1 I. 1.1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pegawai merupakan salah satu aset / harta yang sangat penting dalam organisasi pemerintahan, karena pegawai tidak hanya berperan sebagai objek yang harus selalu mendapat perhatian dan perlindungan dari pemerintah tetapi pegawai juga sekaligus berperan sebagai subyek yang dapat menentukan maju mundurnya suatu organisasi pemerintahan. Untuk dapat merealisasikan peran tersebut di atas, tentunya pegawai tersebut perlu diarahkan, dibina, diberi motivasi, dibimbing, dan sebagainya, agar dapat menjalankan fungsinya sesuai yang diharapkan organisasi tempat pegawai tersebut bekerja. Paradigma pemerintahan dewasa ini mengacu pada optimalisasi kinerja aparatur pemerintahan yang profesional, jujur, adil, dan transparan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Dengan demikian sosok aparatur pemerintah atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi sangat penting karena aparatur pemerintah adalah kunci utama kelancaran roda pemerintahan, terutama dalam upaya mengimplementasikan visi, misi, dan strategi pembangunan. Berbicara soal pegawai negeri sipil di Indonesia, orang cenderung memandang jumlahnya banyak, pemalas, serta tidak memiliki keterampilan. Karakter itu terbentuk oleh banyak hal yang saling terkait satu sama lain, mulai 2 dari proses seleksi awal yang tidak transparan, jenjang karir yang tidak pasti, penilaian karya yang tidak ketat, penghasilan yang rendah, kurangnya sikap profesional dan sebagainya. Beberapa hal yang menyebabkan kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) sedemikian buruk diantaranya penghasilan PNS masih kurang layak dan penegakan aturan masih lemah. Untuk meningkatkan kualitas kerja harus menggunakan suatu sistem penilaian kinerja untuk dapat diterapkan kepada aparatur pemerintah, namun tetap saja harus ditunjang dengan unsur yang dapat memberikan motivasi kerja yang baik, diantaranya sistem penggajian & fasilitas kerja yang memadai, lingkungan yang kondusif untuk berprestasi dan adanya jaminan untuk pengembangan karir bagi pegawai. Selama ini peningkatan karir PNS banyak yang diduga tidak sesuai dengan prestasi yang diperolehnya. Banyak juga diantara mereka diduga titipan dari pejabat di atasnya. Ada pimpinan Dinas yang tidak menguasai masalah karena disiplin ilmu yang berbeda. Hal ini berakibat negatif bagi pegawai yang berprestasi namun karirnya tidak menanjak, motivasi kerja hilang, kinerjanya lalu menurun, mereka akhirnya malas dan tidak produktif. Seorang pegawai juga akan menjadi lesu (tidak bergairah) akibat kekurangan kerja atau tidak ada orang yang memperhatikannya ditempat kerja. Akibatnya ia akan merasakan bahwa dirinya tidak atau kurang dibutuhkan, dalam keadaan yang demikian dengan sikap kekakuan dia berupaya mencari-cari dan mengambil pekerjaan orang lain agar terlihat sibuk dan bekerja. Hal ini sering dapat menimbulkan keresahan dilingkungan kerja. 3 Jadi untuk mendapatkan prestasi kerja yang baik, perlu adanya suatu motivasi yang pada umumnya orang selalu mengaitkan dengan tingkat pendapatan dalam bentuk gaji, tunjangan, insentif dan lain sebagainya. Karena itu paling sering disarankan untuk meningkatkan prestasi kerja dengan cara memperbaiki tingkat pendapatan. Menurut Thoha (1991: 152) : Jika karir pegawai meningkat, maka kebutuhan ekonominya juga akan semakin terpenuhi, sebab setiap peningkatan jabatan akan diikuti dengan peningkatan penghasilan (gaji, tunjangan dan fasilitas lainnya). Jadi, dalam usaha pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya tugas pimpinanlah untuk memberdayakan semua sumber-sumber yang ada didalam organisasi, terutama sumber daya manusianya melalui motivasi, Prihandono (1998: 124) mengatakan : Motivasi atau reinforcement adalah suatu upaya yang membutuhkan energi untuk dapat memberikan dukungan secara positif untuk memperkuat usaha dan prestasi karyawan, bentuknya bisa berupa material seperti uang atau hadiah (konkrit) atau juga privilese, namun biasanya sering dilupakan bahwa motivasi itu juga bisa diberikan dalam bentuk moril, misalnya puji-pujian tulus. Selain uang, penghargaan dan pujian, ada berapa faktor lain yang juga berperan dalam memotivasi diantaranya adalah Komunikasi, Kesempatan menambah pengetahuan, dan kejelasan jenjang karir. Komunikasi adalah proses penting untuk kelancaran fungsi organisasi. Tanpa adanya komunikasi yang baik maka sulit untuk menukar ide, pemikiran atau informasi. Antar staf atau staf dengan atasannya dapat melakukan komunikasi untuk bekerja sama secara baik melalui komunikasi yang baik. Oleh karena itu komunikasi sangatlah penting dalam semua bidang dan aktivitas organisasi. Apa jadinya atau sulit dibayangkan kalau kita tidak bisa bergotong royong dengan rekan kerja atau bahkan bermusuhan dengan mereka. Bisa 4 dibayangkan betapa tidak enaknya suasana kerja. Akan lebih baik jika kita dapat menjalin hubungan baik dengan teman sekerja atau barang kali bisa bersahabat. Kesempatan dalam menambah pengetahuan seperti memberikan tugas belajar, izin belajar, diklat, kursus atau yang sejenisnya kepada pegawai yang mempunyai prestasi akan memberikan suatu motivasi atau dorongan tersendiri kepada pegawai dalam bekerja yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kinerja organisasi. Jenjang karir yang jelas dan pasti juga tidak kalah pentingnya dalam membentuk motivasi pegawai, karena setiap kenaikan jenjang karir pasti diiringi dengan kenaikan gaji / tunjangan / fasilitas lainnya. Dari berbagai macam cara dalam memotivasi pegawai / karyawan, maka Timpe (2000: 80) menyederhanakan motivasi tersebut ke dalam dua faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Dimana faktor intrinsik terdiri dari : pengakuan, pencapaian, kemungkinan untuk tumbuh, kemungkinan untuk maju, pekerjaan itu sendiri. Sedangkan faktor ekstrinsik terdiri dari : gaji, hubungan dengan kawan sekerja, pengawasan teknis, kebijakan perusahaan dan administrasi, kondisi kerja, status, faktor kehidupan pribadi serta kepastian kerja. Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung yang mempunyai tugas membantu Gubernur dalam melaksanakan tugas pemerintahan seharusnya mempunyai pegawai–pegawai yang terampil dan profesional serta mempunyai kinerja yang baik, tetapi hal tersebut belum terlihat karena masih banyak pegawai yang datang dan pulang tidak tepat pada waktu yang ditentukan. Sebagai gambaran dapat dilihat bahwa pada apel yang diadakan setiap senin pagi pada bulan Januari dan Februari 2011 yang hadir tepat pada waktunya hanya 41,83 % 5 dan sisanya 58,17 % terlambat dan tidak hadir. Namun demikian belum ada tindakan yang tegas dari pimpinan terhadap pegawai yang melanggar/ melakukan kesalahan. Untuk mengurangi ketidakhadiran pegawai harus dimulai dengan pengawasan yang kontinu terhadap tingkat ketidakhadiran pada setiap unit kerja. Hal ini dapat membantu pimpinan unit kerja dalam mengetahui pegawai-pegawai mana saja yang malas untuk selanjutnya diberikan sanksi yang tegas. Hal ini diharapkan dapat menimbulkan efek jera dan meningkatkan motivasi pegawai yang bersangkutan. Tingkat ketidakhadiran pegawai