II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kabupaten Kntai Kartanegara Kabupaten Kutai Kartanegam merupakan salah satu dari 13 KabupatenIKota yang terdapat di Provinsi Kalimantan Timur. Dari ibu kota Provinsi ke Kalimantan Timur (Samarinda) Tenggarong (Ibu kota Kabupaten Kutai Kartanegara), cukup ditempuh dengan perjalanan darat selama 30-45 menit (sekitar 25 km). Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki luas wilayah daratan sekitar 27.263,l km2 terletak antara 115"26'28" Bujur Timur sampai dengan 117'36'43" Bujur T i u r dan 128'21" Lmtang Utara sampai dengan 1'08'06" Lintang Selatan (BAPPEDA Kutai Kartanegara, 2008). Kabupaten Kutai Kartanegara mempakan wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Malinau, Kutai Timur dan Kota Bontang pada sisi sebelah utara. Sisi sebelah timur berbatasan dengan Selat Makasar, sebelah selatan berbatasan deugan Kota Balikpapan dan juga Kabupaten Penajam Paser Utam, dan sisi sebelab barat berbatasan dengan Kabupaten Kutai Barat (BAPPEDA Kutai Kartanegara, 2008). Kabupaten Kutai Kartanegara terbagi atas 18 Kecamatan. Keseluruhan Kecamatan tersebut adalah Sa~nbuja,Muara Jawa, SangaSanga, Loa Janan, Loa Kulu, Muara Muntai, Muara Wis, Kota Bangun, Tenggarong, Sebulu, Tenggarong Seberang, Anggana, M u m Badak, Mamng Kayu, M u m Kaman, Kenohan, Kembang Janggut dan Tabang. Luas wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara per Kecamatan dapat difihat pada Tabel 1 . Perangkat pemerintah daerah yaug secara khusus menangani bidang pertanian tanaman pangan di Kutai Kaxtanegara ialah Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Berdasarkan Peraturan Daelah Nomer 39 Tahun 2000 tentang Sbuktur Pemerintahan Daerah, Diias Pertaniau Kutai Kartanegara mempakan perangkat daerah yang mempunyai tugas pokok dalam melaksanakan keweuangan otonomi daerah di Bidang Pertanian Kabupaten Kutai Kahauegara. Dalam menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Dinas Pertanian mempunyai fungsi : 1. Memuskan kebijakan teknis di bidang pertanian tanaman pangan. 2. Pemberiaan perizinan dan pelaksanaan pelayanan mum di bidang pertanian tanaman pangan. 3. Pembinann terhadap pelaksanaan teknis dinas dan Cabang Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kutai Kamnegara. 4. Pengelolaan umsan ketatausahaan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kutai Kartanegara. Tabel 1 Luas wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara per Kccamatan Kecsmstso L u s s (km2) Kcearnatan Anggana 1.798.8 Muara Kaman Kembang langgut 1.923.9 Muara Muntai Kenohan (Kahala) 1.302,2 Muan Wis Kota Bangun 1.143,7 Samboja Loa Janan 644,2 Luas (km2) 3.410,l Sanga-Sanga Loa Kulu 1.405,7 Sebulu Marang Kayu 1.165.7 Tabang Muara Bad& 939.1 Tenggamng 398.9 M u m Jawa 745.5 l'cnggarong Scberang 437.0 Sumber : Badan Perencanaan Pembsllgunan Dacrah PAPPEDA) Kufai K m e g o r a (2008) DAPPEDA &ma. Uiaix.m- Sumber : BAPPEDA Kutai Kartanegara (2008) Gambar 3 Peta Administrasi wilayah Kabupaten Kutai Kartanegnra. 2.2 Pewilayahan Komoditas Pertanian Djaenudin ef 01. (2002) mengemukakan bahwa agar produktivitas lahan yang diusabakan mencapai optimal perlu diberlakukannya suatu pewilayahan komoditas pertanian yang sesuai dengan daya dukung laban. Suatu komoditas pertanian hams dikembangkan pada suatu lahan yang paling sesuai, sehingga mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif. Sugiarto (2007), diacu dalam Hand out Mata Kuliah Kapita Selekta Meteorologi memberikan batasan mengenai pengertian suatu komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif. Keunggulan komparatif berarti komoditas yang diproduksi melalui dominasi dukungan sumber daya atam, dimana daerah lain tidak mampu