BAB I

advertisement
1
I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pegawai merupakan salah satu aset / harta yang sangat penting dalam
organisasi pemerintahan, karena pegawai tidak hanya berperan sebagai objek
yang harus selalu mendapat perhatian dan perlindungan dari pemerintah tetapi
pegawai juga sekaligus berperan sebagai subyek yang dapat menentukan maju
mundurnya suatu organisasi pemerintahan. Untuk dapat merealisasikan peran
tersebut di atas, tentunya pegawai tersebut perlu diarahkan, dibina, diberi
motivasi, dibimbing, dan sebagainya, agar dapat menjalankan fungsinya sesuai
yang diharapkan organisasi tempat pegawai tersebut bekerja.
Paradigma pemerintahan dewasa ini mengacu pada optimalisasi kinerja
aparatur pemerintahan yang profesional, jujur, adil, dan transparan dalam
penyelenggaraan tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Dengan
demikian sosok aparatur pemerintah atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi
sangat penting karena aparatur pemerintah adalah kunci utama kelancaran roda
pemerintahan, terutama dalam upaya mengimplementasikan visi, misi, dan
strategi pembangunan.
Berbicara soal pegawai negeri sipil di Indonesia, orang cenderung
memandang jumlahnya banyak, pemalas, serta tidak memiliki keterampilan.
Karakter itu terbentuk oleh banyak hal yang saling terkait satu sama lain, mulai
2
dari proses seleksi awal yang tidak transparan, jenjang karir yang tidak pasti,
penilaian karya yang tidak ketat, penghasilan yang rendah, kurangnya sikap
profesional dan sebagainya.
Beberapa hal yang menyebabkan kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS)
sedemikian buruk diantaranya penghasilan PNS masih kurang layak dan
penegakan aturan masih lemah. Untuk meningkatkan kualitas kerja harus
menggunakan suatu sistem penilaian kinerja untuk dapat diterapkan kepada
aparatur pemerintah, namun tetap saja harus ditunjang dengan unsur yang dapat
memberikan motivasi kerja yang baik, diantaranya sistem penggajian & fasilitas
kerja yang memadai, lingkungan yang kondusif untuk berprestasi dan adanya
jaminan untuk pengembangan karir bagi pegawai.
Selama ini peningkatan karir PNS banyak yang diduga tidak sesuai dengan
prestasi yang diperolehnya. Banyak juga diantara mereka diduga titipan dari
pejabat di atasnya. Ada pimpinan Dinas yang tidak menguasai masalah karena
disiplin ilmu yang berbeda. Hal ini berakibat negatif bagi pegawai yang
berprestasi namun karirnya tidak menanjak, motivasi kerja hilang, kinerjanya lalu
menurun, mereka akhirnya malas dan tidak produktif.
Seorang pegawai juga akan menjadi lesu (tidak bergairah) akibat
kekurangan kerja atau tidak ada orang yang memperhatikannya ditempat kerja.
Akibatnya ia akan merasakan bahwa dirinya tidak atau kurang dibutuhkan, dalam
keadaan yang demikian dengan sikap kekakuan dia berupaya mencari-cari dan
mengambil pekerjaan orang lain agar terlihat sibuk dan bekerja. Hal ini sering
dapat menimbulkan keresahan dilingkungan kerja.
3
Jadi untuk mendapatkan prestasi kerja yang baik, perlu adanya suatu
motivasi yang pada umumnya orang selalu mengaitkan dengan tingkat pendapatan
dalam bentuk gaji, tunjangan, insentif dan lain sebagainya. Karena itu paling
sering disarankan untuk meningkatkan prestasi kerja dengan cara memperbaiki
tingkat pendapatan. Menurut Thoha (1991: 152) :
Jika karir pegawai meningkat, maka kebutuhan ekonominya juga akan
semakin terpenuhi, sebab setiap peningkatan jabatan akan diikuti dengan
peningkatan penghasilan (gaji, tunjangan dan fasilitas lainnya).
Jadi, dalam usaha pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan
sebelumnya tugas pimpinanlah untuk memberdayakan semua sumber-sumber
yang ada didalam organisasi, terutama sumber daya manusianya melalui motivasi,
Prihandono (1998: 124) mengatakan :
Motivasi atau reinforcement adalah suatu upaya yang membutuhkan
energi untuk dapat memberikan dukungan secara positif untuk
memperkuat usaha dan prestasi karyawan, bentuknya bisa berupa material
seperti uang atau hadiah (konkrit) atau juga privilese, namun biasanya
sering dilupakan bahwa motivasi itu juga bisa diberikan dalam bentuk
moril, misalnya puji-pujian tulus.
Selain uang, penghargaan dan pujian, ada berapa faktor lain yang juga
berperan dalam memotivasi diantaranya adalah Komunikasi, Kesempatan
menambah pengetahuan, dan kejelasan jenjang karir.
Komunikasi adalah proses penting untuk kelancaran fungsi organisasi.
Tanpa adanya komunikasi yang baik maka sulit untuk menukar ide, pemikiran
atau informasi. Antar staf atau staf dengan atasannya dapat melakukan
komunikasi untuk bekerja sama secara baik melalui komunikasi yang baik. Oleh
karena itu komunikasi sangatlah penting dalam semua bidang dan aktivitas
organisasi. Apa jadinya atau sulit dibayangkan kalau kita tidak bisa bergotong
royong dengan rekan kerja atau bahkan bermusuhan dengan mereka. Bisa
4
dibayangkan betapa tidak enaknya suasana kerja. Akan lebih baik jika kita dapat
menjalin hubungan baik dengan teman sekerja atau barang kali bisa bersahabat.
Kesempatan dalam menambah pengetahuan seperti memberikan tugas
belajar, izin belajar, diklat, kursus atau yang sejenisnya kepada pegawai yang
mempunyai prestasi akan memberikan suatu motivasi atau dorongan tersendiri
kepada pegawai dalam bekerja yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan
kinerja organisasi.
Jenjang karir yang jelas dan pasti juga tidak kalah pentingnya dalam
membentuk motivasi pegawai, karena setiap kenaikan jenjang karir pasti diiringi
dengan kenaikan gaji / tunjangan / fasilitas lainnya.
Dari berbagai macam cara dalam memotivasi pegawai / karyawan, maka
Timpe (2000: 80) menyederhanakan motivasi tersebut ke dalam dua faktor yaitu
faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Dimana faktor intrinsik terdiri dari :
pengakuan, pencapaian, kemungkinan untuk tumbuh, kemungkinan untuk maju,
pekerjaan itu sendiri. Sedangkan faktor ekstrinsik terdiri dari : gaji, hubungan
dengan kawan sekerja, pengawasan teknis, kebijakan perusahaan dan
administrasi, kondisi kerja, status, faktor kehidupan pribadi serta kepastian kerja.
Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung yang mempunyai
tugas membantu Gubernur dalam melaksanakan tugas pemerintahan seharusnya
mempunyai pegawai–pegawai yang terampil dan profesional serta mempunyai
kinerja yang baik, tetapi hal tersebut belum terlihat karena masih banyak pegawai
yang datang dan pulang tidak tepat pada waktu yang ditentukan. Sebagai
gambaran dapat dilihat bahwa pada apel yang diadakan setiap senin pagi pada
bulan Januari dan Februari 2011 yang hadir tepat pada waktunya hanya 41,83 %
5
dan sisanya 58,17 % terlambat dan tidak hadir. Namun demikian belum ada
tindakan yang tegas dari pimpinan terhadap pegawai yang melanggar/ melakukan
kesalahan.
Untuk mengurangi ketidakhadiran pegawai harus dimulai dengan
pengawasan yang kontinu terhadap tingkat ketidakhadiran pada setiap unit kerja.