pada Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung bisa dilihat dalam tabel berikut ini yang dihitung berdasarkan rumus menurut Robert L. Mathis - John H. Jackson (2006: 123) : Jumlah hari kerja karyawan yang hilang karena ketidakhadiran kerja selama periode (Rata-rata jumlah karyawan) x (Jumlah hari kerja) x 100% Tabel 1. Tingkat Ketidakhadiran Pegawai Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung Tahun 2011 Hari Kerja yang Hilang Periode Tahun 2011 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sept Oktober Nov Desember Tanpa Sakit Izin Cuti Ket 9 18 5 19 9 7 9 6 11 23 18 10 32 21 25 13 18 14 19 10 17 28 23 15 7 0 0 5 0 5 5 0 5 14 44 42 28 28 5 4 8 17 2 23 5 2 9 8 Jumlah Hari Kerja yang Hilang 76 58 35 41 35 43 35 39 38 67 94 75 Jumlah Karyawan Jumlah Hari Kerja % 59 59 61 61 62 62 59 59 61 63 62 62 21 18 23 20 21 20 21 19 22 21 22 21 10,16 25,32 20,74 30,73 16,66 30,72 37,53 23,81 21,46 18,82 22,72 30,10 Sumber : Subbag Tata Usaha Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung (Desember 2011) 6 Dari tabel di atas menunjukan bahwa tingkat kehadiran pegawai pada Biro Tata Pemerintahan Umum belum bisa dikatakan baik, karena berdasarkan data dari bulan Januari 2011 s/d Desember 2011 masih terdapat sebanyak 24,1 % pegawai yang tidak hadir tepat waktu atau absen pada saat jam kerja. Disini terlihat bahwa pegawai pada Biro Tata Pemerintahan Umum belum profesional dalam melaksanakan tugas yang pada akhirnya akan mempengaruhi pegawai dalam menghasilkan kinerja yang baik. Pendidikan juga berperan dalam dalam meningkatkan kinerja pegawai, dimana di Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung sudah didominasi lulusan S1, hal ini bisa dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2. Pegawai Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah Pegawai Persentase SD (Sekolah Dasar) - SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) 2 3,23 SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) 14 22,58 S1 (strata 1) 40 64,52 S2 (Strata 2) 6 9,67 S3 (Strata 3) - 0 Jumlah 62 100 Sumber : Subbag Tata Usaha Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung (September 2011) Dari tabel di atas menunjukan bahwa lebih dari 50 % pegawai sudah berpendidikan S1 ke atas, disini terlihat bahwa tingkat pendidikan sudah menjadi prioritas dalam memotivasi pegawai untuk meningkatkan kinerja. 7 Adapun jenis-jenis motivasi yang telah diberikan pimpinan kepada para pegawai Biro Tata Pemerintahan Umum diantaranya berupa : motivasi positif dan motivasi negatif (Hasibuan, 1984 : 195). Motivasi positif (incentive positive), adalah suatu dorongan yang bersifat positif, yaitu jika pegawai dapat menghasilkan prestasi di atas prestasi standar, maka pegawai diberikan insentif berupa hadiah. Namun pada kenyataannya pegawai Biro Tata Pemerintahan Umum mendapat kesejahteraan yang sama jumlahnya walaupun kinerja berbeda. Pegawai yang memiliki kinerja yang tinggi tidak mendapatkan pendapatan atau insentif yang berbeda dengan pegawai yang malas, artinya tidak memiliki perbedaan dari segi pendapatan, namun disisi lain pasti dikenal baik oleh atasan dan banyak mendapatkan promosi baik untuk mengikuti diklat, tugas belajar maupun promosi jabatan. Selain itu, motivasi lainnya diberikan dengan adanya penambahan sarana dan prasarana melalui proyek pengadaan barang seperti komputer dan laptop, dan internet gratis (hot spot area), pengadaan PDH dan pakaian olah raga kepada para pegawai. Untuk menambah keakraban hubungan antara sesama rekan kerja/atasan pada tahun 2010 diadakan tour ke Pulau Anyer, Jakarta untuk seluruh pegawai Biro Tata Pemerintahan Umum. Sebaliknya, motivasi negatif (incentive negative), adalah mendorong pegawai dengan ancaman hukuman, artinya jika prestasinya kurang dari prestasi standar akan dikenakan hukuman. Sedangkan jika prestasi diatas standar tidak diberikan hadiah. Motivasi ini benar adanya telah diterapkan dengan tegas pada Biro Tata Pemerintahan Umum sejalan dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah RI Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, terbukti dengan dikeluarkannya 2 (dua) orang Pegawai Biro Tata Pemerintahan 8 Umum pada tahun 2011 karena tidak masuk kerja selama 46 hari kerja atau lebih dengan sanksi pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri. Berdasarkan uraian di atas mendorong penulis untuk meneliti lebih jauh tentang ”Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja pada Biro Tata Pemerintahan Umum Sekretariat Daerah Lampung”. Objek penelitian ini penulis pilih karena Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung mempunyai peranan yang strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan di Lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Apakah motivasi intrinsik berpengaruh terhadap kinerja. 2. Apakah motivasi ekstrinsik berpengaruh terhadap kinerja. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang : 1. Pengaruh motivasi intrinsik terhadap kinerja di Biro Tata Pemerintahan Umum. 2. Pengaruh motivasi ekstrinsik terhadap kinerja di Biro Tata Pemerintahan Umum. 9 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengembangan teori khususnya yang berkaitan dengan motivasi dan kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS). 1.4.2 Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi para pembuat kebijakan dan para pengambil keputusan dalam memberikan arah peningkatan kinerja Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung. 1.5 Kerangka Pemikiran 1.5.1 Kinerja Untuk mendapatkan kinerja optimal yang mampu bekerja dengan baik sesuai dengan pekerjaan atau jabatannya, diperlukan suatu upaya untuk melakukan pengelolaan sumber daya manusia. Menurut Soeprihanto (1998 : 2) bahwa : Prestasi kerja adalah pelaksanaan kerja dalam arti prestasi kerja tidak hanya menilai hasil fisik yang telah dihasilkan oleh seseorang karyawan. Pelaksanaan disini dalam artian keseluruhan sehingga dalam penilaian prestasi kerja ditujukan pada berbagai hal seperti kemampuan kerja, kerajinan, disiplin, hubungan kerja, prakarsa, kepemimpinan atau hal-hal khusus sesuai dengan bidang dan level pekerjaan yang dijabatinya. Sehubungan dengan hal di atas maka yang perlu dilakukan dalam mengukur kinerja adalah : 1. Hasil fisik 2. Perilaku (kemampuan kerja, kerajinan, disiplin, hubungan kerja, prakarsa, kepemimpinan dsb). 10 1.5.2 Motivasi Setiap organisasi mengharapkan penggunaan sumber daya manusia yang tersedia secara optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk memperoleh hal tersebut perlu pemberian motivasi yang tepat sehingga akan mendorong pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya seoptimal mungkin. Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Motivasi berprestasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan atau mengerjakan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mencapai prestasi dengan predikat terpuji. Motivasi dalam manajemen ditujukan pada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan agar mampu bekerjasama secara produktif dan berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Pentingnya motivasi karena ada hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia supaya giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. Terry (dalam Suswati, 2002: 21) mengemukakan bahwa : Motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan. Motivasi tampak dalam dua segi yang berbeda yaitu : 1. Kalau dilihat dari segi aktif/dinamis motivasi tampak sebagai suatu usaha positif dalam menggerakkan, mengerahkan dan mengarahkan 11 daya serta potensi tenaga kerja, agar secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang ditetapkan sebelumnya. 2. Jika dilihat dari segai pasif/statis, motivasi tampak sebagai suatu kebutuhan dan juga sekaligus sebagai perangsang untuk dapat menggerakkan, mengerahkan dan mengarahkan potensi serta daya kerja manusia tersebut kearah yang diinginkan. Menurut Hasibuan (2002: 146) mengemukakan bahwa : Tujuan motivasi adalah untuk : 1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan 2. Meningkatkan produktifitas kerja karyawan 3. Mempertahankan kestabilan karyawan 4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan 5. Mengefektifkan pengadaan karyawan 6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik 7. Meningkatkan loyalitas, kreatifitas dan partisipasi karyawan 8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan 9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya 10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku. Motivasi dapat dipisahkan menjadi dua bagian yaitu motivasi internal dan motivasi eksternal. Menurut pendapat Hick dan Gullet (1987 : 450) yang mengatakan bahwa: Kelompok teori motivasi internal memandang bahwa motivasi individu bersumber dari dalam diri individu sendiri, seperti adanya kebutuhan dan kehendak. Sedangkan kelompok teori motivasi eksternal memandang bahwa ada kekuatan diluar diri individu yang dapat mempengaruhi perilakunya dalam bekerja, seperti gaji/upah, keadaan kerja, faktor pengendalian oleh manejer, pekerjaan, pengembangan dan tanggung jawab. Berdasarkan definisi dan teori motivasi maka menurut penulis ada dua faktor motivasi yang erat kaitannya dengan kinerja pegawai negeri sipil yaitu: 1. Motivasi Intrinsik 2. Motivasi Ekstrinsik Pengaruh kedua faktor motivasi dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : 12 X1 Motivasi Intrinsik - Pengakuan atas keberhasilan - Kemungkinan untuk maju - Penempatan personil ryx1 Y Sumber : Timpe (2000: 80) Kinerja - Perilaku - Hasil X2 Motivasi Ekstrinsik - Pendapatan - Kondisi kerja - Hubungan kerja ryx2 Sumber : Soeprihanto (1998: 80) Sumber : Timpe (2000: 80) Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja pada .Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung 1.6 Hipotesis Bertitik tolak dari perumusan masalah dan kerangka pemikiran, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: 1. Motivasi Intrinsik berpengaruh positif terhadap kinerja. 2. Motivasi Ekstrinsik berpengaruh positif terhadap kinerja. 13 II. 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Teori Kinerja Pekerjaan yang dilakukan dengan penuh kesungguhan, akan memberikan hasil yang memuaskan. Tetapi dalam upaya mencapai prestasi kerja maksimal, kesungguhan saja belum cukup, tetapi masih diperlukan pengetahuan dan keterampilan. Dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pegawai diperlukan usaha untuk senantiasa belajar dan bekerja untuk menambah pengalaman. Jadi dengan usaha yang sungguh-sungguh dan pengetahuan yang luas, seorang pegawai dapat mencapai kinerja maksimal. Hasibuan (1996: 105) mengatakan : Prestasi kerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan didasarkan kepada kecakapan, keterampilan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Timpe (2000: 3) mengemukakan bahwa : Prestasi karyawan di bawah standar mungkin disebabkan sejumlah faktor, mulai dari keterampilan kerja yang buruk hingga motivasi yang tidak cukup atau lingkungan kerja yang buruk. Mengingat prestasi organisasi tergantung atas prestasi individu, maka manejer atau pimpinan organisasi harus memiliki pengetahuan yang lebih memadai dan bukan hanya pengetahuan yang pas-pasan tentang faktor yang 14 menentukan prestasi individu. Sehubungan dengan ini Robbins (1996: 5) mengatakan bahwa : Manajer menyelesaikan urusan – urusan lewat orang – orang lain. Fungsi manajer mencakup memotivasi bawahan, memilih saluran – saluran komunikasi yang efektif serta memecahkan konflik – konflik. Dengan memperhatikan fungsi manajer di atas maka seorang manajer harus mampu mengambil suatu keputusan secara cepat dan tepat. Sebagai contoh dalam mengambil suatu keputusan : apabila seorang pegawai yang memiliki sikap jelek serta tingkat keterampilan yang rendah, penyebab utamanya mungkin dalam proses seleksi, untuk kasus seperti ini akan membutuhkan biaya yang besar untuk memperbaiki keterampilan maupun sikap sehingga karyawan tersebut lebih baik dipindahkan atau diberhentikan. Apabila seorang pegawai yang mempunyai keterampilan yang rendah tapi mempunyai sikap yang baik maka butuh pelatihan atau diklat. Sedangkan apabila seorang pegawai yang memiliki keterampilan yang cukup tetapi tidak mempunyai keinginan untuk bekerja lebih baik, maka perlu dilakukan strategi motivasi yang tepat bagi pegawai tersebut. Menurut Soeprihanto (1998: 85) mengatakan bahwa : Unsur-unsur yang dinilai dalam penilaian pelaksanaan pekerjaan karyawan bagi operator / petugas yaitu : Prestasi kerja : kecakapan, keterampilan, kesungguhan dan bertanggung jawab Tanggung jawab : pelaksanaan tugas, dedikasi, dan bertanggung jawab Ketaatan : disiplin, perintah dinas, ketentuan jam kerja dan sopan santun Kejujuran : keikhlasan melaksanakan tugasnya Kerjasama : kemampuan bekerjasama Untuk menentukan apakah seorang pegawai mempunyai kinerja baik, sedang atau buruk maka perlu dilakukan penilaian terhadap kinerja. Menurut Siagian (1994: 223) mengatakan bahwa : 15 Pada umumnya orang-orang yang berkecimpung dalam manajemen sumber daya manusia sependapat bahwa penilaian prestasi kerja para pegawai merupakan bagian penting dari seluruh proses kekaryaan pegawai yang bersangkutan. Penilaian prestasi kerja yang rasional dan diterapkan secara objektif terlihat paling sedikit dua kepentingan, yaitu kepentingan pegawai yang bersangkutan dan kepentingan organisasi. Selanjutnya Siagian menjelaskan bahwa bagi para pegawai, penilaian tersebut berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, kekurangan dan potensinya yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana dan pengembangan karirnya. Sedangkan bagi organisasi, hasil penilaian prestasi kerja para pegawai sangat penting arti dan peranannya dalam pengambilan keputusan tentang berbagai hal, seperti identifikasi kebutuhan program pendidikan dan latihan, rekrutmen, seleksi, program pengenalan, penempatan, promosi, sistem imbalan dan berbagai aspek lain dari keseluruhan proses manajemen sumber daya manusia secara efektif. Menurut Siagian (1994: 223) mengatakan : Pengalaman banyak organisasi menunjukan bahwa suatu sistem penilaian prestasi kerja yang baik, sangat bermanfaat untuk berbagai kepentingan, seperti : 1. Mendorong peningkatan prestasi kerja 2. Sebagai bahan pengambilan keputusan dalam pemberian imbalan. 