BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air merupakan sumberdaya alam yang mempunyai fungsi sangat penting
bagi kehidupan mahluk hidup. Air dapat dipengaruhi oleh kondisi/komponen
lainnya. Pemanfaatan air untuk menunjang seluruh kehidupan manusia jika tidak
dibarengi dengan tindakan bijaksana dalam pengelolaannya akan mengakibatkan
kerusakan pada sumberdaya air. Kerusakan sumberdaya air ditandai penurunan
kualitas air.
Kualitas air di permukaan lebih mudah mengalami pencemaran
dibandingkan dengan air dalam tanah. Hal ini dikarenakan air permukaan lebih
banyak kontak langsung dengan kegiatan yang berada di luar seperti aktivitas
manusia. Air permukaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah air sungai.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991, sungai adalah tempat-tempat
atau wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara
dengan dibatasi kanan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sepadan.
Sungai merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia untuk kelangsungan
hidup. Sungai dimanfaatkan sebagai sumber air, sumber pangan, dan sarana
transportasi. Kegunaan sungai sebagai sumber air, maka sungai memerlukan
pengelolaan yang baik untuk mendapatkan kualitas yang sesuai dengan baku mutu
yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Berbagai penggunaan lahan di wilayah DAS Progo seperti permukiman,
pertanian, dan industri dapat mempengaruhi kualitas air Sungai Progo. Aktivitas
pertanian dan non pertanian menyebar dari hulu hingga hilir DAS Progo.
Aktivitas tersebut menyumbang berbagai .Aktivitas pertanian menyumbang pupuk
pestisida yang tidak dapat dilarutkan oleh air dan terbawa ke badan sungai,
sementara non pertanian menyumbang limbah domestik baik padat maupun cair.
Progo bagian hilir yang masuk dalam daerah administratif Daerah Istimewa
Yogyakarta mengalami kecenderungan perubahan tataguna lahan dari lahan alami
menjadi lahan non alami yang di dalamnya terdapat lahan terbangun pertanian
(misalnya sawah, perkebunan) dan lahan terbangun non-pertanian(misalnya
permukiman, perkantoran, industri).
Sungai Progo merupakan salah satu sungai di D.I. Yogyakarata yang telah
dilakukan pemantauan. Pemantauan kualitas Sungai Progo dilakukan oleh instansi
BLH (Balai Lingkugan Hidup) sejak tahun 2009. Pemantauan tersebut berguna
untuk mengontrol kualitas air agar sesuai dengan peruntukannya.
Air dikatakan tercemar bila kualitas air melewati ambang batas baku mutu
yang telah ditentukan sesuai dengan peruntukannya. Setiap sungai memiliki
standart kualitas air sesuai dengan peruntukan tiap sungai tersebut. Sesuai dengan
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Baku Mutu Air di Daerah Istimewa Yogyakarta klasifikasi mutu air ditetapkan
menjadi 4 kelas, yaitu:
a.
Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut;
b.
Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
c.
Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
d.
Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
Dalam
Keputusan
Menteri
Kehutanan
Republik
Indonesia
No.SK.328/Menhut-II/2009 DAS Progo menjadi salah satu DAS yang
diprioritaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk periode
2010 – 2014 yang digunakan sebagai arahan/acuan bagi instansi/ dinas terkait
dalam upaya penetapan skala priorita skegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan,
termasuk di dalamnya penyelenggaraan reboisasi, penghijauan,dan konservasi
tanah dan air, baik vegetatif, agronomis, struktural, maupun manajemen.
DAS Progo merupakan DAS yang meliputi dua wilayah administratif
Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Letak tersebut membuat
pengelolaan DAS Progo harus dilakukan bersama oleh pemerintah.Dalam
menjaga dan memelihara sungai, memerlukan upaya pemeliharaan dan konservasi
DAS. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena
kondisi DAS sangat
mempengaruhi kondisi sungai. Oleh karena itu, keberhasilan pengelolaan DAS
tersebut dapat diketahui salah satunya dengan melihat kualitas air di Sungai
Progo.
1.2. Perumusan Masalah
DAS Progo merupakan DAS yang meliputi dua wilayah administratif
Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Letak tersebut membuat
pengelolaan DAS Progo harus dilakukan bersama oleh kedua pemerintahan
tersebut. Keberhasilan pengelolaan DAS Progo dapat diketahui dengan beberapa
indikator. Salah satu indikator tersebut adalah dengan melihat kualitas air di
Sungai Progo secara berkala.
