BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Nilai

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang
sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi membuat nilai
perusahaan juga tinggi. Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm
adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm)
(Salvatore, 2005). Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi
suatu perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga
memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan utama
perusahaan. Menurut Husnan (2004) nilai perusahaan merupakan harga yang
bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual.
Sedangkan menurut Keown (2004) nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas
surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar. Nilai perusahaan
merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang
sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi membuat nilai
perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya
tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan
di masa depan.
Wahyudi dan Pawestri (2006) menyatakan bahwa nilai perusahaan yang
dibentuk melalui indikator nilai pasar saham, sangat dipengaruhi oleh peluangpeluang investasi. Pengeluaran investasi memberikan sinyal positif tentang
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga meningkatkan harga
saham sebagai indikator nilai perusahaan (signaling theory). Hal tersebut
mendasari dugaan peneliti bahwa ada hubungan antara pengungkapan informasi
pertanggungjawaban sosial perusahaan (CSR) dengan nilai perusahaan (firm
value).
Nilai perusahaan adalah struktur modal yang terbaik (Husnan, 2004).
Untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan
pengelolaannya kepada para profesional. Para profesional diposisikan sebagai
manajer ataupun komisaris. Suharli (2006) secara umum banyak metode dan
teknik yang telah dikembangkan dalam penilaian perusahaan diantaranya adalah:
1. Pendekatan laba antara lain metode rasio tingkat laba atau Price Earning
2. Ratio, metode kapitalisasi proyeksi laba.
3. Pendekatan arus kas antara lain metode diskonto arus kas.
4. Pendekatan dividen antara lain metode pertumbuhan dividen.
5. Pendekatan aktiva anatara lain metode penilaian aktiva.
6. Pendekatan harga saham.
7. Pendekatan Economic Value Added (EVA).
Pada dasarnya tujuan manajemen keuangan adalah memaksimumkan nilai
perusahaan. Jika perusahaan berjalan lancar maka nilai saham perusahaan akan
semakin meningkat, namun nilai hutang perusahaan dalam bentuk obligasi tidak
berpengaruh. Nilai perusahaan dapat dilihat melalui nilai pasar atau nilai buku
perusahaan dari ekuitasnya. Ia menambahkan dalam neraca keuangan, ekuitas
menggambarkan total modal perusahaan. Selain itu, nilai pasar dapat menjadi
Universitas Sumatera Utara
ukuran nilai perusahaan. Penilaian nilai perusahaan tidak hanya mengacu pada
nilai nominal. Menurutnya kondisi perusahaan mengalami banyak perubahan
setiap waktu secara signifikan. Sebelum krisis nilai perusahaan dan nominalnya
cukup tinggi. Tetapi setelah krisis kondisi perusahaan merosot sementara nilai
nominalnya tetap. Suatu perusahaan dikatakan mempunyai nilai yang baik jika
kinerja perusahaan juga baik.
Nilai perusahaan dapat tercermin dari nilai sahamnya. Jika nilai sahamnya
tinggi bisa dikatakan bahwa nilai perusahaannya juga baik. Karena tujuan utama
perusahaan
adalah
meningkatkan
nilai
perusahaan
melalui
peningkatan
kemakmuran pemilik atau para pemegang saham. Tandellin (2001) mengatakan
hubungan antara harga pasar dan nilai buku per lembar saham bisa juga dipakai
sebagai pendekatan alternatif untuk menentukan nilai suatu saham, karena secara
teoritis nilai pasar suatu saham haruslah mencerminkan nilai bukunya. Dalam
penelitian ini nilai perusahaan pasar diukur dengan rasio nilai pasar terhadap nilai
buku. Rasio nilai pasar terhadap nilai buku adalah rasio dari nilai pasar per lembar
saham biasa atas nilai buku per lembar ekuitas. Indikator ini menghubungkan nilai
pasar sekarang atas dasar per lembar saham terhadap nilai buku modal pemilik
yang dinyatakan dalam neraca. Nilai buku per lembar saham mencerminkan nilai
ekuitas pemilik yang tercatat pada neraca perusahaan, dan mencerminkan klaim
pemilik yang tersisa atas suatu aktiva. Sedangkan nilai pasar per lembar saham
mencerminkan kinerja perusahaan di masyarakat umum, di mana nilai pasar pada
suatu saat dapat dipengaruhi oleh pilihan dan tingkah laku dari mereka yang
terlibat di pasar, suasana psikologis yang ada di pasar, sengitnya perang
Universitas Sumatera Utara
pengambilalihan, perubahan ekonomi, perkembangan industri, kondisi politik dan
sebagainya (Helfert, 2003).