3. Untuk kepentingan mutasi pegawai 4. Guna untuk menyusun program pendidikan dan latihan, baik yang dimaksud untuk mengatasi kekurangan dan kelemahan maupun untuk mengembangkan potensi karyawan yang ternyata belum sepenuhnya digali dan yang terungkap melalui penilaian prestasi kerja. 5. Membantu para pegawai menentukan rencana kariernya dan dengan bantuan bagian kepegawian menyusun program pengembangan karier yang paling tepat dalam arti sesuai dengan kebutuhan para pegawai dan dengan kepentingan organisasi. 16 2.2 Teori Motivasi Menurut Hasibuan (1996 : 95) mengatakan bahwa : Motif adalah daya penggerak kemauan bekerja seseorang, setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Sedangkan motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Selanjutnya Siagian (1994: 130) mengatakan bahwa : “Motif para bawahan untuk menggabungkan diri dengan suatu organisasi adalah motif pemuasan kebutuhan”. Winardi (1990: 440) berpendapat bahwa : “Motivasi berkaitan dengan kebutuhan. Manusia selalui mempunyai kebutuhan untuk dipenuhi”. Sedangkan Gibson dkk (1996: 185) mengatakan : “Motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku”. Dengan demikian, yang dikatakan motif adalah suatu dorongan yang ada pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu bagi pencapaian tujuan tertentu. Sedangkan motivasi adalah daya penggerak atau daya pendorong untuk berbuat sesuatu dalam rangka pemuasan kebutuhan atau pencapaian tujuan dari orang yang bersangkutan. Menurut Robbins (1996: 199) menjelaskan : “Teori – teori yang mendasari motivasi diantaranya Teori Dini Motivasi dan Teori Kontemporer Motivasi”. Teori Dini Motivasi terdiri dari : Teori Hirarki Kebutuhan, Teori X dan Y serta Toeri Motivasi Higeine. Sedangkan Teori Kontemporer Motivasi terdiri dari Teori ERG, Teori Kebutuhan McClelland, Teori Evaluasi kognitif, Teori Penentuan – Tujuan, Teori Penguatan, Teori Keadilan dan Teori Harapan. 17 A. Teori Dini Motivasi 1. Teori Hirarki Kebutuhan Teori hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow, menghipotesiskan bahwa di dalam semua manusia ada suatu hirarki lima kebutuhan yaitu : 1. Faali (fisiologis) : antara lain rasa lapar, haus , perlindungan (pakaian dan perumahan), seks dan kebutuhan ragawi lain 2. Keamanan : antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional 3. Sosial : mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima-baik, dan persahabatan 4. Penghargaan : mencakup faktor rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi dan faktor hormat eksternal seperti status, pengakuan dan perhatian. 5. Aktualisasi – diri : memcakup pertumbuhan, memcapai potensialnya dan pemenuhan diri. 2. Teori X dan Y Douglas McGregor menemukan dua pandangan yang jelas berbeda mengenai manusia. Secara dasar satu negatif, yang ditandai sebagai teori X dan pada dasar positif ditandai dengan teori Y. Menurut teori X pengandaian yang dipegang para manejer adalah : 1. Karyawan secara inheren (tertanam dalam dirinya) tidak menyukai kerja dan bila mana dimungkinkan akan mencoba menghindarinya. 18 2. Karena karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus dipaksa, diawasi atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan. 3. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari arahan formal bila dimungkinkan 4. Kebanyakan karyawan menaruh keamanan di atas semua faktor lain yang dikaitkan dengan kerja dan akan memperagakan ambisi sedikit saja. Sedangkan menurut teori Y terdapat empat pengandaian positif yaitu : 1. Karyawan memandang kerja sebagai sama wajarnya seperti istirahat atau bermain. 2. Orang-orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawaan diri jika mereka janji terlibat pada sasaran –sasaran 3. Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima baik, bahkan mengusahakan tanggung jawab 4. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif (pembaharuan) tersebar meluas dalam populasi dan tidak perlumerupakan milik dari mereka yang berada dalam posisi manajemen. 3. Toeri Motivasi Higeine Dalam teori – higeine yang dikemukakan oleh psikolog Frederick Herzberg yang mengatakan bahwa faktor – faktor intrinsik dihubungkan dengan kepuasan kerja, sementara faktor ekstrinsik dikaitkan dengan ketidakpuasan. Menurut Herzberg dalam Robbins (1996: 2002) mengatakan bahwa : Faktor-faktor yang menghantar kepuasan kerja terpisah dan terbedakan dari faktor-faktor yang menghantar ketidakpuasan kerja. Oleh karena itu manejer yang berusaha menghilangkan faktor-faktor yang menciptakan 19 ketidakpuasan. Faktor –faktor Higeine meliputi faktor-faktor seperti kebijakan dan administrasi perusahaan, penyeliaan dan gaji, yang bila memadai dalam suatu pekerjaan, akan menenteramkan pekerja. Bila faktor ini tidak memadai, orang-orang akan tak terpuaskan. B. Teori Kontemporer Motivasi 1. Teori ERG Revisinya Hirarki kebutuhan disebut Teori ERG. Alderfer dalam Robbins (199 : 204) berargumen bahwa : “Ada tiga kelompok kebutuhan teras yaitu : existence, keterhubungan (relatednes), dan pertumbuhan (growth)”. Kelompok eksistensi mempedulikan pemberian persyaratan eksistensi materiil dasar kita. Itu mencakup kebutuhan faali dan keamanan. Kelompok keterhubungan merupakan hasrat yang kita punyai untuk memelihara hubungan antar pribadi yang penting. Hasrat sosial dan status menuntut interaksi dengan orang-orang agar dipuaskan. Sedangkan kelompok pertumbuhan merupakan suatu hasrat intrinsik dari kategori penghargaan Maslow yang karakteristik-karakteristik yang tercakup pada aktualisasi diri. 2. Teori Kebutuhan McClelland Dalam memahami mativasi Teori Kebutuhan McClelland memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu : Kebutuhan akan prestasi : dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan akan kekuasaan : kebutuhan untuk membuat orang-orang lain berperilaku dalam suatu cara yang orang – orang itu (tanpa dipaksa) tidak akan berperilaku demikian 20 Kebutuhan akan afiliasi : hasrat untuk hubungan antar pribadi yang ramah dan karib. 3. Teori Evaluasi kognitif Teori evaluasi kognitif membagi ganjaran-ganjaran ekstrinsik seperti upah, untuk upaya kerja yang sebelumnya secara intrinsik telah mengganjar karena adanya kesenangan yang dikaitkan dengan isi kerja itu sendiri, akan cenderung mengurangi tingkat motivasi keseluruhan. Teori berargumen bahwa bila ganjaranganjaran ekstrinsik digunakan oleh organisasi sebagai hadiah untuk kinerja yang unggul, ganjaran intrinsik yang diturunkan dari individu-individu yang melakukan apa yang mereka sukai, akan dikurangi. 4. Teori Penentuan – Tujuan Menurut Robbins (1996: 209) : Riset mengenai teori penentuan – tujuan menangani isyu-isyu dan penemuannya. Seperti dalam hal efek dari kespesifikan tujuan, tantangan dan umpan balik terhadap kinerja. Jadi boleh diterjemahkan teori penentuan – tujuan adalah bahwa tujuan yang khusus dan sulit menghantar ke kinerja yang lebih tinggi. 