BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Produk 2.1.1 Pengertian Produk Dalam pemasaran definisi produk adalah segala sesuatu yang bisa ditawarkan ke pasar dan dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Kepuasan konsumen tidak hanya mengacu pada bentuk fisik produk, melainkan satu paket kepuasan yang didapat dari pembelian produk kepuasan tersebut merupakan akumulasi kepuasan fisik, psikis, simbolis, dan pelayanan yang diberikan oleh produsen. Produk identik dengan barang dalam akutansi, barang adalah fisik yang tersedia dipasar. Sedangkan produk yang tidak berwujud disebut jasa. Dalam manajemen produk, identifikasi dari produk adalah barang dan jasa yang di tawarkan kepada konsumen. Kata produk digunakan untuk tujuan mempermudah pengujian pasar dan daya serap pasar, yang akan sangat berguna bagi tenaga pemasaran, manajer, dan bagian pengendalian kualitas. Kotler dan Armstrong (2011:236) mendefinisikan produk (product) sebagai ”Segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar agar menarik perhatian, akuisisi, penggunaan, atau konsumsi yang dapat memu askan suatu keinginan atau kebutuhan.” 11 12 Sedangkan menurut Stanton dalam Alma (2008:139), memberikan definisi produk sebagai berikut : “Produk adalah seperangkat atribut yang berwujud maupun tidak berwujud termasuk didalamnya warna, harga, nama baik produk, nama baik toko yang menjual (pengecer) dan pelayanan pabrik serta pelayanan pengecer yang diterima oleh pembeli guna memuaskan kebutuhan dan keinginan.” Berdasarkan definisi diatas produk dapat dikatakan sebagai fokus inti dari semua bisnis. Produk adalah apa yang dilakukan perusahaan mulai dari mendesain, mengadakan sistem produksi dan operasi, menciptakan program pemasaran, sistem distribusi, iklan dan mengarahkan tenaga penjual untuk menjual. Sedangkan bagi konsumen, produk identik dengan perusahaan. Bagi pesaing, produk adalah sasaran yang harus dikerahkan. 2.1.2 Tingkatan Produk Berdasarkan definisi diatas produk dapat dikatakan sebagai fokus inti dari semua bisnis. Produk adalah apa yang dilakukan perusahaan, mulai dari mendesain, mengadakan sistem produksi dan operasi, menciptakan program pemasaran, sistem distribusi, iklan dan mengarahkan tenaga penjual untuk menjual produk tersebut. Menurut Kotler dan Armstrong (2011:279) dalam merencanakan penawaran suatu produk, pemasar harus memahami lima tingkat produk, yaitu : a. Produk Utama (Core Benefit), yaitu manfaat yang sebenarnya dibutuhkan dan akan dikonsumsi oleh pelanggan dari setiap produk. 13 b. Produk Generik (Basic Produk), adalah produk dasar yang mampu memenuhi fungsi pokok produk yang paling dasar. c. Produk Harapan (Expected Product), adalah produk formal yang ditawarkan dengan berbagai atribut dan kondisi secara normal (layak) diharapkan dan disepakati untuk dibeli. d. Produk Pelengkap (Augment Product), adalah berbagai atribut produk yang dilengkapi atau ditambahkan dengan berbagai manfaat dan layanan, sehingga dapat memberikan tambahan kepuasan dan dapat dibedakan dengan produk pesaing. e. Produk Potensial (Potential Product), adalah segala macam tambahan dan perubahan yang mungkin dikembangkan untuk suatu produk dimasa mendatang. 2.1.3 Pengertian Kualitas Produk Kualitas produk merupakan salah satu andalan pemasaran suatu perusahaan. Kualitas mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja produk dan jasa, yang dapat mendekatkan pada nilai kepuasan. Menurut American society for quality control yang di kutip oleh Kotler dan Keller (2009:143) bahwa kualitas adalah “Totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.” Sedangkan menurut Kotler dan Amstrong (2008:272) menyatakan bahwa kualitas adalah “Karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada 14 kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan pelanggan yang dinyatakan atau diimplikasikan.” Kualitas merupakan totalitas fitur dan karakteristik yang yang mampu memuaskan kebutuhan, yang dinyatakan maupun tidak dinyatakan, kualitas mencakup pula daya tahan produk, kehandalan, ketepatan, kemudahan operasi dan perbaikan, serta atributatribut nilai lainnya. Beberapa atribut itu dapat diukur secara obyektif. Dari sudut pandangan pemasaran, kualitas harus diukur sehubungan dengan persepsi kualitas para pembeli. Menurut Kotler dan Armstrong yang diterjemahkan oleh Hermaya (2011:243) menyatakan bahwa : “Kualitas produk adalah salah satu faktor yang paling diandalkan oleh seorang pemasar dalam