et al, 1996). Ketika individu dalam organisasi mengembangkan keahlian dan potensinya masing-masing, tak jarang dalam suatu organisasi akan ditemui adanya perbedaan pendapat tentang pekerjaannya dengan pekerjaan orang lain atau tentang rencana konsep kegiatan yang nantinya akan dikerjakan bersama-sama. Perbedaan pendapat tersebut apabila dapat disikapi dan dikelola dengan baik, akan menghasilkan alternatif solusi yang bisa dipakai untuk mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi organisasi. Namun, jika perbedaan pendapat tersebut tidak dapat disikapi dan dikelola dengan baik, maka konflik yang negatif menjadi potensial untuk muncul dan akibatnya dapat merusak organisasi tersebut. Secara umum, konflik dapat dikatakan sebagai suatu keadaan di mana dua atau lebih pihak merasakan di antara mereka terdapat perselisihan atau pertentangan (Newstrom dan Davis, 2002:261). Penelitian ini berfokus pada salah satu organisasi kemahasiswaan intra kampus yang bergerak dalam bidang dakwah Islam, yang biasa disebut sebagai Lembaga Dakwah Kampus. Dalam Wikipedia Ensiklopedi Indonesia (2013), dijelaskan bahwa Lembaga Dakwah Kampus (LDK) adalah sebuah organisasi kemahasiswaan intra kampus yang terdapat di tiap-tiap perguruan tinggi di Indonesia. Organisasi ini bergerak dengan Islam sebagai asasnya. Kadang mereka menyebut diri mereka sebagai Sie Kerohanian Islam, Forum Studi Islam, Lembaga Dakwah Kampus, Badan Kerohanian Islam, dan sebagainya (http://id.wikipedia.org). Untuk selanjutnya, organisasi yang menjadi fokus penelitian ini akan kita sebut sebagai Organisasi X. Organisasi X didirikan pada tanggal 6 November 1986, di sebuah universitas di Kota Malang. Organisasi ini bertujuan untuk mencetak generasi yang profesional, intelektual, cerdas, kreatif, dan berakhlak mulia. Sampai penelitian ini dilakukan per tanggal 13 November 2013, jumlah anggotanya mencapai sekitar 70 orang. Organisasi X tersusun atas beberapa departemen atau bidang secara umum, di antaranya bidang dakwah, sosial-kemasyarakatan, kewirausahaan, pengkaderan, serta keputrian. Beberapa alasan penting memilih Organisasi X sebagai objek penelitian adalah yang pertama, peneliti melihat masih sedikit penelitian mengenai organisasi kemahasiswaan yang bergerak dalam bidang dakwah Islam atau Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Dan diharapkan dengan penelitian ini, dapat menjadi referensi tambahan bagi penelitian selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan topik Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) tentang manajemen konflik serta yang berkaitan dengan LDK atau organisasi yang serupa. Alasan kedua adalah, ketertarikan intelektual peneliti yang tinggi pada Organisasi X disebabkan karena adanya amanah dan harapan yang baik pada organisasi tersebut serta di dalamnya banyak mengandung nilai-nilai moral dan sosial yang tinggi, sebagai wadah untuk melakukan perbaikan umat. Namun justru peneliti melihat banyak sekali terjadi permasalahan yang menimbulkan konflik di dalam organisasi tersebut. Alasan terakhir, berdasarkan diskusi awal antara peneliti dengan informan diketahui bahwa di dalam Organisasi X memang pernah terjadi konflik tahun 2011-2012 lalu, yang menyebabkan perubahan organisasi yang fundamental, hubungan antarpihak yang terlibat konflik semakin merenggang, hingga beberapa orang menarik diri dari organisasi. Konflik yang terjadi pada Organisasi X merupakan konflik interpersonal antarkelompok, yang disebabkan oleh adanya perbedaan persepsi antarpihak yang terlibat konflik mengenai boleh tidaknya berpolitik dalam dakwah Islam. Secara teori, konflik/pertentangan mendorong individu mencari teman yang sependapat atau minimal yang dapat menunjukkan solidaritas pada diri dan permasalahannya, sehingga menimbulkan