UIN SYARIF HIDAYATULLAH UJI AKTIVITAS ANTIBIOFILM SARI BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L) TERHADAP BIOFILM Pseudomonas aeruginosa SECARA IN VITRO SKRIPSI Oleh RESKY YULIANDARI 1111102000001 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN JAKARTA 2015 UIN SYARIF HIDAYATULLAH UJI AKTIVITAS ANTIBIOFILM SARI BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L) TERHADAP BIOFILM Pseudomonas aeruginosa SECARA IN VITRO SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi Oleh RESKY YULIANDARI 1111102000001 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN JAKARTA 2015 HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS Skripsi ini adalah benar karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk, telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Resky Yuliandari NIM : 1111102000001 Tanda tangan : Tanggal : 24 Juni 2015 i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ABSTRAK Nama Program Studi Judul Skripsi : Resky Yuliandari : Farmasi :UJI AKTIVITAS ANTIBIOFILM SARI BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L) TERHADAP BIOFILM Pseudomonas aeruginosa SECARA IN VITRO P.aeruginosa merupakan bakteri oportunistik penyebab resistensi obat. Pembentukan biofilm P.aeruginosa dapat menyebabkan masalah yang serius dalam bidang kesehatan, khususnya terkait masalah infeksi. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) mengandung senyawa flavonoid yang diketahui memiliki aktivitas antibiofilm. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antibiofilm sari buah belimbing wuluh terhadap pembentukan biofilm P.aeruginosa secara in vitro yaitu pencegahan, penghambatan dan degradasi biofilm dan mengetahui kondisi optimum dari aktivitas terseleksi. Penelitian ini mengunakan metode Microtitter Plate Biofilm Assay. Sampel yang digunakan yaitu P.aeruginosa pembentuk biofilm yang merupakan koleksi LIPI yang diisolasi dari alat dispenser. Perlakuan berupa penambahan sari buah belimbing wuluh dengan seri konsentrasi 0,5 %, 1%, 2%, 4%, 8%, kontrol negatif dan kontrol positif. Pengukuran pembentukan biofilm dilakukan dengan menggunakan microplate reader dan diperoleh data kuantitatif berupa nilai absorbansi atau Optical Density pada panjang gelombang 595nm (OD595nm). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sari buah belimbing wuluh memiliki aktivitas antibiofilm yaitu pencegahan, penghambatan dan degradasi biofilm P.aeruginosa secara in vitro mulai dari konsentrasi 0,5% (p<0,05). Penghambatan pertumbuhan biofilm merupakan aktivitas terbaik yang kemudian dioptimasi dengan menggunakan metode Response Surface Analysis (RSA). Terdapat tiga faktor yang dioptimasi yaitu suhu, konsentrasi dan waktu inkubasi. Hasil optimasi menunjukkan bahwa suhu yang optimal adalah 300C, konsentrasi 4,3% dan waktu inkubasi 2,25. Kata Kunci : biofilm, P.aeruginosa, belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ABSTRACT Nama Program Studi Judul Skripsi : Resky Yuliandari : Farmasi :UJI AKTIVITAS ANTIBIOFILM SARI BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L) TERHADAP BIOFILM Pseudomonas aeruginosa SECARA IN VITRO P.aeruginosa is a drug resistance opportunistic bacterium. Biofilm formation of P.aeruginosa is able to cause serious health problems, especially infection diseases. The previous study proved that a Averrhoa bilimbi L fruit juice is containing flavonoid agent which is known to be antibiofilm effect. This study is conducted to determine the in vitro antibiofilm activity of a Averrhoa bilimbi L fruit juice to P.aeruginosa biofilm growth including three acivities preventive, inhibitory and degradative of biofilm, and to determine the optimum condition of best selected acivity. This study using Plate Biofilm Assay method. Sample of this study is P.aeruginosa, the framer of biofilm an isolated LIPI collection of toll dispenser. The treatments is addition of Averrhoa bilimbi L fruit juice with concentration of 0,5%, 1%, 2%, 4%, 8%, the negative control and the positive control. Quantification of biofilm formation is measured by using microplate reader at 596 nm and its result is absorbance value or Optical Density (OD595nm) as quantitative data. This study showed that Averrhoa bilimbi L fruit juice has significant in vitro anibiofilm effect in preventing, inhibitory and degradating of biofilm growth with starting concentration 0,5% (p<0,05). The biofilm inhibitory is the best activities which is optimized using the Response Surface Analysis (RSA) method. This method optimized three factors including temperature, concentration and the incubation period. The optimization process result in optimal temperature 300C, concentration 4,3% and incubation period 2,25 days. Keywords : biofilm, P.aeruginosa, Averrhoa bilimbi L v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’aalamiin, segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulisan skripsi yang berjudul “ UJI AKTIVITAS ANTIBIOFILM SARI BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L) TERHADAP BIOFILM Pseudomonas aeruginosa SECARA IN VITRO” bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada : 1. Prof.Dr. Atiek Soemiati,M.si.,Apt dan Novik Nurhidayat.P.hD selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu, tenaga, saran dan dukungan dalam penelitian ini. 2. Dr.H. Arif Sumantri,SKM.,M.Kes Selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Yardi,P.hD.,Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta dan pembimbing akademik kelas A farmasi 2011 yang telah banyak memberikan perhatian dan bimbingan selama masa perkuliahan. 4. Drs. Umar Mansur,M.Sc.,Apt selaku mantan ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak motivasi dan bantuan selama menjabat sebagai ketua prodi. vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 5. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengajar dan mendidik saya selama masa perkuliahan. 6. Kedua orang tua, papa tercinta Drs.Rizal Efendi (Alm) dan mama tersayang Surhana yang telah membesarkan dan mendidik anaknya dan selalu memberikan kasih sayang dan doa yang tidak pernah putus serta dukungan baik moril maupun materil. Tidak ada apapun dunia ini yang dapat membalas semua kebaikan, cinta dan kasih saying yang telah kalian berikan kepada anakmu, semoga ALLAH SWT selalu memberikan keberkahan, kesehatan, keselamatan, perlindungan, cinta dan kasih sayang kepada orang tua hamba tercinta. Terkhusus untuk papa tercinta, semoga ALLAH SWT selalu melindungimu dan menempatkanmu di antara orang-orang beriman. 7. Adikku tersayang Muhammad Destian Arif, serta semua keluarga besar yang berada di Lampung yang telah memberikan doa, semangat dan dukungan sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar. 8. Faritz Azhar.S.Far.,Apt atas segala pengertian, semangat, perhatian dan bantuannya. 9. Teman seperjuangan Biofilmers dan Biosensores (Firda, Rika, Fattah, ka via, ka Eka, ka Anom dan ka Afif) yang telah berjuang bersama dan memberikan dukungan dan bantuan selama di LIPI. 10. Laboran di LIPI Cibinong Pak Acun, ka Lusi, ka Ana dan keluarga besar LIPI Cibinong yang telah banyak sekali membantu penulis selama masa penelitian. 11. Laboran FKIK ka Lisna, ka Tiwi, ka Eris, ka Liken, mba Rani dan mas Rahmadi yang telah membantu penulis selama masa penelitian dan perkulian. 12. Sahabat terbaik (Rida, Tiara, Cahya, Jeje, Devid, Inul, Aripin, Dini, Raihana, Nikmah, Wafa, Tari, Mazay, Fitri serta teman kosan RDC (inten, ka Devi, ka Isti, ka Santi, Nina, Vani, Pire, mba Elsa, mba Anis, Cumi, Nita, Noni, mba Evi dan lain-lain) yang telah mendoakan dan memberikan dukungan kepada penulis. 13. Teman-teman seperjuangan farmasi angkatan 2011 atas kebersamaan kita. vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 14. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dri sempurna, namun penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi padakhususnya. Akhir kata, penulis berharap ALLAH SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu saya dalam penelitian ini. Ciputat, Mei 2015 Penulis viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Resky Yuliandari NIM : 1111102000001 Program Studi : Farmasi Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Jenis Karya : Skripsi Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya dengan judul : UJI AKTIVITAS ANTIBIOFILM SARI BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L) TERHADAP BIOFILM Pseudomonas aeruginosa SECARA IN VITRO. Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-undang Hak Cipta. Demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Ciputat Pada Tanggal : 24 Juni 2015 Yang menyatakan, (Resky Yuliandari) ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN OSRISINILITAS ............................................ i HALAMAN LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii ABSTRAK ........................................................................................................ iv ABSTRACT ...................................................................................................... v KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................. ix DAFTAR ISI ...................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 3 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 3 1.4 Hipotesis .............................................................................................. 3 1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi .................................................................................................. 5 2.2 Konsep Biofilm .................................................................................... 5 2.2.1 Definisi Biofilm ........................................................................... 5 2.2.2 Mekanisme Pembentukan Biofilm ............................................... 6 2.2.3 Komposisi dan Struktur Biofilm .................................................. 7 2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perlekatan Sel-Sel Bakteri dalam Pembentukan Biofilm ................................................................. 8 2.2.5 Transfer Gen ............................................................................... 9 x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.2.6 Quorum Sensing........................................................................... 9 2.2.7 Peran Biofilm Terhadap Mikroba ................................................ 10 2.2.8 Pemeriksaan Biofilm ................................................................... 11 2.2.9 Resistensi Biofilm Terhadap Antibiotik ..................................... 11 2.2.10 Kontrol Biofilm ......................................................................... 12 2.3 Bakteri Uji .......................................................................................... 13 2.3.1 Klasifikasi .................................................................................... 13 2.3.2 Karakteristik ................................................................................. 14 2.3.3 Resistensi Terhadap Antibiotik .................................................... 16 2.3.4 Gambaran Klinik .......................................................................... 17 2.3.5 Epidemiologi ................................................................................ 17 2.3.6 Pencegahan dan Pengobatan ........................................................ 18 2.4 Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) .............................................. 19 2.4.1 Taksonomi.................................................................................... 19 2.4.2 Morfologi ..................................................................................... 19 2.4.3 Kandungan Kimia ........................................................................ 20 2.4.5 Khasiat dan Kegunaan ................................................................. 21 BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu ............................................................................... 22 3.2 Alat dan Bahan .................................................................................... 22 3.2.1 Alat ............................................................................................... 22 3.2.1 Bahan ........................................................................................... 22 3.3 Prosedur Penelitian .............................................................................. 23 3.3.1 Identifikasi Belimbing Wuluh...................................................... 23 3.3.2 Karakterisasi Sampel dan Penyiapan Ekstrak Air Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) ................................................................................. 23 3.3.3 Uji Penapisan Fitokimia............................................................... 24 3.3.4 Pembuatan Media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) Padat dan Heterotrof (HTR) Cair ............................................................................... 25 xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.3.5 Inokulasi Bakteri Pada Media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) Padat .......................................................................................................... 26 3.3.6 Karakterisasi Bakteri Pseudomonas aeruginosa ......................... 26 3.3.6 Pembuatan Suspensi Bakteri ........................................................ 26 3.3.7 Uji Pembentukan dan Pertumbuhan Biofilm Bakteri Pseduomonas aeruginosa ................................................................................................. 27 3.3.7 Uji Aktivitas Antibiofilm Secara In Vitro .................................... 27 3.3.8 Analisa Data ................................................................................. 30 3.3.9 Optimasi Aktivitas Penghambatan Pertumbuhan Biofilm ........... 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian .................................................................................... 31 4.1.1 Determinasi ................................................................................. 31 4.1.2 Karakterisasi Sampel dan Proses Penyiapan Sampel .................. 31 4.1.3 Uji Penapisan Fitokimia .............................................................. 31 4.1.4 Hasil Karakterisasi Bakteri Pseudomoas aeruginosa .................. 32 4.1.5 Uji Pembentukan dan Pertumbuhan Biofilm Pseudomonas aeruginosa .................................................................................................. 32 4.1.6 Uji Aktivitas Antibiofilm Ekstrak Air Belimbing Wuluh terhadap Biofilm Pseudomonas aeruginosa ............................................................. 33 4.1.7 Optimasi Aktivitas Penghambatan Pertumbuhan Biofilm Pseudomonas aeruginosa .......................................................................... 35 4.2 Pembahasan .......................................................................................... 37 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 46 5.2 Saran ..................................................................................................... 46 DAFTAR PUSTAKA xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Pembentukan Biofilm ..................................................................... 6 Gambar 2.2 Matriks Ekstraseluler Pada P.aeruginosa Dilihat dengan Mikroskop Elektron .............................................................................................................. 8 Gambar 2.3 Pseudomonas aeruginosa Pada Pewarnaan Gram-negatif .............. 