BAB III KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kajian Teori 3.1.1. Pemasaran dan Hubungan Pelanggan Dalam rangka mencapai tujuan perusahaan diperlukan adanya pengaturan kegiatan pemasaran di dalamnya. Untuk menghadapi perkembangan dunia bisnis sekarang ini perusahaan yang ingin bertahan harus merumuskan strategi pemasaran yang tepat dan harus melihat perubahan-perubahan yang begitu cepat terjadi di masyarakat. Perusahaan akan dianggap berhasil jika mampu melayani kebutuhan konsumen, menawarkan sesuatu yang menarik perhatian konsumen dan memberikan hubungan jangka panjang. Karena menjaga dan mempertahankan konsumen adalah hal yang tidak mudah, maka perusahaan harus bisa menyesuaikan apa yang diinginkan konsumen, berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhinya serta menjaga hubungan yang dekat dengan konsumen. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan oleh perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidup perusahaannya, berkembang untuk mendapatkan laba. Kegiatan pemasaran dirancang untuk memberi arti melayani dan memuaskan kebutuhan konsumen yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Menurut Kotler (2012:14) pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Selain itu pemasaran juga 29 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 30 merupakan suatu sistem total dari aktivitas usaha yang di desain untuk merencanakan, menetapkan keinginan kepada pasar sasarannya untuk mencapai tujuan organisasi. Definisi yang paling luas yang dapat menerangkan secara jelas arti pentingnya pemasaran dikemukakan oleh Stanton dalam Dharmmesta (2012:1), bahwa pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatankegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Dari definisi di atas dapat diterangkan bahwa arti pemasaran jauh lebih luas dari arti penjualan. Pemasaran mencakup usaha perusahaan yang dimulai dengan mengidentifikasi kebutuhan konsumen sampai dengan menentukan cara promosi dan penyaluran atau penjualan produk tersebut. Jadi kegiatan pemasaran adalah kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan sistem. Saat ini, pemasaran harus dipahami tidak dalam pemahaman kuno sebagai proses penjualan, tetapi dalam pemahaman modern yaitu memuaskan kebutuhan pelanggan. Menurut Kotler (2012:14), konsep pemasaran adalah suatu orientasi terhadap kebutuhan dan keinginan pelanggan, didukung oleh suatu pemasaran secara terpadu yang ditujukan untuk membangkitkan kepuasan pelanggan sebagai kunci untuk memenuhi tujuan-tujuan organisasi. Tiga unsur pokok konsep pemasaran menurut Dharmmesta (2012) adalah orientasi pada konsumen, penyusunan kegiatan pemasaran secara integral (integraded marketing) dan kepuasan konsumen (consumer satisfaction). Seluruh kegiatan dalam suatu perusahaan yang menganut konsep pemasaran harus http://digilib.mercubuana.ac.id/ 31 diarahkan untuk memenuhi tujuan tersebut. Penggunaan konsep pemasaran bagi sebuah perusahaan dapat menunjang keberhasilan bisnis yang dilakukan. Pemasaran melibatkan semua orang dalam perusahaan yang bekerja untuk menciptakan dan mempertahankan pelanggan yang sudah ada, orientasi ini semakin disadari sebagai kunci peningkatan manajemen pemasaran untuk membantu perusahaan dalam mencapai tujuannya. Manajemen pemasaran terjadi apabila salah satu pihak dari pertukaran sosial memikirkan cara untuk mendapatkan tanggapan dari pihak lain sesuai yang dikehendakinya. Pengertian manajemen pemasaran menurut Kotler dan Keller (2012) adalah proses perencanaan dan pelaksanaan, pemikiran, penetapan harga promosi, serta penyaluran gagasan barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dalam organisasi. Trend pemasaran yang terjadi saat ini adalah pergeseran pendekatan transaksional menuju pendekatan relasional yang terfokus pada kebutuhan, kepuasan, dan kesenangan pelanggan. Pendekatan transaksional lebih mementingkan hubungan individual daripada hubungan kebersamaan. Pendekatan pemasaran ini hanya memperhatikan cara memperoleh pelanggan, tanpa memberi perhatian kepada bagaimana cara mempertahankan pelanggan. Dengan perkataan lain, setelah transaksi selesai, pelanggan dibiarkan ke produsen lain tanpa ada upaya menarik pelanggan untuk tetap loyal (Velnampy dan Sivesan, 2012). Konsep pemasaran transaksional ini memili ciri bersifat jangka pendek dengan sasaran akhir terjadinya pembelian barang atau jasa yang dihasilkan perusahaan sekarang mulai ditinggalkan dan beralih pada usaha membangun hubungan jangka http://digilib.mercubuana.ac.id/ 32 panjang yang berkelanjutan dan saling menguntungkan antara pihak-pihak terkait. Paradigma menjalin hubungan dengan pelanggan dalam waktu yang panjang ini sering disebut pemasaran relasional (relationship marketing). Velnampy dan Sivesan (2012) mengatakan bahwa pemasaran relasional (relationship marketing) adalah konsep yang sangat penting untuk menarik dan mempertahankan pelanggan dalam sebuah organisasi. Dalam dunia bisnis modern, fokus pemasaran mencerminkan pergerakan perubahan dari pemasaran transaksional ke pemasaran relasional (relationship marketing). Membangun, memelihara, dan selalu meningkatkan hubungan pelanggan merupakan aspek penting dari bisnis. Pemasaran relasional (relationship marketing) merupakan salah satu strategi pemasaran kontemporer untuk semua perusahaan demi memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Sisi lain dari tujuan utama pemasaran relasional (relationship marketing) sebenarnya adalah untuk menemukan lifetime value dari pelanggan. Setelah lifetime value didapat, tujuan