pengelompokan anggota yang bertentangan antara satu dengan yang lain, baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi (Rivai dan Mulyadi, 2010:273). Oleh sebab itu, penelitian ini lebih berfokus pada konflik interpersonal antarkelompok dalam organisasi. Konflik di Organisasi X berkaitan dengan Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus (OMEK). Sejak beberapa tahun yang lalu, Organisasi X selalu dipimpin oleh orang-orang dari OMEK A. Dari hal ini, kemudian ada beberapa orang anggota Organisasi X yang semula tidak tahu-menahu tentang OMEK dan pergerakan, juga akhirnya terjaring dalam OMEK A. Orang-orang yang semula tidak tahu-menahu itu, akhirnya merasa kecewa dan menimbulkan perasaan dendam terhadap OMEK A karena merasa dimanfaatkan oleh OMEK A untuk kepentingan politik mereka. Inilah fenomena yang peneliti temukan dan merupakan penyebab awal konflik yang terjadi dalam Organisasi X. Setelah satu tahun berlalu, konflik tersebut telah berakhir. Karena pihak-pihak yang berkonflik waktu itu telah lulus meninggalkan organisasi dan telah digantikan oleh pengurus baru. Dan ketika penelitian ini dilakukan, orang-orang dalam Organisasi X mengaku bahwa konflik yang pernah terjadi tahun 2011-2012 itu sudah tidak dirasakan lagi. Namun, hal itu justru menjadi pertanyaan di benak peneliti, apakah konflik tersebut telah benar-benar hilang? Sebab, konflik yang pernah terjadi cenderung membawa dampak negatif bagi organisasi yang bersangkutan. Karena itu, peneliti merumuskan pertanyaan penelitian yaitu bagaimana proses terjadinya konflik di Organisasi X pada tahun 2011-2012? Sehingga, tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan proses terjadinya konflik di Organisasi X pada tahun 2011-2012. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatifeksplanatif (Bodgan dan Taylor, 1975 dalam Basrowi dan Suwandi, 2008; Babbie, 2005), dengan menggunakan desain penelitian studi kasus (Stake, 1995 dalam Creswell, 2012). Teknik penulisan adalah naratif, di mana di dalamnya peneliti menyelidiki kehidupan individu-individu dan meminta seorang atau sekelompok individu untuk menceritakan kehidupan mereka. Informasi ini kemudian diceritakan kembali oleh peneliti dalam kronologi naratif (Clandinin dan Connelly, 2000 dalam Creswell, 2012). Dalam penelitian ini, yang menjadi unit analisis adalah individuindividu yang pernah mengalami atau terlibat konflik tahun 2011-2012 di Organisasi X. Untuk menentukan informan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive, yaitu salah satu jenis nonprobability sampling di mana peneliti bisa menentukan unit yang akan diobservasi berdasarkan penilaiannya sendiri mengenai siapa yang paling bermanfaat atau dinilai representatif (mewakili) bagi penelitiannya (Babbie, 2005). Kriteria informan yang ditentukan adalah orang yang masih aktif di Organisasi X maupun orang yang pernah menjadi anggota Organisasi X, baik itu masih sebagai mahasiswa ataupun yang sudah lulus. Orang yang masih aktif di Organisasi X adalah orang yang memiliki jabatan fungsional dalam Organisasi X, memahami seluk-beluk Organisasi X, serta mengetahui tentang konflik yang pernah terjadi pada tahun 2011-2012. Kemudian orang yang pernah menjadi anggota Organisasi X dikhususkan pada orang-orang yang mengetahui tentang konflik atau yang pernah terlibat dalam konflik tahun 2011-2012. Informan dalam penelitian ini berjumlah tiga orang. Pertama adalah Ketua Umum Organisasi X periode 2013 yang bernama WN. Dalam penelitian ini, WN berperan sebagai informan kunci sekaligus informan utama. Kedua adalah Kepala Departemen Kewirausahaan Organisasi X periode 2011 yang bernama IM. Dalam penelitian ini, IM berperan sebagai informan utama. Kedua informan tersebut ditentukan karena mereka mengetahui dan terlibat