BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1 Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Stoner (1996), manajemen sumber daya manusia adalah fungsi
manajemen yang berhubungan dengan rekrutmen, penempatan, pelatihan, dan
pengembangan anggota organisasi atau dapat dikatakan sebagai fungsi manajemen
yang dilakukan oleh manajer untuk merekrut, menyeleksi, melatih, dan
mengembangkan anggota organisasi.
Menurut Nawawi (2000), yang dimaksud sebagai SDM yaitu :
1. SDM adalah manusia yang bekerja pada lingkungan pada suatu organisasi,
meliputi personil, tenaga kerja, pegawai atau karyawan
2. SDM adalah potensi manusiawi sebagai gerak organisasi dalam mewujudkan
eksistensinya.
3. SDM adalah potensi yang merupakan asset dan berfungsi sebagai modal di
dalam organisasi bisnis, yang dapat di wujudkan menjadi potensi nyata secara
fisik dan non fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi.
Berdasar dari pemahaman definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
Manajemen Sumber Daya Manusia adalah pendekatan terhadap manajemen manusia,
didasarkan pada nilai manusia dalam hubungannya dengan organisasi. Manusia
11
12
merupakan sumber daya yang penting dalam organisasi dan sangat menentukan
efektifitas organisasi. Aktivitas MSDM meliputi peningkatan produktivitas,
pemanfaatan sumber daya manusia, dan unsur unsur yang berkaitan dengan SDM
seperti : rekrutmen, pengembangan, pemberian imbalan, motivasi, mutasi, dan
pemberhentian. Pengembangan SDM dikaitkan dengan masalah produktivitas, dan
efisiensi organisasi, penanganan SDM tidak luput dari usaha untuk meningkatkan
produktivitas kerja, dan efisiensi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2.1.2 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Berdasarkan pendapat Cushway (2002, p6) tujuan dari Manajemen Sumber
Daya Manusia bervariasi antara satu organisasi dengan organisasi yang lain,
tergantung pada tingkat perkembangan organisasi, yang mencakup hal-hal berikut:
1. Memberikan saran kepada manajemen tentang kebijakan Sumber Daya
Manusia guna memastikan organisasi memiliki tenaga kerja yang bermotivasi
dan berkinerja tinggi, serta dilengkapi dengan sarana untuk menghadapi
perubahan yang dapat memenuhi kebutuhan pekerjaannya.
2. Melaksanakan dan memelihara semua kebijakan, dan prosedur Sumber Daya
Manusia yang diperlukan untuk memastikan pencapaian tujuan organisasi.
3. Membantu perkembangan arah, dan strategi organisasi secara keseluruhan,
terutama dengan memperhatikan segi-segi Sumber Daya Manusia.
4. Menyediakan bantuan dan menciptakan kondisi yang dapat membantu
manajer lini dalam mencapai tujuan mereka.
13
5. Mengatasi krisis, dan situasi sulit dalam hubungan antar pegawai untuk
memastikan tidak adanya gangguan dalam pencapaian tujuan organisasi.
6. Menyediakan sarana komunikasi antara karyawan dengan manajemen
organisasi
7. Bertindak sebagai penjamin standar, dan nilai organisasi dalam pengelolaan
Sumber daya manusia.
2.1.3 Aktivitas Utama Manajemen Sumber Daya Manusia
Berdasarkan pendapat Cushway (2002, p7) Aktivitas utama yang membentuk
fungsi personalia dapat dikaitkan dengan kegiatan dari sebelum, selama, dan sesudah
pengangkatan sebagai pegawai. Dengan kata lain, Manajemen Sumber Daya Manusia
adalah kegiatan mendapatkan, mengelola, dan melepaskan sumber-sumber, dalam hal
ini adalah manusia.
1. Mendapatkan Sumber Daya
merupakan langkah dalam proses penentuan persyaratan organisasi mengenai
sumber yang ingin diperoleh dengan memperhatikan kuantitas, tipe, dan
kualitas.
2. Mengelola Sumber Daya
setelah organisasi mendapatkan semua tenaga kerja yang diperlukan untuk
mencapai tujuannya, prioritas berikutnya adalah memastikan bahwa tenaga
kerja tersebut akan tinggal cukup lama di organisasi, sehingga efektif dan
dapat menunjukkan kinerja yang bagus selama mereka disana.
14
3. Pemutusan Sumber Daya
akan tiba masanya di mana pegawai harus melepaskan diri dari organisasi.
Alasannya bisa karena pensiun, mengundurkan diri, selesai kontrak
berakhirnya kontrak pelatihan, pemecatan, dan sebagainya.
