Pokok Bahasan I : PRINSIP DASAR, SEJARAH PERKEMBANGAN DAN MANFAAT TEKNIK KULTUR JARINGAN Pendahuluan Tumbuhan dialam bebas sangat bervariasi dan kompleks dalam melangsungkan siklus hidupnya. Untuk dapat mempertahankan generasinya tumbuhan harus memperbanyak diri baik secara vegetatip ataupun generatip. Perbanyakan generatip dimulai dari pertemuan antara gamet jantan dan gamet betina dari tanaman induk. Peleburan kedua gamet tersebut menghasilkan sebuah sel yang disebut zygot, zygot selanjutnya tumbuh dan berkembang menjadi tumbuhan utuh. Sel-sel vegetatip tumbuhan seperti yang terdapat pada akar, batang dan daun, secara alamiah juga mempunyai kemampuan yang mirip dengan zygot, yaitu dapat berkembang menjadi tanaman utuh, sehingga kelangsungan generasinya tetap terjaga. Kemampuan sel-sel vegetatip selain zygot untuk berkembang menjadi tanaman utuh menjadi topik yang sangat menarik perhatian para peneliti. Topik penelitian yang sangat menarik tersebut dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik kultur jaringan. Tujuan Instruksional Khusus: Setelah mengikuti kuliah ini diharapkan mahasiswa akan dapat menjelaskan prinsip dasar, pengertian, sejarah perkembangan serta manfaat teknik kultur jaringan. Subpokok Bahasan 1 : PRINSIP DASAR DAN PENGERTIAN TEKNIK KULTUR JARINGAN. Pendahuluan Salah satu pembeda sel tumbuhan dengan sel hewan adalah adanya dinding sel pada sel tumbuhan. Dinding sel tumbuhan selain berfungsi memberi bentuk pada sel juga sebagai barier mekanik yang mengisolasi sel-sel dengan lingkungan luarnya. Pada kenyataannya sel satu dengan lainnya yang menyusun jaringan, meskipun secara fisik dibatasi oleh membran plasma dan dinding sel, tidak terisolasi dan masih dapat berhubungan lewat plasmodesmata (symplast). Implikasi dari kenyataan tersebut adalah adanya kontinuitas sitoplasmatik, atau dengan kata lain, informasi genetik yang terdapat dan berawal dari zygot tentulah tersebar keseluruh sel-sel penyusun tubuh tumbuhan. Sel tumbuhan dengan demikian haruslah mengandung seluruh informasi yang diperlukan untuk tumbuh, berkembang, dan berkembang biak, sel demikian disebut totipoten. Materi Subpokok Bahasan 1 Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian-bagian tanaman seperti sel, jaringan atau organ serta menumbuhkannya secara aseptis (suci hama) didalam atau diatas suatu medium budidaya sehingga bagianbagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali. Prinsip kultur jaringan terdapat pada teori sel yang dikemukakan oleh dua orang ahli Biologi dari Jerman, M.J. Schleiden dan T. Schwann. Secara implisit teori tersebut menyatakan bahwa sel tumbuhan bersifat autonom dan mempunyai totipotensi. Sel bersifat autonom artinya dapat mengatur rumah tangganya sendiri, disini yang dimaksud adalah dapat melakukan metabolisme, tumbuh dan berkembang secara independen, jika diisolasi dari jaringan induknya. Totipotensi diartikan sebagai kemampuan dari sel tumbuhan (baik sel somatic / vegetativ maupun sel gametik) untuk beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali. Disamping kultur jaringan, kita juga mengenal istilah kultur in vitro tanaman, istilah ini muncul karena sel, kelompok sel atau organ tanaman tersebut tumbuh, berkembang dan beregenerasi secara aseptis pada medium didalam wadah gelas (tabung) yang transparan. Istilah eksplan digunakan untuk menyebutkan bagian kecil dari tanaman (sel, jaringan atau organ) yang digunakan untuk memulai suatu kultur. Eksplan yang digunakan didalam kultur jaringan harus yang masih muda (primordia), sel-selnya masih bersifat meristematis dan sudah mengalami proses diferensiasi. Sel-sel mesofil dan stomata pada daun, kambium, korteks dsb