secara lang-sung dalam konflik pada tahun 2011-2012 di Organisasi X, sehingga mereka yang dianggap dapat menjawab per-tanyaan penelitian. Informan ketiga adalah Staff Departemen Kewirausahaan Organisasi X periode 2011 yang bernama NH. Dalam penelitian ini, NH berperan sebagai informan tambahan. Peneliti melakukan wawancara kepada NH sebagai triangulasi atas informasi yang didapatkan dari kedua informan sebelumnya. Jenis data yang peneliti kumpulkan berdasarkan sifatnya adalah data kualitatif, di mana nilai dari perubahanperubahannya tidak dapat dinyatakan dalam angka-angka (Sumarsono, 2004). Berdasarkan sumbernya, data yang dikumpulkan adalah data primer, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang maupun perilakunya yang diamati dan dikumpulkan secara langsung dari objek atau subjek penelitian (Adi, 2004). Berdasarkan waktunya, data yang digunakan adalah data historis (Graveter dan Forzano, 2009). Karena penelitian ini membahas tentang konflik di Organisasi X pada tahun 2011-2012. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara dan observasi (Zulganef, 2008; Creswell, 2012). Hasil wawancara kemudian direkam, ditranskrip, dan diklasifikasikan (coding) sesuai dengan tujuan penelitian. Wawancara dilakukan sebanyak empat kali. Sedangkan untuk observasi, peneliti langsung terjun ke lokasi penelitian, yaitu di sekretariat Organisasi X dan sekitarnya. Observasi ini peneliti lakukan untuk memastikan apakah konflik tahun 2011-2012 masih ada atau sudah berakhir, dengan mengamati perilaku individu-individu di Organisasi X. Teknik analisis data dengan menggunakan content analysis atau analisis makna secara mendalam terhadap suatu informasi (Singleton dan Straits, 2005; Bordens dan Abbott, 2005). Dengan menggunakan content analysis, peneliti melakukan analisis terhadap data yang telah diperoleh di lapangan dengan mengumpulkan data tersebut kemudian mengategorikannya berdasarkan karakteristik dari tujuan penelitian, kemudian menganalisis makna yang terkandung dalam setiap tulisan, perkataan, maupun perilaku tertentu dari subjek dan objek penelitian. Validitas dalam penelitian ini menggunakan standar kredibilitas dan standar transferabilitas (Lincoln dan Guba, 1985 dalam Bungin, 2003). Standar kredibilitas dapat tercapai melalui observasi ke lapangan secara langsung, agar peneliti dapat lebih memahami fenomena sosial yang diteliti seperti apa adanya. Serta melakukan triangulasi, dengan mengecek sumber, teknik, dan waktu yang berbeda. Buktibukti yang berasal dari sumber, teknik, dan waktu yang berbeda digunakan untuk membangun justifikasi tematema secara koheren. Tema-tema yang dibangun berdasarkan sejumlah sumber data atau perspektif dari partisipan akan menambah validitas penelitian (Creswell, 2012). Sedangkan untuk mencapai standar transferabilitas, peneliti menggunakan bahasa naratif yang ringan dalam pemaparan, kemudian didukung pula dengan penyajian grafik pada hasil penelitian. Sehingga pembaca dapat memahami gambaran penelitian dengan lebih mudah. HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut Wirawan (2010), proses konflik dapat dilihat dalam tujuh tahapan, yaitu antara lain: (1) penyebab konflik; (2) fase laten (fase tidak terlihat); (3) fase pemicu; (4) fase eskalasi; (5) fase krisis; (6) fase resolusi konflik; dan (7) fase pascakonflik. Melalui teori ini, akan dibahas proses konflik yang terjadi di Organisasi X. Penyebab Konflik Pada dasarnya, konflik di Organisasi X disebabkan karena adanya perbedaan cara pandang atau persepsi antarkelompok yang terlibat konflik pada tahun 2011-2012. Perbedaan persepsi yang dimaksud adalah per- bedaan mengenai boleh tidaknya menerapkan politik dalam dakwah Islam. Karena di dalam konflik tersebut, terdapat pihak yang pro terhadap politik dan pihak yang kontra terhadap politik. Ditambah lagi, tidak adanya saling crosscheck antarpihak yang berkonflik. Masing-masing pihak tidak saling mengkomunikasikan persepsi dan dasar pemikiran mereka. Selain itu, kecenderungan bahwa Organisasi X selalu dipimpin oleh pemimpin yang berasal dari satu kelompok atau golongan tertentu saja. Satu kelompok yang dimaksud adalah OMEK A yang sejak beberapa tahun lalu memimpin Organisasi X. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan informan. Dari hal ini, kemudian ada beberapa orang anggota Organisasi X yang semula tidak tahu-menahu tentang OMEK dan pergerakan, juga akhirnya terjaring dalam OMEK A. Orang-orang yang semula tidak tahu-menahu itu, akhirnya merasa kecewa dan menimbulkan perasaan dendam terhadap OMEK A karena merasa dimanfaatkan oleh OMEK A. Padahal semula mereka masuk ke Organisasi X dengan tujuan untuk mendakwahkan Islam, tetapi justru dimanfaatkan untuk kepentingan politik golongan tertentu. Inilah penyebab awal konflik yang terjadi dalam Organisasi X. Fase Laten (Fase Tidak Terlihat) Fase laten bisa disebut juga sebagai fase yang tidak terlihat, karena penyebab konflik telah ada, tetapi pihak-pihak yang terlibat konflik diam saja, belum mengekspresikannya, dan cenderung memendamnya. Pada kasus Organisasi X berdasarkan keterangan dari WN, fase ini ditandai dengan adanya kekecewaan pada sebagian anggota Organisasi X terhadap OMEK A, karena mereka merasa dimanfaat- kan. Kemudian hal itu menimbulkan perasaan dendam pada diri sebagian anggota Organisasi X kepada OMEK A. Fenomena ini pada akhirnya menyebabkan mereka menyatakan diri keluar dari OMEK A. Namun dalam kesehariannya, mereka masih menjadi anggota Organisasi X yang cenderung memendam rasa dendam tersebut dan belum berani untuk mengekspresikannya. Fase Pemicu Menurut IM, sebagian anggota Organisasi X yang memendam perasaan dendam kepada OMEK A, kemudian berpandangan bahwa sebaiknya dakwah Islam tidak dikotori oleh adanya kepentingan-kepentingan politik sehingga lebih cenderung menolak adanya politik praktis dalam dakwah. Dengan adanya pandangan semacam itu, orang-orang yang menolak adanya politik praktis dalam dakwah mulai mengekspresikan pertentangannya dengan orang-orang anggota OMEK A yang menerapkan politik praktis yang juga berada dalam Organisasi X. WN mengungkapkan, bentuk ekspresi konflik yang dilakukan oleh pihak yang menolak politik praktis awalnya tidak dilakukan secara terangterangan. Mereka memprovokasi adikadik angkatan di bawahnya yang belum memahami tentang pergerakan dan belum bisa bersikap dengan baik, untuk turut serta membenci OMEK A. Hal ini mereka lakukan dalam rangka mencari teman yang sependapat untuk menguatkan posisi mereka. Ketika orangorang yang menolak adanya politik praktis itu semakin banyak jumlahnya, indikasi munculnya konflik mulai tercium oleh sebagian anggota OMEK A yang berada di Organisasi X. Hal inilah yang kemudian memicu adanya konflik interpersonal antarkelompok dalam Organisasi X. Fase Eskalasi Berdasarkan keterangan dari kedua informan utama dalam penelitian ini, pihak yang tidak setuju dengan politik praktis yang melakukan provokasi kepada adik-adik tingkatnya kemudian melakukan konsolidasi. Dari konsolidasi itulah, terbentuk satu kubu dalam Organisasi X yang terdiri dari angkatan 2008, 2009, dan 2010. Mereka melakukan konsolidasi dalam rangka menggantikan kepemimpinan OMEK A yang ada di Organisasi X sejak beberapa tahun terakhir. Orangorang yang berkumpul dalam konsolidasi tersebut beberapa di antaranya berasal dari lawan politik OMEK A, yaitu OMEK B, OMEK C, dan OMEK D, serta ada beberapa orang yang tidak mengikuti OMEK. WN menceritakan, awalnya konsolidasi tersebut memang bertujuan untuk menjadikan Organisasi X lebih majemuk, dalam arti tidak