Pokok Bahasan I : PRINSIP DASAR, SEJARAH

advertisement
Pokok Bahasan I : PRINSIP DASAR, SEJARAH PERKEMBANGAN DAN
MANFAAT TEKNIK KULTUR JARINGAN
Pendahuluan
Tumbuhan dialam bebas sangat bervariasi dan kompleks dalam
melangsungkan siklus hidupnya. Untuk dapat mempertahankan generasinya
tumbuhan harus memperbanyak diri baik secara vegetatip ataupun generatip.
Perbanyakan generatip dimulai dari pertemuan antara gamet jantan dan gamet
betina dari tanaman induk. Peleburan kedua gamet tersebut menghasilkan
sebuah sel yang disebut zygot, zygot selanjutnya tumbuh dan berkembang
menjadi tumbuhan utuh. Sel-sel vegetatip tumbuhan seperti yang terdapat pada
akar, batang dan daun, secara alamiah juga mempunyai kemampuan yang mirip
dengan zygot, yaitu dapat berkembang menjadi tanaman utuh, sehingga
kelangsungan generasinya tetap terjaga. Kemampuan sel-sel vegetatip selain
zygot untuk berkembang menjadi tanaman utuh menjadi topik yang sangat
menarik perhatian para peneliti. Topik penelitian yang sangat menarik tersebut
dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik kultur jaringan.
Tujuan Instruksional Khusus:
Setelah mengikuti kuliah ini diharapkan mahasiswa akan dapat
menjelaskan prinsip dasar, pengertian, sejarah perkembangan serta manfaat
teknik kultur jaringan.
Subpokok Bahasan 1 : PRINSIP DASAR DAN PENGERTIAN TEKNIK
KULTUR JARINGAN.
Pendahuluan
Salah satu pembeda sel tumbuhan dengan sel hewan adalah adanya
dinding sel pada sel tumbuhan. Dinding sel tumbuhan selain berfungsi memberi
bentuk pada sel juga sebagai barier mekanik yang mengisolasi sel-sel dengan
lingkungan luarnya. Pada kenyataannya sel satu dengan lainnya yang menyusun
jaringan, meskipun secara fisik dibatasi oleh membran plasma dan dinding sel,
tidak terisolasi dan masih dapat berhubungan lewat plasmodesmata (symplast).
Implikasi dari kenyataan tersebut adalah adanya kontinuitas sitoplasmatik, atau
dengan kata lain, informasi genetik yang terdapat dan berawal dari zygot tentulah
tersebar keseluruh sel-sel penyusun tubuh tumbuhan. Sel tumbuhan dengan
demikian haruslah mengandung seluruh informasi yang diperlukan untuk tumbuh,
berkembang, dan berkembang biak, sel demikian disebut totipoten.
Materi Subpokok Bahasan 1
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian-bagian
tanaman seperti sel, jaringan atau organ serta menumbuhkannya secara aseptis
(suci hama) didalam atau diatas suatu medium budidaya sehingga bagianbagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi
tanaman lengkap kembali. Prinsip kultur jaringan terdapat pada teori sel yang
dikemukakan oleh dua orang ahli Biologi dari Jerman, M.J. Schleiden dan T.
Schwann. Secara implisit teori tersebut menyatakan bahwa sel tumbuhan bersifat
autonom dan mempunyai totipotensi. Sel bersifat autonom artinya dapat
mengatur rumah tangganya sendiri, disini yang dimaksud adalah dapat
melakukan metabolisme, tumbuh dan berkembang secara independen, jika
diisolasi dari jaringan induknya. Totipotensi diartikan sebagai kemampuan dari
sel tumbuhan (baik sel somatic / vegetativ maupun sel gametik) untuk
beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali.
Disamping kultur jaringan, kita juga mengenal istilah kultur in vitro
tanaman, istilah ini muncul karena sel, kelompok sel atau organ tanaman
tersebut tumbuh, berkembang dan beregenerasi secara aseptis pada medium
didalam wadah gelas (tabung) yang transparan. Istilah eksplan digunakan untuk
menyebutkan bagian kecil dari tanaman (sel, jaringan atau organ) yang
digunakan untuk memulai suatu kultur.