selanjutnya adalah bagaimana agar lifetime value masing-masing kelompok pelanggan dapat terus diperbesar dari tahun ketahun. Setelah itu, tujuan ketiganya adalah bagaimana menggunakan profit yang didapat dari dua tujuan pertama untuk mendapatkan pelanggan baru dengan biaya yang relatif murah. Dengan demikian, tujuan jangka panjangnya adalah menghasilkan keuntungan terus menerus dari dua kelompok pelanggan: pelanggan yang sekarang dan pelanggan baru (Chan, 2003). Dengan menerapkan pendekatan pemasaran berdasarkan hubungan baik, maka pelanggan dapat menilai kualitas hubungan yang disebut relationship http://digilib.mercubuana.ac.id/ 33 judgment yang nantinya akan menghasilkan dua konsekuensi, yaitu konsekuensi psikologis dan konsekuensi perilaku (Bruhn, 2003). Hubungan baik yang diusahakan oleh perusahaan dapat menciptakan kepuasan pada pelanggan serta komitmen yang merujuk pada kepercayaan yang kuat sebagai ukuran untuk mengetahui pentingnya sebuah hubungan tetap dijaga. dengan perusahaan berupa retensi pelanggan, serta promosi yang Pada akhirnya, tercipta pula konsekuensi yang berupa perilaku untuk secara intensif berhubungan dilakukan dari konsumen ke konsumen (word-of mouth). Dalam sebuah hubungan antara perusahaan dengan pelanggan juga terjadi daur hidup yang disebut relationship life cycle. Relationship life cycle. Pada umumnya dibagi ke dalam tiga fase (Bruhn, 2003). a. Pada fase pertama customer relationship life cycle, disebut customer acquisition phase yang terdiri dari : 1. Initiation Pada initiation phase terjadi pertukaran barang antara pembeli dan penjual dan konsumen mendapat data dari pembeli berdasar promosi yang dilakukan penjual. 2. Socialization phase Sosialization phase adalah fase di mana perusahaan semakin akrab dengan pelanggannya dan perusahaan mendapat data tentang pelanggannya tersebut. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 34 b. Customer retention phase, yaitu fase dimana hubungan antara pembeli dan penjual mengalami perkembangan yang positif, yang terdiri dari : 1. Growth phase Perusahaan memanfaatkan secara penuh potensi pelanggan untuk memperluas hubungan dengan meningkatkan penjualan output perusahaan ke pelanggan. 2. Maturity Perusahaan lebih fokus pada tujuan untuk mempertahankan tingkat penjualan dengan menganalisis manfaat loyalitas pelanggan jangka panjang serta kualitas hubungan pelanggan dengan perusahaan. Gambar 3.1 Customer Life Cycle http://digilib.mercubuana.ac.id/ 35 c. Recovery phase, berkaitan dengan pemutusan hubungan dengan pelanggan dan mencakup : 1. Imperilment Fase di mana terjadi peristiwa tertentu yang mengakibatkan pelanggan mulai berpikir untuk tidak menggunakan produk dan jasa yang dikeluarkan perusahaan lagi. 2. Dissolution Pelanggan secara terbuka memutuskan hubungannya dengan perusahaan. 3. Abstinence phases Pelanggan menahan diri untuk tidak menggunakan poduk dan jasa dari perusahaan. Meskipun demikian hubungan tersebut dapat terjalin kembali jika perusahaan berusaha memulihkan hubungan tersebut. Hubungan dengan pelanggan merupakan pendekatan dari perusahaan untuk mengerti dan mempengaruhi perilaku pelanggan dari perusahaan untuk mengerti dan mempengaruhi perilaku pelanggan, menjaga peanggan, meningkatkan kesetiaan pelanggan dan memperoleh keuntungan dari pelanggan (Swill, 2001). Mengelola hubungan dengan pelanggan penting untuk menjaga apresiasi dan ketertarikan pelanggan terhadap produk dan menjaga kesetiaan mereka untuk mengkonsumsi produk. Untuk itulah perusahaan harus dapat memberikan suatu manfaat atau benefit kepada pelanggan dari hubungan yang dibangun kepada pelanggan. Pemasar yang sukses akan bekerja dengan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 36 menggunakan strategi yang efektif untuk mempertahankan pelanggan dengan senantiasa memberikan kepuasan dalam jangka panjang (Rauyruen dan Miller, 2007). 3.1.2. Nilai Hubungan (Relationship Value) Baru-baru ini, banyak peneliti yang mengarahkan perhatian mereka terhadap konsep nilai pelanggan sebagai sebuah hal utama hubungan pemasaran. Pandangan pertukaran pemasaran didasarkan pada konsep nilai ini diungkapkan oleh Ulaga (2003), dikatakan bahwa dari berbagai literatur memberikan penekanan aspek yang beragam tentang konsep nilai, keempat karakteristik yang sama dapat diidentifikasi, yaitu : 1. Nilai Pelanggan adalah konsep yang subjektif 2. Nilai itu dikonseptualisasikan sebagai trade-off antara manfaat dan pengorbanan. 3. Manfaat dan pengorbanan dapat multifacetted 4. Persepsi nilai relatif terhadap persaingan Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa nilai pelanggan merupakan prediktor yang lebih baik dibandingkan dengan kepuasan terkait dengan perilaku dalam konteks pemasaran. Nilai pelanggan lebih bersifat stratejik, jangka panjang, sedangkan kepuasan bersifat taktikal jangka pendek. Ulaga dan Eggert (2006) menemukan bahwa nilai hubungan (relationship value) adalah suatu kualitas hubungan yang terdahulu. Dalam konteks hubungan business-to-business banyak pembeli dan penjual percaya bahwa hubungan jangka panjang sebagai sebuah sumber yang menentukan untuk kompetisi yang http://digilib.mercubuana.ac.id/ 37 bermanfaat, yang pada akhirnya akan memperbaiki kinerja. Mengatur hubungan bisnis menuntut pemahaman bagaimana hubungan-hubungan tersebut menciptakan nilai, baik nilai bagi pembeli maupun nilai untuk para penjual dan bagaimana nilai tersebut disampaikan melalui rantai suplai. Konsumen yang sama memiliki kebutuhan yang berbeda dari setiap pemasok dan konsumen yang berbeda juga memiliki kebutuhan yang berbeda pula terhadap dimensi nilai produk tersebut. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Barbara Cater dan Tomaz Cater dari University of Ljubljana, Ljubljana, Slovenia pada tahun 2009 yang berjudul “Relationship-value-based antecedents of customer satisfaction and loyalty in manufacturing” menyatakan bahwa unsur-unsur dalam hilai hubungan (relationship value) diantaranya : a. Biaya produk langsung (direct product cost), b. Kualitas produk (product quality), c. Kinerja pengiriman (delivery performance), d. Orientasi pelanggan (customer know-how), e. Dukungan layanan (service support) dan f. Interaksi pribadi (personal interaction) 3.1.2.1 Biaya Produk Langsung (direct product cost) Ulaga dan Eggert (2006) menyatakan bahwa biaya produk langsung, yaitu harga yang dikenakan oleh pemasok, sebagai kunci hubungan antara pemasok dan pelanggan. Biaya produk merupakan semua biaya yang dikeluarkan perusahaan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 38 untuk memproduksi sebuah produk. Cannon dan Homburg (2001) menyebutkan biaya produk langsung sebagai biaya yang melekat pada bisnis utama perusahaan pemasok dan pelanggan. Pelanggan menanggung sejumlah biaya proses eksternal, biaya yaitu terjadi koordinasi dengan organisasi pemasok, untuk mendapatkan produk dan membuatnya tersedia untuk proses transaksi perdagangan. Biaya proses eksternal dapat mencakup faktor yang berhubungan dengan logistik. 3.1.2.2 Kualitas Produk Produk didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk mendapatkan perhatian, keahlian, kegunaan, atau konsumsi yang memuaskan keinginan atau kebutuhan (Kotler, 2006:276). Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (2004:347), kualitas produk adalah kemampuan suatu produk untuk melakukan fungsi-fungsinya, kemampuan itu meliputi daya tahan, keandalan, ketelitian yang dihasilkan, kemudahan dioperasikan dan diperbaiki, dan atribut lain yang berharga pada produk secara keseluruhan. Dalam mendefinisikan produk yang berkualitas, ada beberapa karakteristik tambahan yang patut diperhitungkan menurut Gravin dalam Yamit (2004), untuk menentukan dimensi kualitas barang dapat melalui delapan dimensi, yaitu : 1. Performance, hal ini berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli barang tersebut. 2. Feature, yaitu aspek performansi yang berguna untuk menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 39 3. Reliability, hal yang berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula. 4. Conformance, hal ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. Konfirmasi merefleksikan derajat ketepatan antar karakteristik desain produk dengan karakteristik kualitas standar yang telah ditetapkan. 5. Durability, yaitu suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau masa pakai barang. Aspek kualitas menjadi acuan utama pelanggan dalam memilih cat tembok. Berikut ini beberapa hal yang menjadi pertimbangan pemilihan cat tembok, diantaranya : a. Kecerahan warna dan warna tidak mudah pudar (weathering resistance), yaitu ketahanan cat terhadap pengaruh cuaca, terutama untuk cat eksterior. b. Daya tutup (hiding power) yang baik, artinya adalah kemampuan cat untuk menutup permukaan tembok. Semakin baik daya tutupnya, maka semakin baik pula kualitasnya. c. Daya sebar (coverage area) yang luas, artinya setiap 1 liter cat dapat menutup berapa meter persegi persegi permukaan tembok. Jika daya sebar cat luas, maka biaya yang dikeluarkan juga lebih hemat. d. Garansi yang diberikan terhadap pengaruh perubahan cuaca, pertumbuhan jamur dan lumut. Untuk cat eksterior, garansi sangat diperlukan sebagai http://digilib.mercubuana.ac.id/ 40 jaminan terhadap kualitas produk. Semakin lama garansi yang diberikan, maka konsumen akan semakin yakin bahwa cat tersebut memiliki kualitas yang baik. e. Tersedianya varian atau pilihan warna. Warna menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli cat tembok, oleh karena itu produsen memberikan ribuan warna yang dapat dipilih, baik warna jadi (ready mix) maupun warna oplos (tinting). f. Jaminan terhadap umur simpan produk (self life), produk cat tembok yang baik tidak akan terjadi penggumpalan atau pemisahan antara pigmen dan pelarutnya selama dalam masa proses penyimpanan. Umumnya umur simpan cat tembok adalah 5 tahun pada kondisi normal. 3.1.2.3 Kinerja pengiriman Kinerja pengiriman (delivery performance) menurut Ulaga (2003) merupakan kemampuan produsen atau pemasok dalam memenuhi 3 hal, yaitu : a. Tepat waktu memenuhi jadwal pengiriman b. Fleksibilitas Dapat menyesuaikan diri dengan perubahan jadwal pengiriman c. Akurasi Secara konsisten mengirimkan barang sesuai dengan pesanan 3.1.2.4 Orientasi Pelanggan (customer know-how) Ulaga dan Eggert (2006) mengidentifikasi orientasi pelanggan (customer know-how) ini mencakup pengetahuan pemasok tentang bagaimana cara http://digilib.mercubuana.ac.id/ 41 membantu pelanggan dalam mengembangkan produk baik produk yang sudah ada maupun produk baru. Hasil penelitian Tan dan Tracey (2007) menemukan bahwa keterlibatan pemasok dalam pengembangan produk baru dapat berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Demikian pula, Spiteri dan Dion (2004) menemukan efek positif dari orientasi pelanggan terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan. 3.1.2.5 Dukungan layanan (service support) Salah satu faktor dalam menciptakan nilai pelanggan menurut Ulaga dan Eggert (2006) adalah dengan meningkatkan dukungan layanan (service support), yang meliputi sikap responsif dalam melayani pelanggan, kapasitas untuk mengelola pertukaran informasi dan outsourcing kegiatan pemasok. Lam et. al. (2004) menemukan bahwa nilai dukungan layanan (service support) positif mempengaruhi kepuasan dan loyalitas perilaku. 