2.1.2 Earning Per Share (EPS)
Earning per share (EPS) merupakan alat analisis tingkat profitabilitas
perusahaan yang menggunaakan konsep laba konvensional. Earning per share
adalah salah satu pertimbangan sebelum berinvestasi. Perubahan dalam
penggunaan hutang akan menyebabkan terjadinya perubahan pada laba per lembar
saham dan juga perubahan resiko (Brigham dan Houston, 2006).
Earning Per Share merupakan salah satu indikator rasio perusahaan yang
penting. Earning per share merupakan jumlah rupiah yang kita peroleh atas setiap
lembar saham yang kita miliki. Nilai Earning per share diperoleh dengan
membagi laba bersih setelah pajak dengan jumlah saham biasa yang beredar.
Earning per share yang tinggi berarti perusahaan berkinerja baik, dan ini tentunya
akan menarik minat para pemegang saham dan calon pemegang saham. Akan
tetapi tidak semua laba dalam operasi perusahaan akan dibagikan kepada
pemegang saham, karena hal ini akan diputuskan berdasarkan hasil rapat umum
pemegang saham tentang kebijakan pembagian dividen. Earning per share atau
laba per lembar saham akan semakin tinggi dengan tingkat hutang yang semakin
tinggi, tetapi risiko juga akan semakin tinggi saat hutang digunakan untuk
menggantikan ekuitas (Brigham dan Houston, 2006).
Manajemen perusahaan pada pemegang saham biasa dan calon pemegang
saham sangat tertarik akan earning per share, karena menggambarkan yang akan
Universitas Sumatera Utara
diterima untuk setiap lembar saham. Hal ini merupakan indikator keberhasilan
suatu perusahaan. Dirumuskan sebagai berikut (Brigham dan Houston, 2006):
EPS =
Laba Bersih Setelah Pajak
Jumlah Lembar Saham Yang Beredar
Earning per share merupakan laba yang diperoleh perusahaan per lembar
saham. Laba per saham merupakan alat ukur yang berguna untuk membandingkan
laba dari berbagai entitas usaha yang berbeda dan untuk membandingkan laba
suatu entitas dari waktu ke waktu jika terjadi perubahan dalam struktur modal.
Laba per saham telah sejak dulu dihitung dan digunakan oleh para analis
keuangan. Perhitungan laba per saham yang mengarah ke masa depan mancoba
memberikan informasi mengenai laba per saham yang mungkin akan diperoleh di
masa datang. Kenaikan pada earning per share menunjukan bahwa kinerja dari
laba perusahaan sangat baik sehingga hal tersebut dapat meningkatkan
penghasilan dari pemegang saham (investor). Apabila earning per share
perusahaan tinggi maka akan semakin banyak investor yang mau membeli saham
tersebut sehingga menyebabkan harga saham akan tinggi (Dharmastuti, 2004).
Laba per lembar saham adalah suatu ukuran dimana baik manajemen
maupun pemegang saham. Proyeksi untuk masa datang sering dibuat berdasarkan
tahun lalu. Fluktuasi dan trend pada prestasi yang sebenarnya dibandingkan
dengan proyeksi yang diamati secara teliti untuk melihat indikasi kekuatan dan
kelemahan. Pertumbuhan Earning per share memberikan informasi tentang
perkembangan suatu perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Return on Equity (ROE)
Return On Equity (ROE) menurut Martono dan Harjito (2005) Return on
Equity (ROE) atau sering disebut rentabilitas modal sendiri dimaksudkan untuk
mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri.