dikuasai oleh satu kelompok atau golongan tertentu. Tetapi, pada kenyataanya dalam konsolidasi tersebut terlihat pula adanya kepentingan-kepentingan politik dari lawan politik OMEK A, yaitu OMEK B dan OMEK C, untuk melemahkan pengaruh politik OMEK A di kampus tersebut. Konflik semakin lama semakin membesar, perbedaan pendapat semakin menajam. WN menjelaskan, adanya konflik tersebut hingga menyebabkan orang-orang yang terlibat konflik saling menghindar satu sama lain. Padahal sebelum adanya konflik ini, interaksi antarkedua belah pihak terjalin dengan baik. Namun setelah adanya konflik dan konflik tersebut terus membesar, kedua belah pihak tidak saling bertegur sapa. Bahkan ada beberapa orang yang tidak tahan dengan konflik tersebut mulai tidak aktif di Organisasi X, kemudian secara diam-diam menarik diri dari Organisasi X. Fase Krisis Karena konflik belum juga terselesaikan pada fase sebelumnya, maka konflik terus bergulir dan menyebabkan keadaan semakin memburuk. Hal ini ditandai dengan kelompok yang tidak menginginkan politik praktis terus menyusun kekuatan untuk menggantikan kepemimpinan OMEK A di Organisasi X. Ketika mereka menganggap kekuatan mereka telah cukup, mereka berusaha melakukan agresi ke pihak OMEK A. Dari penjelasan IM, bentuk agresi yang dilakukan oleh orang-orang yang menolak politik praktis adalah dengan melayangkan surat gugatan kepada perwakilan OMEK A yang ada di Organisasi X. Surat gugatan tersebut berisi agar bersedia menjadikan Organisasi X bebas dari politik praktis dan murni menjadi Lembaga Dakwah Kampus yang mampu mewadahi semua golongan, tidak hanya dimonopoli oleh satu kelompok atau golongan tertentu saja. Kemudian mengajukan calon Ketua Umum pada periode berikutnya, yaitu periode 2012 yang bukan berasal dari OMEK manapun. Kelompok yang menolak politik praktis pun mengancam OMEK A, apabila OMEK A tidak bersedia menerima gugatan tersebut maka hampir semua anggota Organisasi X angkatan 2010 yang tergabung dalam konsolidasi tersebut mengancam untuk keluar secara bersama-sama dari Organisasi X. Dengan berbagai pertimbangan, OMEK A kemudian memenuhi gugatan tersebut. WN menjelaskan, pertimbangan yang ada waktu itu adalah karena pada saat konflik berlangsung, kekuatan politik OMEK A tengah dalam kondisi melemah setelah ke- kalahannya dalam Pemilihan Umum Mahasiswa. Selain itu, OMEK A juga berusaha untuk menjaga kondusifitas Organisasi X. Sehingga ketika itu, OMEK A lebih memilih untuk mengalah dan memenuhi gugatan tersebut. Dengan kata lain, konsekuensinya adalah OMEK A harus merelakan dominasinya di Organisasi X. Akhirnya, ketika pergantian kepengurusan dari periode 2011 menuju ke periode 2012, terpilihlah Ketua Umum Organisasi X yang bukan dari OMEK manapun. Pada saat itu, terjadilah perombakan secara fundamental dalam struktur Organisasi X. Sebagian besar pengurus-pengurus inti dikondisikan agar tidak berasal dari OMEK A. Sehingga pada saat itu, dominasi OMEK A benar-benar telah berkurang dan Organisasi X menjadi lebih majemuk. Namun, keadaan yang seperti itu justru membuat Organisasi X tidak stabil. Karena perpindahan kekuasaan secara tiba-tiba dan perubahan struktur organisasi yang fundamental. Selain itu, terkadang juga masih terjadi suasana panas dalam organisasi, yang menunjukkan iklim konflik yang belum mereda. Sebab orang-orang yang terlibat konflik waktu itu juga masih aktif dalam Organisasi X. Hal ini justru menyebabkan kinerja organisasi ketika itu menjadi lebih buruk dari sebelumnya Fase Resolusi Konflik Pada dasarnya, konflik seperti ini akan sulit untuk diselesaikan. Karena menyangkut keyakinan, persepsi, atau pendapat yang masing-masing pihak memiliki dasar atau landasan dalam menentukan sikapnya. Sehingga pada fase resolusi konflik, cenderung tidak ada pola