Hal ini dapat membantu pimpinan unit kerja dalam mengetahui pegawai-pegawai
mana saja yang malas untuk selanjutnya diberikan sanksi yang tegas. Hal ini
diharapkan dapat menimbulkan efek jera dan meningkatkan motivasi pegawai
yang bersangkutan. Tingkat ketidakhadiran pegawai pada Biro Tata Pemerintahan
Umum Setdaprov. Lampung bisa dilihat dalam tabel berikut ini yang dihitung
berdasarkan rumus menurut Robert L. Mathis - John H. Jackson (2006: 123) :
Jumlah hari kerja karyawan yang hilang karena
ketidakhadiran kerja selama periode
(Rata-rata jumlah karyawan) x (Jumlah hari kerja)
x 100%
Tabel 1. Tingkat Ketidakhadiran Pegawai Biro Tata Pemerintahan Umum
Setdaprov. Lampung Tahun 2011
Hari Kerja yang Hilang
Periode
Tahun
2011
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
Sept
Oktober
Nov
Desember
Tanpa
Sakit Izin Cuti
Ket
9
18
5
19
9
7
9
6
11
23
18
10
32
21
25
13
18
14
19
10
17
28
23
15
7
0
0
5
0
5
5
0
5
14
44
42
28
28
5
4
8
17
2
23
5
2
9
8
Jumlah
Hari
Kerja
yang
Hilang
76
58
35
41
35
43
35
39
38
67
94
75
Jumlah
Karyawan
Jumlah
Hari
Kerja
%
59
59
61
61
62
62
59
59
61
63
62
62
21
18
23
20
21
20
21
19
22
21
22
21
10,16
25,32
20,74
30,73
16,66
30,72
37,53
23,81
21,46
18,82
22,72
30,10
Sumber : Subbag Tata Usaha Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov.
Lampung (Desember 2011)
6
Dari tabel di atas menunjukan bahwa tingkat kehadiran pegawai pada Biro
Tata Pemerintahan Umum belum bisa dikatakan baik, karena berdasarkan data
dari bulan Januari 2011 s/d Desember 2011 masih terdapat sebanyak 24,1 %
pegawai yang tidak hadir tepat waktu atau absen pada saat jam kerja. Disini
terlihat bahwa pegawai pada Biro Tata Pemerintahan Umum belum profesional
dalam melaksanakan tugas yang pada akhirnya akan mempengaruhi pegawai
dalam menghasilkan kinerja yang baik.
Pendidikan juga berperan dalam dalam meningkatkan kinerja pegawai,
dimana di Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung sudah didominasi
lulusan S1, hal ini bisa dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Pegawai Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung
Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan
Jumlah Pegawai
Persentase
SD (Sekolah Dasar)
-
SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama)
2
3,23
SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas)
14
22,58
S1 (strata 1)
40
64,52
S2 (Strata 2)
6
9,67
S3 (Strata 3)
-
0
Jumlah
62
100
Sumber : Subbag Tata Usaha Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov.
Lampung (September 2011)
Dari tabel di atas menunjukan bahwa lebih dari 50 % pegawai sudah
berpendidikan S1 ke atas, disini terlihat bahwa tingkat pendidikan sudah menjadi
prioritas dalam memotivasi pegawai untuk meningkatkan kinerja.
7
Adapun jenis-jenis motivasi yang telah diberikan pimpinan kepada para
pegawai Biro Tata Pemerintahan Umum diantaranya berupa : motivasi positif dan
motivasi negatif (Hasibuan, 1984 : 195). Motivasi positif (incentive positive),
adalah suatu dorongan yang bersifat positif, yaitu jika pegawai dapat
menghasilkan prestasi di atas prestasi standar, maka pegawai diberikan insentif
berupa hadiah. Namun pada kenyataannya pegawai Biro Tata Pemerintahan
Umum mendapat kesejahteraan yang sama jumlahnya walaupun kinerja berbeda.
Pegawai yang memiliki kinerja yang tinggi tidak mendapatkan pendapatan atau
insentif yang berbeda dengan pegawai yang malas, artinya tidak memiliki
perbedaan dari segi pendapatan, namun disisi lain pasti dikenal baik oleh atasan
dan banyak mendapatkan promosi baik untuk mengikuti diklat, tugas belajar
maupun promosi jabatan. Selain itu, motivasi lainnya diberikan dengan adanya
penambahan sarana dan prasarana melalui proyek pengadaan barang seperti
komputer dan laptop, dan internet gratis (hot spot area), pengadaan PDH dan
pakaian olah raga kepada para pegawai. Untuk menambah keakraban hubungan
antara sesama rekan kerja/atasan pada tahun 2010 diadakan tour ke Pulau Anyer,
Jakarta untuk seluruh pegawai Biro Tata Pemerintahan Umum.
Sebaliknya, motivasi negatif (incentive negative), adalah mendorong
pegawai dengan ancaman hukuman, artinya jika prestasinya kurang dari prestasi
standar akan dikenakan hukuman. Sedangkan jika prestasi diatas standar tidak
diberikan hadiah. Motivasi ini benar adanya telah diterapkan dengan tegas pada
Biro Tata Pemerintahan Umum sejalan dengan diterbitkannya Peraturan
Pemerintah RI Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil,
terbukti dengan dikeluarkannya 2 (dua) orang Pegawai Biro Tata Pemerintahan
8
Umum pada tahun 2011 karena tidak masuk kerja selama 46 hari kerja atau lebih
dengan sanksi pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.
Berdasarkan uraian di atas mendorong penulis untuk meneliti lebih jauh
tentang ”Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja pada Biro Tata Pemerintahan
Umum Sekretariat Daerah Lampung”. Objek penelitian ini penulis pilih karena
Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung mempunyai peranan yang
strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan di Lingkungan Pemerintah
Provinsi Lampung.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Apakah motivasi intrinsik berpengaruh terhadap kinerja.
2. Apakah motivasi ekstrinsik berpengaruh terhadap kinerja.
1.3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang :
1. Pengaruh motivasi intrinsik terhadap kinerja di Biro Tata
Pemerintahan Umum.
2. Pengaruh motivasi ekstrinsik terhadap kinerja di Biro Tata
Pemerintahan Umum.
9
1.4
Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengembangan teori
khususnya yang berkaitan dengan motivasi dan kinerja Pegawai Negeri Sipil
(PNS).
1.4.2 Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang
bermanfaat bagi para pembuat kebijakan dan para pengambil keputusan dalam
memberikan arah peningkatan kinerja Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Biro
Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung.
1.5
Kerangka Pemikiran
1.5.1 Kinerja
Untuk mendapatkan kinerja optimal yang mampu bekerja dengan baik
sesuai dengan pekerjaan atau jabatannya, diperlukan suatu upaya untuk
melakukan pengelolaan sumber daya manusia.
Menurut Soeprihanto (1998 : 2) bahwa :
Prestasi kerja adalah pelaksanaan kerja dalam arti prestasi kerja tidak
hanya menilai hasil fisik yang telah dihasilkan oleh seseorang karyawan.
Pelaksanaan disini dalam artian keseluruhan sehingga dalam penilaian
prestasi kerja ditujukan pada berbagai hal seperti kemampuan kerja,
kerajinan, disiplin, hubungan kerja, prakarsa, kepemimpinan atau hal-hal
khusus sesuai dengan bidang dan level pekerjaan yang dijabatinya.
Sehubungan dengan hal di atas maka yang perlu dilakukan dalam
mengukur kinerja adalah :
1. Hasil fisik
2. Perilaku (kemampuan kerja, kerajinan, disiplin, hubungan kerja,
prakarsa, kepemimpinan dsb).
10
1.5.2 Motivasi
Setiap organisasi mengharapkan penggunaan sumber daya manusia yang
tersedia secara optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk
memperoleh hal tersebut perlu pemberian motivasi yang tepat sehingga akan
mendorong pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya seoptimal
mungkin.
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam
menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi
(tujuan kerja).
Motivasi berprestasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan dalam diri
seseorang untuk melakukan atau mengerjakan suatu kegiatan atau tugas dengan
sebaik-baiknya agar mencapai prestasi dengan predikat terpuji.
Motivasi dalam manajemen ditujukan pada sumber daya manusia
umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya
mengarahkan daya dan potensi bawahan agar mampu bekerjasama secara
produktif dan berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.
Pentingnya motivasi karena ada hal yang menyebabkan, menyalurkan dan
mendukung perilaku manusia supaya giat dan antusias mencapai hasil yang
optimal.
Terry (dalam Suswati, 2002: 21) mengemukakan bahwa :
Motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang
merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan. Motivasi tampak
dalam dua segi yang berbeda yaitu :
1. Kalau dilihat dari segi aktif/dinamis motivasi tampak sebagai suatu
usaha positif dalam menggerakkan, mengerahkan dan mengarahkan
11
daya serta potensi tenaga kerja, agar secara produktif berhasil mencapai
dan mewujudkan tujuan yang ditetapkan sebelumnya.