Perubahan penggunaan lahan juga merupakan masalah yang ada di DAS
Progo. Berbagai penggunaan lahan di wilayah DAS Progo seperti permukiman,
pertanian, dan industri telah berkembang dengan pesat seiring dengan
pertumbuhan penduduk dan meningkatnya kebutuhan hidup. Berbagai aktivitas
manusia menghasilkan sebuah limbah. Aktivitas pertanian dan non pertanian
menyebar dari hulu hingga hilir DAS Progo. Aktivitas pertanian menyumbang
pupuk pestisida yang tidak dapat terlarutkan oleh air dan terbawa ke badan sungai,
sementara penggunaan lahan non pertanian menyumbang limbah cair dan padat
dari rumah tangga. Perubahan penggunaan lahan secara signifikan terjadi di
bagian tengah DAS Progo yaitu di Kota Magelang. Kota Magelang merupakan
kota yang sedang berkembang sehingga banyak pembangunan baik permukiman
maupun industri. DAS Progo bagian hilir yang masuk dalam daerah administratif
Daerah Istimewa Yogyakarta juga mengalami kecenderungan perubahan tataguna
lahan dari tahun ke tahun. Perubahan yang terjadi adalah perubahan penggunaan
lahan alami menjadi lahan non alami yang di dalamnya terdapat lahan terbangun
pertanian (misalnya sawah, perkebunan) dan lahan terbangun non-pertanian
(misalnya permukiman, perkantoran, industri).
Sungai Progo bagian hilir merupakan daerah akumulasi aliran dari hulu
yang kemungkinan mengalami penurunan kualitas air lebih besar. Meskipun
sungai dapat melakukan self purification untuk mengolah limbah yang masuk ke
dalam sungai. Namun, aktivitas manusia yang tinggi mengakibatkan self
purification tidak terlihat pengaruh/efeknya.
Latar belakang dan permasalahan yang ada di DAS Progo bagian hilir,
dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimana kualitas air Sungai Progo bagian hilir tahun 2013?
b. Bagaimana perubahan kualitas air di Sungai Progo bagian hilir dari tahun
2009-2013?
c. Bagaimana perubahan status mutu air Sungai Progo bagian hilir dari tahun
2009-2013
Oleh karena itu, maka dilakukan penelitian dengan judul “Studi Perubahan
Kualitas Air di Sungai Progo Bagian Hilir Daerah Istimewa Yogyakarta
2009-2013”
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari Penelitian ini adalah:
a. Mengetahui kualitas air Sungai Progo bagian hilir tahun 2013
b. Mengidentifikasi perubahan kualitas air Sungai Progo bagian hilir secara time
series dari tahun 2009-2013.
c. Mengetahui perubahan status mutu air Sungai Progo bagian hilir dari tahun
2009-2013
1.4. Sasaran Penelitian
Sasaran Penelitian ini adalah
a. Mengetahui kualitas air Sungai Progo yang meliputi parameter DHL, pH, Bau,
rasa, suhu, DO, BOD, COD, Nitrat dan Fosfat.
b. Mengetahui kualitas air dan status mutu air Sungai Progo bagian hilir dari
tahun 2009-2013
1.5. Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan Informasi
mengenai kualitas air yang ada di Sungai Progo bagian hilir. Selain itu,
diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk penentuan
peruntukan DAS Progo bagian hilir.
1.6. Telaah Pustaka
a.
Daerah Aliran Sungai (DAS)
Istilah Daerah Aliran Sungai (DAS) banyak digunakan oleh beberapa ahli
dengan makna atau pengertian yang berbeda-beda. Menurut Siregar, dkk. (2004)
Daerah aliran Sungai (DAS) adalah suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk
secara alamiah dimana air meresap dan/atau mengalir melalui sungai dan anakanak sungai yang bersangkutan, dan merupakan bagian dari siklus hidrologi.
Sudaryono (2002), memberikan pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai
kesatuan ruang yang terdiri atas unsur abiotik (tanah, air, udara), biotik (vegetasi,
binatang dan organism hidup lainnya) dan kegiatan manusia yang saling
berinteraksi dan saling ketergantungan satu sama lain, sehingga merupakan
kesatuan ekosistem. Asdak (2010) mengemukakan batasan DAS adalah
punggungan-punggungan yang menampung, menyimpan air hujan yang jatuh dan
mengalirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama. Berdasar atas definisidefinisi tersebut, DAS dapat diartikan sebagai suatu ekosistem karena terdapat
unsur sumberdaya alam dan sumberdaya manusia serta sebagai tangkapan,
simpanan, dan aliran air. Unsur-unsur tersebut saling berinteraksi sehingga
membentuk satu kesatuan.