adalah bentuk-bentuk sel yang sudah mengalami diferensiasi. Pada primordia daun misalnya, sel- sel yang sudah mengalami diferensiasi tersebut hanya perlu membelah satu atau dua kali saja kemudian berhenti (dorman) selanjutnya akan membentang. Pembelahan sel-selnya juga sudah diprogram untuk menghasilkan sel yang sama misalnya, sel-sel mesofil hanya akan membelah dan menghasilkan sel mesofil juga. Dengan cara mengisolasi dari tanaman induknya, sel-sel pada eksplan yang tadinya dorman, dihadapkan pada kondisi stres. Kondisi ini akan mengubah pola metabolisme, sel akan memulai siklusnya yang baru, selanjutnya akan tumbuh dan berkembang didalam kultur. Respon yang terlihat pertama kali yaitu terbentuknya jaringan penutup luka, sel-selnya terus membelah, jika pembelahannya tidak terkendali akan membentuk massa sel yang tidak terorganisir atau disebut kalus. Pembelahan sel-sel yang tidak terkendali disebabkan karena sel-sel tumbuhan, yang secara alamiahnya bersifat autotrof, dikondisikan menjadi heterotrof dengan cara memberikan nutrisi yang yang cukup kompleks didalam medium kultur. Sel-sel kalus ini berbeda dengan sel-sel eksplannya, sel-sel menjadi tidak terdiferensiasi, proses ini disebut dediferensiasi (kembali kekeadaan tidak terdiferensiasi). Pada proses dediferensiasi sel-sel pada eksplan, yang tadinya dalam keadaan quiescent atau dorman, diinduksi untuk aktip kembali melakukan pembelahan. Induksi dediferensiasi dapat dilakukan dengan menambahkan zat pengatur tumbuh dari kelompok auksin kedalam medium kultur, auksin sintetik yang umum digunakan adalah 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) dengan konsentrasi maksimum 2 mg/1. Auksin substitusi seperti picloram (4-amino-3,5,6trichloropyridine-2-carboxylic acid) dan dicamba (3,6-dichloro-o-anisic acid) sering digunakan untuk induksi dediferensiasi tanaman berkayu. Sel-sel akan terus membelah selama masih uipelihara didalam medium induksi. Zat-zat pengatur tumbuh tersebut diatas diketahui berfungsi sebagai mutagenic agent. Sel-sel yang dipelihara terlalu lama didalam medium induksi akan mengalami mutasi, tetapi tidak kehilangan sifat totipotensinya. Laju pertumbuhan sel, jaringan atau organ tanaman didalam kultur akan menurun setelah periode waktu tertentu, umumnya segera terlihat dengan adanya gejala nekrosis pada eksplan. Hal ini disebabkan karena menyusutnya kadar nutrien medium dan terbentuknya senyawa-senyawa racun yang dilepaskan oleh eksplan disekitar medium. Untuk itu harus dilakukan sub-kultur yaitu pemindahan sel\sel-sel, jaringan atau organ kedalam medium baru. Tujuan dilakukannya subkultur adalah untuk mempertahankan laju pertumbuhan sel-sel tetap konstan dan untuk diferensiasi kalus. Medium baru yang digunakan dapat sama atau berbeda dengan medium semula. Perkembangan selanjutnya adalah terjadinya morfogenesis, yaitu proses terbentuknya organ-organ baru (de novo) yang kemudian akan tumbuh menjadi tanaman utuh. Tanaman regenerasi yang dihasilkan dengan teknik kultur jaringan disebut plantlet, pembentukan plantlet terjadi melalui dua proses yang berbeda: a. Organogenesis yaitu diferensiasi meristem unipolar, menghasilkan ujung tunas (shoot tip) yang akan menjadi tunas (caulogenesis) atau ujung akar (root tip) yang akfn organogenesis menjadi akar (rhizogenesis). diperlukan dua tahap induksi, Pada proses masing-masing menggunakan medium dengan zat pengatur tumbuh yang berbeda. Tahap pertama biasanya adalah induksi pembentukan tunas, proses caulogenesis diinduksi dengan menambahkan zat pengatur tumbuh dari golongan sitokinin kedalam medium kultur. Tahap yang kedua adalah induksi pembentukan akar, proses rhizogenesis ini dikerjakan dengan