BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit yang tidak menular.Akan tetapi menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2009, jumlah penderita kanker di dunia setiap tahun bertambah sekitar 7 juta orang dan dua per tiga diantaranya berada di negara-negara yang sedang berkembang. Jika tidak dikendalikan, maka diperkirakan 26 juta orang akan menderita kanker dan 17 juta orang meninggal karena kanker pada tahun 2030. Di Indonesia, jumlah penderita kanker semakin meningkat (Kemenkes, 2012). Prevalensi kanker mencapai 4,3 banding 1000 orang. Padahal data sebelumnya menyebutkan prevalensinya 1 banding 1000 (Kemenkes, 2012). Penatalaksanaan kanker saat ini hampir selalu melibatkan operasi, penyinaran (radioterapi), dan kemoterapi.Istilah kemoterapi diciptakan oleh Paul Ehrlich.Kemoterapi adalah penggunaan preparat antineoplastik sebagai upaya untuk membunuh sel-sel tumor dengan mengganggu fungsi dan reproduksi selular (Brunner & Suddarth, 1997). Tujuan dari pemberian kemoterapi ini adalah menghambat atau menghentikan pertumbuhan sel-sel onkogen (kanker) pada tubuh pasien dengan cara pemberian infus dan oral (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2009) . Prinsip kerja obat-obatan kemoterapi adalah menyerang fase tertentu atau seluruh fase dalam pembelahan mitosis pada sel-sel onkogen yang bereplikasi. Universitas Sumatera Utara Obat kemoterapi hampir tidak menimbulkan dampak pada sel yang sedang dalam masa beristirahat (tidak melakukan pembelahan) (Divisi Hematologi Onkologi Medik, 2004). Pemberian kemoterapi dapat memberikan efek samping karena sifat obat kemoterapi adalah sitotoksik (racun).Salah satu efek samping yang sering dikeluhkan pasien dari kemoterapi adalah mual dan muntah. Terdapat sekitar 500 ribu sampai 1 juta penduduk Amerika menerima kemoterapi setiap tahunnya (Food & Drug Administration, 2003 dalam Hawkins & Grunberg, 2009). Dan sekitar 80 persen dari mereka memiliki pengalaman yang buruk tentang kemoterapi. Salah satu pengalaman tersebut adalah mual-muntah post kemoterapi (Ming & Hu, 2007 dalam Hawkins & Grunberg, 2009). Mual-muntah post kemoterapi menggambarkan sebuah masalah yang serius bagi pasien kanker (Koeller et al, 2002 dalam Richardson, Pilkington, & Kirsch, 2007). Mual-muntah post kemoterapi dapat memberikan komplikasi medis seperti nutrisi yang buruk, dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, dan disorientasi fisik maupun mental. Dalam beberapa kasus, pasien menolak untuk melanjutkan pengobatan kanker karena berhubungan dengan mual-muntah (Hamadani et al, 2007 dalam Hawkins & Grunberg, 2009). Gejala mual-muntah post kemoterapi merupakan suatu hal yang paling manakutkan pada pasien kanker (Hesketh, 2000). Gejala mual-muntah post kemoterapi memiliki dampak yang besar pada kualitas hidup dan kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Rugo, 2013). Gejala mual-muntah Universitas Sumatera Utara post kemoterapi dapat muncul sebagai akibat dari pengobatan dan secara signifikan mempengaruhi kualitas hidup pasien (Rhodes & McDaniel, 2001). Insiden dan tingkat keparahan gejala mual-muntah post kemoterapi pada pasien kanker sangat bervariasi, tergantung faktor-faktor yang mempengaruhi seperti jenis dan dosis obat kemoterapi, terapi kombinasi, dan karakteristik individu (Grunberg 2004). Faktor yang mempengaruhi gejala mual-muntah post kemoterapi adalah karakteristik individu. Karakteristik individu dapat memodulasi respons mual-muntah (Grunberg, 2013). Karakteristik individu juga sangat bervariasi dalam tingkatan gejala mual-muntah post kemoterapi. Karakteristik individu ini sangat penting untuk mengkaji riwayat individu sebelum melakukan kemoterapi (Markman, 2007). Keluhan mual dan muntah postkemoterapi digolongkan menjadi 3 tipe yaitu akut, tertunda (delayed), dan terantisipasi (anticipatory). Mual-muntah akut terjadi pada 24 jam pertama post kemoterapi. Mual-muntah yang terjadi setelah periode akut ini kemudian digolongkan dalam mual-muntah tertunda (delayed) yang terjadi 24-96 jam post kemoterapi (Muthalib, 2006). Sedangkan mualmuntah antisipasi merupakan suatu respon klasik yang sering dijumpai pada pasien kemoterapi (10-40%) dimana muntah terjadi sebelum diberikannya kemoterapi, tidak ada hubungannya dengan pemberian kemoterapi (Ritenburg, 2005 dalam Molassitosis, Stricker, Eaby, Velders, & Coventry, 2008). Oleh karena itu, peneliti tertarik ingin meneliti gejala mual-muntah dan faktor-faktor yang mempengaruhi mual-muntah post kemoterapi pada pasien kanker di RSUP H. Adam Malik Medan Universitas Sumatera Utara 2. Rumusan Masalah 2.1. Bagaimana gejala mual-muntah post kemoterapi pada pasien kanker di RSUP H. Adam Malik Medan? 2.2. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi gejala mual-muntah post kemoterapi pada pasien kanker di RSUP H. Adam Malik Medan? 3. Tujuan Penelitian 3.1. Untuk mengidentifikasi gejala mual-muntah post kemoterapi pada pasien kanker di RSUP H. Adam Malik Medan. 3.2. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi gejala mualmuntah post kemoterapi pada pasien kanker di RSUP H. Adam Malik Medan. 4. Manfaat Penelitian 4.1 Bagi Praktik Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber pengetahuan dan memberikan informasi mengenai gejala mual-muntah serta faktor-faktor yang mempengaruhi gejala mual-muntah post kemoterapi pada pasien kanker. 4.2 Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang gejala mual- muntah dan faktor-faktor yang mempengaruhi gejala mual-muntah post kemoterapi pada pasien kanker di RSUP H. Adam Malik Medan. Universitas Sumatera Utara 4.3 Bagi Penelitian Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penelitian selanjutnya dan menjadi dasar informasi tentang gejala mual-muntah post kemoterapi dan faktorfaktor yang mempengaruhi pada pasien kanker. Universitas Sumatera Utara