BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentagamavunon-0 (PGV-0) atau 2,5-bis-(4'-hidroksi-3- metoksibenzilidin)-siklopentanon merupakan salah satu senyawa analog kurkumin yang berhasil di sintesis oleh Sardjiman (2000) dengan menggunakan siklopentanon untuk mengubah gugus asetil aseton pada kurkumin. Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa PGV-0 memiliki aktivitas sebagai penghambat enzim siklooksigenase-1 (Sardjiman, 2000), siklooksigenase-2 (Septisetyanti, et al, 2008), antiinflamasi, antibakteri, antioksidan, (Reksohadiprodjo et al., 2004), antioksidan (Sardjiman et al., 1997), penghambat pertumbuhan sel kanker payudara T47D (Meiyanto et al., 2006), menurunkan ekspresi protein Bcl-2, meningkatkan ekspresi protein Bax, dan memicu apotosis sel luteal (Hadi et al, 2010). Selain aktivitasnya yang beragam, PGV-0 juga bersifat non toksik dan aman untuk saluran gastrointestinal (Reksohadiprojo et al, 2004). Namun senyawa PGV-0 memiliki kekurangan dalam hal bioavailabilitas, dimana bioavailabilitas pada pemberian oral hanya 5,8% (Hakim, dkk., 2004). Maka dari itu, dikembangkan metabolit aktif dari PGV-0, yaitu Tetrahidropentagamavunon-0 (THPGV-0) untuk menutupi kelemahan PGV-0. PGV-0 sebagai analog kurkumin disintesis untuk meningkatkan kestabilan dan efeknya. Kurkumin memiiliki tiga bagian farmakofor yang terdiri dari dua buah bagian aromatis, bagian ikatan dien-dion (Robinson et al, 2003). Salah satu modifikasi yang dapat dilakukan terhadap senyawa kurkumin adalah dengan memodifikasi bagian ikatan dien-dion. Hal ini juga yang dilakukan pada PGV-0, dengan tujuan memberikan efek yang lebih besar, namun aman dan tetap memiliki spektrum yang sama dengan kurkumin (Da’i et al, 2006). Gambar 1. Farmakofor kurkumin (Robinson et al, 2003) (Da’i et al, 2006) THPGV-0 atau 2,5-bis-(4ꞌ-hidroksi-3ꞌ-metoksi- benzil)siklopentanon telah dapat disintesis melalui hidrogenasi PGV-0 dengan katalis Palladium/Karbon (Pd/C). THPGV-0 berupa serbuk kristal amorf putih, dengan jarak lebur 122-123°C (Ritmaleni & Simbara, 2010). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, THPGV-0 memiliki aktivitas antioksidan yang lebih baik dari PGV-0 (Simbara, 2009), aktivitas antibakteri yang lebih baik dari PGV-0 (Ritmaleni et al, 2013), menghambat pelepasan histamine pada sel RBL-2H3 terinduksi antigen (Nugroho et al, 2010), serta memiliki aktivitas sebagai antifungi (Agustina, 2010). Tabel I. Rendemen hasil sintesis bentuk tereduksi analog kurkumin Starting Material Target Material PGV1 THPGV-1 C7 Rendemen 18% (Andinim 2012) THC-7 27,53% (Abimantranahita, 2010) HGV-5 THHGV-5 23.03% (Wibowo, 2013) HGV-7 THHGV-7 19,21% (Praditya, 2010) Melihat potensi senyawa THPGV-0, perlu ditemukan metode untuk memperoleh hasil sintesis yang optimal. Variasi katalis telah dilakukan dengan Pd/C, besi (III) klorida (FeCl3), aluminium klorida (AlCl3), dan seng klorida (ZnCl2) namun target material THPGV-0 hanya terbentuk pada hidrogenasi PGV-0 dengan katalis Pd/C (Ritmaleni dan Lestari, 2013). Untuk mendapatkan nilai rendemen yang lebih baik, dikembangkan metode sintesis THPGV-0 melalui mekanisme reaksi yang berbeda, yaitu substitusi α antara siklopentanon dan 4-(bromometil)-2metoksifenol. B. Rumusan Masalah Apakah mampu mensintesis senyawa THPGV-0 melalui reaksi subtitusi α antara siklopentanon dan 4-(bromometil)-2-metoksifenol? C. Pentingnya Penelitian Diusulkan Penelitian ini penting untuk dilakukan untuk melengkapi informasi ilmiah terkait pengembangan senyawa analog korkomin, terutama sintesis senyawa analog kurkumin, sehingga dapat digunakan secara maksimal sebagai obat yang lebih poten. D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah senyawa THPGV-0 dapat disintesis melalui reaksi subtitusi α antara siklopentanon dan 4-(bromometil)-2-metoksifenol . E. Tinjauan Pustaka 1. Pentagamavunon-0 (PGV-0) Pentagamavunon-0 (PGV-0) atau 2,5-bis-(4’-hidroksi-3- metoksibenzilidin)-siklopentanon merupakan senyawa analog kurkumin yang berhasil disintesis oleh Sardjiman (1997) dengan menggunakan siklopentanon untuk menggantikan gugus asetilaseton pada kurkumin. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada PGV-0, diketahui bahwa PGV-0 memiliki aktivitas sebagai inhibitor enzim siklooksigenase-1, siklooksigenase-2, antiinflamasi, antibakteri, dan antioksidan (Sardjiman,2000; Septisetyanti et al, 2008; Reksohadiprojo et al, 2008). PGV-0 juga diketahui memiliki aktivitas sebagai penghambat pertumbuhan sel kanker payudara T47d, menurunkan ekspresi protein Bcl2, meningkatkan ekspresi protein Bax, dan memicu apotosis sel luteal (Meiyanto et al, 2006; Hadi et al, 2010). Namun, PGV-0 memiliki kekurangan dalan hal bioavailabilitas, dimana bioavailabilitas pada penggunaan oral hanya 5,8% (Hakim et al, 2004). 2. Tetrahidropentagamavunon (THPGV-0) Tetrahidropentagamavunon-0 (THPGV-0) yang memiliki nama IUPAC 2,5-bis-(4ꞌ-hidroksi-3ꞌ-metoksi-benzil)siklopentanon, adalah bentuk tereduksi dari PGV-0 yang diperkirakan sebagai metabolit aktif PGV-0 yang lebih poten aktivitas biologisnya dan stabilitasnya (Ritmaleni dan Simbara, 2010). Senyawa ini telah berhasil disintesis oleh Ritmaleni dan Simbara (2010), dimana hasil THPGV-0 tersebut berupa serbuk kristal amorf putih, memiliki jarak lebur 122-123°C, dengan rendemen sebesar 25% dan berat molekul (BM) 356 g/mol. Mintariyanti (2010) berhasil mendapatkan rendemen yang berkisar pada 40% dengan penggunaan pelarut polar protik, yaitu metanol. THPGV-0 memiliki aktivitas antioksidan yang lebih baik dibandingkan dengan PGV-0, dibuktikan dengan nilai IC50 THPGV-0 sebesar 29,19 mM dan PGV-0 sebesar 64,56 mM (Simbara, 2009). IC50 adalah parameter yang menunjukkan aktivitas senyawa, makin kecil nilainya, makin baik aktivitasnya. THPGV-0 juga memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik dari PGV-0 (Ritmaleni et al, 2013) serta menghambat pelepasan histamine pada sel RBL-2H3 terinduksi antigen (Nugroho et al, 2010) dan memiliki aktivitas sebagai antifungi (Agustina, 2010). O H3CO OH O OCH3 H3CO OCH3 OH OH (a) OH (b) Gambar 2. Struktur PGV-0 (a) dan THPGV-0 (b) THPGV-0 telah terbukti tidak dapat disintesis melalui hidrogenasi PGV-0 dengan katalis FeCl3, AlCl3, dan ZnCl2 dan hanya diperoleh dari hidrogenasi PGV-0 dengan katalis Pd/C (Ritmaleni et al, 2013). 3. Reaksi Substitusi Alfa Reaksi substitusi α merupakan reaksi antara suatu molekul karbonil yang memiliki hidrogen alfa (Hα) dengan suatu molekul elektrofilik melalui intermediet enol dalam suasana asam atau ion enolat dalam suasana basa (McMurry, 2010). Salah satu penerapan dari reaksi ini adalah reaksi alkilasi ion enolat, dimana suatu senyawa karbonil yang diaktifasi menjadi enol ataupun ion enolat akan bereaksi dengan suatu alkil halida. Hasil dari reaksi ini adalah molekul alkil dari alkil halida akan berikatan dengan atom Cα. Beberapa contoh sukses dari penerapan reaksi substitusi α ini, khususnya pada reaksi alkilasi ion enolat, adalah kesuksesan Vanderwerf dan Lemmerman pada tahun 1948 telah berhasil mensintesis 2alilsikloheksanon dari sikloheksanon dan 3-bromoprop-1-ene. Selain itu, Gall dan House (1972) telah berhasil mensintesis senyawa 2-benzil-2metilsikloheksanon dan senyawa 2-benzil-6-metilsikloheksanon dari 2metilsikloheksanon dan benzilbromida. Kawabata et al (1994) juga berhasil mensintesis asam amino tersubstitusi α asimetris, dimana molekul asam amino fenilalanin dalam suasana basa direaksikan dengan suatu molekul alkil halida dalam pelarut THF. 4. Reaksi Brominasi Alkohol Alkohol merupakan salah satu senyawa organik yang paling berguna. Salah satu reaksi dasar yang melibatkan alkohol sebagai starting material adalah konversi alkohol menjadi