Eksplan yang digunakan didalam kultur jaringan harus yang masih muda
(primordia), sel-selnya masih bersifat meristematis dan sudah mengalami proses
diferensiasi. Sel-sel mesofil dan stomata pada daun, kambium, korteks dsb
adalah bentuk-bentuk sel yang sudah mengalami diferensiasi. Pada primordia
daun misalnya, sel- sel yang sudah mengalami diferensiasi tersebut hanya perlu
membelah satu atau dua kali saja kemudian berhenti (dorman) selanjutnya akan
membentang. Pembelahan sel-selnya juga sudah diprogram untuk menghasilkan
sel yang sama misalnya, sel-sel mesofil hanya akan membelah dan
menghasilkan sel mesofil juga.
Dengan cara mengisolasi dari tanaman induknya, sel-sel pada eksplan
yang tadinya dorman, dihadapkan pada kondisi stres. Kondisi ini akan mengubah
pola metabolisme, sel akan memulai siklusnya yang baru, selanjutnya akan
tumbuh dan berkembang didalam kultur. Respon yang terlihat pertama kali yaitu
terbentuknya
jaringan
penutup
luka,
sel-selnya
terus
membelah,
jika
pembelahannya tidak terkendali akan membentuk massa sel yang tidak
terorganisir atau disebut kalus. Pembelahan sel-sel yang tidak terkendali
disebabkan karena sel-sel tumbuhan, yang secara alamiahnya bersifat autotrof,
dikondisikan menjadi heterotrof dengan cara memberikan nutrisi yang yang
cukup kompleks didalam medium kultur. Sel-sel kalus ini berbeda dengan sel-sel
eksplannya,
sel-sel
menjadi
tidak
terdiferensiasi,
proses
ini
disebut
dediferensiasi (kembali kekeadaan tidak terdiferensiasi).
Pada proses dediferensiasi sel-sel pada eksplan, yang tadinya dalam
keadaan quiescent atau dorman, diinduksi untuk aktip kembali melakukan
pembelahan. Induksi dediferensiasi dapat dilakukan dengan menambahkan zat
pengatur tumbuh dari kelompok auksin kedalam medium kultur, auksin sintetik
yang umum digunakan adalah 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) dengan
konsentrasi maksimum 2 mg/1. Auksin substitusi seperti picloram (4-amino-3,5,6trichloropyridine-2-carboxylic acid) dan dicamba (3,6-dichloro-o-anisic acid)
sering digunakan untuk induksi dediferensiasi tanaman berkayu. Sel-sel akan
terus membelah selama masih uipelihara didalam medium induksi. Zat-zat
pengatur tumbuh tersebut diatas diketahui berfungsi sebagai mutagenic agent.
Sel-sel yang dipelihara terlalu lama didalam medium induksi akan mengalami
mutasi, tetapi tidak kehilangan sifat totipotensinya.
Laju pertumbuhan sel, jaringan atau organ tanaman didalam kultur akan
menurun setelah periode waktu tertentu, umumnya segera terlihat dengan
adanya gejala nekrosis pada eksplan. Hal ini disebabkan karena menyusutnya
kadar nutrien medium dan terbentuknya senyawa-senyawa racun yang
dilepaskan oleh eksplan disekitar medium. Untuk itu harus dilakukan sub-kultur
yaitu pemindahan sel\sel-sel, jaringan atau organ kedalam medium baru. Tujuan
dilakukannya subkultur adalah untuk mempertahankan laju pertumbuhan sel-sel
tetap konstan dan untuk diferensiasi kalus. Medium baru yang digunakan dapat
sama atau berbeda dengan medium semula.
Perkembangan selanjutnya adalah terjadinya morfogenesis, yaitu proses
terbentuknya organ-organ baru (de novo) yang kemudian akan tumbuh menjadi
tanaman utuh. Tanaman regenerasi yang dihasilkan dengan teknik kultur
jaringan disebut plantlet, pembentukan plantlet terjadi melalui dua proses yang
berbeda:
a. Organogenesis yaitu diferensiasi meristem unipolar, menghasilkan ujung
tunas (shoot tip) yang akan menjadi tunas (caulogenesis) atau ujung akar
(root
tip)
yang akfn
organogenesis
menjadi akar (rhizogenesis).
diperlukan
dua
tahap
induksi,
Pada proses
masing-masing
menggunakan medium dengan zat pengatur tumbuh yang berbeda.
