BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Produk 2.1.1 Pengertian Produk

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Produk
2.1.1 Pengertian Produk
Dalam pemasaran definisi produk adalah segala sesuatu yang bisa
ditawarkan ke pasar dan dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Kepuasan
konsumen tidak hanya mengacu pada bentuk fisik produk, melainkan satu paket
kepuasan yang didapat dari pembelian produk kepuasan tersebut merupakan
akumulasi kepuasan fisik, psikis, simbolis, dan pelayanan yang diberikan oleh
produsen.
Produk identik dengan barang dalam akutansi, barang adalah fisik yang
tersedia dipasar. Sedangkan produk yang tidak berwujud disebut jasa. Dalam
manajemen produk, identifikasi dari produk adalah barang dan jasa yang di
tawarkan kepada konsumen. Kata produk digunakan untuk tujuan mempermudah
pengujian pasar dan daya serap pasar, yang akan sangat berguna bagi tenaga
pemasaran, manajer, dan bagian pengendalian kualitas.
Kotler dan Armstrong (2011:236) mendefinisikan produk (product)
sebagai ”Segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar agar menarik
perhatian, akuisisi, penggunaan, atau konsumsi yang dapat memu askan suatu
keinginan atau kebutuhan.”
11
12
Sedangkan menurut Stanton dalam Alma (2008:139), memberikan definisi
produk sebagai berikut :
“Produk adalah seperangkat atribut yang berwujud maupun tidak berwujud
termasuk didalamnya warna, harga, nama baik produk, nama baik toko yang
menjual (pengecer) dan pelayanan pabrik serta pelayanan pengecer yang diterima
oleh pembeli guna memuaskan kebutuhan dan keinginan.”
Berdasarkan definisi diatas produk dapat dikatakan sebagai fokus inti dari
semua bisnis. Produk adalah apa yang dilakukan perusahaan mulai dari
mendesain, mengadakan sistem produksi dan operasi, menciptakan program
pemasaran, sistem distribusi, iklan dan mengarahkan tenaga penjual untuk
menjual. Sedangkan bagi konsumen, produk identik dengan perusahaan. Bagi
pesaing, produk adalah sasaran yang harus dikerahkan.
2.1.2 Tingkatan Produk
Berdasarkan definisi diatas produk dapat dikatakan sebagai fokus inti dari
semua bisnis. Produk adalah apa yang dilakukan perusahaan, mulai dari
mendesain, mengadakan sistem produksi dan operasi, menciptakan program
pemasaran, sistem distribusi, iklan dan mengarahkan tenaga penjual untuk
menjual produk tersebut.
Menurut Kotler dan Armstrong (2011:279) dalam merencanakan
penawaran suatu produk, pemasar harus memahami lima tingkat produk, yaitu :
a. Produk Utama (Core Benefit), yaitu manfaat yang sebenarnya dibutuhkan
dan akan dikonsumsi oleh pelanggan dari setiap produk.
13
b. Produk Generik (Basic Produk), adalah produk dasar yang mampu
memenuhi fungsi pokok produk yang paling dasar.
c. Produk Harapan (Expected Product), adalah produk formal yang
ditawarkan dengan berbagai atribut dan kondisi secara normal (layak)
diharapkan dan disepakati untuk dibeli.
d. Produk Pelengkap (Augment Product), adalah berbagai atribut produk
yang dilengkapi atau ditambahkan dengan berbagai manfaat dan layanan,
sehingga dapat memberikan tambahan kepuasan dan dapat dibedakan
dengan produk pesaing.
e. Produk Potensial (Potential Product), adalah segala macam tambahan dan
perubahan yang mungkin dikembangkan untuk suatu produk dimasa
mendatang.
2.1.3 Pengertian Kualitas Produk
Kualitas produk merupakan salah satu andalan pemasaran suatu
perusahaan. Kualitas mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja produk dan
jasa, yang dapat mendekatkan pada nilai kepuasan. Menurut American society for
quality control yang di kutip oleh Kotler dan Keller (2009:143) bahwa kualitas
adalah “Totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.”
Sedangkan menurut Kotler dan Amstrong (2008:272) menyatakan bahwa
kualitas adalah “Karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada
14
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan pelanggan yang dinyatakan atau
diimplikasikan.”
Kualitas merupakan totalitas fitur dan karakteristik yang yang mampu
memuaskan kebutuhan, yang dinyatakan maupun tidak dinyatakan, kualitas
mencakup pula daya tahan produk, kehandalan, ketepatan, kemudahan operasi dan
perbaikan, serta atributatribut nilai lainnya. Beberapa atribut itu dapat diukur
secara obyektif. Dari sudut pandangan pemasaran, kualitas harus diukur
sehubungan dengan persepsi kualitas para pembeli.
Menurut Kotler dan Armstrong yang diterjemahkan oleh Hermaya
(2011:243) menyatakan bahwa :
“Kualitas produk adalah salah satu faktor yang paling diandalkan oleh seorang
pemasar dalam memasarkan suatu produk.”
Sedangkan menurut Gasper Z yang dikutip dari buku Jurnal mutu Proyek
Pembangunan Gedung (2004:4) kualitas mempunyai definisi yang berbeda dan
bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategis. Definisi
konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari
produk seperti performansi (Performance), keandalan (Realibility), mudah
didalam penggunaan (Easy of use) dan estetika (Easthetic).
Maka dari uraian diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas produk
adalah suatu kondisi dinamis yang saling berhubungan meskipun dapat memiliki
definisi yang berbeda tetapi produk pada intinya memiliki suatu spesifikasi
terhadap suatu barang dan/ atau jasa yang dapat menimbulkan kepuasan yang
memenuhi atau melebihi harapan bagi konsumen yang menggunakannya.
15
2.1.4 Dimensi dan Perspektif Kualitas Produk
Menurut David Garvin yang diterjemahkan oleh Husen Umar (2010:147)
telah mengungkapkan adanya delapan dimensi kualitas produk yang bisa