menambahkan zat pengatur tumbuh dari golongan auksin. b. Embriogenesis somatik merupakan suatu proses diferensiasi meristem bipolar yang berupa bakal tunas dan akar, dua meristem yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman utuh. Embrio yang terbentuk selanjutnya akan tumbuli dan berkembang menjadi tanaman utuh. Pertumbuhan dan perkembangan embrionya berlangsung secara bertahap melalui proses yang identik dengan proses embryogenesis zygotik, yaitu terbentuknya struktur bipolar melalui tahapan bulat (globular), jantung (heart stage), torpedo, dan akhirnya berkecambah menjadi plantlet. Morfogenesis in vitro dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung terjadi tanpa melalui tahapan kalus terlebih dahulu. Sel-sel diinduksi langsung menjadi embriogenik, hal ini dapat dikerjakan dengan menanam eksplan pada medium dengan kombinasi zat pengatur tumbuh dari kelompok auksin dan sitokinin secara simultan. Penemuan terbaru menunjukan bahwa perlakuan heat shock pada daun Chicorium hybrid 474, dapat menginduksi sel-sel daun menjadi embriogenik. Pada sel gametik (mikrospora) induksi menjadi embriogenik dilakukan dengan memberikan stres. Stres dapat diberikan secara fisik berupa cold shock atau heat shock, dapat juga secara khemis yaitu dengan mengkulturkan pada medium starvation (medium minimal yang hanya terdiri dari garam-garam makro dan mannitol) atau dengan memberikan stres osmotik. Sel-sel yang sudah terinduksi menjadi embriogenik adalah identik dengan zygot, sehingga dapat melanjutkan petumbuhannya menjadi embrio dan selanjutnya tanaman utuh. Morfogenesis secara tidak langsung umumnya melalui tahapan kalus terlebih dahulu. Kalus yang lunak jika ditransfer kedalam medium cair akan membentuk suspensi sel yang aktip tumbuh. Kultur sel adalah kultur dengan menggunakan sel sebagai eksplan, eksplan berasal dari sel-sel yang sudah mengalami dediferensiasi (kalus). Kalus yang digunakan sebagai eksplan pada kultur sel disebut inokulum. Kultur sel dipelihara didalam medium cair yang diinkubasi dengan atau tanpa penggojokan. Jika proses induksi dediferensiasinya benar, maka gen-gen yang bertanggung jawab terhadap totipotensi akan berfungsi, pembelahan sel-selnya menjadi terkendali, membentuk sel-sel yang terorganisir (embryo). Embrio yang terbentuk adalah dari sel-sel somatik atau gametik dan bukan dari zygot, embrio demikian disebut embrio adventip prosesnya disebut embryogenesis somatic selanjutnya akan tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh melalui proses yang identik zygotic. dengan proses embryogenesis EKSPLAN ( Sel, jaringan, organ ) L DEDIFERENSIASI L KALUS EMBRIOGENETIK L EMBRIOGENESIS ORGANOGENESIS L CAULOGENESIS L RHIZOGENESIS PLANTLET Gambar 1 : Diagram perkembangan eksplan didalam kultur jaringan Latihan soal-soal 1 1. Apa yang disebut dengan kultur jaringan,?. 2. Jelaskan mengapa sel tumbuhan bersifat totipoten?. 3. Apa yang disebut kalus, jelaskan proses pembentukannya?. 4. Jelaskan proses morfogenesis in vitro!. 5. Apa yang disebut embrio adventip, jelaskan proses pembentukannya! Petunjuk jawaban latihan soal-soal 1. Ingat definisi kultur jaringan. 2. Coba bayangkan perkembangan zygot sampai menjadi tanaman utuh, ingat adanya hubungan sitoplasmatik pada tanaman dewasa. 3. Ingat definisi kalus dan peran kedium kultur. 4. Ingat bagaimana perkembangan eksplan sampai menjadi tanaman utuh. 5. Ingat definisi embrio adventip dan proses morfogenesis in vitro Ringkasan Secara singkat dapat disimpulkan bahwa dengan mengisolasi sel, jaringan dan organ dari tanaman induknya, kemudian menumbuhkannya pada medium kultur, akan mengakibatkan bagian-bagian tanaman tersebut mengalami stres. Kondisi stres tambahan seperti cold shock, heat shock, starvation, osmotik, dan hormon menyebabkan dibebaskannya gen-gen yang bertanggung jawab terhadap totipotensi. Tes Formatif 1. 