3.1.2.6 Interaksi Pribadi (personal interaction) Interaksi pribadi (personal interaction) dalam konteks hubungan businessto-business, menurut Ulaga (2003) merupakan faktor yang sangat penting dalam meningkatkan kepuasan pelanggan. Interaksi yang dimaksud adalah dengan mengetahui informasi detail mengenai pelanggan serta menjaga hubungan baik dengan pelanggan. Pelanggan akan merasakan kepuasan dengan tenaga pemasar yang memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan pelanggan dan mempunyai kemampuan dalam hubungan sosial agar mampu membaca perasaan, sikap dan keyakinan pelanggan. Hasil yang sama juga diungkapkan oleh Pels et. al http://digilib.mercubuana.ac.id/ 42 (2004:390) dalam Carter, Barbara dan Tomaz (2009), yang berpendapat bahwa mengembangkan interaksi pribadi adalah anteseden nilai hubungan yang berbasis kepuasan pelanggan. Lam et. al (2004) menemukan bahwa nilai interaksi pribadi mempengaruhi kepuasan dan loyalitas pelanggan. Interaksi pribadi memberikan dampak positif dan memiliki banyak manfaat dalam hubungan jangka panjang antara perusahaan dan pelanggan. Manfaat sosial seperti persahabatan dan pengakuan personal, manfaat psikologis seperti mengurangi kecemasan dan kredit, manfaat ekonomi seperti diskon dan menghemat waktu. Oleh karena itu interaksi pribadi antara perusahaan dan pelanggan yang terus menerus menjadi aset hubungan khusus yang diperoleh pelanggan. 3.1.3. Kepuasan Pelanggan (Customer satisfaction) Kotler dan Keller (2012) mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan (customer satisfaction) tergantung pada anggapan kinerja (perceived performance) produk dalam memberikan nilai dalam hitungan relatif terhadap harapan pembeli. Bila kinerja produk jauh lebih rendah daripada harapan pelanggan, pembelinya tidak puas. Namun bila kinerja produk sesuai dengan harapan maka pembeli akan merasa sangat puas. Kepuasan pelanggan umumnya berarti reaksi pelanggan terhadap kebutuhan yang telah didapat serta penghakiman pelanggan terhadap pelayanan yang telah diberikan (Oliver, 1997). Dalam kondisi pasar yang kompleks seperti sekarang, dimana kompetisi sudah sangat kompleks, dengan berbagai macam kompetitor yang bermunculan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 43 dari berbagai sisi, menjadikan posisi tawar perusahaan semakin melemah. Untuk itu, diperlukan langkah yang dapat menembus persaingan yang ada sehingga posisi tawar perusahaan dapat meningkat, sehingga aktivitas kompetitor dan perubahan lingkungan dapat diatasi dengan baik. Kunci kesuksesan peningkatan posisi tawar ini adalah dengan memperhatikan pelanggan, dengan jalan meningkatkan kepuasan yang diterima. Kepuasan pelanggan (customer satisfaction) merupakan pengukuran yang merepresentasikan performa dari suatu perusahaan berdasarkan perspektif kebutuhan pelanggan (Hill et. al, 2003). Biasanya, pengukuran kepuasan pelanggan ini berdasarkan kepada kualitas dari pelayanan yang disediakan oleh perusahaan. Pelanggan memberikan pandangan dan pendapat mereka tentang pelayanan yang diberikan perusahaan dengan memberikan penilaian terhadap aspek-aspek pelayanan yang ada berdasarkan pengalaman yang dialaminya. Menurut Lam et. al (2004) ada dua cara untuk membuat konsep kepuasan yang ada dalam literatur, yaitu : 1. Kepuasan transaksi spesifik 2. Kepuasan secara keseluruhan atau komulatif Kepuasan komulatif mengakui bahwa pelanggan mengandalkan seluruh pengalaman mereka ketika membentuk niat pembelian atau membuat keputusan pembelian ulang. Pada dasarnya ada 2 hal fundamental yang harus disadari setiap perusahaan dalam memformulasikan kepuasan pelanggan. Pertama, strategi kepuasan pelanggan haruslah dimulai dengan harapan pelanggan. Secara sederhana, kepuasan akan terjadi kalau perusahaan mampu menyediakan produk, http://digilib.mercubuana.ac.id/ 44 pelayanan, harga dan aspek lain sesuai dengan harapan atau melebihi harapan pelanggan. Kedua, strategi kepuasan pelanggan haruslah dimulai dengan memilih pelanggan yang benar. Pemilihan pelanggan tidak pas karena salah dalam strategi segmentasi dan targeting. Hal ini sesuai dengan Oliver (2010 : 129) yang menyatakan bahwa kunci untuk mempertahankan pelanggan adalah kepuasan pelanggan, dimana dimensi kepuasan pelanggan adalah : 1) Expectations, pelanggan merasa puas hanya apabila kenyataan produk yang sudah mereka beli sesuai atau melebihi dari harapan/ ekspektasi mereka. Produk yang baik adalah produk yang mampu memenuhi harapan/ ekspektasi pelanggannya, sehingga pelanggan akan memiliki pengalaman positif setelah membeli produk tersebut. 2) Subjective Disconfirmation, pelanggan merasa puas apabila tidak ada hal-hal atau alasan terkait ketidaksesuaian produk yang bersifat subyektif. 3) Performance Outcomes, pelanggan merasa puas dengan keseluruhan kinerja produk yang dia beli serta mendapatkan manfaat yang optimal sesuai dengan yang dia inginkan. 