BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan paliatif merupakan sebuah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah berkaitan dengan penyakit yang mengancam, meliputi pencegahan dan pembebasan dari penderitaan melalui upaya identifikasi, pengkajian, dan pengobatan terhadap nyeri serta masalah lain, fisik, psikososial, dan spiritual (WHO, 2007). Balfour Mount (1973) memperkenalkan pertama kali istilah “palliative care” dan telah banyak definisi yang menyepakati bahwa pendekatan alamiah yang holistik dari perawatan paliatif berfokus pada kualitas hidup dan pembebasan dari penderitaan. Dalam beberapa tahun terakhir, perawatan paliatif telah mengalami peningkatan tidak hanya untuk pasien kanker namun juga untuk pasien dengan penyakit tingkat lanjut (Sigurdardottir et al., 2014). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013, prevalensi kanker di Indonesia sebesar 1,4 per 1000 penduduk. Prevalensi kanker tertinggi terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebesar 4,1 per 1000 penduduk. Prevalensi kanker yang tinggi tersebut memerlukan pelayanan yang memadai. Di Yogyakarta terdapat 4 kabupaten dan 1 kotamadya. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dalam Angka DIY, prevalensi kanker di Kabupaten Sleman sebesar 6,1 per 1000 penduduk. Ditinjau dari Keputusan Menteri Kesehatan No. 812/Menkes/SK/VII/2007 pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan seperti kanker yang 1 2 memerlukan perawatan paliatif, disamping kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif telah meningkat jumlahnya. Namun saat ini, pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan pasien dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut. Di Indonesia pelayanan perawatan paliatif masih terbatas di 5 kota yaitu Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, dan Makassar. Salah satu tempat yang dapat digunakan untuk memberikan pelayanan paliatif adalah puskesmas. Umumnya pasien kanker dengan stadium lanjut yang perawatannya dialihkan ke puskesmas. Hal ini dilakukan dengan alasan seperti pasien sudah tidak akan dilakukan tindakan kuratif lagi selama di rumah sakit, pasien atau keluarga menginginkan perawatan dilanjutkan di rumah, atau pasien tidak mungkin datang lagi ke poliklinik (untransportable) (Saleh et al., 2008). Berdasarkan studi pendahuluan terdapat 25 puskesmas yang ada di Kabupaten Sleman. Dari 17 puskesmas yang telah dikunjungi secara langsung, dalam pelaksanaannya terdapat 9 puskesmas yang telah memberikan perawatan paliatif, sedangkan 6 puskesmas diketahui hanya memberikan rujukan dan 2 puskesmas belum diketahui memberikan perawatan paliatif atau tidak. Data yang ada Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman menunjukkan bahwa terdapat 5 puskesmas di wilayah Kabupaten Sleman dengan jumlah kasus kanker tertinggi yaitu di Puskesmas Depok 1 sebanyak 79 kasus, Puskesmas Gamping 2 sebanyak 71 kasus, Puskesmas Seyegan sebanyak 66 kasus, Puskesmas Godean 2 sebanyak 56 kasus, dan Puskesmas Godean 1 sebanyak 48 kasus. Dari 5 puskesmas dengan penderita kanker, tidak semuanya telah memberikan 3 perawatan paliatif. Seperti yang terjadi di Puskesmas Depok 1 dan Puskesmas Gambar 1. Peta Lokasi Potensial Partisipan Gamping 2, kedua puskesmas tersebut hanya memberikan fasilitas rujukan kepada pasien kanker. Hal ini menunjukkan adanya gap antara peraturan yang ada dengan kenyataan di lapangan terkait dengan perawatan paliatif pada pasien kanker. Penelitian yang dilakukan oleh Prastiwi (2012) menunjukkan bahwa penyakit kanker memberikan perubahan signifikan secara fisik maupun psikis individu, antara lain: kesedihan, kekhawatiran dan ketakutan akan masa depan, serta kematian. Perubahan yang terjadi pada pasien kanker memunculan berbagai stategi koping yang dilakukan oleh pasien kanker. Pada saat awal pasien terdiagnosa kanker akan muncul respon antara lain menolak, mendekatkan diri kepada Allah SWT, mencari 4 pendapat dari profesional kesehatan yang lain (second opinion), mendiskusikan situasi yang dialami dengan pasangan/keluarga, mencari berbagai macam alternatif pengobatan, diskusi dengan pasien kanker