makalah ta - Digilib ITS

advertisement
PENALAAN PARAMETER KONTROL PID DENGAN METODE HEURISTIC,
APLIKASI : SISTEM PENGENDALIAN KECEPATAN MOTOR DC.
Oleh,
Ranti Permata Sari
2405100052
(Aulia Siti aisyah dan Ya’umar)
Jurusan Teknik Fisika ITS Surabaya
Kampus ITS Keputih Sukolilo Surabaya 60111
Email : [email protected]
ABSTRAK
Pada pabrik semen, material untuk produksi semen akan di bawa oleh belt conveyor, sehingga
mengakibatkan kecepatan motor DC penggerak belt tidak stabil. Perlu dilakukan perancangan penalaan
parameter kendali kecepatan motor DC dengan pengendalian PID. Saat ini penalaan parameter kendali
banyak yang menggunakan metode trial & error, dengan memilih tiga koefisien pengendali PID
(Kp,Ti,Td ). Tetapi perancangan pengendali dengan metode trial dan error tidak dapat membuat
penalaan parameter kendali yang robust atau kokoh. Pada penelitian penalaan koefisien Kp, Ti dan Td
dengan metode Heuristik. Kondisi robust diperoleh saat nilai Kp = 1, Ti = 0.2 dan Td = 0.1.Hasil dari
parameter kendali yang dirancang masih memiliki maxsimum overshoot yang tinggi yaitu : 67.14 %,
settling time mencapai 3250 detik dan error steady state 3.71 %.
Kata kunci : Kecepatan, motor DC, metode kendali penalaan , Heuristik.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam
perindustrian
semen
sekarang
sangatlah
pesat,
banyak
masyarakat yang memerlukan bahan baku
semen. Oleh karena itu untuk perusahaan
semen sendiri harus bisa mencapai jumlah
produksi semen yang banyak, cukup untuk
kebutuhan masyarakat. Maka diperlukan
sistem pengendalian yang baik atau robust
untuk mengendalikan kecepatan motor DC
yang berperan penting dalam proses
produksi.
Selama
ini
kenyataannya
kecepatan motor DC yang berguna sebagai
penggerak belt conveyor tidak berjalan
dengan stabil. Ini dikarenakan pada saat
material yaitu : clinker 80%, trash 17% dan
gypsum 3% berada di atas belt
mengakibatkan kecepatan belt menjadi tidak
stabil. Karena material yang turun bisa
mencapai 60 ton per jam, sehingga motor
DC sebagai penggerak harus bisa berputar
sesuai dengan kecepatan yang diharapkan
agar belt tidak bergerak menjadi semakin
lambat atau semakin cepat (tidak konstan).
Sehingga diperlukan suatu perancangan
sistem pengendalian kecepatan motor DC
agar berjalan sesuai dengan kecepatan yang
diharapkan. Motor DC adalah motor yang
memerlukan suplai tegangan searah pada
kumparan jangkar dan kumparan medan
untuk diubah menjadi energi mekanik. Agar
sistem pengendalian kecepatan motor DC
lebih baik maka diperlukan kontroler yang
dapat mengendalikan sistem tersebut.
Dapat
mengatasi
gangguangangguan yang akan terjadi baik dari motor
DC maupun gangguan dari luar yaitu berat
material yang berlebihan dari kapasitas
yang ditentukan. Selama ini kondisi di real
plant kontroler yang digunakan tidak dapat
mengendalikan dengan baik. Kenyataannya
kontrol PID yang digunakan adalah dengan
menggunakan trial and error, padahal
dengan menggunakan metode ini sistem
pengendalian yang akan dirancang tidak
robust atau kokoh. Sehingga dibutuhkan
penalaan parameter kontrol PID yang lebih
baik, misalnya dengan menggunakan
metode Heuristik. Metode Heuristik ini
menentukan
parameter-parameter
pangendalian yang kita rancang dengan
memasukkan parameter P terlebih dahulu
baru ditambahkan parameter I dan terakhir
parameter D.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan pada tugas akhir ini adalah,
bagaimana merancang parameter kontrol
PID dengan menggunakan metode Heuristik
untuk mengendalikan kecepatan motor DC.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam tugas akhir ini
adalah :
1. Motor yang akan dikendalikan adalah
motor dc yang berfungsi sebagai
penggerak belt.
2. Bagaimana
merancang
simulasi
penalaan parameter kontrol PID dengan
metode
Heuristik
pada
sistem
pengendalian kecepatan motor DC.
1.4 Tujuan
Tujuan dari tugas akhir ini adalah akan
dilakukan penalaan parameter kontrol PID
dengan metode Heuristik pada sistem
pengendalian kecepatan motor DC.
1.5 Metodologi Penelitian
Dalam perancangan ini, langkah-langkah
yang dilakukan untuk mencapai tujuan
penelitian adalah sebagai berikut :
• Studi literatur
Mempelajari tentang motor DC dan
pengendalian PID.
• Pengambilan data
Data yang digunakan untuk merancang
sistem pengendalian kecepatan motor
DC antara lain parameter sistem,
variabel yang dikendalikan dan variabel
yang dimanipulasi..
• Perancangan sistem pengendalian
Merancang
sistem
pengendalian
kecepatan motor DC berbasiskan
pengendalian PID dengan metode
Heuristik.
• Pembuatan simulasi
Dari hasil perancangan sistem dilakukan
simulasi untuk melihat hasil respon dari
pengendalian tersebut.
• Analisa hasil pengujian
Pengujian terhadap sistem pengendalian
kecepatan motor DC yang dirancang
dengan metode Heuristik.
1.6 Sistematika Laporan
Untuk memudahkan pembacaan dan
pemahaman terhadap laporan tugas akhir ini,
maka diberikan sistematika penulisan laporan
tugas akhir sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Pada bab ini terdiri dari latar belakang,
permasalahan, batasan masalah, tujuan
dan manfaat, metodologi penelitian, dan
sistematika laporan.
BAB II Teori Penunjang
Pada bab ini akan diuraikan mengenai
teori-teori yang berkaitan dengan
penelitian yang akan dilakukan, seperti
model matematika dari seluruh plant dan
sistem pengendalian PID..
BAB III Metodologi Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan tahapan
metode
perancangan
sistem
pengendalian kecepatan motor DC
menggunakan PID.
BAB IV Analisa Data dan Pembahasan
Pada bab ini berisi tentang data hasil
penelitian dari simulasi pengendalian
kecepatan motor DC menggunakan PID
dan analisa dari performansi sistem
pengendalian menggunakan PID.
BAB V Kesimpulan
Pada bab ini berisi kesimpulan tentang
tugas akhir yang telah dilakukan
berdasarkan data-data yang didapat,
serta diberikan saran sebagai penunjang
maupun pengembangan tugas akhir ini
untuk masa yang akan datang.
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
2.1 Motor DC
Merupakan suatu mesin listrik berfungsi
sebagai motor listrik apabila terjadi proses
konversi energi listrik menjadi energi mekanik
di dalamnya. Motor DC adalah motor yang
memerlukan suplai tegangan searah pada
kumparan jangkar dan kumparan medan untuk
diubah menjadi energi mekanik. Berdasarkan
karakteristiknya, motor arus searah ini
mempunyai daerah pengaturan putaran yang luas
dibandingkan dengan motor arus bolak-balik,
sehingga sampai sekarang masih banyak
digunakan pada pabrik-pabrik yang mesin
produksinya memerlukan pengaturan putaran
yang luas.
