BAB I STATUS PASIEN A. Identitas Pasien Nama

advertisement
BAB I
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama
: An. I
Umur
: 16 tahun
Pekerjaan
: Pelajar
Agama
: Islam
Alamat
: Rt 25 Talang Banjar
MRS
: 14 Mei 2014
B. Anamnesa
1. Keluhan Utama
: Mata kuning sejak 2 hari SMRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang
2 hari SMRS mata os kuning. 3 hari sebelum timbul mata kuning os
demam, demam tidak terlalu tinggi, menggigil (-), berkeringat (-). Pusing
(+). Batuk dan pilek serta nyeri tenggorokan (-), Os juga tidak nafsu
makan, mual dan muntah (+). Muntah ± 10x/hari. Isi apa yang dimakan, ±
½ gelas tiap kali muntah, muntah darah (-). Nyeri perut(-), perut kembung
(-), sendawa (-). Badan os juga lemas, mudah lelah.
BAK warna kuning, BAB biasa.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat sakit kuning disangkal
- Riwayat malaria disangkal
- Riwayat mengkonsumsi obat dan jamu dalam jangka waktu lama (-)
- Riwayat mengkonsumsi alcohol (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat anggota keluarga sakit kuning (+) ibu
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
2. Kesadaran
: Compos Mentis
3. Tanda Vital
: TD = 130/80 mmHg
RR = 20 x/menit
4. Kulit
N = 76x/menit
T = 37 oC
: Warna sawo matang, sianosis (-), Ikterik (-), gatal-gatal
(-), turgor cepat kembali
5. Kepala dan Leher
Rambut
: warna hitam, lurus, tidak mudah dicabut, alopesia (-)
Kepala
: bentuk simetris, tidak ada trauma maupun memar.
Mata
: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (+), pupil isokhor
diameter 3mm, refleks cahaya (+/+)
Hidung
: nafas cuping hidung (-), epistaksis (-), sekret (-)
Mulut
: bentuk normal, mukosa tidak anemis, lidah kering
berselaput (-), stomatitis (-)
Tenggorokan
: faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher
: tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, JVP tidak
meningkat (5-2) cmH2O, kaku kuduk tidak ada.
6. Thorak
Inspeksi
= Simetris kanan dan kiri, abdominotorakal, kecepatan
20x/menit
Palpasi
= Fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi
= Sonor, batas paru hari ICS VI linea midclavicularis
dekstra
Auskultasi
= vesikuler, Ronkhi (-), Wheezing (-)
Jantung
Inspeksi
= Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi
= Ictus cordis teraba di linea midclavicularis sinistra dengan
intercostal V, kuat angkat, thrill tidak teraba
Perkusi
= Batas Kanan linea parasternal dekstra
Batas Kiri ICS V LMC Sinistra
Batas Atas ICS II linea parasternal sinistra
Pinggang jantung ICS III linea parasternal sinistra
Auskultasi = S1 dan S2 regular, bising tidak ada
7. Abdomen
Inspeksi
= Datar
Palpasi
= nyeri tekan (+) regio epigastrium, defans muskuler (-),
hepatosplenomegali (-), tidak teraba massa di epigastrium.
Perkusi
= timpani, shifting dullness tidak ada
Auskultasi
= Bising usus (+) normal.
8. Alat kelamin : tidak dilakukan
9. Ekstremitas
Akral hangat, edema (-), Refleks fisiologis normal, refleks patologis (-)
C. Pemeriksaan Penunjang
14 Mei 2014
 Darah Rutin:
Hb
: 13,9 g/dl
Eritrosit
: 5,06 x 106/mm3
Leukosit
: 5,1 x 103/mm3
Trombosit
: 288 x 103/mm3
Hematokrit : 42,0 %
 Urin Rutin
: tidak dilakukan
 Feses Rutin : tidak dilakukan
D. Diagnosis Kerja
Ikterik et causa hepatitis virus akut et causa susp hepatitis A
E. Diagnosa Banding
 Hepatitis (A,C,D dan E)

Hepatitis alkoholik

Malaria

Obstruksi akut traktus biliaris
F. Tatalaksana

Bed Rest

IVFD Aminofusin hepar : Dekstrosa 5% = 1 :1 = 20 tetes/menit

Curcuma 3x1 tab

Paracetamol 3x1 tab

Omeprazole 1x1 kapsul
G. Rencana pemeriksaan

Pemeriksaan preparat darah tebal dan tipis

Kimia darah (faal hati)

HBsAg dan anti HbsAg

USG abdomen
H. Prognosis
-
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
-
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
Follow Up
Tgl
Perjalanan penyakit
Terapi
14/5/14 S:Demam tidak terlalu tinggi,
mata
kuning,
mual
dan

Bed Rest

IVFD
Aminofusin
muntah, , BAK warna kuning
hepar : Dekstrosa 5%
O:Kesadaran: Kompos mentis
= 1 :1 = 20 tetes/menit
TD: 130/70 mmHg

Curcuma 3x1 tab
RR: 20x/i

Paracetamol 3x1 tab
Nadi: 76x/i

Omeprazole
T: 37,8°C
1x1
kapsul
Pemeriksaan Fisik:
Mata: Sklera ikterik (+)
A: Ikterik ec.Hepatitis viral
akut et causa suspek hepatitis
A