perilaku yang dilakukan oleh masing-masing pihak yang terlibat konflik untuk berusaha menyelesaikannya. Berdasarkan keterangan dari WN, hingga pada akhir kepengurusan periode 2012, orang-orang yang terlibat konflik semula telah banyak yang tidak aktif di Organisasi X karena telah selesai masa kepengurusannya, dan ada pula yang telah lulus menyelesaikan studinya. Maka, konflik pun dianggap telah berakhir atau hilang bersamaan dengan keluarnya orang-orang yang terlibat konflik dari Organisasi X. Fase Pascakonflik Setelah konflik berakhir, WN menjelaskan bahwa hubungan antarpihak yang terlibat konflik waktu itu relatif harmonis, terutama pada anggota angkatan 2008, sebagian 2009, dan 2010. Untuk angkatan 2008, hubungan di antara mereka cenderung membaik karena kedewasaan mereka semakin bertambah, walaupun memang di antara mereka sudah jarang bertemu karena kebanyakan di antara mereka telah menyelesaikan studinya. Sedangkan untuk angkatan 2010, hubungan di antara mereka kembali normal dan harmonis. Terlihat dari keakraban dan interaksi di antara mereka yang membaik dan kembali normal. Namun, menurut keterangan dari WN, masih ada sebagian anggota angkatan 2009 yang memendam kebencian kepada OMEK A. Hal ini ditandai dengan persepsi dari sebagian orang angkatan 2009 yang masih buruk kepada OMEK A, terkadang mereka juga masih sempat memprovokasi orang lain untuk membenci OMEK A, dan jika mereka bertemu dengan orang-orang dari OMEK A mereka cenderung untuk memalingkan muka dan tidak menyapa. Hal ini mengindikasikan bahwa, masih ada potensi akan munculnya konflik yang serupa di dalam internal Organisasi X di masa yang akan datang. Karena diduga, orang-orang yang masih memiliki persepsi buruk kepada OMEK A akan mentransfer pemahaman tersebut kepada adik-adik angkatan setelahnya. Selain itu, konflik yang berbau politik seperti ini akan cenderung muncul pada saat masamasa Pemilihan Umum Mahasiswa. Agar lebih mudah memahami proses konflik pada Organisasi X, berikut adalah Gambar 1 sebagai ilustrasi proses konflik di Organisasi X: 1 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: setiap konflik yang terjadi selalu diawali dengan penyebab konflik yang berasal dari berbagai macam permasalahan. Konflik terjadi ketika pemicu konflik membentuk sudut pandang yang berbeda-beda pada individu sehingga terjadi perbedaan persepsi atau pemahaman. 2 Adanya perbedaan cara pandang atau persepsi antarpihak yang terlibat konflik, tentang boleh tidaknya menerapkan politik dalam dakwah. Timbulnya kekecewaan pada sebagian anggota Organisasi X pada OMEK A. yang memicu rasa dendam pada OMEK A. 5 - Agresi dilakukan dengan melayangkan surat gugatan kepada OMEK A. - Terpilihnya Ketua Umum Organisasi X periode 2012 dari pihak non-OMEK. - Keadaan organisasi menjadi tidak stabil karena perubahan struktur yang fundamental secara tiba-tiba. Gambar 1. Proses Konflik di Organisasi X Sumber: Data diolah (2013) 3 - Sebagian anggota Organisasi X menolak politik praktis dalam dakwah Islam. - Provokasi untuk ikut membenci OMEK A. 6 Konflik hilang dengan sendirinya karena banyak di antara yang terlibat konflik telah keluar dari Organisasi X. 4 - Penggalangan kekuatan dan konsolidasi untuk menggantikan kepemimpinan OMEK A di Organisasi X. - Terbentuk dua kubu dalam Organisasi X. 7 - Hubungan antarpihak secara umum kembali harmonis. - Masih ada sebagian angkatan 2009 yang memiliki persepsi buruk pada OMEK A. Konflik di Organisasi X disebabkan karena adanya perbedaan persepsi mengenai boleh tidaknya berpolitik dalam dakwah Islam. Selain itu, konflik juga muncul disebabkan karena kurangnya komunikasi dan klarifikasi antarpihak yang terlibat konflik. Proses konflik yang terjadi di Organisasi X pada tahun 2011-2012, terbentuk melalui tujuh tahapan, antara