memproduksi produk yang sejenis. Suatu komoditas dikatakan memiliki keunggulan kompetitif jika komoditas tersebut diproduksi dengan cara yang efektif dan efisien. Masih menurut Sugiarto (2007) yang diacu dalam Hand out Mata Kuliah Kapita Selekta Meteorologi, komoditas tersebut telah memiliki nilai tambah dan daya saing usaba, baik dari aspek kualitas, kuantitas, maupun kontinuitas dan harga. Laimeheriwa (2002) menyatakan bahwa pewilayahan tanaman mempakan suatu metode evaluasi lahan yang mengidentifikasikan lahan dan dapat digunakan untuk tanaman tertentu, sehingga dapat ditentukan kelas-kelas kesesuaian lahan terhadap tanaman dan dapat diperoleh lahan yang potensial untuk pengembangan tanaman tertentu. Subagyo el al. (2000a), diacu dalam Djaenudin et al. (2002) menyatakan bahwa areal yang dipilih untuk menentukan komoditas unggulan barus tercakup pada wilayah yang pemntukannya sebagai kawasan budidaya pertanian sesuai dengan kriteria sektoral dengan mempertimbangkan kesesuaian lahan danlatau daya dukung lahan. Apabila bal tersebut diperhatikan maka pendekatan pewilayahan komoditas pertanian akan dapat mengatasi penggunaan lahan yang kurang atau tidak produktif. Karakteristik lahan, iklim (curah hujan, suhu udara) dan ketersediaan sumber daya air mempakan dasar dari usaha pengembangan suatu komoditas secara intensif dalam sistem pertanian. Jika informasi tentang ha1 tersebut terbatas, maka komoditas yang dikembangkan oleh masyarakat juga tebatas jenisnya. Hal ini menyebabkan nilai jual relatif rendah, terutama pada musim panen. Kesalahan dalam menentukan kesesuaian iklim bagi tanaman akan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak normal, sehingga produktivitas akan menyimpang jauh dari potensi sebenamya (Djaenudii et al. 2002). Tujnan utama dilaksanakannya suatu pewilayahan komoditas pertanian ialah nntuk menentukan komoditas ~iliggulansuatu daerah. Sugiarto (2007), diacu dalam Hand out Mata Kuliah Kapita Selekta Meteorologi menjelaskan tujuan ut&a tersebut merijadi tiga tuju& yang saling berkorelasi, yaitu : (1) menginventarisasi potensi komoditas ungylan daerab; (2) melakukan analisis terhadap berbagai peluang dan penghambat pengembangan komoditas unggulan strategis tersebut; dan (3) Memmnskan strategi pengembangan komoditas unggulan untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Terdapat tiga aspek utama yang hams diiaji, dipelajari, dan diperhatikan dalam penetapan komoditas unggulan suatu daerah. Ketiga aspek utama tersebut ialah kondisi fisiktgeografis, kondisi perekonomian rnasyarakat setempat, dan kondisi snsial budaya. Dwi (2006) menyatakan bahwa potensi suatu daemh untuk pengembangan suatu komoditas pertanian pada umulnnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan (dalam ha1 ini mencangkup iklim, tanah, topografi) dengan persyaratan tumbuh tanaman. Kecncokan antara sifat fisik lingkungan dari suatu daerah dengan persyaratan tumbuh tanaman dapat lnemberiltan informasi bahwa komoditas tersebut potensial dikembangkan di daerah bersangkutan. 2.3 Evaluasi Lahan Food and Agriculture Orgunization (FAO) (1977), diacu dalam Notohadiprawiro (1991) mendefinisikan laban sebagai suatu daerah permukaan daratan bumi yang ciri-cirinya mencakup segala tanda pengenal, baik yang bersifat cukup mantap rnaupun yang dapat diramalkan bersifat mendaur, dari biosfer, atmosfer, tanah, geologi, hidrologi, dan populasi tumbuhan dan hewan, serta hasil kegiatan manusia pada masa lampau dan masa kini, sejauh tanda-tanda pengenal tersebut memberikan pengaruh murad atas penggunaan lahan nleh manusia pada masa kini dan masa mendatang. Lebih lanjut, Djaenudin (1997), yang diacu dalam Wirosoedarmo et al. (2007) menyatakan bahwa lahan mempakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian dari fisik termasuk iklimm, topo&~afi (reliej), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial berpengaruh terhadap penggunaan lahan Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) menyatakan bahwa evaluasi lahan m e ~ p a k a nbagian dari proses perencanaan tataguna lahan. Inti evaluasi lahan ialah membandimgkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang diiiliki oleh lahan yang akan digunakan. 