Gambar 2.1 Hubungan antara daya
dengan torsi/kecepatan. [7]
Dari grafik 2.1 terlihat bahwa torsi berbanding
terbalik dengan kecepatan putaran, dengan kata
lain terdapat tradeoff antara besar torsi yang
dihasilkan motor dengan kecepatan putaran
motor. Dua karakteristik penting terlihat dari
grafik yaitu:
a. Stall torque, menunjukkan titik pada grafik
dimana torsi
maksimum ,tetapi tidak ada putaran pada
motor.
b. No load speed,,menunjukkan titik pada grafik
dimana
terjadi
kecepatan
putaran
maksimum,tetapi tidak ada beban pada
motor.[7]
Motor DC konvensional mempunyai sikat dan
komutator mekanik. Menurut pembentukan
jangkarnya, motor DC dengan magnet permanen
dapat dibagi menjadi tiga jenis perancangan
jangkar, yaitu : motor inti besi, motor dengan
belitan permukaan dan motor kumparan
bergerak.
a. Motor DC magnet permanen dengan inti besi
Bahan magnet permanen dapat berupa
barium-ferrite, alcino, atau senyawa. Fluks
magnetik yang dihasilkan magnet melewati
suatu struktur rotor yang mengandung slot.
Konduktor jangkar diletakkan pada slot rotor.
Jenis motor DC ini dikarakterisasi oleh inersia
rotor yang relative tinggi (karena bagian rotasi
mengandung kumparan jangkar), induktansi
jangkar, biaya rendah.[3]
b. Motor DC dengan belitan permukaan
Konduktor
jangkar
diikat
ke
permukaan struktur rotor silindris yang terbuat
dari piringan lapisan tipis yang diletakkan ke
batang motor. Karena tidak terdapat slot yang
digunakan pada rotor pada perancangan ini,
jangkar tidak mempunyai efek cogging. Karena
konduktor dirancang pada pemisah udara antara
rotor dan medan megnet permanen, jenis motor
ini mempunyai induktansi yang lebih rendah
daripada induktansi pasa struktur inti besi. [3]
c. Motor DC tanpa sikat
Motor DC tanpa sikat berbeda dari motor DC
yang lain, dimana motor tersebut menggunakan
komunitasi listrik (bukan mekanik) arus jangkar.
Konfigurasi motor DC tanpa sikat umum
digunakan terutama untuk aplikasi gerak
increment merupakan motor yang rotornya
mengandung magnet dan tambahan back iron,
dan kumparan komunitasinya diletakkan di luar
bagian rotasi. Motor DC tanpa sikat dapat
digunakan ketika suatu momen inersia yang
rendah diperlukan, seperti penggerak poros pada
penggerak piringan performansi tinggi yang
digunakan.[3]
d. Motor DC kumparan bergerak
Motor dengan kumparan bergerak
dirancang dengan mempunyai momen inersia
yang sangat kecil dan induktansi jangkar yang
sangat kecil. Hal ini dapat dicapai dengan
meletakkan konduktor jangkar pada pemisah
udara antara lintasan balik fluks stasioner dan
struktur magnet permanen. Struktur konduktor
dilengkapi oleh bahan yang bersifat megnetik
(biasanya kaca fiber) untuk membentuk silinder
cekung. Satu ujung silinder membentuk suatu
pusat yang disambungkan ke batang motor.
Pada pengendalian motor DC ini
menggunakan motor DC berpenguat terpisah,
yang diterapkan pada ujung jangkar dengan
bentuk tegangan terpasang (t) sesuai gambar
2.6 di bawah ini.
Tegangan pada terminal jangkar motor diberikan
oleh persamaan:
ea = K ae
...(2.4)
Pada loop jangkar berlaku Hukum Kirchoff
Tegangan :
= ...(2.5)
di a ( t )
R
1
1
=
e a (t ) − a i a (t ) −
e b (t )
dt
La
La
La
dimana,
R a = tahanan jangkar ( Ω )
Gambar 2.2 Rangkaian motor DC berpenguat
terpisah.[3]
Karena motor DC sering digunakan pada sistem
kendali,untuk tujuan analistik maka perlu
membuat model matematis motor DC untuk
aplikasi kendali. Maka menggunakan gambar
rangkaian
ekivalen
diatas
untuk
merepresentasikan motor DC dengan magnet
permanen. Untuk analisis linier kita asumsikan
bahwa torsi yang dihasilkan motor sebanding
dengan fluks pemisah udara dan arus jangkar.
Medan konstan, fluks konstan dan torsi
mempunyai arah sesuai kumparan magnet,
sehingga :
...(2.1)
Karena konstan, maka persamaan 3.1 dapat
ditulis
Kb
= konstanta EMF balik (V/s.rad)
La
= induktansi kumparan jangkar (H)
Ia
= arus kumparan jangkar ( A )
TM
= torsi motor ( N.m )
Ketika konduktor bergerak pada medan
magnetik, suatu tegangan dibangkitkan melintasi
ujung-ujungnya. Tegangan ini, emf balik yang
sebanding dengan kecepatan motor, berlawanan
dengan aliran arus. Hubungan emf balik ( Volt dengan kecepatan motor ( rad/detik
adalah :
eb (t ) = K b
Dari persamaan
persamaan,
La
...(2.2)
Tegangan keluaran loop terbuka dari persamaan
2.1 diatas maka:
e t = K tω
...(2.3)
dθ m (t )
= K b ω m (t )
dt
2.5
dan
di a (t )
+ R a ia + K bω = e a
dt
2.6
...(2.6)
didapatkan
...(2.7)
dimana,
If
= arus medan ( A )
J
KT
f
Kt
= momen inersia ekivalen ( Kgm 2 )
= tegangan masukan ( Volt )
= konstanta torsi (Nm/A)
= koefisien gesek viskos ( Nm/rad/sec )
= konstanta tachometer ( volt/rad/sec )
KA = konstanta amplifier (Nm/A)
perpindahan rotor dalam radian.
= kecepatan motor (RPM)
Diasumsikan semua syarat awal adalah nol,
kemudian diambil transformasi Laplace dari
semua persamaan di atas:
Et ( s ) = K t ω ( s )
Ea ( s) = K A [Er ( s) − Et ( s)]
La sI a + Ra I a ( s) + K bω ( s) = Ea ( s) …(2.8)
K T I a ( s) = TM ( s)
• Dengan menggunakan rumus Penguatan
Masson (Masson Gain Formula) :
T (s) =
ω m (s)
E a ( s)


KT Kb
KA KT Kt
=1− −
−

 (Ls+ Ra )(Js+ f ) (Ls+ Ra )(Js+ f ) 
K K + K AKT Kt
= 1+ T b
( Ls + R a )( Js + f )
...(2.9)
Dengan melalui subsitusi persamaan di atas,
maka diperoleh rumus fungsi alih motor DC
(tanpa pengabaian induktansi jangkar):
ω (s)
T (s) = m
Ea (s)
=
K A KT
( Ls + R a )( Js + f ) + K T K b + K A K T K t
=
K AKT
LJs + (Lf + Ra J )s + (Ra f + KT Kb + K AKT Kt )
2
=
'(')
*+
2 01') '4 1'( ') '5
*012 +
, ./
3,./
3
*+
*+
(2.10)
2.2 Metode Heuristik
Sebuah metode pemecahan masalah
menggunakan eksplorasi dan cara coba-coba
Heuristik adalah suatu aturan atau metode untuk
bisa menyelesaikan solusi secara penalaan.