Bed Rest

IVFD
15/5/14 S: Mual dan sedikit pusing
Aminofusin
hepar : Dekstrosa 5%
O:Kesadaran: Kompos mentis
= 1 :1 = 20 tetes/menit
TD: 110/70 mmHg

Curcuma 3x1 tab
RR: 20x/i

Paracetamol 3x1 tab
Nadi: 80x/i
Omeprazole
T: 37°C
kapsul
Pemeriksaan Fisik:
Mata: Sklera ikterik (+)
Hasil Laboratorium:
Bilirubin total : 4,4 mg/dl
Bilirubin direk : 2,7 mg/dl
Bilirubin indirek : 1,7 mg/dl
SGOT : 1.309 U/L
1x1
SGPT : 3.350 U/L
HBsAg : (-)
A: Ikterik ec.Hepatitis viral

Bed Rest

IVFD
Aminofusin
akut et causa suspek hepatitis
hepar : Dekstrosa 5%
A
= 1 :1 = 20 tetes/menit

Curcuma 3x1 tab
16/5/14 S: Mata kuning tidak ada,

Paracetamol 3x1 tab
mual dan muntah (-), BAK

Omeprazole
biasa
O:Kesadaran: Kompos mentis
TD: 110/70 mmHg
RR: 20x/i
Nadi: 80x/i
T: 36°C
Pemeriksaan Fisik:
Mata: Sklera ikterik (-)
A: Ikterik ec.Hepatitis viral
akut et causa suspek hepatitis
A
kapsul
1x1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
IKTERIK
A. Pengertian
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis ‘jaune’ yang berarti
kuning Ikterus adalah perubahan warna kulit, sclera mata atau jaringan lainnya
(membrane mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Ikterus merupakan gejala yang
sering ditemukan dan timbul akibat gangguan ekskresi bilirubin, bilirubin
dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin heme, biasanya sebagai akibat
metabolisme sel darah merah. Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada
sclera mata, dan kalau ini terjadi konsentrasi bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5
mg/dl (34-43 umol/L). Jika ikterus sudah jelas terlihat dengan nyata maka
bilirubin mungkin sebenarnya sudah mencapai angka 7 mg%.1,2,3
Ikterus karena sumbatan ekstrahepatik dengan ikterus intrahepatik, yaitu
dengan terlihatnya pelebaran saluran empedu. Pada obstruksi ekstrahepatik
pemeriksaan ultrasonografi dapat mendiagnosa letak sumbatan dan sekitar 40%
kasus dapat ditentukan penyebab sumbatan.1,2
B. Patofisiologi
Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang
berlangsung dalam 3 fase; prehepatik, intrahepatik, dan pascahepatik masih
relevan, walaupun diperlukan penjelasan akan adanya fase tambahan dalam
tahapan metabolisme bilirubin. Pentahapan yang baru menambahkan 2 fase lagi
sehingga pentahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase. yaitu fase 1).
Pembentukan bilirubin, 2). Transpor plasma, 3). Liver uptake,4). Konyugasi, dan
5). Eskresi bilier.1,2,3
Metabolisme bilirubin terdiri dari 3 fase yaitu:
Fase Prahepatik
1. Pembentukan bilirubin. 70-80% berasal dari pemecahan sel darah
merah yang matang. Sedangkan sisanya 20-30% dating dari protein
heme lainnya yang berada terutama di dalam sumsum tulang dan hati.
Sebagian dari protein heme dipecah menjadi besi dan produk antara
biliverdin dengan perantara enzim hemoksigenase. Enzim lain,
biliverdin reduktase mengubah biliverdin menjadi bilirubin.
2. Transport plasma. Bilirubin tidak larut di dalam air, karenanya bilirubin
tak terkonjugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin
dan tidak dapat melalui membrane glomerulus, karenanya tidak muncul
dalam air seni.
Fase Intrahepatik
1. Liver Uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati
2. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati
mengalami konjugasi dengan asam glukuronik membentuk bilirubin
diglukuronida atau bilirubin konjugasi/bilirubin direk. Reaksi ini
dikatalisasi
oleh
enzim
mikrosomal
glukoronil-transferase
menghasilkan bilirubin yang larut air.
Fase ekstrahepatik
I. Ekskresi
Bilirubin.
Bilirubin
konjugasi
dikeluarkan
ke dalam
kanalikulus bersama bahan lainnya. Di dalam usus flora bakteri
mendekonjugasi dan mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan
mengeluarkannya sebahagian besar kedalam tinja yang member warna
coklat. Sebahagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu,
dan dalam jumlah kecil mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal
dapat mengeluarkan diglukuronida tetapi tidak bilirubin unkonjugasi.
Hal ini menerangkan warna air seni yang gelap yang khas pada
gangguan hepatoselular atau kolestasis intrahepatik. Bilirubin tak
terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam lemak.
Karenanya bilirubin tak terkonjugasi dapat melewati barier darah otak
atau masuk ke dalam plasenta. Dalam sel hati, bilirubin tak terkonjugasi
mengalami proses konjugasi dengan gula melalui enzim glukoronil
transferase dan larut dalam empedu cair.1
C. Penyakit Gangguan Metabolisme Bilirubin
Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari
keempat mekanisme ini :2,4
1. Over produksi
2. Penurunan ambilan hepatik
3. Penurunan konjugasi hepatik
4. Penurunan ekskresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi ekstra
hepatik )
Penyakit gangguan metabolism bilirubin ada 2 yaitu:1,2

