II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikoriza 2.1.1 Pengenalan Mikoriza

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mikoriza
2.1.1 Pengenalan Mikoriza
Nama mikoriza pertama kali digunakan oleh Frank pada tahun 1885 untuk menunjukkan
suatu struktur yang merupakan gabungan jamur akar pada Cupuliferae, struktur yang serupa
banyak dijumpai pada tanaman angiospermae dan tanaman konifer (Harley, 1972 dan Richard,
dalam Santono, 1986). Mikoriza adalah suatu struktur sistem perakaran yang terbentuk sebagai
manifestasi adanya simbiosis mutualisme antara cendawan (myces) dan akar (rhiza) tumbuhan
tingkat tinggi (Setiadi, 1992). Pada umumnya tumbuhan yang memiliki akar bersimbiosis dengan
mikoriza dapat dibantu dalam penyerapan air dan hara mineral dari dalam tanah, sedangkan
cendawan memperoleh bahan-bahan organik dari tumbuhan (Hadi, 1994 dalam Nirmalasari
2005).
2.1.2 Mikoriza Vesikular Arbuskular
Mikoriza vesikular arbuskular merupakan cendawan yang sering dijumpai kerena
kemampuan asosiasinya yang luas. Menurut Baon (1999) dalam Mujiman (2004) hampir 80 %
spesies tanaman membentuk asosiasi dengan sejenis cendawan tanah berupa mikoriza dan
khususnya MVA dapat ditemukan pada berbagai habitat dengan berbagai iklim.
Menurut Gunawan (1994) dalam Nirmalasari (2005), bahwa MVA merupakan struktur
yang terdiri dari hifa eksternal, hifa internal, hifa gelung, arbuskular dan atau versikular.
Arbuskular merupakan hasil dari berlimpahnya cabang-cabang hifa dikotom yang akhirnya tidak
dapat dipertahankan lebih lama dan membentuk cabang dikotom tersebut tapi tampak sebagai
massa protoplasma yang berbulu-bulu dan bercampur baur dengan protoplasma sel simbion.
Arbuskular diduga berperan sebagai pemindah unsur hara yang diserap oleh cendawan untuk
tanaman.
Penyebaran MVA terbagi menjadi dua golongan, yaitu penyebaran aktif (tumbuh dengan
miselium dalam tanah) dan dan penyebaran pasif yaitu; tersebar oleh angin, air atau
mikroorganisme dalam tanah (Suhardi, 1989). Penyebaran yang lebih luas dapat terjadi karena
mengikuti penyeberan dari tumbuhan simbionnya dalam hal ini dimungkinkan karena
mempunyai selah tumbuhan simbion (host range) yang sangat luas (Setiadi, 1992).
Menurut Morton dan Benny (1990) dalam Gunawan (1994) dalam Mujiman (2004),
MVA digolongkan kedalam ordo Glomales kelas Zygomycetes, yang digolongkan ke dalam sub
ordo berdasarkan struktur arbuskular dan atau versikular yang dibentuk yaitu; Gigasporineae
(terdiri atas satu famili dan dua genus) dan Glomineae (terdiri atas dua famili yang masingmasing mempunyai dua genus). Dua genus yaitu Glomus dan Sclerocytis menghasilkan
chlamydospora dan empat genus lainnya yaitu Gygaspora, Scutellospora, Acaulospora, dan
Entrophospora menghasilkan azygospora (Setiadi, 1992).
Menurut Setiadi (1989) dalam Nirmalasari (2005) ada beberapa manfaat yang dapat
diperoleh tanaman simbion dari adanya asosiasi mikoriza adalah sebagai berikut:
1)
Meningkatkan penyerapan unsur hara
2)
Maningkatkan ketahanan terhadap kekeringan
3)
Tahan terhadap serangan patogen akar
MVA memiliki sifat obligat, sehingga untuk hidup dan berkembang biak selalu
memerlukan tumbuhan simbion (host). Menurut Supriyanto (1994) dalam Nirmalasari (2005),
keberhasilan dalam asosiasi simbiotik tersebut sangat ditentukan oleh struktur anatomi akar
tanaman, kondisi fisiologi tanaman, jenis tanaman dan lingkungan. Tipe cendawan ini dicirikan
oleh hifa intraseluler yaitu hifa yang menembus ke dalam korteks dari satu sel ke sel yang lain
(Manan, 1993) dalam Nirmalasari (2005). Diantara sel-sel terdapat hifa yang membelit atau
struktur hifa yang bercabang-cabang yang disebut arbuskular. Pembengkakan yang terbentuk
pada hifa yang berbentuk oval disebut vesikular. Arbuskular merupakan tempat pertukaran
metabolit antara cendawan dan tanaman. Adanya arbuskular sangat penting untuk
mengidentifikasi bahwa telah terjadi infeksi pada akar tanaman (Scannerini dan BonfanteFosolo, 1983 dalam Delvian, 2003), sedangkan vesikular merupakan organ penyimpan makanan
dan berfungsi sebagai propagul (organ reproduktif).