2. Jika dilihat dari segai pasif/statis, motivasi tampak sebagai suatu
kebutuhan dan juga sekaligus sebagai perangsang untuk dapat
menggerakkan, mengerahkan dan mengarahkan potensi serta daya kerja
manusia tersebut kearah yang diinginkan.
Menurut Hasibuan (2002: 146) mengemukakan bahwa :
Tujuan motivasi adalah untuk :
1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan
2. Meningkatkan produktifitas kerja karyawan
3. Mempertahankan kestabilan karyawan
4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan
5. Mengefektifkan pengadaan karyawan
6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik
7. Meningkatkan loyalitas, kreatifitas dan partisipasi karyawan
8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan
9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya
10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.
Motivasi dapat dipisahkan menjadi dua bagian yaitu motivasi internal dan
motivasi eksternal. Menurut pendapat Hick dan Gullet (1987 : 450) yang
mengatakan bahwa:
Kelompok teori motivasi internal memandang bahwa motivasi individu
bersumber dari dalam diri individu sendiri, seperti adanya kebutuhan dan
kehendak. Sedangkan kelompok teori motivasi eksternal memandang
bahwa ada kekuatan diluar diri individu yang dapat mempengaruhi
perilakunya dalam bekerja, seperti gaji/upah, keadaan kerja, faktor
pengendalian oleh manejer, pekerjaan, pengembangan dan tanggung
jawab.
Berdasarkan definisi dan teori motivasi maka menurut penulis ada dua
faktor motivasi yang erat kaitannya dengan kinerja pegawai negeri sipil yaitu:
1. Motivasi Intrinsik
2. Motivasi Ekstrinsik
Pengaruh kedua faktor motivasi dalam penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut :
12
X1
Motivasi Intrinsik
- Pengakuan atas
keberhasilan
- Kemungkinan
untuk maju
- Penempatan
personil

ryx1
Y
Sumber : Timpe
(2000: 80)
Kinerja
- Perilaku
- Hasil
X2
Motivasi Ekstrinsik
- Pendapatan
- Kondisi kerja
- Hubungan kerja
ryx2
Sumber : Soeprihanto
(1998: 80)
Sumber : Timpe
(2000: 80)
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja pada
.Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung
1.6
Hipotesis
Bertitik tolak dari perumusan masalah dan kerangka pemikiran, maka
dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Motivasi Intrinsik berpengaruh positif terhadap kinerja.
2. Motivasi Ekstrinsik berpengaruh positif terhadap kinerja.
13
II.
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Kinerja
Pekerjaan yang dilakukan dengan penuh kesungguhan, akan memberikan
hasil yang memuaskan. Tetapi dalam upaya mencapai prestasi kerja maksimal,
kesungguhan saja belum cukup, tetapi masih diperlukan pengetahuan dan
keterampilan. Dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pegawai
diperlukan usaha untuk senantiasa belajar dan bekerja untuk menambah
pengalaman. Jadi dengan usaha yang sungguh-sungguh dan pengetahuan yang
luas, seorang pegawai dapat mencapai kinerja maksimal.
Hasibuan (1996: 105) mengatakan :
Prestasi kerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan didasarkan
kepada kecakapan, keterampilan, pengalaman dan kesungguhan serta
waktu.
Timpe (2000: 3) mengemukakan bahwa :
Prestasi karyawan di bawah standar mungkin disebabkan sejumlah faktor,
mulai dari keterampilan kerja yang buruk hingga motivasi yang tidak
cukup atau lingkungan kerja yang buruk.
Mengingat prestasi organisasi tergantung atas prestasi individu, maka
manejer atau pimpinan organisasi harus memiliki pengetahuan yang lebih
memadai dan bukan hanya pengetahuan yang pas-pasan tentang faktor yang
14
menentukan prestasi individu. Sehubungan dengan ini Robbins (1996: 5)
mengatakan bahwa :
Manajer menyelesaikan urusan – urusan lewat orang – orang lain. Fungsi
manajer mencakup memotivasi bawahan, memilih saluran – saluran
komunikasi yang efektif serta memecahkan konflik – konflik.
Dengan memperhatikan fungsi manajer di atas maka seorang manajer
harus mampu mengambil suatu keputusan secara cepat dan tepat. Sebagai contoh
dalam mengambil suatu keputusan : apabila seorang pegawai yang memiliki sikap
jelek serta tingkat keterampilan yang rendah, penyebab utamanya mungkin dalam
proses seleksi, untuk kasus seperti ini akan membutuhkan biaya yang besar untuk
memperbaiki keterampilan maupun sikap sehingga karyawan tersebut lebih baik
dipindahkan atau diberhentikan. Apabila seorang pegawai yang mempunyai
keterampilan yang rendah tapi mempunyai sikap yang baik maka butuh pelatihan
atau diklat. Sedangkan apabila seorang pegawai yang memiliki keterampilan
yang cukup tetapi tidak mempunyai keinginan untuk bekerja lebih baik, maka
perlu dilakukan strategi motivasi yang tepat bagi pegawai tersebut.
Menurut Soeprihanto (1998: 85) mengatakan bahwa :
Unsur-unsur yang dinilai dalam penilaian pelaksanaan pekerjaan karyawan
bagi operator / petugas yaitu :
 Prestasi kerja : kecakapan, keterampilan, kesungguhan dan
bertanggung jawab
 Tanggung jawab : pelaksanaan tugas, dedikasi, dan bertanggung
jawab
 Ketaatan : disiplin, perintah dinas, ketentuan jam kerja dan sopan
santun
 Kejujuran : keikhlasan melaksanakan tugasnya
 Kerjasama : kemampuan bekerjasama
Untuk menentukan apakah seorang pegawai mempunyai kinerja baik,
sedang atau buruk maka perlu dilakukan penilaian terhadap kinerja. Menurut
Siagian (1994: 223) mengatakan bahwa :
15
Pada umumnya orang-orang yang berkecimpung dalam manajemen
sumber daya manusia sependapat bahwa penilaian prestasi kerja para
pegawai merupakan bagian penting dari seluruh proses kekaryaan pegawai
yang bersangkutan. Penilaian prestasi kerja yang rasional dan diterapkan
secara objektif terlihat paling sedikit dua kepentingan, yaitu kepentingan
pegawai yang bersangkutan dan kepentingan organisasi.
Selanjutnya Siagian menjelaskan bahwa bagi para pegawai, penilaian
tersebut berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan,
kekurangan dan potensinya yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan
tujuan, jalur, rencana dan pengembangan karirnya. Sedangkan bagi organisasi,
hasil penilaian prestasi kerja para pegawai sangat penting arti dan peranannya
dalam pengambilan keputusan tentang berbagai hal, seperti identifikasi kebutuhan
program pendidikan dan latihan, rekrutmen, seleksi, program pengenalan,
penempatan, promosi, sistem imbalan dan berbagai aspek lain dari keseluruhan
proses manajemen sumber daya manusia secara efektif.
Menurut Siagian (1994: 223) mengatakan :
Pengalaman banyak organisasi menunjukan bahwa suatu sistem penilaian
prestasi kerja yang baik, sangat bermanfaat untuk berbagai kepentingan,
seperti :
1. Mendorong peningkatan prestasi kerja
2. Sebagai bahan pengambilan keputusan dalam pemberian imbalan.
3. Untuk kepentingan mutasi pegawai
4. Guna untuk menyusun program pendidikan dan latihan, baik yang
dimaksud untuk mengatasi kekurangan dan kelemahan maupun untuk
mengembangkan potensi karyawan yang ternyata belum sepenuhnya
digali dan yang terungkap melalui penilaian prestasi kerja.
5. Membantu para pegawai menentukan rencana kariernya dan dengan
bantuan bagian kepegawian menyusun program pengembangan karier
yang paling tepat dalam arti sesuai dengan kebutuhan para pegawai
dan dengan kepentingan organisasi.
16
2.2
Teori Motivasi
Menurut Hasibuan (1996 : 95) mengatakan bahwa :
Motif adalah daya penggerak kemauan bekerja seseorang, setiap motif
mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Sedangkan motivasi adalah
pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang,
agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan
segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.