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi (indirek)

Hiperbilirubinemia konjugasi (non kolestasis dan kolestasis)
1. Hiperbilirubinemia indirek
Hiperbilirubinemia direk dapat disebabkan oleh :
a. Hemolisis
Pada keadaan hemolisis yang berat kadar bilirubin jarang > 3-5 mg/dL
kecuali kalau terdapat kerusakan hati juga. Namun kombinasi hemolisis
yang sedang dan kerusakan hari yang ringan dapat mengakibatkan keadaan
ikterus yang lebih berat; dalam hal ini hiperbilirubinemia bercampur karena
ekskresi empedu kanalikuli terganggu.
b. Sindrom Gilbert
Gangguan yang bermakna adalah hiperbilirubinemua indirek yang sering
disalah artikan sebagai penyakit hepatitis kronik. Penyakit ini menetap
sepanjang hidup dan mengenai sejumlah 3-5% penduduk dan ditemukan
pada kelompok umur dewasa muda dengan keluhan tidak spesifik. Sindrom
Gilbert dapat dibedakan dengan hepatitis melalui tes faal hati yang normal,
tidak terdapatya empedu dalam urin, dan fraksi dominan bilirubin indirek
yang dominan. Hemolisis dibedakan dengan tidak terdapatnya anemia atau
retikulositosis. Histology hati normal namun biopsy hati tidak diperlukan
untuk diagnosis.
c. Sindrom Crigrer – Najjar
Penyakit yang diturunkan dan jarang ini disebabkan oleh adanya
kekurangan glukuro-niltransferase.
d. Hiperbilirubinemia shunt primer
Merupakan keadaan yang jarang, bersifat jinak dan familial dengan
produksi yang berlebihan early labeled bilirubin.
2. Hiperbilirubinemia direk
Hiperbilirubinemia direk dapat disebabkan oleh factor :
a. Hiperbilirubinemia direk non kolestasis
Penyebab :
- Sindrom Dubin – Johnson
Merupakan penyakit autosom resesif yang ditandai dengan ikterus yang
ringan dan tanpa keluhan. Kerusakan dasar terjadinya gangguan ekkresi
berbagai anion organic seperti bilirubin namun ekskresi garam empedu tidak
terganggu. Bebeda dengan sindrom Gilbert, hiperbilirubinemia yang terjadi
adalah bilirubin direk dan empedu yang terdapat di urin. Nilai
aminotransferase dan fosfatase akali rendah.
- Sindrom Rotor
Penyakit yang jarang ini menyerupai sindrom Dubin Johnson tetapi hepar
tidak mengalami pigmentasi dan perbedaan metabolic yang nyata yang lain
ditemukan.
b. Hiperbilirubinemia direk kolestasis
Penyebab :
a. Kolestasis Intrahepatik
Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik yaitu hepatitis, keracunan
obat, penyakit hati karena alcohol, penyakit hepatitis autoimun. Penyebab
yang kurang sering yaitu sirosis hati bilier primer, kolestasis pada
kehamilan, karsinoma metastatik.
Virus hepatitis, alkohol, keracunan obat dan kelainan autoimun merupakan
penyebab yang tersering. Peradangan intrahepatik mengganggu transport
bilirubin konjugasi
dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan
penyakit self limited yang dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang
timbul secara akut. Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan ikterus
pada tahap akut, tetapi bisa berjalan kronik sehingga bisa menyebabkan
sirosis hati. Tidak jarang penyakit hati menahun juga disertai gejala kuning,
sehingga kadang-kadang didiagnosis salah sebagai penyakit hepatitis akut.
Alkohol bisa mempengaruhi pengambilan empedu dan sekresinya dan
menyebabkan kolestasis. Pemakaian alcohol secara terus-menerus dapat
menyebabkan perlemakan (steatosis), hepatitis dan sirosis, dengan berbagai
tingkat ikterus. Perlemakan hati merupakan penemuan yang sering, biasanya
dengan manifestasi yang ringan tanpa ikterus tetapi kadang-kadang dapat
menjurus ke sirosis. Hepatitis karena alkohol biasanya memberikan gejala
ikterus sering timbul akut dengan keluhan dan gejala yang lebih berat. Jika
ada nekrosis sel hati ditandai dengan peningkatan transaminase yang tinggi.
Dua penyakit autoimun yang berpengaruh pada system bilier tanpa terlalu
menyebabkan reaksi hepatitis yaitu sirosis bilier primer dan kolangitis
sklerosing. Sirosis bilier primer merupakan penyakit hati bersifat progresif
dan terutama mengenai perempuan paruh baya. Gejalanya yang mencolok
adalah rasa lelah dan gatal sedangkan kuning timbul kemudian. Kolangitis
sclerosing primer sering ditemukan pada laki-laki sekitar 70% menderita
penyakit peradangan usus. 1
b. Kolestatik Ekstrahepatik
Penyebab paling sering pada kolestatis ekstrahepatik adalah batu duktus
koledokus atau kanker pancreas. Penyebab lainnya yang jarang adalah
striktur jinak (operasi terdahulu) pada duktus koledokus, Ca duktus