Rasio ini banyak diamati oleh para pemegang saham perusahaan (baik pemegang
saham pendiri maupun para pemegang saham baru) karena bagi para investor
rasio ini untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba bersih
yang dikaitkan dengan pembayaran dividen. Kenaikan rasio berarti terjadi
kenaikan laba bersih dari perusahaan bersangkutan. Selanjutnya kenaikan tersebut
akan menyebabkan kenaikan harga saham perusahaan sehingga diikuti dengan
naiknya harga saham. Rumusnya adalah:
ROE =
Laba Bersih Setelah Pajak
Modal Sendiri
2.1.4 Net Profit Margin (NPM)
Menurut Darsono (2005) Net Profit Margin adalah Laba bersih dibagi
penjualan bersih. Rasio ini menggambarkan besar laba bersih yang diperoleh
perusahaan pada setiap penjualan yang dilakukan. Rasio ini menunjukkan berapa
besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar
Net Profit Margin, maka kinerja perusahaan akan semakin produktif, sehingga
akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada
perusahaan tersebut. Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase laba bersih
yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini, maka dianggap
semakin baik kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi.
Hubungan antara laba bersih sesudah pajak dan penjualan bersih menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
kemampuan manajemen dalam mengemudikan perusahaan secara cukup berhasil
untuk menyisakan margin tertentu sebagai kompensasi yang wajar bagi pemilik
yang telah menyediakan modalnya untuk suatu resiko. Hasil dari perhitungan
mencerminkan keuntungan netto per rupiah penjualan. Para investor pasar modal
perlu mengetahui kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Rasio ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Net Profit Margin (NPM) =
Laba Bersih Setelah Pajak
Penjualan
2.1.5 Ukuran Perusahaan (Size)
Ukuran perusahaan menunjukkan jumlah pengalaman dan kemampuan
tumbuhnya suatu perusahaan yang mengindikasikan kemampuan dalam
mengelola tingkat risiko investasi yang diberikan para stakeholder untuk
meningkatkan kemakmuran mereka. Jika perusahaan memiliki total asset yang
besar menunjukkan bahwa perusahaan telah mencapai tahap kedewasaan
(maturity) dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap
memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga
mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu
menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total asset yang kecil (Daniati,
2006).
Ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya asset yang dimiliki
perusahaan. Perusahaan kecil akan cenderung menggunakan biaya modal sendiri
dan hutang jangka pendek dari pada hutang jangka panjang, karena biayanya lebih
rendah. Sedangkan perusahaan besar lebih cenderung memiliki sumber
Universitas Sumatera Utara
pendananaan yang kuat. Dalam penelitian ini, pengukuran terhadap ukuran
perusahaan mengacu diproksi dengan nilai logaritma natural dari total asset.
Menurut Sudarmadji dan Sularto (2007) besar (ukuran) perusahaan dapat
dinyatakan dalam total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar. Semakin besar
total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran
perusahaan tersebut. Ketiga variabel ini digunakan untuk menentukan ukuran
perusahaan karena dapat mewakili seberapa besar perusahaan tersebut. Semakin
besar aktiva maka semakin banyak modal yang ditanam, semakin banyak
penjualan maka semakin banyak perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi
pasar maka semakin besar pula perusahaan tersebut dikenal dalam masyarakat.
Dari ketiga variabel ini , nilai aktiva relatif lebih stabil dibandingkan dengan nilai
market capitalized dan penjualan dalam mengukur ukuran perusahaan.
2.1.6 Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to Equity Ratio (DER) merupakan perbandingan antara total hutang
dengan total modal sendiri (ekuitas). Total hutang merupakan total liabilities
(kewajiban), baik hutang jangka pendek maupun jangka panjang. Total modal
sendiri atau yang biasa disebut juga dengan total shareholders equity merupakan
total modal disetor dengan laba ditahan yang dimiliki perusahaan. Debt to Equity
Ratio menunjukkan bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan
jaminan untuk keseluruhan utang. Makin tinggi Debt to Equity Ratio maka akan
menunjukkan semakin besarnya modal pinjaman yang digunakan untuk
pembiayaan aktiva perusahaan (Brigham dan Houston, 2006). Jika Debt to Equity
Ratio perusahaan semakin tinggi, maka semakin besar financial leverage, dan
Universitas Sumatera Utara
semakin besar pula proporsi dana kreditur yang digunakan untuk menghasilkan
laba. Semakin tinggi Debt to Equity Ratio, maka semakin berisiko bagi
perusahaan (kemungkinan perusahaan tidak dapat membayar semua hutangnya).
