11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Agency Theory (Teori Keagenan

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Agency Theory (Teori Keagenan)
Berle dan Means (1932) mengembangkan teori agensi dan
berpendapat bahwa terdapat kesenjangan antara pemilik (pemegang
saham) dan pengelola perusahaan (manajer) yang timbul dari
penurunan kepemilikan saham. Kondisi ini mengakibatkan para
manajer
untuk
mengejar
kepentingan
mereka
sendiri,
bukan
memaksimalkan nilai pemegang saham (nilai perusahaan).
Jensen dan Meckling, (1976) menjelaskan bahwa manajer
tidak selal u menjalankan perusahaan untuk memaksimalkan nilai
perusahaan. Hubungan keagenan adalah kontrak di mana satu atau
lebih
orang
( principal)
melibatkan
orang
lain
( agent)
untuk
melakukan pengelolaan perusahaan, bertindak atas nama principal
dan
mendelegasikan
beberapa
pengambilan
keputusan
otoritas
kepada agent”. Kenyataannya adalah bahwa kepentingan manajer
dan pemegang saham tidak selalu sama. Manajer yang bertanggung
jawab
menjalankan
perusahaan
cenderung
mencapai
tujuan
pribadinya daripada memaksimalkan ke untungan pemegang saham.
Manajer akan menggunakan kelebihan free cash flow yang tersedia
untuk memenuhi kepentingan pribadinya b ukannya meningkatkan
nilai perusahaan (Jensen dan Ruback, 1983 ; Boodhoo, 2009 ).
11
12
Masalah utama yang dihadapi pemegang saham adalah untuk
memastikan
bahwa manajer tidak menghabiskan free cash flow
untuk investasi yang tidak menguntungkan atau yang memiliki nilai
NPV (Net Present Value ) negatif.
Free cash flow ini harus
dikembalikan kepada pemegang saham misal nya untuk pemb ayaran
dividen atau untuk b iaya pemantauan manajer sehingga manajer
bertindak sesuai dengan
kepentingan pemegang saham . Biaya ini
disebut agency cost. Semakin tinggi kebutuhan untuk me monitoring
manajer, semakin
ti nggi
agency cost
yang harus dikeluarkan
perusahaan (Jensen, 1986).
Menurut Fauz dan Roshid i, (2007) ; (Wahidahwati, 2001)
konflik keagenan dapat di minimalisasi dengan beberapa alternatif
berikut:
1) Meningkatkan pendapatan perusahaan melalui penggunaan
hutang, sehingga akan menurunkan tingkat konflik antara
pemegang saham dengan manajer (Mahadwartha dan Hartono,
2002).
2) Meningkatkan proporsi kepemilikan institusional. Penggunaan
investor
institusional
sebagai
monitoring
agent
akan
mendorong meningkatnya pengawasan yang lebih optimal
terhadap kinerja manajemen.
13
2.2
Kepemilikan Institusional
Kepemilikan Institusional adalah proposi saham yang dimiliki
institusi pada akhir tahun yan g diukur dengan persentase (Najjar
and Taylor, 2008) . Kepemilikan institusional juga didefinisikan
sebagai sejumlah proporsi saham yang dimiliki oleh institusi.
Investor
institusional
dibedakan
menjadi
2
(dua)
yaitu
investor institusional aktif dan investor institusional pasif. Investor
institusional aktif adalah investor yang secara aktif terlibat dalam
pengambilan keputusan strategis perusahaan, sedangkan investor
pasif
adalah
keputusan
investor
perusahaan.
perusahaan
yang
tidak
Investor
investasi,
bank,
terlibat
dalam
institusional
perusahaan
pengambilan
tersebut
asuransi
seperti
maupun
kepemilikan lembaga dan perusahaan.
Kepemilikan institusional sebagai penyelesaian yang paling
benar
sebab
kepemilikan
institusional
me miliki
peranan
yang
penting pada perusahaan karena dapat mengkontrol manajemen
dengan pengawasan yang lebih e fisien (Najjar and Taylor, 2008 ).