Selanjutnya Siagian (1994: 130) mengatakan bahwa : “Motif para
bawahan untuk menggabungkan diri dengan suatu organisasi adalah motif
pemuasan kebutuhan”.
Winardi (1990: 440) berpendapat bahwa : “Motivasi berkaitan dengan
kebutuhan. Manusia selalui mempunyai kebutuhan untuk dipenuhi”. Sedangkan
Gibson dkk (1996: 185) mengatakan : “Motivasi adalah kekuatan yang
mendorong seseorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku”.
Dengan demikian, yang dikatakan motif adalah suatu dorongan yang ada
pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu bagi pencapaian tujuan tertentu.
Sedangkan motivasi adalah daya penggerak atau daya pendorong untuk berbuat
sesuatu dalam rangka pemuasan kebutuhan atau pencapaian tujuan dari orang
yang bersangkutan.
Menurut Robbins (1996: 199) menjelaskan : “Teori – teori yang mendasari
motivasi diantaranya Teori Dini Motivasi dan Teori Kontemporer Motivasi”.
Teori Dini Motivasi terdiri dari : Teori Hirarki Kebutuhan, Teori X dan Y serta
Toeri Motivasi Higeine. Sedangkan Teori Kontemporer Motivasi terdiri dari Teori
ERG, Teori Kebutuhan McClelland, Teori Evaluasi kognitif, Teori Penentuan –
Tujuan, Teori Penguatan, Teori Keadilan dan Teori Harapan.
17
A. Teori Dini Motivasi
1. Teori Hirarki Kebutuhan
Teori hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow, menghipotesiskan bahwa
di dalam semua manusia ada suatu hirarki lima kebutuhan yaitu :
1. Faali (fisiologis) : antara lain rasa lapar, haus , perlindungan (pakaian dan
perumahan), seks dan kebutuhan ragawi lain
2. Keamanan : antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian
fisik dan emosional
3. Sosial : mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima-baik, dan
persahabatan
4. Penghargaan : mencakup faktor rasa hormat internal seperti harga diri,
otonomi, dan prestasi dan faktor hormat eksternal seperti status,
pengakuan dan perhatian.
5. Aktualisasi – diri : memcakup pertumbuhan, memcapai potensialnya dan
pemenuhan diri.
2. Teori X dan Y
Douglas McGregor menemukan dua pandangan yang jelas berbeda
mengenai manusia. Secara dasar satu negatif, yang ditandai sebagai teori X dan
pada dasar positif ditandai dengan teori Y. Menurut teori X pengandaian yang
dipegang para manejer adalah :
1. Karyawan secara inheren (tertanam dalam dirinya) tidak menyukai
kerja dan bila mana dimungkinkan akan mencoba menghindarinya.
18
2. Karena karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus dipaksa, diawasi
atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
3. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari arahan
formal bila dimungkinkan
4. Kebanyakan karyawan menaruh keamanan di atas semua faktor lain
yang dikaitkan dengan kerja dan akan memperagakan ambisi sedikit
saja.
Sedangkan menurut teori Y terdapat empat pengandaian positif yaitu :
1. Karyawan memandang kerja sebagai sama wajarnya seperti istirahat
atau bermain.
2. Orang-orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawaan diri
jika mereka janji terlibat pada sasaran –sasaran
3. Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima baik, bahkan
mengusahakan tanggung jawab
4. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif (pembaharuan)
tersebar meluas dalam populasi dan tidak perlumerupakan milik dari
mereka yang berada dalam posisi manajemen.
3. Toeri Motivasi Higeine
Dalam teori – higeine yang dikemukakan oleh psikolog Frederick
Herzberg yang mengatakan bahwa faktor – faktor intrinsik dihubungkan dengan
kepuasan kerja, sementara faktor ekstrinsik dikaitkan dengan ketidakpuasan.
Menurut Herzberg dalam Robbins (1996: 2002) mengatakan bahwa :
Faktor-faktor yang menghantar kepuasan kerja terpisah dan terbedakan
dari faktor-faktor yang menghantar ketidakpuasan kerja. Oleh karena itu
manejer yang berusaha menghilangkan faktor-faktor yang menciptakan
19
ketidakpuasan. Faktor –faktor Higeine meliputi faktor-faktor seperti
kebijakan dan administrasi perusahaan, penyeliaan dan gaji, yang bila
memadai dalam suatu pekerjaan, akan menenteramkan pekerja. Bila faktor
ini tidak memadai, orang-orang akan tak terpuaskan.
B. Teori Kontemporer Motivasi
1. Teori ERG
Revisinya Hirarki kebutuhan disebut Teori ERG. Alderfer dalam Robbins
(199 : 204) berargumen bahwa : “Ada tiga kelompok kebutuhan teras yaitu :
existence, keterhubungan (relatednes), dan pertumbuhan (growth)”. Kelompok
eksistensi mempedulikan pemberian persyaratan eksistensi materiil dasar kita. Itu
mencakup kebutuhan faali dan keamanan. Kelompok keterhubungan merupakan
hasrat yang kita punyai untuk memelihara hubungan antar pribadi yang penting.
Hasrat sosial dan status menuntut interaksi dengan orang-orang agar dipuaskan.
Sedangkan kelompok pertumbuhan merupakan suatu hasrat intrinsik dari kategori
penghargaan Maslow yang karakteristik-karakteristik yang tercakup pada
aktualisasi diri.
2. Teori Kebutuhan McClelland
Dalam memahami mativasi Teori Kebutuhan McClelland memfokuskan
pada tiga kebutuhan yaitu :

Kebutuhan akan prestasi : dorongan untuk mengungguli, berprestasi
sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses.

Kebutuhan akan kekuasaan : kebutuhan untuk membuat orang-orang lain
berperilaku dalam suatu cara yang orang – orang itu (tanpa dipaksa) tidak
akan berperilaku demikian
20

Kebutuhan akan afiliasi : hasrat untuk hubungan antar pribadi yang ramah
dan karib.
3. Teori Evaluasi kognitif
Teori evaluasi kognitif membagi ganjaran-ganjaran ekstrinsik seperti upah,
untuk upaya kerja yang sebelumnya secara intrinsik telah mengganjar karena
adanya kesenangan yang dikaitkan dengan isi kerja itu sendiri, akan cenderung
mengurangi tingkat motivasi keseluruhan. Teori berargumen bahwa bila ganjaranganjaran ekstrinsik digunakan oleh organisasi sebagai hadiah untuk kinerja yang
unggul, ganjaran intrinsik yang diturunkan dari individu-individu yang
melakukan apa yang mereka sukai, akan dikurangi.
4. Teori Penentuan – Tujuan
Menurut Robbins (1996: 209) :
Riset mengenai teori penentuan – tujuan menangani isyu-isyu dan
penemuannya. Seperti dalam hal efek dari kespesifikan tujuan, tantangan
dan umpan balik terhadap kinerja. Jadi boleh diterjemahkan teori
penentuan – tujuan adalah bahwa tujuan yang khusus dan sulit
menghantar ke kinerja yang lebih tinggi.
5. Teori Penguatan
Teori penguatan mempunyai suatu pendekatan keperilakuan
(behaviosistik) yang berargumen bahwa penguatanlah yang mengkondisikan
perilaku. Para teoritisi penguatan memandang perilaku sebagai disebabkan secara
lingkungan. Teori ini mengabaikan keadaan dalam dari individu dan memusatkan
semata-mata pada apa yang terjadai pada seseorang bila ia mengambil suatu
tindakan. Jadi, perilaku merupakan fungsi dari konsekwensi – konsekwensinya.
21
6. Teori Keadilan
Pada teori keadilan, individu-individu membandingkan masukan dan
keluaran pekerjaan mereka dengan masukan dan kelauaran orang – orang lain dan
kemuadian berespon untuk menghapuskan setiap ketidakadilan. Teori keadilan
mengenali bahwa individu – individu tidak hanya peduli akan jumlah mutlak
ganjaran untuk upaya – upaya mereka, tetapi juga akan hubungan jumlah ini
dengan apa yang diterima orang lain.