Tahap pertama biasanya adalah induksi pembentukan tunas, proses
caulogenesis diinduksi dengan menambahkan zat pengatur tumbuh dari
golongan sitokinin kedalam medium kultur. Tahap yang kedua adalah
induksi pembentukan akar, proses rhizogenesis ini dikerjakan dengan
menambahkan zat pengatur tumbuh dari golongan auksin.
b. Embriogenesis somatik merupakan suatu proses diferensiasi meristem
bipolar yang berupa bakal tunas dan akar, dua meristem yang diperlukan
untuk pertumbuhan tanaman utuh. Embrio yang terbentuk selanjutnya
akan tumbuli dan berkembang menjadi tanaman utuh. Pertumbuhan dan
perkembangan embrionya berlangsung secara bertahap melalui proses
yang identik dengan proses embryogenesis zygotik, yaitu terbentuknya
struktur bipolar melalui tahapan bulat (globular), jantung (heart stage),
torpedo, dan akhirnya berkecambah menjadi plantlet.
Morfogenesis in vitro dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung.
Secara langsung terjadi tanpa melalui tahapan kalus terlebih dahulu. Sel-sel
diinduksi langsung menjadi embriogenik, hal ini dapat dikerjakan dengan
menanam eksplan pada medium dengan kombinasi zat pengatur tumbuh dari
kelompok auksin dan sitokinin secara simultan. Penemuan terbaru menunjukan
bahwa perlakuan heat shock pada daun Chicorium hybrid 474, dapat
menginduksi sel-sel daun menjadi embriogenik. Pada sel gametik (mikrospora)
induksi menjadi embriogenik dilakukan dengan memberikan stres. Stres dapat
diberikan secara fisik berupa cold shock atau heat shock, dapat juga secara
khemis yaitu dengan mengkulturkan pada medium starvation (medium minimal
yang hanya terdiri dari garam-garam makro dan mannitol) atau dengan
memberikan stres osmotik. Sel-sel yang sudah terinduksi menjadi embriogenik
adalah identik dengan zygot, sehingga dapat melanjutkan petumbuhannya
menjadi embrio dan selanjutnya tanaman utuh.
Morfogenesis secara tidak langsung umumnya melalui tahapan kalus
terlebih dahulu. Kalus yang lunak jika ditransfer kedalam medium cair akan
membentuk suspensi sel yang aktip tumbuh. Kultur sel adalah kultur dengan
menggunakan sel sebagai eksplan, eksplan berasal dari sel-sel yang sudah
mengalami dediferensiasi (kalus). Kalus yang digunakan sebagai eksplan pada
kultur sel disebut inokulum. Kultur sel dipelihara didalam medium cair yang
diinkubasi
dengan
atau
tanpa
penggojokan.
Jika
proses
induksi
dediferensiasinya benar, maka gen-gen yang bertanggung jawab terhadap
totipotensi
akan
berfungsi,
pembelahan
sel-selnya
menjadi
terkendali,
membentuk sel-sel yang terorganisir (embryo).
Embrio yang terbentuk adalah dari sel-sel somatik atau gametik dan
bukan dari zygot, embrio demikian disebut embrio adventip prosesnya disebut
embryogenesis somatic selanjutnya akan tumbuh dan berkembang menjadi
tanaman utuh melalui proses yang identik
zygotic.
dengan proses embryogenesis
EKSPLAN
( Sel, jaringan, organ )
L
DEDIFERENSIASI
L
KALUS
EMBRIOGENETIK
L
EMBRIOGENESIS
ORGANOGENESIS
L
CAULOGENESIS
L
RHIZOGENESIS
PLANTLET
Gambar 1 : Diagram perkembangan eksplan didalam kultur jaringan
Latihan soal-soal 1
1. Apa yang disebut dengan kultur jaringan,?.
2. Jelaskan mengapa sel tumbuhan bersifat totipoten?.
3. Apa yang disebut kalus, jelaskan proses pembentukannya?.
4. Jelaskan proses morfogenesis in vitro!.
5. Apa yang disebut embrio adventip, jelaskan proses pembentukannya!
Petunjuk jawaban latihan soal-soal
1. Ingat definisi kultur jaringan.
2. Coba bayangkan perkembangan zygot sampai menjadi tanaman utuh,
ingat adanya hubungan sitoplasmatik pada tanaman dewasa.
3. Ingat definisi kalus dan peran kedium kultur.
4. Ingat bagaimana perkembangan eksplan sampai menjadi tanaman utuh.
5. Ingat definisi embrio adventip dan proses morfogenesis in vitro
Ringkasan
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa dengan mengisolasi sel,
jaringan dan organ dari tanaman induknya, kemudian menumbuhkannya pada
medium kultur, akan mengakibatkan bagian-bagian tanaman tersebut mengalami
stres. Kondisi stres tambahan seperti cold shock, heat shock, starvation, osmotik,
dan hormon menyebabkan dibebaskannya gen-gen yang bertanggung jawab
terhadap totipotensi.