Kepemilikan institusional dide finisikan sebagai sejumlah proporsi
saham yang dimiliki oleh institusi (List yani, 200 5). Semakin
terkonsentrasi kepemilikian saham dalam suatu perusahaan, maka
pengawasan yang dilaksanakan oleh pemilik akan semakin efektif
sebab
manajemen
akan
semakin
berhati -hati
(Sujoko
dan
14
Soebiantoro, 2007) dikarenakan pihak manajemen akan bekerja
untuk pemegang saham (Wahidahwati, 200 2).
Investor institusional dibedakan menjadi dua ya itu investor
pasif dan investor akti f. Investor aktif merupakan investor yang
aktif terlibat dalam pengambilan keputusan strategi pe rusahaan.
Sedangkan investor pasif merupakan investor yang tidak terlalu
ingin terlibat dalam keputusan perusahaan. Keberada an investor
institusional yang mampu menjadi alat monitoring yang efektif bagi
manajemen,
tidak
jarang
bahwa
kegiatan
investor
mampu
meningkatkan nilai perusahaan (Pozen, 1994).
Pengawasan terhadap kebijakan yang dilakukan oleh manajer
akan lebih kuat apabila kepemilikan saham bersifat mayoritas.
Apabila investor institusional tidak merasa puas akan kinerja
manajer maka
aktivitas
mereka dapat
institusional
meningkatkan
tanggung
menjual
investor
jawab
sahamnya
didukung
insider
oleh
Meningkatnya
upaya
(Karinaputri,
untuk
2012).
Kepemilikan institusional memiliki peranan untuk dapat menekan
hutang yang digunakan oleh perusahaan sebab pengawasan yang
kuat akan membatasi perilaku manajer dalam menggunakan hutang
sehingga semakin aktif pengawasan pemilik institusional maka akan
menurunkan hutang perusahaan. Hutang perusahaan yang menurun
mampu menjauhkan perusahaan pada kebangkrutan yang dapat
memurunkan nilai perusahaan (Sujoko dan Soebiantoro, 2007) .
15
2.3
Free Cash Flow
Free Cash Flow (FCF) adalah aliran kas yang tersedia untuk
dibagikan kepada investor setelah perusahaan melakukan investasi
pada fixed asset dan working capital
yang diperlukan untuk
mempertahankan kelangsungan usaha. Kas bebas merupakan, kas
yang tersedia di atas kebutuhan investasi yang profitable dan
merupakan hak dari pemegang saha m (Sartono, 2001).
Aliran kas dapat pula di diartikan sebagai adanya dana yang
berlebih,
yang
pemegang
seharusnya
saham
namun
dapat
didistribusikan
keputusan
tersebut
kepada
para
dipengaruhi
oleh
kebijakan manajemen (Chen et al, 2009). Free cash flow dapat
menimbulkan konflik kepentingan anta ra manajer dan pemegang
saham
yang
disebut
dengan
konflik
keagenan.