Rancangan metode Heuristic ini diperoleh
dengan cara perubahan parameter yang
disesuaikan dengan kinerja plant yang akan
dikendalikan. Untuk perancangan sistem
pengendalian PID dilakukan pencarian nilai
besarnya Kp, Ti, dan Td. Maka pengujian
dilakukan dalam beberapa tahap, dengan
penalaan (Heuristic Method), dimana penalaan
parameter pengendali dimulai dengan hanya
menggunakan pengendali P, kemudian baru
ditambahkan pengendali I dan terakhir
ditambahkan dengan pengendali D. Pemberian
nilai parameter disesuaikan dengan karakteristik
respon sistem yang diperoleh.
Kelemahan kontroler ini membutuhkan
penalaan
(tuning)
kembali
konstanta
proporsional (Kp), integral (Ti) dan derivative
(Td), bila sistem mengalami perubahan beban
atau parameter. Kontroler ini juga membutuhkan
perhitungan matematik yang rumit dan komplek.
Sulit menentukan (menala) nilai gain Kp, Ti dan
Td yang sesuai agar diperoleh kinerja motor
yang bagus.
2.3 Sistem Pengendalian
Sistem pengendalian dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis antara lain : berdasarkan
prinsip kerja pengaturan, sistem kendali ada dua
macam, yaitu sistem kendali umpan maju (open
loop) dan sistem kendali umpan balik (close
loop). Sistem ini bisa disebut umpan maju
(feedforward
control)
umumnya
mempergunakan pengatur (controller) serta
aktuator kendali (control actuator) yang berguna
untuk memperoleh respon sistem yang baik.
Sistem
kendali ini keluarannya tidak
diperhitungkan ulang oleh kontroler. Suatu
keadaan apakah plant benar-benar telah
mencapai target seperti yang dikehendaki
masukan
atau
referensi,
tidak
dapat
mempengaruhi kinerja kontroler.[7] Sistem
kendali umpan balik adalah sistem kendali yang
menggunakan hasil pengukuran keluaran (hasil
proses) untuk memulai kerja pengaturan.
Dengan memanfaatkan variabel yang sebanding
dengan selisih respon yang terjadi terhadap
respon yang diinginkan. temperatur pada almari
es, oven, tungku, dan pemanas air.
Pengendali Proporsional (P)
Salah satu dari mode pengendali yang
paling populer adalah unit pengendali
proportional. Seperti yang tercermin dari
namanya, unit pengendalian ini memberikan
output-an yang sebanding (proporsional) dengan
besarnya error. Perubahan nilai Proportional
Gain/ proportional Band akan mempengaruhi
respon sistem terhadap perubahan error dan
load.
Output = (Error x Gc) + Bias
…(2.11)
Gain unit control proportional dapat
berupa bilangan bulat, atau bilangan pecahan.
Semakin besar nilai gain akan menyebabkan
pengendali semakin reaktif terhadap error, hal
ini ditandai dengan adanya overshoot pada
kondisi transient dan sebaliknya. Unit
pengendali tidak bergantung pada fungsi waktu.
Pengendali Integral (I)
Unit pengendali ini disebut juga sebagai
unit pengendali reset karena kemampuannya
mengeliminasi offset yang ditinggalkan oleh
pengendali proportional. Dengan persamaan :
Output = Ki
∫ Error dt + Bias
dengan Ki =
1
Ti
...(2.12)
Time derivative (TD), dan besarnya perubahan
error. Pengendali deferensial sangat bermanfaat
bagi pengendali temperatur karena mampu
bereaksi secara cepat terhadap perubahan input.
Namun disisi lain sifat reaktif ini justru
membatasi pemakaian pengendali derivative.
Pengendali ini tidak akan pernah dipakai
pada process variable yang bergelombang atau
mengandung noise, misalnya pengendalian level
atau flow. Dimana sinyal yang keluar dari kedua
process variable tersebut mengandung riak dan
gelombang, yang oleh pengendali D akan dideferensial-kan menjadi pulsa yang tidak
beraturan. Akibatnya control valve akan
membuka dan menutup secara tidak beraturan
dan sistem akan menjadi kacau. Kerusakan ini
akan berdampak juga pada peralatan mekanik,
actuator mupun elemen-elemen lain penyusun
loop pengendalian.
Pengendali Proportional-Integral (PI)
Gabungan paralel antara pengendalian
proportional
dan
pengendalian
integral
digunakan untuk memperbaiki respon sistem dan
meminimalisir
offset
yang
ditinggalkan
pengendali proportional.
Output = Gc (e +
Dimana: Ki = Integral Gain
1
edt )
Ti ∫
...(2.14)
Ti = Integral time
Pengendali Derivative (D)
Unit pengendali ini disebut juga preact
karena karakteristiknya yang memberikan energi
ekstra pada saat-saat awal dan sensitif terhadap
noise.
Output = Gc x Td
de
+Bias
dt
…(2.13)
Pengendali differensial ini tidak dapat berdiri
sendiri, unit pengendali D ini selalu dipakai
dalam kombinasi dengan P dan I, menjadi
pengendali PD atau pengendali PID. Selain itu,
pengendali D tidak dapat dipakai untuk proses
variabel yang beriak (mengandung noise) karena
karakteristiknya yang sangat responsive. Dari
fungsi transfer diatas dapat dilihat bahwa
besarnya output tergantung pada Gain (Gc),
Kelebihan dan kekurangan dari sistem
pengendali
Proportional
Integral
(PI)
merupakan gabungan dari proportional dan
integral. Sifat sistem pengendali proportional
selalu meninggalkan offset dapat ditutupi oleh
kelebihan pengendali integral, sedangkan sifat
pengendali integral yang lambat dapat ditutupi
oleh pengendali proportional. Karena sifatnya
yang sederhana dan efektif, pengendali jenis ini
paling banyak dipakai untuk berbagai aplikasi di
industri..
Pengendali
Proportional-IntegralDifferential (PID)
Untuk menutupi semua kekurangan
pengendali PI maupun pengendali PD, maka
ketiga mode yang ada digabung menjadi mode
pengendali PID. Unsur P, I, maupun D berfungsi
untuk
mempercepat
reaksi
sistem,
menghilangkan offset, dan mendapatkan energi
ekstra ketika terjadi perubahan load. Namun
semua kelebihan PID tidak dapat dipakai untuk
mengendalikan semua proses variabel. Hanya
proses variabel yang tidak mengandung riak
yang boleh menggunakan pengendali D. Oleh
karena itu, pengendali PID umumnya digunakan
untuk mengendalikan temperatur.