Tes Formatif 1.
1. Prinsip kultur jaringan didasarkan pada asumsi bahwa setiap
sel
tumbuhan mempunyai kemampuan untuk beregenerasi menjadi tanaman
lengkap kembali, sel demikian disebut
a. Autonom
b. Totipoten
c. Autotrof
d. potensi sel
2. Eksplan yang digunakan sebagai bahan tanam pada kultur jaringan
disyaratkan harus diambil dari bagian tanaman yang masih muda,
eksplan tersebut mengadung sel-sel yang bersifat meristematis artinya
adalah:
a. telah mengalami dediferensiasi
b. telah mengalami diferensiasi
c. aktip membelah
d. kalus
3. Proses perkembangan sel-sel pada eksplan menjadi plantlet didalam
kultur jaringan diawali dengan proses:
a. Morfogenesis
b. Organogenesis
c. Embryogenesis
d. dediferensiasi
4. Induksi dediferensiasi pada kultur jaringan dapat dilakukan dengan stres,
setelah sel-sel mengalami dediferensiasi, pertumbuhannya menjadi tidak
terkendali, hal ini dkebabkan karena:
a. sel-selnya membentuk kalus
b. sel-selnya bersifat embriogenik
c. pengaruh medium kultur
d. sel bersifat totipoten
5. Proses reinisiasi dari pembelahan sel pada kultur jaringan disebut:
a. Diferensiasi
b. Dediferensiasi
c. siklus sel
d. morfogenesis
Kunci jawaban tes formatif 1:
1. b, 2. c, 3. d, 4. c, 5. b
Subpokok Bahasan 2: SEJARAH PERKEMBANGAN DAN MANFAAT
TEKNIK KULTUR JARINGAN
Pendahuluan
Membahas sejarah perkembangan kultur jaringan tidak dapat lepas dari
sejarah perkembangan pengetahuan tentang sel. Dimulai dari penemuan
mikroskop oleh Zakarias Jansen pada 1590, seorang pembuat kacamata dari
Belanda, yang kemudian disempurnakan oleh Anthoni van Leeuwenhoek.
Penemuan dan pengembangan mikroskop memungkinkan kita melihat struktur
tubuh tumbuhan secara detail, seperti yang dikemukan oleh Robert Hooke
seorang ahli matematika, dia menyamakan sel sebagai building block dari
jaringan hidup. Pada tahun 1838-1839 seorang ahli botani, MV. Schleiden dan
Theodore Schwann (ahli zoologi) lebih memusatkan perhatiannya pada
kehidupan sel yang pada akhirnya melahirkan konsep totipotensi sel.
Teknik kultur jaringan yang semula digunakan untuk membuktikan teori
totipotensi sel selanjutnya berkembang, selain menunjang ilmu-ilmu dasar seperti
embriologi, fisiologi, biokimia dan genetika, sekarang terbukti dapat diaplikasikan
pada bidang agroindustri dan farmasi.
Materi subpokok bahasan 2
Percobaan-percobaan untuk membuktikan bahwa sel bersifat totipoten
pertama kali dilakukan oleh Gottlieb Haberlandt seorang ahli botani dari Jerman
pada tahun 1898 dan dipublikasikan pada 1902. Percobaannya dilakukan
dengan mengisolasi sel daun Lamium purpureum , Erythronium, Ornithogalum
dan Tradescantia, sel yang dikulturkan tetap viabel selama beberapa minggu
tetapi tidak pernah membelah, sehingga dapat dikatakan percobaannya belum
berhasil. Kegagalan percobaan Haberlandt terutama disebabkan karena kultur
dilaksanakan pada medium yang sangat sederhana dan tidak aseptis,
menggunakan eksplan mesofil sel yang sudah sangat terdiferensiasi, dan tidak
menggunakan zat pengatur tumbuh, pada waktu itu zat pengatur tumbuh belum
diketemukan. Zat pengatur tumbuh berperan sangat penting pada proses
pembelahan sel dan diferensiasi in vivo dan in vitro. Auksin ditemukan pada
1928-1930 oleh Went dan Thiman, sedangkan sitokinin baru pada 1955 oleh
Miller dan kawan-kawan.