Manajer
akan
memilih dana tersebut dapat diinvestasikan lagi kepada proyek proyek
yang
dapat
menghasilkan
keuntungan
karena
mampu
meningkatkan insentif yang diterimannya (Jensen, 1986). Aliran kas
bebas mencerminkan keleluasaan perusahaan dalam melakukan
investasi tambahan, melunasi hutang, membeli saham treasury atau
menambah likuiditas. Perusahaan yang mem iliki free cash flow yang
tinggi ada kecenderungan memiliki hutang yang tinggi khususnya
bagi perusahaan yang memiliki peluang investasi yang rendah,
utang yang tinggi dimaksudkan untuk mengi mbangi terjadinnya
agency cost yang berasal dari free cash flow (Jensen, 1986)
16
2.4
Struktur Modal
Struktur modal adalah komposisi penggunaan sumber dana
internal dan sumber dana eksternal yang dikelola oleh suatu
perusahaan. Struktur modal dari suatu perusahaan terkait dengan
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kebut uhan investasi dan
pengembangan perusahaan (Boodhoo, 2009). Sumber dana internal
merupakan sumber dana (modal) yang berasal dari laba ditahan ,
tambahan setoran modal dari pemilik. Sumber dana
eksternal
berasal dari para kreditur yang disebut sebagai hutang perusahaan
(Ri yanto, 2001). Hutang didefi nisikan sebagai pengorbanan manfaat
ekonomi yang kemungkinan besar akan terjadi di masa yang akan
datang sebagai akibat dari keharusan badan usaha tertentu pada saat
ini untuk mentransfer aktiva dan memberikan pela yanan kepada
badan usaha lain di masa mendatang sebagai akibat dari transaksi
dan peristiwa masa lalu (Dewi, 2008).
Hutang merupakan instrument yang sangat senstitif terhadap
nilai perusahaan . Teori Modigliani dan Miller menyatakan bahwa
nilai perusahaan ditentukan oleh struktur modal (Harahap dan
Ratna, 2012). Pe nggunaan hutang sebagai penda naan perusahaan
akan menimbulkan risiko gagal bayar bagi perusahaan, semakin
tinggi
penggunaan
hutang
maka
semakin
tinggi
probabilitas
kebangkrutan perusahaan. Berdasa rkan teori penukaran (trade of
theory)
terdapat
keuntungan
yang
akan
diperoleh
melalui
17
penggunaan hutang yaitu pengurangan pajak akibat dari pembayaran
biaya bunga akan tetapi keuntungan yang diperoleh tidak sebesar
beban
bunga
yang
harus
ditanggung
perusahaan
(Sujoko dan
Soebiantoro, 2007).
2.5
Teori Struktur Modal
1) Trade Off Theory
Trade off Theory atau teori pertukaran merupakan kondisi
dimana perusahaan menukar manfaat pajak dari pendanaan utang
dengan masalah
yang ditimbulkan oleh potensi
kebangk rutan.
Adanya fakta yang dibayarkan sebagai beban pengurangan pajak
membuat utang menjadi lebih murah daripada saham biasa atau
preferen. Secara tidak langsung, peme rintah membayar sebagian
biaya utang atau dengan kata lain, utang memberikan manfaat
perlindungan pajak (Brigham dan Huston, 2011). Trade of theory
mampu menjelaskan perbedaan perlakuan struktur modal dalam
industri, contohnya pada perusahaan dengan pertumbuhan ekonomi
yang tinggi, yang asetnya
berisiko dan sebagian besar tidak
berwujud ak an menggunakan hutang yang relatif kecil (Berle and
Means, 1932). Dalam dunia nyata, perusahaan memiliki sasaran
rasio utang dengan penggunaan hutang kurang dari 100 persen
(Brigham dan Huston, 2011). Penggunaan hutang yang berlebihan
akan
memberikan
dampak
meningkatnya
beban
yang
harus
18
ditanggung perusahaan. Semakin tinggi hutang yang digunakan
maka akan semakin tinggi pula beban perusahaan dan semakin
tingginnya beban perusahaan maka akan meningkatkan kemungkinan
perusahaan menuju kebangkrutan (Sujoko dan Soebiantoro, 2007).
Hutang memiliki manfaat bagi perusahaan, keuntungan yang akan
diperoleh antara lain (Brigham and Houston, 2011):
a. Biaya
bunga
yang
mempenga ruhi
penghasilan
karena
pajak, sehingga hutang menjadi rendah.
b. Kreditur hanya mendapatkan biaya b unga yang bersifat
relatif tetap, kelebihan keuntungan akan menjadi klaim
bagi pemilik perusahaan.