Karena masing-masing mempunyai
kelebihan, maka men-tuning PB, Ti atau Td,
satu atau dua dari ketiga unsur tersebut dibuat
lebih menonjol dari pada yang lain. Misalnya
untuk P dibuat lebih menonjol dari I maupun D,
atau unsur I dibuat lebih menobjol daripada P
maupun D, unsur yang menonjol itulah yang
kemudian akan membawa pengaruh pada respon
sistem keseluruhan. Sehingga fungsi transfer
untuk pengendalian PID adalah,
de
O = Kpe + Ki ∫ edt + Kd
dt
...(2.15)
K
Ti
OS
0,9
0,5
0,1
t
tp
ts
= konstanta penguatan proporsional
= konstanta penguatan integral
= konstanta penguatan diferensial.
Pada tanggapan transien ini ada
bebarapa parameter yang perlu diketahui, yaitu:
a. Waktu Tunda (Delay Time), adalah
waktu yang diperlukan sistem untuk
mencapai seperuh dari harga akhirnya
untuk pertama kali.
b. Waktu Naik (Rise Time), adalah waktu
yang diperlukan sistem untuk naik dari
10% sampai 90% nilai akhir.
c. Waktu Puncak (Peak Time), waktu yang
diperlukan sistem untuk mencapai
puncak pertama kali.
d. Persen Overshoot, perbandingan nilai
puncak maksimum dengan nilai akhir
yang dinyatakan dalam bentuk
% OS =
C(t)
tr
Kd = KpxTd
Kp
Ki
Kd
Dari parameter-parameter di atas dapat kita
sesuaikan dengan gambar 2.13 yaitu kurva
tanggapan undak.
Toleransi
±2% - ±5%
100%
dimana : Kp =
PB
Ki =
Overshoot ini hanya terjadi pada sistem yang
kurang teredam ( ζ < 1 ).
e. Waktu Penetapan (Settling Time), adalah
waktu yang diperlukan sistem untuk
mencapai nilai ±2% dari nilai keadaan
tunak (steady state), dan
f. Kesalahan Keadaan Tunak (Steady State
Error), adalah perbedaan antara
keluaran yang dicapai saat tunak dengan
nilai yang diinginkan.
c max − c akhir
100 %
c akhir
Gambar 2.3 Respon fungsi step untuk
sistem orde dua.[3]
2.4 Tachometer
Sensor
kecepatan
yang
umum
digunakan pada sistem pengendalian motor
dengan menggunakan Tachometer DC, yang
merupakan suatu perangkat elektronik yang
mengubah energi mekanik ke energi listrik.
Perangkat ini bekerja
sebagai pembangkit
tegangan dengan tegangan keluaran sebanding
dengan magnituda kecepatan sudut dari batang
masukan.
Pada
sistem
pengendalian,
kebanyakan menggunakan tachometer jenis DC
(misalnya : tegangan keluarannya adalah sinyal
DC).
Tachometer
Alat
ini
biasanya
menampilkan revolutions per-minute (RPM)
pada sebuah pengukur skala analog, namun yang
versi tampilan digital juga sudah semakin
popular.
Dari persamaan 2.11 di atas di transformasi
Laplace menjadi,
7 8 8. 8
Gambar 2.4 Tachometer.[3]
Sensor kecepatan untuk mengerakkan belt,
berupa piranti elektronik yang menghasilkan
frekuensi pulsa keluaran sebanding dengan besar
kecepatan sudut poros motor. Prinsip kerjanya
adalah terjadinya proses konversi langsung
antara kecepatan dan tegangan Keunggulan dari
tachometer adalah untuk menjaga inersia turun
dapat diatasi dengan penggunaan sikat,
sedangkan kelemahannya adalah penggunaan
sikat untuk menjaga inersia dapat aus. Dinamika
tachometer dapat dinyatakan dengan persamaan,
et (t ) = Kt
dθ (t )
= Ktω(t )
dt
...(2.16)
Tachometer DC memberikan tegangan keluaran
e t sebanding dengan kecepatan poros motor
ω .Tegangan ini dikurangkan dengan tegangan
referensi masukan 6 menghasilkan signal error
(e). Sinyal ini sesudah dikuatkan digunakan
untuk mengendalikan arus jangkar dari motor
DC. Tachometer DC merupakan generator DC
konvensional dengan eksitasi magnet permanent.
Keluaran dari rangkaian tachometer berupa
sinyal frekuensi diubah menjadi tegangan oleh
rangkaian pengubah frekuensi menjadi tegangan.
Jika respon dinamik sensor jauh lebih cepat
dibandingkan dengan respon proses, sehingga
konstanta waktu (time constan) dan death time
pada sensor dapat diabaikan, sehingga fungsi
alih sensor dapat didekati dengan penguatan
(gain saja). Sehingga gain dari tachometer
adalah,
7 . …(2.17)
Dimana,
E = tegangan keluaran dari tachometer (Volt)
K = gain
kecepatan putar motor (rpm)
…(2.18)
2.5 SCR (Silicon Controlled Rectifier)
SCR atau aktuator adalah sebuah
peralatan mekanis untuk menggerakkan atau
mengontrol sebuah mekanisme atau sistem.
Aktuator (yang juga disebut sebagai elemen
kontrol akhir [final control element]) diaktifkan
dengan menggunakan lengan mekanis yang
biasanya digerakkan oleh motor listrik, yang
dikendalikan oleh media pengontrol otomatis
yang terprogram diantaranya mikrokontroller
Aktuator untuk pengendalian kecepatan
motor DC ini menggunakan SCR (Silicon
Cotrolled Rectifier) yang berfungsi sebagai
actuator kendali dan mengkonversi sinyal ac
dari sumber menjadi sinyal dc untuk catu daya
jangkar motor DC. Model matematika aktuator
dapat didekati dengan sistem orde satu, tetapi
karena respon dinamik aktuator adalah jauh
lebih cepat dibandingkan dengan respon
proses, maka konstanta waktu (time constant)
dan death time pada aktuator dapat diabaikan.
Sehingga gain untuk SCR adalah,
9:; <=>=_@AB
C>=_@D
…(2.19)
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Flow Chart Penelitian
Dalam perancangan sistem terlebih
dahulu melalui beberapa urutan proses berikut
3.2 Langkah-langkah penalaan parameter
kendali PID dengan metode Heuristik
Pada perancangan sistem kendali untuk
kecepatan motor DC dengan menggunakan
parameter PID secara Heuristik.
Untuk
perancangan kendali PID menggunakan metode
Heuristik, langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut :
Langkah pertama adalah menentukan
parameter PID yaitu mencari besarnya Kp, Ti
dan Td. Kemudian dilakukan pengujian dalam
beberapa tahap dengan metode penalaan cobacoba (Heuristic Method), dimana penalaan
parameter pengendali dimulai dengan hanya
menggunakan pengendali P, kemudian baru
ditambahkan pengendali I dan terakhir
ditambahkan dengan pengendali D. Pemberian
nilai parameter disesuaikan dengan karakteristik
respon sistem yang diperoleh.