7. Teori Harapan.
Menurut Robbins (1996: 215) mengatakan :
Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk
menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan
menghantarkan kesuatu penilaian kinerja yang baik ; suatu penilaian yang
baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional seperti : suatu
bonus, kenaikan gaji, atau suatu promosi dan ganjaran-ganjaran itu akan
memuaskan tujuan-tujuan pribadi karyawan itu.
Oleh karena itu teori ini memfokuskan pada tiga hubungan yaitu :

Hubungan upaya – kinerja : probabilitas yang dipersepsikan oleh individu
yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu itu untuk mendorong kinerja.

Hubungan kinerja – ganjaran : derajat sejauhmana individu itu meyakini
bahwa berkinerja pada suatu tinggkat tertentu akan mendorong tercapainya
suatu keluaran yang diinginkan

Hubungan ganjaran – tujuan pribadi : derajat sejauh mana ganjaran –
ganjaran organisasional memenuhi tujuan-tujuan atau kebutuhan pribadi
seorang individu dan daya tarik ganjaran-ganjaran potensial tersebut untuk
individu itu.
22
Teori pengharapan ini membantu menjelaskan mengapa banyak sekali
pekerja tidak termotivasi pada pekerjaan mereka dan semata-mata melakukan
yang minimum untuk penyelamatan diri.
Menurut Handayaningrat (1985: 82) :
Faktor – faktor yang mempengaruhi motivasi adalah kebutuhan –
kebutuhan yang dirasakan secara sadar atau tidak sadar. Kebutuhan –
kebutuhan tersebut terdiri dari ;
1. Kebutuhan primer, seperti minum, makan dan sebagainya
2. Kebutuhan sekunder, seperti kebanggaan, kedudukan, kecakapan dan
sebagainya.
Proses motivasi dimulai dari pemenuhan kebutuhan – kebutuhan para
pegawainya, kebutuhan – kebutuhan tersebut pada umumnya terdiri dari
kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani.
Pendapat yang dikemukakan oleh Soekarno (1983: 19), yang mengatakan
bahwa :
Kebutuhan pokok dasar minimum manusia adalah ;
1. Yang bersifat material
Pada umumnya terdiri atas kebutuhan – kebutuhan akan pangan
(makanan), sandang (pakaian), dan papan (tempat tinggal).
2. Yang bersifat non material
Meliputi kebutuhan akan rasa harga diri, kebutuhan akan keselamatan,
kebutuhan akan berpartisipasi dan kebutuhan akan aktualisasi.
Apabila dilihat dari segi perilaku seseorang di dalam organisasi, maka
terdapat jenis-jenis kebutuhan yang sifatnya non material yang dipandang sebagai
suatu hal yang turut mempengaruhi perilakunya dan menjadi faktor motivasional
yang perlu dipuaskan. Oleh sebab itu perlu selalu mendapat perhatian setiap
pimpinan dalam organisasi.
Siagian (1995: 71) mengatakan bahwa : “Betapa pentingnya kondisi fisik
dalam mempengaruhi perilaku organisasi dari para karyawan, tidak ada yang lebih
23
penting dari perlakuan manusiawi terhadap para bawahan”. Dalam hubungan ini
ada dua hal yang amat penting mendapat perhatian yaitu :
1. Para pimpinan organisasi seyogyanya memberikan kesempatan kepada
bawahannya untuk menyatakan keinginannya, harapan, ide, dan saransaran, baik yang menyangkut tugas kewajiban mereka maupun yang
menyangkut kehidupan organisasi secara keseluruhan.
2. Para pimpinan organisasi hendaknya terus berusaha untuk
menumbuhkan, memelihara, dan mengembangkan hubungan personal
yang intim dan serasi dikalangan para karyawan yang pada gilirannya
akan menumbuhkan jiwa korps yang mendalam yang pada akhirnya
akan meningkatkan produktifitas dan menumbuhkan perilaku
organisasional yang diinginkan.
Berdasarkan rincian-rincian tersebut, jelas bahwa kebutuhan-kebutuhan
yang merupakan motivasi kepada pegawai dalam melaksanakan tugasnya dapat
menumbuhkan semangat hidup dan kerja yang sangat diperlukan dalam mencapai
tujuan organisasi.
Menurut Hasibuan (1996: 100) mengatakan bahwa :
Ada beberapa model motivasi yang dapat dilakukan dalam rangka untuk
mendukung usaha pemenuhan kebutuhan antara lain :
1. Model tradisional, mengemukakan bahwa untuk memotivasi bawahan
agar gairah kerjanya meningkat dapat dilakukan dengan sistem insentif
yaitu memberikan insentif materil pada karyawan yang berprestasi
baik. Semakin berprestasi maka semakin banyak balas jasa yang
diterimanya.
2. Model hubungan manusia, untuk memotivasi bawahan agar gairah
kerjanya meningkat dapat dilakukan dengan mengakui kebutuhan
sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna serta penting.
Sebagai akibatnya karyawan mendapat beberapa kebebasan membuat
keputusan dan kreatifitas dalam melakukan pekerjaannya. Dengan
memperhatikan kebutuhan materil dan non materil karyawan, maka
motivasi bekerjanya akan meningkat pula.
24
3. Model sumberdaya manusia, mengemukakan bahwa karyawan
dimotivasi oleh banyak faktor, bukan hanya uang / barang atau
keinginan akan kepuasan saja, tapi juga kebutuhan akan pencapaian
dalam pekerjaan yang berarti. Menurut teori ini karyawan cenderung
memperoleh kepuasan dari prestasi kerjanya yang baik.
Berdasarkan model-model tersebut perlu dikemukakan usaha-usaha yang
dapat dilakukan seseorang yang berkedudukan sebagai pimpinan dalam organisasi
untuk menyelenggarakan motivasi sering dikatakan bahwa setiap pimpinan
merupakan tenaga penggerak dan pendorong yang paling ampuh, hal ini
disebabkan pimpinan berwenang dan bertanggungjawab untuk memperhatikan
dan mengusahakan sesuai dengan kemampuannya agar terpenuhi kebutuhankebutuhan yang bersifat material maupun non material sehingga dapat
memungkinkan untuk mewujudkan efektifitas dan kelancaran kerja pegawai.
Motivasi kerja pegawai merupakan hal yang penting dalam pencapaian
proses pencapaian kinerja yang optimal, karena motivasilah yang memegang
kunci dari terlaksananya semua pekerjaan yang dilakukan pegawai. Pegawai yang
mempunyai kemampuan kerja yang tinggi, tapi bila tidak diimbangi dengan
motivasi atau semangat kerja yang baik, maka akan menjadi kurang lengkap. Hal
ini dinyatakan oleh Sastrodiningrat (1986: 2) bahwa : “Bukan kecakapan (ability)
yang kurang dalam suatu organisasi, melainkan motivasi yang kurang atau tidak
ada”.
Rendahnya motivasi akan menyebabkan kurang efektifnya hasil kerja,
karena pegawai akan bekerja secara terpaksa dan tidak bergairah, karena
pekerjaan dirasakan semata-mata hanya sebagai beban tugas yang harus
diselesaikan, tanpa adanya keinginan untuk berkarya secara lebih baik. Oleh sebab
itu para manejer harus memperhatikan mengenai cara memotivasi kerja pegawai
25
yang tepat dan dapat dilaksanakan, para manejer tersebut mempunyai tanggung
jawab yang besar terhadap maju mundur terhadap organisasi yang dipimpinnya.
Dalam pelaksanaan memotivasi pegawai maka perlu diketahui terlebih
dahulu prinsip – prinsip motivasi sehingga sesuatu yang dicapai sesuai dengan
tujuan yang diharapkan organisasi.
Menurut Nitisemito (1993: 132), menyatakan bahwa :
Prinsip-prinsip motivasi adalah :
1. Upah / gaji yang layak
2. Pemberian insentif
3. Memperhatikan rasa harga diri
4. Memenuhi kebutuhan rohani
5. Memenuhi kebutuhan berpartisipasi
6. Menempatkan pekerja pada tempat yang tepat
7. Manimbulkan rasa aman dimasa depat
8. Memperhatikan lingkungan tempat kerja
9. Memperhatikan kesempatan untuk maju
10. Menciptakan persaingan yang sehat
Dengan pemberian motivasi yang tepat pada pegawai akan menghasilkan
kinerja yang optimal, karena pegawai dapat berkarya lebih baik dan merasa bahwa
tugas yang diberikan atasan bukanlah suatu beban yang harus diselesaikan. Ada
beberapa cara dalam meningkatkan motivasi kerja pegawai diantaranya:
pemberian imbalan, penghargaan, kesempatan berkembang, kerjasama dan lainlain.
