BAB VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1.Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bagian di depan, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Produktivitas usahatani padi paling tinggi pada pola irigasi kemudian diikuti berturut-turut pola tadah hujan, pola pasang surut dan pola terakhir pola lahan kering.Penambahan inputluas lahan, penggunaan benih, pupuk, tenaga kerjameningkatkan produksi hampir pada semua pola kecuali pola lahan kering. Pola lahan kering memiliki karakteristik hanyasedikit input yang berpengaruh terhadap produksi dan peluang peningkatan produktivitasnya sangat rendah. 2. Pengaruh input pupuk paling besar pada pola usahatani padi sawah irigasi, yang menunjukkan pengaruh pupuk lebih besar pada pola usahatani padi dengan sistem pengairan yang lebih baik, yang disebabkan karena efektifitas penyerapan pupuk dipengaruhi oleh faktor air dalam tanah. 3. Pendapatan tertinggi pada usahatani pola irigasi dan terendah pada usahatani lahan kering. Berdasarkan kriteria R/C rasiousahatani padipada berbagai pola layak untuk diusahakan.Kenaikan input luas lahan, harga benih, harga pupuk, menurunkan pendapatan usahatani dan kenaikan harga herbisida masih meningkatkan pendapatan usahatani padi. 4. Keunggulan komparatif(Domestic Resource Cost Ratio) sebesar 0,26atauusahatani padi memiliki keunggulan komparatif. Pola irigasimemiliki tingkat keunggulan komparatif tertinggi dan pola lahan kering memiliki tingkat keunggulan komparatif terendah. 168 5. Tingkat efisiensi teknis 0,88dimana pola irigasi memiliki tingkat efisiensi teknis 0.94, pola pasang surut 0.82, pola tadah hujan 0.88 dan pola lahan kering 0.90. Pola pasang surutmemiliki potensipaling besar untuk peningkatan efisiensi. Jumlah anggota keluarga dan pekerjaan lain (selain usahatani) meningkatkan efisiensi usahatani. Umur dan pendidikan petani tidak mempengaruhi efisiensi usahatani. 6. Tingkat efisiensi harga tertinggi pada pola usahatani padi pasang surutsedangkan efisiensi ekonomi tertinggi pada pola lahan kering. Penambahan penggunaan inputluas lahan, benih dan pupuk,masih meningkatkanpendapatan petanidan proses produksi berada hampir pada tahap constant return to scale. 7. Tingkat efisiensi lingkungan surplus pupuk N dan surplus herbisida adalah0,515berarti tergolongrendah.Potensi penurunan kualitas lahan yang disebabkan karena surplus N maupun herbisida relatif tinggi. Tingkat efisiensi lingkungan tertinggi pada usahatani padi lahan kering dan terendah pada usahatani padi irigasi. 8. Indeks keberlanjutan usahatani padi rata-rata adalah 43,77 %, termasuk pada katagori kurang berkelanjutan, dengan indeks keberlanjutan tertinggi pada pola usahatani padi pasang surut dan terendah pada pola lahan kering. Tingkat keberlanjutan dari aspek ekonomi kurang berkelanjutan, dari aspek ekologi cukup berkelanjuan dan dari aspek sosial kurang berkelanjutan. 9. Kesediaan membayarpetani terhadap penurunan kualitas lahan, tertinggi pada petani padi pola irigasi kemudian berturut-turut diikuti yang lebih rendah pada petani pola tadah hujan, pasang surut dan lahan kering. Peningkatan pendapatan usahatani cenderung diikuti peningkatan kesediaan membayar petaniterhadap penurunan kualitas lahan. 169 10. Peningkatan pendapatan mengakibatkan peningkatan keberlanjutan usahatani padi. Peningkatan luas lahan dan umur petani menurunkan keberlanjutan usahatani. Persepsi petaniberpengaruh secara positifterhadap keberlanjutan usahatani.Pendidikan, jumlah anggota keluarga, pekerjaan lain dan kesediaan membayar tidak mempengaruhi tingkat keberlanjutan usahatani padi. 11. Pola pasang surut memiliki karakteristik, tingkat efisiensi teknis relatifrendah (paling potensial untuk ditingkatkan), efisiensi harga, efisiensi ekonomi, efisiensi lingkungan yang moderat dan keberlanjutan usahatani yang relatif tinggi, sehingga memiliki potensi paling tinggi untuk dikembangkan. 8.2.Implikasi Kebijakan 1. Berkaiatan dengan keterbatasan tenaga kerja, tingginya penggunaan herbisida untuk persiapan lahan, rendahnya efisiensi lingkungan dan rendahnya keberlanjutan usahatani, diperlukanpengembangan mekanisasi pertanian. Selain itu penggunaan alat yang tepat guna sesuai dengan keadaan lokasi dapat lebih ditekankan.Penggunaan mekanisasi pertanian berarti orientasi usahatani berubah dari padat karya menjadi padat modal.Sementara itu petani pada umumnya memiliki kemampuan modal yang rendah. Oleh karena itu dapat dilakukan secara bertahap mulai dari kelompok petani yang memiliki kemampuan modal. 2. Berkenaan dengan rendahnya efisiensi penggunaan input, tingginya harga input, sulitnya akses terhadap input dan pemasaran output, diperlukan pengembangan jaringan infrastruktur jalan dan pengairan. Bekerjanya pengaruh pembangunan jaringan infrasrtuktur jalan terutama melalui penekanan terhadap biaya-biaya transportasi.Biaya transportasi yang rendah berarti meningkatkan farmer share terhadap petani dari harga beras, karena akan menurunkan marjin pemasaran beras. Disisi lain penurunan biaya transportasi akan menurunkan biaya pengadaan input yang memungkinan penurunan harga input. Pengairan bagi 170 pengembangan produksi padi adalah hal yang sangat diperlukan.Sehingga walaupun masalah pengairan di wilayah ini adalah masalah yang relatifsulit (karena keadaan fisik air, intrusi air asin maupun topografi daerah), namun pembangunan jaringan pengairan tetap harus dilakukan.Tentu saja harus dengan perencanaan yang memperhatikan keadaan spesifik daerah. 3. Berdasarkan tingkat efisiensi teknis yang relatif rendah (paling potensial untuk ditingkatkan) dan tingkat keberlanjutan usahatani yang relatif tinggi, maka usahatani padi pasang surut disarankan untuk dikembangkan. Beberapa teknologi baru dapat diterapkan seperti pengelolaan air satu arah, penataan air sistem konservasi, penataan lahan sistem surjan dan penggunaan varitas benih yang adaptif. Namun langkah tersebut harus diikuti dengan pembinaan terhadap penggunaan faktor produksi yang efisien, mengingat tingkat efisiensi usahatani padi pasang surut masih relatif rendah. 171