Perancangan
pengendalian
PID
dilakukan dengan memanfaatkan pemrograman
simulink pada software Matlab 7.1. Prosedur
yang
dilakukan
dalam
perancangan
pengendalian adalah :
1. Menentukan parameter PID yaitu Kp, Ti
dan Td dengan penalaan coba-coba
(Heuristic Method), dimana penalaan
parameter pengendali dimulai dengan
hanya menggunakan pengendali P,
kemudian baru ditambahkan pengendali I
dan terakhir ditambahkan dengan
pengendali D untuk simulasikan dengan
Matlab.
2. Melakukan simulasi penalaan parameter
kendali PID untuk aplikasi sistem
pengendalian
kecepatan motor DC
dengan
memasukkan
nilai
model
matematika keseluruhan yang telah
dihitung sebelumnya.
3. Dari hasil penalaan dengan metode
Heuristik ini diperoleh respon yang baik
yaitu dengan Kp = 1 ; Ti = 0.2 ; dan Td =
0.1.
3.3 Perancangan sistem pengendalian
kecepatan motor DC
Karena pengendalian motor DC ini
sangat diperlukan pada proses finish mill di
perusahaan semen untuk mengendalikan
kecepatan belt. Maka diperlukan sebuah
rancangan parameter kontrol yang dapat
mengendalikan kecepatan motor DC tersebut.
Finish mill terdapat 3 silo yang akan
mengeluarkan material untuk bahan baku
pembuatan
semen.
Setiap
silo
akan
menghasilkan berat material yang berbeda-beda
sesuai dengan proporsi yang diinginkan,
kemudian diumpankan ke belt conveyor. Selama
ini kinerja dari belt conveyor tidak optimal,
maka belt conveyor akan bergerak tidak konstan
sehingga akan menghambat proses produksi
semen. Dengan kondisi seperti ini maka
dibutuhkan perancangan parameter kendali
yang mengatur kecepatan motor DC untuk
mengerakkan belt. Maka dirancanglah sistem
pengendalian kecepatan motor DC, sebelum
dilakukan perancangan terlebih dahulu kita
membuat diagram blok sistem pengendalian
kecepatan motor DC seperti pada gambar 3.3 di
bawah ini.
Dari diagram blok gambar 3.3 di atas dapat
diuraikan satu persatu dari setiap bloknya dan
melakukan perhitungan model matematika
keseluruhan komponen-komponen penalaan
parameter kendali PID untuk mengendalikan
kecepatan motor DC. Kendali PID berfungsi
menjaga agar kecepatan motor DC tetap stabil.
Dari diagram blok di atas bahwa masukan
berupa tegangan (Volt), masuk ke kendali PID
dengan keluaran berupa tegangan (7
. Untuk
aktuator yang berfungsi menggerakkan atau
mengontrol sebuah mekanisme atau sistem
mendapat masukan tegangan yang akan diproses
oleh aktuator.
Keluaran dari aktuator berupa tegangan
akan digunakan sebagai masukan untuk
mengerakkan motor DC. Kecepatan motor ini
akan digunakan untuk sensor kecepatan dalam
melakukan aksi kerjanya. Karena pada saat
material berada tepat di atas belt sensor
kecepatan akan memberikan perintah pada
kontrol berupa tegangan (volt) yang akan
dibandingkan dengan tegangan referensi.
Sehingga
sistem
pengendalian
dapat
menjalankan motor DC sesuai dengan kecepatan
yang diinginkan.
• Motor DC
Karakteristik yang dimiliki suatu motor
DC dapat digambarkan melalui kurva daya dan
kurva torsi/kecepatannya pada grafik 2.1, dari
kurva tersebut dapat dianalisa batasan-batasan
kerja dari motor serta daerah kerja optimum dari
motor tersebut.
Salah satu jenis motor listrik ini adalah
motor DC. Dikatakan motor DC karena sumber
listriknya menggunakan sumber searah (direct
current). Motor DC yang akan dikendalikan
memiliki daya sebesar 1.5 Hp dengan kecepatan
putar antara 0-1250 RPM. Besarnya kecepatan
diatur dengan mengubah-ubah besarnya
tegangan jangkar. Kecepatan putaran motor DC
yang diperlukan untuk mengerakkan belt antara
450-900 RPM. Pada gambar 2.6 merupakan
gambar rangkaian dari motor dc berpenguat
terpisah, yang diterapkan pada ujung jangkar
dengan bentuk tegangan terpasang (t). Di
persamaan 2.9 diperoleh model matematik untuk
motor DC dengan nilai yang diketahui konstanta
amplifier 10 N-m/A, konstanta torsi motor 6.10H
Nm/A. Untuk induktansi jangkar 0.003 H dan
momen inersia dari motor DC 5.10JK kg/LH .
Setelah dimasukkan nilai-nilai tersebut pada
model matematik motor DC sesuai pada
persamaan 2.10
=
'(')
*+
2 01') '4 1'( ') '5
*012 +
, ./ *+ 3,./
3
*+
konstanta waktu (time constan) dan death time
pada sensor dapat diabaikan, sehingga fungsi
alih sensor kecepatan dapat didekati dengan
penguatan (gain saja)
• SCR
Aktuator yang digunakan untuk
mengendalikan kecepatan motor DC adalah SCR
N.NNQMN1P.TUVR.MNWR X
P.TUMN1O.MNP N.NRR1ZMNVO.MNP XM[
SP .
S.Y
\ (Silicon Controlled Rectifier) yang memiliki
N.NNQR.MNWR N.NNQR.MNWR tegangan DC 180 volt dengan keluaran berupa
tegangan keluaran 220 volt. Daya sebesar 1.5 Hp
]^^^
= dan tegangan input 230 volt atau 50 Hz. Dari
, .H^._`,.a_.Hb
persamaan 2.19 diperoleh gain untuk SCR
adalah,.
Sehingga fungsi transfer untuk motor DC
adalah,
=
MNO.MNP
N.NNQR.MNR 4000
H
7
8 20.968 19.27
• Tachometer
Sensor kecepatan adalah berupa piranti
elektronik yang menghasilkan frekuensi pulsa
keluaran sebanding dengan besar kecepatan
sudut poros motor. Sensor yang digunakan
adalah tachometer yang prinsip kerjanya terjadi
proses konversi langsung antara kecepatan dan
tegangan. Masukan sensor kecepatan berupa
kecepatan putar dari motor DC ( setelah
dikonversi keluaran dari sensor adalah tegangan
dalam volt. Sensor ini memiliki tegangan 6500
mV atau 6.5 Volt dengan kecepatan putar
mencapai 1250 RPM. Keluaran dari proses/plant
adalah kecepatan putar motor 0-900 RPM.
Sesuai dengan persamaan 2.17 sehingga gain
dari sensor kecepatan adalah,
9:; =
<=>=_@AB
C>=_@D
HH^ @<p
aq^ @<p
0.82 Volt
Model matematika SCR dapat didekati dengan
sistem orde satu, tetapi karena respon dinamik
aktuator adalah jauh lebih cepat dibandingkan
dengan respon proses, maka konstanta waktu
(time constant) dan death time pada aktuator
dapat diabaikan. Sehingga fungsi alih aktuator
dapat didekati dengan penguatan (gain ) saja.