dimainkan oleh pemasar. Performance, feature, reliability, conformance,
durability, serviceability, aesthetics, dan perceived quality merupakan kedelapan
dimensi tersebut.
1. Dimensi performence atau kinerja produk
Kinerja merupakan karakteristik atau fungsi utama suatu produk. Ini
merupakan manfaat atau khasiat utama produk yang kita beli. Biasanya ini
menjadipertimbangan pertama kita membeli produk.
2. Dimensi reliability atau kehandalan produk
Dimensi kedua adalah hal yang berkaitan dengan probabilitas atau
kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali
digunakan dalam periode waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu.
3. Dimensi feature atau fitur produk
Dimensi feature merupakan karakteristik atau ciri-ciri tambahan yang
melengkapi manfaat dasar suatu produk. Fitur bersifat pilihan atau option
bagi konsumen. Kalau manfaat utama sudah standar, fitur seringkali
ditambahkan. Idenya, fitur bisa meningkatkan kualitas produk kalau
pesaing tidak memiliki.
4. Dimensi durebility atau daya tahan
Daya tahan menunjukkan usia produk, yaitu jumlah pemakaian suatu
produk sebelum produk itu digantikan atau rusak. Semakin lama daya
16
tahannya tentu semakin awet. Produk yang awet akan dipresepsikan lebih
berkualitas dibandingkan produk yang cepet habis atau cepat diganti.
5. Dimensi conformance atau kesesuaian
Conformance adalah kesesuaian kinerja produk dengan standar yang
dinyatakan suatu produk. Ini semacam janji yang harus dipenuhi oleh
produk. Produk yang memiliki kualitas dari dimensi ini berarti sesuai
dengan standarnya.
6. Dimensi serviceability atau kemampuan diperbaiki
Sesuai dengan maknanya, disini kualitas produk ditentukan atas dasar
kemampuan diperbaiki: mudah, cepat, dan kompeten. Produk yang mampu
diperbaiki tentu kualitasnya lebih tinggi dibanding produk yang tidak atau
sulit diperbaiki.
7. Dimensi aesthetic atau keindahan tampilan produk
Aesthetic atau keindahan menyangkut tampilan produk yang membuat
konsumen suka. Ini seringkali dilakukan dalam bentuk desain produk atau
kemasannya. Beberapa merek memperbaharui wajahnya supaya lebih
cantik dimata konsumen.
8. Dimensi perceived quality atau kualitas yang dirasakan
Dimensi terakhir adalah kualitas yang dirasakan. Ini menyangkut penilaian
konsumen terhadap citra, merek, atau iklan. Produk-produk yang bermerek
terkenal biasanya dipresepsikan lebih berkualitas dibanding merek-merek
yang tidak terdengar. Itulah sebabnya produk selalu berupaya membangun
mereknya sehingga memiliki brand equity yang tinggi. Tentu saja ini tidak
17
dapa dibangun semalam
karena menyangkut banyak aspek termasuk
dimensi kualitas dari kinerja, fitur, daya tahan, dan sebagainya.
2.2
Jasa
2.2.1 Pengertian Jasa
Jasa merupakan aktivitas, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan untuk
dijual. Jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang ditawarkan oleh suatu
pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat intangible (tak berwujud
fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Produksi jasa dapat
berhubungan dengan produk fisik maupun nonfisik. (Fandy Tjiptono, 2007: 6)
Pada sebuah penawaran, barang dan jasa terkadang bisa saling melengkapi
satu sama lain atau juga bisa berdiri sendiri. Seringkali pembelian suatu barang
disertai dengan jasa-jasa tertentu dan sebaliknya, pembelian jasa juga melibatkan
barang untuk melengkapinya. Ini dapat menyebabkan kesulitan melakukan
pembedaan antara pembelian barang dan pembelian jasa.
Menurut Kotler dan Keller (2010:42), definisi jasa adalah setiap tindakan
atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain, yang pada
dasarnya berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Produksinya
mungkin saja terkait atau mungkin juga tidak terkait dengan produk fisik.
Jasa merupakan semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan
produk dalam bentuk fisik atau konstruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat
yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah seperti
18
kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau kesehatan atau pemecahan atas masalah
yang dihadapi konsumen. (Lupiyoadi, 2008:5)
Menurut Kotler dan Amstrong (2011:8), definisi jasa adalah segala
aktivitas atau manfaat yang dapat ditawarkan oleh suatu kelompok kepada yang
lainnya, pada dasarnya tidak nyata dan tidak berakibat pada kepemilikan apapun.
Pendapat lain dinyatakan oleh Stanton dalam Alma (2006: 243) tentang
pengertian jasa, yaitu sesuatu yang dapat didefinisikan secara terpisah tidak
berwujud, ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan. Jasa dapat dihasilkan dengan
menggunakan benda-benda berwujud atau tidak.
Maka dari pengertian di atas, dapatlah dikemukakan bahwa di dalam
penawaran atau penjualan jasa selalu ada interaksi antara pihak penyediaan jasa
dengan pihak pelanggan, meskipun masing-masing pihak yang terlibat tidak selalu
menyadari adanya interaksi tersebut. Jasa pada hakekatnya merupakan proses atau
aktivitas yang tidak berwujud seperti layaknya suatu barang. Biasanya pihak yang
menerima atau memanfaatkan jasa tidak secara otomatis memiliki jasa tersebut
walaupun yang bersangkutan telah melakukan pembelian.
2.2.2 Karakteristik Jasa
Menurut Kotler (2008: 488) ada empat karakteristik pokok pada jasa yang
membedakannya dengan barang, keempat karakteristik tersebut meliputi:
1. Intangibility (Tidak Berwujud)
Jasa bersifat tidak berwujud. Tidak seperti halnya produk fisik, jasa tidak
dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli.
19
2. Inseparability (Tidak Terpisahkan)
Umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Tidak seperti
barang fisik yang diproduksi, disimpan dalam persediaan, didistribusikan
melewati berbagai penjual, dan kemudian baru dikonsumsi. Jasa bersifat tidak
dapat dipisahkan, artinya bahwa dalam memasarkan jasa, interaksi antara
penyedia jasa dan pelanggan merupakan diri khusus dalam pemasaran jasa,
keduanya mempengaruhi hasil (outcome) dari jasa tersebut.
3. Variability (Bervariasi)
Karena tergantung pada siapa yang menyediakan serta kapan dan dimana jasa
itu diberikan, maka jasa sangat bervariasi.
4. Perishability (Mudah Lenyap)
Jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan.
Dengan demikian bila jasa tidak digunakan, maka jasa tersebut akan berlalu
begitu saja.
Berry dalam Alma (2007: 244) mengemukakan ada tiga karakteristik jasa,
yaitu:
1. Lebih bersifat tidak berwujud daripada berwujud (more intangible than
tangible).
2. Produksi dan konsumsi bersamaan waktu (simultaneous production and
consumption).
3. Kurang memiliki standar dan keseragaman (less standardized and uniform).
20
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, maka dapat diketahui bahwa
karakteristik utama dari jasa, yaitu :
1. Jasa bersifat tidak tampak, yaitu kita tidak dapat melihat, meraba, atau
mengambil contoh sebelum kita membelinya.
2. Jasa sifatnya tidak dapat dipisahkan dengan penyediaan jasa, dan biasanya
diciptakan dan dikonsumsi pada saat bersamaan, artinya si penghasil jasa
hadir secara fisik pada waktu konsumsi berlangsung.
3. Jasa bersifat sangat variabel, yaitu banyak variasi bentuk, kualitas, dan
sejenisnya tergantung pada siapa, kapan, dan di mana jasa tersebut dihasilkan.
Jasa mempunyai sifat yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan, karena
karakteristik jasa tersebut lain dengan karakteristik barang, maka diperlukan
perlakuan khusus di dalam bidang pelayanan agar dapat mempertahankan
tingkat kepuasan pelanggan.
2.2.3 Klasifikasi Jasa
Konsekuensi dari adanya berbagai macam variasi bauran antara barang
dan jasa di atas adalah sulitnya untuk menggeneralisir jasa bila tidak melakukan
pembedaan lebih lanjut. Banyak pakar melakukan klasifikasi jasa dimana masingmasing ahli menggunakan dasar pembedaan yang disesuaikan dengan sudut
pandangnya
masing-masing. Lovelock dalam Fandy Tjiptono (2007:13)
melakukan pengklasifikasian jasa berdasarkan pada 7 kriteria yang dapat dilihat
pada tabel 2.1.
Tabel 2.1
21
Klasifikasi Jasa
Basis
Klasifikasi
Contoh
1. Segmen pasar
Konsumen akhir
Salon kecantikan
Konsumen organisasional Konsultan manajemen
2. Tingkat keberwujudan
3. Keterampilan penyedia jasa
4. Tujuan organisasi
5. Regulasi
6. Tingkat intensitas karyawan
Rented goods service
Penyewaan mobil
Owned goods service
Reparasi jam tangan
Non goods service
Pemandu wisata
Professional service
Dokter
Nonprofessional service
Supir taksi
Profit service
Bank
Nonprofit service
Yayasan sosial
Regulated service
Angkutan umum
Nonregulated service
Katering
Equipment based service
ATM
People based service
Pelatih sepakbola
7. Tingkat kontak penyedia jasa High contact service
dan pelanggan
Universitas
22
Low contact service
Bioskop
Sumber : Pemasaran Jasa, Fandy Tjiptono (2007:13)
Zeithaml dalam Alma (2004: 250) mengungkapkan pengelompokan jasa
yang lebih rinci, yaitu :
1. Transportation, termasuk di dalamnya kereta api, bus, truk, transportasi air,
dan udara.
2. Komunikasi berupa telepon, radio, dan televisi.
3. Public utilities berupa listrik, gas, dan kebersihan.
4. Perdagangan besar termasuk agen-agen dari produsen.
5. Perdagangan eceran termasuk ke dalamnya berbagai bentuk pertokoan.
6. Finansial, asuransi, perumahan berupa simpan-pinjam, bursa efek, perusahaan
investasi, usaha pembangunan perumahan.
7. Jasa hotel.
8. Personal service.
9. Business service.
10. Jasa parkir.
11. Jasa bengkel / reparasi.
12. Jasa bioskop, hiburan, dan rekreasi.
13. Jasa di bidang kesehatan.
14. Jasa di bidang hukum.
15. Jasa pendidikan.
16. Jasa sosial / masyarakat.
17. Jasa organisasi.
23
18. Jasa yang ditawarkan oleh pemerintah, perijinan, keamanan (Polisi / TNI), dan
sebagainya.
Tawaran perusahaan ke pasar biasanya mencakup beberapa jasa.
Komponen jasa dapat merupakan bagian kecil atau bagian utama dari total
penawaran. Kotler dan Keller (2008:43) membedakan penawaran perusahaan
menjadi lima kategori yaitu:
1.
Pure tangible good (Barang berwujud murni)
Yaitu barang berwujud murni, dimana penawaran hanya terdiri dari barang
berwuiud. Tidak ada jasa yang menyertai produk itu, seperti sabun, pasta
gigi, dan sebagainya.
2.
Tangible good with accompanying service (Barang berwujud yang disertai
layanan)
Yaitu barang berwujud yang disertai jasa, dimana penawaran terdiri dari
barang berwujud yang disertai satu atau beberapa jasa untuk meningkatkan
daya tarik konsumennya, seperti mobil dan komputer yang penjualannya
tergantung pada mutu dan tersedianya pelayanan pelanggan yang
menyertainya, contoh, ruang pamernya, pengiriman, perbaikan dan
pelatihan, bantuan aplikasi, nasihat instalasi, pemenuhan garansi dan
sebagainya.
3.
Hybrid (Campuran)
Yaitu penawaran yang terdiri dari barang dan jasa dengan proporsi yang
sama, misalnya orang mengunjungi restoran untuk mendapatkan makanan
dan pelayanan.
24
4.
Major service with accompanying good and service (Jasa utama yang
disertai barang dan jasa tambahan)
Yaitu jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan, dimana
penawaran terdiri dari satu jasa utama disertai jasa tambahan dan atau
barang pendukung. Contohnya penumpang pesawat terbang membeli jasa