memasarkan suatu produk.” Sedangkan menurut Gasper Z yang dikutip dari buku Jurnal mutu Proyek Pembangunan Gedung (2004:4) kualitas mempunyai definisi yang berbeda dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategis. Definisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari produk seperti performansi (Performance), keandalan (Realibility), mudah didalam penggunaan (Easy of use) dan estetika (Easthetic). Maka dari uraian diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas produk adalah suatu kondisi dinamis yang saling berhubungan meskipun dapat memiliki definisi yang berbeda tetapi produk pada intinya memiliki suatu spesifikasi terhadap suatu barang dan/ atau jasa yang dapat menimbulkan kepuasan yang memenuhi atau melebihi harapan bagi konsumen yang menggunakannya. 15 2.1.4 Dimensi dan Perspektif Kualitas Produk Menurut David Garvin yang diterjemahkan oleh Husen Umar (2010:147) telah mengungkapkan adanya delapan dimensi kualitas produk yang bisa dimainkan oleh pemasar. Performance, feature, reliability, conformance, durability, serviceability, aesthetics, dan perceived quality merupakan kedelapan dimensi tersebut. 1. Dimensi performence atau kinerja produk Kinerja merupakan karakteristik atau fungsi utama suatu produk. Ini merupakan manfaat atau khasiat utama produk yang kita beli. Biasanya ini menjadipertimbangan pertama kita membeli produk. 2. Dimensi reliability atau kehandalan produk Dimensi kedua adalah hal yang berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu. 3. Dimensi feature atau fitur produk Dimensi feature merupakan karakteristik atau ciri-ciri tambahan yang melengkapi manfaat dasar suatu produk. Fitur bersifat pilihan atau option bagi konsumen. Kalau manfaat utama sudah standar, fitur seringkali ditambahkan. Idenya, fitur bisa meningkatkan kualitas produk kalau pesaing tidak memiliki. 4. Dimensi durebility atau daya tahan Daya tahan menunjukkan usia produk, yaitu jumlah pemakaian suatu produk sebelum produk itu digantikan atau rusak. Semakin lama daya 16 tahannya tentu semakin awet. Produk yang awet akan dipresepsikan lebih berkualitas dibandingkan produk yang cepet habis atau cepat diganti. 5. Dimensi conformance atau kesesuaian Conformance adalah kesesuaian kinerja produk dengan standar yang dinyatakan suatu produk. Ini semacam janji yang harus dipenuhi oleh produk. Produk yang memiliki kualitas dari dimensi ini berarti sesuai dengan standarnya. 6. Dimensi serviceability atau kemampuan diperbaiki Sesuai dengan maknanya, disini kualitas produk ditentukan atas dasar kemampuan diperbaiki: mudah, cepat, dan kompeten. Produk yang mampu diperbaiki tentu kualitasnya lebih tinggi dibanding produk yang tidak atau sulit diperbaiki. 7. Dimensi aesthetic atau keindahan tampilan produk Aesthetic atau keindahan menyangkut tampilan produk yang membuat konsumen suka. Ini seringkali dilakukan dalam bentuk desain produk atau kemasannya. Beberapa merek memperbaharui wajahnya supaya lebih cantik dimata konsumen. 8. Dimensi perceived quality atau kualitas yang dirasakan Dimensi terakhir adalah kualitas yang dirasakan. Ini menyangkut penilaian konsumen terhadap citra, merek, atau iklan. Produk-produk yang bermerek terkenal biasanya dipresepsikan lebih berkualitas dibanding merek-merek yang tidak terdengar. Itulah sebabnya produk selalu berupaya membangun mereknya sehingga memiliki brand equity yang tinggi. Tentu saja ini tidak 17 dapa dibangun semalam karena menyangkut banyak aspek termasuk dimensi kualitas dari kinerja, fitur, daya tahan, dan sebagainya. 2.2 Jasa 2.2.1 Pengertian Jasa Jasa merupakan aktivitas, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual. Jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat intangible (tak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Produksi jasa dapat berhubungan dengan produk fisik maupun nonfisik. (Fandy Tjiptono, 2007: 6) Pada sebuah penawaran, barang dan jasa terkadang bisa saling melengkapi satu sama lain atau juga bisa berdiri sendiri. Seringkali pembelian suatu barang disertai dengan jasa-jasa tertentu dan sebaliknya, pembelian jasa juga melibatkan barang untuk melengkapinya. Ini dapat menyebabkan kesulitan melakukan pembedaan antara pembelian barang dan pembelian jasa. Menurut Kotler dan Keller (2010:42), definisi jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Produksinya mungkin saja terkait atau mungkin juga tidak terkait dengan produk fisik. Jasa merupakan semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik atau konstruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah seperti 18 kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau kesehatan atau pemecahan atas masalah yang dihadapi konsumen. (Lupiyoadi, 2008:5) Menurut Kotler dan Amstrong (2011:8), definisi jasa adalah segala aktivitas atau manfaat yang dapat ditawarkan oleh suatu kelompok kepada yang lainnya, pada dasarnya tidak nyata dan tidak berakibat pada kepemilikan apapun. Pendapat lain dinyatakan oleh Stanton dalam Alma (2006: 243) tentang pengertian jasa, yaitu sesuatu yang dapat didefinisikan secara terpisah tidak berwujud, ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan. Jasa dapat dihasilkan dengan menggunakan benda-benda berwujud atau tidak. Maka dari pengertian di atas, dapatlah dikemukakan bahwa di dalam penawaran atau penjualan jasa selalu ada interaksi antara pihak penyediaan jasa dengan pihak pelanggan, meskipun masing-masing pihak yang terlibat tidak selalu menyadari adanya interaksi tersebut. Jasa pada hakekatnya merupakan proses atau aktivitas yang tidak berwujud seperti layaknya suatu barang. Biasanya pihak yang menerima atau memanfaatkan jasa tidak secara otomatis memiliki jasa tersebut walaupun yang bersangkutan telah melakukan pembelian. 2.2.2 Karakteristik Jasa Menurut Kotler (2008: 488) ada empat karakteristik pokok pada jasa yang membedakannya dengan barang, keempat karakteristik tersebut meliputi: 1. Intangibility (Tidak Berwujud) Jasa bersifat tidak berwujud. Tidak seperti halnya produk fisik, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli. 19 2. Inseparability (Tidak Terpisahkan) Umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Tidak seperti barang fisik yang diproduksi, disimpan dalam persediaan, didistribusikan melewati berbagai penjual, dan kemudian baru dikonsumsi. Jasa bersifat tidak dapat dipisahkan, artinya bahwa dalam memasarkan jasa, interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan diri khusus dalam pemasaran jasa, keduanya mempengaruhi hasil (outcome) dari jasa tersebut. 3. Variability (Bervariasi) Karena tergantung pada siapa yang menyediakan serta kapan dan dimana jasa itu diberikan, maka jasa sangat bervariasi. 4. Perishability (Mudah Lenyap) Jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Dengan demikian bila jasa tidak digunakan, maka jasa tersebut akan berlalu begitu saja. Berry dalam Alma (2007: 244) mengemukakan ada tiga karakteristik jasa, yaitu: 1. Lebih bersifat tidak berwujud daripada berwujud (more intangible than tangible). 2. Produksi dan konsumsi bersamaan waktu (simultaneous production and consumption). 3. Kurang memiliki standar dan keseragaman (less standardized and uniform). 20 Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, maka dapat diketahui bahwa karakteristik utama dari jasa, yaitu : 1. Jasa bersifat tidak tampak, yaitu kita tidak dapat melihat, meraba, atau mengambil contoh sebelum kita membelinya. 2. Jasa sifatnya tidak dapat dipisahkan dengan penyediaan jasa, dan biasanya diciptakan dan dikonsumsi pada saat bersamaan, artinya si penghasil jasa hadir secara fisik pada waktu konsumsi berlangsung. 3. Jasa bersifat sangat variabel, yaitu banyak variasi bentuk, kualitas, dan sejenisnya tergantung pada siapa, kapan, dan di mana jasa tersebut dihasilkan. Jasa mempunyai sifat yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan, karena karakteristik jasa tersebut lain dengan karakteristik barang, maka diperlukan perlakuan khusus di dalam bidang pelayanan agar dapat mempertahankan tingkat kepuasan pelanggan. 2.2.3 Klasifikasi Jasa Konsekuensi dari adanya berbagai macam variasi bauran antara barang dan jasa di atas adalah sulitnya untuk menggeneralisir jasa bila tidak melakukan pembedaan lebih lanjut. Banyak pakar melakukan klasifikasi jasa dimana masingmasing ahli menggunakan dasar pembedaan yang disesuaikan dengan sudut pandangnya masing-masing. Lovelock dalam Fandy Tjiptono (2007:13) melakukan pengklasifikasian jasa berdasarkan pada 7 kriteria yang dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 21 Klasifikasi Jasa Basis Klasifikasi Contoh 1. Segmen pasar Konsumen akhir Salon kecantikan Konsumen organisasional Konsultan manajemen 2. Tingkat keberwujudan 3. Keterampilan penyedia jasa 4. Tujuan organisasi 5. Regulasi 6. Tingkat intensitas karyawan Rented goods service Penyewaan mobil Owned goods service Reparasi jam tangan Non goods service Pemandu wisata Professional service Dokter Nonprofessional service Supir taksi Profit service Bank Nonprofit service Yayasan sosial Regulated service Angkutan umum Nonregulated service Katering Equipment based service ATM People based service Pelatih sepakbola 7. Tingkat kontak penyedia jasa High contact service dan pelanggan Universitas 22 Low contact service Bioskop Sumber : Pemasaran Jasa, Fandy Tjiptono (2007:13) Zeithaml dalam Alma (2004: 250) mengungkapkan pengelompokan jasa yang lebih rinci, yaitu : 1. Transportation, termasuk di dalamnya kereta api, bus, truk, transportasi air, dan udara. 