2.1.4 Fungsi yang Dimiliki Departemen Sumber Daya Manusia
Menurut Hasibuan dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Sumber Daya
Manusia” (2000, p24), fungsi yang dimiliki depertemen sumber daya manusia :
1. Perencanaan sumber daya manusia
didesain untuk memastikan bahwa personel yang diperlukan akan selalu
terpenuhi secara memadai. Hal tersebut dapat dicapai dengan analisis dua
faktor, yaitu : faktor internal seperti kebutuhan keterampilan yang ada
sekarang dan yang diharapkan, lowongan, dan perluasan departemen seperti
pengurangan. Faktor eksternal (dilingkungan) seperti pasar tenaga kerja.
2. Rekrutmen
berkaitan dengan mengembangkan cadangan calon karyawan sejalan dengan
rencana sumber daya manusia. Calon karyawan biasanya diperoleh lewat
iklan disurat kabar dan jurnal professional, agen tenaga kerja, berita lisan
yang tersebar, dan kunjungan kekampus berbagai perguruan tinggi
3. Seleksi
termasuk menggunakan formulir lamaran, daftar riwayat hidup, wawancara,
pengujian keterampilan, dan mencocokkan informasi dari referensi untuk
15
mengevaluasi dan menyaring calon karyawan bagi manajer, yang akhirnya
akan memilih dan menerima calon.
4. Sosialisasi (orientasi)
didesain untuk membantu orang yang terpilih menyesuaikan diri dengan
mulus kedalam organisasi. Pendatang baru diperkenalkan kepada para rekan
sekerja, terbiasa dengan tanggung jawabnya, dan diberi tahu mengenai budaya
organisasi, kebijakan, dan harapan yang bersangkutan dengan tingkah laku
karyawan.
5. Pelatihan dan pengembangan
keduanya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan karyawan dalam
memberikan kontribusi pada efektivitas organisasi. Pelatihan didesain untuk
meningkatkan keterampilan dalam pekerjaan yang sekarang; program
pengembangan didesain untuk menyiapkan karyawan sebelum dipromosikan.
6. Penilaian prestasi kerja
membandingkan prestasi kerja seseorang dengan standar atau tujuan yang
dikembangkan untuk posisi orang tersebut. Prestasi yang rendah mungkin
menandakan perlunya tindakan korektif, seperti pelatihan tambahan, demosi,
atau PHK, bonus, atau promosi. Walaupun supervisor langsung seorang
karyawan melakukan penilaian prestasi, departemen manajemen SDM
bertanggung jawab untuk bekerja dengan manajemen tingkat atas untuk
menetapkan kebijakan yang menjadi pedoman semua penilaian prestasi.
16
7. Promosi, transfer, demosi, dan PHK
mencerminkan nilai seorang karyawan bagi organisasi. Karyawan berprestasi
tinggi dapat dipromosikan atau ditransfer untuk membantu mengembangkan
keterampilan mereka, sedangkan karyawan berprestasi rendah mungkin
didemosikan, ditransfer ke posisi yang ke posisi yang kurang penting, atau
bahkan PHK. Pilihan apapun pasti akan mempengaruhi perencanaan sumber
daya manusia.
2.2
Produktivitas
2.2.1 Produktivitas Kerja
Produktivitas kerja merupakan perbandingan antara pengukuran output
dengan pengukuran dari berbagai sumber daya yang digunakan (input) untuk
menghasilkan output tersebut.
Pihak manajemen sekarang sangat memperhatikan produktivitas dikarenakan
ia merupakan elemen penting dari efisiensi ketika mulai dibandingkan dengan
pesaing (Craig 1972). Ada beberapa alasan utama mengapa produktivitas seharusnya
diukur :
‐
Untuk tujuan strategis guna membandingkan dengan pesaing lain dalam bisnis
yang sama.
‐
Untuk tujuan taktis, untuk memberikan masukan kepada manajemen guna
mengontrol produktivitas perusahaan dari fungsi ataupun produknya.
17
‐
Untuk tujuan perencanaan, untuk membandingkan keuntungan yang dicapai
dari penggunaan berbagai masukan ataupun perbedaan proporsi dari input
yang sama.
‐
Untuk tujuan internal manajemen, seperti pedoman untuk melakukan tawarmenawar dengan karyawan.
Selain itu, produktivitas kerja mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
motivasi. Semakin besar motivasi dan komitmen seseorang di dalam menyelesaikan
suatu pekerjaan, akan semakin tinggi produktivitas yang dicapainya.
Hal lain yang juga sangat berpengaruh kepada tingkat produktivitas seseorang
adalah tingkat kemampuan seseorang (personal skill) di dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan. Semakin tinggi kemampuan seseorang, serta ditunjang oleh motivasi dan
komitmen yang tinggi, akan semakin tinggi pula tingkat produktivitas yang dapat
dihasilkannya.
