TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sistematika tanaman andaliman adalah sebagai berikut (Jones & Luchsinger, 1987): Dunia: Plantae; Divisi: Spermatophyta; Sub divisi: Angiospermae; Kelas: Dicotyledoneae; Sub kelas: Rosidae; Bangsa: Sapindales; Suku: Rutaceae; Marga: Zanthoxylum; Jenis: Zanthoxylum acanthopodium DC. Daun andaliman tersebar, bertangkai, majemuk menyirip beranak daun gasal, panjang 5-20 cm dan lebar 3-15 cm, terdapat kelenjar minyak. Rakis bersayap, permukaan bagian atas, bagian bawah rakis, dan anak daun berduri; 311 anak daun, berbentuk jorong hingga oblong, ujung meruncing, tepi bergerigi halus, paling ujung terbesar, anak daun panjang 1-7 cm, lebar 0.5-2.0 cm. Permukaan atas daun hijau berkilat dan permukaan bawah hijau muda atau pucat, daun muda permukaan atas hijau dan bawah hijau kemerahan (Siregar, 2003). Batang Andaliman tumbuh sebagai pohon berbatang kuas, bukan merambat. Batang-batangnya berdahan banyak, daunnya kecil-kecil, mirip seperti bunga mawar. Di sekujur batang, ranting, dari bawah ke ujung dipenuhi duri-duri yang tajam, seperti duri mawar. Namun duri andaliman lebih besar dan kokoh. Tinggi pohon rata-rata 2-4 meter, jarang lebih dari 5 meter. Usia produktif kurang dari 7 tahun.Buah andaliman muncul dari antara duri-duri itu, lazimnya diapit duri-duri, buah tumbuh di antara duri (Simanjuntak, S.P., 2006). Bunga Andaliman terletak di ketiak, majemuk terbatas, anak payung menggarpu majemuk, berukuran kecil-kecil, dasar bunga rata atau bentuk kerucut. Kelopak berjumlah 5-7 bebas dengan panjang 1-2 cm, warna bunga kuning pucat. Bunga merupakan bunga berkelamin dua dengan benang sari berjumlah 5-6 duduk Universitas Sumatera Utara pada dasar bunga. Kepala sari berwarna kemerahan dengan putik berjumlah 3-4. Buah kotak sejati atau kapsul, bulat, diameter 2-3 mm, muda hijau, tua merah; tiap buah satu biji, kulit keras, warna hitam berkilat (Siregar, 2003). Sistem perakaran (radix) tanaman antarasa adalah sistem akar tunggang, karena akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok yang bercang-cabang menjadi akar-akar yang lebih kecil lagi. Akar pokok yang berasal dari akar lembaga disebut Radix primana (Mulia, 2000). Gambar 1 : Tanaman Andaliman (a)tanaman andaliman; (b)daun andaliman; (c)buah andaliman; (d)batang andaliman. Universitas Sumatera Utara Syarat Tumbuh Tumbuhan ini tersebar antara lain di India Utara, Nepal, Pakistan Timur, Thailand, Cina. Di Indonesia, andaliman banyak ditemukan di kawasan pegunungan Danau Toba dan beberapa daerah di Sumatera Utara, dan biasanya tumbuh secara liar pada ketinggian 1.200 - 1.400 mdpl. Sedangkan di Cina, dapat tumbuh sampai pada ketinggian 2.900 m dpl (Miftakhurohmah dan Sinta, 2009). Andaliman adalah tanaman liar dan sulit dibudidayakan, tumbuh pada ladang atau lahan bukaan baru di hutan belantara. Andaliman bukan ditanam, seperti cabai, merica, dan sayur-mayur lainnya. Biasanya andaliman tumbuh begitu saja (Wijaya, 2000). Daya kecambah andaliman rendah. Tanaman yang tumbuh alami berasal dari biji yang disebarkan oleh burung (setelah memakan buah andaliman). Petani juga memperoleh bibit secara tidak sengaja dari lokasi bekas pembakaran gulma di daerah tanaman yang sudah tua (Siregar, 2002). Tumbuhan ini merupakan jenis yang sangat dekat kekerabatannya dengan Zanthoxylum piperitum yang banyak ditemukan di daratan Cina serta Z. stimulans yang banyak dijual di Eropa (Hasairin, 1994). Di Indonesia, tumbuhan ini tumbuh liar di pegunungan dengan ketinggian 1400 m dpl pada temperatur 15-180C. Asal tumbuhan ini dari daerah Himalaya Subtropis. Di dunia, tumbuhan ini tersebar antara lain di India Utara, Nepal, Pakistan Timur, Myanmar, Thailand, dan Cina. Di Cina, tumbuhan ini tumbuh pada ketinggian 2900 m dpl (Wijaya, 1999). Keragaman Genetik Keragaman genetik mempunyai peranan yang sangat penting dalam program pemuliaan, karena optimalisasi perolehan genetik akan sifat-sifat tertentu Universitas Sumatera Utara dapat dicapai apabila cukup peluang untuk melakukan seleksi gen terhadap sifat yang diinginkan. Basis genetik yang