2. Komunikasi berupa telepon, radio, dan televisi. 3. Public utilities berupa listrik, gas, dan kebersihan. 4. Perdagangan besar termasuk agen-agen dari produsen. 5. Perdagangan eceran termasuk ke dalamnya berbagai bentuk pertokoan. 6. Finansial, asuransi, perumahan berupa simpan-pinjam, bursa efek, perusahaan investasi, usaha pembangunan perumahan. 7. Jasa hotel. 8. Personal service. 9. Business service. 10. Jasa parkir. 11. Jasa bengkel / reparasi. 12. Jasa bioskop, hiburan, dan rekreasi. 13. Jasa di bidang kesehatan. 14. Jasa di bidang hukum. 15. Jasa pendidikan. 16. Jasa sosial / masyarakat. 17. Jasa organisasi. 23 18. Jasa yang ditawarkan oleh pemerintah, perijinan, keamanan (Polisi / TNI), dan sebagainya. Tawaran perusahaan ke pasar biasanya mencakup beberapa jasa. Komponen jasa dapat merupakan bagian kecil atau bagian utama dari total penawaran. Kotler dan Keller (2008:43) membedakan penawaran perusahaan menjadi lima kategori yaitu: 1. Pure tangible good (Barang berwujud murni) Yaitu barang berwujud murni, dimana penawaran hanya terdiri dari barang berwuiud. Tidak ada jasa yang menyertai produk itu, seperti sabun, pasta gigi, dan sebagainya. 2. Tangible good with accompanying service (Barang berwujud yang disertai layanan) Yaitu barang berwujud yang disertai jasa, dimana penawaran terdiri dari barang berwujud yang disertai satu atau beberapa jasa untuk meningkatkan daya tarik konsumennya, seperti mobil dan komputer yang penjualannya tergantung pada mutu dan tersedianya pelayanan pelanggan yang menyertainya, contoh, ruang pamernya, pengiriman, perbaikan dan pelatihan, bantuan aplikasi, nasihat instalasi, pemenuhan garansi dan sebagainya. 3. Hybrid (Campuran) Yaitu penawaran yang terdiri dari barang dan jasa dengan proporsi yang sama, misalnya orang mengunjungi restoran untuk mendapatkan makanan dan pelayanan. 24 4. Major service with accompanying good and service (Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan) Yaitu jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan, dimana penawaran terdiri dari satu jasa utama disertai jasa tambahan dan atau barang pendukung. Contohnya penumpang pesawat terbang membeli jasa transportasi, yang disertai pelayanan dan beberapa barang berwujud seperti makanan dan minuman, majalah penerbangan dan sebagainya. 5. Pure service (Jasa murni) Yaitu jasa murni, dimana penawaran hanya terdiri dari jasa, seperti jasa menjaga bayi (baby sitter), psikoterapi, jasa memijat dan sebagainya. 2.3 Kualitas Jasa 2.3.1 Pengertian Kualitas Jasa Menurut Zeithaml (2006 : 19) Kualitas Layanan adalah “Service quality is the extent of discrepancy between customer’s expectations or desires and their perceptions”. Yang kurang lebih memiliki arti bahwa kualitas layanan adalah ketidaksesuaian antara harapan atau keinginan konsumen dengan persepsi konsumen. Kualitas layanan mempunyai banyak karakteristik yang berbeda sehingga kualitas layanan sulit untuk didefinisikan atau diukur. Menurut Boone & Kurtz (2006 : 439) Kualitas Layanan adalah “Service quality refers to the expected perceived quality of service offering. It is primary determinant of customer satisfaction or disatisfaction”. Yang kurang lebih 25 memiliki arti bahwa kualitas layanan mengacu pada kualitas yang diharapkan dalam penawaran jasa. Kualitas ditentukan dalam kepuasan atau ketidak puasan konsumen. 2.3.2 Dimensi Kualitas Jasa Dalam salah studi mengenai kualitas Jasa oleh Kotler dan Amastrong yang dikutip Hurriyanti (2008:28), bahwa terdapat lima dimensi kualitas jasa, sebagai berikut : 1. Berwujud (tangible), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapat diandalkan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Hal ini meliputi fisik (contoh: gedung, gudang dan lain-lain), perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya. 2. Keandalan (reliability), yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi. 3. Ketanggapan (responsiveness), yaitu kebijakan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu persepsi yang negative dalam kualitas pelayanan. 