koledokus, pakreatitis atau pseudocyst pancreas dan kolangitis sklerosing.
Efek patofisiologi mencerminkan efek backup konstituen empedu ( yang
terpenting bilirubin, garam empedu, dan lipid) ke dalam sirkulasi sistemik
dan kegagalannya untuk masuk usus halus untuk ekskresi. Retensi bilirubin
menghasilkan campuran hiperbilirubinemia dengan kelebihan bilirubin
konjugasi masuk ke dalam urin. Tinja sering berwarna pucat karena lebih
sedikit yang bisa mencapai saluran cerna usus halus. Peningkatan garam
empedu ke dalam sirkulasi selalu diperkirakan sebagai penyebab keluhan
gatal (priritus). Garam empedu dibutuhkan untuk penyerapan lemak dan vit
K, gangguan ekskresi garam empedu dapat berakibat steatorea dan
hipoprotombinemia. Pada kolestasis yang berlangsung lama gangguan
penyerapan Ca dan vitamin D dan vitamin yang larut lemak dapat terjadi
dan dapat menyebabkan osteoporosis dan osteomalasia. Retensi kolesterol
dan fosfolipid mengakibatkan hiperlipidemia.1
D. Manifestasi Klinis
Gejala awal terjadi perubahan warna urin yang menjadi lebih kuning,
gelap dan tinja pucat dan gatal yang menyeluruh adalah tanda klinis adanya
kolestasis. Kolestasis kronis bisa menimbulkan pigmentasi kulit kehitaman,
ekskoriasi karena pruitus, perdarahan diathesis, sakit tulang, endapan lemak
dikulit (xantelasma atau xantoma). Keluhan sakit perut, gejala sistemik
(anoreksia, muntah, demam ) mencerminkan penyebab penyakit dasarnya dari
pada kolestasisnya dan karenanya dapat memberikan petunjuk etiologinya.1
E. Diagnosis
Kolestasis ekstrahepatik dapat diduga dengan adanya keluhan sakit bilier
atau kandung empedu yang teraba. Jika sumbatan karena keganasan pancreas
(kaput) sering timbul kuning yang tidak disertai gejala keluhan sakit perut.
Kadang-kadang bila bilirubin telah mencapai konsentrasi yang lebih tinggi sering
warna sclera memberikan warna kehijauan pada kolestasis ekstrahepatik dan
kekuningan pada kolestasis intrahepatik. 1
F. Pemeriksaan Penunjang
Tes laboratorium
Kelainan laboratorium yang khas adalah peninggian nilai fosfatase alkali,
yang terutama diakibatkan peningkatan sintesa daripada gangguan
ekskresi, namun tetap belum bisa menjelaskan penyebabnya. Nilai
bilirubin juga menentukan beratnya bukan penyebab kolestasisnya. Nilai
aminotransferase bergantung terutama pada penyakit dasarnya, namun
sering kali meningkat tidak tinggi. Jika peningkatan tinggi sangat mungkin
karena proses hepatoseluler, namun kadang-kadang terjadi juga pada
kolestasis ekstrahepatik, terutama pada sumabatan akut yang diakibatkan
oleh adanya batu di duktus koledokus. Peningkatan amylase serum
menunjukkan sumbatan ekstrahepatik.1
Pencitraan
Pemeriksaan CT, sonografi dan MRI memperlihatkan adanya pelebaran
saluran bilier yang menunjukkan adanya sumbatan mekanik. ERCP
(endoscopic retrograde chlangio pancreatography untuk melihat saluran
bilier dan menentukan sebab sumbatan ekstrahepatik. PTC (percutaneous
transhepatik cholangiography.
Biopsi Hati
Umumnya biopsy aman pada kasus dengan kolestasis namun berbahaya
pada keadaan obstruksi ekstrahepatik yang berkepanjangan, karenanya
harus disingkirkan dahulu dengan pemeriksaan pencitraan sebelum biopsy
dilakukan. 1
HEPATITIS VIRUS AKUT
A. Pengertian
Hepatitis virus akut adalah infeksi sistemik yang dominan menyerang hati.
Hampir semua kasus hepatitis virus akut disebabkan oleh salah satu dari lima jenis
virus yaitu: Virus Hepatitis A, virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV),
virus hepatitis D (HDV), virus hepatitis E (HEV). Semua jenis hepatitis virus
yang menyerang manusia merupakan virus RNA kecuali virus hepatitis B, yang
merupakan virus DNA.2
B. Etiologi
Secara umum agen penyebab hepatitis virus dapat diklasifikasikan ke dalam
dua grup yaitu hepatitis dengan transmisi secara enteric dan transmisi melalui
darah.
Transmisi Secara Enterik
Terdiri atas virus hepatitis A (HAV) dan virus hepatitis E (HEV)
 Virus tanpa selubung
 Tahan terhadap cairan empedu
 Ditemukan di tinja
 Tidak dihubungkan dengan penyakit hati kronik 2
Virus Hepatitis A (HAV)
 Digolongkan dalam picornavirus, subklasifikasi sebagai hepatovirus
 Diameter 27-28 nm dengan bentuk kubus simetrik
 Untai tunggal
 Pada manusia terdiri atas satu serotip, tiga atau lebih genotip
 Replikasi di sitoplasma hepatosit yang terinfeksi, tidak terdapat bukti yang