Mali (1978) menyatakan bahwa produktivitas tidak sama dengan produksi,
performansi kualitas dan hasil-hasil merupakan komponen dari usaha produktivitas.
Dengan demikian produktivitas merupakan suatu kombinasi dari efektivitas dan
efisiensi, sehingga produktivitas dapat diukur berdasarkan pengukuran berikut:
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa produktivitas tenaga kerja
sangat tergantung pada satuan masukan yang diberikan oleh tenaga kerja dan satuan
18
keluaran yang dihasilkan oleh tenaga kerja tersebut. Satuan masukan dan satuan
keluaran pada produktivitas tenaga kerja hanya tenaga kerja itu sendiri dan hasilnya.
Seorang tenaga kerja yang produktif adalah tenaga kerja yang cekatan dan
menghasilkan barang dan jasa sesuai mutu yang ditetapkan dengan waktu yang lebih
singkat atau bila tenaga kerja tersebut mampu menghasilkan produk atau output yang
lebih besar dari tenaga kerja yang lain dalam waktu yang lama.
2.2.2 Kinerja Karyawan
Menurut Robbins dalam bukunya “Organizational Behavior” (2001, p6)
menyebutkan bahwa secara sederhana kinerja karyawan adalah fungsi dari interaksi
antara kemampuan (ability) dan motivasi (motivation), tetapi masih ada bagian yang
masih hilang dari fungsi tersebut selain kecerdasan dan keahlian dari seorang
individu yang keduanya merupakan bagian dari kemampuan dan motivasi dari setiap
karyawan, yaitu kesempatan.
Ability
Performance
Motivation
Opportunity
Gambar 2.1 Model dari Kinerja
19
Motivasi kerja dan kemampuan merupakan faktor dalam diri yang
berpengaruh terhadap pembentukan kinerja. Vroom (1964) dan Sustermeister (1976)
mengusulkan persamaan dari kinerja (performance) sebagai berikut:
Performance = Ability x Motivation
Untuk meningkatkan performa kerja / kinerja maka komponen dari
kemampuan atau motivasi harus ditingkatkan. Kinerja individu sangat penting dalam
mewujudkan suatu sinergi yang diperlukan dalam tim kerja - dari buku "Personnel or
Human Resource Management” yang oleh ditulis Mathis & Jackson (1991), yang
menyatakan bahwa individual performance tergantung pada:
•
Kemauan karyawan untuk berusaha
•
Pelatihan karyawan
•
Kemampuan karyawan untuk melakukan hal yang diperlukan
Ada tiga perspektif dalam melihat kinerja individu yaitu productivity,
innovation, dan loyalty. Performa individu karyawan dapat samakan dengan efisiensi
(Mathis, 1991).
Ability
- Talents
- Personality factors
- Interests
Effort
- Incentives
- Willingness to work
- Presence at work
- Self discipline to do the job
Training
- Knows what is expected
- Have skills necessary
- Know how to handle
problems
Performance
Gambar 2.2 Komponen Kinerja Individu
20
Produktivitas dari individu memiliki komponen yang terdiri dari kemampuan
di mana terdapat unsur talenta, faktor internal perorangan, dan keinginan dari setiap
individu, komponen kedua yaitu usaha yang terdiri dari unsur insentif, kemampuan
untuk bekerja dan kedisiplinan sedangkan komponen ketiga yaitu latihan bahwa
karyawan dapat mengetahui apa yang diharapkan dari pekerjaannya serta mempunyai
keahlian untuk mengatasi masalah dalam pekerjaannya.
2.2.3 Penyebab Penurunan Produktivitas
Menurut Gasperz (2000) dalam buku yang berjudul Manajemen Produktivitas
Total mengatakan bahwa pada umunya terdapat sejumlah faktor penyebab penurunan
produktivitas perusahaan, antara lain adalah :
1. Ketidakmampuan manajemen dalam mengukur, mengevaluasi dan mengelola
produktivitas perusahaan.
2. Motivasi karyawan yang rendah karena sistem pengukuran dan penghargaan
yang diberikan tidak berkaitan dengan produktivitas dan tanggungjawab dari
karyawan tersebut.
3. Pengiriman produk yang sering terlambat karena ketidakmampuan memenuhi
jadwal yang telah ditetapkan, sehingga mengecewakan pelanggan.
4. Peningkatan biaya-biaya untuk proses produksi dan pemasaran.
5. Tidak dapat memaksimalkan penggunaan sumber daya seperti bahan material
yang menumpuk, tenaga kerja yang tidak produktif dan mesin yang tidak
pernah
dilakukan
pengecekan
dan
pemeliharaan.