Debt to Equity Ratio sekaligus menunjukkan struktur modal yang digunakan oleh
perusahaan (Husnan, 2004).
Menurut
Sartono
(2001),
penggunaan
hutang
bagi
perusahaan
mengandung tiga dimensi, yaitu:
1. Pemberi kredit akan menitikberatkan pada besarnya jaminan atas kredit
yang diberikan
2. Penggunaan hutang akan meningkatkan keuntungan perusahaan jika
perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari beban
tetapnya.
3. Hutang sebagai sumber dana perusahaan dan sistem pengendali
perusahaan.
Menurut Weston dan Birmingham (2005), Leverage merupakan suatu
ukuran yang menunjukkan jumlah sejauh mana sekuritas berpenghasilan tetap
(hutang dan saham preferen) digunakan dalam struktur modal perusahaan. Tujuan
dari penggunaan hutang (leverage) adalah untuk meningkatkan return bagi
pemegang
saham.
Dengan
memperbesar
unsur
leverage,
maka
unsur
ketidakpastian return makin tinggi, tapi juga memperbesar kemungkinan
pertambahan jumlah return yang diperoleh. Pada praktiknya dikenal 3(tiga)
macam bentuk leverage dalam perusahaan, yaitu operating leverage, financial
leverage, dan total leverage.
Universitas Sumatera Utara
a. Operating Leverage
Menurut Brigham dan Houston (2006), “operating leverage adalah tingkat
sampai sejauh mana biaya-biaya tetap digunakan di dalam operasi sebuah
perusahaan.” Operating leverage juga dapat diartikan sebagai penggunaan dana
dengan biaya tetap dengan harapan pendapatan yang dihasilkan dari penggunaan
dana
tersebut.
Dengan
menggunakan
operating
leverage
perusahaan
mengharapkan bahwa perubahan penjualan akan mengakibatkan perubahan laba
sebelum bunga dan pajak yang lebih besar.
b. Financial Leverage
Menurut Brigham dan Houston (2006), Financial Leverage adalah tingkat
sampai sejauh mana sekuritas dengan laba atau pengembalian tetap (saham
preferen dan utang) digunakan dalam struktur modal perusahaan. Sedangkan
menurut Riyanto (2001), Financial Leverage adalah penggunaan dana dengan
beban tetap dengan harapan untuk memperbesar pendapatan per lembar saham
biasa (Earning per Share).
Penggunaan financial leverage yang semakin besar membawa dampak
positif bila pendapatan yang diterima dari penggunaan dana tersebut lebih besar
daripada bebannya keuangan yang dikeluarkan. Sedangkan dampak negatifnya
penggunaan financial leverage yang semakin besar akan menyebabkan hutang
semakin besar yang ditanggung perusahaan, yaitu beban tetap atau beban
bunganya. Apabila perusahaan tidak memenuhi kewajibannya yang berupa beban
bunganya, maka perusahaan akan mengalami kesulitan untuk menjalankan
kegiatan usahanya.
Universitas Sumatera Utara
c. Total Leverage/ Combined Leverage
Total Leverage merupakan kombinasi dari Operating Leverage dengan
Financial Levearge. Leverage kombinasi terjadi apabila perusahaan memiliki baik
operating
leverage
maupun
financial
leverage
dalam
usahanya
untuk
meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham biasa.
Rasio leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana
aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang. Rasio yang umum digunakan adalah:
a. Debt to Assets Ratio (Debt Ratio)
b. Debt To Equity Ratio
c. Long Term Debt to Equity Ratio
d. Time Interest Earned Ratio
e. Fixed Charge Coverage Ratio
Leverage merupakan proporsi total hutang terhadap ekuitas pemegang
saham. Rasio tersebut digunakan untuk memberikan gambaran mengenai struktur
modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat risiko tak
tertagihnya suatu hutang. Suatu pendapat mengatakan bahwa semakin tinggi
leverage, kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap
kontrak hutang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang
lebih tinggi dibandingkan laba di masa depan, supaya laba yang dilaporkan tinggi
maka manajer harus mengurangi biaya-biaya,dan tidak menutup kemungkinan
salah satunya ialah biaya tanggung jawab sosial.