14 Gambar 2.4 Koloni Pseudomonas aeruginosa Pada Agar .................................. 15 Gambar 2.5 Hasil Uji Resistensi Antibiotik ....................................................... 16 Gambar 2.6 Pohon Belimbing Wuluh ............................................................... 19 Gambar 4.1 Koloni Pada Media Agar dan Pewarnaan Gram Bakteri Pseudomonas aeruginosa ......................................................................................................... 32 Gambar 4.2 Grafik Pembentukan dan Pertumbuhan Biofilm Pseudomonas aeruginosa ......................................................................................................... 33 Gambar 4.3 Grafik Aktivitas Antibiofilm Ekstrak Air Belimbing Wuluh Terhadap Biofilm Pseudomonas aeruginosa ...................................................................... 33 Gambar 4.4 Grafik Contour Plot antara Fase Reduksi vs Suhu, Waktu ............ 36 Gambar 4.5 Grafik Contour Plot antara Fase Reduksi vs Suhu, Konsentrasi .... ............................................................................................................................. 36 Gambar 4.6 Hasil Analisis Optimized Plot ........................................................ 37 xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Hasil Uji Penapisan Fitokimia Serbuk Buah Belimbing Wuluh Secara Kualitatif ............................................................................................................ 31 Tabel 4.2 Hasil Uji Aktivitas Antibiofilm Sari Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Terhadap Biofilm P.aeruginosa ........................................................ 34 xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Alur Kerja Penelitian ...................................................................... 54 Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman Belimbing Wuluh............................... 55 Lampiran 3 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................. 56 Lampiran 4 Proses Penyiapan Sampel Belimbing Wuluh ................................ 58 Lampiran 5 Hasil Uji Penapisan Fitokimia ........................................................ 59 Lampiran 6 Proses Pembuatan Media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) Padat dan Media Heterotrof (HTR) Cair....................................................................... 60 Lampiran 7 Proses Inokulasi dan Pewarnaan Gram ......................................... 61 Lampiran 8 Hasil Uji Pembentukan dan Pertumbuhan Biofilm Pseudomonas aeruginosa ......................................................................................................... 62 Lampiran 9 Desain Pengujian Aktivitas Antibiofilm pada Mikroplate .............. 63 Lampiran 10 Lampiran 11 Analisis Data Aktivitas Antibioilm Ekstrak Air Belimbing Wuluh terhadap Biofilm ................................................................... 64 Lampiran 11 Hasil Rancangan Pengujian Aktivitas Penghambatan Pertumbuhan Biofilm Dengan Metode Response Surface Ana;ysis (RSA) ............................. 74 xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi merupakan salah satu masalah serius dalam bidang kesehatan yang terus berkembang di Indonesia. Bakteri merupakan salah satu penyebab penyakit infeksi (Gibson, 1996). Sebagai pertahanan diri, bakteri membentuk suatu lapisan lendir yang disebut dengan biofilm. Biofilm merupakan bentuk struktural dari sekumpulan mikroorganisme yang dilindungi oleh matrik ekstraseluler yang disebut Extracelluler Polymeric Substance (EPS), dimana EPS merupakan produk yang dihasilkan sendiri oleh mikroorganisme tersebut dan dapat melindungi dari pengaruh buruk lingkungan (Prakash et al., 2003). Biofilm saat ini dianggap sebagai mediator utama infeksi, dengan perkiraan 80 % kejadian infeksi berkaitan dengan pembentukan biofilm (Archer et al, 2011). Hal ini disebabkan pembentukan biofilm pada mikroorganisme dapat meningkatkan toleransi terhadap antimikroba dan disinfektan, sehingga biofilm berperan besar dalam terjadinya resistensi dan penyakit kronis. Terapi antibiotik pada umumnya hanya akan membunuh sel-sel yang bersifat planktonik, sedangkan bentuk bakteri yang tersusun rapat dalam biofilm akan tetap hidup. Hal ini dikarenakan antibiotik tidak dapat menembus lapisan biofilm (Mah dan Toole, 2001). Berkembangnya resistensi oleh mikroorganisme target menjadi masalah yang terus meningkat . Resistensi mikroba adalah keadaan dimana mikroorganisme berubah sedemikian rupa sehingga menyebabkan obatobat yang dahulu digunakan untuk pengobatan infeksi menjadi tidak efektif. Beberapa mikroba yang mendapat perhatian saat ini akibat sifat resistensinya antara lain methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA), vancomycin-resistant Enterococcus (VRE), penicillin-resistant Streptococcus pneumoniae, multidrug-resistant Pseudomonas aeruginosa dan masih banyak lagi (Smith, 2004). 1 UIN Syarif Hidaytaullah Jakarta 2 Pada penelitian sebelumnya telah dibuktikan bahwa P.aeroginosa telah resisten terhadap beberapa antibiotik. Dari 25 jenis antibiotik yang digunakan, lebih dari 50% telah resisten (Rukmono, 2013). P.aeroginosa merupakan bakteri oportunistik, yaitu memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu infeksi. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernafasan, dermatitis, infeksi jaringan lunak, infeksi tulang dan sendi, infeksi saluran pencernaan dan bermacam-macam infeksi sistemik, terutama pada penderita luka bakar berat, kanker, dan penderita AIDS yang mengalami penurunan system imun (Todar, 2004). Kontrol biofilm sejauh ini dilakukan dengan tiga cara, yaitu secara fisika, kimia dan biologi. Kontrol biofilm secara fisika dapat dilakukan dengan cara peningkatan suhu. Sedangkan secara kimia dapat dilakukan dengan penambahan zat kimia contohnya enzim berbasis deterjen. Selanjutnya kontrol biofilm secara biologi dapat menggunakan bakteriofage dan interaksi mikrobiologis ( Simoes et al., 2010). Masih sangat dibutuhkan alternatif lain untuk mengatasi masalah biofilm, terutama biofilm penyebab infeksi. Penggunaan bahan alam masih menjadi prioritas utama, karena toksisitas rendah, mudah didapat dan biaya murah. Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk penelitian biofilm yaitu belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L). Adapun kandungan dari buah belimbing wuluh diketahui memiliki aktivitas antibakteri adalah senyawa flavonoid (Hembing, 2008). Tidak menutup kemungkinan belimbing wuluh juga memiliki aktivitas antibiofilm, karena ekstrak tanaman yang mengandung flavonoid berpotensi dapat menghambat intercellular adhesion genes icaA dan icaD yang menjadi salah satu faktor pembentukan biofilm (Lee et al., 2013). Selain mengandung senyawa flavonoid, buah belimbing wuluh juga diketahui mengandung senyawa saponin triterpen (Fahrunnida dan Pratiwi, 2012). Menurut Katzung dalam Hartini (2012) saponin merupakan senyawa yang memiliki tegangan permukaan yang kuat yang berperan sebagai antimikroba dengan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3 mengganggu kestabilan membran sel bakteri yang menyebabkan lisis sel. Hal ini disebabkan karena saponin yang merupakan senyawa semipolar dapat larut dalam lipid dan air, sehingga senyawa ini akan terkonsentrasi dalam membrane sel mikroba. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dapat menghambat pembentukan biofilm Staphylococcus aureus (Loresta, 2012). Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian tentang uji antibiofilm sari buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap biofilm P.aeroginosa secara in vitro. 1.2 Rumusan Masalah Apakah ekstrak air belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dapat mencegah pertumbuhan biofilm P.aeroginosa secara in vitro ? Apakah ekstrak air belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dapat menghambat pertumbuhan biofilm P.aeroginosa secara in vitro ? Apakah ekstrak air belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dapat mendegradasi biofilm P.aeroginosa secara in vitro ? Berapakah kondisi yang optimal (suhu, konsentrasi, waktu inkubasi) pada aktivitas terseleksi ? 1.3 Tujuan Penelitian Menguji aktivitas antibiofilm ekstrak air belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dalam mencegah pertumbuhan biofilm P.aeroginosa secara in vitro. Menguji aktivitas antibiofilm ekstrak air belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dalam menghambat pertumbuhan biofilm P.aeroginosa secara in vitro. Menguji aktivitas antibiofilm ekstrak air belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dalam mendegradasi biofilm P.aeroginosa secara in vitro. Mengetahui kondisi yang optimal (suhu, konsentrasi, waktu inkubasi) pada aktivitas terseleksi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4 1.4 Hipotesis Ekstrak air belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dapat mencegah pertumbuhan biofilm P.aeroginosa secara in vitro. Ekstrak air belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dapat menghambat pertumbuhan biofilm P.aeroginosa secara in vitro. Ekstrak air belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dapat menghancurkan biofilm P.aeroginosa secara in vitro. Kondisi optimal pada aktivitas terseleksi terletak pada level maksimal dari ketiga faktor (suhu, konsentrasi, waktu inkubasi). 1.5 Manfaat Penelitian Menjadi alernatif sebagai bahan alam yang memiliki aktivitas sebagai antibiofilm terhadap pertumbuhan biofilm bakteri P.aeruginosa. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam bidang eksperimen tentang pemanfaatan sari buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) sebagai antibiofilm bakteri P.aeroginosa secara in vitro. Menjadi referensi untuk mahasiswa farmasi di UIN Syarif Hidayatullah khususnya yang ingin melakukan penelitian tentang aktivitas antibiofilm dari tanaman lain atau bahan lain. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Infeksi merupakan salah satu masalah serius dalam bidang kesehatan yang terus berkembang di Indonesia. Infeksi dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur dan protozoa (Gibson, 1996). Penyakit yang disebabkan infeksi merupakan hasil interaksi antara mikroorganisme dan sistem imun tubuh. Hasil interaksi ini sangat bervariasi mulai dari tidak menimbulkan efek sama sekali sampai dengan kematian. Hal tersebut tergantung jumlah dan virulensi mikroorganisme, efek fisiologi dan anatomi yang terpengaruh, dan efektivitas sistem imun tubuh (Todd et al., 2007). Infeksi mikroba dapat dikontrol oleh antimikroba. Antimikroba adalah obat yang digunakan untuk memberantas infeksi mikroba pada manusia (Munaf, 1994). Namun, efektivitas antimikroba saat ini menurun akibat resisten banyak obat (Donlan, 2003). Resistensi mikroba adalah keadaan dimana mikroorganisme berubah sedemikian rupa sehingga menyebabkan obat-obat yang dahulu digunakan untuk pengobatan infeksi menjadi tidak efektif. Resistensi antibiotik terhadap mikroba menimbulkan beberapa konsekuensi yang fatal. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang gagal berespon terhadap pengobatan mengakibatkan perpanjangan penyakit, meningkatnya resiko kematian dan semakin lamanya masa rawat inap di rumah sakit (Deshpande et al., 2011). 2.2 Biofilm 2.2.1 Definisi Biofilm Biofilm merupakan bentuk struktural dari sekumpulan mikroorganisme yang dilindungi oleh matrik ekstraseluler yang disebut Extracelluler Polymeric Substance (EPS), dimana EPS merupakan produk yang dihasilkan sendiri oleh mikroorganisme tersebut dan dapat melindungi dari pengaruh buruk lingkungan (Prakash et al., 2003). Bakteri 5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 6 di dalam biofilm mampu bertahan terhadap antibiotik, desinfektan, bahkan mampu tahan terhadap sistem immunitas hospesnya. Di dalam lapisan biofilm, mikroba cenderung tumbuh dan berkembang dengan pesat hingga membentuk koloni terutama pada permukaan bahan yang lembab dan kaya akan nutrisi (Tarver, 2009). 2.2.2 Mekanisme Pembentukan Biofilm Gambar 2.1. Pembentukan biofilm (Kokare, 2009) Habitat alami mikroorganisme terdiri dari dua, yaitu planktonic (bebas) dan sesil (diam). Proses pembentukan biofilm terdiri dari lima tahap. Pada tahap pertama, sel-sel bakteri yang hidup bebas (sel planktonik) saling menempel pada permukaan (Prakash et al., 2003). Pada tahap ini, proses perlekatan sel masih bersifat sementara, namun pada tahap ini sel-sel bakteri telah menempel secara permanen akibat terbentuknya material eksopolimer yang merupakan suatu senyawa perekat yang lebih kuat. Pada tahap ketiga yang disebut maturasi I ditandai dengan terbentuknya mikrokoloni dan biofilm mulai terbentuk. Sementara pada tahap keempat atau maturasi II, biofilm yang terbentuk semakin banyak dan membentuk struktur tiga dimensi yang mengandung sel-sel terselubung dalam beberapa kelompok yang saling terhubung satu sama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 7 lainnya. Pada tahap terakhir, perkembangan struktur biofilm mengakibatkan terjadinya dispersi sel sehingga sel-sel tersebut berpindah dan membentuk biofilm yang baru. Sel-sel biofilm menggunakan sebagian besar energi untuk membentuk eksopolisakarida yang dibutuhkan sel sebagai nutrisi (Watnick and Kolter, 2000). Pembentukan biofilm juga tergantung dari konsentrasi nutrisi yang tersedia dan diatur oleh suatu zat kimia komplek yang dikeluarkan oleh sel sebagai komunikasi antar sel. Sebagai contoh, ketika hidup bebas, P.aeruginosa menghasilkan molekul signal dalam kadar yang rendah. Tetapi ketika P.aeruginosa membentuk biofilm, maka konsentrasi molekul signal akan meningkat dan menimbulkan perubahan aktifitas dari gen-gen, salah satunya adalah gen yang mengatur sintesis dari alginat untuk pembentukan matriks ekstraseluler (Donlan, 2002). 2.2.3 Komposisi dan Struktur Biofilm Komponen utama biofilm terdiri dari sel-sel mikroorganisme (15%) dan bahan matriks yang terdiri dari campuran komponen seperti protein, asam nukleat, karbohidrat dan zat lainnya(85%). Eksopolisakarida yang dihasilkan berbeda-beda komposisi dan sifat kimiawinya. Beberapa merupakan makromolekul yang bersifat netral. Mayoritas bermuatan karena adanya asam uronat, asam D-galakturonat, dan asam D-manuroniat (Davey, 2000). Ikatan eksopolisakarida pada biofilm bersifat kaku. Jumlah eksopolisakarida yang dihasilkan oleh organisme berbeda-beda. Jumlah eksopolisakarida akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia biofilm tersebut. Eksopolisakarida yang dihasilkan tergantung dari kandungan nutrisi dan media pertumbuhan. Kekurangan nitrogen, potassium dan fosfat juga dapat meningkatkan sintesis eksopolisakarida (Donlan, 2002). Biofilm adalah polimorfik dan dapat menyesuaikan struktur terhadap perubahan jumlah nutrisi, yang telah ditunjukkan oleh percobaan dengan konsentrasi glukosa yang berbeda. Ketika konsentrasi glukosa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 8 tinggi, mikrokoloni tumbuh dengan cepat dan akibatnya ketebalan biofilm meningkat secara signifikan. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa perubahan struktur biofilm tergantung pada aliran.Pada aliran laminar mikrokoloni bakteri menjadi bulat, dan dalam aliran turbulen mereka berbentuk panjang ke arah hilir (Stoodley et al., 1998). Gambar 2.2. Matriks ekstraseluler pada P.aeruginosa dilihat dengan mikroskop elektron (Donlan, 2002). 