alkilhalida. Senyawa alkilhalida sendiri merupakan senyawa yang berguna karena sifatnya yang reaktif, terutama sebagai sumber karbon elektrofil (Saputra et al, 2014). Karena alkilhalida sangat penting, maka ada banyak metode yang telah dikembangkan untuk mensintesisnya dari alkohol. Metode yang paling sederhana adalah dengan mereaksikan alkohol dengan asam-asam halide melalui reaksi SN1. Reaksi ini paling efektif berjalan pada senyawa alkohol tersier, dan akan membutuhkan kondisi reaksi yang lebih keras pada alkohol primer dan sekunder (McMurry, 2010). Kamm dan Marvel (1921) telah berhasil mensintesis berbagai macam senyawa bromoalkana dari alkohol primer dengan menggunakan asam bromida maupun natrium bromida, diamana alkohol primer, asam bromida (atau natrium bromida), dan asam sulfat pekat direfluks untuk kemudian dilanjutkan dengan destilasi. Selain itu, karena sifatnya yang reaktif, senyawa bromoalkana umumnya digunakan sebagai senyawa antara dalam suatu sistim reaksi yang lebih besar, seperti yang dilakukan oleh Jin et al (2007) dalam sintesis pemanjangan isoprenoid yang stereoselektif, farnesilbromida dimana untuk (E,E)-farnesol kemudian disintesis direaksikan menjadi lebih lanjut (E,E)untuk menghasilkan (E,E,E)-geranilgeraniol. 5. Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pemisahan campuran senyawa organik berdasarkan perbedaan interaksi adsorpsi dan partisi antara komponen campuran dengan fase diam dan fase geraknya. Pemisahan tergantung dari kecepatan migrasi sampel dalam campuran tersebut (Mulja dan Suharman, 1995). Prinsip KLT adalah penggunaan fase diam datar yang kemudian dikembangkan dengan fase gerak, untuk kemudian dilakukan deteksi setelah hilangnya fase gerak pada permukaan fase diam. Komponen campuran terelusi melewati fase diam bersama dengan fase gerak. Fase gerak melewati fase diam dengan gaya kapiler dan kadang gaya grafitasi atau tekanan. Setiap komponen campuran memiliki kecepatan migrasi berbeda (Fried dan Sherma, 1994). KLT adalah metode yang paling cepat, mudah, dan sering digunakan untuk menentukan tingkat kemurnian suatu senyawa. Kemurnian suatu senyawa dapat diketahui berdasarkan jumlah, warna, bentuk, dan nilai Rf (Retention factor) dari bercak suatu senyawa. Nilai Rf merujuk kepada migrasi relatif analit dan terkait dengan faktor perlambatan analit dalam suatu sistem KLT. Nilai Rf didefinisikan sebagai: (Gandjar dan Abdul, 2013). Pemisahan suatu senyawa berwarna dengan menggunakan kromatografi akan mudah terlihat daripada pemisahan senyawa yang tidak berwarna. Visualisasi bercak pada KLT dapat dilakukan dengan menggunakan sinar ultraviolet (UV) pada plat KLT yang mengandung indikator flouresensi, namun cara ini terbatas untuk senyawa yang mempunyai cincin aromatic atau kromofor (Gritter et al., 1991). Cara lain adalah menggunakan pereaksi penampak bercak yang mampu bereaksi spesifik terhadap gugus-gugus tertentu (Prahastiwi, 2009). Secara umum, KLT merupakan bentuk kromatografi yang paling luas penggunaannya, sangat bermanfaat untuk analisis kualitatif secara cepat terhadap suatu campuran, memonitor suatu reaksi, serta menentukan parameter operasional yang dibutuhkan dalam kromatografi kolom preparatif (Sharp et al, 1989). 6. Pemisahan dan Pemurnian Teknik pemisahan dalam kimia adalah suatu metode untuk memicu transfer masa pada sebuah produk campuran menjadi dua atau lebih fraksi produk, dimana salah satu fraksi mengandung lebih banyak komponen tertentu dari pada fraksi lainnya. Dalam beberapa kasus, suatu proses pemisahan mampu memisahkan suatu campuran menjadi komponenkomponen murni (Wilson et al, 2000). Sebagian besar reaksi kimia tidak dapat terjadi secara sempurna dan akan membentuk suatu produk samping. Sedangkan produk kotor (crude product) suatu reaksi umumnya terkontaminasi dengan senyawa lain. Metode pemisahan yang