26 4. Jaminan dan Kepastian (assurance), yaitu pengetahuan, kesopan santunan dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi, dan sopan santun. 5. Empati (Emphaty), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan. Parasuraman, Zeithaml dan Berry dalam Kotler dan Keller (2007:13) mengidentifikasi lima kesenjangan yang mengakibatkan ketidakberhasilan penyerahan jasa : 1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi konsumen 2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi mutu jasa 3. Kesenjangan antara spesifikasi mutu jasa dan penyerahan jasa 4. Kesenjangan antara penyerahan jasa dan komunikasi eksternal 5. Kesenjangan antara persepsi jasa dan jasa yang diharapkan Cronin & Taylor dalam Meydia Hasan (2010:16) mengungkapkan bahwa untuk mengukur service quality ada tiga alternative perhitungan yaitu : 27 a. Skor Servqual = skor Tingkat Kepentingan x (skor Persepsi – skor Harapan ) b. Skor Servqual = skor Persepsi c. Skor Servqual = skor tingkat kepentingan x skor persepsi Salah satu diantaranya yang digunakan dalam penelitian ini adalah Service quality = persepsi. Menurut Tolliver yang diungkapkan Fandi & Gregorius (2005:159) bahwa ukuran persepsi ( kualitas Jasa = Persepsi) merupakan predictor terbaik untuk kualitas jasa. Persepsi yang dimaksud adalah kinerja pelayanan (performance), pengukuran ini akan digunakan sebagai acuan variabel kualitas pelayanan. 2.4 Kepercayaan Pelanggan 2.4.1 Pengertian Kepercayaan Pelanggan (Customer Trust) Menurut Zeithaml (2006:119) berpendapat bahwa kepercayaan adalah: ”Feeling of trust or confidence in the provider, along with a sense or reduced anxiety and comfort in knowing what to expect”. Dari definisi diatas dapat diartikan bahwa kepercayaan merupakan perasaan yakin atau percaya terhadap penyedia jasa, melalui pengertian atau mengurangi kegelisahan dan perasaan nyaman dalam mengetahui apa yang diharapkan. 28 Menurut Deutsch,(dikutip Huang,2006:3) berpendapat kepercayaan adalah: “Trust as an individual’s confidence in the intentions and capabilities of a relationship partner and the belief that a relationship partner would behave as one hoped”. Dari definisi diatas dapat diartikan bahwa kepercayaan sebagai sebuah kepercayaan diri dalam kesungguhan dan kemampuan dari sebuah hubungan serta meyakini bahwa hubungan itu akan menghasilkan suatu harapan. Dari beberapa definisi kepercayaan yang diungkapkan beberapa ahli diatas bahwa kepercayaan memiliki kedudukan yang sangat penting dalam hubungan interaksi antar satu orang dengan yang lainnya. Atau dengan konteks ini yaitu hubungan antara penyedia jasa dan konsumen. Ada Pendapat bahwa seiring dengan berkembangnya hubungan dalam waktu lama maka akan berubah pula sifat kepercayaan itu ( Francis Buttle, 2007:21). Sifat-sifat tersebut : Kepercayaan berbasis kalkulus hadir pada tahap awal hubungan dan terkait langsung dengan nilai ekonomisnya. Keuntungan menjalin suatu hubungan akan dibandingkan keuntungan yang akan dipetik jika mengakhirinya. Kepercayaan berbasis pengetahuan sangat bergantung pada riwayat berinteraksi dengan salah satu pihak dan tingkat pngenalan masing-masing 29 pihak yang memungkinkan mereka saling memprediksikan prospek hubungannya di masa mendatang.. Kepercayaan yang berbasis identifikasi akan terjadi jika sikap saling memahami menimbulkan proses timbal balik dan saling melengkapi atau mengisi dalam sebuah intraksi interpersonal. Taraf ini baru ditemukan pada tahap-tahap lanjut dari hubungan yang dijalain antara kedua belah pihak. Menurut Mowen dan Minor (2004:312-313), kepercayaan pelanggan adalah semua pengetahuan yang dimiliki pelanggan dan semua kesimpulan yang dibuat pelanggan tentang objek, atribut dan manfaatnya. Objek dapat berupa produk, orang, perusahaan dan segala sesuatu dimana seseorang memiliki kepercayaan atau sikap. Atribut adalah karakteristik atau fitur yang mungkin dimiliki atau tidak dimiliki oleh objek. Dua kelas atribut yang luas telah diidentifikasi sebelumnya. Atribut intrinsic adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat aktual produk, sedangkan atribut ekstrinsik adalah segala sesuatu yang diperoleh dari aspek eksternal produk, seperti nama merek, kemasan dan label. Akhirnya manfaat (benefits) adalah hasil positif yang diberikan atribut kepada konsumen. Peppers and Rogers (2004:43) menyatakan bahwa komponen-komponen kepercayaan adalah: 1. Kredibilitas, berarti bahwa karyawan jujur dan kata-katanya dapat dipercaya. Kredibilitas harus dilakukan dengan kata-kata, “ saya dapatmempercayai apa 30 yang dikatakannya mengenai ….” bentuk lain yang berhubungan adalah believability dan truthfulness. 