Menurut Asdak (2010), DAS dapat dibedakan menjadi tiga daerah yaitu
daerah hulu, tengah dan hilir. Bagian-bagian itu dibedakan berdasarkan
karakteristik biogeofisik. Daerah hulu merupakan daerah konservasi yang ditandai
dengan kerapatan drainase tinggi, kemiringan lereng besar (>15%), tingkat erosi
tinggi dan bukan daerah banjir. Sementara daerah hilir sungai merupakan daerah
pemanfaatan dengan kerapatan drainase rendah, kemiringan lereng kecil (<8%),
tingkat sedimentasi tinggi dan dibeberapa bagian merupakan daerah banjir.
Daerah tengah merupakan daerah transisi sehingga daerah ini sering disebut
bagian transportasi karena menghubungkan antar bagian hulu dengan hilir.
DAS sebagai ekosistem membuat DAS berguna bagi suatu wilayah untuk
mengarahkan upaya pengendalian pencemar air karena semua aktivitas yang
terjadi didalamnya memiliki potensi untuk mempengaruhi kualitas air di
wilayahnya. Kegiatan manusia maupun kejadian alam dapat mempengaruhi
kualitas air. Aktivitas yang terjadi pada suatu tempat/titik tertentu memiliki
potensi untuk mengurangi kualitas air di sungai bagian hilir (Vigil, 2003).
Sungai sering digunakan sebagai buangan, seperti limbah dari pabrik
maupun domestik. Sungai dapat bertindak sebagai penyerap dan sumber di suatu
DAS, tergantung waktu bagian sungai ( Ji, 2009). Anak sungai adalah aliran
sungai yang mengalir ke perairan yang lebih besar (sungai lain, danau, atau
muara). Di suatu DAS, sungai hanya menempati beberapa persen dari keseluruhan
DAS. Karakteristik sungai dapat berubah secara signifikan dari waktu ke waktu
dalam mengahdapi aktivitas manusia maupun kejadian alam. Sungai sangat
bervariasi baik dari segi morfologi, hidrolik, dan karakteristik ekologi, termasuk
(1) kemiringan sungai, lebar, dan kedalaman, (2) laju aliran dan kecepatan aliran,
(3) temperatur air, (4) sedimentasi transportasi dan pengendapan pencemar, dan
(5) aliran masuk nutrien dan proses eutrofikasi.
Secara teknis, pengelolaan sungai terdapat dua aspek utama yang perlu
diperhatikan yaitu kualitas air sungai dan kuantitas sungai atau debit aliran.
b.
Kualitas Air
Kualitas air adalah sifat dan kandungan makluk hidup, zat, energi atau
komponen lain yang berada di dalam air (Effendi, 2003). Menurut Boyd (2000)
Kualitas air merujuk pada kesesuaian air untuk tujuan tertentu dan Sifat fisik,
kimia, atau biologi yang mempengaruhi penggunaan air adalah variabel kualitas
air. Variabel air terdapat sangat banyak, tetapi untuk penggunaan tertentu, hanya
menggunakan beberapa variable yang sangat mempengaruhi kebutuhan.
Parameter fisik, kimia, dan biologi yang biasa digunakan untuk
menentukan kualitas air adaah sebagai berikut.
a. Parameter Fisik
1) Warna
Air murni tidak memiliki warna. Warna dapat dibedakan menjadi
dua jenis menurut sifat penyebabnya yaitu warna sejati dan warna semu.
Warna sejati ditimbulkan oleh koloid-koloid organik atau zat-zat terlarut,
sedangkan warna semu ditimbulkan oleh suspense partikel-partikel
penyebab kekeruhan. Satuan warna adalah TCU (True Colour Unit).
(Siregar, dkk., 2004)
2) Bau dan Rasa
Air yang baik adalah tidak berbau dan berasa. Bau biasanya berasal
dari proses biologi seperti alga dan penguraian zat organik oleh
mikroorganisme atau berasal dari bahan pereduksi dari sulfat. Sementara
rasa dalam air umumnya disebabkan oleh khlor, khlorida, phenol, dan
senyawa kompleks. (Siregar, dkk., 2004)
3) Temperatur
Temperatur merupakan suatu parameter kualitas air yang kritis,
karena temperatur secara langsung mempengaruhi jumlah oksigen terlarut
(DO) yang ada dalam air. Temperatur air yang melebihi 180C berpengaruh
pada beberapa jenis ikan. Hal ini dikarenakan oksigen dibutuhkan oleh
organism yang hidup dalam air. (Siregar, dkk., 2004)
4) Konduktivitas
Konduktivitas (Daya Hantar Listrik/DHL) adalah gambaran
numeric dari kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik. Semakin
banyak ion-ion yang terdapat di dalam air maka semakin banyak juga arus
listrik yang dapat dihantarkan oleh air itu. Besar konduktivitas fluida
dinyatakan dalam microsiemens per centimeter (µS/cm). (Effendi, 2003
dan Siregar, dkk., 2004)
5) Kekeruhan
Kekeruhan disebabkan oleh pasir, zat organik dan anorganik yang
tersuspensi, serta mikroorganisme. Kekeruhan diukur dengan memasukkan
cahaya ke dalam air, apabila cairan tersebut terdapat banyak suspensi
maka cahaya tidak akan tembus tetapi terhamburkan. Kekeruhan
dinyatakan dalam Nephelometric Turbidity Unit (NTU) dan mg/l SiO2.