Beberapa dekade setelah percobaan Haberlandt, penelitian-penelitian
kultur in vitro tumbuhan lebih ditekankan pada kultur multiselular (jaringan atau
organ) sebagai eksplan. Riset ini dipelopori oleh Philip Rodney White (1939),
Roger Gautheret (1939), dan Piere Nobecourt (1939). White berhasil
menumbuhkan potongan ujung akar tomat (Licopersicon esculetum) pada
medium cair yang mengandung garam-garam anorganik, ekstrak yeast, dan
sukrose. Pada waktu yang bersamaan Gautheret dari Perancis berhasil memacu
pertumbuhan potongan jaringan kambium Salix caprea membentuk kalus dengan
menambahkan zat pengatur tumbuh IAA pada medium kultur. Nobecourt berhasil
mengembangkan teknik kultur kalus dengan eksplan umbi akar wortel (Daucus
carota) Skoog dan Miller pada 1957 berhasil mengatur pertumbuhan akar dan
tunas (organogenesis) dari kalus tembakau dengan menggunakan kombinasi
auksin dan sitokinin pada medium. Pada tahun 1958 J. Reinert dan FC. Steward
berhasil membuktikan totipotensi sel pada kultur suspensi sel dengan eksplan
umbi akar wortel. Didalam kultur ditemukan adanya embrio yang strukturnya
mirip dengan embrio zigotik, kemudian disimpulkan bahwa embriogenesis telah
terjadi secara in vitro. Pada waktu itu masih diperdebatkan apakah munculnya
embrio yang kemudian jadi plantlet tersebut berasal dari sebuah sel atau
kelompokan sel, didalam perkembangannya kemudian, dengan menggunakan
teknik cell tracking, terbukti bahwa plantlet berasal dari sebuah sel.
Implikasi dari penemuan sitokinin adalah dimungkinkannya induksi
pembentukan tunas secara in vitro pada berbagai tanaman hortikultura, sehingga
dapat diaplikasikan untuk perbanyakan vegetatip (mikropropagasi). Pada kultur
meristem, tanaman bebas virus dapat diperoleh dari tanaman yang sudah
terinfeksi. Tanaman yang steril atau tidak dapat menghasilkan biji, dapat
diperbanyak dengan mikropropagasi, teknik ini berkembang pesat antara 19601970.
Pertumbuhan dan perkembangan sel pada kultur dengan eksplan
jaringan atau organ, tidak dapat dikontrol dengan ketat, sehingga bukan
merupakan objek eksperimental yang ideal seperti yang dicita-citakan oleh
Haberlandt. Objek yang ideal haruslah sel tunggal, sel tunggal dapat diperoleh
dengan berbagai cara:
1. Kultur suspensi sel, dalam hal ini sel sudah mengalami dediferensiasi
2. Mikrospora
3. Protoplas, yaitu sel yang sudah dihilangkan dinding selnya.
Setelah percobaan-percobaan yang dilakukan oleh J. Reinert dan FC.
Steward berhasil membuktikan totipotensi sel, pada 1966 Guha dan Maheshwari
berhasil memperoleh tanaman dari anther Datura innoxia, hasil penelitianya
diterbitkan di jurnal ilmiah Nature. Dari hasil pengamatannya diketahui bahwa
plantlet bersifat haploid, jadi berasal dari mikrospora. Dengan perkembangan
teknik kultur in vitro, pada 1972 C. Nitsch berhasil menginduksi mikrospora
Datura, Nicotiana, dan Licopersicon langsung menjadi plantlet, mikrospora
diisolasi dari anther kemudian langsung dikulturkan pada medium.
Kemajuan paling akhir dari teknik kultur in vitro adalah ditemukannya
teknik kultur protoplas, teknik ini memungkinkan diisolasinya sel tumbuhan dalam
jumlah besar langsung dari tanaman, dari kalus, atau dari kultur suspensi sel.
Protoplas adalah sel tumbuhan yang sudah dihilangkan dinding selnya, sehingga
disebut sebagai sel telanjang. Pada 1960 EC. Cocking berhasil untuk
pertamakalinya mengisolasi protoplas dari sel-sel akar dengan menggunakan
ensim selulase. Cocking juga berhasil menunjukan adanya regenerasi dinding sel
disekitar protoplas yang diisolasi dari jaringan loculus buah tomat. Kemajuan
yang paling berarti dicapai sekitar tahun 1970 an ketika Nagata dan Takebe
berhasil menunjukan adanya pembelahan protoplas yang diisolasi dari mesofil
daun tembakau. Pembelahan ini terus berlanjut sampai terbentuk mikrokalus.
Masih pada tahun yang sama Takebe, Labib dan Melchers berhasil
meregenerasikan
kalus,
dari
protoplas
menjadi
plantlet.
Tahun-tahun
sesudahnya jumlah tanaman regenerasi dari protoplas terus bertambah.