Universitas Sumatera Utara
2.1.7 Arus Kas Bersih (Net Cash Flow)
Arus kas bersih perusahaan umumnya berbeda dengan laba akuntansi,
karena beberapa pendapatan dan beban yang tercantum dalam laboran laba rugi
tidak dibayar secara tunai selama satu tahun. Arus kas bersih merupakan
perubahan total jumlah kas selama satu periode yang hendak dilaporkan atau
dengan kata lain mempunyai kas aktual yang dihasilkan oleh perusahaan dalam
satu waktu tertentu. Nilainya diperoleh dengan cara menjumlahkan pertambahan
atau pun pengurangan kas dari setiap kegiatan perusahaan yang diklasifikasikan
dalam tiga tipe jenis kegiatan yaitu operasi, investasi dan juga pendanaan,
sehingga dapat dilihat perubahan saldo kas dari satu periode ke periode berikutnya
(Silitonga, 2008).
Dengan demikian secara matematis, net cash flow menurut Brealey (2008:
66) dapat dirumuskan:
NCF = AKO + AKI + AKP
dimana: NCF = arus kas bersih (net cash flow), AKO = arus kas bersih
dari aktivitas operasi, AKI = arus kas bersih dari aktivitas investasi dan AKP =
arus kas bersih dari aktivitas pendanaan. Jika cash flow meningkat, maka hal ini
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar dividen juga semakin
meningkat, sehingga meningkatkan kepercayaan para investor terhadap kinerja
perusahaan.
Arus kas dari kegiatan keuangan melaporkan transaksi kas yang
mengaitkan investasi kas oleh pemilik, dan peminjaman serta penarikan oleh
pemilik. Arus kas yang timbul dari aktivitas pendanaan perlu dilakukan sebab
Universitas Sumatera Utara
berguna untuk memprediksi klaim terhadap arus kas masa depan oleh para
pemasok modal perusahaan. Beberapa contoh arus kas yang berasal dari aktivitas
pendanaan (Niswonger 2009) adalah (1) penerimaan kas dari emisi saham atau
instrumen modal lainnya, (2) pembayaran kas kepada pemegang saham untuk
menarik atau menebus saham perusahaan, (3) peneriman kas dari emisi obligasi,
pinjaman, wesel, hipotik, dan pinjaman lainnya, (4) pelunasan pinjaman, dan (5)
pembayaran kas oleh penyewa guna usaha (lessee) untuk mengurangi saldo
kewajiban yang berkaitan dengan sewa guna usaha pembiayaan (finance lease).
Menurut Meythi (2006) menguji apakah data arus kas mempunyai
kandungan informasi dalam hubungannya dengan harga saham. Data share price
bulanan diambil dari London Share Price Database. Data akuntansi diperoleh dari
Cambridge/DTI data. Sampel terdiri dari 39 perusahaan manufaktur untuk periode
1961-1977. Hasil dari penelitian mereka menunjukkan tidak berhasil menolak
hipotesis nol, yang berarti bahwa data arus kas tidak mempunyai kandungan
informasi dalam hubungannya dengan harga saham. Usaha memaksimumkan nilai
perusahaan sebagai tujuan normatif perusahaan merupakan salah satu elemen
yang turut menentukan perubahan harga saham yang diperdagangkan di Bursa
Efek. Makna yang terkandung dalam tujuan normatif ini sebenarnya adalah
bagaimana perusahaan selaku emiten mampu mengelola usahanya.
Bunga yang dibayar dan bunga serta dividen yang diterima oleh lembaga
keuangan biasanya diklasifikasikan sebagai arus kas operasi. Namun demikian,
bagi perusahaan lain belum ada kesepakatan mengenai klasifikasi arus kas Ini.