transportasi, yang disertai pelayanan dan beberapa barang berwujud
seperti makanan dan minuman, majalah penerbangan dan sebagainya.
5.
Pure service (Jasa murni)
Yaitu jasa murni, dimana penawaran hanya terdiri dari jasa, seperti jasa
menjaga bayi (baby sitter), psikoterapi, jasa memijat dan sebagainya.
2.3
Kualitas Jasa
2.3.1 Pengertian Kualitas Jasa
Menurut Zeithaml (2006 : 19) Kualitas Layanan adalah “Service quality is
the extent of discrepancy between customer’s expectations or desires and their
perceptions”. Yang kurang lebih memiliki arti bahwa kualitas layanan adalah
ketidaksesuaian antara harapan atau keinginan konsumen dengan persepsi
konsumen. Kualitas layanan mempunyai banyak karakteristik yang berbeda
sehingga kualitas layanan sulit untuk didefinisikan atau diukur.
Menurut Boone & Kurtz (2006 : 439) Kualitas Layanan adalah “Service
quality refers to the expected perceived quality of service offering. It is primary
determinant of customer satisfaction or disatisfaction”. Yang kurang lebih
25
memiliki arti bahwa kualitas layanan mengacu pada kualitas yang diharapkan
dalam penawaran jasa. Kualitas ditentukan dalam kepuasan atau ketidak puasan
konsumen.
2.3.2 Dimensi Kualitas Jasa
Dalam salah studi mengenai kualitas Jasa oleh Kotler dan Amastrong yang
dikutip Hurriyanti (2008:28), bahwa terdapat lima dimensi kualitas jasa, sebagai
berikut :
1. Berwujud
(tangible),
yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam
menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan
kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapat diandalkan
keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan
yang diberikan oleh pemberi jasa. Hal ini meliputi fisik (contoh: gedung,
gudang dan lain-lain), perlengkapan dan peralatan yang digunakan
(teknologi) serta penampilan pegawainya.
2. Keandalan (reliability), yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan
waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan,
sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
3. Ketanggapan (responsiveness), yaitu kebijakan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang
cepat (responsive) dan tepat kepada
pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan
konsumen menunggu persepsi yang negative dalam kualitas pelayanan.
26
4. Jaminan dan Kepastian (assurance), yaitu pengetahuan, kesopan santunan
dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa
percaya para pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa
komponen antara lain komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi,
dan sopan santun.
5. Empati (Emphaty), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat
individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan
berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan
berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan
diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan,
memahami kebutuhan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian
yang nyaman bagi pelanggan.
Parasuraman, Zeithaml dan Berry dalam Kotler
dan Keller (2007:13)
mengidentifikasi lima kesenjangan yang mengakibatkan ketidakberhasilan
penyerahan jasa :
1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi konsumen
2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi mutu jasa
3. Kesenjangan antara spesifikasi mutu jasa dan penyerahan jasa
4. Kesenjangan antara penyerahan jasa dan komunikasi eksternal
5. Kesenjangan antara persepsi jasa dan jasa yang diharapkan
Cronin & Taylor dalam Meydia Hasan (2010:16) mengungkapkan bahwa
untuk mengukur service quality ada tiga alternative perhitungan yaitu :
27
a. Skor Servqual = skor Tingkat Kepentingan x (skor Persepsi – skor
Harapan )
b. Skor Servqual = skor Persepsi
c. Skor Servqual = skor tingkat kepentingan x skor persepsi
Salah satu diantaranya yang digunakan dalam penelitian ini adalah Service quality
= persepsi. Menurut Tolliver yang diungkapkan Fandi & Gregorius (2005:159)
bahwa ukuran persepsi ( kualitas Jasa = Persepsi) merupakan predictor terbaik
untuk kualitas jasa. Persepsi yang dimaksud adalah kinerja pelayanan
(performance), pengukuran ini akan digunakan sebagai acuan variabel kualitas
pelayanan.
2.4
Kepercayaan Pelanggan
2.4.1 Pengertian Kepercayaan Pelanggan (Customer Trust)
Menurut Zeithaml (2006:119) berpendapat bahwa kepercayaan
adalah:
”Feeling of trust or confidence in the provider, along with a sense or
reduced anxiety and comfort in knowing what to expect”.
Dari definisi diatas dapat diartikan bahwa kepercayaan merupakan
perasaan yakin atau percaya terhadap penyedia jasa, melalui pengertian atau
mengurangi kegelisahan dan perasaan nyaman dalam mengetahui apa yang
diharapkan.
28
Menurut
Deutsch,(dikutip Huang,2006:3)
berpendapat
kepercayaan
adalah:
“Trust as an individual’s confidence in the intentions and capabilities of a
relationship partner and the belief that a relationship partner would behave as
one hoped”.
Dari definisi diatas dapat diartikan bahwa kepercayaan sebagai sebuah
kepercayaan diri dalam kesungguhan dan kemampuan dari sebuah hubungan serta
meyakini bahwa hubungan itu akan menghasilkan suatu harapan.
Dari beberapa definisi kepercayaan yang diungkapkan beberapa ahli diatas
bahwa kepercayaan memiliki kedudukan yang sangat penting dalam hubungan
interaksi antar satu orang dengan yang lainnya. Atau dengan konteks ini yaitu
hubungan antara penyedia jasa dan konsumen.
Ada Pendapat bahwa seiring dengan berkembangnya hubungan dalam
waktu lama maka akan berubah pula sifat kepercayaan itu ( Francis Buttle,
2007:21). Sifat-sifat tersebut :