Rangkaian pencapaian yang mengisi sejarah perkembangan kultur
jaringan sampai saat ini dapat dirangkum sebagai berikut :
1900
Percobaan-percoban awal untuk mengulturkan sel dan jaringan
tanaman pada kondisi tidak aseptis.
Formulasi permasalah oleh Haberlandt (1902).
KULTUR JARINGAN DAN ORGAN
1930-1950
1. Kultur organ (akar)
2. Kultur jaringan (aseptis): - kalus (penemuan auksin)
MORFOGENESIS IN VITRO
1950-1960
1. Organogenesis (penemuan sitokinin)
2. Kultur sel (suspensi sel)
3. Embriogenesis somatic
TEKNOLOGI PROPAGASI IN VITRO
1960-1970
1. Mikropropagasi
2. Tanaman bebas virus
3. Pengawetan plasmanutfah
HAPLOIDY IN VITRO
1.Kultur anther (pollen embriogenesis)
2.Kultur mikrospora (anorogenesis)
3.Kultur ovule (ginogenesis)
4.Hibridisasi interspesifik dan kultur embrio
PROTOPLAS
1970-1980
1. Isolasiprotoplas
2. Kultur protoplas
3. Tanaman regenerasi dari protoplas
4. Fusi protoplas
5. Hibridisasi somatic
GENETIKA SEL SOMATIK
1980-sekarang 1. Variasi somaklonal
2. Teknologi pemulian mutasi in vitro
REKAYASA GENETIKA
1. Identifikasi gen (teknologi rekombinasi DNA)
2. Isolasi gen
3. Kloning gen
4. Transformasi sel
5. Ekspresi gen
6. Tanaman transgenic
Teknik kultur jaringan yang semula ditujukan untuk penelitian dasar
dibidang
biologi,
berkembang
terutama
sedemikian
pembuktian
pesatnya
totipotensi
sehingga
dapat
sel,
sekarang
telah
dipergunakan
untuk
keperluan-keperluan yang lain, terutama dibidang agribisnis dan farmasi.
1. Dibidang agribisnis.
Aplikasi yang nyata dari teknik kultur jaringan tumbuhan adalah
dapat menekan beaya produksi karena dapat menghasilkan bibit dalam
jumlah banyak dengan waktu yang relatip singkat, tidak memerlukan
lahan yang terlalu luas, tidak tergantung pada iklim, bebas hama dan
penyakit sehingga dapat ditransport kemana saja, melewati batas-batas
negara, tanpa melalui proses karantina. Yang lebih penting lagi, karena
merupakan perbanyakan vegetatip, maka keturunannya akan sama
dengan induknya. Survey yang dilaksanakan di negeri Belanda
menunjukan, laboratorium mikropropagasi komersial pada tahun 1988
telah menghasilkan tanaman yang diperbanyak secara klonal sebanyak
65 juta (Pierik, 1988). Sedangkan di Indonesia mikropropagasi klonal
telah sangat membantu program Hutan Tanaman Industri, pohon yang
berhasil dikembangkan dengan metode ini antara lain Jati (Tectona
grandis) dengan kemampuan multiplikasi 5-6 plantlet atau dalam kurun
waktu satu tahun dari satu eksplan dapat diperoleh sekilar 15 juta
anakan.
2. Dibidang farmakologi dan industri kimia.
Metabolit sekunder merupakan bahan baku obat yang berasal dari
bahan alam nabati, biasanya metabolit sekunder jenis ini diperoleh dari
tumbuhan dengan cara penyarian (ekstraksi). Cara ini tidak praktis karena
diperlukan lahan yang luas untuk menumbuhkan tanaman tersebut.
Melalui teknik kultur in vitro, sel-sel dan jaringan tanaman dapat
dimanupulasi sedemikian rupa seperti yang dapat dilakukan pada proses
fermentasi. Berdasarkan hal tersebut kultur sel dapat merupakan sumber
metabolit sekunder yang memiliki nilai ekonomi tinggi disamping kultur
kalus.
Gambar 2 : Diagram kultur suspense sel
3. Untuk mendapatkan hibrida-hibrida baru melalui silangan somatic
Sel-sel tubuh tanaman jika dihilangkan dinding selnya akan
didapatkan
protoplas.
Tersedianya
protoplas
memungkinkan
dilakukannya persilangan intergenerik dengan teknik fusi protoplas.