Hal-hal
ini
akan
21
menimbulkan bottleneck pada berjalannya proses produksi dan berakhir
dengan keterlambatan pengiriman barang ke pembeli.
6. Tidak adanya kerjasama yang efektif dan baik antar masing-masing individu
di setiap lini proses produksi.
7. Ketiadaan
sistem
pendidikan
dan
pelatihan
bagi
karyawan
untuk
meningkatkan pengetahuan tentang teknik-teknik peningkatan kualitas dan
produktivitas perusahaan.
8. Tidak adanya sistem perencanaan dan pengendalian dalam hal pengaturan
jadwal produksi dan pengaturan aliran persediaan yang baik sehingga target
produksi yang sudah direncanakan tidak tercapai.
2.3
Model Kompetensi
2.3.1 Definisi Model Kompetensi
Menurut Mitrani, Alain, Dalziel dan Fitt (1992) di dalam bukunya yang
berjudul “Competency Based Human Resource Management”, kata kompetensi
berarti sebuah karakteristik dari seorang individu yang biasanya berkaitan dengan
kinerja kerja yang efektif dan paling baik. Kompetensilah yang membedakan seorang
individu yang hebat dengan yang rata-rata.
Competency Based Human Resource Management (CBHRM) adalah suatu
pola pendekatan di dalam membangun suatu sistem manajemen sumber daya manusia
yang handal dengan memanfaatkan kompetensi sebagai titik sentralnya. Hal ini
dimaksudkan agar perusahaan dapat meningkatkan efektifitas dan konsistensi
22
kebijakan seleksi, promosi, kompensasi, penilaian kinerja, pendidikan dan pelatihan,
perencanaan karir, manajemen kinerja, maupun perencanaan strategis di bidang
sumber daya manusia ke titik yang paling optimum.
Kompetensi dapat juga diartikan sebagai keahlian, pengetahuan dan
kemampuan serta karakteristik lain yang diperlukan seseorang untuk bekerja secara
efektif (Jackson & Schuler, 2003, p232). Karena ada ratusan kompetensi yang
mungkin berkaitan dengan kinerja kerja, maka Spencer & McClelland (1994)
mengindikasikan bahwa kompetensi dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori
yaitu pengetahuan, keahlian dan karakteristik pribadi. Ketiga kategori tersebut
adalah:
1. Pengetahuan dari fakta-fakta atau prosedur-prosedur (yang bersifat teknis)
seperti kemampuan menganalisa keuangan, keahlian komputer, pengetahuan
mengenai produk, berpikir secara konseptual, orientasi pada detail dan
sebagainya.
2. Keahlian manajerial seperti mengembangkan orang lain, kerjasama tim dan
sebagainya.
3. Karakteristik pribadi atau attribut pribadi seperti kemampuan beradaptasi,
percaya diri, toleransi terhadap stress, integritas, dan sebagainya.
Dari banyak definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah
pengetahuan, keahlian dan karakteristik pribadi yang dapat diteliti dan diukur yang
dibutuhkan untuk dapat menghasilkan suatu kinerja kerja yang efektif dan unggul di
suatu lingkup pekerjaan tertentu. Lalu model kompetensi dapat diartikan sebagai
sekumpulan kompetensi yang berisi perilaku-perilaku kunci dari suatu lingkup
23
pekerjaan tertentu yang dibutuhkan untuk menciptakan suatu standar agar dapat
digunakan dalam banyak hal yang berkaitan dengan sumber daya manusia sehingga
dapat menghasilkan individu-individu yang memberikan suatu kinerja kerja yang
unggul.
2.3.2 Manfaat Model Kompetensi
Menurut Moinat, Ph.D. (2003), konsultan FullView Solutions, di dalam
artikelnya merekomendasikan penggunaan model kompetensi ini karena:
•
Menyediakan suatu kerangka kerja yang konsisten di dalam pengembangan
sistem manajemen sumber daya manusia yang terintegrasi. Model kompetensi
menyediakan suatu kerangka kerja yang konsisten tentang suatu tugas dari
suatu pekerjaan dan tanggung jawabnya yang dapat diterapkan di seluruh
sistem manajemen sumber daya manusia seperti manajemen kinerja,
penyeleksian, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia dan
perencanaan penerusan kepemimpinan (succession planning).
•
Membantu pekerja di dalam menyamakan kegiatannya dengan tujuan umum
dari strategi organisasi dalam rangka mengembangkan kemampuan sumber
daya manusia untuk mencapai tujuan dari organisasi sesuai dengan visi dan
misi perusahaan.