Kepercayaan berbasis kalkulus hadir pada tahap awal hubungan dan
terkait langsung dengan nilai ekonomisnya. Keuntungan menjalin suatu
hubungan akan dibandingkan keuntungan yang akan dipetik jika
mengakhirinya.

Kepercayaan berbasis pengetahuan sangat bergantung pada riwayat
berinteraksi dengan salah satu pihak dan tingkat pngenalan masing-masing
29
pihak yang memungkinkan mereka saling memprediksikan prospek
hubungannya di masa mendatang..
Kepercayaan yang berbasis identifikasi akan terjadi jika sikap saling
memahami menimbulkan proses timbal balik dan saling melengkapi atau mengisi
dalam sebuah intraksi interpersonal. Taraf ini baru ditemukan pada tahap-tahap
lanjut dari hubungan yang dijalain antara kedua belah pihak.
Menurut Mowen dan Minor (2004:312-313), kepercayaan pelanggan
adalah semua pengetahuan yang dimiliki pelanggan dan semua kesimpulan yang
dibuat pelanggan tentang objek, atribut dan manfaatnya. Objek dapat berupa
produk, orang, perusahaan dan segala sesuatu dimana seseorang memiliki
kepercayaan atau sikap. Atribut adalah karakteristik atau fitur yang mungkin
dimiliki atau tidak dimiliki oleh objek. Dua kelas atribut yang luas telah
diidentifikasi sebelumnya. Atribut intrinsic adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan sifat aktual produk, sedangkan atribut ekstrinsik adalah
segala sesuatu yang diperoleh dari aspek eksternal produk, seperti nama merek,
kemasan dan label. Akhirnya manfaat (benefits) adalah hasil positif yang
diberikan atribut kepada konsumen.
Peppers and Rogers (2004:43) menyatakan bahwa komponen-komponen
kepercayaan adalah:
1. Kredibilitas, berarti bahwa karyawan jujur dan kata-katanya dapat dipercaya.
Kredibilitas harus dilakukan dengan kata-kata, “ saya dapatmempercayai apa
30
yang dikatakannya mengenai ….” bentuk lain yang berhubungan adalah
believability dan truthfulness.
2. Reliabilitas, berarti sesuatu yang bersifat reliable atau dapat dihandalkan. Ini
berarti berhubungan dengan kualitas individu/organisasi. Reliabilitas harus
dilakukan dengan tindakan; “ saya dapat mempercayai apa yang akan
dilakukannya .….” Bentuk lain yang berhubungan adalah predictability dan
familiarity.
3. Intimacy,
kata yang berhubungan adalah integritas yang berarti karyawan
memiliki kualitas sebagai karyawan yang memiliki prinsip moral yang kuat.
Integritas menunjukkan adanya internal consistency, ada kesesuaian antara apa
yang dikatakan dan dilakukan, ada konsistensi antara pikiran dan tindakan.
Menurut
Paolo
Guenzi
dan
Laurent
Georges,dalam
jurnalnya
Interpersonal trust in commercial relationships (2008:3) membuat suatu kontrak
atau suatu model dari dimana terdapat tiga elemen dalam membentuk kepercayaan
pelanggan (customer trust) yaitu :
a. Salesperson Customer Orientated Selling ,
Hal-hal yang membentuk tenaga penjual yang berorientasi pada pelanggan
pada suatu perusahaan diantaranya :