Maka blok diagram dari penalaan
parameter kendali PID dengan metode Heuristik
untuk aplikasi sistem pengendalian kecepatan
motor DC adalah,
7
6500 Lg
738 jkL
6.5 g
738 jkL
8.807.10Jl V/rpm
mno 8.807.10Jl V/rpm
Karena respon dinamik sensor jauh lebih cepat
dibandingkan dengan respon proses, sehingga
3.6 Implementasi PID kontroler pada sistem
pengendalian Kecepatan Motor DC
Dalam melakukan simulasi digunakan
Matlab 7.1 pada saat perancangan pengendali
PID maka dilakukan simulasi penalaan
parameter kendali PID untuk mengendalikan
kecepatan motor DC ketika tanpa diberi
kontroler (sistem open loop). Maka dilakukan
simulasi sistem pengendalian kecepatan motor
DC dengan pengendalian PID yang telah
dirancang . Untuk model simulasi pengendalian
kecepatan motor DC seperti gambar 3.5 di
bawah ini.
Gambar 3.5 Model simulink open loop motor
DC.
Selanjutnya dilakukan simulasi open loop
penalaan parameter kendali
PID untuk
mengendalikan kecepatan motor DC tanpa
kontroler. Diberi sinyal step sebagai masukan
pada
sistem
pengendalian,
kemudian
dimasukkan setiap komponen-komponennya.
Untuk tachometer (sensor kecepatan) juga sama
perlakuannya, diberikan sinyal step sebagai
input. Setelah dilakukan pengendalian open loop
tiap-tiap komponen sistem pengendalian
kecepatan motor DC, maka berikutnya akan
dilakukan
simulasi
keseluruhan
plant
pengendalian motor DC tetapi tanpa diberi
pengendalian.
Berguna
untuk
melihat
perbandingan hasil respon antara sistem
pengendalian kecepatan motor DC tanpa kontrol
PID dengan sistem yang menggunakan
pengendalian yang telah dirancang.
Setelah dilakukan simulasi pengendalian
plant keseluruhan tanpa kendali PID, maka pada
gambar 3.6 di bawah ini akan dilakukan
simulink close loop penalaan parameter kontrol
PID untuk pengendalian kecepatan motor DC
yang telah dirancang. Berfungsi untuk
mendapatkan hasil respon dari sistem
pengendalian yang telah dirancang. Sesuai
dengan diagram blok pada gambar di atas.
Gambar 3.6 Model simulink close loop penalaan
parameter kendali PID untuk pengendalian
kecepatan motor DC dengan kontroler.
Gambar 3.7 Model simulink close loop penalaan
parameter kendali PID untuk pengendalian
kecepatan motor DC dengan gangguan.
BAB IV ANALISA DATA DAN
PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi pemaparan mengenai
simulasi motor dc secara loop terbuka yang
dilengkapi dengan pengendalian PID untuk
mengendalikan kecepatan motor DC. Sesuai
dengan tujuan Tugas Akhir ini, mampu
merancang sistem pengendalian kecepatan
motor DC dengan pengendalian PID. Dengan
adanya pengendalian PID
ini, diharapkan
kecepatan motor DC dapat bergerak stabil.
4.1 Pengujian tiap blok parameter kontrol
PID secara loop terbuka
Seperti yang telah dijelaskan dalam bab
sebelumnya, simulasi model matematis dari
sistem pengendalian kecepatan motor DC
dibangun pada simulink-Matlab 7.1 dengan
menggunakan toolbox-toolbox yang sehingga
mampu merepresentasikan proses kecepatan
motor DC tersebut. Tujuan dari pemodelan
dengan simulink adalah untuk mensimulasikan
sistem secara real dalam komputer agar bisa
didapatkan data respon yang merepresentasikan
plant sebenarnya tanpa harus membuat hardware
secara nyata. Maka untuk mendapatkan hasil
respon dari sistem pengendalian kecepatan
motor DC dilakukan simulasi dari tiap-tiap
komponen
sistem
pengendalian.
Untuk
pengujian pertama dilakukan pada plant motor
DC yang diberi sinyal input berupa sinyal step,
kemudian kita lihat hasil responnya. Berikut
merupakan grafik loop terbuka motor DC tanpa
pengendalian. Fungsi dari pengujian tiap-tiap
komponen sistem agar kita dapat mengetauhi
bagaimana hasil respon
Gambar 4.1 Respon motor DC.
Dari gambar 4.1 di atas dapat dilihat hasil dari
kinerja respon dari motor DC tanpa
pengendalian yang diberikan input sinyal step.
Bahwa respon bisa mengikuti set point yang
diberikan sebesar 700 RPM sampai dengan 600
detik.
melakukan simulasi ini maka digunakan model
simulink untuk pengendalian kecepatan motor
DC.
Pengujian dan analisa dilakukan
terhadap
sistem
yang
menggunakan
pengendalian PID yang diterapkan pada close
loop pengendalian kecepatan motor DC. Untuk
itu kita mencoba memasukkan nilai Kp, Ki dan
Td sesuai dengan keinginan sampai didapatkan
hasil respon PID yang terbaik untuk sistem
pengendalian kecepatan motor DC. Untuk uji
pertama adalah penlaan parameter kontrol PID
mengendalikan kecepatan motor DC tanpa diberi
gangguan, gangguan di sini berupa kelebihan
tegangan yang berasal dari SCR (Silicon
Controlled Rectifier). Pada pengujian ini juga
dilakukan dalam dua kali parameter kontrol,
pertama pengendalian motor DC ini tidak diberi
gangguan. Kita lihat hasil responnya dengan
memasukkan parameter P kemudian ditambah I
dan terakhir ditambahkan D.
Uji penalaan
gangguan :
parameter
kontrol
tanpa
• Pengujian untuk Kp = 2; Ti = 0; Td = 0
Gambar 4.2 Respon aktuator (SCR).
4.2 Pengujian dan Analisa Performansi
Penalaan Parameter Kontrol PID untuk
pengendalian Kecepatan Motor DC secara
close loop
Simulasi dilakukan dengan memberikan
masukan set point secara step. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui respon sistem terhadap
perubahan masukan set point. Tahap-tahap yang
dilakukan disesuaikan dengan metode penalaan
coba-coba (Heuristic Methode), dimana
penalaan parameter pengendali dimulai dengan
hanya menggunakan pengendali P, kemudian
baru ditambahkan pengendali I dan terakhir
ditambahkan dengan pengendali D. Pemberian
nilai parameter disesuaikan dengan karakteristik
respon sistem yang diperoleh. Uji performansi
yang pertama kali dilakukan adalah dengan
memasukkan input berupa besaran step yang
dalam hal ini berupa tegangan refferensi. Untuk
Gambar 4.3 Respon penalaan parameter kontrol
PID sistem pengendalian kecepatan motor DC
dengan Kp = 2
• Pengujian untuk Kp = 2; Ti = 1.8; Td = 0
diperoleh overshoot sebesar 14.28 % dengan
error steady state 0.71 %.