luas perlu tetap dipertahankan bahkan dikembangkan, sebab bukan saja untuk mempertahankan sifat yang telah ada te tapi untuk memperoleh sifat baru yang diinginkan dan sekaligus memiliki kemampuan beradaptasi pada lingkungan yang beragam (Wright, 1976). Keragaman genetik dalam spesies memberikan kemampuan untuk beradaptasi atau melawan perubahan lingkungan dan iklim atau hama dan penyakit baru. Oleh karenanya, keragaman genetik merupakan modal dasar bagi suatu jenis tanaman untuk tumbuh, berkembang dan bertahan hidup dari generasi ke generasi. Kemampuan tanaman untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan tempat tumbuh ditentukan oleh potensi keragaman genetik yang dimilikinya. Semakin tinggi keragaman genetiknya semakin besar peluang tanaman untuk beradaptasi dengan lingkungan. Kemampuan beradaptasi tersebut dapat diamati dari dua parameter, yaitu secara fenotip (pertumbuhan, kesehatan, reproduksi) dan parameter genetik yang tidak secara langsung teramati secara visual (Mashudi, 2008). Dalam perakitan varietas unggul, keragaman genetik memegang peranan yang sangat penting karena semakin tinggi keragaman genetik semakin tinggi pula peluang untuk mendapatkan sumber gen bagi karakter yang akan diperbaiki (Martono,2009) Keragaman genetik merupakan salah satu dasar untuk mengetahui tingkat perubahan nilai keberhasilan seleksi dalam suatu populasi Keragaman genetik dapat dilihat dengan menggunakan karakter alel dari suatu lokus tertentu yang berasal dari sel makhluk hidup (Wulandari, 2008). Universitas Sumatera Utara Kemajuan dalam genetika dan biologi molekuler telah memberikan alat untuk analisis genetic secara mendetail pada organism tingkat tinggi, termasuk tanaman. Analisis keragaman genetic suatu populasi tanaman dapat diamati dengan pengamatan secara langsung sifat morfologis tanaman, analisis kandungan kimiawi jaringan tanaman juga pada level protein sampai DNA. VAriasi mobilitas suatu protein secara langsung mencerminkan perbedaan sekuen DNA dari struktur DNA. Pola pita individu tanaman bervariasi dalam hal ada tidaknya pita, jumlah pita dan pergerakan nya relatifnya. Hal ini disebabkan perbedaan alel pada lokus yang sama atau lokus yang berbeda (Harahap, 2001). PCR Polymerase Chain Reacton (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA secara in vitro. Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis pada tahun 1985. Teknik PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi segmen DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa jam. Dengan diketemukannya teknik PCR di samping juga teknik-teknik lain seperti sekuensing DNA, telah merevolusi bidang sains dan teknologi khususnya di bidang diagnosa penyakit genetik, kedokteran forensik dan evolusi molekular (Handoyo dan Ari, 2001). Optimasi PCR dilakukan untuk mendapatkan kondisi PCR yang optimal. Beberapa variabel seperti konsentrasi primer, konsentrasi cetakan DNA, dan suhu penempelan primer yang digunakan untuk PCR dipelajari dan dicoba untuk mendapatkan produk PCR yang optimal (Poerba dan Diyah, 2008). Prinsip kerja PCR dan elektroforesis yaitu (1) isolasi DNA sampel dari bahan klinis atau dari jaringan yang disimpan pada paraffin, (2) proses amplifikasi Universitas Sumatera Utara DNA yang telah diisolasi; proses amplifikasi sendiri terbagi tiga tahapan yaitu denaturasi, annealing, dan elongasi. Tahapan denaturasi terjadi pada suhu 970C. Pada proses ini terjadi denaturasi linearisasi DNA. Tahap kedua adalah penempelan primer atau annealing pada DNA target yang akan diperbanyak, membutuhkan suhu sekitar 55ºC. Tahap ketiga adalah elongasi (polimerisasi) membutuhkan suhu 72ºC agar siklus polimerisasi lebih optimal, (3) hasil amplifikasi dideteksi menggunakan alat elektroforesis pada gel agarosa; teknik elektroforesis adalah teknik yang memisahkan molekul-molekul bentuk, muatan netto, dan berat molekulnya dalam sebuah medan listrik pada medium padat atau semipadat (Novel et al, 2011). Komponen- komponen yang diperlukan pada proses PCR adalah templat DNA; sepasang primer, yaitu suatu oligonukleotida pendek yang mempunyai