1. Prinsip kultur jaringan didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel tumbuhan mempunyai kemampuan untuk beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali, sel demikian disebut a. Autonom b. Totipoten c. Autotrof d. potensi sel 2. Eksplan yang digunakan sebagai bahan tanam pada kultur jaringan disyaratkan harus diambil dari bagian tanaman yang masih muda, eksplan tersebut mengadung sel-sel yang bersifat meristematis artinya adalah: a. telah mengalami dediferensiasi b. telah mengalami diferensiasi c. aktip membelah d. kalus 3. Proses perkembangan sel-sel pada eksplan menjadi plantlet didalam kultur jaringan diawali dengan proses: a. Morfogenesis b. Organogenesis c. Embryogenesis d. dediferensiasi 4. Induksi dediferensiasi pada kultur jaringan dapat dilakukan dengan stres, setelah sel-sel mengalami dediferensiasi, pertumbuhannya menjadi tidak terkendali, hal ini dkebabkan karena: a. sel-selnya membentuk kalus b. sel-selnya bersifat embriogenik c. pengaruh medium kultur d. sel bersifat totipoten 5. Proses reinisiasi dari pembelahan sel pada kultur jaringan disebut: a. Diferensiasi b. Dediferensiasi c. siklus sel d. morfogenesis Kunci jawaban tes formatif 1: 1. b, 2. c, 3. d, 4. c, 5. b Subpokok Bahasan 2: SEJARAH PERKEMBANGAN DAN MANFAAT TEKNIK KULTUR JARINGAN Pendahuluan Membahas sejarah perkembangan kultur jaringan tidak dapat lepas dari sejarah perkembangan pengetahuan tentang sel. Dimulai dari penemuan mikroskop oleh Zakarias Jansen pada 1590, seorang pembuat kacamata dari Belanda, yang kemudian disempurnakan oleh Anthoni van Leeuwenhoek. Penemuan dan pengembangan mikroskop memungkinkan kita melihat struktur tubuh tumbuhan secara detail, seperti yang dikemukan oleh Robert Hooke seorang ahli matematika, dia menyamakan sel sebagai building block dari jaringan hidup. Pada tahun 1838-1839 seorang ahli botani, MV. Schleiden dan Theodore Schwann (ahli zoologi) lebih memusatkan perhatiannya pada kehidupan sel yang pada akhirnya melahirkan konsep totipotensi sel. Teknik kultur jaringan yang semula digunakan untuk membuktikan teori totipotensi sel selanjutnya berkembang, selain menunjang ilmu-ilmu dasar seperti embriologi, fisiologi, biokimia dan genetika, sekarang terbukti dapat diaplikasikan pada bidang agroindustri dan farmasi. Materi subpokok bahasan 2 Percobaan-percobaan untuk membuktikan bahwa sel bersifat totipoten pertama kali dilakukan oleh Gottlieb Haberlandt seorang ahli botani dari Jerman pada tahun 1898 dan dipublikasikan pada 1902. Percobaannya dilakukan dengan mengisolasi sel daun Lamium purpureum , Erythronium, Ornithogalum dan Tradescantia, sel yang dikulturkan tetap viabel selama beberapa minggu tetapi tidak pernah membelah, sehingga dapat dikatakan percobaannya belum berhasil. Kegagalan percobaan Haberlandt terutama disebabkan karena kultur dilaksanakan pada medium yang sangat sederhana dan tidak aseptis, menggunakan eksplan mesofil sel yang sudah sangat terdiferensiasi, dan tidak menggunakan zat pengatur tumbuh, pada waktu itu zat pengatur tumbuh belum diketemukan. Zat pengatur tumbuh berperan sangat penting pada proses pembelahan sel dan diferensiasi in vivo dan in vitro. Auksin ditemukan pada 1928-1930 oleh Went dan Thiman, sedangkan sitokinin baru pada 1955 oleh Miller dan kawan-kawan. Beberapa dekade setelah percobaan Haberlandt, penelitian-penelitian kultur in vitro tumbuhan lebih ditekankan pada kultur multiselular (jaringan atau organ) sebagai eksplan. Riset ini dipelopori oleh Philip