nyata adanya replikasi di usus 2
Virus Hepatitis E (HEV)
 Diameter 27-34 nm
 Pada manusia hanya terdiri atas satu serotip, empat sampai lima genotip
utama
 Replikasi hanya terjadi pada hepatosit 2
Transmisi Melalui Darah
Terdiri atas virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis D (HDV) dan virus
hepatitis C (HCV)
 Virus dengan selubung
 Rusak bila terpajan dengan cairan empedu/detergen
 Tidak terdapat di dalam tinja
 Dihubungkan dengan penyakit hati kronik
 Dihubungkan dengan viremia yang persisten 2
Virus Hepatitis B (HBV)
 Virus DNA hepatotropik, Hepadnaviridae
 Terdiri atas 6 genotip (A sampai H), terkait dengan derajat beratnya dan
respon terhadap terapi
 42 nm partikel sferis dengan inti nukleokapsid dan selubung lipoprotein
 Inti HBV mengandung: protein polymerase DNA dengan aktivitas reverse
transcriptase, antigen hepatitis B core (HBcAg) merupakan protein
structural, antigen hepatitis B e (HBeAg) protein non structural yang
berkorelasi secara tidak sempurna dengan replikasi aktif HBV
 Selubung lipoprotein HBV mengandung: antigen permukaan hepatitis B
(HBsAg) dengan tiga selubung protein: utama, besar, dan menengah
 Lipid minor dan komponen karbohidrat
 HBsAg dalam bentuk partikel non infeksius dengan bentuk sferis
 Hati merupakan tempat utama replikasi disamping tempat lainnya 2
Virus Hepatitis D (HDV)
 Virus RNA tidak lengkap, memerlukan bantuan dari HBV untuk
ekspresinya, patogenisitas tapi tidak untuk replikasi
 Partikel sferis 35-27 nm, diselubungi oleh lapisan lipoprotein HBV
(HBsAG) 19 nm struktur mirip inti
 RNA HDV merupakan untai tunggal
 Replikasi hanya pada hepatosit 2
Virus Hepatitis C (HCV)
 Selubung glikoprotein, virus RNA untai tunggal
 Termasuk klasifikasi flaviviridae, genus hepacivirus2
G. Epidemiologi dan Faktor resiko
Virus Hepatitis A (HAV)
 Masa inkubasi 15-50 hari (rata-rata 30 hari)
 Distribusi di seluruh dunia, endemisitas tinggi di Negara berkembang
 HAV diekskresikan di tinja oleh orang yang terinfeksi selama 1-2 minggu
sebelum dan 1 minggu setelah awitan penyakit
 Viremia muncul singkat (tidak lebih dari 3 minggu), kadang-kadang sampai
90 hari pada infeksi yang membandel atau infeksi yang kambuh
 Ekskresi feses yang memanjang (bulanan) dilaporkan pada neonates yang
terinfeksi
 Transmisi enteric fekal oral predominan diantara anggota keluarga, kejadian
luar biasa dihubungkan dengan sumber umum yang digunakan bersama,
makanan yang terkontaminasi dan air
 Faktor resiko lain, melalui paparan pada: Pusat perawatan sehari untuk bayi
atau anak balita, institusi, berpergian ke Negara berkembang, perilaku seks
oral-anal, pemakaian bersama pada IVDU (intra vena drug user)
 Transmisi melaui transfusi darah sangat jarang 2
Virus Hepatitis E (HEV)
 Masa inkubasi rata-rata 40 hari
 HEV RNA terdapat di dalam serum dan tinja selama fase akut
 Penyakit epidemic dengan penularan melaui air
 Di Negara maju sering berasal dari orang yang kembali pulang setelah
melakukan perjalanan atau imigran baru dari daerah endemik
 Zoonosis: babi dan bianatang lain 2
Virus Hepatitis B (HBV)
 Masa inkubasi 15-180 hari (rata-rata 60-90 hari)
 Viremia berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi
akut
 Sebanyak 1-5% dewasa, 90% neonates dan 50% bayi akan berkembang
menjadi hepatitis kronik dan viremia yang peristen
 Infeksi persisten dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis atau kanker
hati
 HBV ditemukan di darah. Semen, secret servikovaginal, saliva dan cairan
tubuh lain
 Cara transmisi: Melaui darah (penerima produk darah, IVDU, pasien
hemodialisis, pekerja kesehatan, pekerja yang terpapar darah), transmisi
seksual, penetrasi jaringan (perkutan) atau permukosa ( tertusuk karum,
penggunaan ulang peralatan medis yang terkontaminasi, pengguna bersama
pisau cukur dan silet, tato, akupunktur, tindik, pengguna sikat gigi bersama
 Transmisi maternal-neonatal
 Tak adanya bukti penyebaran fekal-oral
Hepatitis Virus D (HDV)
 Masa inkubasi diperkirakan 4-7 minggu
 Viremia singkat (infeksi akut) atau memnajang (kronik)
 Infeksi HDV hanya terjadi pada individu dengan resiko infeksi HBV
(koinfeksi atau superinfeksi): IVDU, homoseksual/biseksual, resipien
donor darah, pasangan seksual.
 Cara penularan: Melaui darah, transmisi seksual, penyebaran maternalneonatal 2
Hepatitis Virus C (HCV)
 Masa inkubasi 15-160 hari (puncaknya sekitar 50 hari)