Penggunaan hutang yang berlebihan mampu menimbulkan
biaya kebangkrutan (Mamduh, 2004). Penggunakan hutang harus
digunakan seoptimal mungkin agar perusahaan tidak mengalami
kebangkrutan.
Pada
dasarnya
trade
of
theory
mengemukakan
terdapat keuntungan yang akan diperoleh melalui penggunaan
hutang yaitu pengurangan pajak akibat dari pembayaran biaya bunga
akan tetapi keuntungan yang diperoleh tidak sebesar beban bunga
yang harus ditanggun g perusahaan (Sujoko dan Soe biantoro, 2007).
2) Balancing Theo ry
Balancing theory adalah teori yang mengemukan bahwa
perusahaan akan menyetarakan besa rnya modal sendiri dengan
19
hutang. Keseimbangan antara penggunaan hutang dengan mod al
sendiri bertujuan untuk menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan
yang timbul sebagai akibat penggu naan hutang (Husnan, 2002).
Pengorbanan yang timbul dalam penggunaan hutang berupa biaya
kebangkrutan (bankcrupty cost ) dan biaya keagenan ( agency cost ).
Biaya kebangkrutan terdiri dari legal fee, adalah biaya yang harus
dibayar kepada ahli hukum untuk menyelesaikan klaim dan distrees
price yaitu kekayaan perusahaan yang terpaksa dijual dengan harga
murah pada saat perusahaan bangkrut. Semakin besar kemungkinan
terjadi kebangkrutan maka penggunaan hutang tidak dapat dijadikan
sebagai alternatif pendanaan yang baik. Biaya kebangkrutan yang
tinggi mengakibatkan meningkatnya biaya modal. Biaya modal yang
tinggi dapat meningkatkan biaya pemsahaan sehingga manfaat
penghematan pajak tidak dapat dicapai oleh perusahaan (Myers,
1984).
Biaya keagenan muncul dikarenakan perusahaan menggunakan
hutang
dan
(pemegang
melibatkan
saham)
dan
hubungan
antara
kreditor.
Terdapat
pemilik
risiko
perusahaan
yang
ada
didalamn ya yaitu kemungkinan pemilik perusahaan menggunakan
utang
melakukan
investasi
tindakan
yang
merugikan
kreditor
melalui
pada proyek -proyek yang be risiko tinggi. Biaya kreditor
terdiri dari biaya kehilangan kebebasan karena kreditor melindungi
diri dengan perjanjian yang dibebankan pada perusahaan dalam
20
bentuk bunga hutang yang lebih tinggi Berdasarkan balancing
theory, perusahaan mampu memaksimalkan nilai perusahaan melalui
hutang dalam jumlah yang optimal (Atmaja, 2002). Perusahaan
dengan banyak hutang ak an memiliki risiko dan biaya bunga yang
besar
Serta
kebangkrutan.
mengakibatkan
mendekatkan
Perusahaan
hutang
perusahaan
tanpa
pajak
pada
menggunakan
yang
besar.
kemungkinan
hutang
Balancing
akan
theory
membaurkan hutang dan modal sendiri secara optimal sehingga
mampu meningkatkan nilai perusahaan dan menekan biaya modal
(Myers, 1984).
3) Pecking Order Theory
Berdasarkan pada pecking order theory perusahaan akan
cenderung memilih untuk menerbitkan hutang dibandingkan dengan
menerbitkan saham ba ru ketika perusahaan mengalami kekurangan
dana internal (Berle and Means ,
memilih
dana
eksternal
berupa
1932). Perusahaan cenderung
hutang
dibandingkan
dengan
penerbitan saham baru dikarenakan dua alasan, yaitu:
a. Pertimbangan biaya emisi, biaya emisi obligasi lebih mur ah
dibandingkan dengan biaya penerbitan saham baru karena
penerbitan saham baru dapat menurunkan harga saham
lama.