2.4 Kesesuaian Lahan Suatu lahan memiliki nilai berdasarkan kegunaan, manfaat atau fungsi yang dijalankannya. Istilah tersebut menurut Notohadiprawiro (1991) disebut sebagai harkat lahan. Terdapat dua macam harkat lahan, yaitu kemarnpuan (capabiliry) dan kesesuaian atau keserasian (suitabiliry) (Notohadiprawiro, 1991). Masing-masing pengharkatan tersebut berbeda dalam ha1 maksud penilaian. Penilaian kemampuan bermaksud menetapkan pembenahan pengelolaan yang diperlukan untuk mencegah degradasi lahan. Sedangkan penilian kesesuaian bemaksud menetapkan pengelolaan khas yang diperlukan untuk memperoleh nasabah lebih baik antara manfaat dan masukan yang diperlukan, baik berdasarkan pengalaman maupun antisipasi. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk tipe penggunaan lahau Cjeuis tanamau dau tingkat pengelolaan) tertentu. Terdapat dua jenis kesesuaian lahan, yaitu kesesuaian lahan aktual dan kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan aktual mempakan kesesuaian lahan menurut kondisi yang ada saat ini, belum mempertimbangkan masukan yang diperlukan untuk mengatasi faktor pembatas yang ada. Kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang akau dicapai setelah dilakukan usaha-usaha perbaikan lahan (land improvenlenf). Sitorus (1998) mengemukakan bahwa terdapat dua tahapan dalam memilih dan menemukan lahan yang sesuai untuk tanaman tertentu. Tahapan yang pertama adalah menilai persyaratan tumbuh tanaman yang akan diusahakan. Tahapan kedua adalah mengideutifikasi dan membatasi lahan yang mempunyai sifat-sifat yang diinginkan tetapi tanpa sifat lain yang tidak diinginkan. 2.5 Kemampnan Lahan Kemampuan lahan adalah harkat lahan yang ditetapkan menurut macam pengelolaan atau syarat pengelolaan yang diperlukan berkenaan dengan pengendalian ballaya degradasi lahan atau penekanan resiko kerusakan lahan selama penggunaannya untuk maksud dan tujuan tertentu (Notohadiprawiro, 199 I). Menurut sistem United States Departement of Agricz~lfure(USDA), klasifikasi kemampuan lahan dibagi kedalam tiga tingkatan yaitu : tingkat kelas, tingkat sub-kelas, dan tingkat unit (satuan pengelolaan). 2.6 Metode Penentuan Kesesuaian Lahan Metode yang digunakau dalam penentuan kesesuaian lahan adalah dengan melakukan pengkelasan kesesuaian tanah, kesesuaian iklim, dan kesesuaian pedo-agrokliiat tanaman. Menurut Djainudin et al. (2000) pengkelasan dilakukan dengan menggunakan hukum minimum, yaitu ~nemperbandingkan (ntatching) antara kualitas dan karakteristik lahan sebagai parameter dengan kiteria kelas kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan atau persyaratan tumbuh tanaman atau komoditas yang dievaluasi. Pada tingkat kelas, lahan dibedakan menjadi lima kelas secara halitatif, yaitu kelas lahan sangat sesuai (Sl), c u h p sesuai (S2), sesuai marginal (S3), tidak sesuai pada saat ini (NI), dan tidak sesuai untuk selamanya (N2). Hal tersebut sesuai deugan sistem klasifikasi kesesuaian lahan yaug diterapkan oleh F A 0 (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). 