lain: penyebab konflik, fase laten, fase pemicu, fase eskalasi, fase krisis, fase resolusi konflik, dan fase pascakonflik. Berakhirnya konflik di Organisasi X ditandai dengan keluarnya orang-orang yang terlibat konflik dari Organisasi X. Walaupun konflik telah berakhir, namun masih ada potensi munculnya konflik yang serupa dalam internal Organisasi X di masa yang akan datang. Saran Dari hasil penelitian dan kesimpulan di atas, peneliti memberikan saran atau rekomendasi untuk perbaikan di masa mendatang, sebagai berikut: bagi LDK yang bersangkutan, hendaknya dapat belajar dari pengalamannya untuk kemudian menentukan pengelolaan konflik yang tepat apabila menghadapi konflik dalam organisasi, agar konflik dapat berdampak postif bagi organisasi. Kemudian, hendaknya organisasi segera melakukan penanganan terhadap konflik yang muncul, dengan berusaha melakukan klarifikasi antarpihak yang terlibat konflik, sehingga konflik tidak terus membesar dan berdampak negatif bagi organisasi. Bagi peneliti pada penelitian selanjutnya, hendaknya peneliti terlebih dahulu menjelaskan kepada informan bahwa informasi yang didapatkan akan dijaga kerahasiaannya, agar semua informasi dapat disampaikan tanpa ada yang harus disembunyikan. Kemudian, hendaknya peneliti dapat melihat data di lapangan melalui perspektif yang lain, bukan dari persepsi informan itu sendiri, sehingga data yang disajikan dapat lebih objektif dan bersifat umum. Selain itu, disarankan pada penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian tentang konflik dan manajemen konflik dalam perspektif Islam. DAFTAR PUSTAKA Babbie, Earl. 2005. The Basics of Social Research 3rd edition. Canada: Wadsworth Thomson Learning, Inc. Basrowi, Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta. Bordens, Kenneth S., Bruce B. Abbott. 2005. Research Design and Methods 6th edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Burhan Bungin. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif –Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Creswell, John W. 2012. Research Design –Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed edisi ke-3. Penerjemah Achmad Fawaid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gibson, James L., John M. Ivanevich, James H. Donnelly, Jr. 1996. Organisasi –Perilaku, Struktur, dan Proses. Penerjemah Nunuk Adiarni. Jakarta: Binarupa Aksara. Graveter, Frederick J., Lori-Ann B. Forzano. 2009. Research Methods for the Behavioral Sciences 3rd edition. United State of America: Wadsworth, Cengange Learning. Greenberg, Jerald. 2005. Managing Behavior in Organizations 4th edition. New Jersey: Prentice Hall. Kreitner, Robert, Angelo Kinicki. 2008. Organizational Behavior 8th edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. M. Sonny Sumarsono. 2004. Metode Riset Sumber Daya Manusia edisi ke-1. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Newstrom, John W., Keith Davis. 2002. Organizational Behavior – Human Behavior at Work 11th edition. New York : McGraw-Hill Companies, Inc. Rianto Adi. 2004. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum edisi ke-1. Jakarta: Granit. Singleton, Royce A., Bruce C. Straits. 2005. Approaches to Social Research 4th edition. New York: Oxford University Press, Inc. Viethzal Rivai, Deddy Mulyadi. 2010. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi edisi ke-3. Jakarta: PT. Rajawali Press. Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas. 2013. Lembaga Dakwah Kampus. (Online). http://id.wikipedia.org/wiki/Lembag a_Dakwah_Kampus Diakses pada tanggal 17 Oktober 2013. Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik –Teori, Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika. Zulganef. 2008. Metode Penelitian Sosial dan Bisnis edisi ke-1. Yogyakarta: Graha Ilmu.