Protoplas dari dua jenis tanaman yang berbeda dapat difusikan dengan
menggunakan medan listrik atau bahan kimia pemfusi sehingga terjadi
peleburan sitoplasma dan diharapkan dapat terjadi peleburan 2 inti
heterokaryon. Protoplas hasil fusi dapat diregenerasikan menjadi
tanaman (hibrida) baru. Dengan fusi protoplas akan teratasi kesulitankesulitan yang timbul pada hibridisasi antara dua spesies, dua genus atau
bahkan pada takson yang lebih tinggj. Penghilangan dinding sel juga
memungkinkan untuk mengintroduksi organel atau potongan DNA
kedalam sel untuk merubah struktur genetisnya.
4. Untuk mendapatkan tanaman haploid
Tanaman haploid dapat diperoleh melalui kultur ovule, anther atau
mikrospora. Mikrospora adalah singgel sel haploid, totipoten dan tersedia
dalam jumlah yang hampir tidak terbatas. Dengan teknik kultur
mikrospora dapat dihasilkan tanaman haploid, penggandaan kromosom
dapat dilakukan dengan agensia pengganda kromosom, sehingga dapat
dihasilkan tanaman dobel haploid yang homozigot. Tanaman haploid dan
dobel haploid mempunyai nilai yang sangat berharga bagi pemulia
tanaman. Pada beberapa tanaman serealia, penggandaan kromosom
terjadi secara spontan, sehingga dapat langsung digunakan pada
program pemuliaan tanaman. Varietas-varietas komersial telah diproduksi
pada pemuliaan dengan menggunakan dobel haploid, misalnya gandum
varietas Florin di Perancis (Henry dan De Buyser, 1990). Keunggulan
utama dari tanaman dobel haploid tampak pada cepatnya homczygosity
diperoleh, tanaman yang dihasilkan mencerminkan sampel acak dari
rekombinasi gamet yang terjadi pada meiosis, dan ekspresi dari gen-gen
resesif.
Untuk pengembangan varietas pada kebanyakan tanaman,
tahapan kritis adalah penetapan galur murni. Tanaman homozygot yang
stabil adalah galur murni, tanaman seperti itu digunakan sebagai varietas
akhir atau sebagai induk untuk memproduksi biji hibrida. Secara
tradisional, para pemulia mendapat tanaman homozygot dengan cara
self-fertilization atau back cross, proses yang memakan banyak waktu.
Dengan teknik kultur mikrospora, sel-sel gamet jantan diinduksi menjadi
embriogenik, sehingga tanaman dobel haploid dapat dihasilkan dalam
satu generasi saja. Efisiensi seleksi juga dapat ditingkatkan dengan
produksi tanaman haploid, karena fenotip dari tanaman tidak tertutupi
oleh efek dominan, sifat resesif dan dominan sama-sama terekspresi dan
karenanya lebih mudah diseleksi.
5. Untuk penyimpanan plasmanutfah
Sejumlah
tanaman
dapat
dilestarikan
dengan
biji,
namun
beberapa tanaman berbiji yang penting mempunyai biji yang terlalu besar
untuk disimpan, misalnya kelapa. Beberapa tanaman lagi mempunyai biji
yang kadar airnya terlalu banyak, misalnya durian, nangka sehingga tidak
dapat disimpan terlalu lama. Bahkan ada tanaman yang tidak membentuk
biji dan harus diperbanyak secara vegetatip, misalnya pisang. Hal-hal
tersebut menjadikan cara in vitro merupakan satu-satunya harapan
sebagai jalan keluar. Untuk penyimpanan dalam jangka pendek,
pertumbuhan didalam kultur jaringan dapat diperlambat dengan suhu
rendah
dan
dengan
penghambat
osmose.
Sedangkan
untuk
penyimpanan jangka panjang sel-sel tumbuhan yang berupa kalus
ditempatkan pada nitrogen cair dengan suhu antara 0 sampai -198°C,
sehingga metabolisme dan pertumbuhan terhenti sama sekali, proses ini
disebut kriopreservasi.
6. Penyelamatan embrio
Kultur in vitro tumbuhan dapat digunakan untuk menyelamatkan
embrio yang secara normal abortif, kegagalan membentuk embrio ini
disebabkan
karena
adanya
inkompatibilitas.
Pada
postzygotic
incompatibility, setelah terjadi pembuahan terbentuklah zygot, tetapi zygot
ini tidak dapat diterima oleh endosperm sehingga embrio tidak dapat
berkembang dan mengalami keguguran, misalnya terdapat pada hasil
persilangan antara Solanum melongena dengan Solanum khasianum.
