BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanda dan gejala klasik apendisitis akut pertama kali dilaporkan oleh Fitz pada tahun 1886 (Williams, 1983). Sejak saat itu apendisitis akut merupakan salah satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit apendisitis merupakan penyakit pada pasien rawat inap di rumah sakit yang menempati urutan keempat tertinggi pada tahun 2006 dan menempati urutan kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012). Apendisitis akut sering dihubungkan dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Kesulitan dalam mendiagnosis sering terjadi terutama pada pasien anak kecil, orang tua dan perempuan dalam masa reproduksi. Misdiagnosis dan keterlambatan dalam menangani penyakit ini menyebabkan komplikasi seperti perforasi dan peritonitis semakin memperberat beban pasien (Chong, dkk., 2010). Demikian, diagnosis apendisitis akut secara akurat masih sulit terutama pada pasien dengan kecurigaan apendisitis yang berada dalam skor Alvarado 5-6 yang merupakan daerah abu-abu. Ultrasonografi yang dipakai selama ini sebagai pilihan untuk membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut skor Alvarado 5-6 memiliki sejumlah kekurangan. Penggunaan ultrasonografi sangat bergantung dari operator yang memerlukan keahlian khusus serta harus diperhatikan untuk menghindari penafsiran yang berlebihan. Kekurangan lain dari ultrasonografi antara lain biaya 1 2 yang relatif mahal, interpretasi yang membutuhkan waktu, keberadaan gas di dalam usus sehingga menyulitkan operator untuk melihat kondisi apendiks atau berat badan pasien yang berlebihan (indeks massa tubuh > 25 merupakan faktor yang dapat menurunkan sensitivitas sampai 37%) (Anielski, dkk., 2010). Sampai saat ini terdapat sejumlah petanda inflamasi yang menjadi subyek penelitian dalam kaitannya dengan apendisitis akut, seperti C-reactive protein, prokalsitonin, Interleukin-6 dan Interleukin-8. C-reactive protein (CRP) merupakan salah satu parameter protein fase akut yang terbaik yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis kondisi akut abdomen terutama apendisitis. Penggunaannya yang semakin meningkat dikarenakan alat ini mempunyai keuntungan seperti sensitif, sederhana, tidak memerlukan keahlian khusus apabila dibandingkan dengan ultrasonografi, dapat mendeteksi apendisitis akut pada tahap awal, mudah diulang, hasil yang cepat (< 2 jam) serta biaya yang relatif murah. CRP sebagai faktor fase akut yang terkuat dapat digunakan sebagai indikator tunggal akan terjadinya inflamasi oleh karena infeksi bakteri ataupun nekrosis (Anielski, dkk., 2010). CRP bukanlah pemeriksaan yang spesifik untuk apendisitis, akan tetapi informasi yang diberikan dalam pemeriksaan ini mempunyai nilai diagnostik terutama keberadaan infeksi akut apabila digabungkan dengan evaluasi penemuan klinis. Sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai validasi diagnostik CRP pada pasien dengan kecurigaan apendisitis akut skor Alvarado 5-6 pada populasi Indonesia. Berdasarkan data-data tersebut di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai validasi diagnostik CRP pada 3 pasien yang diduga apendisitis akut skor Alvarado 5-6 agar dapat mengambil keputusan dalam menyingkirkan penyakit yang bukan apendisitis akut, berguna sebagai alat bantu diagnostik apendisitis akut dan menentukan penatalaksanaan yang diambil sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta kejadian apendisektomi negatif. Lebih lanjut, serum biomarker ini tidak hanya dapat mengindikasikan apendisitis yang terjadi, akan tetapi bahkan dapat mengidentifikasi derajat keparahan apendisitis tersebut. Hal tersebut diharapkan memberikan dampak yang positif terutama mengenai penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan tentang apendisitis akut. 1.2 Rumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana validasi diagnostik CRP pada pasien apendisitis akut dengan skor Alvarado 5-6 yang dilakukan apendisektomi? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui validasi diagnostik CRP pada pasien apendisitis akut dengan skor Alvarado 5-6. 4 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui nilai “cut off” kadar CRP pada pasien dengan apendisitis akut dengan skor Alvarado 5-6. 2. Mengetahui sensitivitas CRP pada apendisitis akut dengan skor Alvarado 5-6. 3. Mengetahui spesifisitas CRP pada apendisitis akut dengan skor Alvarado 5-6. 4. Mengetahui nilai prediksi CRP pada apendisitis akut dengan skor Alvarado 5-6. 5. Mengetahui akurasi CRP pada apendisitis akut dengan skor Alvarado 5-6. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademik Memberikan data dan menambah khasanah pengetahuan tentang hubungan dan peran CRP pada pasien apendisitis akut. Hasil penelitian yang didapatkan juga dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian berikutnya mengenai petanda diagnostik pada apendisitis akut. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Dapat dipergunakan sebagai modalitas diagnostik tambahan dalam membantu mendiagnosis apendisitis akut oleh para klinikus, khususnya di Rumah Sakit daerah di Indonesia yang memiliki keterbatasan alat ultrasonografi. 5 2. Dapat dipergunakan sebagai dasar pertimbangan penatalaksanaan apendisitis akut, terutama dari segi kecepatan diagnostik, waktu operasi, angka komplikasi dan biaya.