Kenyataan yang tidak dapat disangkal bahwa motivasi dasar bagi
kebanyakan orang menjadi pegawai pada suatu organisasi tertentu adalah untuk
mencari nafkah. Berarti apabila disuatu pihak seseorang menggunakan
pengetahuan, keterampilan, tenaga dan sebagaian waktunya untuk berkarya pada
suatu organisasi, dilain pihak ia mengharapkan menerima imbalan tertentu.
26
Berangkat dari pandangan demikian, masalah imbalan dipandang sebagai salah
satu tantangan yang harus dihadapi oleh manajemen suatu organisasi.
Siagian (1995: 63) berpendapat bahwa :
Salah satu motivasi utama seseorang menjadi manusia organisasional
adalah untuk dapat terpenuhinya kebutuhan pokoknya seperti sandang,
pangan dan papan. Kesemuanya itu tentunya dapat terpenuhi dengan
pendapatan berbentuk uang.
Menurut Siagian (1994: 257) bahwa :
Dalam usaha mengembangkan suatu sistem imbalan, para spesialis
dibidang manajemen sumber daya manusia perlu melakukan 4 (empat)
hal :
1. Melakukan analisis pekerjaan. Artinya perlu disusun deskripsi jabatan,
uraian pekerjaan dan standar pekerjaan yang terdapat dalam suatu
organisasi .
2. Melakukan penilaian pekerjaan dikaitkan dengan keadilan internal.
Dalam melakukan penilaian pekerjaan diusahakan tersusunnya urutan
peringkat pekerjaan, penentuan “nilai” untuk setiap pekerjaan,
susunan perbandingan dengan pekerjaan lain dalam organisasi dan
pemberian “point” untuk setiap pekerjaan.
3. Melakukan survei berbagai sistem imbalan yang berlaku guna
memperoleh bahan yang berkaitan dengan keadilan eksternal.
Organisasi yang disurvai dapat berupa organisasi pemerintah yang
secara fungsional berwenang mengurus ketenagakerjaan, kamar
dagang dan industri, organisasi profesi, serikat pekerja, organisasiorganisasi pemakai tenaga kerja lain dan perusahaan konsultan,
terutama yang mengkhusukan dirinya dalam manajemen sumber daya
manusia.
4. Menentukan “harga” setiap pekerjaan dihubungkan dengan “harga”
pekerjaan sejenis ditempat lain. Dalam mengambil langkah ini
dilakukan perbandingan antara nilai berbagai pekerjaan dalam
organisasi dengan nilai yang berlaku dipasaran kerja.
Uang merupakan imbalan yang diberikan kepada pegawai, hal itu harus
tetap dipelihara untuk mencegah timbulnya ketidakpuasan dalam pekerjaan.
Menurut Braid (dalam Timpe, 2000: 66), mengatakan bahwa :
Uang mungkin tidak memotivasi semua orang sepanjang waktu, tetapi
tidak boleh lupa bahwa pegawai harus diberi penghargaan finansial untuk
peforma mereka. Bagi pegawai upah adalah suatu cara untuk memenuhi
kebutuhan mereka. Ada yang melihat bahwa pendapatan mereka adalah
sebagai sarana penyediaan kebutuhan hidap yang mendasar bagi diri
27
sendiri dan keluarga. Yang lain melihatnya sebagai sarana penyediaan
jaminan hidup sampai tingkat tertentu.
Penghargaan juga merupakan faktor motivator yang menyangkut
kebutuhan psikologis seseorang, karena penghargaan adalah pengakuan terhadap
pribadi pegawai yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaaannya.
Pengakuan akan prestasi merupakan faktor penting dalam penghargaan. Apabila
pengakuan akan prestasi ini diberikan maka pegawai yang berhasil menyelesaikan
pekerjaannya dengan baik merasa yakin akan kemampuannya dan merasa
dihargai.
Timpe (2000: 92) mengatakan : “Ucapkanlah selamat pada pegawai yang
telah menunaikan pekerjaaan dengan baik”. Ucapan terima kasih pribadi
sampaikan langsung, mungkin sudah cukup membuat pegawai itu menjadi gesit.
Ucapan terima kasih merupakan dorongan positif bagi pegawai untuk
memberikan usaha terbaiknya. Apapun situasinya, buatlah ucapan selamat itu
pribadi dan tidak dibuat-buat.
Kemudian Timpe melanjutkan, jika penggunaan pujian terlalu sering dapat
berakibat sebaliknya. Masih ada cara lain, diantaranya adalah membelikan bunga
bagi pegawai, makan atau minum setelah waktu kerja dapat dilihat oleh beberapa
pegawai sebagai “terlalu dekat” khususnya atasan anda. Disamping itu cara seperti
ini berat bagi kantong anda.
Kesempatan berkembang juga merupakan daya penggerak dalam
memotivasi semangat kerja seseorang. Pengembangan SDM dapat dilakukan
dengan pelatihan dan pengembangan. Menurut Siagian (1994: 183) mengatakan
bahwa :
28
Penekanan pelatihan adalah untuk peningkatan kemampuan melaksanakan
tugas sekarang, sedangkan pengembangan menekankan peningkatan
kemampuan melaksanakan tugas baru dimasa depan.
Dengan kata lain, pelatihan adalah suatu bentuk investasi jangka pendek,
sedangkan pengembangan merupakan investasi sumber daya manusia jangka
panjang. Pelatihan dan pengembangan ini dapat digunakan oleh pihak manejemen
dalam rangka perencanaan pengembangan karir pegawai.
Menurut Siagian (1994: 204) bahwa :
Pembahasan tentang perencanaan karir dalam rangka menejemen sumber
daya manusia bertitik tolak dari asumsi dasar bahwa seseorang yang mulai
bekerja setelah penempatan dalam suatu organisasi akan terus bekerja
untuk organisasi tersebut selama masa aktifnya hingga ia memasuki masa
pensiun. Berarti ia ingin meniti karir dalam organisasi itu.
Cara yang lain dalam meningkat motivasi adalah dorongan untuk
bekerjasama atau berkomunikasi, baik dengan atasan, bawahan maupun dengan
sesama rekan. Menurut Timpe (2000: 28) mengatakan bahwa : “Komunikasi yang
efektif antara manajer dan pegawai sangat penting bagi motivasi pegawai”. Sikap
manajer, umpan balik, mampu mendengarkan sangat diperlukan untuk
komunikasi yang baik. Manajer hendaknya bersedia bernegosiasi dari pada
memberikan petunjuk. Biarkanlan pegawai membicarakan dan memodifikasi
pesan-pesan sehingga lebih dapat dimengerti dan diterima.
Ditemui banyak teori tentang motivasi. Dari teori tersebut beberapa
pendapat mengelompokkannya kedalam dua kelompok/aspek/faktor yaitu
motivasi intrinsik / internal dan motivasi ekstrinsik / eksternal.
Menurut Hicks dan Gullet (1987: 450), membagi teori motivasi kedalam
dua kelompok yaitu kelompok teori motivasi internal dan kelompok motivasi
eksternal, yang maksudnya adalah : Kelompok teori motivasi internal memandang
29
bahwa motivasi individu bersumber dari dalam diri individu itu sendiri, seperti
adanya kebutuhan, keinginan dan kehendak. Sedangkan kelompok motivasi
eksternal memandang bahwa ada kekuatan diluar diri individu yang dapat
mempengaruhi perilakunya dalam bekerja, seperti faktor pengendalian oleh
manajer, keadaan kerja, gaji/upah, pekerjaan, penghargaan, pengembangan dan
tanggungjawab.
Selanjutnya Timpe (2000: 80) juga membagi teori mativasi menjadi dua
faktor yaitu : Faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik terdiri dari :
pengakuan, pencapaian, kemungkinan untuk tumbuh, kemungkinan untuk maju
dan pekerjaan itu sendiri. Sedangkan faktor ekstrinsik terdiri dari : gaji, hubungan
dengan kawan sekerja, pengawasan teknis, kebijakan perusahaan dan administrasi,
kondisi kerja, status, faktor kehidupan pribadi dan kepastian pekerjaan”.