2. Reliabilitas, berarti sesuatu yang bersifat reliable atau dapat dihandalkan. Ini berarti berhubungan dengan kualitas individu/organisasi. Reliabilitas harus dilakukan dengan tindakan; “ saya dapat mempercayai apa yang akan dilakukannya .….” Bentuk lain yang berhubungan adalah predictability dan familiarity. 3. Intimacy, kata yang berhubungan adalah integritas yang berarti karyawan memiliki kualitas sebagai karyawan yang memiliki prinsip moral yang kuat. Integritas menunjukkan adanya internal consistency, ada kesesuaian antara apa yang dikatakan dan dilakukan, ada konsistensi antara pikiran dan tindakan. Menurut Paolo Guenzi dan Laurent Georges,dalam jurnalnya Interpersonal trust in commercial relationships (2008:3) membuat suatu kontrak atau suatu model dari dimana terdapat tiga elemen dalam membentuk kepercayaan pelanggan (customer trust) yaitu : a. Salesperson Customer Orientated Selling , Hal-hal yang membentuk tenaga penjual yang berorientasi pada pelanggan pada suatu perusahaan diantaranya : Hasrat atau menculnya keinginan untuk membantu kebutuhan konsumen Menawarkan produk yang dapat memuaskan konsumen Dapat menjelaskan produk dan layanan kepada konsumen 31 Menghindari manipulasi produk kepada konsumen Menghindari menawarkan produk secara paksa kepada konsumen b. Expertise Hal-hal yang menjadi ukuran tenaga penjual yang ahli pada suatu perusahaan diantaranya : Tenaga penjual yang memiliki pengetahuan yang baik akan produk dan layanan Tenaga Penjual yang mengetahui layanan yang baik untuk pelanggan c. Likebility Hal-hal yang menjadi ukuran tenaga penjual yang disenangi oleh pelanggan pada suatu perusahaan diantaranya : Tenaga penjual yang bersahabat kepada konsumen Tenaga penjual yang selalu baik kepada konsumen Tenaga penjual yang selalu membantu pelanggan seperti yang diharapkan oleh konsumen. 2.5 Bank 2.5.1 Pengertian Bank Bank memegang peranan yang sangat penting dalam menunjang gerak perekonomian dunia. Bank merupakan lembaga yang berfungsi sebagai pihak yang menjembatani antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak lain 32 yang membutuhkan dana, serta menyediakan jasa keuangan lainnya. Berikut ini akan dijelaskan beberapa pengertian bank, yaitu : Kasmir (2007:1) menyatakan bahwa bank didefinisikan sebagai, “Lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut kepada masyarakat serta memberikan jasa Bank lainnya.” Undang-Undang RI No.10 tahuun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan: “Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka taraf hidup rakyat banyak.” Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan dan melakukan usaha perbankan yang meliputi keguatan menghimpun dana (funding), menyalurkan dana (lending) dan memberikan jasa-jasa bank lainnya(services).. 2.5.3 Jenis Bank Praktik Perbankan di Indonesia kini diatur dalam Undang-Undang Perbankan dan digolongkan ke dalam beberapa jenis Bank. Di dalam UndangUndang Perbankan No.10 tahun 1998 dikemukakan penggolongan jenis bank berdasarkan aspek fungsi, kepemilikan dan dari segi menentukan harga. Dari aspek fungsi, perbedaan terletak pada luasnya kegiatan atau jumlah produk yang ditawarkan maupun jangkauan wilayah operasinya. Kepemilikan perusahaan 33 dilihat dari segi pemilikan saham serta akte pendiriannya. Dalam menentukan harga, yaitu Bank Konvensional berdasarkan bunga dan Bank syariah berdasarkan bagi hasil. Penggolongan jenis perbankan yang dilakukan berdasarkan beberapa aspek tersebut secara rinci adalah sebagai berikut : 1. Segi Fungsinya, jenis bank terbagi menjadi dua, yaitu : a. Bank Umum atau Bank Komersil (commercial Bank), yaitu Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR), kegiatan BPR jauh lebih dikhususkan pada kegiatan perhimpunan dana (selain simpanan giro) dan penyaluran dana. BPR didirikan dengan modal awal yang relative kecil dan wilayah operasi terbatas. 