• Pengujian untuk Kp = 2 ; Ti=1.2 ; Td=0.8
Gambar 4.4 Respon penalaan parameter kontrol
PID sistem pengendalian kecepatan motor DC
dengan Kp = 2, Ti = 1.8
Dari gambar 4.3 di atas dapat dilihat
karakteristik performansinya, masih dihasilkan
overshoot sebesar 65.71 %. Untuk settling time
berada pada detik ke-70, baru setelah detik ke73 tercapai kondisi steady. Error steady state
adalah 0.06 %. Untuk uji metode Heuristik
dengan nilai Kp = 2, Ti = 0 dan Td = 0 kurang
baik untuk sistem pengendalian kecepatan motor
dc karena masih terjadi overshoot. Gambar 4.4
juga masih memilki overshoot yang tinggi 67.14
%, error steady state kecil 0.02 %, dan settling
time pada detik-85.
Gambar 4.6 Respon penalaan parameter kontrol
PID sistem pengendalian kecepatan motor DC
dengan
Kp = 2, Ti = 1.2, Td = 0.8
• Pengujian untuk Kp = 2 ; Ti=1 ; Td=0.8
• Pengujian untuk Kp = 2; Ti = 1.8; Td = 0.6
Gambar 4.7 Respon penalaan parameter kontrol
PID sistem pengendalian kecepatan motor DC
dengan
Kp = 2, Ti = 1, Td = 0.8
Gambar 4.5 Respon penalaan parameter kontrol
PID sistem pengendalian kecepatan motor DC
dengan
Kp = 2, Ti = 1.8, Td = 0.6
Pada uji metode Heuristik dengan nilai Kp = 2,
Ti = 1.8 dan Td = 0.6 diberikan set point 700
RPM. Pada saat detik ke-740 masih mengalami
overshoot, pada detik ke-1700 detik respon
sudah mulai steady mengikuti set point yang
telah ditentukan. Dilihat dari respon di atas
Untuk parameter kontrol kecepatan motor DC
diberikan uji dengan metode Heuristik,
diberikan masukan berupa sinyal step pada
kecepatan motor DC sebesar 700 RPM.
Dimasukkan nilai Kp = 2, Ti = 1.2 dan Td = 0.8.
dari hasil respon saat detik ke- 2580 respon baru
mencapai steady. Error steady state sebesar
0.79 % terjadi pada 2585 detik, overshoot
sebesar 13 %.
• Pengujian untuk Kp = 2, Ti = 0.8, Td = 0.2
• Pengujian untuk Kp = 1; Ti = 0.2; Td = 0.3
Gambar 4.8 Respon penalaan parameter kontrol
PID sistem pengendalian kecepatan motor DC
dengan
Kp = 2, Ti = 0.8, Td = 0.2
Gambar 4.10 Respon penalaan parameter
kontrol PID sistem pengendalian kecepatan
motor DC dengan
Kp = 1, Ti = 0.2, Td = 0.3.
Dapat dilihat dari hasil respon parameter kontrol
PID di atas dengan pemberian set point 700
RPM pada 470 detik sudah steady. Dari semua
uji dengan metode Heuristik yang telah
diberikan, nilai Kp = 1, Ti = 0.2 dan Td = 0.1
memberikan hasil respon yang terbaik daripada
pemberian nilai Kp, Ti dan Td yang lain.
Dengan nilai-nilai yang telah diberikan dapat
menghasilkan respon yang baik untuk parameter
kontrol kecepatan motor DC . Tetapi masih
mengalami overshoot sebesar 11.43 %, terlihat
pada saat mencapai detik ke-220.
Untuk Kp = 2, Ti = 0.8 dan Td= 0.2 mencapai
steady state pada detik ke – 680. Maximum
overshoot 3.14 % dan error steady state 0.71 %.
Dilihat dari responnya perbedaan antara
menggunakan Ti = 1.2 dengan Ti = 1 adalah
pada saat mencapai steady. Semakin kecil
parameter I, maka respon tersebut semakin
robust karena tidak perlu waktu yang lama untuk
dapat mengendalikan kecepatan motor DC
sesuai dengan set point yang diberikan.
• Pengujian untuk Kp = 1, Ti = 0.2, Td = 0.1
• Pengujian untuk Kp = 1; Ti = 0.3; Td = 0.3
Gambar 4.9 Respon penalaan parameter kontrol
PID sistem pengendalian kecepatan motor DC
dengan
Kp = 1, Ti = 0.2, Td = 0.1
Gambar 4.11 Respon penalaan parameter
kontrol PID sistem pengendalian kecepatan
motor DC dengan
Kp = 1, Ti = 0.3, dan Td = 0.3.
• Pengujian untuk Kp = 1; Ti = 0.4; Td = 0.5
• Pengujian untuk Kp = 1; Ti = 0.4; Td =
0.6
Gambar 4.13 Respon penalaan parameter
kontrol PID sistem pengendalian kecepatan
motor DC dengan
Kp = 1, Ti = 0.4, dan Td = 0.6.
• Pengujian untuk Kp = 1; Ti =0 .5; Td = 0.6
Gambar 4.14 Respon penalaan parameter
kontrol PID sistem pengendalian kecepatan
motor DC dengan
Tabel 4.1 Respon parameter kontrol PID dengan
metode Heuristik untuk pengendalian kecepatan
motor DC.
Kecepatan
Uji metode
Settling
Error
Maximum
Motor DC
Heuristik
time
steady
overshoot
(RPM)
(detik)
state
(%)
(%)
Kp
Ti
Td
2
0
0
65.71
70
0.06
2
1.8
0
67.14
85
0.02
2
1.8 0.6
14.28
1570
0.71
2
1.2 0.8
2580
0.79
13
2
1
0.8
11.43
3250
0.83
2
0.8 0.2
4.51
680
0.71
1
0.2 0.1
3.14
470
3.71
1
0.2 0.3
1640
1.14
4.29
1
0.3 0.3
1620
0.86
6.07
1
0.4 0.5
2570
0.68
11.29
1
0.4 0.6
3150
0.71
12.86
1
0.5 0.6
2750
0.64
14.86
700 RPM
Gambar 4.12 Respon penalaan parameter
kontrol PID sistem pengendalian kecepatan
motor DC dengan
Kp = 1, Ti = 0.4, dan Td = 0.5.
Kp = 1, Ti = 0.5, dan Td = 0.6.
Dari tabel respon uji dengan metode
Heuristik, dapat diperoleh beberapa karakteristik
performansinya. Dengan metode penalaan cobacoba ( Heuristic methode) saat diberikan nilai
Kp = 2; Ti = 0 ; Td = 0 didapatkan settling time
70 detik dengan error steady state 0.06 % dan
memiliki overshoot sebesar 65.71 %. Kita
melakukan uji dengan metode Heuristik yang
lain dengan nilai Kp, Ti dan Td yang berbedabeda. Pada uji yang kedua dengan Kp = 2; Ti =
1.8dan Td = 0, juga mengalami overshoot
sebesar 67.14
% lebih besarl dari uji
sebelumnya.