24
2.3.3 Hubungan Sebab Akibat Kompetensi dengan Kinerja
Dalam buku “Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi” (Moeheriono, 2009 :
8) mengemukakan sebenarnya, hubungan antara kompetensi dengan kinerja sangat
erat sekali, hal ini tampak pada hubungan dari keduanya, yaitu hubungan sebab
akibat. Oleh karena itu, menurut Spencer, hubungan antara kompetensi karyawan
dengan kinerja adalah sangat erat dan penting sekali, relevansinya ada dan kuat
akurat, bahkan karyawan apabila ingin meningkatkan kinerjanya, seharusnya
mempunyai kompetensi yang sesuai dengan tugas pekerjaannya. Oleh karenanya, ia
mengatakan bahwa pengelolaan sumber daya manusia memang harus dikelola secara
benar dan seksama agar tujuan dan sasaran organisasi dapat dicapai melalui
pengelolaan sumber daya manusia yang optimal. Kemudian ada beberapa tindakan
manajemen yang harus dilakukan dalam proses mengelola sumber daya manusia yang
meliputi beberapa proses, antara lain organisasi harus mengidentifikasi dan
mengembangkan kompetensi individu ke arah kinerja karyawan. Berdasarkan
kegiatan tersebut, maka pengelolaan sumber daya manusia, khususnya pada
kompetensi harus mengacu dan mengarah pada visi dan misi, strategi serta sasaran
organisasi.
2.3.4 Kompetensi Jabatan
Dalam buku “Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi” (Moeheriono, 2009 :
22) mengemukakan kompetensi jabatan merupakan peran yang sangat penting dan
25
harus mendapatkan perhatian serius dari pihak manajemen karena aspek kompetensi
jabatan ini sudah banyak digunakan sebagai dasar penentu posisi jabatan calon
karyawan atau calon penjabat yang akan menduduki suatu jabatan
Seorang agar mendapatkan kinerja tinggi secara maksimal seharusnya antara
kompetensi individu yang dimiliki, harus sesuai atau cocok dengan kompetensi
jabatan yang diembannya, hal ini akan mengakibatkan atau terjadi kecocokan
(matching) dan kesesuaian dengan kemampuan yang dimilikinya.
Pengukuran kompetensi jabatan merupakan proses membandingkan atau
menyamakan antara kompetensi jabatan yang dipersyaratkan dengan kompetensi
yang dimiliki seseorang karyawan, apakah sesuai, lebih besar atau lebih kecil,
meliputi pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill), dan sikap perilaku (attitude).
Berdasarkan standar kompetensi pada kompetensi jabatan, tercakup dua
komponen yang mendasar, yaitu
•
Kompetensi utama, merupakan kompetensi yang harus dimiliki seseorang
berkaitan dengan suatu jabatan atau tugas pekerjaan pada lingkup tertentu.
Agar pelaksanaan jabatan tersebut berhasil dengan baik, maka meliputi
akuntabilitas,
organisasi
pembelajar,
menentuan
masalah
dan
memecahkannya, manajemen perubahan, perencanaan strategik, manajemen
kebijakan,
manajemen
manajemen kerja sama.
kinerja,
manajemen
kualitas
pelayanan,
dan
26
•
Kompetensi pendukung, merupakan kompetensi yang diperlukan untuk
membantu atau mendukung terwujudnya pelaksanaan jabatan tertentu, yang
terdiri dari komunikasi dan teknologi informasi.
2.4
Motivasi
2.4.1 Teori Motivasi
Dalam buku “Organizational Behavior” (McShane & Von Glinow, 2010 :
135) mengemukakan pendapat Maslow, kebutuhan manusia dapat digolongkan ke
dalam beberapa tingkatan seperti pada gambar berikut:
Gambar 2.3 Tingkat Kebutuhan Manusia
Manusia akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan pada tingkat yang lebih
tinggi ketika kebutuhan pada tingkat di bawahnya sudah terpuaskan.
27
Kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk dipenuhi adalah kebutuhan
physiological, yaitu kebutuhan biologis seperti sandang, pangan dan papan. Tingkat
selanjutnya adalah kebutuhan dalam bidang safety, yaitu kebutuhan akan lingkungan
hidup yang aman dan stabil tanpa ada gangguan dan ancaman. Sedangkan yang
tercakup dalam kebutuhan sosial (social) adalah kebutuhan untuk berinteraksi dan
berafiliasi dengan orang-orang lain. Setelah mampu berinteraksi dengan baik dalam
suatu masyarakat, maka seseorang mulai mengejar kebutuhan esteem, yaitu
pengakuan dan penghormatan dari masyarakat. Jika keempat kebutuhan tersebut
sudah dipenuhi dengan baik, maka manusia akan mulai mengaktualisasikan dirinya
dengan jalan memaksimalkan segala kemampuan yang dipunyai untuk mewujudkan
cita-citanya.