3.1.4. Loyalitas Pelanggan Loyalitas adalah kesanggupan untuk membeli kembali suatu produk atau jasa yang lebih disukai secara konsisten di masa yang akan datang, dengan demikian menyebabkan merek yang sama-membeli sekumpulan merek yang sama, disamping pengaruh situasi dan usaha pemasaran yang potensial http://digilib.mercubuana.ac.id/ 45 menyebabkan berubahnya perilaku (Taylor et. al, 2004). Munculnya loyalitas dalam benak pelanggan kepada perusahaan dan produknya bisa disebabkan karena faktor rasional maupun faktor emosional, faktor rasional yang menimbulkan loyalitas berkaitan dengan kepuasan terhadap karakteristik produk atau jasa yang ditawarkan kepada pelanggan secara fisik sedangkan faktor emosional berkaitan dengan perasaan puas pelanggan terhadap perusahaan dan produknya (Rauyruen dan Miller, 2007). Jadi dalam loyalitas terdapat keseimbangan antara kualitas perusahaan secara fisik atau fungsional dan juga kualitas perusahaan yang dirasakan pelanggan secara emosional. Konsep lain mengenai loyalitas pelanggan menurut Griffin (2005:15) menyebutkan bahwa konsep loyalitas lebih mengarah kepada perilaku (behaviour) dibandingkan dengan sikap (attitude) dan seorang pelanggan yang loyal karena memperlihatkan perilaku pembelian yang dapat diartikan sebagai pola pembelian yang teratur dan dalam waktu yang lama, yang dilaukuan oleh unit-unit pembuat atau pengambil keputusan. Baloglu (2002:48) juga mengungkapkan dua pedekatan dasar loyalitas pelanggan yang didasari oleh perilaku (behaviour) dan sikap (attitude). Loyalitas akan berkembang mengikuti tiga tahap, yaitu tahap kognitif, afektif dan konatif. Pelanggan akan loyal lebih dulu terhadap aspek kognitifnya, kemudian pada aspek afektif, dan akhirnya pada aspek konatif. Pendapat tersebut selaras dengan konsep perilaku konsumen, bahwa konsumen akan melalui tahap learning perception attitude behaviour. Komponen kognitif berkaitan dengan pembelajaran konsumen, sedangkan komponen afektif berkaitan dengan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 46 sikap (attitude) dan konatif berkaitan dengan perilaku (behaviour). Hal ini berarti sebelum mencapai aspek konatif, konsumen harus melewati terlebih dahulu aspek kognitif dan afektif. Munculnya loyalitas dalam benak pelanggan kepada perusahaan dan produknya bisa disebabkan karena faktor rasional maupun faktor emosional, faktor rasional yang menimbulkan loyalitas berkaitan dengan kepuasan terhadap karakteristik produk atau jasa yang ditawarkan kepada pelanggan secara fisik sedangkan faktor emosional berkaitan dengan perasaan puas pelanggan terhadap perusahaan dan produknya (Rauyruen dan Miller, 2007). Loyalitas menekankan pada tiga dimensi, yaitu : 1. Loyalitas sikap (attitudinal loyalty) Berhubungan dengan sikap konsumen, preferensi dan disposisi terhadap merek. 2. Loyalitas perilaku (behavioural loyalty) Berhubungan pada aspek perilau pembelian ulang, frekuensi pembelian dan jumlah beralih merek. 3. Loyalitas gabungan (composite loyalty) Loyalitas sebagai kombinasi dari dimensi attitudinal dan behavioural 3.1.4.1 Loyalitas sikap (attitudinal loyalty) Loyalitas sikap (attitudinal loyalty) meliputi tingkat kecenderungan komitmen terhadap suatu barang atau jasa oleh pelanggan (Chiou dan Droge, 2006). Sedangkan menurut Dharmmesta (1999) loyalitas sikap (attitudinal loyalty) dipahami sebagai komitmen psikologis pelanggan terhadap obyek http://digilib.mercubuana.ac.id/ 47 tertentu. Attitudinal Loyalty (Day, 1969 dalam Liezl-Marie Kruger, et. al 2014), secara khusus, mengkritisi konseptualisasi behavioral tentang loyalitas, dan berpendapat loyalitas merek dibangun sebagai hasil dari usaha sadar untuk mengevaluasi merek yang berkompetisi. Beberapa yang lainnya menambahkan dimensi sikap ini meliputi preferensi atau niat konsumen (Jarvis et. al 1976; Pritchard 1991 dalam dalam Liezl-Marie Kruger, et. al 2014). Attitudinal Loyalty berfokus pada dasar kognitif loyalitas dan niat pembelian didorong oleh sikap yang kuat dari dalam diri. Pelanggan yang loyal secara sikap akan berkomitmen untuk merek atau perusahaan dan mereka melakukan pembelian berulang berdasarkan disposisi internal yang kuat (Day, 1961 dalam Liezl-Marie Kruger et. al, 2014). Sikap loyalitas juga dipandang sebagai tingkat lampiran psikologis pelanggan dan advokasi sikap terhadap organisasi (Rauyruen dan Miller, 2007). Oleh karena itu, loyalitas sikap meliputi kata positif dari mulut, kemauan untuk merekomendasikan kepada orang lain dan mendorong orang lain untuk menggunakan produk dan jasa perusahaan (Zeithaml et al., 1996 dalam Liezl-Marie Kruger, et. al 2014). .3.1.4.2 Loyalitas perilaku (behavioural loyalty) Loyalitas perilaku (behavioural loyalty) merupakan pembelian ulang atau pembelian kembali suatu merek oleh pelanggan, Ganesh et. al (2000). Dick dan Basu (1994) mengemukakan bahwa loyalitas perilaku (behavioural loyalty) artinya loyalitas dapat dipahami sebagai konsep yang menekankan pada runtutan pembelian, proporsi pembelian dan probabilitas pembelian. Secara khusus, http://digilib.mercubuana.ac.id/ 48 loyalitas diinterpretasikan sebagai bentuk dari perilaku konsumen (seperti halnya pembelian berulang) langsung kepada merek tertentu selama beberapa waktu (Sheth 1968, Tucker 1964 dalam Geçti & Zengin, 2013). Jadi secara keseluruhan behavioral loyalty adalah suatu tingkat loyalitas konsumen yang tercermin dalam perilaku konsumen tersebut terhadap suatu produk. 