Bunga yang dibayarkan dan bunga serta dividen yang diterima dapat diklasifikasi
Universitas Sumatera Utara
sebagai arus kas operasi karena mempengaruhi laba, atau rugi bersih sebagai
alternatif bunga yang dibayar dan bunga serta dividen yang diterima dapat
diklasiflkasi masing-masing sebagai arus kas pendanaan dan arus kas investasi
karena rnerupakan biaya perolehan sumber daya keuangan atau sebagai hasil
investasi (return on investment) (Bowen, 1986).
Laporan arus kas banyak digunakan sebagai alat-alat untuk menentukan
kesehatan finansial suatu organisasi. Secara umum sumber pemasukan kas
meliputi laba bersih, penurunan aktiva, peningkatan utang, dan peningkatan modal
saham. Penggunaan kas meliputi peningkatan aktiva, penurunan utang, penurunan
akun modal pemegang sahan dan dividen transaksi investasi dan pendanaan yang
tidak memerlukan penggunaan kas setara kas harus dikeluarkan dari laporan arus
kas. Transaksi semacam itu harus diungkapkan sedemikian rupa pada catatan atas
laporan keuangan sehingga dapat memberikan semua informasi yang relevan
mengenai aktivitas investasi dan pendanaan tersebut (Srinivasan and Sarasimhan,
2004).
2.1.8 Dividend Payout Ratio
Dividend Payout Ratio (DPR) merupakan indikasi atas persentase jumlah
pendapatan yang diperoleh yang didistribusikan kepada pemilik atau pemegang
saham dalam bentuk kas. Dividend Payout Ratio ini ditentukan perusahaan untuk
membayar dividen kepada para pemegang saham setiap tahun, penentuan dividend
payout ratio berdasarkan besar kecilnya laba setelah pajak.
Dividen juga dapat dikaitkan dengan Signalling Theory dimana adanya
pengumuman pembagian dividen dapat menjadi sinyal yang baik terhadap
Universitas Sumatera Utara
investor untuk mendapatkan keuntungan, namun dapat pula menjadi sinyal yang
kurang baik ketika dividen yang diumumkan menurun dari periode sebelumnya.
Karena dividend payout ratio yang berkurang dapat mencerminkan laba
perusahaan yang makin berkurang. Akibatnya sinyal buruk akan muncul karena
mengindikasikan bahwa perusahaan kekurangan dana. Kondisi ini akan
menyebabkan preferensi investor akan suatu saham berkurang karena investor
memiliki preferensi yang sangat kuat atas dividen. Sehingga perusahaan akan
selalu berupaya untuk mempertahankan dividend payout ratio meskipun terjadi
penurunan jumlah laba yang diperolehnya.
Walaupun pada kenyataan yang
terjadi tidak selalu demikian, turunnya rasio dividend payout ratio belum tentu
keuntungan perusahaan juga menurun, tetapi tidak dibagikan dalam bentuk
dividen, melainkan menjadi laba ditahan oleh perusahaan. Namun demikian, rasio
dividend payout ratio tetap menjadi sinyal bagi investor yang mengharapkan
keuntungan dalam bentuk dividen ( Martono dan Harjito Agus, 2005).
DPR =
Deviden Per Share
Earning Per Share
2.1.9 Return On Asset (ROA)
Manajer sebagai pengelola berkewajiban memberikan informasi mengenai
kondisi perusahaan kepada pemilik. Pengungkapan informasi akuntansi seperti
laporan keuangan merupakan contoh mengenai penyampaian informasi atau salah
satu signal yang diberikan kepada pemilik (Ujiyantho, 2007). Laporan keuangan
dimaksudkan untuk digunakan oleh berbagai pihak, termasuk manajemen
perusahaan itu sendiri. Namun yang paling berkepentingan dengan laporan
keuangan sebenarnya adalah para pengguna eksternal, karena mereka berada
Universitas Sumatera Utara
dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya. Sedangkan para pengguna
internal dalam hal ini pihak manajemen, memiliki kontak langsung dengan
perusahaannya dan mengetahui peristiwa-peristiwa signifikan yang terjadi,
sehingga tingkat ketergantungannya terhadap informasi akuntansi tidak sebesar
para pengguna eksternal.