2.2.4Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perlekatan Sel-Sel Bakteri dalam Pembentukan Biofilm (Costerton dan Stewart, 2001) Efek substratum (permukaan) Perlekatan terjadi lebih baik pada permukaan yang kasar, karena akan menurunkan kekuatan aliran yang dapat melepaskan biofilm, dan permukaan yang kasar mempunyai luas permukaan yang lebih besar. Hal lain adalah mikroorganisme lebih baik melekat pada permukaan yang hidrofobik seperti teflon dan plastik dibandingkan gelas atu logam. Kondisi film Permukaan yang terpapar oleh media cair akan segera ditutupi oleh polimer-polimer dari medium dan menimbulkan modifikasi kimiawi yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perluasan dari perlekatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 9 mikroorganisme pada permukaan tersebut. Contohnya yang terjadi pada enamel gigi yang dilapisi oleh proteinaceous film yang disebut “acquired pellicle” dimana sel-sel bakteri akan melekat pada enamel dalam beberapa jam paparan. Hidrodinamik Semakin cepat aliran cairan yang terjadi maka semakin mempercepat perlekatan sel pada permukaan karena sel-sel akan bertubulensi dan berputar. Hal ini terbatas sampai kecepatan tidak melepaskan perlekatan sel-sel dari permukaan. Karakteristik media cairan Seperti pH, suhu, jumlah zat gizi, kation dan adanya antimikroba akan mempengaruhi perlekatan. Keadaan permukaan sel bakteri Permukaan sel yang hidrofobik, adanya fimbriae, flagel dan polisakarida atau protein pada permukaan sel bakteri akan mempermudah perlekatan, terutama bila terjadi kompetisi dalam suatu kumpulan mikroorganisme. 2.2.5 Transfer Gen Biofilm ternyata merupakan tempat yang ideal bagi pertukaran DNA ekstrakromosal (plasmid). Tingkat konyugasi dalam biofilm lebih tinggi dibandingkan pada sel-sel yang bebas. Konyugasi ini diperlukan dalam pembentukan biofilm, Pilus konyugatif F (dikode oleh operontra pada plasmid) berperan sebagai faktor adesi pada permukaan antar sel, sehingga membentuk biofilm tiga dimensi pada E.coli. Karena plasmid juga dapat membawa gen yang mengatur resistensi terhadap antibiotika maka biofilm juga berperan dalam penyebaran resistensi bakteri terhadap antibiotika. 2.2.6 Quorum Sensing Quorum sensing merupakan suatu proses yang memungkinkan bakteri dapat berkomunikasi dengan mensekresikan molekul sinyal yang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 10 disebut autoinduser atau molekul sinyal seperti bahasa. Proses ini memungkinkan suatu populasi bakteri dapat mengatur ekspresi gen tertentu. Konsentrasi autoinduser di lingkungan sebanding dengan jumlah bakteri yang ada. Dengan mendeteksi autoinduser, suatu bakteri mampu mengetahui keberadaan bakteri lain di lingkungannya. Molekul sinyal juga memperlihatkan peranannya dalam pembentukan biofilm. Sebagai contoh adalah homoserin lakton yang merupakan sinyal utama yang terdapat pada P. aeruginosa (Donlan, 2001). 2.2.7 Peran Biofilm terhadap Mikroba Peran biofilm terhadap mikroba adalah sebagai berikut : Perlindungan Bakteri mengeluarkan zat ekstra-polimer yang sangat penting yang dikenal sebagai eksopolisakarida. Matriks ini melindungi bakteri dari lingkungan eksternal seperti radiasi UV, pergeseran pH, suhu, gerakan osmotik, dan pengeringan tanpa mempengaruhi pasokan nutrisinya (Nichols et al.,1988). Nutrisi Kegiatan metabolisme bakteri dalam biofilm berbeda dengan selsel planktonik. Didalam biofilm, bakteri memiliki akses terbatas terhadap nutrisi dan memiliki pasokan oksigen yang rendah. Mereka berkomunikasi satu sama lain dengan saluran selular dan sinyal lingkungan (Decho ,1990; Flemming ,1993). Variasi genetik Munculnya bakteri resisten menjadi perhatian besar karena penggunaan yang luas antibiotik rekayasa genetika mikroorganisme dan sebagainya. Bakteri yang berada di dalam biofilm akan berkonjugasi dan kemungkinan akan terjadi transfer gen di antara populasi (Scink B,1997). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 11 2.2.8 Pemeriksaan Biofilm Pemeriksaan biofilm : Mikroskop elektron dapat memeriksa biofilm pada alat-alat medik dan pada infeksi manusia. Pada awalnya, mikroskop elektron ini merupakan alat yang penting dalam mempelajari biofilm. Concofocal Laser Scanning Microscope (CLSM) dengan fluoresen antisera dan fluoresen in situ hibridisasi, sehingga organisme yang spesifik dan untuk mengidentifikasi dalam komunitas campuran kuman. 2.2.9 Resistensi Biofilm terhadap Antibiotik (Lewis, 2001; Stewart dan Costeron, 2001; Mah dan Toole, 2001) Struktur dan fisiologik dasar dari biofilm membuat biofilm secara alami resisten terhadap agen antimikroba seperti antibiotik, desinfektan, dan germisida. Hal ini dapat dilihat dari adanya perbedaan yang besar dalam hal kepekaan terhadap antibiotik pada sel biofilm dan planktoniknya. Faktor-faktor yang diperkirakan bertanggung jawab terhadap resistensi biofilm adalah : Penurunan penetrasi dari antimikroba Biofilm terbungkus dalam matriks eksopolimer yang dapat menghambat difusi dari substansi dan mengikat antibiotik. Penurunan tingkat pertumbuhan organisme dalam biofilm Antimikroba lebih efektif dalam membunuh sel-sel yang tumbuh dengan cepat. Beberapa antibiotik memerlukan secara mutlak sel-sel yang tumbuh dalam mekanisme penghambatannya. Ekspresi dari gen resistensi yang spesifik dari biofilm Hal ini dapat terlihat pada resistensi biofilm bakteri P.aeruginosa, dimana MDR (Multi Drug Resistan) memainkan peranan penting pada konsentrasi antibiotik yang rendah. Beta-galaktosidase berperan dalam respon P.aeruginosa terhadap imipenem dan pipeacilin. Faktor-faktor resistensi diatas dapat berdiri sendiri atau dapat merupakan gabungan dari semua faktor yang ada. Beberapa eksperimen memperlihatkan adanya fraksi kecil sel persister yang lebih banyak lagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 12 daripada populasi sel planktonik. Persister ini biasanya dihancurkan oleh sistem imun, dan menjadi masalah saat sistem imun tidak berfungsi. Infeksi biofilm lebih kurang sama dengan infeksi sel planktonik tanpa kehadiran sistem imun, eksopolimer dari biofilm melindungi sel dari komponen sistem imun. Pada awal aplikasi antibiotik yang bersifat bakterisidal akan terjadi eradikasi hampir semua populasi, meninggalkan sedikit fraksi persister yang bertahan. Jika konsentrasi antibiotik turun atau terapi dihentikan saat gejala penyakit sudah hilang, maka persister akan membentuk biofilm kembali. Dinamika ini menjelaskan adanya relaps pada infeksi biofilm dan perlunya terapi yang lebih lama. 2.2.10 Kontrol biofilm Kontrol biofilm dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : Fisika Yaitu memanfaatkan suhu yang tinggi atau pemanasan. Sanitasi dengan menggunakan air panas lebih menguntungkan karena air panas mudah tersedia dan tidak beracun. Peralatan kecil seperti pisau, serta bagian-bagian alat pengolahan pangan dapat direndam dalam air yang dipanaskan suhu 80-1000C (Silitonga et al., 2012). Kimia Kontrol biofilm dilakukan dengan cara penambahan suatu zat kimia. Sanitasi kimia dilakukan dengan menggunakan desinfektan. Tujuan penggunaan desinfektan ialah untuk mereduksi jumlah mikroorganisme patogen. Salah satu contoh adalah dengan penambahan suatu enzim berbasis deterjen yang dikenal dengan bio-cleaners yang identik dengan bahan kimia ramah lingkungan dan dapat digunakan untuk produk pangan. Contoh lain desinfektan yang dapat digunakan untuk mengendalikan biofilm adalah klorin (Augustin et al., 2004). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 13 Biologi Yaitu dengan menggunakan bakteriofaga. Pada dasarnya bakteriofaga merupakan virus yang menginfeksi bakteri melalui jalur yang spesifik serta bersifat non-toksik terhadap manusia, sehingga memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai bahan pengendali biofilm mikroba pada produk pangan (Kudva et al., 1999). Selain itu, kontrol biofilm juga dapat dilakukan dengan adanya interaksi mikrobiologis. Banyak bakteri yang mampu mensintesis dan mensekresikan biosurfaktan dengan sifat anti lekat yang kuat (Desai and Banat, 1997; Rodriguez et al., 2004; Nitschke and Costa, 2007). Surfaktan yang dihasilkan oleh Bacillus subtilis mampu meluruhkan biofilm tanpa mengganggu pertumbuhan sel serta mampu mencegah pembentukan biofilm baru oleh Salmonella enterica, E. coli dan Proteus mirabilis (Mireles et al., 2001) 2.3 Bakteri Uji (P.aeruginosa) 2.3.1 Klasifikasi P.aeruginosa termasuk famili Pseudomonadaceae. P.aeruginosa adalah patogen oportunistik, yaitu memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu infeksi. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernafasan, dermatitis, infeksi jaringan lunak, bakteremia, infeksi tulang dan sendi, infeksi saluran pencernaan dan bermacam-macam infeksi sistemik, terutama pada penderita luka bakar berat, kanker, dan penderita AIDS yang mengalami penurunan sistem imun (Todar, 2004). P.aeruginosa menyebabkan kontaminasi pada perlengkapan anestesi dan terapi pernafasan, cairan intravena, bahkan air hasil proses penyulingan. Endoskopi, termasuk bronkoskopi adalah alat-alat medik yang paling sering dihubungkan dengan berjangkitnya infeksi nosokomial. (Todar, 2004; Srinivasa et al.,2003). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 14 2.3.2 Karakteristik P.aeruginosa adalah bakteri Gram-negatif berbentuk batang lurus atau lengkung,berukuran sekitar 0,6 x 2 µm. Dapat ditemukan satu-satu, berpasangan, dan kadang-kadang membentuk rantai pendek, tidak mempunyai selubung (sheath), serta mempunyai flagel monotrika (flagel tunggal pada kutub) sehingga selalu bergerak (Jawetzet al., 2001; Madigan et al., 2003). Gambar2.3.Pseudomonas aeruginosa pada pewarnaan Gram-negatif (Todar,2004) P.aeruginosa adalah aerob obligat yang tumbuh dengan mudah pada banyak jenis pembiakan, karena memiliki kebutuhan nutrisi yang sangat sederhana. Di laboratorium, medium paling sederhana untuk pertumbuhannya terdiri dari asetat (untuk karbon) dan ammonium sulfat (untuk nitrogen). Metabolisme bersifat respiratorik tetapi dapat tumbuh tanpa O2 bila tersedia NO3 sebagai akseptor elektron. Kadang-kadang berbau manis atau menyerupai anggur yang dihasilkan aminoasetofenon (Todar, 2004; Jawetzet al., 2001). P.aeruginosa tumbuh dengan baik pada suhu 37-420C. Pertumbuhannya pada suhu 420C membantu membedakannya dari spesies pseudomonas lain (Balows et al.,1991). P.aeruginosa dalam biakan dapat menghasilkan berbagai jenis koloni sehingga memberi kesan biakan dari campuran berbagai spesies bakteri. Tiap jenis koloni dapat mempunyai UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 15 aktivitas biokimia dan enzimatik berbeda serta pola kepekaan antimikroba yang berbeda pula. Isolat dari tanah atau air mempunyai ciri koloni yang kecil dan tidak rata. Pembiakan dari spesimen klinik biasanya menghasilkan satu atau dua tipe koloni yang halus : Koloni besar dan halus dengan permukaan rata dan meninggi Koloni halus dan mukoid sebagai hasil produksi berlebihan dari alginat. Gambar 2.4. Koloni P.aeruginosa pada agar (Todar, 2004) Alginat adalah suatu eksopolisakarida yang merupakan polimer dari glucuronic acid dan mannuronic acid, berbentuk gel kental disekeliling bakteri. Alginat memungkinkan bakteri-bakteri untuk membentuk biofilm, yaitu kumpulan koloni sel-sel mikroba yang menempel pada suatu permukaan misalnya kateter intravena, atau jaringan paru. Alginat dapat melindungi bakteri dari pertahanan tubuh inang seperti limfosit, fagosit, silia di saluran pernafasan, antibodi, dan komplemen. P.aeruginosa membentuk biofilm untuk mambantu kelangsungan hidupnya saat membentuk koloni pada paru-paru manusia (Todar, 2004; Madigan et al.,2003; Salyers, 1994). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 16 2.3.3 Resistensi terhadap Antibiotik Gambar 2.5. Hasil uji resistensi antibiotic (Sumber : Rukmono, 2013) Pada penelitian sebelumnya telah dibuktikan bahwa P.aeroginosa telah resisten terhadap beberapa antibiotik. Jumlah antibiotik yang digunakan 25 jenis. Gambar 2.5 memperlihatkan 14 jenis antibiotik (nomor urut 1−14) didapatkan >50% spesimen telah resisten. Antibiotik yang paling resisten adalah ampisilin, eritromisin, amoksisilin, sefurosim, seftriason, gentamicin,tetrasiklin, sefadroksil, piperasilin, trimetroprim, tobramisin, kotrimoksazol, nalidisid, sulfonamide kompleks. Sementara 11 jenis antibiotik sebagian besar (<50%) masih sensitif yaitu dari urutan kloramfenikol sampai meropenem. Adapun untuk golongan sefalosforin, sebagian besar spesimen masih sensitif mulai dari antibiotik yang paling sensitif, berturut-turut adalah meropenem, klindamisin, amikasin, norfloksasin, siprofloksasin, ofloksasin, fosfomisin, seftazidim, netilmisin, dan kanamisin (Rukmono, 2013). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 17 2.3.4 Gambaran Klinik P.aeruginosa menimbulkan infeksi pada luka dan luka bakar tingkat II dan III dengan nanah hijau kebiruan disebabkan pigmen piosianin, meningitis bila masuk lewat punksi lumbal, dan infeksi saluran kemih bila masuk bersama kateter dan instrument lain atau dalam larutan untuk irigasi. Keterlibatan saluran pernafasan, terutama dari respirator yang terkontaminasi, menyebabkan pneumonia yang disertai nekrosis. Bakteri ini sering ditemukan pada perenang dengan otitis eksterna ringan, serta dapat menyebabkan otitis eksterna invasif (maligna) pada penderita diabetes. Infeksi mata yang dengan cepat mengakibatkan kerusakan mata, sering terjadi setelah cedera atau pembedahan. Pada bayi atau orang yang lemah dapat menyerang aliran darah dan mengakibatkan sepsis yang fatal, biasanya terjadi pada penderita leukemia atau limfoma yang mendapat obat antineoplastik atau terapi radiasi, dan pada penderita dengan luka bakar berat (Jawetz et al.,2001; Tortora et al.,2004). Pada sebagian besar infeksi, gejala dan tanda-tandanya tidak spesifik dan berkaitan dengan organ yang terlibat. Terkadang, verdoglobin (suatu produk pemecah hemoglobin) atau pigmen yang berfluorosen dapat dideteksi pada luka, luka bakar, atau urin dengan penyinaran fluorosen ultraviolet. Nekrosis hemoragik pada kulit sering terjadi pada sepsis akibat P.aeruginosa. Lesi yang disebut ektima gangrenosum ini dikelilingi oleh eritema dan sering tidak berisi nanah. P.aeruginosa dapat dilihat pada spesimen dari lesi ektima yang diberi pewarnaan Gram, dan biakannya positif. Ektima gangrenosum tidak lazim pada bakteremia akibat organisme lain (Jawetz et al.,2001). 2.3.5 Epidemiologi P.aeruinosa terdapat di tanah dan air, dan pada 10% orang merupakan flora normal di kolon. Dapat dijumpai pada daerah lembab dikulit dan dapat membentuk koloni pada saluran pernafasan bagian atas pasien-pasien rumah sakit (Jawetz, 2001). P.aeruginosa dapat dijumpai di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 18 banyak tempat di rumah sakit. Disinfektan, alat bantu pernafasan, makanan, saluran pembuangan air, dan kain pel merupakan beberapa contoh reservoir. Suatu penelitian di unit perawatan intensif neonates menyatakan bahawa P.aeruginosa paling sering membentuk koloni disaluran pernafasan dan saluran pencernaan. Hal ini terutama dijumpai pada bayi prematur oleh karena pH lambung sering tinggi sehingga mendukung pertumbuhan bakteri. Penyebaran terjadi dari pasien ke pasien lewat tangan karyawan rumah sakit, melalui kontak langsung dengan reservoir, atau lewat pencernaan makanan dan minuman yang telah terkontaminasi (Todar, 2004; Foca et al.,2000). P.aeruginosa menyebabkan kontaminasi pada perlengkapan anastesi dan terapi pernafasan, cairan intravena, bahkan air hasil proses penyulingan. Karena merupakan patogen nosokomial, maka metode untuk mengendalikan infeksi ini mirip dengan metode untuk nosokomial lainnya (Jawetz et al.,2001; Fiorillo et al.,2001). 