Hasrat atau menculnya keinginan untuk membantu kebutuhan
konsumen

Menawarkan produk yang dapat memuaskan konsumen

Dapat menjelaskan produk dan layanan kepada konsumen
31

Menghindari manipulasi produk kepada konsumen

Menghindari menawarkan produk secara paksa kepada konsumen
b. Expertise
Hal-hal yang menjadi ukuran tenaga penjual yang ahli
pada suatu
perusahaan diantaranya :

Tenaga penjual yang memiliki pengetahuan yang baik akan produk
dan layanan

Tenaga Penjual yang mengetahui layanan yang baik untuk
pelanggan
c. Likebility
Hal-hal yang menjadi ukuran tenaga penjual yang disenangi oleh pelanggan
pada suatu perusahaan diantaranya :

Tenaga penjual yang bersahabat kepada konsumen

Tenaga penjual yang selalu baik kepada konsumen

Tenaga penjual yang selalu membantu pelanggan seperti yang
diharapkan oleh konsumen.
2.5
Bank
2.5.1 Pengertian Bank
Bank memegang peranan yang sangat penting dalam menunjang gerak
perekonomian dunia. Bank merupakan lembaga yang berfungsi sebagai pihak
yang menjembatani antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak lain
32
yang membutuhkan dana, serta menyediakan jasa keuangan lainnya. Berikut ini
akan dijelaskan beberapa pengertian bank, yaitu :
Kasmir (2007:1) menyatakan bahwa bank didefinisikan sebagai,
“Lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut kepada masyarakat serta
memberikan jasa Bank lainnya.”
Undang-Undang RI No.10 tahuun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang
perbankan:
“Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka taraf hidup rakyat banyak.”
Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Bank merupakan perusahaan
yang bergerak dalam bidang keuangan dan melakukan usaha perbankan yang
meliputi keguatan menghimpun dana (funding), menyalurkan dana (lending) dan
memberikan jasa-jasa bank lainnya(services)..
2.5.3 Jenis Bank
Praktik Perbankan di Indonesia kini
diatur dalam Undang-Undang
Perbankan dan digolongkan ke dalam beberapa jenis Bank. Di dalam UndangUndang Perbankan No.10 tahun 1998 dikemukakan penggolongan jenis bank
berdasarkan aspek fungsi, kepemilikan dan dari segi menentukan harga. Dari
aspek fungsi, perbedaan terletak pada luasnya kegiatan atau jumlah produk yang
ditawarkan maupun jangkauan wilayah operasinya. Kepemilikan perusahaan
33
dilihat dari segi pemilikan saham serta akte pendiriannya. Dalam menentukan
harga, yaitu Bank Konvensional berdasarkan bunga dan Bank syariah berdasarkan
bagi hasil. Penggolongan jenis perbankan yang dilakukan berdasarkan beberapa
aspek tersebut secara rinci adalah sebagai berikut :
1. Segi Fungsinya, jenis bank terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Bank Umum atau Bank Komersil (commercial Bank), yaitu Bank yang
melaksanakan
kegiatan
usaha
secara
konvensional
dan
atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran.
b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR), kegiatan BPR jauh lebih dikhususkan
pada kegiatan perhimpunan dana (selain simpanan giro) dan
penyaluran dana. BPR didirikan dengan modal awal yang relative kecil
dan wilayah operasi terbatas.
2. Segi Kepemilikan, bank diklasifikasikan sebagai berikut :
a) Bank Pemerintah, dimana baik akte pendirian, modal maupun
keseluruhan keuntungannya dimiliki oleh pemerintah.
b) Bank Swasta Nasional, Bank yang seluruh atau sebagian besar dimiliki
oleh swasta nasional, akte pendiriannya didirikan oleh swasta, begitu
pula pembagian keuntungannya dilakukan pula oleh pihak swasta.
c) Bank Asing merupakan cabang dari Bank yang ada diluar negeri milik
swasta asing maupun pemerintah asing suatu Negara
34
d) Bank Campuran adalah Bank ynag kepemilikan sahamnya dimiliki
oleh pihak asing dan pihak swasta nasional dimana kepemilikan saham
mayoritas oleh WNI
3. Dilihat dari status, jenis bank dibedakan menjadi :
a. Bank Devisa, merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi
ke luar negeri atau berhubungan dengan mata uang asing secara
keseluruhan.
b. Bank Non Devisa, yaitu Bank yang hanya mendapatkan izin untuk
melaksanakan transaksi dalam batas-batas suatu Negara.
4. Cara menetukan Harga, bank terbagi menjadi dua kelompok yaitu :
a. Jenis Bank yang mayoritas berkembang di Indonesia, dimana metode
penentuan harga :