Rodney White (1939), Roger Gautheret (1939), dan Piere Nobecourt (1939). White berhasil menumbuhkan potongan ujung akar tomat (Licopersicon esculetum) pada medium cair yang mengandung garam-garam anorganik, ekstrak yeast, dan sukrose. Pada waktu yang bersamaan Gautheret dari Perancis berhasil memacu pertumbuhan potongan jaringan kambium Salix caprea membentuk kalus dengan menambahkan zat pengatur tumbuh IAA pada medium kultur. Nobecourt berhasil mengembangkan teknik kultur kalus dengan eksplan umbi akar wortel (Daucus carota) Skoog dan Miller pada 1957 berhasil mengatur pertumbuhan akar dan tunas (organogenesis) dari kalus tembakau dengan menggunakan kombinasi auksin dan sitokinin pada medium. Pada tahun 1958 J. Reinert dan FC. Steward berhasil membuktikan totipotensi sel pada kultur suspensi sel dengan eksplan umbi akar wortel. Didalam kultur ditemukan adanya embrio yang strukturnya mirip dengan embrio zigotik, kemudian disimpulkan bahwa embriogenesis telah terjadi secara in vitro. Pada waktu itu masih diperdebatkan apakah munculnya embrio yang kemudian jadi plantlet tersebut berasal dari sebuah sel atau kelompokan sel, didalam perkembangannya kemudian, dengan menggunakan teknik cell tracking, terbukti bahwa plantlet berasal dari sebuah sel. Implikasi dari penemuan sitokinin adalah dimungkinkannya induksi pembentukan tunas secara in vitro pada berbagai tanaman hortikultura, sehingga dapat diaplikasikan untuk perbanyakan vegetatip (mikropropagasi). Pada kultur meristem, tanaman bebas virus dapat diperoleh dari tanaman yang sudah terinfeksi. Tanaman yang steril atau tidak dapat menghasilkan biji, dapat diperbanyak dengan mikropropagasi, teknik ini berkembang pesat antara 19601970. Pertumbuhan dan perkembangan sel pada kultur dengan eksplan jaringan atau organ, tidak dapat dikontrol dengan ketat, sehingga bukan merupakan objek eksperimental yang ideal seperti yang dicita-citakan oleh Haberlandt. Objek yang ideal haruslah sel tunggal, sel tunggal dapat diperoleh dengan berbagai cara: 1. Kultur suspensi sel, dalam hal ini sel sudah mengalami dediferensiasi 2. Mikrospora 3. Protoplas, yaitu sel yang sudah dihilangkan dinding selnya. Setelah percobaan-percobaan yang dilakukan oleh J. Reinert dan FC. Steward berhasil membuktikan totipotensi sel, pada 1966 Guha dan Maheshwari berhasil memperoleh tanaman dari anther Datura innoxia, hasil penelitianya diterbitkan di jurnal ilmiah Nature. Dari hasil pengamatannya diketahui bahwa plantlet bersifat haploid, jadi berasal dari mikrospora. Dengan perkembangan teknik kultur in vitro, pada 1972 C. Nitsch berhasil menginduksi mikrospora Datura, Nicotiana, dan Licopersicon langsung menjadi plantlet, mikrospora diisolasi dari anther kemudian langsung dikulturkan pada medium. Kemajuan paling akhir dari teknik kultur in vitro adalah ditemukannya teknik kultur protoplas, teknik ini memungkinkan diisolasinya sel tumbuhan dalam jumlah besar langsung dari tanaman, dari kalus, atau dari kultur suspensi sel. Protoplas adalah sel tumbuhan yang sudah dihilangkan dinding selnya, sehingga disebut sebagai sel telanjang. Pada 1960 EC. Cocking berhasil untuk pertamakalinya mengisolasi protoplas dari sel-sel akar dengan menggunakan ensim selulase. Cocking juga berhasil menunjukan adanya regenerasi dinding sel disekitar protoplas yang diisolasi dari jaringan loculus buah tomat. Kemajuan yang paling berarti dicapai sekitar tahun 1970 an ketika Nagata dan Takebe berhasil menunjukan adanya pembelahan protoplas yang diisolasi dari mesofil daun tembakau. Pembelahan ini terus berlanjut sampai terbentuk mikrokalus. Masih pada tahun yang sama Takebe, Labib dan Melchers berhasil meregenerasikan kalus, dari