2.7 Hubnngan Iklim dan Tanaman Iklim adalah sintesis, kesimpulan atau statistik cuaca jangka panjang. Jadi unsur-unsur iklim dan unsur-unsur cuaca sama. Menurut Organisasi Meteorologi Dunia, waktu ideal untuk pengumpulan data iklim dari data cuaca adalah > 30 tahun (Nasir, 2004). Kondisi cuaca dan iklim akan sangat berpengaruh terhadap suatu jenis tanaman. Menurut Nasir (2004), perbedaan mendasar antara pengaruh cuaca dan pengaruh iklim terhadap tanaman adalah bahwa cuaca sangat menentukan hasil paneu aktual, sedangkan iklim menentukan kapasitas hasil panen di suatu pusat proditksi pertanian. Kapasitas hasil panen adalah rata-rata produksi tiap musim panen dalam jangka waktu panjang. Tabel 2 Pusat produksi beberapa tanaman di Indonesia beserta tipe iklirm~ya Tnnamsn/ Komoditas Padi sawah Sagu Contoll Pusat Produksi Pantai Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi Pantai rawa, antara lain: Maluku dm lrian Jaya TipeKclas lklim Sehmidth & Koppcn lrcrguson Elevasi (m.dpl) 0-700 Af, Am dan Aw A,BdanC 0-100 Af A dan B Am & Abv A, B, C dan D Tebu Irigasi Dat. Rendah Jateng, Jatim 0-100 Jagung Jatim, Madurq Lampung Snlsel, NTB, dan N1T 0-700 Kacang tanah Jatim, NnMadura, Sulsel, NTB, 0-700 $nzv Am dan Aw A,B,CdanD B, C dan D Sumber :Nasir (2004) Masih menurut Nasir (2004), pengembangan pusat produksi kultivar memerlukan kesesuaian lingkungan yang dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan sehingga menjamin produksi yang tinggi baik dalam ha1 kuantitas maupun kualitas. Daerah pusat produksi suatu komoditas pertanian yang telah cukup lama dapat digunakan sebagai daerah acuan kesesuaian iklim dan tanaman. Contoh pusat produksi beberapa tanaman di Indonesia ditunjukkan pada Tabel 2. Setiap tanaman membutuhkan syarat tumbuh serta mempunyai daya adaptasi terhadap fingkungan. Di lapangan kondisi tersebut m e ~ p a k a ninteraksi antara potensi alamiah dengan paket teknologi sistem usaba tani dan infrastrukhu. Suatu tanaman yang tumbuh, berkembang dan berproduksi optimum terus menerus diperlukan kesesuaian pedo-agroklimat. Kondisi kesesuaian tersebnt memungkmkan suatu wilayah untuk dikembangkan menjadi pusat produksi komoditi pertanian (Djaenudin et at. 2002). Komponen pedo-agrokliat terdiri atas topografi, jenis tanah, dan iklim (curah hujan dan subu udara). Djaenudin et al. (2002) menyatakan bahwa pengembangan komoditas pertanian pada wilayah yang sesuai dengan persyaratan pedo-agroklimat tanaman, yang meliputi iklim, tanah, dan topografi, akan memberikan hasil yang optimal dengan kualitas prima. Keragaman sifat lahan mempakan modal dasar yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan pewilayahan komoditas pertanian di suatu wilayah. 2.8 Klasifikasi lklim Djaenudin el al. (2002) menyatakan bahwa karakter iklim mencetminkan perpaduan pengaruh unsur-unsurnya dan biasanya dicirikan oleh tipe atau kelas iklim. Sampai saat ini telah banyak metode klasifikasi iklim yang dipublikasikan, diantaranya metode Koppen, Schmidth-Ferguson, dan metode Oldeman. Klasifikasi Koppen didasarkan pada hubungan antara iklim (suhu dan hujan ratarata) dengan pe~tumbt~han. Menurut Koppen vegetasi yang bidup secm alami menggambarkan iklim tempat tumbuhnya. Oleh karena itu batas-batas klasifikasi iklim Koppen berkaitan dengan batas-batas penyebaran vegetasi (Handoko, 1994). Koppen membagi 12 tipe iklim, ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Klasifikasi iklim mcnurut Koppen Nams Tipe IWim lklim hujan bopis Iklim kering Af,AwdanAm BS dm BW lklim hujm sedang panas lklim hutan sdju sejuk lklim kutub Cf, Cr dan Cw Df dan Dw ET dan EF Sumber : Pnwirowardoyo (1995) Penentuan tipe iklim menutut Schmidth dan Ferguson hanya memperhatikan unsur iklim curah hujan, memerlukan data hujan bulanan paling sedikit 10 tahun. Kriteria yang digunakan adalah penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah masing-masing bulan setiap tahun (Handoko, 1994). Sumber : Hand Out Mata Kuliah Klimatologi Dasar (2006) Gambar 4 Pembagian tipe iklim menurut Schmidth dan Furguson. 