Pada dasarnya pemberian motivasi kepada pegawai adalah untuk
memberikan suatu kepuasan kepada diri pegawai terhadap pekerjaan yang
dilakukannya, sehingga diharapkan pegawai dapat bekerja dengan baik dan
berprestasi. Suwarto (1999: 79) mengatakan bahwa :
Teori kepuasan memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri
individu yang menggerakkan, mengarahkan, mendukung dan
menghentikan perilaku. Mereka mencoba menentukan kebutuhan khusus
yang memotivasi orang. Teori proses menguraikan dan menganalisis
bagaimana perilaku itu digerakkan, diarahkan, didukung dan dihentikan.
Jadi, kedua kelompok motivasi tersebut mempunyai arti penting bagi
manajer dalam memotivasi para karyawannya. Dengan memberikan cara motivasi
yang tepat terhadap pegawai, maka diharapkan kinerja organisasi yang
dipimpinnya dapat berjalan dengan baik dan berkesinambungan.
30
III.
3.1
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Desain Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
analitik, dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penggunaan desain ini
terkait dengan tujuan penelitian yaitu untuk mendapatkan gambaran tentang
persepsi pegawai terhadap motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik dan kinerja serta
untuk mengetahui pengaruh motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik secara
secara parsial terhadap kinerja.
3.2
Populasi
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya
akan diduga (Singarimbun dan Effendi, 1995: 152). Unit analisis penelitian ini
adalah Pegawai Negeri Sipil dari golongan I, II. III dan IV. Jadi Populasi dalam
penelitian ini sebanyak 62 orang Pegawai Negeri Sipil di Biro Tata Pemerintahan
Umum Setdaprov. Lampung, yang terdiri dari :




Golongan I
Golongan II
Golongan III
Golongan IV
Jumlah
: 1 orang
: 12 orang
: 44 orang
: 5 orang
: 62 orang
Pegawai yang disebutkan di atas bekerja pada 4 (empat) bagian di
Lingkungan Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung.
31
3.3
Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian terdiri dari dua variabel bebas (independent
variables) yaitu motivasi intrinsik (X1) dan motivasi ekstrinsik (X2). Sedangkan
variabel terikat (dependent variable) yaitu kinerja (Y).
Penetapan indikator didasarkan pada konsep dan teori ditambah dengan
penalaran penulis terhadap kriteria dan masalah yang erat kaitannya dengan
substansi variabel dan sub variabel yang bersangkutan. Untuk variabel motivasi
penulis mengambil pendekatan pada konsep dari Timpe (2000: 80) sedangkan
untuk variabel kinerja mengambil pendekatan pada konsep Soeprihanto (1998: 2).
Hasil kristalisasi konsep dan penalaran tersebut disajikan dalam bentuk
operasionalisasi variabel penelitian seperti yang terlihat pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Operasionalisasi Variabel Penelitian
Variabel
Dimensi
Motivasi
Intrinsik
( X1)
1. Pengakuan atas
keberhasilan
2. Kemungkinan untuk
maju
Sumber : Timpe
(2000: 80)
3. Penempatan personil
Indikator
1. Pujian atas keberhasilan yang
dicapai.
2. Penghargaan atas keberhasilan
1. Kesempatan menambah
pengetahuan
2. Kejelasan jenjang karir
(promosi yang objektif)
1. Sesuai dengan pendidikan
2. Sesuai dengan keterampilan
3. Sesuai dengan keahlian
32
Tabel 3 (lanjutan)
Variabel
Motivasi
Ekstrinsik
( X2 )
Sumber : Timpe
(2000: 80)
Dimensi
2. Kondisi Kerja
1.
2.
3.
1.
2.
3. Hubungan kerja
1. Hubungan dengan rekan
2. Hubungan dengan atasan
1. Pendapatan
Kinerja ( Y )
1. Perilaku Kerja
Sumber :
Soeprihanto
(1998: 80)
3.4
Indikator
2. Hasil Kerja
1.
2.
3.
4.
1.
2.
Pendapatan
Honorarium
Insentif / tunjangan
Kondisi dan situasi saat bekerja
Fasilitas Kerja
Kemampuan melayani
Kemampuan berfikir
Kemampuan bersikap dewasa
Kehadiran
Kualitas kerja
Kuantitas Kerja
Instrumen Penelitian
Pada penelitian data yang dibutuhkan adalah data mengenai motivasi
pegawai (motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik) dan data kinerja pada
Pegawai Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung. Data tersebut
diperoleh melalui jawaban kuesioner pegawai yaitu data yang diperoleh dari hasil
penelitian lapangan melalui penyebaran daftar pernyataan (angket) kepada
responden yang telah ditentukan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang
telah dipersiapkan sebelumnya dan wawancara dengan Kepala Biro Tata
Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung dan 4 (empat) orang Kepala Bagian di
Lingkungan Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung.
33
3.5
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa teknik
penelitian berikut:
1. Teknik Kuesioner, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mengisi / menjawab daftar pernyataan yang bersifat
tertutup. Angket diberikan kepada pegawai Biro Tata Pemerintahan
Umum Setdaprov. Lampung yang menjadi populasi penelitian.
Pernyataan diklasifikasikan dalam Skala Likert dengan 5 (lima)
alternatif jawaban. Tiap-tiap kategori jawaban diberi skor 1 (satu)
sampai 5 (lima).
2. Teknik Wawancara adalah teknik mengumpulkan data dengan cara
mewawancarai responden yang telah ditentukan. Sumber datanya yaitu
responden yang dinilai / menguasai tentang persoalan yang akan
diteliti. Pada penelitian ini yang akan diwawancarai adalah 5 (lima)
orang pejabat Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung
yang terdiri dari seorang Kepala Biro dan 4 (empat) Kepala Bagian.
Wawancara ini dilakukan dengan cara tatap muka.
3. Teknik dokumentasi adalah teknik yang dilakukan dengan cara
mempelajari dokumen-dokumen, serta daftar isian yang diberi kepada
Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung untuk diisi,
sehingga mendapatkan data yang lengkap dan dapat membantu data
variabel utama yang diteliti.
Pengukuran variabel dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan
secara terstruktur kepada responden. Jumlah pertanyaan sebanyak 38 pertanyaan.
34
Untuk memperdalam hasil penelitian, penulis menggunakan skala likert, yang
setiap pertanyaan mempunyai bobot nilai sebagai berikut : Sangat Setuju (Skor
5), Setuju (Skor 4), Ragu-Ragu (Skor 3), Tidak Setuju (Skor 2), Sangat Tidak
Setuju (Skor 1)
3.6
Validitas dan Reliabilitas
3.6.1 Validitas
Menurut Nasution (1987: 100) mengatakan bahwa, tujuan penelitian ialah
untuk mencari kebenaran. Dalam usaha itu validitas merupakan aspek yang sangat
penting. Kebenaran hanya dapat diperoleh dengan instrumen yang valid.
Selanjutnya Sugiyono (2001: 97) menyatakan, instrumen yang valid berarti alat
ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu valid. Valid berarti instrumen
tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur.
Jadi uji validitas dilakukan untuk menunjukkan sejauh mana alat
pengukuran yang digunakan mengukur apa yang ingin diukur, atau sejauh mana
alat pengukuran yang digunakan tersebut mengenai sasaran pengukuran. Dengan
uji validitas, maka apabila hasil ujinya bermakna valid, maka hasil perhitungan
dan analisis data juga akan dimaknai valid atau diakui dan dapat diterima.
Validitas alat ukur merupakan taraf kesesuaian dan ketetapan dalam melakukan
suatu penilaian, atau dengan kata lain apakah alat ukur (kuesioner) tersebut sudah
benar.
Dapat dikatakan, semakin tinggi validitas suatu alat test, maka alat test
tersebut semakin mengenai pada sasarannya, atau semakin menunjukkan apa yang
seharusnya diukur. Jadi validitas menunjuk kepada ketepatan dan kecermatan test
dalam menjalankan fungsi pengukurannya. Suatu test dapat dikatakan mempunyai
35
validitas tinggi apabila test tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau
memberikan hasil ukur sesuai dengan makna dan tujuan diadakannya test atau
penelitian tersebut.