protoplas menjadi plantlet. Tahun-tahun sesudahnya jumlah tanaman regenerasi dari protoplas terus bertambah. Rangkaian pencapaian yang mengisi sejarah perkembangan kultur jaringan sampai saat ini dapat dirangkum sebagai berikut : 1900 Percobaan-percoban awal untuk mengulturkan sel dan jaringan tanaman pada kondisi tidak aseptis. Formulasi permasalah oleh Haberlandt (1902). KULTUR JARINGAN DAN ORGAN 1930-1950 1. Kultur organ (akar) 2. Kultur jaringan (aseptis): - kalus (penemuan auksin) MORFOGENESIS IN VITRO 1950-1960 1. Organogenesis (penemuan sitokinin) 2. Kultur sel (suspensi sel) 3. Embriogenesis somatic TEKNOLOGI PROPAGASI IN VITRO 1960-1970 1. Mikropropagasi 2. Tanaman bebas virus 3. Pengawetan plasmanutfah HAPLOIDY IN VITRO 1.Kultur anther (pollen embriogenesis) 2.Kultur mikrospora (anorogenesis) 3.Kultur ovule (ginogenesis) 4.Hibridisasi interspesifik dan kultur embrio PROTOPLAS 1970-1980 1. Isolasiprotoplas 2. Kultur protoplas 3. Tanaman regenerasi dari protoplas 4. Fusi protoplas 5. Hibridisasi somatic GENETIKA SEL SOMATIK 1980-sekarang 1. Variasi somaklonal 2. Teknologi pemulian mutasi in vitro REKAYASA GENETIKA 1. Identifikasi gen (teknologi rekombinasi DNA) 2. Isolasi gen 3. Kloning gen 4. Transformasi sel 5. Ekspresi gen 6. Tanaman transgenic Teknik kultur jaringan yang semula ditujukan untuk penelitian dasar dibidang biologi, berkembang terutama sedemikian pembuktian pesatnya totipotensi sehingga dapat sel, sekarang telah dipergunakan untuk keperluan-keperluan yang lain, terutama dibidang agribisnis dan farmasi. 1. Dibidang agribisnis. Aplikasi yang nyata dari teknik kultur jaringan tumbuhan adalah dapat menekan beaya produksi karena dapat menghasilkan bibit dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatip singkat, tidak memerlukan lahan yang terlalu luas, tidak tergantung pada iklim, bebas hama dan penyakit sehingga dapat ditransport kemana saja, melewati batas-batas negara, tanpa melalui proses karantina. Yang lebih penting lagi, karena merupakan perbanyakan vegetatip, maka keturunannya akan sama dengan induknya. Survey yang dilaksanakan di negeri Belanda menunjukan, laboratorium mikropropagasi komersial pada tahun 1988 telah menghasilkan tanaman yang diperbanyak secara klonal sebanyak 65 juta (Pierik, 1988). Sedangkan di Indonesia mikropropagasi klonal telah sangat membantu program Hutan Tanaman Industri, pohon yang berhasil dikembangkan dengan metode ini antara lain Jati (Tectona grandis) dengan kemampuan multiplikasi 5-6 plantlet atau dalam kurun waktu satu tahun dari satu eksplan dapat diperoleh sekilar 15 juta anakan. 2. Dibidang farmakologi dan industri kimia. Metabolit sekunder merupakan bahan baku obat yang berasal dari bahan alam nabati, biasanya metabolit sekunder jenis ini diperoleh dari tumbuhan dengan cara penyarian (ekstraksi). Cara ini tidak praktis karena diperlukan lahan yang luas untuk menumbuhkan tanaman tersebut. Melalui teknik kultur in vitro, sel-sel dan jaringan tanaman dapat dimanupulasi sedemikian rupa seperti yang dapat dilakukan pada proses fermentasi. Berdasarkan hal tersebut kultur sel dapat merupakan sumber metabolit sekunder yang memiliki nilai ekonomi tinggi disamping kultur kalus. Gambar 2 : Diagram kultur suspense sel 3. Untuk mendapatkan hibrida-hibrida baru melalui silangan somatic Sel-sel tubuh tanaman jika dihilangkan dinding selnya akan didapatkan protoplas. Tersedianya protoplas memungkinkan dilakukannya persilangan intergenerik dengan teknik fusi protoplas. Protoplas dari dua jenis tanaman yang berbeda dapat difusikan dengan menggunakan medan listrik atau bahan kimia pemfusi sehingga terjadi peleburan sitoplasma dan diharapkan dapat terjadi peleburan 2 inti heterokaryon. Protoplas hasil fusi dapat diregenerasikan menjadi tanaman (hibrida) baru. Dengan fusi protoplas akan teratasi kesulitankesulitan yang timbul pada hibridisasi antara dua spesies, dua genus atau bahkan pada takson yang lebih tinggj. Penghilangan dinding sel juga memungkinkan untuk mengintroduksi organel atau potongan DNA kedalam sel untuk merubah struktur genetisnya. 