5. Teori Penguatan Teori penguatan mempunyai suatu pendekatan keperilakuan (behaviosistik) yang berargumen bahwa penguatanlah yang mengkondisikan perilaku. Para teoritisi penguatan memandang perilaku sebagai disebabkan secara lingkungan. Teori ini mengabaikan keadaan dalam dari individu dan memusatkan semata-mata pada apa yang terjadai pada seseorang bila ia mengambil suatu tindakan. Jadi, perilaku merupakan fungsi dari konsekwensi – konsekwensinya. 21 6. Teori Keadilan Pada teori keadilan, individu-individu membandingkan masukan dan keluaran pekerjaan mereka dengan masukan dan kelauaran orang – orang lain dan kemuadian berespon untuk menghapuskan setiap ketidakadilan. Teori keadilan mengenali bahwa individu – individu tidak hanya peduli akan jumlah mutlak ganjaran untuk upaya – upaya mereka, tetapi juga akan hubungan jumlah ini dengan apa yang diterima orang lain. 7. Teori Harapan. Menurut Robbins (1996: 215) mengatakan : Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantarkan kesuatu penilaian kinerja yang baik ; suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional seperti : suatu bonus, kenaikan gaji, atau suatu promosi dan ganjaran-ganjaran itu akan memuaskan tujuan-tujuan pribadi karyawan itu. Oleh karena itu teori ini memfokuskan pada tiga hubungan yaitu : Hubungan upaya – kinerja : probabilitas yang dipersepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu itu untuk mendorong kinerja. Hubungan kinerja – ganjaran : derajat sejauhmana individu itu meyakini bahwa berkinerja pada suatu tinggkat tertentu akan mendorong tercapainya suatu keluaran yang diinginkan Hubungan ganjaran – tujuan pribadi : derajat sejauh mana ganjaran – ganjaran organisasional memenuhi tujuan-tujuan atau kebutuhan pribadi seorang individu dan daya tarik ganjaran-ganjaran potensial tersebut untuk individu itu. 22 Teori pengharapan ini membantu menjelaskan mengapa banyak sekali pekerja tidak termotivasi pada pekerjaan mereka dan semata-mata melakukan yang minimum untuk penyelamatan diri. Menurut Handayaningrat (1985: 82) : Faktor – faktor yang mempengaruhi motivasi adalah kebutuhan – kebutuhan yang dirasakan secara sadar atau tidak sadar. Kebutuhan – kebutuhan tersebut terdiri dari ; 1. Kebutuhan primer, seperti minum, makan dan sebagainya 2. Kebutuhan sekunder, seperti kebanggaan, kedudukan, kecakapan dan sebagainya. Proses motivasi dimulai dari pemenuhan kebutuhan – kebutuhan para pegawainya, kebutuhan – kebutuhan tersebut pada umumnya terdiri dari kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Pendapat yang dikemukakan oleh Soekarno (1983: 19), yang mengatakan bahwa : Kebutuhan pokok dasar minimum manusia adalah ; 1. Yang bersifat material Pada umumnya terdiri atas kebutuhan – kebutuhan akan pangan (makanan), sandang (pakaian), dan papan (tempat tinggal). 2. Yang bersifat non material Meliputi kebutuhan akan rasa harga diri, kebutuhan akan keselamatan, kebutuhan akan berpartisipasi dan kebutuhan akan aktualisasi. Apabila dilihat dari segi perilaku seseorang di dalam organisasi, maka terdapat jenis-jenis kebutuhan yang sifatnya non material yang dipandang sebagai suatu hal yang turut mempengaruhi perilakunya dan menjadi faktor motivasional yang perlu dipuaskan. Oleh sebab itu perlu selalu mendapat perhatian setiap pimpinan dalam organisasi. Siagian (1995: 71) mengatakan bahwa : “Betapa pentingnya kondisi fisik dalam mempengaruhi perilaku organisasi dari para karyawan, tidak ada yang lebih 23 penting dari perlakuan manusiawi terhadap para bawahan”. Dalam hubungan ini ada dua hal yang amat penting mendapat perhatian yaitu : 1. Para pimpinan organisasi seyogyanya memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk menyatakan keinginannya, harapan, ide, dan saransaran, baik yang menyangkut tugas kewajiban mereka maupun yang menyangkut kehidupan organisasi secara keseluruhan. 2. Para pimpinan organisasi hendaknya terus berusaha untuk menumbuhkan, memelihara, dan mengembangkan hubungan personal yang intim dan serasi dikalangan para karyawan yang pada gilirannya akan menumbuhkan jiwa korps yang mendalam yang pada akhirnya akan meningkatkan produktifitas dan menumbuhkan perilaku organisasional yang diinginkan. Berdasarkan rincian-rincian tersebut, jelas bahwa kebutuhan-kebutuhan yang merupakan motivasi kepada pegawai dalam melaksanakan tugasnya dapat menumbuhkan semangat hidup dan kerja yang sangat diperlukan dalam mencapai tujuan organisasi. Menurut Hasibuan (1996: 100) mengatakan bahwa : Ada beberapa model motivasi yang dapat dilakukan dalam rangka untuk mendukung usaha pemenuhan kebutuhan antara lain : 1. Model tradisional, mengemukakan bahwa untuk memotivasi bawahan agar gairah kerjanya meningkat dapat dilakukan dengan sistem insentif yaitu memberikan insentif materil pada karyawan yang berprestasi baik. Semakin berprestasi maka semakin banyak balas jasa yang diterimanya. 2. Model hubungan manusia, untuk memotivasi bawahan agar gairah kerjanya meningkat dapat dilakukan dengan mengakui kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna serta penting. Sebagai akibatnya karyawan mendapat beberapa kebebasan membuat keputusan dan kreatifitas dalam melakukan pekerjaannya. Dengan memperhatikan kebutuhan materil dan non materil karyawan, maka motivasi bekerjanya akan meningkat pula. 24 3. Model sumberdaya manusia, mengemukakan bahwa karyawan dimotivasi oleh banyak faktor, bukan hanya uang / barang atau keinginan akan kepuasan saja, tapi juga kebutuhan akan pencapaian dalam pekerjaan yang berarti. Menurut teori ini karyawan cenderung memperoleh kepuasan dari prestasi kerjanya yang baik. Berdasarkan model-model tersebut perlu dikemukakan usaha-usaha yang dapat dilakukan seseorang yang berkedudukan sebagai pimpinan dalam organisasi untuk menyelenggarakan motivasi sering dikatakan bahwa setiap pimpinan merupakan tenaga penggerak dan pendorong yang paling ampuh, hal ini disebabkan pimpinan berwenang dan bertanggungjawab untuk memperhatikan dan mengusahakan sesuai dengan kemampuannya agar terpenuhi kebutuhankebutuhan yang bersifat material maupun non material sehingga dapat memungkinkan untuk mewujudkan efektifitas dan kelancaran kerja pegawai. Motivasi kerja pegawai merupakan hal yang penting dalam pencapaian proses pencapaian kinerja yang optimal, karena motivasilah yang memegang kunci dari terlaksananya semua pekerjaan yang dilakukan pegawai. Pegawai yang mempunyai kemampuan kerja yang tinggi, tapi bila tidak diimbangi dengan motivasi atau semangat kerja yang baik, maka akan menjadi kurang lengkap. Hal ini dinyatakan oleh Sastrodiningrat (1986: 2) bahwa : “Bukan kecakapan (ability) yang kurang dalam suatu organisasi, melainkan motivasi yang kurang atau tidak ada”. Rendahnya motivasi akan menyebabkan kurang efektifnya hasil kerja, karena pegawai akan bekerja secara terpaksa dan tidak bergairah, karena pekerjaan dirasakan semata-mata hanya sebagai beban tugas yang harus diselesaikan, tanpa adanya keinginan untuk berkarya secara lebih baik. Oleh sebab itu para manejer harus memperhatikan mengenai cara memotivasi kerja pegawai 25 yang tepat dan dapat dilaksanakan, para manejer tersebut mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap maju mundur terhadap organisasi yang dipimpinnya. Dalam pelaksanaan memotivasi pegawai maka perlu diketahui terlebih dahulu