2. Segi Kepemilikan, bank diklasifikasikan sebagai berikut : a) Bank Pemerintah, dimana baik akte pendirian, modal maupun keseluruhan keuntungannya dimiliki oleh pemerintah. b) Bank Swasta Nasional, Bank yang seluruh atau sebagian besar dimiliki oleh swasta nasional, akte pendiriannya didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya dilakukan pula oleh pihak swasta. c) Bank Asing merupakan cabang dari Bank yang ada diluar negeri milik swasta asing maupun pemerintah asing suatu Negara 34 d) Bank Campuran adalah Bank ynag kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional dimana kepemilikan saham mayoritas oleh WNI 3. Dilihat dari status, jenis bank dibedakan menjadi : a. Bank Devisa, merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan. b. Bank Non Devisa, yaitu Bank yang hanya mendapatkan izin untuk melaksanakan transaksi dalam batas-batas suatu Negara. 4. Cara menetukan Harga, bank terbagi menjadi dua kelompok yaitu : a. Jenis Bank yang mayoritas berkembang di Indonesia, dimana metode penentuan harga : Menetapkan bunga sebagai harga jual produk simpanan dan harga beli atas produk jaminannya atau yang dikenal dengan istilah spread based. Untuk Jasa bank lainnya, diterapkan bermacam biaya dalam nominal/persentase tertentu (biaya administrasi, sewa dll) atau fee based b. Bank yang berdasarkan prinsip Syariah Keuntungan pokok Bank Syariah tidak diperoleh dari bunga namun bagi hasil berdasarakan hukum Islam ( Al Quran dan Al Hadits ) yang mengharamkan riba/bunga. 35 Penentuan harga berdasarkan Prinsip Syariah ini dilakukan melalui : Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah) Pembiayaan berdasarkan penyertaan modal (musharakah) Prinsi jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah) Pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). 2.6 Bank Syariah 2.6.1 Pengertian Bank Syariah Pengertian Bank menurut Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21 tahun 2008 Pasal 1 ayat 2 yaitu : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari msyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.” Selanjutnya menurut Pasal 1 ayat 7 pengertian Bank syariah adalah : “Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bannk Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.” Umum 36 2.6.2 Prinsip-Prinsip Bank Syariah Prinsip utama yang dianut oleh Bank syariah menurut Muhammad (2005:78) adalah: 1. Prinsip Keadilan Menurut Samuel L.Hayes yang dikutip oleh Muhammad (2005), empat hal pokok yang dijadikan konsiderasi dalam membangun system ekonomi Islam. Pertama kontrak (akad) harus adil dan nyata, kedua tidak adanya unsur bunga(riba), ketiga tidak ada unsure spekulasi, dan keempat pemakluman. Artinya konsep syariah mengajarkan menyangga usaha secara bersama, baik dalam membagi keuntungan atau sebalinya menanggung kerugian. 2. Prinsip Kesederajatan Bank Syariah menempatkan nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana, maupaun bank pada kedudukan yang sama dan sederajat. Hal ini tercermin dalam hak, kewajiban resiko dan keuntungan yang berimbang antara nasabah penyimpan dana, maupun bank. Dengan sistem bagi hasil yang diterapkannya, Bank syariah mensyaratkan adanya kemitraan nasabah harus sharing profit and the risk secara bersama-sama. 3. Prinsip Ketentraman Menurut Najetullah As Siddiq yang dikutip oleh Muhammad (2005), tujuan dan aktifitas ekonomi dalam perspektif Islam harus diselaraskan dengan tujuan akhir yaitu pada pencapian falah (ketentraman, 37 kesejahteraan, atau kebahagiaan), untuk mencapai kesempurnaan dunia dan akhirat. 2.6.3 Kegiatan Usaha Bank Syariah Kegiatan Usaha Bank Syariah menurut Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21 tahun 2008 Pasal 19, meliputi : a. Penghimpunan dana 1) Giro Wadiah atau titipan amanah atas izin pemilik dapat dikelola bank dengan diberikan bonus. 2) Tabungan mudharabah atau simpanan bagi hasil dari usaha bank yang besarnya nisbah (bagi hasil) ditetapkan sebagai mudharib (pengelola dana). 3) Deposito Mudaharabah atau deposito bagi hasil yang besarnya ditetapkan bank. b. Penyaluran Dana 1) Prinsip Jual Beli (a) Murabahah, yaitu akad jual beli dimana harga dan keuntungan disepakati antara penjual dan pembeli . Jenis dan jumlah barang diserahkan setelah akad jual beli dan pembayaran bisa dilakukan secara mengangsur atau sekaligus. (b) Istishna, yaitu jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang berdasarkan persyaratan serta kriteria tertentu, 38 sedangkan pola pembayaran dapat dilakukan sesuai dengan kesepakatan. (c) Salam, yaitu jual beli dengan cara pemesanan, dimana pembeli memberikan uang terlebih dahulu terhadap barang yang telah disebutkan spesifikasinya. 2) Prinsip Bagi Hasil (a) Mudharabah, yaitu akad yang dilakukan antar pemilik modal (shahibul mal) dengan pengelola (mudharib) dimana nisbah bagi hasil disepakati di awal, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal. (b) Musyarakah, akad antara dua pemiliki modal atau lebih untuk menyatukan modalnya pada usaha tertentu, sedangkan pelaksanya bisa ditunjuk salah satu dari mereka. 3) Prinsip Sewa Menyewa Ijarah, yaitu akad sewa menyewa barang antara kedua belah pihak untuk memperoleh manfaat atas barang yang disewa. 4) Prinsip pinjam meminjam berdasarkan qardh ( pinjaman lunak). c. Jasa Pelayanan 1) Wakalah, yaitu antara perwakilan antara satu pihak kepada yang lain (L/C). 2) Hawalah, pemindahan uang/piutang suatu pihak kepada pihak yang lain. 3) Kafalah, jaminan satu pihak kepada pihak lain. 39 4) Rahn, menggadaikan barang dari satu pihak kepada pihak yang lain, dengan uang sebagai penggantinya. 2.6.4 Perbedaan Antara Bank Kovensional dan Bank Syariah Menurut Syafi’I Antonio (2005:59) ada beberapa perbedaan mendasar dalam konsep pelaksanaan bank konvensional dan bank syariah, yaitu antara lain perbedaan antara bunga dan bagi hasil, perbedaan konsep antara investasi dan membungakan uang dan perbedaan konsep utang uang dan utang barang. 1. Perbedaan antara bunga dan bagi hasil Islam mengharamkan bunga dan mengahalalkan bagi hasil. Keduanya memberikan keuntungan, tetapi memiliki perbedaan mendasar sebagai akibat adanya perbedaan antara investasi dan pembungaan uang. Tabel 2.2 Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil Keterangan Bunga Bagi Hasil Penentuan Pada waktu perjanjian dengan Pada waktu akad dengan Keuntungan asumsi harus selalu untung pedoman kemungkinan untung rugi Besarnya Berdasarkan jumlah uang Berdasarkan persentase (modal) yang dipinjamkan jumlah keuntungan yang diperoleh 40 Pembayaran Seperti yang dijanjikan tanpa Bergantung pertimbangan untung pada atau keuntungan proyek bila rugi rugi ditanggung bersama Jumlah Tetap, tidak meningkat walau Sesuai dengan peningkatan pembayaran keuntungan berlipat jumlah pendapatan Eksistensi Diragukan oleh semua agama Tidak ada yang meragukan keabsahannya Sumber : M. Syafi’i Antonio. Bank Syariah dari Teori ke Praktik.2001.hal.61 2. Perbedaan antara investasi dan membungakan uang Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dan membungakan uang. Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari definisi masing-masing. a. Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung resiko, karena berhadapan dengan unsure ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan kembaliannya (return) tidak pasti dan tidak tetap. b. Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung resiko, karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relative pasti dan tetap. 3. Perbedaan antara utang uang dan utang barang Ada dua jenis utang yang berbeda satu sama lainnya, yakni utang yang terjadi karena pinjam meminjam uang dan utang yang terjadi karena pengadaan barang, Utang yang terjadi Karen pinjam meminjam uang tidak 41 boleh ada tambahan, kecuali dengan alas an yang jelas, seperti biaya materai, biaya notaries dan studi kelayakan. Tambahan lainnya yang bersifat tidak pasti dan tidak jelas, seperti inflasi dan deflasi, tidak diperbolehkan. Utang yang terjadi karena pembiayaan pengadaan barang harus jelas dalam satu kesatuan yang utuh atau yang disebut harga jual. Harga jual itu sendiri terdiri dari harga pokok barang ditambah keuntungan yang disepakati. Apabila harga jual telah disepakati, maka selamanya tidak boleh berubah naik, karena akan masuk dalam kategori riba fadl. Dalam transaksi perbankan Islam yang muncul adalah kewajiban dalam bentuk utang pengadaan barang, bukan utang uang. Maka secara operasional terdapat perbedaan –perbedaan yang substantive antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional, seperti terlihat pada table 2.3. Tabel 2.3 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional Bank Syariah 1. Melakukan investasi Bank Konvensional yang Investasi yang halal dan haram halal 2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, Memakai perangkat bunga jaul beli, atau sewa 3. Profit dan falah oriented Profit Oriented 42 4. Hubungan dalam dengan bentuk nasabah Hubungan dengan nasabah dalam hubungan bentuk hubungan debitor dan kemitraan 5. Penghimpunan, kreditor penyaluran Tidak terdapat dewan sejenis dana harus sesuai syariah Sumber : M. Syafi’i Antonio. Bank Syariah dari Teori ke Praktik.2001. hal 34