Selanjutnya dikatakan bahwa seluruh
endofit dan yang termasuk genus Gigaspora, Scutellospora, Glomus, Sclerocystis dan
Acaulospora mampu membentuk arbuskular. Anatomi sederhana dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Penampang longitudinal akar yang terinfeksi fungi mikoriza (Brundrett et al., 1994)
Vesikular menurut Abbott dan Robson (1982), berbentuk bulat dan berasal dari
menggelembungnya hifa internal dari cendawan mikoriza. Vesikular ditemukan baik di dalam
maupun di luar lapisan kortek parenkim. Tidak semua cendawan mikoriza membentuk vesikular
dalam akar inangnya, seperti Gigaspora dan Scutellospora. Banyak pendapat tentang fungsi dari
vesikular ini, yaitu sebagai organ reproduksi atau organ yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan makanan yang kemudian diangkut ke dalam sel (Delvian, 2003). Ciri utama
arbuskular mikoriza adalah terdapatnya arbuskular di dalam korteks akar. Awalnya cendawan
tumbuh diantara sel-sel korteks, kemudian menembus dinding sel tanaman simbion dan
berkembang di dalam sel (Brundrett et al., 1996).
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Mikoriza
2.1.3.1 Suhu
Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) terhambat perkembangannya bila suhu tanah
dibawah 5oC dan suhu diatas permukaan tanah lebih dari 35oC dan bila suhu mencapai 50oC
dapat menyebabkan hampir semua MVA mati (Mark dan Krupu, 1970 dalam Santono, 1986).
MVA akan mencapai pertumbuhan maksimal pada suhu 30oC, tetapi kolonisasi miselia pada
permukaan akar paling baik terjadi pada suhu 28-35oC. Sedangkan sporulasi dan pertumbuhan
vesikel terbaik pada suhu 35oC (Powell dan Bagyraj, 1984 dalam Nirmalasari, 2005).
2.1.3.2 Intensitas Cahaya
Menurut Suhardi (1989) dalam Mujiman (2004), pada intensitas cahaya yang rendah
akan mengurangi kolonisasi akar, namun pengaruhnya terhadap produksi spora kurang begitu
nyata. Peningkatan intensitas cahaya dan panjang hari biasanya meningkatkan kolonisasi akar
(Utami, 2001).
2.1.3.3. pH tanah
Menurut Setiadi (1994) dalam Mujiman, (2004), sebagian besar cendawan mikoriza
bersifat acidophilic (senang kondisi asam) dengan kisaran pH antara 3,5-6, pH optimum untuk
masing-masing perkecambahan spora berbeda-beda menurut spesies MVA dan lingkungannya.
2.1.3.4. Kesuburan Tanah
Pengaruh kesuburan tanah yang tinggi pada kolonisasi MVA tergantung pertumbuhan
tanaman simbion, kolonisasi akar dan sporulasi menjadi maksimum dengan semakin rendahnya
kesuburan tanah (Powell dan Bagyraj, 1984 dalam Nirmalasari, 2005). Menurut Suhardi (1989)
dalam Nirmalasari (2005), menyatakan bahwa kolonisasi akar akan maksimal pada tanah yang
kondisinya kurang subur, dan lebih banyak terdapat pada akar-akar yang mengalami kekeringan
daripada tempat yang terlalu banyak air.
2.1.4 Peran MVA pada Tanaman
Adanya MVA pada akar tanaman memberikan pengaruh positif pada beberapa aspek
fisiologi tanaman, diantaranya ialah meningkatkan pengambilan unsur fosfor (Mosse, 1981
dalam Nirmalasari, 2005).
Beberapa peranan MVA pada tanaman antara lain:
1. Perbaikan nutrisi tanaman dan peningkatan pertumbuhan
2. Sebagai pelindung hayati (bio-protection)
3. Meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan
4. Terlibat dalam siklus bio-geo-kimia
5. Sinergis dengan mikro-organisme lain
6. Mempertahankan keanekaragaman tanaman.
2.2 Klasifikasi Mikoriza
Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) termasuk kedalam ordo Glomeromycota yang terdiri
atas empat sub ordo yaitu Glomineae dengan empat famili, Glomaceae yang memiliki satu genus
yaitu Glomus, famili Acaulosporaceae memiliki dua genus yaitu Entrophospora dan
Acaulospora, famili Archaesporaceae memiliki satu genus yaitu Archaespora, dan famili
Paraglomaceae dengan genus Paraglomus.
Sub ordo Gigasporineae memiliki satu famili
Gigasporaceae dengan dua genus yaitu Gigaspora, dan Scutellospora. Perkembangan dan
taksonomi mikoriza dapat dilihat pada Gambar 2 ( INVAM, 2009 ).
