BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis dewasa ini menuntut perusahaan untuk memutar otak dalam menentukan strategi pemasaran yang efektif untuk mengatasi masalah utama yang dihadapi oleh perusahaan saat ini, yaitu bagaimana menarik dan mempertahankan konsumen supaya perusahaan dapat terus bertahan.Berdasarkan data BPS Indonesia, pada tahun 2013 Indonesia mengalami pertumbuhan di bidang industri jasa sebesar 5,45%. Pada industri restoran misalnya, pada tahun 2013 Indonesia mengalami pertum buhan sebesar 4,435% (BPS, 2014) . Hal tersebut membuktikan bahwa industri jasa seperti klinik kecantikan, salon, hotel, restoran, dan lain-lain mulai dilirik oleh entrepreneur di Indonesia. Sebagai industri yang menjual produk intangible, para marketer perlu mengetahui strategi dan langkah-langkah pemasaran yang tepat dalam industri jasa, salah satunya adalah dengan menjalin hubungan baik dengan konsumen. Peran konsumen pada awalnya hanya sebatas sebagai pembeli atau pengkonsum si produk atau jasa, namun saat ini perusahaan sudah mulai sadar bahwa konsumen memegang peranan penting dalam kehidupan perusahaan sehingga peran konsumen saat ini telah berubah menjadi aset perusahaan yang perlu dijaga. Fenomena tersebut juga mengubah konsep pemasaran yang pada a walnya hanya sebagai strategi dalam memasarkan produk atau jasa, berkembang menjadi strategi dalam menjalin hubungan jangka panjang antara perusahaan dengan konsumen, hal inilah yang disebut dengan relationship marketing. Pengertian relationship m arketing sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Berry (1983 dalam Kinard dan Capella, 2006) yaitu sebagai proses menarik, mempertahankan dan meningkatkan hubungan konsumen. Berdasarkan pengertian tersebut, konsep relationship m arketing fokus dalam membangun dan mengembangkan hubungan jangka panjang antara perusahaan dengan konsumen melalui kepercayaan, komitmen, loyalitas, serta komunikasi. Saat ini, setiap perusahaan berlomba-lomba memberikan kenyamanan kepada konsumen dengan berbagai cara, seperti memberikan member card, memasang tarif diskon, memberikan kupon berhadiah, dan lain-lain demi menjaga loyalitas konsumen. Sedangkan menurut Oliver 1 (2007 dalam Divett et al., 2003) loyalitas konsumen merupakan kunci penting kesuksesan dan kekayaan perusahaan. Bagi perusahaan jasa, karyawan mempunyai intensitas yang tinggi untuk melakukan pelayanan secara tatap muka pada konsumen. Untuk itu perusahaan harus menjaga kualitas performa karyawannya. Kotler dan Keller (2012) berpendapat bahwa dalam perusahaan jasa, interactive marketing menjadi hal yang sangat penting karena dapat mencerminkan seberapabesar tingkat keterampilan karyawan pada saat melakukan pelayanan kepada konsumen sehingga akan mempengaruhi kepuasan konsumen. Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa ketika penyedia jasa melakukan interaksi yang tinggi dalam performa kerjanya, maka konsumen akan merasakan manfaat relasional yang lebih tinggi dibandingkan ketika penyedia jasa melakukan interaksi yang lebih rendah (De Wulf et al., 2001; Pressey dan M athews, 2000 dalam Kinard dan Capella, 2006). Hal lain yang membedakan antara perusahaan jasa dengan perusahaan manufaktur adalah keterlibatan konsumen dalam menentukan produk atau jasa yang akan diproduksi. Zaichkowsky (1985) mendefinisikan keterlibatan sebagai relevansi yang dirasakan seseorang dari suatu objek berdasarkan kebutuhan, nilai, dan minat yang melekat dan mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen. Tingkat keterlibatan konsumen kaitannya sangat erat dengan tingkat customization pelayanan perusahaan. Berry (1983 dalam Kinard dan Capella, 2006) menyatakan bahwa customization merupakan salah satu strategi untuk membangun hubungan antara konsumendengan penyedia jasa. Terkait dengan hal tersebut, Bowen (1990) mengklasifikasi jenis jasa menjadi 3 kategori, yaitu high contact customized, moderate contact non-personal, dan moderate contact standardized. Tipe jasa high contact customized merupakan tipe jasadengan tingkat custom ization yang tinggi, dimana pelayanan yang diberikan perusahaan dapat dengan mudah disesuaikan dengan kebutuhan konsumen, seperti salon dan klinik kesehatan. Sebagai perusahaan yang menawarkan tingkat customization yang tinggi, maka tipe jasa ini mem butuhkan keterlibatan konsumen yang tinggi, dan Jones et al., (2003) menyatakan bahwa dalam tipe jasa high contact custom ized, kebutuhan konsumen merupakan input bagi perusahaan dalam melakukan kreasi pelayanan. Sebaliknya, restoran cepat saji, hotel, dan bank adalah tipe jasa moderate contactstandardized yaitu merupakan tipe jasa dengan tingkat custom ization serta tingkat keterlibatan konsumen yang rendah, dimana pelayanan yang diberikan perusahaan sudah menjadi standar tersendiri sehingga konsumen menjadi sulit untuk membedakan penawaran 2 antara penyedia jasa (Kinard dan Capella, 2006). Dalam tipe jasa ini, konsumen lebih mementingkan kecepatan, konsistensi, serta harga yang lebih murah daripada pengetahuan dan sikap karyawan, sehingga karyawan harus dilati h dengan baik dan efisien (Bowen, 1990). Varki dan Wong (2003 dalam Kinard dan Capella, 2006) menunjukkan bahwa keterlibatan konsumen mempengaruhi ekspektasi manfaat yang dirasakan dari pelayanan penyedia jasa, sedangkan manfaat nyata yang dirasakan konsum en tidak dinilai. Sehingga, penelitian harus ditujukan untuk menentukan apakah manfaat yang dirasakan oleh konsumen akan berbeda-beda akibat adanya efek interaksi dari keterlibatan konsumen serta karakteristik layanan yang terkait dari jenis layanan terten tu (Kinard dan Capella, 2006). Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk membandingkan hubungan manfaat relasional dan respon perilaku relasional pada dua tipe jasa yang berbeda yaitu high contactcustomized pada Salon Johnny Andrean dan m oderate contact standardized pada restoranO live C hicken. M enurut penelitian K inard dan Capella (2006), jenis layanan salon dan layanan restoran cepat saji memiliki respon perilaku relasional yang berbeda karena kedua layanan tersebut memiliki tingkat customization dan keterlibatan konsumen yang berbeda. Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang berjudul “Relationship Marketing: The influence of consumer involvement on perceived service benefits” (Kinard dan Capella,2006) yang telah dilakukan di Ame rika Serikat bahwa jasa dengan tipe high customizedservice lebih mendapatkan banyak manfaat relasional dibandingkan dengan jasa yangmenawarkan moderate contact standardized. 1.2 Perumusan Masalah Penelitian yang membahas relationship marketing telah banyak dilakukan oleh berbagai peneliti. Salah satunya adalah penelitian mengenai pengaruh keterlibatan konsumen terhadap manfaat relasional pada dua tipe jasa menurut Bowen (1990) yang dilakukan oleh Kinard dan Capella (2006) di Amerika Serikat. Gap empiris yang dapat diidentifikasi dari penelitian ini adalah tingkat kemajuan negara dan perbedaan budaya antara Amerika Serikat dan Indonesia. Penelitian sebelum nya yang dilakukan oleh K inard dan Capella (2006) dilakukan di negara maju y aitu Amerika Serikat yang merupakan negara dengan budaya individualis, sedangkan penelitian ini dilakukan di negara berkembang dengan budaya kolektif yaitu Indonesia. Perbedaan budaya tersebut 3 cenderung mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen dalam mengko nsumsi dan mengevaluasi barang atau jasa. Liu dan M cClure (2001) mengungkapkan bahwa negara kolektif cenderung sungkan untuk mengungkapkan perasaan mereka, terutama perasaan negatif atau ketidakpuasan mereka. Berbeda dengan negara individualis yang cenderu ng terbuka dalam mengekspresikan perasaan puas atau ketidakpuasan mereka. Hal tersebut merupakan salah satu masalah menarik untuk diteliti apabila dikaitkan dengan perkembangan industri jasa dan keterlibatan konsumen di Indonesia saat ini. Penelitian yang dilakukan Kinard dan Capella (2006) membuktikan bahwa manfaat relasional yang ditimbulkan dalam tipe jasa high contact customized pada layanan salon lebih besar dibandingkan dengan moderate contact standardized pada layanan restoran cepat saji. Dalam penelitian ini, peneliti akan memodifikasi model dan metode yang telah diujikan oleh Kinard dan Capella (2006) dan hanya fokus pada hubungan manfaat relasional dan respon perilaku relasional dengan obyek penelitian pada Salon Johnny Andrean dan restoran O live Chicken di Y ogyakarta. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Apakah hubungan manfaat percaya diri pada layanan salon Johnny Andrean berbeda dengan layanan restoran O live Chicken dalam pengaruhnya terhadap respon perilaku relasional? 2. Apakah hubungan manfaat sosial pada layanan salon Johnny Andrean berbeda dengan layanan restoran Olive Chicken dalam pengaruhnya terhadap respon perilaku relasional? 3. Apakah hubungan manfaat layanan istimewa pada layanan salon Johnny Andrean berbeda dengan layanan restoran O live Chicken dalam pengaruhnya terhadap respon perilaku relasional? 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perbedaan hubungan manfaat relasional serta perilaku respon relasional pada dua jenis layanan menur ut Bowen (1990) yaitu high contactcustomized yaitu salon Johnny Andrean dan m oderate contact standardized yaitu restoranO live Chicken di Yogyakarta. 4 1.5 Kontribusi Penelitian Kontribusi Teoritis Penelitian ini dapat menambah literatur mengenai keterlibatan konsumen, manfaat relasional dan respon perilaku relasional. Selain itu, diharapkan pula penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif untuk melengkapi penelitian sebelumnya dan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya. Kontribusi Praktis Penelitian ini memberikan gambaran mengenai pengaruh dua jenis layanan yang berbeda dalam membentuk manfaat relasional, sehingga dapat membantu para penyedia jasa dan marketer dalam memilih strategi dan mengambil keputusan dalam menjalankan bisnisnya. 5