1 Tabel 4 Pembagian tipe iklim menurut Schmidth dan Furguson Tipe lklirn A B C D E Ketemngnn Daerah sangat basah dengan vcgetvsi hutan hujan tropis Daerah basah dengan vegetvsi hutan hujan trapis Daerah agak basah dengan vcgctasi hutan rirnba, diantaranyaterdnpatjenis gugur pada rnusirn kernarau, misalnyajati Dacrah sedang dengan vegetasi hutan musirn Dacrah ag& kering dengan vegctaqi hutan sabana Daerah kering dengan vegctasi hutan sabana vcgevasi yang daunnya F G Daerah sangat kering dengan vegetasi padang ilalang H Daerah ekstrim kering dengan vegetasi padang ilalang Sumber : Handoko (1994) Schmidth dan Ferguson menentukan jumlah Bulan Kering (BK), Bulan Lembah (BL) dan Bulan Basah (BB) tahun demi tahun selama periode pengamatan, kemudian dijumlahkan dan dirata-ratakan. Penentuan tipe iklimnya menggunakan nilai Q, seperti yang terlihat pada Gambar 4. Berdasarkan perhitungan tersebut maka akan diperoleh 8 tipe iklim menurut Schmidth dan Furguson (Tabel 4). Klasifikasi Oldeman tergolong klasifikasi yang baru di Indonesia dan dalam beberapa ha1 masih mengundang diskusi mengenai batasan atau kriteria yang digunakan. Bermanfaat dalam klasifikasi lahan pertanian tanaman pangan di Indonesia (Handoko, 1994). Oldeman telah membuat sistem baru dalam klasifikasi iklim yang dihuhungkan dengan pertanian menggunakan unsur iklim curah hujan. Kriteria yang digunakan dalam klasifikasi ini didasarkan pada : BK (bulan dengan CH<100 mm), BL (bulan dengan CH antara 100-200 mm), dan BB (bulan dengan CH>200 mm). Oldeman menggunakan ketentuan panjang periode bulan basah dan bulan t rata-rata CH masingkering h ~ t ~ r u t - t u r udari masing hulan selama periode pengamatan tertentu. Tipe utama klasifkasi Oldeman dibagi menjadi 5 tipe yang didasarkan pada jumlah basah berturut-turut, sedangkan bulan suhdivisinya dibagi menjadi 4 tipe herdasarkan jumlah bulan kering berturut-tumt. Dari 5 tipe utama dan 4 subdivisi tersehut maka tipe iklim dapat dikelompokan nienjadi 17 daerah agroklimat Oldeman mulai dari Al sampai E4 (Handoko, 1994). Pembagian tipe iklim menurut Oldeman beserta daerah Agroklimatnya ditunjukkan pada Tabel 5. 2.9 Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem manual dan komputer yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola, dan menghasilkan informasi yang mempunyai rujukan spasial atau geografis (Danoedoro, 1996). Sedangkan menurut Wikipedia Indonesia SIG adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Menurut Arnnof (1989), diacu dalam Widiyawati (2005) SIG adalah suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasiinformasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis obyek-obyek dan fenomenafenomena dimana lokasi geografis mempakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dwi (2006) menyatakan bahwa konsep dasar SIG merupakan suatu sistem terpadu yang mengorganisir perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan data yang selanjumya dapat mendayagunakan sistem penyimpanan, pengolahan lnaupun analisis data secara simnltan, sehingga dapat diperoleh informasi yang berkairan dengan aspek kemangan (spasial). Contoh aplikasi SIG ditunjukkan pada Gambar 5. Tabel 5 Klasifikasi iklim Oldeman beserta daerah agroklimamya Tipe lkllm A1, A2 B1 82 CI Ketersngsn Sesuai untnk padi terus-mcnerus tetapi produltsi kumg karcna pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah scpanjang tahun Sesuai untuk padi terus-menerus dengan perencanaan awal musim lanam yanl: bnik. Produksi tinggi bila panen pada musim kemarau. Dapat ditanami padi dua knli setahun dengan