Gambar 2. Filogeni perkembangan dan taksonomi ordo Glomeromycota (INVAM, 2009).
Klasifikasi mikoriza vesikular arbuskular terdiri atas 8 famili dengan masing-masing genus
seperti gambar dibawah:
Gambar 3. Klasifikasi mikoriza vesikular arbuskular ( INVAM, 2009 )
2.3 Tanaman Bawang Merah ( Allium cepa L. )
Morfologi bawang merah
Bawang merah merupakan tanaman semusim yang berbentuk rumput, berbatang pendek
dan berakar serabut, tinggi dapat mencapai 15-20 cm dan membentuk rumpun. Akarnya
berbentuk akar serabut yang tidak panjang. Bentuk daun tanaman bawang merah seperti pipa,
yakni bulat kecil memanjang antara 50-70 cm, berlubang, bagian ujungnya meruncing, berwarna
hijau muda sampai hijau tua dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek.
Pangkal daunnya dapat berubah fungsi seperti menjadi umbi lapis (Yaya Hasanah, 2011).
Klasifikasi Bawang Merah (Allium cepa L.)
Klasifikasi tumbuhan bawang merah adalah sebagai berikut (Yaya Hasanah, 2011):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Liliales
Family : Liliaceae
Genus : Allium
Spesies : Allium cepa L.
Nama Lokal : Bawang Merah
Manfaat bawang merah ( Allium cepa L. )
Kulit tanaman bawang merah banyak digunakan sebagai obat untuk penyakit-penyakit
seperti batuk, haid tidak teratur, kencing manis, demam pada anak-anak (obat luar) dan perut
kembung pada anak-anak (obat luar) (Yaya Hasanah, 2011).
2.4 Tanaman Talas ( Colocasia esculenta (L.) Schott )
Talas ( Colocasia esculenta (L.)Schott ) merupakan salah satu umbi-umbian yang banyak
ditanam di Indonesia. Klasifikasi tanaman talas adalah sebagai berikut (Hartati dan Prana, 2003):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Monocotyledoneae
Ordo : Aracales
Family : Araceae
Genus : Calocasia
Spesies : Colocasia esculenta (L.) Schott
Tanaman talas mempunyai variasi yang besar baik karakter morfologi seperti umbi, daun dan
pembungaan serta kimiawi seperti rasa dan aroma tergantung varietas dan tempat talas di tanam.
Talas adalah tanaman herba dengan tinggi antara 0,5-1,5 m. Panjang helai daun sekitar
30-80 cm dan lebar daun antara 20-50 cm. Panjang tangkai daun bervariasi tergantung
genotipenya, antara lebih kecil dari 30 cm-1,5 m. Ukuran daun sangat dipengaruhi oleh
lingkungan. Talas sering digunakan sebagai bahan pangan, Pemanfaatan talas sebagai bahan
pangan disebabkan karena talas memiliki komponen makronutrien dan mikronutrien yang
mencukupi angka gizi.Kandungan kimia umbi talas dipengaruhi oleh varietas, iklim, kesuburan
tanah, dan umur panen (Rukmana, 1998).
2.5 Media Perbanyakan Zeolit
Zeolit merupakan sekelompok mineral yang terdiri atas beberapa jenis unsur. Secara
umum mineral zeolit adalah senyawa alumino silikat hidrat dengan logam alkali tanah. Dalam air
zeolit mampu mengikat bakteri E. coli, kemampuan ini bergantung pada laju penyaringan dan
perbandingan volume air dengan massa zeolit. Tetapi, untuk logam variabel-variabel yang
mempengaruhi efektivitas penukaran kation belum diketahui. Sehingga zeolit mampu mengatasi
mikroba-mikroba patogen yang berada dalam daerah perakaran (Dwikarsa et al., 2007).
2.6 Tanaman Simbion Jagung (Zea mays)
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam
80-150 hari. Tahap pertama dari siklus hidupnya merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan
tahap kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi.
Tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1 m sampai 3 m. Akar jagung tergolong akar
serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m
(Bahtiar et al., 2005). Jagung tergolong tanaman C4 dan mampu beradaptasi dengan baik pada
faktor pembatas pertumbuhan dan produksi. Salah satu sifat tanaman jagung sebagai tanaman
C4, antara lain daun mempunyai laju fotosintesis lebih tinggi dibandingkan tanaman C3,
fotorespirasi dan transpirasi rendah, efisien dalam penggunaan air (Salisbury & Ross,1992).
Tinggi tanaman jagung antara 100-300 cm, umur panen 70 hari dan umur berbunga 18–35 hari (
Falah, 2009). Tanaman jagung berumur 18–35 hari perkembangan akar dan penyebarannya di
tanah sangat cepat serta pemanjangan batang meningkat dengan cepat. Tanaman ini mulai
menyerap unsur hara dalam jumlah banyak ( Subekti, 1995).
Download