Untuk menentukan kevalidan dari item kuesioner digunakan Metode
Koefisien Korelasi Product Moment dari Karl Pearson yaitu dengan
mengkorelasikan skor total yang dihasilkan oleh masing-masing responden (Y)
dengan skor masing-masing item (X) dengan rumus sebagai berikut :
n
ryx 
n
n
i 1
i 1
n xi yi   xi  yi
i 1
 n 2  n 
n xi    xi 
 i 1 
 i 1
2
  n 2  n 2 
 n yi    yi  
 i 1  
  i 1
(Azwar, 2001: 19)
Korelasi item-total di atas harus dikoreksi dengan menggunakan rumus
koefisien korelasi terkoreksi:
ri ( x i ) 
rix s x  s i
s 2x
 s i2  2rix s i s x
Suatu item dikatakan valid jika nilai koefisien validitasnya lebih dari atau
sama dengan 0.300 (Robert M Kaplan dan Dennis P. Saccuso, 1993: 141). Jadi,
jika diperoleh nilai koefisien validitas > 0.300 maka item tersebut valid sehingga
skor-skor dari butir tersebut dapat digunakan dalam analisis selanjutnya. Lain
halnya jika kebalikannya nilai koefisien validitas yang didapat < 0.300, maka item
tersebut tidak valid dan dikerluarkan dari analisis.
36
3.6.2 Reliabilitas
Menurut Singarimbun (1995: 140) mengatakan bahwa :
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat ukur
dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai
dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang
diperoleh relatif konsisten, maka alat pengukur tersebut reliabel. Dengan
kata lain, reliabilitas menunjukan konsistensi suatu alat pengukur di dalam
mengukur gejala yang sama.
Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana
suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi lebih dari
sekali. Reliabilitas artinya tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran.
Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi, yaitu adalah pengukuran yang
mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya (reliabel).
Dalam penelitian ini untuk uji reliabilitas instrumen menggunakan
Metode Koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach’s. Sekumpulan pertanyaan
dikatakan reliabel jika koefisien reliabilitasnya lebih dari atau sama dengan 0,700
(Robert M Kaplan, 1993: 126). Dasar pengambilan keputusan:
 Jika r alpha positif, serta r > 0.70 maka faktor atau variabel tersebut reliabel.
 Jika r alpha tidak positif, serta r < 0.70 maka faktor atau variabel tersebut tidak
reliabel.
Koefesien Reliabilitas didapat dari persamaan koefesien-α (Azwar,
2001: 76 ) :
2
 k   S j 

1 

2
 k  1 
S x 
37
Keterangan :
k
= Banyaknya belahan tes
S j2 
Varians belahan j; j = 1,2, … k
Sx2 
Varians skor tes
Pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan menggunakan program
SPSS, dengan menelaah melalui nilai numerik corrected item total correlation
dan koefisien alpha.
3.7
Teknik Analisis Data
Rancangan uji hipotesis yang digunakan berdasarkan paradigma penelitian
akan diuji dengan menggunakan adalah analisis korelasi parsial. Dengan analisis
korelasi akan diketahui apakah secara parsial variabel independent (X1 dan X2)
berpengaruh terhadap variabel dependent (Y). Hal ini dapat dilihat dari hasil
peluang galatnya (p-value) secara total, sehingga dengan tingkat keyakinan
tertentu dapat diputuskan untuk menerima atau menolak hipotesis.
Hipotesis pertama dan kedua merupakan hipotesis yang digunakan untuk
menguji apakah motivasi intrinsik (X1) dan motivasi ekstrinsik (X2) secara parsial
masing-masing berpengaruh terhadap kinerja (Y). Uji statistik yang digunakan
adalah Uji t, yaitu dengan membandingkan antara t hitung dengan ttabel pada  =
0,05 dan derajat bebas (n-k-1). Jika hasilnya signifikan, maka keeratan hubungan
antara X1 dan X2 dengan Y secara parsial dijelaskan dengan menggunakan nilai
koefisien korelasi parsial (ryx1.2 dan ryx2.1).
Secara sistematik, statistik uji t diperoleh dengan menggunakan nilai-nilai
pada tabel Anova pada analisis regresi.
38
Tabel 4. Anova pada Analisis Regresi
Sumber
df
Keragaman
Regresi
K
Sisa
n-k-1
Total
n-1
Sumber : Sitepu (1994: 64)
Jumlah
Kuadrat
JK Regresi
JK Sisa
JK Total
KuadratTengah
Fhitung
RJK Regresi
RJK Sisa
RJK Reg
RJK Sisa
Pengujian secara Parsial (antara Motivasi Intrisik dan Motivasi Ektrinsik
secara Sendiri – sendiri terhadap Kinerja)
Pengujian secara parsial menggunakan uji-t sebagai berikut:
ti 
bi
; i  1, 2, 3, ... 8
RJK sisa x Cii
(Sudjana, 1996: 325)
Penjelasan :
= Taksiran i (koefisien regresi)
Bi
RJKSisa = Rata-rata jumlah Kuadrat Sisa
Cii
= Merupakan elemen pada baris ke-i dan kolom ke-i dari matriks invers
Kriteria uji : Dengan  sebesar 5 %, Tolak Ho jika t  t1-/2:n -k -1
Jika hasilnya signifikan, dapat dihitung koefisien korelasi parsial untuk
menggambarkan hubungan parsial antara motivasi intrinsik (X1) terhadap kinerja
(Y) dengan menganggap bahwa motivasi ekstrinsik (X2) tetap/konstan, dan juga
dapat dihitung koefisien korelasi parsial untuk menggambarkan hubungan parsial
antara motivasi ekstrinsik (X2) terhadap kinerja (Y) dengan menganggap bahwa
motivasi intrinsik (X1) tetap/konstan, digunakan rumus :

Rumus koefisien korelasi parsial X1 terhadap Y dengan menganggap X2
tetap/konstan.
39
ryx1 x 2 

ryx1  ryx 2 rx1x 2
1  r 1  r 
2
yx 2
2
x1x 2
Rumus koefisien korelasi parsial X2 terhadap Y dengan menganggap X1
tetap/konstan.
ryx 2 x1 
ryx 2  ryx1rx1x 2
1  r 1  r 
2
yx1
(Sitepu, 1994: 165)
2
x1x 2
Keterangan:
ryx1.x2 = Koefisien korelasi parsial X1 dan Y dengan menganggap X2 konstan
ryx2.x1 = Koefisien korelasi parsial X2 dan Y dengan menganggap X1 konstan
ryx1
= Koefisien korelasi antara X1 dan Y
ryx2
= Koefisien korelasi antara X2 dan Y
rx1x2
= Koefisien korelasi antara X1 dan X2
Koefisien korelasi ryx2, ryx1, rx1x2 diperoleh dengan menggunakan Rumus
Product Moment Pearson :
n
ryx 
n
n
i 1
i 1
n xi yi   xi  yi
i 1
 n 2  n 
n xi    xi 
 i 1 
 i 1
2
  n 2  n 2 
 n yi    yi  
 i 1  
  i 1
(Arikunto, 1997: 243)
Untuk memudahkan pengolahan dan analisis data, maka dalam penelitian
untuk melakukan perhitungan tabel Anova, koefisien regresi masing-masing
variabel, koefisien korelasi parsial dan perhitungan lainnya yang diperlukan,
digunakan Program SPSS.
Kemudian untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara variabel
bebas dengan variabel terikat, maka tingkat keeratan korelasinya dapat diukur
dengan menggunakan pedoman interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut :
40
Tabel 5. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval koefisien
Tingkat hubungan
0.00 - 0,199
Sangat rendah
0,20 - 0,399
Rendah
0,40 - 0,599
Sedang
0,60 - 0,799
Kuat
0,80 - 1,000
Sangat Kuat
Sumber : Sugiyono (2002: 149)
Selanjutnya hal tersebut di atas dapat diolah secara statistik dengan
menggunakan program komputerisasi yaitu Program SPSS (Statistical Product
and Service Solutions).
Download