3.1.5. Hubungan Nilai Pelanggan (Customer Value) dengan Kepuasan Hubungan yang kuat antara kepuasan pelanggan dan loyalitas telah banyak dikemukakan sebelumnya melalui penelitian, seperti yang dilakukan oleh Spiteri dan Dion (2004). Dalam pemasaran modern, loyalitas merupakan salah satu tujuan inti yang sangat diperhatikan oleh perusahaan, karena berhubungan langsung dengan kelangsungan bisnis perusahaan. Ketidaksanggupan perusahaan untuk memuaskan pelanggan akan berdampak pada munculnya feedback dari pelanggan. Hirschman menyatakan bahwa ada dua jenis mekanisme feedback yang mungkin muncul, yaitu exit dan voice. Exit menunjukkan bahwa pelanggan berhenti membeli produk atau layanan perusahaan, sedangkan voice menunjukkan keluhan pelanggan yang menyatakan ketidakpuasan pelanggan secara langsung kepada perusahaan, yang berujung kepada disloyalty (ketidakloyalan) pelanggan terhadap perusahaan. Sedangkan beralihnya pelanggan akan berpengaruh pada penghasilan jangka panjang perusahaan. Oleh karena itu bagi perusahaan, untuk mempertahankan tingkat keuntungan yang stabil saat tingkat langganan dalam titik jenuh, pasar sangat mudah dipengaruhi, persaingan yang ketat, strategi defensive yang berusaha untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada lebih http://digilib.mercubuana.ac.id/ 49 penting dari fokus kepada pelanggan yang agresif dengan terus berusaha melakukan induksi kepada pelanggan potensial. Kepuasaan pelanggan merupakan suatu hal yang sangat krusial dalam menentukan sukses atau tidaknya suatu bisnis, sehingga pelaku bisnis dituntut untuk dapat selalu memuaskan pelanggannya. Menurut Kotler (2005:61) kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan antara kinerja yang dirasakan dengan harapannya. Pelanggan mengalami berbagai tingkat kepuasan dan ketidakpuasan setelah mengalami masing-masing jasa sesuai dengan sejauh mana harapan mereka terpenuhi atau terlampaui. Menurut Lovelock et. al (2007:102) Apabila pelanggan merasakan kinerja berada dibawah harapan, maka pelanggan akan merasa tidak puas. Begitupun sebaliknya, bila kinerja sama dengan harapan atau melampaui harapan, maka pelanggan akan merasa puas. Ada beberapa kesamaan dari kedua definisi diatas, yaitu menyangkut komponen kepuasan pelanggan atau harapan dan kinerja hasil yang dirasakan. Harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan terhadap apa yang akan diterima bila konsumen membeli atau mengkonsumsi produk atau jasa. Kunci utama mempertahankan pelanggan adalah kepuasan pelanggan. Banyak keuntungan diperoleh bila pelanggan merasa puas. Menurut Heskett et. al. (1997:19) yang dikutip dari Carter, Barbara dan Tomaz (2009) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kepuasan dengan nilai jasa (customer satisfaction linked to service value), semakin sesuai dengan nilai jasa yang diinginkan pelanggan dengan nilai jasa yang dirasakan pelanggan, maka pelanggan akan semakin puas, sedangkan sesuai atau tidaknya nilai jasa http://digilib.mercubuana.ac.id/ 50 dengan keinginan pelanggan tergantung pada pelaksanaan program bauran pemasaran bagi perusahaan jasa yang berorientasi pada kebutuhan dan keinginan pelanggan. Pendapat yang sama diungkapkan oleh Carter, Barbara dan Tomaz (2009), yang lebih menekankan pada hubungan di pasar business-to-business, menyatakan bahwa nilai hubungan (relationship value) antara pemasok dan pelanggan akan mempengaruhi kepuasan dalam hubungan jangka panjang. kepuasan pelanggan baik secara langsung atau tidak langsung melalui komitmen mempengaruhi loyalitas pelanggan, yang merupakan salah satu tujuan pemasaran utama perusahaan. 3.1.6. Pengaruh antara Kepuasan Pelanggan dan Loyalitas Pelanggan Loyalitas pelanggan merupakan satu kunci penting menuju kesuksesan perusahaan. Loyalitas pelanggan menjadi aset yang paling berharga bagi sebuah perusahaan. Lovelock et. al (2004) mengungkapkan bahwa loyalitas pelanggan merupakan fungsi dari kepuasan, jika hubungan antara kepuasan dengan loyalitas adalah positif, maka kepuasan yang tinggi akan meningkatkan loyalitas pelanggan. Jika perusahaan meningkatkan kepuasan kepada pelanggan, maka loyalitas pelanggan juga akan meningkat, sebaliknya jika perusahaan menurunkan kepuasan pelanggan maka secara otomatis loyaitas pelanggan juga kan menurun. Jadi kepuasan pelanggan sangat mempengaruhi loyalitas pelanggan. Hasil dari penelitian Cater, Barbara dan Tomaz (2009) mengungkapkan bahwa kepuasan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 51 pelanggan dan loyalitas pelanggan saling mempengaruhi dan memiliki hubungan yang signifikan dalam hubungan business-to-business. 3.1.7. Pengaruh biaya produk langsung (Direct product cost) dan kualitas produk terhadap loyalitas perilaku (Behavioural loyalty) Perusahaan yang memberikan produk yang berkualitas dan pelayanan yang berkualitas tinggi tidak diragukan lagi akan pengungguli pesaingnya yang kurang berorientasi pada pelayanan, karena kuncinya adalah memenuhi atau melebihi harapan kualitas produk sesuai harapan pelanggan. Jika pelanggan mendapatkan kualitas produk di bawah standar yang diharapkan maka akan hilanglah kepercayaan dan kesetiaan pelanggan sehingga mereka tidak akan berminat lagi, tapi sebaliknya jika pelanggan mendapatkan produk yang memenuhi atau melebihi harapannya sehingga mereka merasa puas maka mereka akan kembali untuk menggunakan produk perusahaan tersebut, karena kepuasan konsumen merupakan salah satu langkah untuk menjalin loyalitas konsumen. 3.1.8. Pengaruh interaksi pribadi (Personal interaction) terhadap loyalitas sikap (Attitudinal loyalty) Interaksi pribadi (personal interaction) dalam hubungan business-tobusiness sangat berpengaruh terhadap loyalitas sikap (attitudinal loyalty), hal ini diungkapkan oleh Chiu et. al (2005) dalam Cater, Barbara dan Tomaz (2009). Bahwa hubungan personal yang positif menjadi pertimbangan pelanggan dalam hubungan pelanggan dan pemasok. Sikap positif dari pemasar akan membantu menciptakan kepercayaan terhadap pemasok. Loyalitas sikap dari pelanggan akan memberikan kesan positif terhadap pemasok, kemauan untuk merekomendasikan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 52 kepada orang lain dan mendorong orang lain untuk menggunakan produk dan jasa perusahaan. Ulaga dan Eggert (2005) melakukan penelitian terhadap hubungan business-to-business antara pelanggan dan pemasar perantara, menyatakan bahwa kepuasan pelanggan dipahami sebagai variabel penengah hubungan antara tujuh unsur nilai hubungan, yaitu dan loyalitas nilai dan perilaku pelanggan. Untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan dapat dilakukan dengan meningkatkan nilai hubungan mereka dengan pelanggan. 