(Siregar, dkk., 2004)
b. Parameter Kimia
1) pH
pH adalah ukuran konsentarasi ion hidrogen di dalam air.
Pengukuran pH menandai besar kadar alkali atau kadar keasaman.
Besarnya pH dinyatakan pada skala 0 sampai 14, pembacaannya pada
skala 7 dianggap sebagai pH netral. Sementara dibawah 7 menandai kadar
keasaman semakin tinggi, sedangkan diatas 7 menandai air semakin basa.
Sebagian besar biota kauatik hidup pada pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat
mempengaruhi proses biokimiawi perairan. (Effendi, 2003 dan Siregar,
dkk., 2004)
2) Oksigen terlarut (DO)
Oksigen Terlarut (DO) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air
yang di ukur dalam satuan milligram per liter (mg/l). Kadungan DO dalam
air sangatlah penting untuk kehidupan organisme dalam air. Besar oksigen
dalam air dipengaruhi oleh temperatur air. (Siregar, dkk., 2004)
3) Chemical Oxygen Demand (COD)
COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat di degradasi
secara biologis maupun sulit di degradasi secara biologi menjadi CO2 dan
H2O (Boyd, 1998 dalam Effendi, 2003). Keberadaan bahan organik dapat
berasal dari alam ataupun dari aktivitas rumah tangga dan industri.Nilai
COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 29 mg/l
(UNISCO/WHO/UNEP, 1992 dalam Effendi, 2003).
4) Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Secara tidak langsung, BOD merupakan gambaran kadar bahan
organik yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk
mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air (Davis dan
Cornwell, 1991 dalam Effendi, 2003). Pada umumnya, semakin banyak
material organik berada dalam perairan maka semakin besar oksigen
digunakan untuk oksidasi aerobik. Oleh karena itu, oksigen terlarut (DO)
yang dibutuhkan mikroorganisme akan berkurang. Pengukuran BOD
diperoleh di atas atau setelah lima hari dan dinyatakan dalam mg/l.
Perairan alami memiliki nilai BOD antara 0,5 – 7,0 mg/l (Jeffries dan
Mills, 1996 dalam Effendi, 2003)
5) Fosfat
Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh
tumbuhan (Dugan, 1972 dalam Effendi, 2003). Sumber alami fosfat
berasal di perairan berasal dari pelapukan batuan mineral. Keberadaan
fosfor secara berlebihan yang dibarengi dengan keberadaan nitrogen dapat
membuat ledakan pertumbuhan algae di perairan. Kadar fosfor dalam
perairan yang diperkenankan berkisar antara 0,005-0,02 mg/l P-PO4
(UNISCO/WHO/UNEP, 1992 dalam Effendi, 2003).
6) Nitrat
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan
merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat
nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Nitrat tidak
bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Konsumsi air yang
mengandung kadar nitrat yang tinggi akan menurunkan kapasitas darah
untuk mengikat oksigen. Oleh karena itu, kadar nitrat-nitrogen pada
perairan alami hampir tidak pernah melebihi dari 0,1 mg/liter. Kadar nitrat
lebih dari 5 mg/liter menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik
yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. (Effendi, 2003)
c. Parameter Biologi
1) Fecal Caliform
Fecal Caliform adalah mikroorganisme yang tinggal di isi perut
dari semua binatang yang berdarah panas dan didalam tinja binatang.
Bakteri ini merupakan indikasi kehadiran mikroorganisme pembawa
penyakit lain. Pengukuran dinyatakan seperti banyaknya organisme per
100 ml sampel air. (Siregar, dkk., 2004)
Menurut Boyd (2000) kandungan dalam air murni hanya berisi hidrogen
dan oksigen. Namun, di alam ini tidak mungkin terdapat air murni. Hal ini di
karenakan kualitas air dipengaruhi oleh faktor-faktor alami, seperti kondisi
geologi, iklim, dan faktor biologis. Selain itu, terdapat faktor non alami (Kegiatan
manusia) seperti limbah domestik, limbah industri, dan pestisida. Hasil kegiatan
manusia tersebut membuat kualitas air turun dengan cepat baik air permukaan
maupun air tanah. Hal ini dikarenakan pertumbuhan penduduk dan adnaya
peningkatan pertanian dan industri untuk mendukung kelangsungan hidup
manusia.