lain yang telah lebih dahulu terdiagnosa, maupun meminta arahan dokter yang mendiagnosa terkait tindakan yang harus dilakukan (Widianti, 2014). Chusairi and Hartini (2003) cit Patrika and S. Endang (2012) menyatakan bahwa setelah pasien terdiagnosa kanker akan ada proses mencari pengobatan. Pencarian pengobatan dipegaruhi karena adanya interaksi yang kompleks dan holistik dari individu dengan lingkungan sekitarnya, seperti adanya peran keluarga yang mempengaruhi. Pasien yang terdiagnosa kanker dan memerlukan untuk diberikan perawatan paliatif sangat didorong untuk terlibat dalam pengambilan keputusan (Bélanger et al., 2014). Terdapat tiga pendekatan yang memungkinkan untuk menjadi panduan dalam proses pengambilan keputusan yaitu paternalistic approach, informed approach, dan shared decision making (Friesen-Storms et al., 2015). Pengambilan keputusan merupakan hal sentral dalam penanganan dan toleransi terhadap kanker. Akan tetapi, terkadang keputusan yang dirasa tepat ketika dibuat namun terlihat tidak pada tempatnya di kemudian hari (Step et al., 2009). Keputusan personal yang diambil harus sesuai dengan nilai, budaya, dan adat yang dipegang (Tham et al., 2014). Budaya telah dapat dipahami secara implisit maupun eksplisit meliputi pengetahuan mengenai cara membuat keputusan dan keputusan apa yang harus diambil dalam suatu keadaan. Budaya terdiri dari kepercayaan dan perilaku yang diyakini dan diturunkan dalam satu kelompok sosial 5 dan secara fundamental akan membentuk konstruk individu dalam memahami kehidupan (Guss et al., 2014). Menghargai budaya yang dimiliki oleh suatu kelompok merupakan hal yang sesuai dengan etika dalam pelayanan kesehatan. Budaya akan mendorong setiap anggota keluarga untuk mengembangkan ekspektasi yang berbeda. Hal ini dapat terlihat bahwa budaya di wilayah Asia seperti China, Jepang, dan Filipina akan berbeda dengan budaya di Amerika (Guss et al., 2014). Pengambilan keputusan dapat menjadi hal yang membuat beberapa pasien stress dan merasa terpisah. Anggota keluarga yang telah diberikan informasi dapat menjadi orang yang menggantikan posisi pasien dan keluarga yang lain dalam memilih opsi yang diberikan (Krishna et al., 2011). Keluarga memiliki peranan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan mulai dari mengontrol seluruh perawatan hingga mendelegasikan keputusan kepada klinisi (Billings et al., 2011). Studi eksploratif yang dilakukan oleh Chusairi (2004) terhadap pasien paliatif menunjukkan bahwa pasien yang berada di poli perawatan paliatif sudah tidak banyak diminta untuk memutuskan sendiri cara pengobatannya, namun pendapat keluarga dan other person or significant person lebih berperan dalam pengambilan keputusan health seeking behaviornya-nya. Hak individu dalam pengambilan keputusan merupakan bagian yang integral dalam perawatan pada pasien kanker. Keterlibatan pasien untuk perawatannya akan meningkatkan human dignity dan kepuasan pasien. Membuat keputusan dengan pertimbangan dari keluarga tanpa persetujuan pasien merupakan sebuah pelanggaran terhadap hak pasien. Hal ini membuat perawat memiliki peran 6 kunci dalam meningkatkan komunikasi yang efektif untuk meningkatkan keterlibatan pasien dalam pengambilan keputusan (EONS, 2006). B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang tersebut diperoleh rumusan masalah “Bagaimana persepsi perawat puskesmas terhadap proses pengambilan keputusan tentang perawatan paliatif pasien kanker?” C. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi persepsi perawat terhadap proses pengambilan keputusan perawatan tentang perawatan paliatif pasien kanker. Adapun tujuan khusus penelitian ini untuk mengetahui tipe pengambilan keputusan yang diambil dalam perawatan paliatif oleh tenaga kesehatan. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi bidang keilmuan Hasil penelitian yang telah dilakukan diharapkan dapat memberikan data tentang proses pengambilan keputusan dan tipe pengambilan keputusan dalam perawatan paliatif di Yogyakarta. 