3.1.9. Pengaruh nilai hubungan terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan Fokus dalam Pemasaran relasional akan membangun hubungan yang berkelanjutan dengan pelanggan dengan fokus mempertahankan dan membangun hubungan dengan pelanggan. Hal ini dapat diartikan bahwa penciptaan relasi yang baik dengan pelanggan akan memperbaiki nilai hubungan dan mengantisipasi permasalahan yang dihadapi oleh pelanggan sehingga akan tercipta nilai pelanggan (relationship value) yang menciptakan kepuasan pelanggan dan loyalitas untuk tetap memakai produk yang dihasilkan suatu perusahaan. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Barbara Cater dan Tomaz Cater dari University of Ljubljana, Ljubljana, Slovenia pada tahun 2009 yang berjudul “Relationship-value-based antecedents of customer satisfaction and loyalty in manufacturing”. Penelitian ini ditujukkan untuk memperluas pengetahuan tentang kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan di pasar business-to-businees, yang secara sistematis membahas faktor kepuasan konsumen dan loyalitas dari http://digilib.mercubuana.ac.id/ 53 perspektif dimensi nilai hubungan, suatu pendekatan yang belum diambil dalam literatur. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan saling mempengaruhi dan memiliki hubungan yang signifikan. 3.2. Penelitian Terdahulu Selain kajian teori dari pendapat – pendapat para ahli, untuk mendukung penelitian ini, penulis juga melakukan kajian terhadap penelitian terdahulu yang berhubungan dengan variabel – variabel penelitian, seperti yang dirangkum dalam tabel 3.1 berikut ini : Tabel 3.1. Penelitian terdahulu Peneliti Judul Variabel Hasil Nejad, et. al (2014) Service Quality, Relationship Quality and Customer Loyalty (Case Study: Banking Industry in Iran) Service Quality, Relationship Quality and Customer Loyalty Satisfaction with the bank has the most amount of positive effect on customer loyalty in service business organization the variable of mental image is of most positive effect after satisfaction and following this variable, trust and commitment are most effective on customer loyalty respectively Hui et. al (2013) Effects of customer equity drivers on customer loyalty in B2B context Customer equity drivers, Brand equity, Value equity, Relationship equity, Trust, Customer loyalty The study reveals that in a B2B context, value equity and relationship equity have significant influence on customer loyalty through the mediating effect of customer trust. On the other hand, brand equity is found to have no effect on customer trust and loyalty. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 54 Lanjutan Tabel 3.1.a. Penelitian terdahulu Peneliti Judul Variabel Hasil U. Zeynep et. al (2012) The effect of customer relationship management adoption in business-to-business markets Customer relationship, customer satisfaction and loyalty CRM adoption has a significant positive effect on both customer satisfaction and organizational performance in B2B settings. CRM adoption is affect to organizational marketing performance, but not financial performance. Environmental dynamism and competition was found to have a negative oderating effect on the relationship between customer satisfaction and organizational performance. Effects of Business to Business Relations on Customer Satisfaction and Loyalty in the Context of a Developing Country Business to Business Relations, Customer Satisfaction and Loyalty A significant positive relationship between trust, commitment and customer satisfaction, and a significant relationship between cooperation and satisfaction, as well as an indirect relationship (via customer satisfaction) between trust, commitment, cooperation and loyalty, a direct relationship between communication and loyalty, a direct relationship between satisfaction and loyalty. Hsieh, Tse (2011) Factors Affecting Customer Loyalty in the Taiwanese Imported Lumber Market Marketing efforts, trust, brand equity, loyalty The mediating effects of brand equity and trust are discovered between marketing efforts and customer loyalty. It suggests that lumber suppliers should focus marketing efforts on brand equity and customer trust in order to create customer loyalty. Chenet, Dagger (2010) Service quality, trust, commitment and service differentiation in business relationships Relationship marketing, Customer services quality, Trust, Product differentiation, Customer satisfaction Service quality had an impact on trust, differentiation and relationship outcomes. Trust was found to drive service differentiation. Barbara Carter, Tomaz (2009) Relationship-valuebased antecedents of customer satisfaction and loyalty in manufacturing Relationship value, customer satisfaction and loyalty Satisfaction is negatively affected by price and positively by delivery performance, supplier know-how and personal interaction. Satisfaction positively influences behavioural and attitudinal loyalty. Behavioural loyalty is negatively affected by price and positively by product quality, while