prinsip – prinsip motivasi sehingga sesuatu yang dicapai sesuai dengan tujuan yang diharapkan organisasi. Menurut Nitisemito (1993: 132), menyatakan bahwa : Prinsip-prinsip motivasi adalah : 1. Upah / gaji yang layak 2. Pemberian insentif 3. Memperhatikan rasa harga diri 4. Memenuhi kebutuhan rohani 5. Memenuhi kebutuhan berpartisipasi 6. Menempatkan pekerja pada tempat yang tepat 7. Manimbulkan rasa aman dimasa depat 8. Memperhatikan lingkungan tempat kerja 9. Memperhatikan kesempatan untuk maju 10. Menciptakan persaingan yang sehat Dengan pemberian motivasi yang tepat pada pegawai akan menghasilkan kinerja yang optimal, karena pegawai dapat berkarya lebih baik dan merasa bahwa tugas yang diberikan atasan bukanlah suatu beban yang harus diselesaikan. Ada beberapa cara dalam meningkatkan motivasi kerja pegawai diantaranya: pemberian imbalan, penghargaan, kesempatan berkembang, kerjasama dan lainlain. Kenyataan yang tidak dapat disangkal bahwa motivasi dasar bagi kebanyakan orang menjadi pegawai pada suatu organisasi tertentu adalah untuk mencari nafkah. Berarti apabila disuatu pihak seseorang menggunakan pengetahuan, keterampilan, tenaga dan sebagaian waktunya untuk berkarya pada suatu organisasi, dilain pihak ia mengharapkan menerima imbalan tertentu. 26 Berangkat dari pandangan demikian, masalah imbalan dipandang sebagai salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh manajemen suatu organisasi. Siagian (1995: 63) berpendapat bahwa : Salah satu motivasi utama seseorang menjadi manusia organisasional adalah untuk dapat terpenuhinya kebutuhan pokoknya seperti sandang, pangan dan papan. Kesemuanya itu tentunya dapat terpenuhi dengan pendapatan berbentuk uang. Menurut Siagian (1994: 257) bahwa : Dalam usaha mengembangkan suatu sistem imbalan, para spesialis dibidang manajemen sumber daya manusia perlu melakukan 4 (empat) hal : 1. Melakukan analisis pekerjaan. Artinya perlu disusun deskripsi jabatan, uraian pekerjaan dan standar pekerjaan yang terdapat dalam suatu organisasi . 2. Melakukan penilaian pekerjaan dikaitkan dengan keadilan internal. Dalam melakukan penilaian pekerjaan diusahakan tersusunnya urutan peringkat pekerjaan, penentuan “nilai” untuk setiap pekerjaan, susunan perbandingan dengan pekerjaan lain dalam organisasi dan pemberian “point” untuk setiap pekerjaan. 3. Melakukan survei berbagai sistem imbalan yang berlaku guna memperoleh bahan yang berkaitan dengan keadilan eksternal. Organisasi yang disurvai dapat berupa organisasi pemerintah yang secara fungsional berwenang mengurus ketenagakerjaan, kamar dagang dan industri, organisasi profesi, serikat pekerja, organisasiorganisasi pemakai tenaga kerja lain dan perusahaan konsultan, terutama yang mengkhusukan dirinya dalam manajemen sumber daya manusia. 4. Menentukan “harga” setiap pekerjaan dihubungkan dengan “harga” pekerjaan sejenis ditempat lain. Dalam mengambil langkah ini dilakukan perbandingan antara nilai berbagai pekerjaan dalam organisasi dengan nilai yang berlaku dipasaran kerja. Uang merupakan imbalan yang diberikan kepada pegawai, hal itu harus tetap dipelihara untuk mencegah timbulnya ketidakpuasan dalam pekerjaan. Menurut Braid (dalam Timpe, 2000: 66), mengatakan bahwa : Uang mungkin tidak memotivasi semua orang sepanjang waktu, tetapi tidak boleh lupa bahwa pegawai harus diberi penghargaan finansial untuk peforma mereka. Bagi pegawai upah adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan mereka. Ada yang melihat bahwa pendapatan mereka adalah sebagai sarana penyediaan kebutuhan hidap yang mendasar bagi diri 27 sendiri dan keluarga. Yang lain melihatnya sebagai sarana penyediaan jaminan hidup sampai tingkat tertentu. Penghargaan juga merupakan faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang, karena penghargaan adalah pengakuan terhadap pribadi pegawai yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaaannya. Pengakuan akan prestasi merupakan faktor penting dalam penghargaan. Apabila pengakuan akan prestasi ini diberikan maka pegawai yang berhasil menyelesaikan pekerjaannya dengan baik merasa yakin akan kemampuannya dan merasa dihargai. Timpe (2000: 92) mengatakan : “Ucapkanlah selamat pada pegawai yang telah menunaikan pekerjaaan dengan baik”. Ucapan terima kasih pribadi sampaikan langsung, mungkin sudah cukup membuat pegawai itu menjadi gesit. Ucapan terima kasih merupakan dorongan positif bagi pegawai untuk memberikan usaha terbaiknya. Apapun situasinya, buatlah ucapan selamat itu pribadi dan tidak dibuat-buat. Kemudian Timpe melanjutkan, jika penggunaan pujian terlalu sering dapat berakibat sebaliknya. Masih ada cara lain, diantaranya adalah membelikan bunga bagi pegawai, makan atau minum setelah waktu kerja dapat dilihat oleh beberapa pegawai sebagai “terlalu dekat” khususnya atasan anda. Disamping itu cara seperti ini berat bagi kantong anda. Kesempatan berkembang juga merupakan daya penggerak dalam memotivasi semangat kerja seseorang. Pengembangan SDM dapat dilakukan dengan pelatihan dan pengembangan. Menurut Siagian (1994: 183) mengatakan bahwa : 28 Penekanan pelatihan adalah untuk peningkatan kemampuan melaksanakan tugas sekarang, sedangkan pengembangan menekankan peningkatan kemampuan melaksanakan tugas baru dimasa depan. Dengan kata lain, pelatihan adalah suatu bentuk investasi jangka pendek, sedangkan pengembangan merupakan investasi sumber daya manusia jangka panjang. Pelatihan dan pengembangan ini dapat digunakan oleh pihak manejemen dalam rangka perencanaan pengembangan karir pegawai. Menurut Siagian (1994: 204) bahwa : Pembahasan tentang perencanaan karir dalam rangka menejemen sumber daya manusia bertitik tolak dari asumsi dasar bahwa seseorang yang mulai bekerja setelah penempatan dalam suatu organisasi akan terus bekerja untuk organisasi tersebut selama masa aktifnya hingga ia memasuki masa pensiun. Berarti ia ingin meniti karir dalam organisasi itu. Cara yang lain dalam meningkat motivasi adalah dorongan untuk bekerjasama atau berkomunikasi, baik dengan atasan, bawahan maupun dengan sesama rekan. Menurut Timpe (2000: 28) mengatakan bahwa : “Komunikasi yang efektif antara manajer dan pegawai sangat penting bagi motivasi pegawai”. Sikap manajer, umpan balik, mampu mendengarkan sangat diperlukan untuk komunikasi yang baik. Manajer hendaknya bersedia bernegosiasi dari pada memberikan petunjuk. Biarkanlan pegawai membicarakan dan memodifikasi pesan-pesan sehingga lebih dapat dimengerti dan diterima. Ditemui banyak teori tentang motivasi. Dari teori tersebut beberapa pendapat mengelompokkannya kedalam dua kelompok/aspek/faktor yaitu motivasi intrinsik / internal dan motivasi ekstrinsik / eksternal. Menurut Hicks dan Gullet (1987: 450), membagi teori motivasi kedalam dua kelompok yaitu kelompok teori motivasi internal dan kelompok motivasi eksternal, yang maksudnya adalah : Kelompok teori motivasi internal memandang 29 bahwa motivasi individu bersumber dari dalam diri individu itu sendiri, seperti adanya kebutuhan, keinginan dan kehendak. Sedangkan kelompok motivasi eksternal memandang bahwa ada kekuatan diluar diri individu yang dapat mempengaruhi