 Viremia yang berkepanjangan dan infeksi yang persisten umum dijumpai
(55-85%)
 Infeksi yang menetap dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis, kanker
hati
 Cara transmisi: darah (IVDU, penetrasi jaringan, resipien produk darah),
transmisi seksual, maternal-neonatal, tak terbukti adanya transmisi fekaloral 2
C. Patofisiologi
 Sistem imun yang bertanggung jawab untuk terjadinya kerusakan sel hati :
Melibatkan respon CD8 dan CD4 sel T, produk sitokin di hati dan sistemik
 Efek sitopatik langsung dari virus. Pada pasien imunosupresi dengan
replikasi tinggi, akan tetapi tidak ada bukti langsung2,5
D. Gambaran Klinis
 Spektrum penyakit mulai dari yang asimptomatik, infeksi yang tidak nyata
sampai kondisi yang fatal sehingga terjadi gagal hati akut
 Sindrom klinis yang mirip pada semua virus penyebab mulai dari gejala
prodromal yang non spesifik dan gejala GI track seperti malaise, anoreksia,
mual dan muntah. Gejala flu, faringitis, batuk coryza, fotofobia, sakit kepala
dan mialgia.
 Awitan gejala muncul cenderung mendadak pada HAV dan HEV
 Demam jarang ditemukan kecuali pada infeksi HAV
 Immune complex mediated, serum sickness like syndrome dapat ditemukan
pada kurang dari 10% pasien dengan infeksi HBV
 Gejala prodromal menghilang pada saat timbul kuning kecuali anoreksia,
malaise.
 Ikterus didahului dengan muncul urin berwarna gelap, pruritus (biasanya
ringan dan sementara) dapat timbul ketika ikterus meningkat.
 Pemeriksaan fisik menunjukkan pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada
hati.
 Splenomegali ringan dan limfadenopati pada 15-20% pasien 2
Stadium praikterik berlangsung selama 4-7 hari. Pasien mengeluhkan sakit
kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah, demam, nyeri pada otot, dan nyeri
diperut kanan atas. Urin menjadi lebih coklat.
Stadium ikterik yang berlangsung selama 3-6 minggu. Ikterus mula-mula
terlihat pada sclera kemudian pada kulit diseluruh tubuh. Keluhan berkurang
tetapi pasien masih lemah, anoreksia, dan muntah. Tinja mungkin berwarna
kelabu atau kuning muda. Hati membesar dan nyeri tekan.
Stadium pasca ikterik (rekonvalesens) ikterus mereda dan warna urin dan tinja
menjadi normal lagi2,6
E. Diagnosis
Diagnosis Banding
 Penyakit hati karena obat atau toksin
 Hepatitis iskemik
 Hepatitis autoimun
 Hepatitis alkoholik
 Obstruksi akut traktus biliaris
Diagnosis Serologis
Sesuai dengan jenis hepatitis virus, pada tinjauan pustaka ini lebih dititik
beratkan pada HBV.
Diagnosis serologis telah tersedia dengan mendeteksi keberadaan dari IgM
antibody terhadap antigen core hepatitis (IgM anti HBc dan HBsAg)
 Keduanya ada saat gejala muncul
 HBsAg mendahului IgM anti HBc
 HBsAg merupakan petanda yang pertam kali diperiksa secara rutin
 HBsAg dapat menghilang biasanya dalam beberapa minggu sampai bulan
setelah kemunculannya, sebelum hilangnya IgM anti HBc
HBeAg dan HBV DNA
 HBV DNA diserum merupakan petanda yang pertama muncul akan tetapi
tidak rutin diperiksa.
 HBeAg biasanya terdeteksi setelah kemunculan HBsAg
 Kedua pertanda tersebut menghilang dalam beberapa minggua atau bulan
pada infeksi yang sembuh sendiri. Selanjutnya akan muncul anti HBs dan
anti HBe menetap
 Tidak diperlukan untuk diagnosis rutin
Ig G anti HBc
 Menggantikan IgM anti HBc pada infeksi yang sembuh
 Membedakan infeksi lampau atau infeksi yang betlanjut
 Tidak muncul pada pemberian vaksin HBV
Antibodi terhadap HBsAg (anti HBs)
 Antibodi terakhir yang muncul
 Merupakan antibody penetral
 Mengindikasikan kesembuhan dan kekebalan terhadap reinfeksi
 Dimunculkan dengan vaksinasi HBV 2
Tabel 1: diagnosis Laboratorium Hepatitis B akut 3
Level
HBsAg, anti HBc(IgM), anti HBs, ALT, bilirubin
1
Level
HBsAg, anti HBs,ALT
2
Level
3
HBsAg, ALT
F. Pengobatan
 Rawat jalan, kecuali pasien dengan mual dan anoreksia yang berat yang
akan menyebabkan dehidrasi
 Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat (tidak ada
rekomendasi diet khusus, makan pagi dengan porsi yang cukup besar
merupakan makanan yang paling baik ditoleransi, menghindari konsumsi
alcohol selama fase akut). Diberikan makanan yang cukup kalori (30-35
mg/kgBB) dengan protein cukup (1 g/kgBB). Dapat diberikan diet hati IIIII.
 Aktivitas fisik yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari
 Pembatasan aktivitas sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan dan
malaise
 Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk hepatitis A,E dan D. Pemberian
interferon alfa pada hepatitis C akut dapat menurunkan resiko kejadian
infeksi kronik. Peran lamivudin atau adenofir pada hepatitis B akut masih
belum jelas. Kortikosteroid tidak bermanfaat
 Obat-obat yang tidak perlu harus dihentikan2,4
Umumnya pengobatan hepatitis B dibedakan antara pasien dengan HBeAg
positif dengan pasien dengan HBeAg negatif karena berbeda dalam respon
terhadap terapi dan manajemen pasien. Pengobatan antivirus hanya diindikasikan
pada kasus-kasus dengan peningkatan ALT. Interferon mempunyai efek antivirus,
antiproliferasi dan immunomodulator. Cara kerja interferon dalam pengobatan
hepatitis belum diketahui dengan pasti. Pada pasien dengan HBeAg positif,
pemberian IFN-
3 juta unit, 3 kali seminggu selama 6-12 bulan dapat member
keberhasilan terapi (hilangnya HBeAg yang menetap) pada 30 – 40 % pasien.
Pasien dengan HBeAg negatif, respon terapi dengan melihat perubahan HBeAg
tidak bisa digunakan. Untuk pasien dalam kelompok ini, respon terapi ditandai
dengan tidak terdeteksinya DNA-VHB (dengan metode non-amplifikasi) dan
normalisasi ALT yang menetap setelah terapi dihentikan. Respon menetap dapat
dicapai pada 15 – 25% pasien. Penggunaan interferon juga dapat menghilangkan
HBsAg pada 7.8% pada pasien dengan HBeAg positif dan 2 – 8% pada pasien
dengan HBeAg negatif. Hilangnya HBsAg tidak tercapai pada penggunaan
lamivudin. Penggunaan pegylated-interferon alfa 2a selama 48 minggu pada
pasien hepatitis B kronik dengan HBe-Ag negatif setelah 24 minggu follow-up 59
% pasien menunjukkan transaminase normal dan 43 % dengan DNA VHB yang
rendah (< 20.000 copy/mL) dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan
lamivudine saja (44 % dengan transaminase normal dan 29 % dengan DNA VHB
rendah).
Lamivudin lebih kurang menimbulkan efek samping dibandingkan dengan
inteferon dan dapat digunakan per oral sehingga lebih praktis untuk pasien.
Lamivudin digunakan dengan dosis 100 mg per hari, minimal selama 1 tahun.
Kebehasilan terapi dengan menghilangnya HBeAg dicapai 16-18% pasien. Angka
keberhasilan terapi dapat lebih besar bila jangka waktu pengobatan ditambahkan
namun bersamaan dengan itu, timbulnya VHB mutan juga menjadi lebih besar
yang dapat menghambat keberhasilan terapi. Studi jangka panjang penggunaan
lamivudin menunjukkan obat ini dapat menurunkan angka kejadian komplikasi
akibat hepatitis kronik berat atau sirosis.7
BAB III
ANALISIS KASUS
Dilaporkan
seorang
pasien
dengan
identitas,
nama
An.
I/15
tahun/Pelajar/Islam/Rt 16 Kel Eka Jaya Talang Bakung/09 Juli 2012. Dengan
keluhan utama mata kuning sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Dari
anamnesa keluhan utama ini pasien datang dengan ikterik. Ikterus adalah
perubahan warna kulit, sclera mata atau jaringan lainnya (membrane mukosa)
yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat
konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Ikterus yang ringan dapat dilihat paling
awal pada sclera mata, dan kalau ini terjadi konsentrasi bilirubin sudah berkisar
antara 2-2,5 mg/dl (34-43 umol/L).
Ikterus ini dapat terjadi karena pembentukan bilirubin. 70-80% berasal dari
pemecahan sel darah merah yang matang. Sedangkan sisanya 20-30% datang dari
protein heme lainnya yang berada terutama di dalam sumsum tulang dan hati.
Sebagian dari protein heme dipecah menjadi besi dan produk antara biliverdin
dengan perantara enzim hemoksigenase. Enzim lain, biliverdin reduktase
mengubah biliverdin menjadi bilirubin. Bilirubin tidak larut di dalam air,
karenanya bilirubin tak terkonjugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan
albumin dan tidak dapat melalui membrane glomerulus, karenanya tidak muncul
dalam air seni. Kemudian terjadi proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi
oleh hati. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi
dengan asam glukuronik membentuk bilirubin diglukuronida atau bilirubin
konjugasi/bilirubin direk. Reaksi ini dikatalisasi oleh enzim mikrosomal
glukoronil-transferase menghasilkan bilirubin yang larut air. Bilirubin konjugasi
dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama bahan lainnya. Di dalam usus flora
bakteri mendekonjugasi dan mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan
mengeluarkannya sebahagian besar kedalam tinja yang member warna coklat.
Sebahagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah
kecil mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan
diglukuronida tetapi tidak bilirubin unkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air
seni yang gelap yang khas pada gangguan hepatoselular atau kolestasis
intrahepatik.
Pada pasien ini dilakukan anamnesa lebih lanjut di dapatkan bahwa pasien ini
mengalami gejala prodromal sebelum terjadinya ikterik yaitu demam, nafsu
makan menurun, mual dan muntah (+). Badan pasien lemas, mudah lelah. Hal ini
sesuai dengan literature bahwa terdapat fase praikterik.
Dari Pemeriksaaan fisik didapatkan sklera ikterik. Pemeriksaan penunjang
darah rutin dalam batas normal, BAK berwarna kuning. Hal ini sesuai dengan
literature mengenai hepatitis.
Setelah dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik dapat disimpulkan bahwa
pasien ini mengalami ikterik et causa hepatitis viral akut et causa hepatitis A.
Semua gejala klinis pada hepatitis virus akut sama untuk tiap jenis virus A karena
literature di katakan bahwa pada hepatitis A; demam yang sering terjadi pada
HAV, dan transmisi secara enterik fekal oral lebih predominan, pada pasien ini
mengingat riwayat penyakit keluarga (+) hepatitis, maka riwayat penggunaan
secara bersama alat-alat makan, makanan yang terkontaminasi dan air.
Pasien ini direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan HBsAg merupakan
petanda yang pertam kali diperiksa secara rutin. Dan hasilnya adalah HBsAg (-)
dan anti HbsAg juga (-). Kemudian pasien ini direncanakan diperiksa bilirubin
total, bilirubin direk, bilirubin indirek, SGOT, SGPT dan hasilnya terjadi kenaikan
dari nilai normal. Secara literature kelainan laboratorium yang khas adalah
peninggian nilai fosfatase alkali, yang terutama diakibatkan peningkatan sintesa
daripada gangguan ekskresi, namun tetap belum bisa menjelaskan penyebabnya.
Nilai bilirubin juga menentukan beratnya bukan penyebab kolestasisnya. Nilai
aminotransferase bergantung terutama pada penyakit dasarnya, namun sering kali
meningkat tidak tinggi. Jika peningkatan tinggi sangat mungkin karena proses
hepatoseluler, namun kadang-kadang terjadi juga pada kolestasis ekstrahepatik,
terutama pada sumbatan akut yang diakibatkan oleh adanya batu di duktus
koledokus. Pada kasus ini setelah diperiksa terdapat peningkatan dari nilai
bilirubin total, bilirubin direk, SGOT, SGPT dan hal ini mengarah kepada
kelainan di intrahepatik.
Adapun tatalaksana yang diberikan pada pasien ini yaitu Bed Rest karena
sesuai literature bahwa aktivitas fisik yang berlebihan dan berkepanjangan harus
dihindari. Diberikan infuse dekstrosa 5% 20 tetes karena pasien ini terdapat mual,
muntah dan tidak nafsu makan. Curcuma merupakan hepatoprotektor diberikan
3x1 tablet. Paracetamol untuk demam diberikan 3x1 tablet dan omeprazole untuk
mual dan muntah nya diberikan 1x1 tablet. Selain itu juga diberikan diet hati
berupa makanan yang cukup kalori (30-35 mg/kgBB) dengan protein cukup (1
g/kgBB).
Adapun prognosis pada pasien ini yaitu dubia ad bonam karena virus hepatitis
A bersifat self limited yang dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul
secara akut. Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan ikterus pada tahap
akut, tetapi bisa berjalan kronik sehingga bisa menyebabkan sirosis hati.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sulaiman A. Pendekatan Klinis Pada Pasien Ikterus. Buku Ajar ilmu Penyakit
Dalam Jilid 1 Edisi4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006. 420-423
2.
Sanityoso A. Hepatitis Virus Akut. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam Jilid 1
Edisi4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2006. 427-432
3.
Kaplan Lee M. Harrison. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit dalam volume 1.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1999. Hal 263-69
4.
Hadi Sujono. Gastroenterologi. Penerbit PT.Alumni. Bandung. 2002. Hal
429-449
5.
World Gastroenterologi Organization Department of Communicable Disease
Surveillance and Response. Hepatitis A. Diakses 15 Juli 2012. Diunduh dari
http:// www. http://www.who.int/emc
6.
Kapita selekta Kedokteran. Jilid II. Penerbit Buku Kedokteran EGC.2005.
513-515
7.
Gani AR. Pengobatan Terkini Hepatitis Kronik B dan C. Diakses 12 Juli
2012. Diunduh dari http:// www. Pdpersi.co.id
Download