Menurut McClelland (1994) mengemukakan bahwa banyak kebutuhan yang
timbul atau bersumber dari kebudayaan suatu masyarakat dan dapat dipelajari. Ada
tiga macam kebutuhan yang dapat dipelajari, yaitu :
a. Kebutuhan berprestasi (n.Ach)
b. Kebutuhan berafiliasi (n-Aff)
c. Kebutuhan berkuasa (n-Pow)
Kebutuhan seseorang dibentuk melalui suatu proses belajar dari pengalaman
atau kebudayaan yang terjadi di lingkungannya. Kebutuhan tersebut yang kemudian
akan menumbuhkan motivasi untuk membentuk perilaku seseorang.
Jadi, seseorang yang hidup dalam lingkungan yang menempatkan prestasi
sebagai hal yang paling utama akan cenderung untuk memotivasi dirinya untuk
mencapai prestasi yang tinggi, sebaliknya jika hubungan antar manusia sangat
28
penting dalam lingkungannya, ia akan mengarahkan perilakunya agar dapat membina
hubungan yang baik dengan lingkungan sekitarnya.
Berdasar dari pemahaman definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
motivasi merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau
menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu atau kegiatan yang dilakukannya
sehingga ia dapat mencapai tujuannya. Dorongan ini bisa disebabkan oleh seseorang
berusaha memenuhi kebutuhan pada tingkat rendah sebelum kemudian mengubah
atau menyesuaikan perilakunya untuk mencapai atau memenuhi kebutuhan pada
hirarki diatasnya. Dan kebutuhan seseorang dibentuk melalui suatu proses belajar dari
pengalaman atau kebudayaan yang terjadi di lingkungannya.
2.4.2 Kebutuhan dan Keinginan Pegawai
Menurut A. Dale Timpe (1999, p 133) dalam bukunya Seri Manajemen
Sumber Daya Manusia : Memotivasi Pegawai menyebutkan bahwa :
1. Pegawai ingin dipuji dan diakui. Mereka merasa bahwa mereka diperhatikan
hanya karena kesalahan yang mereka perbuat dan bukan untuk pekerjaan baik
yang telah mereka kerjakan.
2. Pegawai membutuhkan jaminan pekerjaan. Mereka ingin tahu apakah mereka
dapat mengandalkan pekerjaan mereka.
3. Pegawai membutuhkan kesempatan untuk maju dan memperoleh pengalaman
baru.
29
4. Pegawai membutuhkan komunikasi. Mereka perlu tahu kedudukan mereka
dalam mata pemberi kerja, dan apakah mereka melakukan dengan benar atau
salah.
5. Pegawai membutuhkan perasaan ikut terlibat dalam perusahaan. Mereka ingin
berpartisitasi dalam pembuatan keputusan, sehingga mereka tahu kemana arah
perusahaan.
6. Pegawai membutuhkan perlakuan adil. Hal ini teramat penting jika
menyangkut penggajian.
2.5
Supply Chain Management
Supply chain management berawal dari kegiatan supply chain management
militer yang memiliki peran dalam menentukan kemenangan perang, khususnya pada
Perang Dunia II.
Ketika jaman perang berlalu, supply chain management dimanfaatkan untuk
membatu proses pengiriman barang. Dalam hal ini terjadi kerjasama antara
perusahaan pengiriman dengan gudang, dan pihak ketiga ambil bagian dalam
mengatur kerjasama ini.
Perkembangan selanjutnya, pada era globalisasi mulai banyak perusahaan
yang mencari cara bagaimana menurunkan biaya produksi. Banyak perusahaan
multinasional memindahkan pabrik ke negara-negara dengan upah buruh murah.
Indonesia dan beberapa kawasan di Asia adalah contohnya. Di sini tampak bahwa
peranan supply chain management memegang peranan yang lebih penting lagi.
30
Perkembangan supply chain management didukung dengan perkembangan
teknologi informasi pada tahun 1980-an. Beberapa faktor, antara lain harga komputer
yang semakin terjangkau, kecepatan komputer yang semakin baik, semakin luasnya
penggunaan internet, serta bandwidth yang semakin murah, membuat orang semakin
mudah berkomunikasi dan berkolaborasi dengan cara yang semakin efisien.
Penerapan teknologi informasi yang semakin luas ini menekan kesalahan manusia,
menekan biaya produksi, dan meningkatkan kualitas sampai pada tingkat yang
signifikan.
Supply Chain Management pada akhirnya berkembang menjadi satu bidang
ilmu, dengan pendekatan sistem yang terintegrasi, yang meliputi gudang
penyimpanan, transporasi, inventory, pemesanan barang, dan jumlah barang. Kelima
komponen tersebut harus dioptimalisasi secara keseluruhan.