Gambar 1.1. Siklus Hidrologi (Boyd, 2000)
Air mengalami siklus hidrologi (Gambar 1.1) setiap saat. Proses hidrologi
tidak mengurangi jumlah air yang ada di bumi. Namun, ketika air mengalami
siklus hidrologi maka kualitas mengalami perubahan. Perubahan tersebut terjadi
karena adanya air hujan yang mengalami kontak udara maupun daratan. Limpasan
air hujan biasanya mengandung banyak polutan dan membawa polutan tersebut ke
sungai. Polutan tersebut berasal dari jalan raya, ladang pertanian, area hutan,
lokasi industri maupun permukiman. Kumpulan dari sumber-sumber pencemar
mengakibatkan masalah pencemaran air yang serius. Sebagian besar sumber
pencemar yang berhubungan dengan air di sebut sumber nonpoint karena berasal
dari daerah yang luas.
c.
Debit air
Debit aliran adalah laju aliran atau volume air yang melewati suatu
penampang melintang sungai persatuan waktu, yang biasanya dinyatakan dalam
satuan meter kubik per detik (m3/dtk). Perhitungan debit ditentukan dengan
persamaan sebagai berikut: (Ji, 2009)
𝑄 = 𝐴 × 𝑉……………………..…………………………………( 1.1 )
Keterangan : D = Debit air (m3/dtk)
V = Kecepatan (m/dtk)
A = Luas Penampang saluran air (m2)
Aliran sungai menurut Ji (2009) dapat dipisahkan menjadi dua komponen
yaitu base flow danstrom flow. Base flow berasal dari curah hujan yang merembes
ke dalam tanah dan mengalir di dalam tanah. Base flow biasanya berguna untuk
menopang aliran sungai selama musim kering. Sementara strom flow adalah
limpasan selama atau setelah peristiwa presipitasi dan mencapai sungai. Selain itu
sumber titik, seperti pengolahan air limbah buangan pabrik dan anak sungai ke
sungai juga menambah debit aliran sungai.
Peningkatan debit akan berpengaruh terhadap kadar bahan-bahan alam
yang terlarut ke suatu badan air akan meningkat akibat erosi. Namun, konsentrai
bahan-bahan tersebut yang masuk ke badan air mengalami penurunan akibat
proses pengenceran. Kecepatan aliran juga berpengaruh terhadap kualitas air.
Aliran air lambat memberikan kesempatan limbah pencemar mengendap dan
dapat mengakibatkan aliran sungai menjadi lebih peka terhadap perubahan suhu
(Effendi, 2003 dan Asdak, 2010).
d. Pencemaran air
Air dikatakan tercemar apabila air tersebut telah menyimpang dari keadaan
normalnya. Keadaan normal air tergantung pada faktor penentu, yaitu kegunaan
air itu sendiri dan asal sumber air. Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah
tercemar menurut Wardhana (2004) adalah adanya perubahan atau tanda yang
dapat diamati melalui:
a. Adanya perubahan suhu air.
b. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion Hidrogen.
c. Adanya perubahan warna bau dan rasa air.
d. Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut.
e. Adanya mikroorganisme.
f. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan.
Gambar 1.2. Diagram Alur Pencemaran Potensial di Lingkungan Perairan
(Chapman, 1996)
Secara umum, polutan dapat dilepaskan ke lingkungan sebagai gas, zat
terlarut atau dalam pertuk partikel. Polutan mencapai lingkungan melalui berbagai
cara. Hal ini diilustrasikan pada Gambar 1.2 dalam bentuk skema jalur utama
polutan yang mempengaruhi kualitas air. Pencemaran dapat dibagi menjadi 2
menurut sumber perncemar yaitu sumber point dan nonpoint. Perbedaan dari
kedua sumber tersebut adalah sumber titik dapat dikumpulkan atau dikontrol.
Sumber titik (point) polusi berasal dari instalasi pengolahan air limbah operasi
industri dan rumah tangga. Sumber nonpoint berasal dari akumulasi limpasan air
hujan dari daerah yang luas, seperti daerah perkotaan, lahan pertanian, lokasi
konstruksi, dll. (Boyd, 2000 dan Chapman, 1996)
e.
