BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam beberapa tahun belakangan ini, teknologi bukanlah sesuatu hal yang baru dalam kehidupan masyarakat dunia. Bahkan, teknologi sudah menjadi hal yang sangat vital untuk kelangsungan hidup mereka. Perkembangan teknologi diberbagai bidang sangat memudahkan untuk melakukan berbagai hal dan memberikan banyak keuntungan. Hal inilah yang menyebabkan eksplorasi dan pengembangan di bidang teknologi sedang menjadi pusat perhatian dunia. Pada tahun 2010 sampai tahun mendatang akan tejadi percepatan luar biasa dalam penerapan nanoteknologi di dunia industri dan ini menandakan bahwa sekarang ini dunia sedang mengarah pada revolusi nanoteknologi. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Australia, Kanada dan negara-negara Eropa, serta beberapa negara Asia, seperti Singapura, Cina, dan Korea tengah giatgiatnya mengembangkan suatu cabang baru teknologi yang populer disebut nanoteknologi. Negara yang tidak menguasai nanoteknologi akan menjadi penonton atau paling tidak akan semakin jauh tertinggal dari negara lain. Nanoteknologi akan mempengaruhi industri baja, pelapisan dekorasi, industri polimer, industri kemasan, peralatan olahraga, tekstil, keramik, transportasi, industri air, industri farmasi dan kedokteran, juga elektronika dan kecantikan. Penguasaan nanoteknologi akan memungkinkan berbagai penemuan baru yang bukan sekadar memberikan nilai tambah terhadap suatu produk, bahkan menciptakan nilai bagi suatu produk. Salah satu bidang nanoteknologi yang sedang banyak dikembangkan adalah nanofiber karena dapat digunakan dalam berbagai aplikasi seperti dalam bidang filtrasi, komposit, isolasi, dan pemanfaatan energi. 1 2 Dalam pembuatan nanofiber terdapat dua jenis serat yang digunakan yaitu serat alam dan serat sintetis (buatan). Disini peneliti memfokuskan pada serat alam, khususnya pada serat bambu. Bambu dapat dikategorikan sebagai material komposit. Material komposit telah banyak diaplikasikan pada pesawat terbang, kendaraan luar angkasa, dan beberapa komponen kendaraan bermotor. Bahan komposit memiliki kekuatan spesifik yang tinggi, kekakuan spesifik yang tinggi, dan sifat fatigue (lelah) yang baik. Dengan sifat-sifat ini bahan komposit sangat baik digunakan dalam industri otomotif dimana bahan ini memiliki sifat-sifat yang dibutuhkan dengan bobot yang lebih ringan bila dibandingkan dengan baja dan aluminium (Wirawan, 2008). Serat sebagai penguat pada komposit jenis Polymer Matrix Composite (PMC) dapat dikelompokkan atas serat sintetis dan serat alam. Secara umum, serat sintetis memiliki kekuatan mekanis diatas serat alam. Namun, serat sintetis memiliki kelemahan yakni limbahnya tidak dapat terurai secara alami (Lekmarli, 2007). Untuk mengatasi hal tersebut, mulai dikembangkan pemanfaatan serat alam sebagai penguat bahan komposit menggantikan peran serat sintetis. Penggunaan serat alam menggantikan serat sintetis merupakan sebuah langkah bijak dalam menyelamatkan kelestarian lingkungan dari limbah yang dihasilkan dan keterbatasan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Beberapa jenis serat alam yang telah digunakan dalam bidang komposit antara lain: bambu, kapas, rami, dan serabut kelapa. Dalam penelitian ini bahan yang akan digunakan adalah bambu apus. Bambu apus termasuk salah satu jenis tumbuhan kayu yang batangnya lurus dan kuat serta mempunyai kekuatan mekanis yang baik namun relatif ringan, mudah dikembangbiakkan, memiliki umur panen yang relatif cepat, tersedia dalam jumlah banyak dan ukuran fisiknya sangat bervariasi. Selain itu, pengembangan riset dan teknologi yang berbasis pada produk