2.5.1 Pengertian Supply Chain Management
Menurut Schroeder (2007), supply chain management adalah sebuah proses
bisnis dan informasi yang berulang yang menyediakan produk atau layanan dari
pemasok melalui proses pembuatan dan pendistribusian kepada konsumen.
Sedangkan menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002), supply chain
management adalah suatu sistem organisasi menyalurkan barang produksi dan
jasanya kepada para pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan dari berbagai
organisasi yang saling berhubungan dan mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik
mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyalur barang tersebut.
31
Dari beberapa definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa supply chain
management merupakan pengelolaan berbagai kegiatan dalam rangka memperoleh
bahan mentah, dilanjutkan kegiatan transformasi sehingga menjadi produk setengah
jadi, kemudian menjadi produk jadi dan diteruskan dengan pengiriman ke konsumen
melalui sistem distribusi. Kegiatan-kegiatan tersebut mencakup pembelian secara
tradisional dan berbagai kegiatan penting lainnya yang berhubungan dengan supplier
dan distributor.
Adapun tujuan dari supply chain adalah untuk memaksimalkan hubungan
potensial antara setiap bagian di dalam rantai supply chain dengan maksud untuk
memberikan hasil atau produk yang terbaik kepada konsumen dan mengurangi biayabiaya pada produk akhir. Pada akhirnya, tujuan yang hendak dicapai dari setiap rantai
suplai adalah untuk memaksimalkan nilai yang dihasilkan secara keseluruhan
(Chopra, 2001, p5). Rantai suplai yang terintegrasi akan meningkatkan keseluruhan
nilai yang dihasilkan oleh rantai suplai tersebut. Di dalam mencapai tujuan-tujuan
supply chain tersebut, maka diperlukan suatu pengembangan kompetensi supply
chain secara menyeluruh. Di dalam perspektif supply chain management, ada tiga
tipe dasar dari kompetensi di dalam supply chain, yaitu :
1. Distinc, hal ini berhubungan dengan kompetensi yang menjamin adanya unit
bisnis yang unik sebagai keuntungan yang kompetitif.
2. Qualifying, hal ini berhubungan dengan persaingan kebutuhan di market
tertentu, seperti sertifikasi ISO-9000.
3. Basic, berhubungan dengan keperluan dalam mengejar kemampuan untuk
mengerjakan tugas-tugas yang tidak berhubungan langsung dengan produk,
32
misalnya pembayaran rekening telpon perusahaan. (Pires, Silvio, Aravechia,
dan Carlos, 2001)
2.5.2 Area Cakupan Supply Chain Management
Pujawan (2005) menyatakan kegiatan utama yang termasuk dalam klasifikasi
supply chain management adalah :
•
Kegiatan merancang produk baru (Product Development)
•
Kegiatan mendapatkan bahan baku (Procurement)
•
Kegiatan merencanakan produksi dan persediaan (Planning and Control)
•
Kegiatan melakukan produksi (Production)
•
Kegiatan melakukan mengiriman/distribusi (Distribution)
Kelima klasifikasi tersebut biasanya tercermin dalam bentuk pembagian
departemen atau divisi pada perusahaan manufaktur dan terkait dengan fungsi-fungsi
utama supply chain. Pembagian tersebut sering dinamakan functional division karena
dikelompokan sesuai dengan fungsinya. Umumnya sebuah perusahaan manufaktur
akan memiliki bagian pengembangan produksi, dan bagian pengiriman/distribusi.
Tabel 2.1 berikut ini menjelaskan cakupan kegiatan dalam klasifikasi supply chain
management (Pujawan, 2005):
33
Tabel 2.1 Klasifikasi Supply Chain Management
Bagian
Pengembangan Produk
Cakupan kegiatan antara lain
Melakukan
riset
pasar,
merancang
produk
baru,
melibatkan supplier dalam perancangan produk baru.
Pengadaan
Memilih
supplier,
mengevaluasi
kinerja
supplier,
melakukan pembelian bahan baku dan komponen,
memonitor supply risk, membina dan memelihara
hubungan dengan supplier.
Perencanaan dan
Demand planning, peramalan permintaan, perencanaan
Pengendalian
kapasitas, perencanaan produksi dan persediaan.
Operasi / Produksi
Eksekusi produksi, pengendalian kualitas.
Pengiriman / Distribusi
Perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan pengiriman,
mencari dan memelihara hubungan dengan perusahaan
jasa pengiriman, memonitor service level di tiap pusat
distribusi.