2.3.6 Pencegahan dan Pengobatan Pencegahan meliputi eliminasi sumber-sumber potensial bakteri dan perawatan segera terhadap luka. Pembuangan secara hati-hati jaringan mati pada penderita luka bakar, diikuti dengan penggunaan krim antibakteri. Infeksi yang telah terbentuk sulit untuk diobati karena P.aeruginosa sering resisten terhadap banyak antibiotik. Karena angka keberhasilan suatu pengobatan cukup rendah, dan bakteri cepat membentuk resistensi bila digunakan hanya satu jenis antimikroba, maka pengobatan sebaiknya secara kombinasi (Jawetz et al.,2001; Balows et al.,1991; Nester et al., 2004). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 19 2.4 Belimbing wuluh (Avverhoa bilimbi L) Gambar 2.6. Pohon belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) (Sumber : koleksi pribadi) 2.4.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah tanaman belimbing wuluh adalah: Kingdom : Plantae, Subkingdom : Tracheobionta, Superdivisio : Spermatophyta, Divisio : Magnoliophyta, Kelas : Magnoliopsida, Sub-kelas : Rosidae, Ordo : Geraniales, Familia : Oxalidaceae, Genus : Averrhoa, Spesies : Averrhoa bilimbi L 2.4.2Morfologi Belimbing wuluh disebut juga sebagai belimbing sayur yang merupakan tumbuhan yang hidup pada ketinggian 5 hingga 500 meter diatas permukaan laut. Ditanam sebagai pohon buah, kadang tumbuh liar. Pohon belimbing bisa tumbuh dengan ketinggian mencapai 5-10 meter. Batang utamanya pendek dan cabangnya rendah, batangnya bergelombang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 20 (tidak rata). Daunnya majemuk, berselang-seling, panjang 30-60 cm dan berkelompok di ujung cabang. Pada setiap daun terdapat 11 sampai 37 anak daun yang berselang-seling atau setengan berpasangan. Anak daun berbentuk oval (Nugrahawati et al., 2009). Buahnya memiliki rasa asam sering digunakan sebagai bumbu masakan dan campuran ramuan jamu. Bunganya kecil, muncul langsung dari batang dengan tangkai bunga berambut. Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) berbentuk elips hingga seperti torpedo, dengan panjang 4-10 cm. warna buah ketika muda hijau, dengan sisa kelopak bunga menempel diujungnya. Jika masak buahnya berwarna kuning atau kuning pucat. Daging buahnya berair dan sangat asam. Kulit buah berkilap dan tipis. Bijinya kecil (6 mm), berbentuk pipih, dan berwarna coklat, serta tertutup lendir (Nugrahawati et al., 2009). 2.4.3 Kandungan Kimia Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) mengandung banyak vitamin C alami yang berguna sebagai penambah daya tahan tubuh dan perlindungan terhadap sebagai penyakit. Belimbing wuluh mempunyai kandungan unsur kimia yang disebut asam oksalat dan kalium.Hasil pemeriksaan kandungan kimia buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) mengandung golongan senyawa oksalat, minyak menguap, fenol, flavonoid, dan pektin (Parkesit dan Mario, 2009). Ekstrak etanol dari buah belimbing menunjukkan uji positif pada pengujian flavanoid dan terpenoid. Dari penelitian senyawa flavonoid bersifat aktif sebagai antimikroba. Senyawa flavonoid merupakan salah satu antimikroba yang bekerja dengan menganggu fungsi membran sitoplasma (Samad, 2008; Parikesit, 2011). Ekstrak tanaman yang mengandung flavonoid berpotensi dapat menghambat intercellular adhesion genes icaA dan icaD yang menjadi salah satu faktor pembentukan biofilm (Lee et al., 2013). Selain mengandung senyawa yang telah disebutkan, buah belimbing wuluh juga diketahui mengandung senyawa saponin triterpen (Fahrunnida dan Pratiwi, 2012). Menurut UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 21 Katzung dalam Hartini (2012) saponin merupakan senyawa yang memiliki tegangan permukaan yang kuat yang berperan sebagai antimikroba dengan mengganggu kestabilan membran sel bakteri yang menyebabkan lisis sel. Hal ini disebabkan karena saponin yang merupakan senyawa semipolar dapat larut dalam lipid dan air, sehingga senyawa ini akan terkonsentrasi dalam membrane sel mikroba. Kandungan gizi buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) per 100 gram adalah energi (23 kcal), protein (0.7 g), lemak (0.2 g), karbohidrat (4.5 g), serat kasar (1.5 g), abu (0.3 g), kalsium (8 mg), fosfor (11 mg), besi (0.4 mg), beta karoten (100ug), vitamin A (17ug), Thiamin (0.01 mg), riboflavin (0.03 mg), niacin (0.3mg), vitamin C (18mg), kadar air (94.3g) (Parkesit dan Mario, 2009). 2.4.4 Khasiat dan Kegunaan Di kalangan masyarakat belimbing wuluh ternyata sangat popular, bahkan melebihi belimbing manis. Perasan air buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) sangat baik untuk asupan kekurangan vitamin C. banyak hasil penelitian yang menyebutkan potensi suatu tanaman dalam mengobati penyakit tertentu ataupun sebagai antibakteri. Akan tetapi, penggunaan bahan antimikroba kimia, di lingkungan masyarakat dalam produk pangan lebih popular. Hal ini dikarenakan kegunannya sebagai pengawet lebih efektif dan biayanya relatif murah (Parkesit, Mario 2009). Ada yang memanfaatkan buah belimbing wuluh sebagai obat untuk sariawan, sakit perut, gondongan, rematik, batuk rejan, gusi berdarah, sakit gigi berlubang, memperbaiki fungsi pencernaan, untuk membersihkan noda pada kain, menghilangkan bau amis, sebagai bahan kosmetik serta mengkilapkan barang-barang yang terbuat dari kuningan (Parkesit, Mario 2009). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboraturium Genetika dan Mikrobiologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong dan Laboratorium PDR (Phamacy Drugs and Research Development) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu pelaksanaan penelitian 1-2 bulan dan dimulai pada bulan Maret sampai dengan April 2015. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender (Miyako), pisau , kain lap, kertas saring, cawan penguap, erlenmeyer (Pyrex) , spatula, corong, cawan petri, jarum ose, bunsen, gelas ukur (Pyrex), tabung reaksi (Pyrex), pipet tetes, rak, pipet mikro (Pipette Gilson) , incubator (Sanyo MR 162), timbangan analitik (AND GF-02), autoklaf (Hirayama), microwave (Sanyo), freezedryer, Laminar Air Flow (LAF), vortex (Barnstead), microtitterplate flat-buttom polystyrene 96 well, iMarkBiorad Microplate Reader. 3.2.2 Bahan Penelitian Bahan uji : buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) yang diperoleh dari kelurahan Cirendeu, Ciputat timur RT 04 RW 09 Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten pada tanggal 8 Maret 2015. Bakteri uji : kultur P.aeruginosa yang merupakan koleksi dari Laboratorium Mikrobiologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong yang diisolasi dari alat dispenser (Panasonic). 22 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 23 Bahan kimia : Amoniak 1%, larutan HCl, kloroform, pereaksi Dragendroff, pereaksi Mayer, serbuk Mg, larutan NaOH, FeCl3, eter, asam asetat, etanol 96%, butanol, formaldehid 30%, natrium asetat, petroleum eter, kristal violet 1 %, safranin, lugol, NaCl fisiologis, aquades. Bahan lainnya :Media Heterotrof (pepton, tripton, NaCl, K2HPO4, glukosa), dan media Pseudomonas Isolation agar (PIA) (komposisi : pepton, irgasan, cloruro di magnesio, solfato di pottasio, agar), Biorem 1 (alkaline detergent) dan Biorem 10 (enzyme cocktail). 3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Identifikasi Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) Dilakukan determinasi terhadap belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) di Herbarium Bogoriense Lembaga Ilmu Pengethauan Indonesia-Kebun Raya Bogor. Tujuannya adalah untuk memastikan klasifikasi dari tanaman yang kita gunakan dalam penelitian. 3.3.2 Karakterisasi Sampel dan Penyiapan Ekstrak air Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) (Prayogo et al., 2011) 1 kg buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) segar dicuci terlebih dahulu sampai bersih kemudian diukur rerata panjang dan diameter buahnya dan kemudian dipotong kecil-kecil, selanjutnya, potongan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) diblender sampai benar-benar hancur. Hasil jus kemudian disaring dengan menggunakan kain lap bersih dan kertas saring Whatman no.1. Hasil saringan sebanyak 50 ml ditampung ke dalam erlenmeyer, kemudian diuapkan dengan alat freezedryer selama 27 jam untuk mendapatkan simplisia dari buah belimbing wuluh. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 24 Tahap selanjutnya dilakukan menyiapkan larutan sari buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dengan berbagai seri konsentrasi. Konsentrasi larutan ekstrak air belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) yang digunakan pada penelitian ini adalah 0,5%, 1%, 2%, 4% dan 8%. 3.3.3 Uji Penapisan Fitokimia (Fransworth, 1966) Penapisan fitokimia dilakukan pada serbuk buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L). Tujuan dilakukan uji penapisan fitokimia adalah untuk mengetahui kandungan apa saja yang terkandung di dalam buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L). Identifikasi Golongan Alkaloid Metode yang pertama adalah dengan menggunakan plat KLT dan reagen Dragendorff. Teteskan reagen Dragendorff pada sampel diatas plat KLT. Bila terdapat noda naik dan berwarna merah atau oranye maka positif mengandung alkaloid. Identifikasi Golongan Flavonoid 1 gram sampel yang telah ditambahkan air sebanyak 5 ml dalam tabung reaksi ditambahkan serbuk atau lempeng magnesium secukupnya dan 1 mL HCl pekat, serta 5 mL anilin alkohol, dikocok dengan kuat lalu dibiarkan hingga memisah. Jika terbentuk warna pada lapisan anilin alkohol (lapisan atas) maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoid. Identifikasi Golongan Saponin Sebanyak 1 gram serbuk dan tambahkan aquades 5 ml dalam tabung reaksi dan dikocok secara vertikal selama 10 detik, kemudian dibiarkan selama 10 menit. Jika dalam tabung reaksi terbentuk busa yang stabil dan jika ditambahkan 1 tetes HCl 1% busa tetap stabil maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan saponin. Identifikasi Golongan Steroid dan Triterpenoid UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 25 Serbuk secukupnya dimasukan dalam tabung reaksi dan dikocok dengan sedikit eter. Lapisan eter diambil lalu diteteskan pada 2 lubang plat tetes dan dibiarkan sampai mengering. Setelah mengering, ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan satu tetes asam sulfat pekat.Apabila terbentuk warna orange, merah atau kuning berarti positif triterpenoid.Tetapi apabila terbentuk warna hijau berarti positif steroid. Identifikasi Golongan Fenolik Serbuk secukupnya dikocok dengan sedikit eter dalam tabung reaksi, lalu lapisan eter diteteskan pada plat tetes.Lapisan eter kemudian dikeringkan.Setelah mengering, diteteskan larutan FeCl3.Apabila terbentuk warna ungu atau biru berarti positif fenolik. Identifikasi Golongan Kuinon Serbuk secukupnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 1 N. Apabila terbentuk warna merah maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan kuinon. 3.3.4 Pembuatan Media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) padat dan Heterotrof (HTR) cair Tujuannya adalah untuk menyediakan nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri. Pertama yaitu pembuatan media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) padat. Sebanyak 4,5 gram Pseudomonas Isolation Agar (PIA) lalu ditambahkan 100 ml aquades dan dipanaskan di microwave sampai homogen, kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 1210 C selama 30 menit dan didinginkan. Media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) yang telah dingin, dituangkan ke dalam cawan petri sebanyak 20 ml dan didiamkan selama 24 jam di dalam Laminar Air Flow (LAF) sambil disterilisasi dengan sinar UV. Media selanjutnya yang dibuat adalah media Heterotrof (HTR) cair. Sebanyak pepton 15 gram, K2HPO4 2,5 gram, glukosa 2,5 gram, NaCl 5 gram dan tripton 3 gram dan dilarutkan dalam aquades 1000 ml didalam erlenmeyer dan diaduk hingga homogen, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 26 selanjutnya disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 1210 C selama 30 menit. 3.3.5 Inokulasi Bakteri pada Media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) padat (Deby et al., 2012) Inokulasi dilakukan untuk memindahkan dan meremajakan bakteri.Teknik yang digunakan adalah Streak Plate. Jarum ose dipanaskan terlebih dahulu sampai berpijar, lalu didinginkan, kemudian buka mulut cawan yang berisi kultur bakteri P.aeruginosa dan bakteri diambil dengan cara menggoreskan ose ke inokulum, lalu tutup mulut cawan dan panaskan kembali. Ose digoreskan pada media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) padat dengan metode gores kontinyu, kemudian tutup mulut cawan dan panaskan kembali di api, selanjutnya diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. 3.3.6 Karakterisasi bakteri Pseudomonas aeruginosa Karakterisasi bakteri P.aeruginosa dilakukan dengan cara pewarnaan Gram. Pewarnaan Gram dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi isolat bakteri yang akan digunakan dalam penelitian. Bahan yang digunakan pada pewarnaan Gram adalah safranin, lugol, kristal violet, etanol 70%, NaCl fisiologis. Goreskan sedikit isolat bakteri dengan menggunakan ose dan diusapkan sedikit ke kaca objek, lalu tambahkan sedikit NaCl fisiologis pada isolat untuk membuat suspensi bakteri. Keringkan suspensi bakteri dan lakukan fiksasi di atas api bunsen, kemudian tambahkan satu tetes kristal violet dan diamkan selama satu menit, bilas dengan air keran lalu tambahkan satu tetes lugol dan diamkan selamat satu menit dan kembali bilas dengan etanol 70%. Tambahkan satu tetes safranin lalu bilas dengan air keran dan keringkan menggunakan mikroskop. 3.3.7 Pembuatan Suspensi Bakteri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 27 Bakteri P.aeruginosa yang telah diremajakan di media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) padat diambil dengan jarum ose dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi media heterotrof (HTR) cair 10 lalu dikocok-kocok sampai lepas. Tabung reaksi divortex selama 1 menit, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Setelah diinkubasi selama 24 jam, diukur nilai absorbansi pada panjang 600 nm menggunakan spektrofotometri untuk mengetahui konsentrasi suspensi bakteri tersebut. 3.3.8 Uji Pembentukan dan Pertumbuhan Biofilm Bakteri P. aeruginosa (Prasasti and Hertiani, 2010) Uji pembentukan dan pertumbuhan biofilm bakteri P.aeruginosa dilakukan untuk mengetahui berapakah waktu yang dibutuhkan P.aeruginosa untuk membentuk biofilm yang paling baik. Uji pertumbuhan biofilm P.aeruginosa dilakukan dengan metode Microtitter Plat Biofilm Assay. Sebanyak 100 µL suspensi bakteri P.aeruginosa (OD 0,5) dan 100 µL media Heterotrof (HTR) cair dimasukkan ke dalam sumur microplate, kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 1 hari, 2 hari, 3 hari dan 4 hari. Setelah diinkubasi, cuci microplate dengan menggunakan air yang mengalir sebanyak 3 kali dan keringkan, kemudian masukkan larutan kristal violet 1% sebanyak 200 µL dan didiamkan selama 15 menit. Setelah itu cuci kembali microplate dengan air mengalir sebanyak 3 kali dan keringkan, lalu masukkan etanol 96% sebanyak 200µL dan diamkan selama 15 menit, kemudian dilakukan pembaca Optical Density (OD) biofilm P.aeruginosa menggunakan alat iMark-Biorad Microplate Reader pada panjang gelombang 595nm. 3.3.9 Uji Aktivitas Antibiofilm Secara In Vitro (Sandasi et al., 2010; Prasasti dan Hertiani, 2010) Pencegahan Pertumbuhan Biofilm Pembentukan biofilm pada penelitian ini diuji secara in vitro menggunakan metode Microtitterplate flat-buttom polystyrene 96 wells. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 28 Pengujian dilakukan terhadap sari buah belimbing wuluh dengan variasi konsentrasi 0,5%, 1%, 2%, 4% dan 8% b/v. Pada pengujian ini, kontrol negatif yang digunakan adalah sumur microplate yang berisi suspensi bakteri dan media Heterotrof (HTR) tanpa penambahan sari buah belimbing wuluh, tetapi tidak digunakan kontrol positif sebagai pembanding. Sebanyak 200 µL sari buah belimbing wuluh terlebih dahulu dimasukkan pada tiap sumur, kecuali pada sumur kontrol negatif dan didiamkan selama 60 menit, kemudian buang sari buah belimbing wuluh yang ada didalam sumur microplate. Tambahkan sebanyak 100 µL suspensi bakteri dan 100 µL media Heterotrof (HTR) cair pada sumur microplate sampel dan kontrol negatif, kemudian diinkubasi selama 3 hari pada suhu 37oC. Setelah masa inkubasi, microplate dicuci dengan menggunakan air mengalir sebanyak tiga kali, kemudian ditambahkan 200 µL kristal violet 1% ke tiap sumur dan diinkubasi pada suhu ruang selama 15 menit. Microplate dicuci kembali dengan menggunakan air mengalir sebanyak tiga kali. Larutan etanol 96% sebanyak 200 µL ditambahkan ke tiap sumur dan dilakukan inkubasi kembali pada suhu ruang selama 15 menit. Selanjutnya dilakukan pembacaan Optical Density (OD) dengan menggunakan alat iMark-Biorad Microplate Reader pada panjang gelombang 595nm. Pengujian dilakukan secara triplo. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah sari buah belimbing wuluh dapat mencegah pertumbuhan biofilm P.aeruginosa. x 100% Penghambatan Pertumbuhan Biofilm Pembentukan biofilm pada penelitian ini diuji secara in vitro menggunakan metode Microtitterplate flat-buttom polystyrene 96 wells. Pengujian dilakukan terhadap sari buah belimbing wuluh dengan variasi konsentrasi 0,5%, 1%, 2%, 4% dan 8% b/v. Pada pengujian ini, tidak dilakukan penambahan sari buah belimbing wuluh terlebih dahulu seperti pada pengujian pencegahan pertumbuhan biofilm, tetapi sari buah belimbing wuluh ditambahkan bersamaan dengan suspensi bakteri dan media UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 29 Heterotrof (HTR) cair. Sebagaimana pada uji sebelumnya, kontrol negatif yang digunakan adalah sumur microplate yang berisi suspensi bakteri dan media Heterotrof (HTR) tanpa penambahan sari buah belimbing wuluh, tetapi tidak digunakan kontrol positif sebagai pembanding. Tambahkan media Heterotrof (HTR) cair sebanyak 60 µL,suspensi bakteri sebanyak 70 µL dan sari buah belimbing wuluh 70 µL pada masing-masing sumur, kecuali sumur kontrol negatif, kemudian diinkubasi selama 3 hari pada suhu 37oC. Setelah masa inkubasi, microplate dicuci dan dilakukan prosedur seperti pada uji sebelumnya. Pengujian ini dilakukan secara triplo. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah sari buah belimbing wuluh dapat menghambat pertumbuhan biofilm P.aeruginosa. x 100% Degradasi Biofilm Pengujian ini dilakukan sebagaimana pada uji pencegahan pertumbuhan dan penghambatan pertumbuhan biofilm. Perbedaan dengan uji sebelumnya adalah sari buah buah belimbing wuluh ditambahkan pada saat biofilm telah terbentuk, dan pada uji ini digunakan kontrol negatif dan kontrol positif sebagai pembanding. Pada pengujian ini, kontrol negatif yang digunakan adalah sumur microplate yang berisi suspensi bakteri dan media Heterotrof (HTR) tanpa penambahan sari buah belimbing wuluh kontrol positif yang digunakan yaitu biorem 1 dan biorem 10. Sebanyak 100 µL suspensi bakteri dan 100 µL media Heterotrof (HTR) cair dimasukkan kedalam sumur microplate sampel, kontrol negatif dan kontrol posotif. Microplate kemudian diinkubasi selama 3 hari pada suhu 37oC. Setelah diinkubasi, suspensi di dalam microplate dibuang kemudian dicuci dengan menggunakan air sebanyak tiga kali, kemudian tambahkan sebanyak 200 µL sari buah belimbing wuluh dengan variasi konsentrasi 0,5%, 1%, 2%, 4% dan 8% b/v kecuali kontrol negatif, kemudian sebanyak 200 µL biorem 1 dan biorem 10 ditambahkan pada sumur microplate kontrol posotif. Microplate didiamkan selama 60 menit, setelah itu microplate dicuci dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 30 dilakukan prosedur seperti pada uji sebelumnya. Pengujian dilakukan secara triplo. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah sari buah belimbing wuluh dapat mendegradasi biofilm P.aeruginosa. x100% 3.3.10 Analisis data Data hasil pengujian aktivitas antibiofilm sari buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap pencegahan pertumbuhan, penghambatan pertumbuhan dan degradasi biofilm P.aeruginosa dianalisis secara statistik dengan menggunakan metode One Way Anova (analisa varians satu arah) dengan program Statistical Product Service Solution (SPSS 16). Tujuan dilakukan analisa statistik adalah untuk melihat apakah sari buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) memperlihatkan perbedaan yang signifikan sebagai antibiofilm P.aeruginosa. Setelah dianalisis, dipilih salah satu aktivitas antibiofilm yang paling baik. 3.3.11 Optimasi Aktivitas Terseleksi (Bazeera et al., 2008) Pada penelitian ini, optimasi aktivitas terseleksi dilakukan dengan menggunakan metode Response Surface Analysis (RSA). Tujuannya adalah untuk mengetahui konsentrasi ekstrak air belimbing wuluh, waktu inkubasi dan suhu yang optimal. Optimasi dilakukan pada aktivitas yang telah terseleksi pada uji sebelumnya menggunakan metode Response Surface Analysis (RSA). Hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat desain rancangan pengujian, kemudian dilakukan uji aktivitas antibiofilm ekstrak air belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L). Pengujian ini dilakukan sebagaimana pada uji aktivitas antibiofilm yang telah dilakukan sebelumnya, hanya saja konsentrasi ekstrak air belimbing wuluh, waktu inkubasi dan suhu yang digunakan berbeda, yaitu sesuai hasil optimasi sebelumnya. Data yang diperoleh kemudian dioptimasi dengan menggunakan metode Response Surface Analysis (RSA). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Determinasi Berdasarkan hasil determinasi pada tanggal 6 Mei 2015, menunjukkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis Averrhoa bilimbi L, suku Oxalidaceae, belimbing wuluh/belimbing sayur (Lampiran 2). 4.1.2 Karakterisasi Sampel dan Proses Penyiapan Sampel Hasil karakterisasi menunjukkan buah belimbing wuluh yang digunakan dalam penelitian ini berwarna hijau dengan panjang sekitar 50-70 mm dan diameter 10-20 mm, rasa asam. Dari hasil proses penyiapan sampel, sebanyak 1 kg buah belimbing wuluh segar dihancurkan dengan menggunakan blender dan sebanyak 50 ml air belimbing wuluh di uapkan menggunakan Freeze dryer selama 27 jam. Didapatkan simplisia berupa serbuk seberat 2 gram. 4.1.3 Uji Penapisan Fitokimia Kandungan metabolit sekunder pada serbuk belimbing wuluh diidentifikasi dengan cara penapisan fitokimia. Hasil penapisan fitokimia serbuk belimbing wuluh dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Hasil uji penapisan fitokimia serbuk buah belimbing wuluh secara kualitatif Golongan Hasil Keterangan Alkaloid + Noda naik berwarna orange pada plat KLT Flavonoid + Lapisan anilin alkohol berwarna kuning Steroid - Orange Triterpenoid + Orange Fenolik - Kuning Saponin + Berbusa Kuinon - Putih 31 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 32 4.1.5 Karakterisasi bakteri Pseudomonas aeruginosa Hasil karakterisasi bakteri P.aeruginosa secara makroskopik dan mikroskopik dapat dilihat pada gambar 4.1. Gambar 4.1. Koloni pada media agar dan pewarnaan Gram bakteri P.aeruginosa Hasil purifikasi pada media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) menunjukkan bentuk koloni yang besar, halus dengan permukaan rata serta berwarna kuning muda. Karakterisasi bakteri yang dilakukan dengan cara pewarnaan Gram menunjukkan bahwa isolat yang digunakan merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang pendek, tidak berspora dan menghasilkan warna merah. 4.1.6 Uji Pembentukan dan Pertumbuhan Biofilm P.aeruginosa Hasil uji pembentukan dan pertumbuhan biofilm bakteri P.aeruginosa yang berupa nilai densitas biofilm (OD595nm) pada hari pertama sampai hari keempat dapat dilihat pada gambar 4.2. Dari data grafik, dapat dilihat pada waktu inkubasi hari ke tiga menunjukkan pembentukan dan pertumbuhan biofilm P.aeruginosa yang paling baik. UIN Syarif HIdayatullah Jakarta 33 Densitas biofilm (OD595nm) 0.8 0,717 0.7 0.6 0,490 0.5 0.4 0.3 0.2 0,186 0,108 0.1 0 1 2 3 4 Waktu Inkubasi (Hari) Gambar 4.2. Grafik pembentukan dan pertumbuhan biofilm P.aeruginosa melalui metode Microtitter Plat Biofilm Assay (OD595nm) 4.1.7 Uji Aktivitas Antibiofilm Ekstrak Air Belimbing Wuluh terhadap Biofilm P.aerginosa Terdapat tiga aktivitas antibiofilm yang diuji yaitu pencegahan pertumbuhan biofilm, penghambatan pertumbuhan biofilm dan degradasi biofilm. Hasil uji aktivitas antibiofilm ekstrak air belimbing wuluh terhadap biofilm P.aeruginosa dapat dilihat pada grafik dan tabel berikut : 90 b Aktivitas antibiofilm (%) 80 bc bcd e 70 60 50 40 30 a e a ab abc ad abcd abcde ab abc a 20 Ekstrak 0.5% Ekstrak 1% Ekstrak 2% Ekstrak 4% Ekstrak 8% 10 0 Pencegahan pertumbuhan Penghambatan pertumbuhan Degradasi Gambar 4.3. Grafik aktivitas antibiofilm sari buah belimbing wuluh terhadap biofilm P.aeruginosa (OD595nm) UIN Syarif HIdayatullah Jakarta 34 Tabel 4.2 Hasil uji aktivitas antibiofilm sari buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap biofilm P.aeruginosa Aktivitas Sampel Pencegahan pertumbuhan Penghambatan pertumbuhan Degradasi Densitas biofilm 2 0,59 Densitas biofilm 3 0,59 Rerata 0.5% Densitas biofilm 1 0,54 0,57 Presentase (%) 26,55±4,18 1% 0,57 0,62 0,60 0,59 23,88±3,37 2% 0,59 0,57 0,61 0,59 24,39±2,16 4% 0,55 0,55 0,53 0,57 26,55±1,17 8% 0,48 0,48 0,50 0,48 37,86±1,58 Kontrol Negatif 0.5% 0,80 0,79 0,76 0,78 0 0,52 0,53 0,58 0,54 30,24±4,06 1% 0,15 0,19 0,22 0,19 75,73±5,03 2% 0,22 0,20 0,19 0,20 73,82±1,85 4% 0,25 0,28 0,18 0,24 69,50±6,93 8% 0,27 0,26 0,32 0,28 63,53±3,86 Kontrol Negatif 0.5% 0,80 0,79 0,76 0,78 0 0,61 0,67 0,68 0,66 43,10±0,09 1% 2% 4% 8% Kontrol Positif Kontrol Negatif 0,58 0,56 0,56 0,55 0,11 0,60 0,60 0,57 0,51 0,17 0,67 0,61 0,60 0,60 0,15 0,61 0,59 0,58 0,55 0,16 46,63±1,18 48,53±0,22 49,82±4,07 51,98±1,61 80,81±0,03 1,16 0,78 0,69 0,88 0 Data yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan uji persyaratan. Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data ketiga aktivitas terdistribusi normal (p≥0,05). Setelah dilakukan uji normalitas, dilanjutkan uji homogenitas Levene. Hasil uji homogenitas menghasilkan data yang homogen (p≥0,05) untuk aktivitas pencegahan pertumbuhan dan penghambatan pertumbuhan, tetapi data aktivitas degradasi tidak homogen sehingga tidak bisa dilanjutkan dengan uji anova. Hasil uji data aktivitas pencegahan pertumbuhan dan penghambatan pertumbuhan menunjukkan nilai signifikan 0,132 dan 0,267 (p≥0,05). Hasil uji anova yang dilakukan menunjukkan nilai signifikan 0,000 UIN Syarif HIdayatullah Jakarta 35 (p≤0,05), sehingga dilanjutkan dengan uji BNT jenis LSD dimana data yang diperoleh menunjukkan hasil yang berbeda secara bermakna terhadap kontrol negatif (p≤0,05). Dari hasil uji ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak air belimbing wuluh dapat mencegah pertumbuhan dan menghambat pertumbuhan biofilm P.aeruginosa secara in vitro. Sedangkan aktivitas degradasi yang dianalisa dengan metode kruskalwalis menunjukkan nilai signifikan 0,026 (p≤0,05), sehingga dilanjutkan dengan uji BNT jenis LSD dimana data yang diperoleh menunjukkan hasil yang berbeda secara bermakna terhadap kontrol negatif (p≤0,05). Dari hasil uji ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak air belimbing wuluh dapat mendegradasi biofilm P.aeruginosa secara in vitro. Grafik pada gambar 4.3 menunjukkan aktivitas pencegahan pertumbuhan biofilm memiliki perbedaan yang signifikan antara konsentrasi sari buah 8% (e) dengan konsentrasi 0,5%, 1%, 2% dan 4%. Antara konsentrasi 0,5% (a), 1% (ab) dan 2% (abc) tidak memiliki perbedaan secara signifikan, tetapi konsentrasi 4% (ad) memiliki perbedaan secara signifikan dengan konsentrasi 1% (ab) dan 2% (abc). Pada aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara konsentrasi sari buah 0,5% (a) dengan konsentrasi 1% (b), 2% (bc), 4% (bcd) dan 8% (e). Antara konsentrasi 1% (b), 2% (bc) dan 4% (bcd) tidak memiliki perbedaan secara signifikan, tetapi konsentrasi 8% (e) memiliki perbedaan secara signifikan dengan konsentrasi lainnya. Pada aktivitas terakhir yaitu degradasi biofilm menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelima konsentrasi. 4.1.8 Optimasi Aktivitas Penghambatan Pertumbuhan Biofilm P.aeruginosa Sebelum didapatkan hasil optimasi, terlebih dahulu didapatkan hasil rancangan optimasi yaitu berupa 20 pasang variabel faktor yang akan duji (Lampiran 11). Data yang dianalisis pada tahap ini merupakan densitas biofilm P.aeruginosa pada panjang gelombang 595 nm. Grafik hasil optimasi uji aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm P.aeruginosa oleh sari buah wuluh adalah sebagai berikut : UIN Syarif HIdayatullah Jakarta 36 Contour Plot of % vs suhu (C), waktu (Hari) 50 20 30 40 50 60 suhu (C) 45 40 % < – – – – – > 20 30 40 50 60 70 70 Hold Values k onsentrasi (%) 4.25 35 30 25 1.0 1.5 2.0 waktu (Hari) 2.5 3.0 Gambar 4.4. Grafik Contour Plot antara presentase penghambatan vs suhu, waktu Contour Plot of % vs waktu (Hari), konsentrasi (%) 3.0 % < 40 – 50 – 60 – > waktu (Hari) 2.5 40 50 60 70 70 Hold Values suhu (C ) 37.5 2.0 1.5 1.0 1 2 3 4 5 6 konsentrasi (%) 7 8 Gambar 4.5. Grafik Contour Plot antara presentase penghambatan vs waktu, konsentrasi UIN Syarif HIdayatullah Jakarta 37 Gambar 4.6. Hasil analisis Optimized Plot 4.2 Pembahasan Pada penelitian ini, uji antibiofilm didasarkan pada pengaruh sari buah belimbing wuluh terhadap pencegahan pertumbuhan, penghambatan pertumbuhan dan degradasi biofilm P.aeruginosa secara in vitro. Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah belimbing wuluh jenis Averrhoa bilimbi L, suku oxalidaceae yang telah dideterminasi. Buah belimbing wuluh segar yang digunakan dikeringkan dengan menggunakan metode freezedryer. Tujuan dilakukan proses freezedry adalah untuk mendapatkan sampel yang stabil, tidak mudah rusak akibat mikroba dan kegiatan enzim yang mengakibatkan pembusukan pada sari buah belimbing wuluh. Sebanyak 50 ml air buah belimbing wuluh yang dikeringkan, menghasilkan serbuk simplisia belimbing wuluh sebanyak 2 gram. Pengujian aktivitas antibiofilm belimbing wuluh terhadap biofilm P.aeruginosa dilakukan terhadap berbagai seri konsentrasi dengan menggunakan pelarut aquades yaitu 0,5%, 1%, 2%, 4% dan 8% b/v. Berdasarkan hasil uji penapisan fitokimia terhadap serbuk belimbing wuluh pada tabel 4.1 menunjukan bahwa buah belimbing wuluh positif mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin dan triterpenoid. Adanya senyawa alkaloid ditandai dengan adanya noda naik berwarna orange pada plat KLT saat diteteskan dengan menggunakan pereaksi Dragendroff. Sedangkan UIN Syarif HIdayatullah Jakarta 38 senyawa flavonoid dan triterpenoid pada buah belimbing wuluh ditandai dengan adanya lapisan anilin alkohol berwarna kuning dan terbentuknya warna orange pada plat tetes. Senyawa saponin ditandai dengan terbentuknya busa pada tabung reaksi setelah dilakukan pengocokan. Senyawa flavonoid pada belimbing wuluh merupakan senyawa target yang diketahui mempunyai efek antibakteri (Hembing, 2008). Tidak menutup kemungkinan belimbing wuluh juga memiliki aktivitas antibiofilm, karena ekstrak tanaman yang mengandung flavonoid berpotensi dapat menghambat intercellular adhesion genes icaA dan icaD yang menjadi salah satu faktor pembentukan biofilm (Lee et al., 2013). Selain mengandung senyawa flavonoid, buah belimbing wuluh juga diketahui mengandung senyawa saponin triterpen (Fahrunnida dan Pratiwi, 2012). Menurut Katzung dalam Hartini (2012) saponin merupakan senyawa yang memiliki tegangan permukaan yang kuat yang berperan sebagai antimikroba dengan mengganggu kestabilan membran sel bakteri yang menyebabkan lisis sel. Hal ini disebabkan karena saponin yang merupakan senyawa semipolar dapat larut dalam lipid dan air, sehingga senyawa ini akan terkonsentrasi dalam membran sel mikroba. Isolat bakteri P.aeruginosa yang digunakan dalam penelitian ini merupakan koleksi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang diisolasi dari alat dispenser. Untuk mengetahui bahwa isolat yang digunakan adalah benar P.aeruginosa, telah dilakukan karakterisasi terhadap bakteri P.aeruginosa. Dari hasil karakterisasi pada gambar 4.1 menunjukkan koloni pada agar berbentuk besar, halus dengan permukaan rata serta berwarna kuning muda. Dari hasil pewarnaan Gram, dapat dilihat secara mikroskopik bahwa isolat yang digunakan merupakan bakteri Gram negatif dan menghasilkan warna merah, berbentuk batang dan tidak berspora. Hal ini disebabkan oleh dinding sel bakteri Gram negatif mengandung hanya sedikit peptidoglikan dan adanya polisakarida pada peptidoglikan, sehingga karbol kristal ungu yang diserap tidak terikat dengan kuat dan menjadi luruh apabila dicuci dengan alkohol 96%. Jadi dapat disimpulkan isolat yang digunakan benar merupakan P.aeruginosa (Lay, 1994). P.aeruginosa adalah patogen oportunistik, yaitu memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu infeksi. P.aeruginosa UIN Syarif HIdayatullah Jakarta 39 membentuk biofilm untuk mambantu kelangsungan hidupnya saat membentuk koloni pada paru-paru manusia (Todar, 2004; Madigan et al.,2003; Salyers, 1994). P.aeruginosa menyebabkan kontaminasi pada perlengkapan anastesi dan terapi pernafasan, cairan intravena, bahkan air hasil proses penyulingan. Endoskopi, termasuk bronkoskopi adalah alat-alat medik yang paling sering dihubungkan dengan berjangkitnya infeksi nosokomial. (Todar,2004; Srinivasa et al.,2003). Isolat P.aeruginosa diinokulasi dengan menggunakan media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) padat yaitu media spesifik untuk bakteri P.aeruginosa dan diinkubasi pada suhu optimum yaitu 370C (Balows et al., 1991) selama 24 jam . Proses inokulasi bertujuan untuk memindahkan dan meremajakan bakteri yang akan digunakan, serta memastikan apakah isolat bakteri yang digunakan masih hidup atau sudah mati. Setelah diinkubasi selama 24 jam, isolat P.aeruginosa tumbuh sangat baik di dalam media agar. Isolat P.aeruginosa kemudian dibuat dalam bentuk suspensi dengan menggunakan media Heterotrof (HTR) cair. Sebanyak 10 ml media Heterotrof (HTR) cair dalam tabung reaksi ditambahkan isolat P.aeruginosa yang telah diambil menggunakan ose, kemudian divortex selama 1 menit agar homogen dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Pada keesokan harinya, suspensi bakteri terlihat lebih keruh dari hari sebelumnya, hal ini menandakan bakteri telah tumbuh dan konsentrasi bakteri di dalam media lebih besar dibandingkan sebelumnya. Suspensi bakteri yang telah diinkubasi selama 24 jam kemudian diukur nilai absorbansi pada panjang gelombang 600 nm menggunakan alat spektrometer (Thomas, 2006). Pengukuran nilai absorbansi dilakukan dengan tujuan mengetahui konsentrasi bakteri P.aeruginosa yang terdapat di dalam media Heterotrof (HTR) cair. Nilai absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi suspensi bakteri. Pada penelitian ini, nilai absorbansi yang diinginkan adalah 0,5 karena menurut Thomas (2006) pada nilai absorbansi 0,3-0,7 merupakan fase log bakteri P.aeruginosa, dimana fase log merupakan tahap dimana pertumbuhan P.aeruginosa sangat baik. Setelah diukur dengan spektormeter, didapatkan nilai absorbansi sebesar 1,0. Nilai absorbansi lebih besar dibandingkan yang telah ditetapkan, oleh karena itu dilakukan pengenceran dengan cara menambahkan UIN Syarif HIdayatullah Jakarta 40 media sebanyak 10 ml, sehingga diperoleh nilai absorbansi bakteri P.aeruginosa 0,5. Sebelum dilakukan uji aktivitas antibiofilm sari buah belimbing wuluh, suspensi bakteri P.aeruginosa harus diuji pembentukan dan pertumbuhan biofilm dengan menggunakan metode Microtitter Plate Biofilm Assay (OD595nm). Uji pembentukan dan pertumbuhan biofilm dilakukan dengan tujuan mengetahui berapakah waktu yang dibutuhkan bakteri P.aeruginosa untuk bisa membentuk biofilm paling baik. Nilai absorbansi biofilm P.aeruginosa diukur pada panjang gelombang 595 nm untuk mengetahui densitas biofilm yang terbentuk pada dinding sumur microplate. Pada hari pertama, rata-rata densitas biofilm P.aeruginosa 0.108, hari kedua mengalami kenaikan rata-rata densitas biofilm yaitu sebesar 0.490, hari ketiga juga mengalami kenaikan rata-rata densitas biofilm yang cukup signifikan yaitu 0.717, dan pada hari ke empat rata-rata densitas biofilm mengalami penurunan yang sangat signifikan yaitu 0.186. Pengujian tidak dilanjutkan untuk hari selanjutnya, karena pada hari keempat telah terjadi penurunan nilai rata-rata densitas biofilm P.aeruginosa. Penurunan nilai densitas biofilm pada hari keempat terjadi karena koloni biofilm pada hari keempat sedang pada tahap akhir yang disebut dengan dispersi atau pelepasan untuk menempel di sisi yang lain (Watnick dan Kolter, 2000), sehingga pada tahap tersebut jumlah koloni biofilm yang menempel pada dinding sumur berkurang dan sebelum menempel pada sisi dinding sumur lainnya, biofilm ikut terbuang pada saat proses pencucian. Sehingga dapat disimpulkan waktu yang dibutuhkan P.aeruginosa untuk bisa membentuk biofilm yang paling baik untuk pengujian adalah tiga hari pada suhu 370C. Setelah diketahui waktu optimal yang dibutuhkan bakteri P.aeruginosa membentuk biofilm paling baik, kemudian dilakukan uji aktivitas antibiofilm sari buah belimbing wuluh terhadap biofilm P.aeruginosa secara in vitro. Ada tiga jenis aktivitas antibiofilm yang diuji pada penelitian ini yaitu pencegahan pertumbuhan, penghambatan pertumbuhan dan degradasi biofilm P.aeruginosa. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Prasasti dan Hertiani (2010), Sandasi et al (2009) dan Mansouri et al (2013) tentang ketiga aktivitas tersebut, semuanya menggunakan waktu inkubasi selama 24 jam. Sedangkan pada UIN Syarif HIdayatullah Jakarta 41 penelitian ini, waktu inkubasi yang digunakan adalah 3 hari (72 jam). Dasar penggunaan waktu inkubasi 3 hari adalah hasil uji pembentukan dan pertumbuhan biofilm yang telah dilakukan sebelumnya, dimana bakteri P.aeruginosa dapat membentuk biofilm paling baik dalam waktu tiga hari. Grafik pada gambar 4.3 menunjukkan bahwa sari buah belimbing wuluh memiliki ketiga aktivitas antibioflilm. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya penurunan nilai rerata densitas biofilm P.aeruginosa mulai dari pemberian sari buah dengan konsentrasi 0,5% sampai dengan 8% apabila dibandingkan dengan kontrol negatif. Aktivitas pertama yang diuji adalah pencegahan pertumbuhan biofilm P.aeruginosa. Pada pengujian aktivitas ini, kontrol negatif yang digunakan adalah biofilm P.aeruginosa tanpa diberi perlakuan atau penambahan sari buah belimbing wuluh, sedangkan kontrol positif tidak digunakan sebagai pembanding karena tidak tersedianya sediaan sintetis yang mekanisme kerjanya sebagai pencegah biofilm. Berdasarkan grafik pada gambar 4.3 dan tabel 4.2, sari buah belimbing wuluh dapat mencegah pertumbuhan biofilm P.aeruginosa apabila dibandingkan dengan kontrol negatif. Konsentrasi sari buah 8% memiliki aktivitas pencegahan paling tinggi dibandingkan konsentrasi yang lain yaitu sebesar 37,86%. Mekanisme pencegahan biofilm oleh sari buah belimbing wuluh adalah seberapa banyak dan kuat sari buah belimbing wuluh dapat menempel pada dinding sumur microplate untuk kemudian mencegah suspensi bakteri P.aeruginosa untuk membentuk biofilm. Pada aktivitas ini, sari buah belimbing wuluh dengan konsentrasi paling tinggi yaitu 8% tentunya memiliki kekeruhan dan kekentalan sari buah yang paling tinggi pula, sehingga sari buah memiliki kekuatan yang maksimal untuk menempel pada dinding sumur microplate, bahkan setelah sari buah dibuang dari microplate. Selain itu, sari buah belimbing wuluh dengan konsentrasi tinggi mengandung senyawa aktif yang lebih banyak dibandingkan konsentrasi rendah. Hal inilah yang menyebabkan semakin tingginya konsentrasi sari buah belimbing wuluh, maka semakin baik pula aktivitas pencegahan pertumbuhan biofilmnya. Aktivitas selanjutnya yang diuji adalah penghambatan pertumbuhan biofilm P.aeruginosa. Sama halnya pada pengujian aktivitas pencegahan UIN Syarif HIdayatullah Jakarta 42 pertumbuhan, kontrol negatif yang digunakan adalah biofilm P.aeruginosa tanpa diberi perlakuan atau penambahan sari buah belimbing wuluh, sedangkan kontrol positif tidak digunakan sebagai pembanding karena tidak tersedianya sediaan sintetis yang mekanisme kerjanya sebagai pencegah biofilm. Berdasarkan grafik pada gambar 4.3 dan tabel 4.3, sari buah belimbing wuluh dapat menghambat pertumbuhan biofilm P.aeruginosa secara drastis apabila dibandingkan dengan kontrol negatif. Konsentrasi sari buah 1% memiliki aktivitas penghambatan paling tinggi dibandingkan konsentrasi yang lain yaitu sebesar 75,73%. Berbeda dengan aktivitas pencegahan pertumbuhan, dimana konsentrasi paling tinggi yaitu 8% dapat mencegah pertumbuhan biofilm paling baik, pada aktivitas ini justru konsentrasi ekstrak 2% sampai 8% tidak menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan konsentrasi 1%. Mekanisme penghambatan biofilm oleh sari buah belimbing wuluh adalah tidak ditujukan untuk menempel pada dinding sumur microplate seperti pada aktivitas pencegahan pertumbuhan. Teori lain oleh Aenderek (2005) yang menyebutkan bahwa mekanisme penghambatan pertumbuhan biofilm dapat dengan cara menembus dinding sel bakteri sehingga dapat menganggu sinyalsinyal komunikasi (Quorum sensing) antar bakteri yang berperan dalam pembentukan biofilm atau menginaktivasi gen-gen pada bakteri yang memicu sintesis EPS. Pada aktivitas ini, sari buah belimbing wuluh dengan konsentrasi paling tinggi yaitu 8% yang memiliki kekeruhan dan kekentalan sari buah yang tinggi, tentunya tidak dapat menembus sel bakteri secara maksimal dibandingkan dengan sari buah konsentrasi rendah. Tetapi, pada konsentrasi 0,5% terjadi penurunan kembali presentase penghambatan dibandingkan 1%. Hal ini diduga karena konsentrasi sari buah yang terlalu kecil, sehingga walaupun dapat menembus sel-sel bakteri tetapi senyawa aktif didalam sari buah tidak cukup berperan dalam proses penghambatan pertumbuhan biofilm. Aktivitas terakhir yang diuji adalah degradasi biofilm P.aeruginosa. Pada pengujian aktivitas ini, kontrol negatif yang digunakan sama seperti uji sebelumnya. Tetapi pada aktivitas ini kontrol positif digunakan sebagai pembanding yaitu biorem 1 dan biorem 10. Biorem merupakan sediaan sintetis yang mengandung senyawa enzim dan alkali yang dapat mendegradasi lapisan UIN Syarif HIdayatullah Jakarta 43 biofilm yang terdiri dari polisakaria. Berdasarkan grafik pada gambar 4.3 dan tabel 4.4, sari buah belimbing wuluh dapat mendegradasi biofilm P.aeruginosa apabila dibandingkan dengan kontrol negatif. Apabila dibandingkan dengan kontrol positif, aktivitas degradasi biofilmsari buah belimbing wuluh masih lebih rendah dibandingkan dengan sediaan biorem 1 dan biorem 10. Konsentrasi sari buah 8% memiliki aktivitas degradasi paling tinggi dibandingkan konsentrasi yang lain yaitu sebesar 51,98%. Mekanisme degradasi biofilm oleh sari buah belimbing wuluh adalah untuk menempel pada biofilm yang telah terbentuk pada dinding sumur microplate, kemudian menembus dan menghancurkan sel biofilm P.aeruginosa. Pada aktivitas ini menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak maka semakin kecil rerata absorbansi biofilm. Konsentrasi ekstrak 8% memiliki aktivitas degradasi paling baik. Tidak berbeda dengan penelitian sebelumnya oleh Loresta (2012), yang menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun kelor (Moringa oleifera), maka semakin baik aktivitas degradasi biofilm yang dihasilkan. Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah optimasi aktivitas terseleksi. Optimasi dilakukan pada aktivitas yang paling baik yang dihasilkan oleh ekstrak air belimbing wuluh terhadap biofilm P.aeruginosa. Dari pengujian yang dilakukan sebelumnya, menunjukkan bahwa aktivitas yang paling baik adalah penghambatan pertumbuhan biofilm P.aeruginosa, dimana ekstrak air belimbing wuluh dapat menghambat biofilm P.aeruginosa lebih dari 70%. Optimasi dilakukan dengan menggunakan metode Response Surface Analysis (RSA). Optimasi aktivitas terseleksi dilakukan terhadap 3 variabel yaitu suhu, konsentrasi dan waktu inkubasi. Suhu yang diuji pada tahap ini adalah suhu ruang (250C), suhu optimal pertumbuhan bakteri (37,50C) dan suhu panas (500C). Konsetrasi yang diuji adalah konsentrasi hasil rancangan desain yang ditentukan oleh Response Surface Analysis (RSA) yaitu 0,5%, 4,25%, 8%. Waktu inkubasi yang diuji adalah 1 hari, 2 hari, 3 hari. Hal ini dilakukan untuk mengetahui berapakah titik optimal dari setiap variabel dan apakah ada hubungan antara variabel satu dengan yang lainnya. . Pada pengujian ini, yang digunakan sebagai pembanding hanyalah kontrol negatif, sedangkan kontrol positif tidak digunakan UIN Syarif HIdayatullah Jakarta 44 sebagai pembanding. Sebelum dioptimasi, terdapat 20 pasang dari ketiga variabel faktor yang harus dilakukan uji aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm P.aeruginosa (Lampiran 11). Pengujian dilakukan secara triplo. Pengujian dilakukan dengan cara yang sama pada uji penghambatan pertumbuhan biofilm sebelumnya. Hasil yang didapatkan setelah dilakukan uji aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm adalah berupa nilai densitas biofilm (OD595nm). Data densitas biofilm yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan metode Response Surface Analysis (RSA) dan diperoleh hasil berupa grafik yang menunjukkan suhu, konsentrasi dan waktu inkubasi yang optimal. Grafik Contour Plot pada gambar 4.6 dan gambar 4.7 menunjukkan hubungan antara fase reduksi vs suhu, konsentrasi dan waktu inkubasi. Pada hasil tersebut terlihat beberapa lapisan warna dari warna biru tua sampai hijau tua. Lapisan warna hijau tua menunjukkan suhu yang optimal adalah antara 25-400C, waktu inkubasi yang optimal adalah 1,5-3 hari dan konsentrasi yang optimal adalah antara 1-7%. Analisis dilakukan lebih lanjut untuk mengetahui optimized plot. Setelah dilakukan analisis diketahui suhu paling optimal adalah 300C, konsentrasi paling optimal adalah 4,3% dan waktu inkubasi paling optimal adalah 2,25 hari. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mansouri et al (2013) tentang pengaruh berbagai ekstrak tanaman terhadap pertumbuhan biofilm bakteri P.aeruginosa, menunjukkan bahwa ekstrak tanaman manjakini (Quercus infectoria) dapat menghambat biofilm semua strain bakteri dengan MIC 1000, dan ekstrak tanaman murad (Myrtus communis) yang dapat menghambat biofilm bakteri strain ATCC27853, PK60 dan PK112. Pemilihan tanaman pada penelitian tersebut berdasarkan sifat penghambatan ekstrak terhadap alpha-glucosidase. Meylita (2012) juga menyampaikan bahwa ekstrak buah belimbing wuluh dapat menghambat pembentukan biofilm mulai dari konsentrasi 0.0078%. Penelitian yang dilakukan oleh Loresta (2012) menyampaikan bahwa ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera) dapat menghambat pembentukan biofilm S.aureus mulai dari pemberian ekstrak 0,5% sampai dengan 8%. Pada penelitian ini, tidak dilakukan uji lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme aktivitas antibiofilm terhadap bioiflm P.aeruginosa. Proses UIN Syarif HIdayatullah Jakarta 45 penghambatan pembentukan biofilm tidak hanya terkait oleh gen yang mensintesis Polysacharide Intercellular Adhesion (PIA) saja, tetapi menurut yang disampaikan Aendekerk (2005) penghambatan pembentukan biofilm juga dipengaruhi oleh sistem Quorum Sensing (QS). Quorum sensing merupakan suatu proses yang memungkinkan bakteri dapat berkomunikasi dengan mensekresikan molekul sinyal yang disebut autoinduser atau molekul sinyal seperti bahasa. Proses ini memungkinkan suatu populasi bakteri dapat mengatur ekspresi gen tertentu. Konsentrasi autoinduser di lingkungan sebanding dengan jumlah bakteri yang ada. Dengan mendeteksi autoinduser, suatu bakteri mampu mengetahui keberadaan bakteri lain di lingkungannya. Molekul sinyal juga memperlihatkan peranannya dalam pembentukan biofilm. Sebagai contoh adalah homoserin lakton yang merupakan sinyal utama yang terdapat pada P.aeruginosa (Donlan, 2001). UIN Syarif HIdayatullah Jakarta BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Sari buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dengan konsentrasi 0,5%, 1%, 2%, 4% dan 8% dapat memberikan perbedaan secara bermakna dalam mencegah pertumbuhan, menghambat pertumbuhan dan mendegradasi biofilm P.aeruginosa secara in vitro. 2. Sari buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dengan konsentrasi 0,5%, 1%, 2%, 4% dan 8% menunjukkan aktivitas terbaik yaitu penghambatan pertumbuhan biofilm P.aeruginosa secara in vitro. 3. Setelah aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm dioptimasi, suhu yang optimal dalam pengujian adalah 300C, konsentrasi yang optimal dalam pengujian adalah 4,3% dan waktu inkubasi yang optimal dalma pengujian adalah 2,25 hari. 5.2 Saran Adapun saran untuk penelitian lebih lanjut adalah : 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan konsentrasi yang sama untuk mengetahui struktur senyawa yang bertanggung jawab terhadap mekanisme aktivitas antibiofilm. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan konsentrasi dan waktu inkubasi ekstrak air belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) mengenai aktivitas pencegahan pertumbuhan dan degradasi biofilm P.aeruginosa. 46 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR PUSTAKA Aendekerk, S, Diggle S, Song, Z, Hoiby, N, Cornelis, P, Williams Pand Camara, M. 2005. The MexGHI-OpmD multidrug efflux pump controls growth, antibiotic susceptibility and virulence in Pseudomonas aeruginosa via 4-quinolonedependent cell-to-cell communication. Microbiology 151(4), 1113-1125. Archer, N.K, M.J. Mazaitis, J.W. Costerton, J.G. Leid, M.E. Powers, M.E Shirtliff. 2011. Staphylococcus Aureus Biofilms Properties, Regulation and Roles in Human Disease. Landes Bioscience. Virulence 2:5, 445-459. Augustin M., Ali-Vehmas T., Atroshi F. 2004. Assessment of enzymatic cleaning agents and disinfectants against bacterial biofilms. Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 18: 55–64. Balows, W. J. Hausler, Jr., K. L. Herrmann, H. D. Isenberg, H. J1991.Manual Of Clinical Microbiology, 5th Edition, American Society for Microbiology, Washington DC : 429-30, 431, 439. Bazeera A.M. 2008. Response surface methodology (RSM) as a tool for optimization in analytical chemistry: Elcevier B.V. Costerton JW, Stewart PS. 2001. Battling Biofilm. Scientific American;61-67 Davey E M & Otoole A G. 2000. Mikrobial biofilm : From ecology to moleculer genetics. Microbiol Mol Biol, 64. Page : 847-867. Decho A W. 1990. Microbial exopolymer secretion in ocean environment: Their role(s) In food web and marine process, Oceanogr Mar Biol Annu Rev, 28. Page : 73-153 Desai J.D., Banat I.M. 1997. Microbial production of surfactants and their commercial potential. Microbiology and Molecular Biology Reviews 61: 47–64. 47 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 48 Deshpande, J. D., Joshi, M. 2011. Antimicrobial Resistance: The Global Public Health Challenge. International Journal of Student Research.Volume I. Issue 2. Donlan R M & Costertoon J W. 2002. Biofilm : Survival mechanism of clinically relevant microorganism. Clin Mikrobial rev, 15. Page :167-193 Donlan, R. M. 2002. Biofilms: microbial life on surfaces. Emerging Infectious Diseases, vol. 8, no. 9. Page : 881–890. Fahrunnida, Pratiwi Rarastoeti. 2012. Kandungan Saponin Buah, Daun dan tangkai Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L). Farnsworth, N.R. 1966. Biological and Phytochemi Screening of Plants. Journal of Pharmaceutical Sciences. Fiorillo and Doglidoni A. 2001. The Pseudomonas aeruginossa hot-foot Syndrome, n Engl J Med, Vol.345, No.5. Flemming H C. 1993. Biofilm and environment protection. Water Sci technol, 27. Page: 1-10. Foca M,D., Jakob, K. R. N. B. S. N., Whitier, S., Latta, P. D., Factor, S. M.D., M. P. H., Rubenstein, D. M. D. 2000. Endemic Pseudomonas aeruginosa Infection In a Neonatal Intensive Care Unit, N Engl J Med, Vol.343, No.10. Gibson, J.M. 1996. Mikrobiologi dan Patologi Modern untuk Perawat. diterjemahkan oleh I.K.G. Soma Prasada, 11, 12. Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran Hembing, W.2008. Ramuan Lengkap Herbal Taklukan Penyakit. Niaga Swadaya. Jakarta. Jawetz EE., Melnick, J.L., Adelberg, E.A.,2001. Medical Microbiology, 22nd Edition. USA : McGraw-Hill Companies . page : 229-31. Kudva I.T., Jelacic S., Tarr P.I., Youderian P., Hovde C. J. 1999. Biocontrol of Escherichia coli O157 with O157-specific bacteriophages. Applied and Environmental Microbiology 65: 3767–3773. Kokare C.R., Chakrabortty S., Rhopade N.A. 2009. Biofilm : Importance and Applications. Indian Journal of Biothecnology. Vol 8. Page 159-168 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 49 Lay, W.B. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo. Lee, J-H., J.H. Park, H.S. Cho, S.W. Joo, M.H. Cho, J. Lee. 2013. Anti-biofilm Activities of Quercetin and Tannic Acid Against Staphylococcus aureus. Biofouling: The Journal of Bioadhesion and Biofilm Research. Vol 29, Issue 5. Lewis K. 2001. Riddle Of Biofilm Resistance Antimicrob Agents Chemotherapy : 45, 999-1007. Loresta S, Murwani S, Trisunuwati P. 2012. Efek Ektrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera) Terhadap Pembentukan Biofilm Staphylococcus aureus secara In vitro : Universitas Brawijaya Madigan M T, Martinko, J.M., Stahl, D.A. and Clark, D.P. 2003. Biology of Microorganisms, 10 Edition. Southem Illinois University Carbondale, Pearson Education, Inc. Upper Saddle River, NJ. Page : 370,633-637, 673745. Mah TFC, O’Toole GA. 2001. Mechanism Of Biofilm Resistance To Antimikrobiology Agent.Trends In Microbiology : 9 No 1 Mansouri Shahla, Safa Amin, Najar Sasan G, Najar Ahmad G. 2013. Inhibitory Activity of Iranian Plant Extracts on Growth and Biofilm Formation by Pseudomonas aeruginosa. Malaysian Journal of Microbiology, Vol 9(2), pp 176-183. Miksusanti, Fitriya, Mafrinda Nike. 2011. Aktivitas Campuran Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) dan Kayu Secang (Caesalpina sappan L.) terhadap Bacillus Cereus : Jurnal Penelitian Sains . Volume 14 Nomer 3 Mireles J.R., Toguchi A., Harshey R.M. 2001. Salmonella enterica serovar Typhimurium swarming mutants with altered biofilm-forming abilities: surfactin inhibits biofilm formation. Journal of Bacteriology 183: 5848– 5854. Mpila A.Deby, Fatimawali,Wiyono I.Weny . 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun (Coleus atropurpureus [L] Benth) Terhadap Staphylococcus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 50 aureus Escherichia coli Dan Pseudomonas aeruginosa Secara In Vitro. Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado, 95115. Munaf, S., Chaidir, J. 1994. Obat Antimikroba. Jakarta: Farmakologi UNSRI. Murray Thomas S, Kazmierczak Barbara I. 2006. FlhF Is Required for Swimming and Swarming in Pseudomonas aeruginosa. Journal of bacteryology. Volume 188, Nomor 19. Nichols W. W.W., Dorrington, S.M., Slack, M.P.E., and Walmsley, H.L. 1988. Inhibition of tobramycin diffusion by binding to alginate, Antimicrob agent Cemother, 32. Page : 518-523 Nitschke M., Costa S.G.V.A.O. 2007. Biosurfactants in food industry. Trends in Food Science and Technology 18: 252–259. Nugrahawati D. 2009. Pemanfaatan buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) sebagai cairan akumulator secara alami dan ramah lingkungan. Surakata: Universitas Sebelas Maret . Parikesit, Mario. 2011. Khasiat dan manfaat belimbing wuluh. Surabaya : stomata. Prakash B.M. Veeregowda and G. Krishnappa. 2003. Biofilms: A Survival Strategy of Bacteri. Current Sci., 85: 1299-1307. Prasasti D, Hertiani. T. 2010. Potensi Campuran Minyak Atsiri Rimpang temulawak dan Daun Cengkeh sebagai Inhibitor Plak Gigi. The Journal of Indonesia Medical Plant. Vol 3. Prayogo, Rahardja B.S., Putri R.W. 2011. Uji Potensi Sari Buah Belimbing Wuluh (Averrhoaa bilimbi L) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Aeromonas Salmonicida Smithia secara in Vitro: Journal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.,Vol 3.No 2. Rukmono P, Zuraida R.2013. Uji kepekaan antibiotik terhadap pseudomonas aeroginosa penyebab sepsis neonatorum: Biostatistik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Vol. 14, No. 5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 51 Rodrigues L.R., van der Mei H.C., Teixeira J.A., Oliveira R. 2004. Biosurfactant from Lactococcus lactis 53 inhibits microbial adhesion on silicone rubber. Applied Microbiology and Biotechnology 66: 306–311. Salyers A A, Whitt D D. 1994. Bacterial Pathogenesis : a molecular approach, American Society for Microbiology, Washington DC. Page : 265, 268 Samad S. 2008. Perbandingan efekantibakteri dari jus belimbing (averrhoa cavambola) terhadap streptococcus mutans pada waktu kontak dengan konsentrasi yang berbeda. Artikel Karya Tulis Ilmiah, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.. Sandasi, Leonard C M, Viljoen A M. 2010. The In vitro antibiofilm activity of selected culinary herb and medical plants againt listeria monocytogenes, Letters in Applied Microbiology (50) . Page : 30-35 Scink B. 1997. Energetices of syntrpic cooperation in methanogenik degradation. Microbial Mol Biol Rev, 61. Page : 262-280. Shahriar M., I. Hossain, A.N. Mahar, S. Akhter, A. Haque, M.A Bhuiyan 2012. Preliminary Phytochemical Screening, In-Vitro Antioxidant and Cytotoxic Activity of Five Different Extracts of Moringa Oleifera Leaf. Journal of Applied Pharmaceutical Science 02 (05). Page : 65-68. Silitonga W.Yusnita, Jamilah I, Suryanto Dwi. 2012. Pengendalian Biofilm Bakteri Oportunistik dengan Panas dan Klorin : Departemen Biologi Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara. Simoes M., Simoes L.C., Machado I., Pereira M.O., Vieira M.J. 2006. Control of flow-generated biofilms using surfactants – evidence of resistance and recovery. Food and Bioproducts Processing 84: 338–345. Smith J.L, Fratamico P.M, Novak J.S. 2004. Quorum sensing: a primer for food microbiologists. Journal of Food Protection 67: 1053-1070. Srinivasan A, M.D., Linda L. Wolfenden, M.D., Xiaoyan Song, M.D., Karen Mackie, R.N., ... N Engl J Med 2003. An Outbreak of Pseudomonas aeruginosa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 52 Infections Associated with Flexible Bronchoseopes, N Engl J Med, vol.348, No 3 Stewart PS, Costerton JW. 2001. Antibiotic Resistance Of Bacteria In Biofilm, Review : 358 Stoodley P, Dodds I, De Beer D, Scoth HL, Boyle JD 1998 Influence of hydrodynamics and nutrients on biofilm structure. J Appl Microbiol 85: 19S– 28S. Tarver T. 2009. Biofilms A Thread to Food Safety. Page : 46-52 Available at: http://www.ift.org Acessed Jan 05, 2010. Todar K. 2004. Pseudomonas aeruginosa. University of Wisconsin-Madison Departement of Bacteriology. Available at: http://www.textbookofbacteriology.net/pseudomonas.htmi Todd WTA. 2007. Principles of Infectious Disease. Dalam: Davidson’s Principles and Practice of Medicine 20th Edition. Churchill Livingstone. Vinoth. 2012. Phytochemical Analysis and Antibacterial Activity of Moringa Oleifera Lam. International Journal of Research in Biological Sciences 2(3). Page : 98-102 Watnick P., Kolter R. 2000. Biofilm, city of microbes. Journal of Bacteriology 182. Page : 2675-2679. Zhao T, Doyle MP, Zhao P. 2004. Control of Listeria monocytogenes in a biofilm by competitive-exclusion microorganisms. Applied and Environmental Microbiology 70. Page : 3996–4003. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta LAMPIRAN 53 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 54 Lampiran 1. Alur kerja penelitian Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Identifikasi Belimbing Wuluh Karakterisasi bakteri Pseudomonas aeruginosa Persiapan sampel belimbing wuluh Uji penapisan fitokimia belimbing wuluh Pseudomonas aeruginosa Pembuatan media PIA dan Heterotrof Inokulasi Pseudomonas aeruginosa Pembuatan seri konsentrasi (0,5%, 1%, 2%, 4%, 8%) Pembuatan suspensi bakteri dan pengukuran OD bakteri Uji pembentukan dan pertumbuhan biofilm Pseudomonas aeruginosa Uji pencegahan pertumbuhan biofilm Uji penghambatan pertumbuhan biofilm Uji degradasi biofilm Pembacaan dengan Mikroplate reader Analisis data dan Optimasi aktivitas terseleksi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 55 Lampiran 2. Hasil determinasi tanaman belimbing wuluh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 56 Lampiran 3.Alat dan bahan penelitian Blender Timbangan analitik Oven Vortex Autoklaf Mikroskop Mikropipet Mikrowave Spektrometri Mikroplate reader Inkubator Kulkas Panci dan kompor Mikroplate Mikropipet tube LAF UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 57 Belimbing wuluh Tripton Pepton NaCl Glukosa Media PIA Etanol 96% Kristal violet Biorem 1 dan 10 K2HPO4 Bahan pewarnaan CaCl2 Gram UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 58 Lampiran 4. Proses penyiapan sampel belimbing wuluh Gambar Proses Kegiatan Keterangan Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) yang telah dideterminasi di LIPI dicuci sampai bersih. Buah belimbing wuluh yang telah dicuci kemudian dipotong kecil-kecil menggunakan pisau Potongan buah belimbing wuluh dihancurkan dengan menggunakan blender. Setelah disaring menggunakan kain, saring menggunakan kertas saring Whatman No.1 Sebanyak 50 ml air belimbing wuluh di keringkan dengan alat freezedry. Didapatkan sampel serbuk buah belimbing wuluh seberat 2 gram. Dibuat seri konsentrasi ektrak air belimbing wuluh (0,5%, 1%, 2%, 4%, dan 8%). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 59 Lampiran 5. Hasil uji penapisan fitokimia serbuk belimbing wuluh (-) Alkaloid (+) Flavonoid (+) Saponin (+) Terpenoid (-) kuinon (-) Fenolik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 60 Lampiran 6. Proses pembuatan media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) padat dan media Heterotrof (HTR) cair Gambar Proses Kegiatan Keterangan Media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) dan media Heterotrof ditimbang sesuai jumlah yang diinginkan. Bahan yang telah ditimbang kemudian dilarutkan dengan menggunakan aquades di dalam erlenmeyer. Untuk media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) setelah dilarutkan kemudian dihomogenkan dengan menggunakan microwave sampai homogen. Media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) dan Heterotrof (HTR) di sterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C. Media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) yang telah dingin dituang ke dalam petri disk. Media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) dan Heterotrof (HTR) diseterilisasi dengan menggunakan sinar ultraviolet. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 61 Lampiran 7. Proses inokulasi dan pewarnaan Gram Gambar Proses Kegiatan Keterangan Lakukan fiksasi sebelum membuka petri disk agar tidak terjadi kontaminasi. Ambil isolat Pseudomonas aeruginosa dengan cara menggoreskan ose pada koloni yang memisah. Goreskan ose pada media Pseudomonas Isolation Agar (PIA) dengan metode Streak Plate. Hasil inokulasi Pseudomonas aeruginosa pada media Pseudomonas Isolation Agar (PIA). Disiapkan reagen untuk pewarnaan Gram yaitu safranin, lugol, etanol 70% dan Kristal violet. Goreskan isolat Pseudomonas aeruginosa dengan menggunakan ose pada kaca objek, kemudian tambahkan NaCl fisiologis beberapa tetes. Keringkan kaca objek, lalu lakukan fiksasi sebanyak lima kali. (+) 1 tetes kristal violet dan didiamkan 1 menit, lalu bilas dengan air keran dan tambahkan lugol dan didiamkan 1 menit, lalu bilas dengan air keran. (+) safranin beberapa tetes dan didiamkan 1 menit, bilas dengan etanol, kemudian dikeringkan. Amati dengan menggunakan mikroskop. Hasil pewarnaan Gram Pseudomonas aeruginosa, menunjukkan warna kemerahan, berbentuk batang dan tidak berspora. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 62 Lampiran 8. Hasil uji pembentukan dan pertumbuhan biofilm Pseudomonas aeruginosa Densitas biofilm (OD595nm) / Waktu inkubasi (Hari) 1 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 0,101 0,543 0,892 Hari ke4 0,204 2 0,114 0,571 0,645 0,185 3 0,112 0,468 0,680 0,183 4 0,111 0,450 0,655 0,179 5 0,102 0,443 0,711 0,185 6 0,108 0,468 0,722 0,182 Rata-rata 0,108 0,490 0,717 0,186 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 63 Lampiran 9. Desain pengujian aktivitas antibiofilm pada microplate Gambar Desain Pengujian Pada Microplate 1 2 Keterangan Pertumbuhan bakteri planktonik dan biofilm P.aeruginosa setelah diinkubasi selama 3 hari pada pengujian degradasi. 1. Sampel ekstrak. 2. Kontrol positif 3. Kontrol negatif 3 1 1 2 3 4 1. Pemberian ekstrak air belimbing wuluh selama satu jam untuk pengujian pencegahan pertumbuhan biofilm P.aeruginosa. Pemberian suspensi bakteri P.aeruginosa pada semua sumur pengujian pencegahan pertumbuhan dan penghambatan pertumbuhan biofilm. 1. Aquades 2. Kontrol negatif 3. Uji pencegahan pertumbuhan biofilm 4. Uji penghambatan pertuimbuhan biofilm UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 64 Lampiran 10. Analisis data aktivitas antibiofilm sari buah belimbing wuluh terhadap biofilm A.Pencegahan pertumbuhan biofilm 1. Uji normalitas dan homogenitas terhadap densitas biofilm a. Uji normalitas Kolmogorov-Sminrnov Tujuan : Untuk melihat distribusi data densitas biofilm Hipotesis : Ho : Data densitas biofilm terdistribusi normal Ha : Data densitas biofilm tidak terdistribusi normal Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi ≥0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤0,05 makan Ho ditolak Tabel. Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Densitas biofilm N Normal Parameters 18 a Most Extreme Differences Mean .59922 Std. Deviation .096467 Absolute .244 Positive .244 Negative -.125 Kolmogorov-Smirnov Z 1.035 Asymp. Sig. (2-tailed) .234 a. Test distribution is Normal. Keputusan : Uji normalitas absorbansi biofilm seluruh kelompok terdistribusi normal (p≥0,05) b. Uji homogenitas Levene Tujuan : Untuk melihat data densitas biofilm homogen atau tidak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 65 Hipotesis : Ho : Data densitas biofilm homogen Ha : Data densitas biofilm tidak homogen Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi ≥0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤0,05 makan Ho ditolak Tabel. Uji homogenitas Test of Homogeneity of Variances Densitas biofilm Levene Statistic df1 2.126 df2 5 Sig. 12 .132 Keputusan : Uji homogenitas densitas biofilm seluruh kelompok homogen (p≥0,05) sehingga bisa dilanjutkan dengan uji Anova. 2. Uji analisis varians (ANOVA) satu arah terhadap densitas biofilm Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data densitas biofilm Hipotesis: Ho : Data densitas biofilm tidak berbeda secara bermakna Ha : Data densitas biofilm berbeda secara bermakna Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi ≥0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤0,05 makan Ho ditolak ANOVA Densitas biofilm Sum of Squares df Mean Square Between Groups .153 5 .031 Within Groups .005 12 .000 Total .158 17 F 68.710 Sig. .000 Keputusan : Densitas biofilm berbeda secara bermakna (p≤0,05), lalu pengujian dilanjutkan dengan uji BNT/LSD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 66 3. Uji Beda Nyala Terkecil (BNT) terhadap densitas biofilm Tujuan : Untuk menentukan data densitas biofilm kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data densitas biofilm kelompok lainnya. Hipotesis : Ho : Data densitas biofilm tidak berbeda secara bermakna Ha : Data densitas biofilm berbeda secara bermakna Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi ≥0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤0,05 makan Ho ditolak Multiple Comparisons Densitas biofilm LSD (I) (J) sampel sampel kontrol negatif 0.5 1 2 95% Confidence Interval Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound * .017223 .000 .17214 .24719 * .017223 .000 .15047 .22553 .192000 * .017223 .000 .15447 .22953 4 .243000 * .017223 .000 .20547 .28053 8 .298000 * .017223 .000 .26047 .33553 0 -.209667 * .017223 .000 -.24719 -.17214 1 -.021667 .017223 .232 -.05919 .01586 2 -.017667 .017223 .325 -.05519 .01986 4 .033333 .017223 .077 -.00419 .07086 8 .088333 * .017223 .000 .05081 .12586 0 -.188000 * .017223 .000 -.22553 -.15047 0.5 .021667 .017223 .232 -.01586 .05919 2 .004000 .017223 .820 -.03353 .04153 4 .055000 * .017223 .008 .01747 .09253 8 .110000 * .017223 .000 .07247 .14753 0 -.192000 * .017223 .000 -.22953 -.15447 .017667 .017223 .325 -.01986 .05519 -.004000 .017223 .820 -.04153 .03353 0.5 .209667 1 .188000 2 0.5 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 67 4 8 4 .051000 * .017223 .012 .01347 .08853 8 .106000 * .017223 .000 .06847 .14353 0 -.243000 * .017223 .000 -.28053 -.20547 0.5 -.033333 .017223 .077 -.07086 .00419 1 -.055000 * .017223 .008 -.09253 -.01747 2 -.051000 * .017223 .012 -.08853 -.01347 8 .055000 * .017223 .008 .01747 .09253 0 -.298000 * .017223 .000 -.33553 -.26047 0.5 -.088333 * .017223 .000 -.12586 -.05081 1 -.110000 * .017223 .000 -.14753 -.07247 2 -.106000 * .017223 .000 -.14353 -.06847 4 -.055000 * .017223 .008 -.09253 -.01747 *. The mean difference is significant at the 0.05 level. B. Penghambatan pertumbuhan biofilm 1. Uji normalitas dan homogenitas terhadap densitas biofilm a. Uji normalitas Kolmogorov-Sminrnov Tujuan : Untuk melihat distribusi data densitas biofilm Hipotesis : Ho : Data densitas biofilm terdistribusi normal Ha : Data densitas biofilm tidak terdistribusi normal Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi ≥0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤0,05 makan Ho ditolak Tabel. Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Densitas biofilm N Normal Parameters 18 a Mean Std. Deviation Most Extreme Differences .37683 .227601 Absolute .266 Positive .266 Negative -.159 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 68 Kolmogorov-Smirnov Z 1.129 Asymp. Sig. (2-tailed) .156 a. Test distribution is Normal. Keputusan : Uji normalitas absorbansi biofilm seluruh kelompok terdistribusi normal (p≥0,05) b. Uji homogenitas Levene Tujuan : Untuk melihat data densitas biofilm homogen atau tidak Hipotesis : Ho : Data densitas biofilm homogen Ha : Data densitas biofilm tidak homogen Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi ≥0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤0,05 makan Ho ditolak Tabel. Uji homogenitas Test of Homogeneity of Variances Densitas biofilm Levene Statistic 1.481 df1 df2 5 Sig. 12 .267 Keputusan : Uji homogenitas densitas biofilm seluruh kelompok homogen (p≥0,05) sehingga bisa dilanjutkan dengan uji Anova. 2. Uji analisis varians (ANOVA) satu arah terhadap densitas biofilm Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data densitas biofilm Hipotesis: Ho : Data densitas biofilm tidak berbeda secara bermakna Ha : Data densitas biofilm berbeda secara bermakna Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi ≥0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤0,05 makan Ho ditolak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 69 ANOVA Densitas biopfilm Sum of Squares df Mean Square Between Groups .867 5 .173 Within Groups .014 12 .001 Total .881 17 F Sig. 147.524 .000 Keputusan : Densitas biofilm berbeda secara bermakna (p≤0,05), lalu pengujian dilanjutkan dengan uji BNT/LSD 3. Uji Beda Nyala Terkecil (BNT) terhadap densitas biofilm Tujuan : Untuk menentukan data densitas biofilm kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data densitas biofilm kelompok lainnya. Hipotesis : Ho : Data densitas biofilm tidak berbeda secara bermakna Ha : Data densitas biofilm berbeda secara bermakna Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi ≥0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤0,05 makan Ho ditolak Multiple Comparisons Densitas biofilm LSD (I) (J) 95% Confidence Interval VAR00 VAR00 Mean Difference 001 001 0 0.5 .238667 * .027985 .000 .17769 .29964 1 .596667 * .027985 .000 .53569 .65764 2 .581667 * .027985 .000 .52069 .64264 4 .547333 * .027985 .000 .48636 .60831 8 .500667 * .027985 .000 .43969 .56164 0 -.238667 * .027985 .000 -.29964 -.17769 1 .358000 * .027985 .000 .29702 .41898 2 .343000 * .027985 .000 .28202 .40398 4 .308667 * .027985 .000 .24769 .36964 0.5 (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 70 1 2 4 8 8 .262000 * .027985 .000 .20102 .32298 0 -.596667 * .027985 .000 -.65764 -.53569 0.5 -.358000 * .027985 .000 -.41898 -.29702 2 -.015000 .027985 .602 -.07598 .04598 4 -.049333 .027985 .103 -.11031 .01164 8 -.096000 * .027985 .005 -.15698 -.03502 0 -.581667 * .027985 .000 -.64264 -.52069 0.5 -.343000 * .027985 .000 -.40398 -.28202 1 .015000 .027985 .602 -.04598 .07598 4 -.034333 .027985 .243 -.09531 .02664 8 -.081000 * .027985 .013 -.14198 -.02002 0 -.547333 * .027985 .000 -.60831 -.48636 0.5 -.308667 * .027985 .000 -.36964 -.24769 1 .049333 .027985 .103 -.01164 .11031 2 .034333 .027985 .243 -.02664 .09531 8 -.046667 .027985 .121 -.10764 .01431 0 -.500667 * .027985 .000 -.56164 -.43969 0.5 -.262000 * .027985 .000 -.32298 -.20102 1 .096000 * .027985 .005 .03502 .15698 2 .081000 * .027985 .013 .02002 .14198 4 .046667 .027985 .121 -.01431 .10764 *. The mean difference is significant at the 0.05 level. C. Degradasi biofilm 1. Uji normalitas dan homogenitas terhadap densitas biofilm a. Uji normalitas Kolmogorov-Sminrnov Tujuan : Untuk melihat distribusi data densitas biofilm Hipotesis : Ho : Data densitas biofilm terdistribusi normal Ha : Data densitas biofilm tidak terdistribusi normal Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi ≥0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤0,05 makan Ho ditolak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 71 Tabel. Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test densitas_biofilm N 18 Normal Parameters a Mean .64967 Std. Deviation Most Extreme Differences .142564 Absolute .261 Positive .261 Negative -.207 Kolmogorov-Smirnov Z 1.109 Asymp. Sig. (2-tailed) .171 a. Test distribution is Normal. Keputusan : Uji normalitas absorbansi biofilm seluruh kelompok terdistribusi normal (p≥0,05) b. Uji homogenitas Levene Tujuan : Untuk melihat data densitas biofilm homogen atau tidak Hipotesis : Ho : Data densitas biofilm homogen Ha : Data densitas biofilm tidak homogen Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi ≥0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤0,05 makan Ho ditolak Tabel. Uji homogenitas Test of Homogeneity of Variances densitas_biofilm Levene Statistic 7.859 df1 df2 5 Sig. 12 .002 Keputusan : Uji homogenitas densitas biofilm seluruh kelompok tidak homogen (p≤0,05) sehingga tidak bisa dilanjutkan dengan uji Anova, maka dilanjutkan dengan uji Kruskalwalis. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 72 2. Uji analisis Kruskalwalis Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data densitas biofilm Hipotesis: Ho : Data densitas biofilm tidak berbeda secara bermakna Ha : Data densitas biofilm berbeda secara bermakna Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi ≥0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤0,05 makan Ho ditolak a,b Test Statistics densitas_biofilm Chi-Square 12.750 df 5 Asymp. Sig. .026 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: sample Keputusan : Densitas biofilm berbeda secara bermakna (p≤0,05), lalu pengujian dilanjutkan dengan uji BNT/LSD 3. Uji Beda Nyala Terkecil (BNT) terhadap densitas biofilm Tujuan : Untuk menentukan data densitas biofilm kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data densitas biofilm kelompok lainnya. Hipotesis : Ho : Data densitas biofilm tidak berbeda secara bermakna Ha : Data densitas biofilm berbeda secara bermakna Pengambilan keputusan Jika nilai signifikansi ≥0,05 maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤0,05 makan Ho ditolak Multiple Comparisons densitas_biofilm LSD (I) sampel 95% Confidence Interval Mean (J) sampel Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 73 kontrol negatif kons-0,5% .220667 * .086479 .025 .03224 .40909 kons-1% .261333 * .086479 .011 .07291 .44976 kons-2% .284000 * .086479 .007 .09558 .47242 kons-4% .298667 * .086479 .005 .11024 .48709 kons-8% .323333 * .086479 .003 .13491 .51176 -.220667 * .086479 .025 -.40909 -.03224 kons- kontrol negatif 0,5% kons-1% .040667 .086479 .647 -.14776 .22909 kons-2% .063333 .086479 .478 -.12509 .25176 kons-4% .078000 .086479 .385 -.11042 .26642 kons-8% .102667 .086479 .258 -.08576 .29109 * .086479 .011 -.44976 -.07291 -.040667 .086479 .647 -.22909 .14776 kons-2% .022667 .086479 .798 -.16576 .21109 kons-4% .037333 .086479 .674 -.15109 .22576 kons-8% .062000 .086479 .487 -.12642 .25042 * .086479 .007 -.47242 -.09558 kons-0,5% -.063333 .086479 .478 -.25176 .12509 kons-1% -.022667 .086479 .798 -.21109 .16576 kons-4% .014667 .086479 .868 -.17376 .20309 kons-8% .039333 .086479 .657 -.14909 .22776 * .086479 .005 -.48709 -.11024 kons-0,5% -.078000 .086479 .385 -.26642 .11042 kons-1% -.037333 .086479 .674 -.22576 .15109 kons-2% -.014667 .086479 .868 -.20309 .17376 kons-8% .024667 .086479 .780 -.16376 .21309 * .086479 .003 -.51176 -.13491 kons-0,5% -.102667 .086479 .258 -.29109 .08576 kons-1% -.062000 .086479 .487 -.25042 .12642 kons-2% -.039333 .086479 .657 -.22776 .14909 kons-4% -.024667 .086479 .780 -.21309 .16376 kons-1% kontrol negatif kons-0,5% kons-2% kontrol negatif kons-4% kontrol negatif kons-8% kontrol negatif -.261333 -.284000 -.298667 -.323333 *. The mean difference is significant at the 0.05 level. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 74 Lampiran 11. Hasil rancangan pengujian aktivitas penghambatan pertumbuhan biofilm dengan metode Response Surface Analysis (RSA) StdOrder RunOrder PtType 17 1 0 1 2 1 9 3 -1 3 4 1 5 5 1 6 6 1 19 7 0 13 8 -1 11 9 -1 7 10 1 8 11 1 4 12 1 2 13 1 15 14 0 14 15 -1 18 16 0 12 17 -1 16 18 0 10 19 -1 20 20 0 Blocks 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 suhu 37.5 25 25 25 25 50 37.5 37.5 37.5 25 50 50 50 37.5 37.5 37.5 37.5 37.5 50 37.5 konsentrasi waktu 4.25 2 0.5 1 4.25 2 8 1 0.5 3 0.5 3 4.25 2 4.25 1 0.5 2 8 3 8 3 8 1 0.5 1 4.25 2 4.25 3 4.25 2 8 2 4.25 2 4.25 2 4.25 2 % 69.90 0.00 78.90 41.20 46.80 12.06 77.20 73.70 88.70 51.80 0.00 0.00 0.00 49.70 79.80 69.90 73.70 77.20 50.60 49.70 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta