Judul Tempat Rep Tanggal : rinding, alat musik khas beji gunung kidul : gunung kidul : tim : Mungkin tak banyak masyarakat yang mengenal alat musik rinding. Melihat bentuknya saja barangkali belum pernah, apalagi mendengarkan suaranya. Tapi siapa sangka, alat musik tradisional ini sudah mendunia. Rinding adalah sebuah alat musik tiup berbahan dasar bambu berbentuk pipih persegi panjang. Di salah satu ujung sisi lebar, dibentuk pengait yang ditalikan dengan tali kenur. Kemudian dipermukaannya dibuat lubang berbentuk cawang. Lubang inilah yang nantinya akan menghasilkan bunyi. Setidaknya ada dua macam ukuran rinding, yakni 5 x 20 cm dan 4 x 15 cm. Untuk bisa melahirkan sebuah bunyi dari permukaan bambu dan menimbulkan bunyi tung...tung...tung...harmoni nan merdu, rinding harus dimainkan bersama-sama secara berkelompok. Cara memainkan rinding adalah dengan menempelkan permukaannya di mulut. Tangan kiri memegangi ujung rinding. Untuk bisa menghasilkan bunyi, udara dari rongga mulut harus diembuskan ke rongga rinding seraya tangan kanan mengentak-entakkan tali kenur pengait. Di bagian tengah ada sebuah lubang memanjang dari kanan ke ke kiri yang membentuk pola seperti garpu tala atau huruf Y. Posisinya kaki huruf Y atau pegangan garpu tala ada di sebelah kiri. Seutas tali diikatkan di ujung sebelah kanan. Cara memainkannya, pegang rinding dengan kedua tangan dan letakkan dengan posisi rinding bagian kiri ada di depan mulut yang terbuka. Selanjutnya tarik tali dengan tangan kanan. Tarikan ini menyebabkan bagian bambu yang membentuk garpu tala atau huruf Y, terutama pada bagian kakinya bergetar. Ketika udara dihembuskan dari rongga mulut dan mengenai bagian bambu yang bergetar akan menimbulkan suara. Konon, alat musik ini ada sejak zaman kerajaan Majapahit. Kerabat dari kerajaan Majaphit sendiri yang menciptakan alat musik itu.Onggoloco, salah satu anak dari Rara Resmi yang merupakan istri selir Raja Brawijaya yang melarikan diri ke Wonosadi Gunungkidul, yang menciptakan rinding. Ketika memuja Dewi Sri, warga biasanya membawa padi pertama hasil panenan sebagai persembahan. Padi tersebut diarak dari sawah menuju rumah warga dengan diiringi suara meriah dari rinding gumbeng. Kemeriahan rinding gumbeng pun dipercaya menyenangkan hati sang Dewi sehingga mendatangkan berkah panenan melimpah. kesenian tersebut merupakan warisan nenek moyang dari sejak zaman dulu kala. Ketika para leluhur masih memuja Dewi Sri sebagai dewi padi, mereka menciptakan alat musik rinding dan gumbeng dari bambu yang banyak tumbuh di sekitar permukiman penduduk. Rinding memang bagian dari sistem bertani dalam masyarakat agraris. Seni musik yang menjadi bagian dari sebuah ritual panen. Kesenian yang dipandang sebagai punya kekuatan magis untuk mendatangkan sosok imajiner Dewi Sri. Seni yang lahir dari kreativitas naluriah, dari paduan rasa yang dijiwai semangat holobis kuntul baris-kebersamaan. Kesenian tersebut dipercaya lahir jauh sebelum warga Gunung Kidul mulai mengenal logam. Jika hingga kini masih dikukuhi, itu karena pewarisan dari generasi ke generasi terus berjalan. Jika ada kesempatan, cobalah mengunjungi Desa Beji, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul. Memang agak jauh dari Kota Yogyakarta, sekira 45 kilometer. Tetapi setiba di sana, anda akan mendapat pengalaman berharga karena mempunyai kesempatan menyaksikan penduduk memainkan alat musik yang langka dan mungkin hanya dapat ditemukan di desa itu. Saat ini alat musik rinding masih dilestarikan sebagian warga. Romantisme yang muncul saat memainkan alat musik ini mengundang warga yang lain untuk memainkannya. Tak heran, era 50-an rinding dijadikan media relasi pemuda dan pemudi untuk mendapatkan jodoh. Muhammad Kasno [77], salah seorang tetua Desa Beji mengatakan alat musik rinding adalah hasil kreasi nenek moyang penduduk Beji. Terutama adalah pepunden mereka yang bernama Onggoloco. Sejarah lisan yang hingga kini masih dipercaya menarasikan jika Onggoloco adalah salah satu patih dari Kerajaan Majapahit yang ketika runtuh, melarikan diri hingga ke wilayah Gunungkidul. Ia kemudian membuka hutan dan menetap di Desa Beji. ----statement--Muhammad Kasno tetua Desa Beji Kasno, pria yang mempunyai alis tebal itu mengatakan penduduk Beji biasa memainkan rinding dalam pesta rakyat untuk menyambut panen padi. Setahun sekali, penduduk Beji juga punya tradisi sadranan untuk menghormati Onggoloco. ----statement--Muhammad Kasno tetua Desa Beji untuk memainkan alat musik sederhana ini ternyata memerlukan tenaga besar karena sang pemain harus terus bernafas seraya menghembuskan udara keluar melalui mulut dan tidak melalui hidung. Itulah sebabnya rinding harus dimainkan secara berkelompok [sekira 10 hingga 15 orang] sehingga sebuah lagu bisa dibawakan secara estafet oleh para pemainnya. ----statement--Muhammad Kasno tetua Desa Beji Biasanya, rinding tidak tampil sendiri. Dalam sebuah pertunjukkan, rinding akan dikombinasikan dengan gubeng, sebuah alat musik dari bambu yang menimbulkan suara bila dipukul. Kombinasi permainan ini namanya rinding gubeng. ----statement--Muhammad Kasno tetua Desa Beji Perjalanan peradaban suatu daerah mampu tercermin dari seni tradisi asli yang dimiliki. Dari rinding gumbeng terbukti, sejak zaman purbakala, warga Gunung Kidul telah punya kemampuan berkesenian yang tinggi. Jangan sampai warisan tinggalan nenek moyang tersebut pudar tergerus zaman. Perpaduan suara rinding dengan suasana pedesaan akan memberikan pengalaman batin yang sungguh indah. Nah, jika anda penasaran dengan suara rinding dan bagaimana cara memainkannya, silakan datang berkunjung ke Desa Beji, Ngawen, Gunungkidul, Provinsi Yogyakarta. TIM MELAPORKAN UNTUK AKJ RBTV ///