perilakunya dalam bekerja, seperti faktor pengendalian oleh manajer, keadaan kerja, gaji/upah, pekerjaan, penghargaan, pengembangan dan tanggungjawab. Selanjutnya Timpe (2000: 80) juga membagi teori mativasi menjadi dua faktor yaitu : Faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik terdiri dari : pengakuan, pencapaian, kemungkinan untuk tumbuh, kemungkinan untuk maju dan pekerjaan itu sendiri. Sedangkan faktor ekstrinsik terdiri dari : gaji, hubungan dengan kawan sekerja, pengawasan teknis, kebijakan perusahaan dan administrasi, kondisi kerja, status, faktor kehidupan pribadi dan kepastian pekerjaan”. Pada dasarnya pemberian motivasi kepada pegawai adalah untuk memberikan suatu kepuasan kepada diri pegawai terhadap pekerjaan yang dilakukannya, sehingga diharapkan pegawai dapat bekerja dengan baik dan berprestasi. Suwarto (1999: 79) mengatakan bahwa : Teori kepuasan memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri individu yang menggerakkan, mengarahkan, mendukung dan menghentikan perilaku. Mereka mencoba menentukan kebutuhan khusus yang memotivasi orang. Teori proses menguraikan dan menganalisis bagaimana perilaku itu digerakkan, diarahkan, didukung dan dihentikan. Jadi, kedua kelompok motivasi tersebut mempunyai arti penting bagi manajer dalam memotivasi para karyawannya. Dengan memberikan cara motivasi yang tepat terhadap pegawai, maka diharapkan kinerja organisasi yang dipimpinnya dapat berjalan dengan baik dan berkesinambungan. 30 III. 3.1 METODE PENELITIAN Desain Penelitian Desain Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik, dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penggunaan desain ini terkait dengan tujuan penelitian yaitu untuk mendapatkan gambaran tentang persepsi pegawai terhadap motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik dan kinerja serta untuk mengetahui pengaruh motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik secara secara parsial terhadap kinerja. 3.2 Populasi Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga (Singarimbun dan Effendi, 1995: 152). Unit analisis penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil dari golongan I, II. III dan IV. Jadi Populasi dalam penelitian ini sebanyak 62 orang Pegawai Negeri Sipil di Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung, yang terdiri dari : Golongan I Golongan II Golongan III Golongan IV Jumlah : 1 orang : 12 orang : 44 orang : 5 orang : 62 orang Pegawai yang disebutkan di atas bekerja pada 4 (empat) bagian di Lingkungan Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung. 31 3.3 Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian terdiri dari dua variabel bebas (independent variables) yaitu motivasi intrinsik (X1) dan motivasi ekstrinsik (X2). Sedangkan variabel terikat (dependent variable) yaitu kinerja (Y). Penetapan indikator didasarkan pada konsep dan teori ditambah dengan penalaran penulis terhadap kriteria dan masalah yang erat kaitannya dengan substansi variabel dan sub variabel yang bersangkutan. Untuk variabel motivasi penulis mengambil pendekatan pada konsep dari Timpe (2000: 80) sedangkan untuk variabel kinerja mengambil pendekatan pada konsep Soeprihanto (1998: 2). Hasil kristalisasi konsep dan penalaran tersebut disajikan dalam bentuk operasionalisasi variabel penelitian seperti yang terlihat pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Operasionalisasi Variabel Penelitian Variabel Dimensi Motivasi Intrinsik ( X1) 1. Pengakuan atas keberhasilan 2. Kemungkinan untuk maju Sumber : Timpe (2000: 80) 3. Penempatan personil Indikator 1. Pujian atas keberhasilan yang dicapai. 2. Penghargaan atas keberhasilan 1. Kesempatan menambah pengetahuan 2. Kejelasan jenjang karir (promosi yang objektif) 1. Sesuai dengan pendidikan 2. Sesuai dengan keterampilan 3. Sesuai dengan keahlian 32 Tabel 3 (lanjutan) Variabel Motivasi Ekstrinsik ( X2 ) Sumber : Timpe (2000: 80) Dimensi 2. Kondisi Kerja 1. 2. 3. 1. 2. 3. Hubungan kerja 1. Hubungan dengan rekan 2. Hubungan dengan atasan 1. Pendapatan Kinerja ( Y ) 1. Perilaku Kerja Sumber : Soeprihanto (1998: 80) 3.4 Indikator 2. Hasil Kerja 1. 2. 3. 4. 1. 2. Pendapatan Honorarium Insentif / tunjangan Kondisi dan situasi saat bekerja Fasilitas Kerja Kemampuan melayani Kemampuan berfikir Kemampuan bersikap dewasa Kehadiran Kualitas kerja Kuantitas Kerja Instrumen Penelitian Pada penelitian data yang dibutuhkan adalah data mengenai motivasi pegawai (motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik) dan data kinerja pada Pegawai Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung. Data tersebut diperoleh melalui jawaban kuesioner pegawai yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan melalui penyebaran daftar pernyataan (angket) kepada responden yang telah ditentukan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya dan wawancara dengan Kepala Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung dan 4 (empat) orang Kepala Bagian di Lingkungan Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung. 33 3.5 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa teknik penelitian berikut: 1. Teknik Kuesioner, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengisi / menjawab daftar pernyataan yang bersifat tertutup. Angket diberikan kepada pegawai Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung yang menjadi populasi penelitian. Pernyataan diklasifikasikan dalam Skala Likert dengan 5 (lima) alternatif jawaban. Tiap-tiap kategori jawaban diberi skor 1 (satu) sampai 5 (lima). 2. Teknik Wawancara adalah teknik mengumpulkan data dengan cara mewawancarai responden yang telah ditentukan. Sumber datanya yaitu responden yang dinilai / menguasai tentang persoalan yang akan diteliti. Pada penelitian ini yang akan diwawancarai adalah 5 (lima) orang pejabat Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung yang terdiri dari seorang Kepala Biro dan 4 (empat) Kepala Bagian. Wawancara ini dilakukan dengan cara tatap muka. 3. Teknik dokumentasi adalah teknik yang dilakukan dengan cara mempelajari dokumen-dokumen, serta daftar isian yang diberi kepada Biro Tata Pemerintahan Umum Setdaprov. Lampung untuk diisi, sehingga mendapatkan data yang lengkap dan dapat membantu data variabel utama yang diteliti. Pengukuran variabel dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan secara terstruktur kepada responden. Jumlah pertanyaan sebanyak 38 pertanyaan. 