dapat dilakukan pada produk padat adalah teknik rekristalisasi (Anonim, 2016). Salah satu teknik kristalisasi yang sering digunakan adalah melarutkan kristal kotor kedalam pelarut mendidih yang sesuai. Campuran yang terbentuk dapat disaring-panas jika diperlukan, dan kemudian dibiarkan untuk dingin secara perlahan. Umumnya dengan semakin cepat terbentuk kristal, semakin banyak pula pengotor yang terjebak didalam padatan. Kristalisasi secara perlahan mampu membentuk kristal yang selektif karena senyawa sampel dapat menyusun molekulnya dengan tepat sesuai dengan pola geometris molekul kristal. Molekul yang tidak diinginkan (pengotor) yang tidak sesuai dengan pola geometris kristal akan tetap berada dalam larutan (Mayo et al, 2001). F. Landasan Teori O O OCH3 H3CO HO C-C H3CO OH 3 C H OCH3 H2C + OH Sinton Positif HO Sinton Negatif O OCH3 Br H3CO OH HO 5 4 O O C-C H3CO H3CO CH2 + HO Sinton Positif HO 4 H3CO Br H C Sinton Negatif O HO 5 H3CO Br IGF H3CO 6 OH HO HO 5 7 Gambar 3. Analisis diskoneksi sintesis THPGV-0 Dilakukan analisis diskoneksi kepada THPGV-0 untuk mengetahui bisa tidaknya THPGV-0 3 disintesis melalui reaksi substitusi α . Mulamula dilakukan diskoneksi C-C pada ikatan antara metil-2-metoksifenol dan atom Cα dari siklopentanon pada salah satu lengan. Dari hasil diskoneksi tersebut, didapatkan sinton negatif pada bagian Cα dari siklopentanon, dan sinton positif pada bagian C benzyl. Dari kedua sinton tersebut, kemudian dicari senyawa sintetis ekuivalen dari kedua sinton tersebut. Pada tahap ini didapat sintetik ekuivalen berupa senyawa 2-[(4hidroksi-3-metoksifenil)metil]siklopentan-1-on 4 dan senyawa 4(bromometil)-2-metoksifenol 5. Senyawa 2-[(4-hidroksi-3- metoksifenil)metil]siklopentan-1-on 4 masih terlalu rumit dan tidak tersedia dipasaran, sehingga perlu dilakukan diskoneksi lebih lanjut. Kembali dilakukan diskoneksi C-C pada ikatan antara gugus benzyl dan Cα dari gugus siklopentanon, untuk menghasilkan sinton negatif pada bagian Cα dari siklopentanon, dan sinton negatif pada bagian C benzyl. Kemudian dicari sintetis ekuivalen dari kedua sinton tersebut, yaitu siklopentanon 6 dan 4-(bromometil)-2-metoksifenol 5. Namun karena 4(bromometil)-2-metoksifenol 5 tidak tersedia dipasaran, maka dilakukan interkonversi gugus fungsi berupa hidrolisis pada 4-(bromometil)-2metoksifenol 5 agar menjadi 4-(hidroksimetil)-2-metoksifenol 7. Berdasarkan analisis diskoneksi diatas, maka sintesis THPGV-0 dapat dilakukan melalui starting material siklopentanon dan 4(bromometil)-2-metoksifenol. G. Hipotesis Sintesis senyawa THPGV-0 3 dimulai dengan konversi 4(hidroksimetil)-2-metoksifenol 7 menjadi 4-(bromometil)-2-metoksifenol 5 untuk kemudian dikondensasikan dengan siklopentanon 6. Sintesis senyawa 5 dimulai dengan aktivasi senyawa 7 oleh ion H+ pada gugus – OH untuk membenttuk gugus –OH2+. Gugus –OH2+ kemudian pergi dan digantikan oleh ion Br- sehingga membentuk senyawa 5. Pada pembentukan senyawa 3, atom H+ ditarik oleh gugus karbonil pada senyawa 6 dan menghasilkan spesi enol dari senyawa 6. Spesi enol ini kemudian mengikat molekul 5, yang juga memicu pelepasan ion Br- dari molekul senyawa 5, untuk menghasilkan senyawa 4. Gugus karbonil pada senyawa 4 kemudian bereaksi dengan ion H+, dan spesi enol yang terbentuk berikatan dengan molekul 5 yang lain untuk kemudian menghasilkan senyawa 3. H3CO OH H3CO H HO HO 7 O H OH H O H HO Br 5 O OCH3 OH 6 H3CO -H2O H Br H H3CO Br OCH3 - Br 4 O OCH3 Br HO OH O H OCH3 H OH OH -Br O OCH3 H3CO HO 3 OH Gambar 4. Rancangan Mekanisme Reaksi Sintesis THPGV-0 Berdasarkan analisis mekanisme reaksi diatas, maka senyawa THPGV-0 dapat disintesis dengan starting material siklopentanon dan 4(bromometil)-2-metoksifenol dalam suasana asam, dimana 4- (bromometil)-2-metoksifenol dipreparasi melalui reaksi brominasi pada 4(hidroksimetil)-2-metoksifenol.