2.5.3 Manajemen dan Koordinasi Supply Chain
Menurut Chopra, Sunil, Meindl (2001) dalam bukunya “Supply Chain
Management: Strategy, Planning, and Operations” mengemukakan bahwa koordinasi
dalam suatu supply chain dapat meningkat apabila semua pihak yang terlibat dalam
setiap tahap mampu bekerja sama untuk meningkatkan nilai dan keuntungan supply
chain tersebut secara keseluruhan. Sebaliknya, koordinasi supply chain yang lemah,
34
di mana setiap pihak yang terlibat hanya berusaha untuk mencapai keuntungan demi
organisasinya masing-masing, maka akan menurunkan nilai supply chain secara
keseluruhan.
Lemahnya koordinasi dalam suatu supply chain akan menurunkan nilai dan
keuntungan supply chain tersebut secara keseluruhan. Apabila setiap pihak yang
terlibat dalam tahapan supply chain hanya berusaha untuk mengoptimalkan
kepentingannya sendiri tanpa menyadari keutuhan suatu supply chain, maka akan
berakibat menurunnya kinerja supply chain itu sendiri. Koordinasi yang lemah juga
akan berakibat terjadinya distorsi informasi sepanjang tahapan-tahapan yang ada
dalam supply chain. Berikut ini akan dibahas beberapa akibat dari lemahnya
koordinasi dalam suatu supply chain (Chopra, Sunil, Meindl, 2001).
•
Biaya Produksi (manufacturing cost)
Biaya ini meningkat karena digunakan untuk membangun kapasitas produksi
yang lebih besar ataupun menambah jumlah barang persediaan, yang ada
akhirnya akan meningkatkan biaya produksi per unit.
•
Biaya Transportasi (Transportation cost)
Biaya transportasi berkorelasi dengan pemenuhan permintaan yang ada,
sehingga kebutuhan transportasi tersebut juga menjadi berfluktuasi. Akibatnya
biaya transportasi ini akan meningkat karena kebutuhan kapasitas transport
yang lebih banyak pada waktu terjadi permintaan yang tinggi.
•
Biaya pekerja untuk pengiriman dan penerimaan barang (labor cost for
shipping and receiving)
35
Peningkatan juga terjadi pada biaya pekerja yang menangani pengiriman dan
penerimaan barang, terutama pada distributor dan pengecer. Adanya fluktuasi
menyebabkan perusahaan harus memilih antara mempunyai jumlah pekerja
yang lebih banyak atau menyesuaikan kapasitas pekerja seiring dengan
terjadinya fluktuasi permintaan. Kedua pilihan tersebut akhirnya tetap akan
menambah biaya pekerja secara keseluruhan
•
Hubungan sepanjang supply chain (relationships across the supply chain)
Ada kecenderungan untuk saling menyalahkan antara satu pihak dengan pihak
yang lain, karena masing-masing merasa telah berusaha melakukan yang
terbaik. Hal ini dapat berujung pada hilangnya kepercayaan antara pihak yang
satu dengan pihak yang lainnya dalam setiap tahapan supply chain, dan
akhirnya akan membuat usaha koordinasi selanjutnya menjadi lebih sulit
untuk dilakukan.
Menurut Chopra, Sunil, Meindl (2001), ada beberapa hambatan dalam
melakukan koordinasi suatu supply chain, antara lain adalah :
•
Hambatan insentif (incentive obstacle), adalah suatu hambatan yang mengacu
pada situasi di mana insentif yang ditawarkan pada setiap tahapan atau pihak
yang ada dalam suatu supply chain akan mengakibatkan terjadinya kegiatan
yang meningkatkan variasi dan mengurangi keuntungan total suatu supply
chain.
•
Hambatan proses informasi (information process obstacle), adalah suatu
hambatan yang mengacu pada situasi di mana informasi permintaan pasar
36
yang sebenarnya akan terdistorsi seiring dengan informasi tersebut bergerak
dari satu tahap ke tahap yang lainnya sepanjang supply chain, yang pada
akhirnya akan meningkatkan variasi pesanan dalam supply chain tersebut.
•
Hambatan operasional (operation obstacle), adalah suatu hambatan yang
mengacu pada kegiatan operasional yang terjadi dalam rangka melakukan
pesanan dan memenuhi permintaan yang berujung pada meningkatnya variasi.
•
Hambatan Harga (Pricing obstacle), adalah hambatan yang mengacu pada
kebijaan harga untuk suatu produk yang menyebabkan terjadinya variasi pada
jumlah pesanan.
•
Hambatan perilaku (behavioral obstacles), adalah masalah-masalah yang
terjadi dalam organisasi yang ikut menimbulkan terjadinya hambatan.
Masalah-masalah ini sering terkait dengan struktur suatu supply chain dan
bentuk komunikasi yang terjadi di antara setiap tahapannya.
Download