Menetapkan bunga sebagai harga jual produk simpanan dan
harga beli atas produk jaminannya atau yang dikenal dengan
istilah spread based.

Untuk Jasa bank lainnya, diterapkan bermacam biaya dalam
nominal/persentase tertentu (biaya administrasi, sewa dll) atau
fee based
b. Bank yang berdasarkan prinsip Syariah
Keuntungan pokok Bank Syariah tidak diperoleh dari bunga namun
bagi hasil berdasarakan hukum Islam ( Al Quran dan Al Hadits ) yang
mengharamkan riba/bunga.
35
Penentuan harga berdasarkan Prinsip Syariah ini dilakukan melalui :

Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah)

Pembiayaan berdasarkan penyertaan modal (musharakah)

Prinsi jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
(murabahah)

Pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni
tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan

kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh
pihak lain (ijarah wa iqtina).
2.6
Bank Syariah
2.6.1 Pengertian Bank Syariah
Pengertian Bank menurut Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21
tahun 2008 Pasal 1 ayat 2 yaitu :
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari msyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.”
Selanjutnya menurut Pasal 1 ayat 7 pengertian Bank syariah adalah :
“Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bannk
Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.”
Umum
36
2.6.2 Prinsip-Prinsip Bank Syariah
Prinsip utama yang dianut oleh Bank syariah menurut Muhammad
(2005:78) adalah:
1. Prinsip Keadilan
Menurut Samuel L.Hayes yang dikutip oleh Muhammad (2005), empat hal
pokok yang dijadikan konsiderasi dalam membangun system ekonomi
Islam. Pertama kontrak (akad) harus adil dan nyata, kedua tidak adanya
unsur bunga(riba), ketiga tidak ada unsure spekulasi, dan keempat
pemakluman. Artinya konsep syariah mengajarkan menyangga usaha
secara bersama, baik dalam membagi keuntungan atau sebalinya
menanggung kerugian.
2. Prinsip Kesederajatan
Bank Syariah menempatkan nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna
dana, maupaun bank pada kedudukan yang sama dan sederajat. Hal ini
tercermin dalam hak, kewajiban resiko dan keuntungan yang berimbang
antara nasabah penyimpan dana, maupun bank. Dengan sistem bagi hasil
yang diterapkannya, Bank syariah mensyaratkan adanya kemitraan
nasabah harus sharing profit and the risk secara bersama-sama.
3. Prinsip Ketentraman
Menurut Najetullah As Siddiq yang dikutip oleh Muhammad (2005),
tujuan dan aktifitas ekonomi dalam perspektif Islam harus diselaraskan
dengan
tujuan
akhir
yaitu
pada
pencapian
falah
(ketentraman,
37
kesejahteraan, atau kebahagiaan), untuk mencapai kesempurnaan dunia
dan akhirat.
2.6.3 Kegiatan Usaha Bank Syariah
Kegiatan Usaha Bank Syariah menurut Undang-Undang Perbankan
Syariah Nomor 21 tahun 2008 Pasal 19, meliputi :
a. Penghimpunan dana
1) Giro Wadiah atau titipan amanah atas izin pemilik dapat dikelola bank
dengan diberikan bonus.
2) Tabungan mudharabah atau simpanan bagi hasil dari usaha bank yang
besarnya nisbah (bagi hasil) ditetapkan sebagai mudharib (pengelola
dana).
3) Deposito Mudaharabah atau deposito
bagi hasil yang besarnya
ditetapkan bank.
b. Penyaluran Dana
1) Prinsip Jual Beli
(a) Murabahah, yaitu akad jual beli dimana harga dan keuntungan
disepakati antara penjual dan pembeli . Jenis dan jumlah barang
diserahkan setelah akad jual beli dan pembayaran bisa dilakukan
secara mengangsur atau sekaligus.
(b) Istishna, yaitu jual beli barang dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang berdasarkan persyaratan serta kriteria tertentu,
38
sedangkan pola pembayaran dapat dilakukan sesuai dengan
kesepakatan.
(c) Salam, yaitu jual beli dengan cara pemesanan, dimana pembeli
memberikan uang terlebih dahulu terhadap barang yang telah
disebutkan spesifikasinya.
2) Prinsip Bagi Hasil
(a) Mudharabah, yaitu akad yang dilakukan antar pemilik modal
(shahibul mal) dengan pengelola (mudharib) dimana nisbah bagi
hasil disepakati di awal, sedangkan kerugian ditanggung oleh
pemilik modal.
(b) Musyarakah, akad antara dua pemiliki modal atau lebih untuk
menyatukan modalnya pada usaha tertentu, sedangkan pelaksanya