21
b. Penerbitan
sebagai
saham
kabar
baru
buruk
dikhawatirkan
oleh
para
dapat
pemodal
diartikan
dan
dapat
mengakibatkan harga saham menurun. Hal disebabkan oleh
kemungkinan adannya asimetrik lnformasi antara pihak
manajemen
sebagai
dengan
pilihan
pihak
pendanaan
pemodal.
tidak
Penerbita n
selalu
hutang
dite rjemahkan
sebagai pertanda buruk oleh investor .
4) Signaling Theory
Teori sinyal mengemukakan bahwa tindakan yang diambil
oleh suatu perusahaan memberikan pet unjuk kepada investor tentang
bagaimana manajemen menilai suatu prospek perusahaan tersebut.
Teori sinyal diasumsikan pada dua unsur yaitu informasi simetris
dan informasi asimetris. lnformasi simetris adalah situasi dimana
investor dan manajer memiliki informasi yang identik tentang
prospek perusahaan, sedangkan informasi asimetris adalah kondisi
dimana manajer memiliki informasi yang lebih baik dibandingkan
oleh investor (Brigham dan Huston, 2011). Manajer menyampaikan
sinyal pada investor dilakukan melalui penyampaian informasi yang
dapat tersampaikan melalui pengaturan struktur modal perusahaan
dapat dilakukan melalui penerbitan saham baru atau memperoleh
dana melalui
hutang ( Horne dan
Wachowicz, 2012 ).
Namun,
penjualan saham baru akan menimbulkan dua asumsi dari pasar.
22
Pertama,
penjualan
saham
baru
bahwa
perusahaan
memiliki
kesulitan keuangan dan struktur modalnya tidak baik.
Kenaikan leverage mengandung probabilitas yang lebih tinggi
atas
kebangkrutan,
meningkatnya
risiko
kebangkrutan
akan
mendorong investor menekan manajer untuk bekerja lebih e fisien
agar
tidak
terjadi
suatu
kebangkrutan.
Kondisi
inilah
yang
menjadikan investor membuat kesimpulan bahwa kondisi perusahaan
memang jauh lebih baik dibandingkan dengan apa yang tercermin
oleh harga sahamnya. Kenaikan leverage merupakan sinyal positif
(Horne dan Wachowicz, 2012).
2.6 Hubungan antar Variabel Penelitian
2.6.1
Hubungan Kepemilikan Institusional dengan Free Cash
Flow
Penelitian
yang
mengkaji
hubungan
antara
kepemilikan
institusional dan free cash flow telah dilakukan diantaranya oleh
Wu, (2005) di Jepang dan
Exchange.
kepemilikan,
Wu,
(2005)
free
cash
Tehran et al.,(2014) di Teheran Stock
mengkaji
flow
hubungan
dan
antara
struktur
struktur
modal.
Wu
mengelompokkan perusahaan yang terdaftar di Hongkong menjadi 2
(dua) yaitu perusahaan yang memiliki pertumbuhan rendah dan
perusahaan yang memiliki pertumbuhan tinggi. Hasil menunjukkan
bahwa hubungan antara free cash flow dan struktur modal yang
23
diukur dengan leverage secara signifikan positif dan lebih besar
bagi perusahaan -perusahaan pertumbuhan rendah daripada untuk
perusahaan pertumbuhan tinggi. Dalam perusahaan dengan peluang
pertumbuhan yang tinggi, kepemilikan institusional b erpengaruh
positif signifikan terhadap struktur modal ( leverage). Investor
institusi
dapat
mendorong
leverage
yang
lebih
tinggi.
Peran
kepemilikan institusional (yang mungkin mengimbangi monitoring
utang)
lebih
berpengaruh
signifikan
pada
perusahaan
dengan
pertumbuhan rendah.