Status Mutu Air
Menurut KepMen LH No. 115 Tahun 2003, tentang Pedoman Penentuan
Status Mutu Air bahwa status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang
menunjukan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu
tertentu dengan membandingkan baku mutu air yang ditetapkan. Baku mutu
merupakan ukuran batasan atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen
yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang di tenggang
keberadaannya di dalam air (Siregar, dkk., 2004). Penentuan status mutu air dapat
menggunakan metode Storet atau metode Indeks Pencemaran (IP).
Metoda Storet merupakan salah satu metode untuk menentukan status
mutu air yang umum digunakan. Prinsip metode Storet adalah membandingkan
antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan
peruntukannya guna menentukan status mutu air. Metode Storet membutuhkan
data kualitas air dan debit air secara periodik sehingga membentuk data dari
waktu ke waktu. (KepMen LH No. 115 Tahun 2003)
Metode Indeks Pencemaran (IP) digunakan untuk menentukan tingkat
pencemaran terhadap parameter kualitas air yang diijinkan (Baku mutu air). Baku
mutu air sebagaimana yang dimakud dalam Pergub DIY No. 20 tahun 2008
ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian kelas air dan kriteria mutu air. Metode ini
menghubungkan tingkat pencemaran suatu perairan yang dipakai untuk
peruntukan tertentu dengan nilai parameter-parameter tertentu. Data kualitas air
yang digunakan adalah sesaat.
1.7.
Penelitian Sebelumnya
Kusuma (2005) melakukan penelitian dengan judul Kajian Perubahan
Kualitas air Sungai Code Setelah Melewati Kawasan Perkotaan Tahun 2005.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kualitas air Sungai Code
pada lokasi sebelum memasuki kawasan perkotaan, daerah perbatasan, di kawasan
perkotaan dan setelah melewati kawasan perkotaan. Pengambilan sampel air
sungai dilakukan pada musim kemarau dengan metode purposive sampling. Hasil
penelitian ini terdapat adanya perbedaan kualitas air sungai yang dipengaruhi
oleh karakteristik limbah pada tiap kawasan. Kawasan sebelum perkotaan,
kualitas air Sungai Code belum melampaui baku mutu. Sedangkan pada kawasan
perkotaan dan setelah perkotaan kualitas air Sungai Code telah melewati baku
mutu.
Zulkifli (2010) dalam penelitian yang berjudul Analisa Perubahan Kondisi
DAS Bedog dan DAS Winongo.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kondisi
DAS Bedog dan DAS Winongo pada tahun 1998 dan 2005. Metode yang
digunakan adalah metode perbandingan antar DAS bedog dan DAS Winongo.
Perbandingan dilakukan dengan analisis pembobotan beberapa variabel. Variabel
yang digunakan seperti koefisisen regim sungai, koefisien variansi, Indeks
penggunaan lahan, dan tekanan penduduk terhadap lahan pertanian. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kondisi DAS Bedog dan DAS Winongo tahun
1998 dan 2005 tidak mengalami perubahan. Tahun 1998 dan 2005, DAS Bedog
memiliki kondisi buruk. Sedangkan DAS Winongo dalam kondisi sedang tahun
1998 dan 2005.
Studi Perubahan Kualitas Air Sungai Winongo Tahun 2003 dan 2012 yang
dilakukan Permana (2012), bertujuan untuk mengetahui perubahan kualitas air
Sungai Winongo pada tahun 2003 dan 2012. Metode yang digunakan adalah
metode perbandingan antara hasil sampel parameter kualitas air dengan baku
mutu air Pergub DIY No. 20/2008 tentang baku mutu air di DIY. Sedangkan
untuk teknik analisis menggunakan analisis deskriptif dengan membandingkan
kualitas air Sungai Winongo tahun 2003 dan 2012. Penelitian ini menghasilkan
kesimpulan bahwa kualitas air Sungai Winongo mengalami perubahan dari tahun
2003 hingga 2012.
Penelitian Lazarus (2012) yang berjudul Pencemaran Air Sungai Remu
kaitannya dengan Penggunaan Lahan dan Aktivitas Masyarakat di DAS Remu
Kota Sorong Provinsi Papua Barat bertujuan menganalisis pencemaran air Sungai
Remu berdasarkan sifat fisik, kimia dan biologi; dan mengevaluasi pengaruh
penggunaan lahan dan aktivitas masyarakat terhadap pencemaran air Sungai
Remu. Metode yang digunakan adalah metode eksploratif dengan pendekatan
survei. Sementara pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling
yang didasarkan pada tata guna lahan. Hasil penelitian menunjukkan Sungai
Remu berdasarkan PP No 82 tahun 2001, telah melewati ambang batas baku mutu
air untuk golongan I sehingga Sungai Remu tidak layak sebagai sumber air
minum. Selain itu, hasil korelasi menunjukan bentuk penggunaan lahan
berpengaruh terhadap penurunan kualitas air Sungai Remu.