Dapat dilihat pada tabel 4.1
dengan settling time 85 detik dengan error
steady state 0.02 %. Pada saat Kp = 2; Ti = 1.2;
Td = 0.8 respon pengendalian sudah mulai
lambat, karena memerlukan waktu yang lama
untuk mencapai steady yaitu 2580 detik dan
overshoot yang bernilai kecil di bawah 50 %.
Berikutnya nilai Kp tetap, Ti = 1 dan Td = 0.8
diperoleh error steady state 0.83 % dan settling
time memerlukan waktu yang lama 3250 detik.
Settling time pada detik ke-680 dengan Kp = 2;
Ti = 0.8; Td = 0.2, overshoot kecil yaitu 4.51 %
dan error steady state 0.71 %. Untuk Kp = 1; Ti
= 0.4; Td = 0.5 pengendalian yang dirancang
masih mengalami overshoot dengan settling
time pada detik ke-2570.
Dari semua uji dengan metode Heuristik
Kp = 2; Ti = 0.8 dan Td = 0.2 merupakan respon
yang paling baik karena overshoot kecil tetapi
settling time masih besar. Pada analisa ini
dilakukan pengujian sebanyak 12 kali dengan
merubah-ubah nilai Kp, Ti dan Td sehingga
mendapatkan hasil yang terbaik. Dari hasil
respon
parameter
kontrol
PID
untuk
pengendalian
kecepatan
motor
DC,
pengendalian yang baik adalah Kp = 1; Ti = 0.2;
Td = 0.1. Dikatakan baik karena overshoot kecil
3.14 % dengan settling time yang cukup cepat
470 detik. Karena jika digunakan pengendalian
PI saja atau PD saja, sistem pengendalian ini
belum baik. Overshoot yang dihasilkan besar
melebihi 50 % tetapi untuk steady state-nya
tidak memerlukan waktu yang lama mencapai
3250 detik..
• Uji tracking set point
Setelah melakukan uji dengan metode
Heuristik, kemudian dilakukan uji tracking set
point menggunakan Kp = 1; Ti = 0.2 dan Td =
0.1 dengan kecepatan motor DC (RPM) yang
bervariasi.
dapat menghasilkan respon yang baik. Nilai Kp,
Ti dan Td yang dipakai untuk uji tracking set
point adalah Kp = 1, Ti = 0.2 dan Td = 0.1
karena dari hasil uji dengan metode Heuristik
respon ini menghasilkan overshoot yang lebih
kecil yaitu 3.14 %. Maka untuk uji tracking set
point menggunakan nilai Kp, Ti dan Td yang
sama. Dengan set point yang bervariasi, dimulai
dari kecepatan motor DC sebesar 700 RPM.
Parameter kontrol PID yang telah dirancang
sudah baik tapi masih ada overshoot meskipun
tidak lebih dari 10%.
• Uji penalaan parameter kontrol dengan
gangguan :
Pada uji penalaan parameter kontrol PID
dengan metode Heuristik untuk mengendaliakn
kecepatan motor DC yang akan diberi gangguan,
gangguan itu berupa kelebihan tegangan yang
berasal dari SCR. Gangguan ini akan
mempengaruhi parameter kontrol PID yang
telah dirancang. Untuk uji ini dilakukan dengan
menggunakan metode Heuristik sehingga
didapatkan hasil terbaik dengan nilai Kp = 1, Ti
= 0.2 dan Td = 0.1. Maka akan dilakukan
pengujian dengan diberi gangguan,
Gambar 4.16 Respon penalaan parameter
kontrol PID sistem pengendalian kecepatan
motor DC dengan gangguan.
Gambar 4.15 Respon penalaan parameter
kontrol PID sistem pengendalian kecepatan
motor DC dengan tracking set point.
.
Dari gambar 4.15 di atas didapatkan respon
parameter kontrol PID metode Heuristik untuk
mengendalikan kecepatan motor DC.
Dari hasil respon di atas dapat dilihat bahwa
parameter kontrol PID yang telah dirancang
Gambar 4.15 di atas merupakan hasil respon dari
Kp = 1, Ti = 0.2, dan Td = 0.1 yang diberi
gangguan. Maka diperoleh hasil respon dengan
settling time yang lambat dan tidak adanya
osilasi tetapi masih terjadi overshoot yang cukup
tinggi sebesar 95.26 %. Dengan memberikan set
point kecepatan motor DC pada 700 RPM bisa
didapatkan karakteristik performansinya, dengan
settling time terjadi pada detik ke-1700. Dari
hasil respon parameter kontrol kecepatan motor
DC didapatkan error steady state sebesar 28 %.
Sehingga parameter kontrol PID yang
dirancang belum bisa mengatasi gangguan yang
diberikan pada pengendalian kecepatan motor
DC. Karena dari hasil yang didapat
menggunakan parameter P, I dan D responnya
jelek memiliki overshoot yang tinggi mencapai
97 %.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1.
2.
3.
Dari simulasi sistem pada kondisi ideal
seperti gambar 4.8 dan gambar 4.9 terlihat
bahwa dengan metode Heuristik mampu
memberikan kriteria performansi sistem
kendali yang baik.
Penalaan parameter kendalil PID untuk
mengendalikan kecepatan motor DC
mampu memberikan respon pengendalian
yang baik dengan Kp = 1; Ti = 0.2 dan Td =
0.1. Memiliki overshoot 3.14 %, settling
time adalah 680 detik dan error steady state
0.71 %.
Dari hasil uji tracking set point dengan Kp
= 1, Ti = 0.2 dan Ti = 0.1 parameter kendali
PID yang telah dirancang bisa mengikuti
tracking set point dengan baik, meskipun
masih memiliki overshoot tidak lebih dari
50 %.
5.2 Saran
Beberapa saran yang dapat disampaikan
untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai
berikut :
Dalam rangka pengembangan penelitian,
saran yang perlu disampaikan dalam laporan
Tugas Akhir ini adalah penggunaan sistem
kepakaran baru yang lebih robustt terhadap
penalaan parameter kendali PID untuk
mengendaliakn kecepatan motor DC seperti
FLC (Fuzzy Logic Control) sehingga apabila
terjadi perubahan salah satu jenis parameter,
maka kontroler masih dapat bekerja secara
optimal untuk mengendalikan kecepatan
motor DC tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1.Ogata, Katsuhiko., 1997, Teknik Kontrol
Otomatik, Edisi 2 Jilid 1/2, Erlangga Jakarta.
2.The HK. Ferguson Company, Manual
Instruction-Model 460 Weightometer and
DSC-1 Digital Feed Control System. 1977.
3.Kuo, B.C., 1995, Teknik Kontrol Automatik,
Edisi 7, Jilid 1, Aditya Media, Jogjakarta.
4.Kilian, Modern Control Technology :
Components dan Systems, Edisi 2.
5.Shearer, J. Lowen, Dynamic Modeling and
Control of Engineering Systems, Macmillan
Publishing Company, New
York, 1990.
6.Ogata K., Solving Control Engineering
Problems with MATLAB, Prentice Hall
International, Inc, 1994.
7. Jurnal I N Satya Kumara, Sistem
Pengendalian Motor , Staf Pengajar Teknik
Elektro Universitas Udayana.
8.PT. Semen Gresik (Persero), Tbk., Diagram
Proses Finish Mill Gresik.
Download