Taheri et al.,(2014) mengkaji hubungan antara kepemilikan
institusional dan free cash flow pada perusahaan yang terdaftar di
Tehran Stock Exchange selama 6 tahun (2007 – 2012). Ditemukan
hasil bahwa kepemilikan institusional berpengar uh positif signifikan
terhadap free cash flow. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
meningkat kepemilikan institusional maka free cash flow yang
tersedia juga semakin meningkat karena manager yang berada dalam
pengawasan dari Institusional Owner menjadi lebih selektif dalam
menggunakan free cash flow untuk mendanai proyek investasi.
2.6.2
Hubungan Kepemilikan Institusional dengan Struktur
Modal
Penelitian terkait hubungan kepemilikan institusional dengan
struktur modal telah dilakukan diantaranya Nasrizal et al., (2010)
24
yang
menemukan
bahwa
kepemilikan
institusional
memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal perusahaan
khususnya
meningkat
struktur
penggunann
proporsi
modal
hutang.
kepemilikan
khususnya
Dijelaskan
bahwa
institusional
maka
penggunaan
hutang
semakin
keputusan
akan
semakin
menurun atau dengan kata lain kepemilikan institusional dapat
mensubstitusi fungsi hutang dalam mengatasi agency problem yang
terjadi.
Penelitian senada juga dilakukan oleh Larasati , (2011) yang
meneliti
hutang
hubungan
kepemilikan
perusahaan.
Kebijakan
institusional
penggunaan
dengan
hutang
kebijakan
merupakan
cerminan dari kompisisi dari struktur modal perusahaan. Hasil yang
ditemukan adalah kepemilikan institusional berpengaruh positif
signifikan terhada p kebijakan hutang perusahaan.
Pada
kepemilikan
sisi
lain
Fury
institusional
dan
Dina ,
berpengaruh
(2011)
negatif
menemukan
terhadap
hutang
dikarenakan adanya asumsi bahwa para institusional ownership
dapat
memonitor
perilaku
manajer
perusahaan
secara
efektif
sehingga manajemen akan beke rja untuk kepentingan para pemegang
saham.
Monitoring
yang
efektif
oleh
institusional
ownersh ip
menyebabkan penggunaan hutang menurun, karena peranan hutang
sebagai Salah satu alat monitoring sudah diambil oleh institusional
ownership, dengan demikian mengurangi agency cost of debt .
25
Psillaki dan Nikolaos , (2009) menegaskan bahwa salah satu faktor
yang
mempengaruhi
proporsi
hutang
dalam
struktur
modal
perusahaan adalah kepemilikan institusional
Christine,
institusional
(2012)
terbukti
tidak
menemukan
berpengaruh
bahwa
kepemilikan
signifikan
dengan
keputusan penggunaan hutang. Hasil ini menunjukan kepemilikan
institusional tidak menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan
keputusan kebijakan hutang karena nilai rata -rata kepemilikan
intitusional sebesar 49,85%, masih dibawah dari nilai 50 %.
2.6.3 Hubungan Free Cash Flow dengan Struktur Modal
Penelitian terkait hubungan Free Cash Flow dan struktur
modal telah banyak dilakukan diantaranya Acharya, (2007) yang
menemukan hasil free cash flow berpengaruh positif signifikan
terhadap struktur modal (penggunaan hutang). Penelitian yang
dilakukan oleh Psillaki and Nikolaos, (2009) meneliti tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan dan
ditemukan bahwa Free Cash Flow merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh signifikan terhadap keputusan penggunaan hutang oleh
perusahaan.
Penelitian terkait faktor yang mempengaruhi struktur modal
perusahaan juga dilakukan oleh Sheikh and Wang , (2011). Hasil
penelitian menu njukkan bahwa free cash flow yang dihasilkan oleh
26
perusahaan berhubungan positif dengan rasio utang, sedangkan
pelindung pajak non -utang dan peluang pertumbuhan tampaknya
tidak secara signifikan berhubungan dengan rasio utang. Temuan
penelitian ini konsist en dengan prediksi dari trade-off teori dan
teori keagenan.
Download