4. Untuk mendapatkan tanaman haploid Tanaman haploid dapat diperoleh melalui kultur ovule, anther atau mikrospora. Mikrospora adalah singgel sel haploid, totipoten dan tersedia dalam jumlah yang hampir tidak terbatas. Dengan teknik kultur mikrospora dapat dihasilkan tanaman haploid, penggandaan kromosom dapat dilakukan dengan agensia pengganda kromosom, sehingga dapat dihasilkan tanaman dobel haploid yang homozigot. Tanaman haploid dan dobel haploid mempunyai nilai yang sangat berharga bagi pemulia tanaman. Pada beberapa tanaman serealia, penggandaan kromosom terjadi secara spontan, sehingga dapat langsung digunakan pada program pemuliaan tanaman. Varietas-varietas komersial telah diproduksi pada pemuliaan dengan menggunakan dobel haploid, misalnya gandum varietas Florin di Perancis (Henry dan De Buyser, 1990). Keunggulan utama dari tanaman dobel haploid tampak pada cepatnya homczygosity diperoleh, tanaman yang dihasilkan mencerminkan sampel acak dari rekombinasi gamet yang terjadi pada meiosis, dan ekspresi dari gen-gen resesif. Untuk pengembangan varietas pada kebanyakan tanaman, tahapan kritis adalah penetapan galur murni. Tanaman homozygot yang stabil adalah galur murni, tanaman seperti itu digunakan sebagai varietas akhir atau sebagai induk untuk memproduksi biji hibrida. Secara tradisional, para pemulia mendapat tanaman homozygot dengan cara self-fertilization atau back cross, proses yang memakan banyak waktu. Dengan teknik kultur mikrospora, sel-sel gamet jantan diinduksi menjadi embriogenik, sehingga tanaman dobel haploid dapat dihasilkan dalam satu generasi saja. Efisiensi seleksi juga dapat ditingkatkan dengan produksi tanaman haploid, karena fenotip dari tanaman tidak tertutupi oleh efek dominan, sifat resesif dan dominan sama-sama terekspresi dan karenanya lebih mudah diseleksi. 5. Untuk penyimpanan plasmanutfah Sejumlah tanaman dapat dilestarikan dengan biji, namun beberapa tanaman berbiji yang penting mempunyai biji yang terlalu besar untuk disimpan, misalnya kelapa. Beberapa tanaman lagi mempunyai biji yang kadar airnya terlalu banyak, misalnya durian, nangka sehingga tidak dapat disimpan terlalu lama. Bahkan ada tanaman yang tidak membentuk biji dan harus diperbanyak secara vegetatip, misalnya pisang. Hal-hal tersebut menjadikan cara in vitro merupakan satu-satunya harapan sebagai jalan keluar. Untuk penyimpanan dalam jangka pendek, pertumbuhan didalam kultur jaringan dapat diperlambat dengan suhu rendah dan dengan penghambat osmose. Sedangkan untuk penyimpanan jangka panjang sel-sel tumbuhan yang berupa kalus ditempatkan pada nitrogen cair dengan suhu antara 0 sampai -198°C, sehingga metabolisme dan pertumbuhan terhenti sama sekali, proses ini disebut kriopreservasi. 