variclas umur pendck dan musim kering yang pendek cukup untuk tanaman palawija Tanaman padi dapat sekali dan .palnwiia dua kali setahnn ~ Selahun hanya dapal sekali padi dan penanaman palawija yang kedua h'ms hati-hati jangan jaluh C2, C3,C4 pada bnlan kering. Tanaman padi umur pendck satu kali dan biasanya produksi bisa tinggi karena kerapatan Ruks Dl radiasi tinggi. Waktu tanam palawija cukup. Hanya mungkin satu kali padi dan saw kali palawija setahun, terganlung pada adanya penediaan air D2, D3, D4 irigasi. Daerah ini umumnya terlnlu kering, mungkin hanya dapat satu kali palawija, itupun tergantung E hujan. Sumber : lrawan (2007) Sumbcr : wvw.grass.itc.it Gambar 5 Contoh aplikasi SIG dengan Geograpliic Resotrrces Analysis Stipporl System. 2.10 Tanaman Padi Supasyono dan Setyono (1993) menyatakan bahwa padi mempakan tanaman semi aquatis yang cocok ditanaln pada lahan tergenang. Meskipun demikian, padi juga haik ditanam di laban tanpa geoangan, asal kebutuhan airnya tercukupi. Oleh karena itu, baik di Indonesia atau pun negam lain padi ditanam di dua jenis lahan utama, yaitu lahan sawah dan ladang (kering). Gamharan fisiologis tanaman padi ditunjukkan pada Gambar 6. Sumber: www.aagos.ristek.go.id/pertanian/padi.pdf Gamhar 6 Tanaman Padi (Oryza Saliva). Soemartono et al. (1984) nlengatakan hahwa tanaman padi memiliki hatang dengan ruas-ruas yang di dalamnya berongga dengan tinggi 1,O-1,5 meter. Dari tiap huku hatang tumhuh daun yang herbentuk pita dan pelapah. Melalui tinjauan klimatologi, tanaman padi dikategorikan ke dalam golongan tanaman suhtropika. Literatur lainnya mengatakan hahwa padi termasuk kategori tanaman daerah tropis, tetapi juga tumbuh di daerah suhhopis dan lintang pertengahan (Hassan, 1963). Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering (gogo) yang ditanam di dataran tinggi dan padi sawah di dataran rendah yang memerlukan penggenangan. Umumnya padi dapat turnhuh di daerah tropislsubtropis pada 45 derajat LU sampai 45 derajat LS dengan cnaca panas dan kelembahan tinggi dengan ~nusim hujan 4 bulan. Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mmibulan atau 1.500-2.000 mmltahun. Padi dapat ditanatn di rnusim kemarau atau hujan. Pada musim kemarau produksi meningkat asalkan air irigasi selalu tersedia. Di musim hujan, walaupun air melimpah produksi dapat menurun karena penyerbukan kurang intensif. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0-650 m dpl dengan temperahtr 22-27 "C sedangkan di dataran tinggi 650-1.500 m.dpl dengan temperatur 1923 "C. Tanaman padi memerlukan penyinaram matahari pennh tanpa naungan. Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan tetapi jika terlalu kencang akan merobohkan tanaman (www.aagos.ristek.go.id : akses 14 Februari 2009). Padi gogo harus ditanam di lahan yang berhumus, struktur remah dan cukup mengandung air dan udara. Memerlukan ketebalan tanah 25 em, tanah yang cocok bewariasi mulai dari yang berliat, berdebu halus, berlempung halus sampai tanah kasar dan air yang tersedia diperlukan cukup banyak. Sebaiknya tanah tidak berbatu, jika ada harus <50%. Keasaman tanah bewariasi dari 4 salnpai 8. Padi sawah ditanam di tanah berlempung yaug herat atau tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah. Menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 em. Keasaman tanah antara pH 4-7. Pada padi sawah, penggenangan akan mengubah pH tanam menjadi netral . Pada prinsipnya tanah herkapur dengan pH 8.1-8,2 tidak merusak tanaman padi. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah hiasanya mendekati netral. Untuk mendapatkan ranah sawah yang memennhi syarat diperlukari pengolahan tanah yang khusus (www.aagos.ristek.go.id : akses 14 Februari 2009).