attitudinal loyalty is positively affected by personal interaction. Akman, Yörür (2012) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 55 Lanjutan Tabel 3.1.b Penelitian terdahulu Peneliti Judul Variabel Hasil Akbar, Parvez (2009) Impact of service quality, trust, and customer satisfaction on customer loyalty Service quality, trust, and customer satisfaction, customer loyalty Trust and customer satisfaction are significantly and positively related to customer loyalty. Customer satisfaction has found to be an important mediator between perceived service quality and customer loyalty La, et. al (2009) Client-perceived performance and value in professional B2B services: An international perspective Client-perceived Performance, perceived value, satisfaction There is no significant difference on variables leading to perceived value between the Thai and Malaysian samples), this study still offers a new approach of segmentation and targeting in global markets, especially if the model is tested simultaneously with several country samples with a reasonable sample size Rauyruen, Miller (2007) Relationship Quality as a Predictor of B2B Customer loyalty Relationship quality and customer loyalty Relationship quality influence both aspects of customer loyalty. Relationship quality dimensions influence each of the components of customer loyalty Paulssen, Birk (2007) Satisfaction and repurchase behavior in a business-to-business setting: Investigating the moderating effect of manufacturer, company and demographic characteristics Satisfaction,repurchase behavior, manufacturer, company and demographic characteristics In a business-to-business setting company characteristics are important moderators in addition to the previously investigated role of demographics as moderating variables. Caceres, Paparoidamis (2005) Service quality, relationship satisfaction, trust, commitment and business-tobusiness loyalty service/product quality, relationship satisfaction, trust, and commitment Perceptions of service/product performance can be viewed as antecedents to relationship satisfaction which, in turn, affects trust, commitment, and business loyalty. Yang et. al (2005) The study of the relationship among experimential marketing, sevice quality, customer satisfaction and customer loyalty Experiential marketing, service quality, customer satisfaction, loyalty Personnel service in the dimension of customer satisfaction causes more influence on “attitude loyalty” in the dimension of customer loyalty http://digilib.mercubuana.ac.id/ 56 Lanjutan Tabel 3.1.b Penelitian terdahulu Peneliti Judul Variabel Hasil Yang et. al (2004) An Integrated Framework for Service Quality, Customer Value, Satisfaction: Evidence from China’s Telecommunication Industry Service quality, customer value, customer satisfaction, behavioral intentions Not all quality-related factors contribute to customer perceived service quality, customer value and customer satisfaction equally, which provides more useful and practical suggestions for researchers and managers in improving service quality, creating and delivering superior customer value, and achieving high customer satisfaction. Abdul-Muhmin, Alhassan G (2002) Effects of suppliers' marketing program variables on industrial buyer’s relationship satisfaction and commitment Product, price, satisfaction and commitment Only the product and price-related variables of foreign suppliers’ marketing program variables are significantly related to the buyers’ relationship satisfaction and commitment. Sumber : Diolah oleh penulis (2015) 3.3. Rerangka Pemikiran Berdasarkan kajian pustaka yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat disusun kerangka pemikiran terlihat pada gambar berikut: Gambar 3.2. Rerangka Pemikiran Sumber : Diolah oleh penulis (2015) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 57 3.4. Hipotesis Penelitian yang dilakukan oleh Ulaga dan Eggert (2005) dalam Carter, Barbara dan Tomaz (2009) menyatakan bahwa nilai hubungan (relationship value) adalah landasan awal dari nilai hubungan (relationship value) yang terdiri dari : kualitas produk, kinerja pengiriman, orientasi pelanggan (supplier knowhow), time-to-market, dukungan layanan (service support) dan interaksi pribadi (personal interaction). Serta hubungan biaya (relationship cost), yaitu biaya produk langsung (direct product cost) atau harga dan biaya proses (process cost). Berdasarkan tinjauan teoritis, hasil penelitian terdahulu dan rerangka pemikiran di atas, maka penulis menyusun hipotesis dalam penelitian ini, yaitu : H1 : Biaya produk langsung (direct product cost) berpengaruh pada kepuasan pelanggan H2 : Kualitas produk berpengaruh pada kepuasan pelanggan H3 : Kinerja pengiriman berpengaruh pada kepuasan pelanggan H4 : Orientasi pelanggan (customer know-how) berpengaruh pada kepuasan pelanggan H5 : Dukungan layanan (service support) berpengaruh pada kepuasan pelanggan H6 : Interaksi pribadi (personal interaction) berpengaruh pada kepuasan pelanggan H7 : Biaya produk langsung (direct product cost) berpengaruh terhadap loyalitas perilaku (behavioural loyalty) H8 : Kualitas produk berpengaruh terhadap loyalitas perilaku (behavioral http://digilib.mercubuana.ac.id/ 58 loyalty) H9 : Interaksi pribadi (personal interaction) berpengaruh pada loyalitas sikap (attitudinal loyalty) pelanggan H10 : Kepuasan berpengaruh terhadap loyalitas perilaku (behavioural loyalty) H11 : Kepuasan berpengaruh pada loyalitas sikap (attitudinal loyalty) http://digilib.mercubuana.ac.id/