Embrio dapat diselamatkan (embryo resque), dipisahkan dari tanaman
induknya dan ditanam secara in vitro dibawali kondisi aseptik pada
medium yang telah diketahui komposisinya.
Pada
makanannya
beberapa
sangat
jenis
tidak
tanaman,
berkembang
embrio
dan
sehingga
cadangan
tidak
dapat
berkecambah, misalnya pada biji anggrek, hanya terdiri dari kumpulan
sel-sel yang sederhana. Untuk perkecambahan embrionya sangat
tergantung pada suplai gula
dari
luar,
dilingkungan alamiahnya
disediakan oleh jamur Mycorrhiza yang hidup secara simbiotik didalam biji
anggrek. Karena infeksi oleh jamur ini tidak dapat terjadi pada semua biji
yang terdapat didalam buah anggrek, maka tidak semua biji dapat
berkecambah. Dengan teknik kultur in vitro, biji anggrek dikecambahkan
diatas medium secara aseptik, sehingga semua biji yang terdapat didalam
buah anggrek dapat berkecambah.
7. Kultur Jaringan juga dapat dipergunakan untuk menunjang penelitian
penyakit-penyakit tanaman terutama virus, yaitu dengan menggunakan
teknik kultur meristem. Sedangkan pada kultur organ, penggunaan
praktisnya dapat menunjang studi tentang infeksi Nematoda, jamur
Mycorrhiza, dan mekanisme pembentukan bintil akar pada tanaman
Leguminosa.
Latihan soal-soal 2.
1. Siapa orang pertama yang membuktikan teori totipotensi sel, bagaimana
teori tersebut dibuktikan?.
2. Sebutkan urutan perkembangan teknik kultur jaringan yang dicapai dari
awal pertamakali dikemukakan sampai sekarang?.
3. Jelaskan dengan singkat manfaat kultur jaringan ditinjau dari segi
agribisnis!
4. Jelaskan dengan singkat keunggulan teknik kultur mikrospora pada
pemuliaan tanaman!
5. Jelaskan apa pentingnya kultur embrio?.
Petunjuk jawaban latihan soal-soal
1. Ingat sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dan pembuktian
totipotensi sel !.
2. Ingat sejarah perkembangan teknik kultur jaringan!.
3. Ingat manfaat teknik kultur jaringan!
4. -sda5. -sda-
Ringkasan.
Sejarah perkembangan kultur jaringan tidak dapat lepas dari sejarah
perkembangan ilmu pengetahuan tentang Sel dan Botani. Berbagai teknik
didalam kultur jaringan dikembangkan sejalan dengan diketemukannya zat
pengatur tumbuh dan kemajuan pengetahuan tentang kebutuhan nutrisi oleh sel
dan jaringan tanaman. Teknik kultur jaringan semula ditujukan untuk pembuktian
totipotensi sel. Sekarang terbukti teknik tersebut dapat diaplikasikan untuk
berbagai
keperluan,
yang
pada
prinsipnya
dapat
dimanfaatkan
untuk
meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan umat manusia.
Tes formatif 2
1. Setelah
percobaan-percobaan
yang
dilakukan
oleh
Haberlandt,
percobaan untuk membuktikan totipotensi sel akhirnya berhasil dilakukan,
hal ini dimungkinkan karena
a. Digunakan eksplan jaringan
b. Selnya sudah mengalami diferensiasi
c. Menggunakan kultur suspensi sel dari kalus
d. Menggunakan kultur kalus
2. Rangkaian pencapaian teknologi kultur jaringan adalah sebagai berikut :
a. kultur sel - kultur protoplas - kultur anther - kultur jaringan
b. kultur sel - kultur organ - kultur jaringan - kultur protoplas
c. kultur sel - kultur jaringan - kultur organ - kultur anther
d. kultur sel - kultur organ - kultur jaringan - kultur anther
3. Produksi metabolit sekunder dapat dilakukan dengan kultur :
a. kultur suspensi sel
b. kultur organ
c. kultur embrio
d. kultur protoplas
4. Keuntungan diterapkannya teknik kultur mikrospora adalah
a. diperoleh hibrida unggul
b. diperoleh tanaman homozygote
c. diperoleh tanaman bebas virus
d. dapat menyelamatkan embrio
5. Kultur in vitro tanaman dapat ditransport kemana saja tanpa melalui
proses karantina, hal ini dimungkinkan karena
a. merupakan bibit unggul
b. aseptis
c. diperbanyak dalam waktu singkat
d. merupakan perbanyakan vegetatip
Jawaban tes formatip 2
l. c, 2. d, 3. a, 4. b, 5. b.
Download