bisa ditunjuk salah satu dari mereka.
3) Prinsip Sewa Menyewa
Ijarah, yaitu akad sewa menyewa barang antara kedua belah pihak
untuk memperoleh manfaat atas barang yang disewa.
4) Prinsip pinjam meminjam berdasarkan qardh ( pinjaman lunak).
c. Jasa Pelayanan
1) Wakalah, yaitu antara perwakilan antara satu pihak kepada yang lain
(L/C).
2) Hawalah, pemindahan uang/piutang suatu pihak kepada pihak yang
lain.
3) Kafalah, jaminan satu pihak kepada pihak lain.
39
4) Rahn, menggadaikan barang dari satu pihak kepada pihak yang lain,
dengan uang sebagai penggantinya.
2.6.4 Perbedaan Antara Bank Kovensional dan Bank Syariah
Menurut Syafi’I Antonio (2005:59) ada beberapa perbedaan mendasar
dalam konsep pelaksanaan bank konvensional dan bank syariah, yaitu antara lain
perbedaan antara bunga dan bagi hasil, perbedaan konsep antara investasi dan
membungakan uang dan perbedaan konsep utang uang dan utang barang.
1. Perbedaan antara bunga dan bagi hasil
Islam mengharamkan bunga dan mengahalalkan bagi hasil. Keduanya
memberikan keuntungan, tetapi memiliki perbedaan mendasar sebagai
akibat adanya perbedaan antara investasi dan pembungaan uang.
Tabel 2.2
Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
Keterangan
Bunga
Bagi Hasil
Penentuan
Pada waktu perjanjian dengan Pada waktu akad dengan
Keuntungan
asumsi harus selalu untung
pedoman
kemungkinan
untung rugi
Besarnya
Berdasarkan
jumlah
uang Berdasarkan
persentase
(modal) yang dipinjamkan
jumlah
keuntungan yang diperoleh
40
Pembayaran
Seperti yang dijanjikan tanpa Bergantung
pertimbangan
untung
pada
atau keuntungan proyek bila rugi
rugi
ditanggung bersama
Jumlah
Tetap, tidak meningkat walau Sesuai dengan peningkatan
pembayaran
keuntungan berlipat
jumlah pendapatan
Eksistensi
Diragukan oleh semua agama
Tidak ada yang meragukan
keabsahannya
Sumber
:
M.
Syafi’i
Antonio.
Bank
Syariah
dari
Teori
ke
Praktik.2001.hal.61
2. Perbedaan antara investasi dan membungakan uang
Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dan membungakan uang.
Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari definisi masing-masing.
a. Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung resiko, karena
berhadapan
dengan
unsure
ketidakpastian.
Dengan
demikian,
perolehan kembaliannya (return) tidak pasti dan tidak tetap.
b. Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung
resiko, karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relative
pasti dan tetap.
3. Perbedaan antara utang uang dan utang barang
Ada dua jenis utang yang berbeda satu sama lainnya, yakni utang
yang terjadi karena pinjam meminjam uang dan utang yang terjadi karena
pengadaan barang, Utang yang terjadi Karen pinjam meminjam uang tidak
41
boleh ada tambahan, kecuali dengan alas an yang jelas, seperti biaya
materai, biaya notaries dan studi kelayakan. Tambahan lainnya yang
bersifat tidak pasti dan tidak jelas, seperti inflasi dan deflasi, tidak
diperbolehkan.
Utang yang terjadi karena pembiayaan pengadaan barang harus jelas
dalam satu kesatuan yang utuh atau yang disebut harga jual. Harga jual itu
sendiri terdiri dari harga pokok barang ditambah keuntungan yang
disepakati. Apabila harga jual telah disepakati, maka selamanya tidak
boleh berubah naik, karena akan masuk dalam kategori riba fadl. Dalam
transaksi perbankan Islam yang muncul adalah kewajiban dalam bentuk
utang pengadaan barang, bukan utang uang.
Maka secara operasional terdapat perbedaan –perbedaan yang
substantive antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional,
seperti terlihat pada table 2.3.
Tabel 2.3
Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Bank Syariah
1. Melakukan
investasi
Bank Konvensional
yang Investasi yang halal dan haram
halal
2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, Memakai perangkat bunga
jaul beli, atau sewa
3. Profit dan falah oriented
Profit Oriented
42
4. Hubungan
dalam
dengan
bentuk
nasabah Hubungan dengan nasabah dalam
hubungan bentuk hubungan debitor dan
kemitraan
5. Penghimpunan,
kreditor
penyaluran Tidak terdapat dewan sejenis
dana harus sesuai syariah
Sumber : M. Syafi’i Antonio. Bank Syariah dari Teori ke Praktik.2001.
hal 34
Download