lokal, juga dipercaya akan dapat meningkatkan nilai jual dari material lokal tersebut di pasaran Internasional (Lekmarli, 2007). Beberapa faktor diatas telah cukup untuk menjadikan bambu sebagai salah satu material yang 3 menjanjikan sebagai bahan komposit dari serat alam yang dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi harian maupun industri. Peneliti menggunakan metode pembuatan nanofiber serat bambu seperti yang telah dilakukan oleh Chen, W., Yu, H., dan Liu Y (2011). Dalam penelitian Chen, W., Yu, H., dan Liu Y (2011) mereka menggunakan suhu pada KOH sebesar 90ºC dan konsentrasi KOH sebesar 2%. Fungsi dari perlakuan KOH adalah untuk menghilangkan hemiselulosa, sisa pati, dan pektin. Selanjutnya, peneliti tidak menemukan pada penelitian Chen, W., Yu, H., dan Liu Y (2011) mengenai pengaruh suhu dan konsentrasi KOH terhadap persentase selulosa pada serat bambu. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini antara lain: 1. Bagaimana pengaruh suhu dan konsentrasi KOH terhadap persentase selulosa pada serat bambu apus?. 2. Bagaimana pengaruh perlakuan kimia pada serat bambu apus terhadap ukuran dan kandungannya?. 1.3 Batasan Masalah Tanpa mengurangi tujuan penelitian, maka penelitian ini dilakukan dengan beberapa asumsi dan batasan masalah sebagai berikut: 1. Serat yang digunakan terdapat pada potongan bagian tengah tanaman bambu apus yang berumur ± 2 tahun. 2. Metode pembuatan nanofiber menggunakan perlakuan mekanis terlebih dahulu, kemudian diberi perlakuan kimia. 4 3. Proses pembuatannya sampai berukuran mikro-nano, tetapi tidak sampai menjadi komposit. 4. Variabel yang digunakan, perbedaan suhu pada perlakuan 2% KOH dan perbedaan konsentrasi KOH saat suhu 90ºC. 5. Karakterisasi nanofiber serat bambu apus dilakukan dengan Scanning Electron Microscope (SEM), Fourier-Transform Infrared Spectroscope (FTIR), dan Uji Komposisi. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Mengetahui pengaruh perlakuan kimia terhadap ukuran pada serat bambu apus. 2. Mengetahui pengaruh perlakuan kimia terhadap kandungan pada serat bambu apus. 3. Mengetahui pengaruh suhu KOH terhadap persentase selulosa pada serat bambu apus. 4. Mengetahui pengaruh konsentrasi KOH terhadap persentase selulosa pada serat bambu apus. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Sebagai pedoman dalam pembuatan nanofiber menggunakan serat alam, khususnya serat bambu. 2. Dapat memanfaatkan serat alam, yang nantinya dijadikan sebagai bahan dasar dalam pembuatan komposit dan menghasilkan produk yang ramah lingkungan. 5 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dari penelitian pembuatan nanofiber serat bambu apus dapat dijabarkan sebagai berikut: I. Pendahuluan Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penulisan mengenai pembuatan nanofiber serat bambu apus. II. Tinjauan Pustaka Berisi tentang pustaka pendukung dari penelitian pembuatan nanofiber serat bambu apus. III. Dasar Teori Berisi tentang teori dasar nanofiber, deskripsi bambu, sifat anatomi bambu, sifat fisika bambu, reaksi kimia yang terjadi pada proses pembuatan nanofiber, cara kerja ekstraktor soxhlet, dan karakterisasi nanofiber. IV. Metodologi Penelitian Berisi tentang variasi objek penelitian, alat dan bahan penelitian, diagram alir penelitian, tempat penelitian, dan prosedur penelitian pembuatan nanofiber serat bambu apus. V. Hasil dan Pembahasan Berisi tentang hasil dan pembahasan dari penelitian, sesuai dari rumusan masalah yang telah ditentukan sebelumnya. VI. Penutup Berisi tentang kesimpulan dan saran dari penelitian pembuatan nanofiber serat bambu apus. 6 Daftar Pustaka Lampiran