6. Penyelamatan embrio Kultur in vitro tumbuhan dapat digunakan untuk menyelamatkan embrio yang secara normal abortif, kegagalan membentuk embrio ini disebabkan karena adanya inkompatibilitas. Pada postzygotic incompatibility, setelah terjadi pembuahan terbentuklah zygot, tetapi zygot ini tidak dapat diterima oleh endosperm sehingga embrio tidak dapat berkembang dan mengalami keguguran, misalnya terdapat pada hasil persilangan antara Solanum melongena dengan Solanum khasianum. Embrio dapat diselamatkan (embryo resque), dipisahkan dari tanaman induknya dan ditanam secara in vitro dibawali kondisi aseptik pada medium yang telah diketahui komposisinya. Pada makanannya beberapa sangat jenis tidak tanaman, berkembang embrio dan sehingga cadangan tidak dapat berkecambah, misalnya pada biji anggrek, hanya terdiri dari kumpulan sel-sel yang sederhana. Untuk perkecambahan embrionya sangat tergantung pada suplai gula dari luar, dilingkungan alamiahnya disediakan oleh jamur Mycorrhiza yang hidup secara simbiotik didalam biji anggrek. Karena infeksi oleh jamur ini tidak dapat terjadi pada semua biji yang terdapat didalam buah anggrek, maka tidak semua biji dapat berkecambah. Dengan teknik kultur in vitro, biji anggrek dikecambahkan diatas medium secara aseptik, sehingga semua biji yang terdapat didalam buah anggrek dapat berkecambah. 7. Kultur Jaringan juga dapat dipergunakan untuk menunjang penelitian penyakit-penyakit tanaman terutama virus, yaitu dengan menggunakan teknik kultur meristem. Sedangkan pada kultur organ, penggunaan praktisnya dapat menunjang studi tentang infeksi Nematoda, jamur Mycorrhiza, dan mekanisme pembentukan bintil akar pada tanaman Leguminosa. Latihan soal-soal 2. 1. Siapa orang pertama yang membuktikan teori totipotensi sel, bagaimana teori tersebut dibuktikan?. 2. Sebutkan urutan perkembangan teknik kultur jaringan yang dicapai dari awal pertamakali dikemukakan sampai sekarang?. 3. Jelaskan dengan singkat manfaat kultur jaringan ditinjau dari segi agribisnis! 4. Jelaskan dengan singkat keunggulan teknik kultur mikrospora pada pemuliaan tanaman! 5. Jelaskan apa pentingnya kultur embrio?. Petunjuk jawaban latihan soal-soal 1. Ingat sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dan pembuktian totipotensi sel !. 2. Ingat sejarah perkembangan teknik kultur jaringan!. 3. Ingat manfaat teknik kultur jaringan! 4. -sda5. -sda- Ringkasan. Sejarah perkembangan kultur jaringan tidak dapat lepas dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan tentang Sel dan Botani. Berbagai teknik didalam kultur jaringan dikembangkan sejalan dengan diketemukannya zat pengatur tumbuh dan kemajuan pengetahuan tentang kebutuhan nutrisi oleh sel dan jaringan tanaman. Teknik kultur jaringan semula ditujukan untuk pembuktian totipotensi sel. Sekarang terbukti teknik tersebut dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan, yang pada prinsipnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan umat manusia. Tes formatif 2 1. Setelah percobaan-percobaan yang dilakukan oleh Haberlandt, percobaan untuk membuktikan totipotensi sel akhirnya berhasil dilakukan, hal ini dimungkinkan karena a. Digunakan eksplan jaringan b. Selnya sudah mengalami diferensiasi c. Menggunakan kultur suspensi sel dari kalus d. Menggunakan kultur kalus 2. Rangkaian pencapaian teknologi kultur jaringan adalah sebagai berikut : a. kultur sel - kultur protoplas - kultur anther - kultur jaringan b. kultur sel - kultur organ - kultur jaringan - kultur protoplas c. kultur sel - kultur jaringan - kultur organ - kultur anther d. kultur sel - kultur organ - kultur jaringan - kultur anther 3. Produksi metabolit sekunder dapat dilakukan dengan kultur : a. kultur suspensi sel b. kultur organ c. kultur embrio d. kultur protoplas 4. Keuntungan diterapkannya teknik kultur mikrospora adalah a. diperoleh hibrida unggul b. diperoleh tanaman homozygote c. diperoleh tanaman bebas virus d. dapat menyelamatkan embrio 5. Kultur in vitro tanaman dapat ditransport kemana saja tanpa melalui proses karantina, hal ini dimungkinkan karena a. merupakan bibit unggul b. aseptis c. diperbanyak dalam waktu singkat d. merupakan perbanyakan vegetatip Jawaban tes formatip 2 l. c, 2. d, 3. a, 4. b, 5. b.