Penelitian dengan judul Kajian Kualitas Air Sungai Code Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta yang dilakukan oleh Imroatushshoolikhah (2013) memiliki
tujuan menganalisis kualitas air Sungai Code secara fisik dan kimia, serta
membandingkan kualitas air Sungai Code pasca erupsi Merapi 2010. Metode yang
digunakan adalah purposive sampling yang mewakili kawasan tengah Sungai
Code dan hilir Sungai Code. Hasil penelitian menunjukan adanya parameter
kualitas air yang tidak memenuhi baku mutu air kelas I. Erupsi merapi
mempengaruhi penurunan kualitas sulfida dan kekeruhan.
Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian-penelitian
tersebut adalah penggunaan metode Indeks Pencemaran (IP) untuk mengetahui
perubahan kualitas air selain membandingkan dengan baku mutu air kelas II
Pergub DIY No. 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air di DIY. Penelitian yang
dilakukan penulis berada di Sungai Progo bagian hilir.Penelitian ini mengambil
waktu dari tahun 2009-2013. Hal tersebut ditujukan supaya terdapat perubahan
kualitas air karena memiliki jangka waktu yang cukup lama. Penelitian dilakukan
dibagian hilir sungai karena daerah akumulasi, sehingga dimungkinkan
mengalami perubahan kualitas air.
Tabel 1.1 Penelitian yang telah Dilakukan Sebelumnya
Nama
Peneliti
Evi
Maria
Kusuma
Tahun
Judul
Tujuan
Metode
Hasil
2005
Kajian Perubahan
Kualitas Air
Sungai Code
Setelah Melewati
Kawasan
Perkotaan Tahun
2005
Survey
purposive,
analisis
deskriptif
Eko
Zulkifli
2010
Analisis
Perubahan
Kondisi DAS
Bedog dan DAS
Winongo
Sebelum perkotaan,
kualitas air sungai
belum melampaui
baku mutu.
Kualitas air sungai
melampaui baku
mutu pada kawasan
perkotaan dan setelah
melewati perkotaan.
Kondisi Kualitas
DAS Bedog dalam
kondisi buruk dan
DAS Winongo dalam
kondisi sedang pada
tahun 1998 dan 2005.
Dhanny
Indra
Permana
2012
Studi Perubahan
Kualitas Air
Sungai Winongo
Tahun 2003 dan
2012
Mengetahui
perbandingan
kualitas air sungai
pada kawasan
sebelum memasuki
perkotaan,
perkotaan dan
setelah melewati
perkotaan
Mengetahui
perubahan kondisi
DAS berdasarkan
penggunaan lahan,
parameter hidrologi
dan tekanan
penduduk
Mengetahui
perubahan kualitas
air Sungai Winongo
pada tahun 2003
dan 2012
Desi
Natalia
Lazarus
2012
Pencemaran Air
Sungai Remu
kaitannya dengan
Penggunaan
Lahan dan
Aktivitas
Masyarakat di
DAS Remu Kota
Sorong Provinsi
Papua Barat
metode
eksploratif.
purposive
sampling
Imroatus
hshoolik
hah
2013
Kajian Kualitas
Air Sungai Code
Provinsi Daerah
Istimewa
Yogyakarta
menganalisis
pencemaran air
Sungai Remu.
mengevaluasi
pengaruh
penggunaan lahan
dan aktivitas
masyarakat
terhadap
pencemaran air
Sungai Remu
menganalisis
kualitas air Sungai
Code secara fisik
dan kimia, serta
membandingkan
kualitas air Sungai
Code pasca erupsi
Merapi 2010
Survey
purposive,
analisis
Kuantitatif
Survey
purposive,
analisis
deskriptif
purposive
sampling
Terjadi penurunan
kualitas fisik dan
peningkatan kualitas
biologi dari tahun
2003 dan pencemaran
oleh beberapa
parameter kualitas air
Sungai Remu
berdasarkan PP No
82/ 2001, melewati
ambang batas baku
mutu air untuk
golongan I.
Penggunaan lahan
berpengaruh terhadap
penurunan kualitas
air Sungai Remu
parameter kualitas air
yang tidak memenuhi
baku mutu air kelas I.
Erupsi merapi
mempengaruhi
penurunan kualitas
sulfida dan kekeruhan
1.8.
Kerangka Pemikiran
DAS merupakan suatu ekosistem yang didalamnya terdapat berbagai
aktivitas. Penelitian dilakukan di DAS Progo bagian hilir yang di batasi oleh
daerah yang memiliki kemiringan lereng < 8% dan berada di wilayah administrasi
D.I. Yogyakarta (Gambar 1.3). Aktivitas manusia di DAS Progo bagian hilir yang
berkaitan dengan penggunaan lahan dapat memberikan pengaruh terhadap
lingkungan. Salah satu pengaruh yaitu merubah kualitas air sungai menjadi
menurun. Penurunanan kualitas air jika tidak diatasi akan menjadi pencemaran air
sungai. Pencemaran ini diakibatkan karena tidak adanya pengolahan limbah
terlebih dahulu dari hasil limbah domestik. Selain itu, penggunaan pupuk kimia
dan pestisida dalam pertanian tidak dapat diserap oleh tanaman, sehingga
terhanyutkan oleh aliran permukaan dan menjadi satu di tubuh sungai.
Pencemaran di kawasan hilir merupakan akumulasi dari kawasan hulu dan tengah
sungai. Kawasan hulu di dominasi pencemaran dari pertanian, sementara di
bagian tengah dan hilir di dominasi oleh penggunaan lahan non pertanian, seperti
permukiman dan tempat industri.
Pembuangan limbah cair maupun padat di Sungai Progo yang berasal dari
aktivitas manusia dapat menurunkan kualitas air. Air sungai memiliki kapasitas
tertentu di tiap parameter kimia maupun fisik. Apabila melebihi kapasitas air
sungai tersebut dapat dikatakan tercemar. Kapasitas kandugan tersebut tertera
pada Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 20 Tahun 2008
tentang Baku Mutu Air di Daerah Istimewa Yogyakarta. Baku mutu air yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan baku mutu air kelas II. Parameter
yang digunakan untuk mengetahui pencemaran diantaranya adalah DHL, pH,
bau, rasa, suhu, DO, BOD, COD, Nitrat dan Fosfat
Pemantauan kualitas air sungai dilakukan secara periodik dari tahun 20092013 dan hanya dilakukan di bagian hilir Sungai Progo. Hal ini dikarenakan
bagian hilir merupakan bagian akumulasi sehingga mudah terjadi pencemaran air.
Pemantauan kualitas air sungai bertujuan untuk mengetahui perubahan kualitas air
pertahun dari tahun 2009-2013.
Gambar 1.3. Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Progo Bagian Hilir
Penelitian ini adalah bersifat kuantitatif dengan analisis deskriptif. Sampel
air sungai menghasilkan nilai yang dapat diukur dan dihitung. Nilai tersebut dapat
dibandingkan dengan baku mutu air pada Peraturan Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air di Daerah Istimewa
Yogyakarta untuk mengetahui kegunaan air sungai yang sesuai dan penentuan
status mutu air menggunakan Metode Indeks Pencemaran. Perubahan kualitas air
juga dapat dibandingkan antar titik pengambilan sampel sehingga dapat diketahui
faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas air sungai.
Gambar 1.4. Diagram Alir Pemikiran
1.9.
Batasan Istilah
Daerah Aliran Sungai : Kesatuan ruang yang terdiri atas unsur abiotik
(tanah, air, udara), biotik (vegetasi, binatang dan
organism hidup lainnya) dan kegiatan manusia
yang saling berinteraksi dan saling ketergantungan
satu sama lain, sehingga merupakan kesatuan
ekosistem. (Sudaryono, 2002)
Kualitas air
: Sifat dan kandungan makluk hidup, zat, energi
atau komponen lain yang berada di dalam air
(Effendi, 2003).
Mutu air
: Kondisi kualitas air yang di ukur dan atau diuji
berdasarkan
parameter-parameter
tertentu
dan
metode tertentu berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku (Siregar, dkk., 2004)
Status Mutu air
: Tingkat kondisi mutu air yang menunjukan
kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber
air dalam waktu tertentu dengan membandingkan
baku mutu air yang di tetapkan (Kepmen LH No.
115 Tahun 2003)
Baku Mutu air
: Ukuran batasan atau kadar makhluk hidup, zat,
energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan
atau
unsur
pencemar
yang
di
tenggang
keberadaannya di dalam air (Siregar, dkk., 2004)
Pencemaran air
: Masukan zat , energi atau komponen lain ke
dalam badan air yang membuat kualitas air
menurun
sampai
ke
tingkat
tertentu
yang
menyebabkan tidak lagi berfungsi sesuai dengan
peruntukannya. (Effendi, 2003)
Download