34 Untuk memperdalam hasil penelitian, penulis menggunakan skala likert, yang setiap pertanyaan mempunyai bobot nilai sebagai berikut : Sangat Setuju (Skor 5), Setuju (Skor 4), Ragu-Ragu (Skor 3), Tidak Setuju (Skor 2), Sangat Tidak Setuju (Skor 1) 3.6 Validitas dan Reliabilitas 3.6.1 Validitas Menurut Nasution (1987: 100) mengatakan bahwa, tujuan penelitian ialah untuk mencari kebenaran. Dalam usaha itu validitas merupakan aspek yang sangat penting. Kebenaran hanya dapat diperoleh dengan instrumen yang valid. Selanjutnya Sugiyono (2001: 97) menyatakan, instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Jadi uji validitas dilakukan untuk menunjukkan sejauh mana alat pengukuran yang digunakan mengukur apa yang ingin diukur, atau sejauh mana alat pengukuran yang digunakan tersebut mengenai sasaran pengukuran. Dengan uji validitas, maka apabila hasil ujinya bermakna valid, maka hasil perhitungan dan analisis data juga akan dimaknai valid atau diakui dan dapat diterima. Validitas alat ukur merupakan taraf kesesuaian dan ketetapan dalam melakukan suatu penilaian, atau dengan kata lain apakah alat ukur (kuesioner) tersebut sudah benar. Dapat dikatakan, semakin tinggi validitas suatu alat test, maka alat test tersebut semakin mengenai pada sasarannya, atau semakin menunjukkan apa yang seharusnya diukur. Jadi validitas menunjuk kepada ketepatan dan kecermatan test dalam menjalankan fungsi pengukurannya. Suatu test dapat dikatakan mempunyai 35 validitas tinggi apabila test tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur sesuai dengan makna dan tujuan diadakannya test atau penelitian tersebut. Untuk menentukan kevalidan dari item kuesioner digunakan Metode Koefisien Korelasi Product Moment dari Karl Pearson yaitu dengan mengkorelasikan skor total yang dihasilkan oleh masing-masing responden (Y) dengan skor masing-masing item (X) dengan rumus sebagai berikut : n ryx n n i 1 i 1 n xi yi xi yi i 1 n 2 n n xi xi i 1 i 1 2 n 2 n 2 n yi yi i 1 i 1 (Azwar, 2001: 19) Korelasi item-total di atas harus dikoreksi dengan menggunakan rumus koefisien korelasi terkoreksi: ri ( x i ) rix s x s i s 2x s i2 2rix s i s x Suatu item dikatakan valid jika nilai koefisien validitasnya lebih dari atau sama dengan 0.300 (Robert M Kaplan dan Dennis P. Saccuso, 1993: 141). Jadi, jika diperoleh nilai koefisien validitas > 0.300 maka item tersebut valid sehingga skor-skor dari butir tersebut dapat digunakan dalam analisis selanjutnya. Lain halnya jika kebalikannya nilai koefisien validitas yang didapat < 0.300, maka item tersebut tidak valid dan dikerluarkan dari analisis. 36 3.6.2 Reliabilitas Menurut Singarimbun (1995: 140) mengatakan bahwa : Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka alat pengukur tersebut reliabel. Dengan kata lain, reliabilitas menunjukan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama. Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi lebih dari sekali. Reliabilitas artinya tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi, yaitu adalah pengukuran yang mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya (reliabel). Dalam penelitian ini untuk uji reliabilitas instrumen menggunakan Metode Koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach’s. Sekumpulan pertanyaan dikatakan reliabel jika koefisien reliabilitasnya lebih dari atau sama dengan 0,700 (Robert M Kaplan, 1993: 126). Dasar pengambilan keputusan: Jika r alpha positif, serta r > 0.70 maka faktor atau variabel tersebut reliabel. Jika r alpha tidak positif, serta r < 0.70 maka faktor atau variabel tersebut tidak reliabel. Koefesien Reliabilitas didapat dari persamaan koefesien-α (Azwar, 2001: 76 ) : 2 k S j 1 2 k 1 S x 37 Keterangan : k = Banyaknya belahan tes S j2 Varians belahan j; j = 1,2, … k Sx2 Varians skor tes Pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan menggunakan program SPSS, dengan menelaah melalui nilai numerik corrected item total correlation dan koefisien alpha. 3.7 Teknik Analisis Data Rancangan uji hipotesis yang digunakan berdasarkan paradigma penelitian akan diuji dengan menggunakan adalah analisis korelasi parsial. Dengan analisis korelasi akan diketahui apakah secara parsial variabel independent (X1 dan X2) berpengaruh terhadap variabel dependent (Y). Hal ini dapat dilihat dari hasil peluang galatnya (p-value) secara total, sehingga dengan tingkat keyakinan tertentu dapat diputuskan untuk menerima atau menolak hipotesis. Hipotesis pertama dan kedua merupakan hipotesis yang digunakan untuk menguji apakah motivasi intrinsik (X1) dan motivasi ekstrinsik (X2) secara parsial masing-masing berpengaruh terhadap kinerja (Y). Uji statistik yang digunakan adalah Uji t, yaitu dengan membandingkan antara t hitung dengan ttabel pada = 0,05 dan derajat bebas (n-k-1). Jika hasilnya signifikan, maka keeratan hubungan antara X1 dan X2 dengan Y secara parsial dijelaskan dengan menggunakan nilai koefisien korelasi parsial (ryx1.2 dan ryx2.1). Secara sistematik, statistik uji t diperoleh dengan menggunakan nilai-nilai pada tabel Anova pada analisis regresi. 38 Tabel 4. Anova pada Analisis Regresi Sumber df Keragaman Regresi K Sisa n-k-1 Total n-1 Sumber : Sitepu (1994: 64) Jumlah Kuadrat JK Regresi JK Sisa JK Total KuadratTengah Fhitung RJK Regresi RJK Sisa RJK Reg RJK Sisa Pengujian secara Parsial (antara Motivasi Intrisik dan Motivasi Ektrinsik secara Sendiri – sendiri terhadap Kinerja) Pengujian secara parsial menggunakan uji-t sebagai berikut: ti bi ; i 1, 2, 3, ... 8 RJK sisa x Cii (Sudjana, 1996: 325) Penjelasan : = Taksiran i (koefisien regresi) Bi RJKSisa = Rata-rata jumlah Kuadrat Sisa Cii = Merupakan elemen pada baris ke-i dan kolom ke-i dari matriks invers Kriteria uji : Dengan sebesar 5 %, Tolak Ho jika t t1-/2:n -k -1 Jika hasilnya signifikan, dapat dihitung koefisien korelasi parsial untuk menggambarkan hubungan parsial antara motivasi intrinsik (X1) terhadap kinerja (Y) dengan menganggap bahwa motivasi ekstrinsik (X2) tetap/konstan, dan juga dapat dihitung koefisien korelasi parsial untuk menggambarkan hubungan parsial antara motivasi ekstrinsik (X2) terhadap kinerja (Y) dengan menganggap bahwa motivasi intrinsik (X1) tetap/konstan, digunakan rumus : Rumus koefisien korelasi parsial X1 terhadap Y dengan menganggap X2 tetap/konstan. 39 ryx1 x 2 ryx1 ryx 2 rx1x 2 1 r 1 r 2 yx 2 2 x1x 2 Rumus koefisien korelasi parsial X2 terhadap Y dengan menganggap X1 tetap/konstan. ryx 2 x1 ryx 2 ryx1rx1x 2 1 r 1 r 2 yx1 (Sitepu, 1994: 165) 2 x1x 2 Keterangan: ryx1.x2 = Koefisien korelasi parsial X1 dan Y dengan menganggap X2 konstan ryx2.x1 = Koefisien korelasi parsial X2 dan Y dengan menganggap X1 konstan ryx1 = Koefisien korelasi antara X1 dan Y ryx2 = Koefisien korelasi antara X2 dan Y rx1x2 = Koefisien korelasi antara X1 dan X2 Koefisien korelasi ryx2, ryx1, rx1x2 diperoleh dengan menggunakan Rumus Product Moment Pearson : n ryx n n i 1 i 1 n xi yi xi yi i 1 n 2 n n xi xi i 1 i 1 2 n 2 n 2 n yi yi i 1 i 1 (Arikunto, 1997: 243) Untuk memudahkan pengolahan dan analisis data, maka dalam penelitian untuk melakukan perhitungan tabel Anova, koefisien regresi masing-masing variabel, koefisien korelasi parsial dan perhitungan lainnya yang diperlukan, digunakan Program SPSS. Kemudian untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat, maka tingkat keeratan korelasinya dapat diukur dengan menggunakan pedoman interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut : 40 Tabel 5. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi Interval koefisien Tingkat hubungan 0.00 - 0,199 Sangat rendah 0,20 - 0,399 Rendah 0,40 - 0,599 Sedang 0,60 - 0,799 Kuat 0,80 - 1,000 Sangat Kuat Sumber : Sugiyono (2002: 149) Selanjutnya hal tersebut di atas dapat diolah secara statistik dengan menggunakan program komputerisasi yaitu Program SPSS (Statistical Product and Service Solutions).