7 2. Bagi institusi Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai data mengenai proses pengambilan keputusan dan tipe pengambilan keputusan perawatan paliatif terhadap pasien kanker di wilayah Puskesmas Kabupaten Sleman, Yogyakarta untuk selanjutnya dapat digunakan oleh institusi dalam memberikan kebijakan yang sesuai. 3. Bagi profesi Hasil penelitian yang telah dilakukan diharapkan perawat dapat memberikan data yang tepat dengan mengetahui proses pengambilan keputusan dan tipe pengambilan keputusan perawatan paliatif. E. Keaslian Penelitian Penelitian paliatif mulai berkembang di Indonesia. Berdasarkan pengetahuan dan literatur yang telah penulis telaah, penelitian dengan judul Persepsi Perawat Puskesmas terhadap Proses Pengambilan Keputusan tentang Perawatan Paliatif Pasien Kanker belum pernah dilakukan. Penelitian yang berkaitan dengan persepsi perawat terhadap pengambilan keputusan secara bersama, pernah dilakukan dengan judul Shared decision-making in home-care from the nurse’s perspective: sitting at the kitchen table–a qualitative descriptive study oleh Marie Truglio-Londrigan (2012). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui, memahami, dan mendeskripsikan pengalaman pengambilan keputusan bersama dalam home care dari pandangan perawat. Metode yang digunakan 8 yaitu dengan wawancara semi terstruktur dengan 10 perawat home care dan menggunakan metode Colaizzi. Penelitian ini menemukan bahwa pengambilan keputusan bersama merupakan hal yang komplek, multidimensi, dan proses yang mengalir. Diperlukan pemahaman yang menyeluruh untuk memahami pengambilan keputusan keluarga yang penting dalam banyak konteks pelayanan. Persamaan penelitian penulis dengan penelitian ini adalah variabel yang diteliti yaitu pandangan perawat berkaitan dengan pengambilan keputusan. Perbedaannya yaitu pada metode penelitian dan subyek penelitian yang digunakan. Yue Wang, Wai-Tong Chien, and Sheila Twinn (2011) pernah melakukan penelitian yang berkaitan dengan persepsi perawat terhadap pengambilan keputusan secara klinis dengan judul An exploratory study on baccalaureate-prepared nurses’ perceptions regarding clinical decision-making in mainland China. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi persepsi perawat di China terhadap pengambilan keputusan klinis. Metode yang digunakan yaitu dengan wawancara mendalam dan semi terstruktur terhadap 12 perawat. Wawancara difokuskan terhadap pemahaman dan persepsi perawat mengenai pengambilan keputusan klinis. Penelitian ini menemukan bahwa perawat memahami esensi dari pengambilan keputusan klinis tetapi mereka memiliki otonomi yang rendah dalam beberapa keputusan di praktek kesehariannya. Hal yang lebih penting menunjukkan bahwa faktor sosial dan budaya berpengaruh terhadap persepsi perawat. 9 Persamaan penelitian penulis dengan penelitian ini adalah variabel yang diteliti yaitu pandangan perawat berkaitan dengan pengambilan keputusan. Perbedaannya yaitu pada subyek penelitian dan tempat penelitian yang digunakan. Penelitian yang berkaitan dengan persepsi perawat terhadap pengambilan keputusan juga pernah dilakukan dengan judul Patient participation in clinical decision-making in nursing: a comparative study of nurses’ and patients’ perceptions oleh Jan Florin, Anna Ehrenberg, dan Margareta Ehnfors (2005). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan tingkat persetujuan antara pasien dan persepsi perawat terhadap keinginan pasien untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan klinis dalam area keperawatan. Metode yang digunakan yaitu dengan menggunakan desain komparasi yang diadopsi dengan sampel 80 perawat. Menggunakan versi modifikasi dari The Control Preference Scale dihubungkan dengan kuisioner yang dikembangkan berdasarkan pengalaman partisipasi pasien. Penelitian ini menemukan bahwa perawat melihat keinginan yang tinggi pada pasien mereka untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Perbedaan keinginan pasien berkaitan dengan usia dan status sosial dan tidak berkaitan dengan gender. Persamaan penelitian penulis dengan penelitian ini adalah variabel yang diteliti yaitu pandangan perawat berkaitan dengan pengambilan keputusan. Perbedaannya yaitu pada metode penelitian, subyek penelitian, dan tempat penelitian yang digunakan.