urutan nukleotida yang komplementer dengan urutan nukleotida DNA templat; dNTPs (Deoxynucleotide triphosphates); buffer PCR; magnesium klorida (MgCl2) dan enzim polimerase DNA. Proses PCR melibatkan beberapa tahap yaitu: (1) pra-denaturasi DNA templat; (2) denaturasi DNA templat; (3) penempelan primer pada templat (annealing); (4) pemanjangan primer (extension) dan (5) pemantapan (postextension). Tahap (2) sampai dengan (4) merupakan tahapan berulang (siklus), di mana pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah DNA (Handoyo dan Ari, 2001). Suhu annealing adalah suhu dimana primer akan menempel pada templat DNA, besarnya suhu dapat dihitung berdasarkan nilai melting temperature (Tm) dari masing-masing primer. Pencarian kondisi optimal dari suhu annealing sangat Universitas Sumatera Utara penting, karena berkaitan dengan spesifitas dan sensitifitas produk PCR. (Asyari dan Saifuddin, 2005). RAPD Penanda molekuler memiliki kemampuan yang luar biasa dalam menarget asam nukleat tertentu. Penanda asam nukleat ini direkayasa melalui teknik profiling dan sidik jari (fingerprinting) yang mampu mensampling molekul asam nukleat yang kaya informasi. Strategi sampling ini dirancang untuk mengurangi informasi genetic yang tercakup dalam suatu pasangan basa (bp) sebesar 10 – 10 dari suatu genom melalui analisis pemotongan terhadap daerah asam nukleat yang diseleksi. Daerah tersebut akan mewakili 1 – 10 bp dan berperan sebagai despictor dari komposisi sekuens asam nukleat, yang memberikan suatu penduga kekerabatan, filogeni, dan warisan material genetic yang efisien. Namun demikian, selain bermacam-macam tingkat kerumitan genetic yang tercakup dalam profil suatu asam amino memungkinkan skrining keragaman sekuens asam nukleat yang efisien dari organisme yang berkerabat dekat ataupun jauh, penanda asam nukleat harus selalu memperhatikan suatu shortcut dari informasi sekuens yang ekstensif (Nasir, 2002). Prinsip kerja markah RAPD adalah berdasarkan perbedaan amplifikasi PCR pada sampel DNA dari sekuen oligonukleotida pendek yang secara genetik merupakan kelompok markah dominan. Primer RAPD bersifat random dengan ukuran panjang biasanya 10 nukleotida. Jumlah produk amplifikasi PCR berhubungan langsung dengan jumlah dan orientasi sekuen yang komplementer terhadap primer di dalam genom tanaman. Keunggulan dari teknik analisis menggunakan markah RAPD di antaranya adalah (1) kuantitas DNA yang Universitas Sumatera Utara dibutuhkan sedikit, (2) hemat biaya, (3) mudah dipelajari, dan (4) primer yang diperlukan sudah banyak dikomersialisasikan sehingga mudah diperoleh. Kelemahan teknik ini antara lain (1) tingkat reproduksibilitas pola markah kecil, (2) sangat sensitif terhadap variasi dalam konsentrasi DNA, dan (3) memerlukan konsentrasi primer dan kondisi siklus suhu yang optimal pada saat pengujian. Selain itu, markah RAPD dominan dan tidak mampu menampilkan perbedaan sekuen DNA yang homolog, di antara fragmenfragmen yang ukurannya hampir sama (Bahagiawati, 2011). Metoda RAPD merupakan metoda baru untuk mengidentifikasi sejumlah besar polimorfisme DNA pada genom dengan cepat dan efisien. Tipe polimorfisme ini membuat RAPD cocok untuk studi keanekaragaman genetik, hubungan kekerabatan, peta genetik, sidik jari DNA.Sidik jari DNA banyak digunakan untuk kasus paternity dan forensik. Metoda RAPD menggunakan oligonukleotida pendek (biasanya 10 bp) sebagai primer yang akan berikatan dengan bagian (sites) komplemennya . Metoda RAPD digunakan untuk mendeteksi polimorfisme DNA yang digunakan sebagai genetik marker dan menentukan hubungan kekerabatan pada bermacam-macam tanaman dan serangga hama (Anggereini, 2008). RAPD merupakan salah satu teknik fingerptining yang dikembangkan dari teknik PCR (Polymerase Chain Reaction ) yaitu amplifikasi DNA secara in vitro yang mampu menggandakan DNA dalam jumlah jutaan kali dari jumlah semula. Sayangnya teknik RAPD memiliki beberapa kelemahan, antara lain adalah: sangat sensitif terhadap perubahan kondisi sehingga memberikan hasil yang kurang konsisten (Ferita et al, 2011). Universitas Sumatera Utara