Manajemen adalah faktor utama yang mempengaruhi laba atau return
suatu perusahaan. Seluruh manajemen perusahaan, baik yang mencakup
manajemen permodalan (CAR), manajemen kualitas aktiva (NPL), manajemen
umum (PDN), manajemen rentabilitas (NIM dan BOPO), dan manajemen
likuiditas (LDR) pada akhirnya akan mempengaruhi dan bermuara pada perolehan
laba atau return perusahaan (Gunawan, 2003).
Kinerja keuangan merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap
perusahaan di manapun, karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan
perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Informasi
laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut
posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan, serta sebagai dasar
pengambilan keputusan (Gunawan, 2003).
Kinerja keuangan merupakan gambaran kondisi keuangan pada suatu
periode tertentu, di mana informasi posisi keuangan dan kinerja keuangan di masa
lalu seringkali digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan
kinerja di masa depan. Penilaian kinerja keuangan dapat dinilai dengan
pendekatan analisa rasio keuangan dari semua laporan keuangan yang dilaporkan
di masa depan (Febryani dan Zulfadin, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Kinerja keuangan perusahaan dari sisi manajemen, mengharapkan laba
bersih sebelum pajak (earning before tax) yang tinggi karena semakin tinggi laba
perusahaan semakin flexible perusahaan dalam menjalankan aktivitas operasional
perusahaan. Sehingga earning before tax perusahaan akan meningkat bila kinerja
keuangan perusahaan meningkat. Pencapaian laba merupakan indikator yang
dominan karena hasil akhir kinerja operasi usaha selalu mengarah pada earning
before tax. Karena earning before tax merupakan nilai rupiah dan masing-masing
perusahaan berbeda dalam jumlah modal maka besar earning before tax tidak bisa
menunjukkan kinerja laba sehingga perlu dipakai indikator lain, dalam penelitian
ini digunakan Return on Asset. Kinerja keuangan berguna untuk menilai
kondisi keuangan perusahaan (Gunawan, 2003).
Menurut Van Horne (2005) Return on Asset merupakan kemampuan
manajemen perusahaan dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan.
Semakin besar return on asset suatu perusahaan, semakin besar tingkat
keuntungan yang dicapai perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisi
perusahaan tersebut dari segi penggunaan asset. Rumus yang digunakan adalah:
ROA =
Laba Bersih
Total Aktiva
Menurut Fabozzi (2001), kinerja suatu perusahaan dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang secara umum dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal perusahaan. Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berada
dalam kendali pihak manajemen perusahaan, sedangkan faktor eksternal merupakan
faktor-faktor yang berada di luar kendali manajemen perusahaan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja perusahaan adalah:
Universitas Sumatera Utara
1) Faktor Internal
a) Manajemen Personalia
Berkaitan dengan sumber daya manusia agar dapat didayagunakan
seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan perusahaan secara manusiawi.
b) Manajemen Pemasaran
Berkaitan dengan program-program yang ditujukan untuk mencapai tujuan
perusahaan.
c) Manajemen Produksi
Berkaitan dengan faktor-faktor produksi agar barang dan jasa sesuai
dengan yang diharapkan.
d) Manajemen Keuangan
Berkaitan dengan perencanaan, mencari, dan memanfaatkan dana untuk
memaksimumkan efisiensi perusahaan.
2). Faktor Eksternal
a) Kondisi perekonomian
Kondisi yang dipengaruhi kebijakan pemerintah, keadaan dan stabilitas
politik, ekonomi, sosial, dan lain-lain.
b) Kondisi Industri
Meliputi tingkat persaingan, jumlah perusahaan, dan lain-lain.
2.1.10 Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan Manajerial, yaitu jumlah kepemilikan saham oleh pihak
manajemen dari seluruh modal saham perusahaan (Gideon 2005). Indikator untuk
Universitas Sumatera Utara
mengukur kepemilikan manajerial adalah presentase jumlah saham yang dimiliki
pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang beredar.
Kepemilikan
manajerial
(managerial
block
ownership)
dimana
struktur
kepemilikan ekuitas berpengaruh penting terhadap insentif manajerial dan nilai
perusahaan. Mereka berargumen bahwa kepemilikan saham manajerial dapat
mengurangi insentif manajer untuk mengkonsumsi kemewahan, menyedot
kekayaan
pemegang
saham,
atau
terlibat
dalam
perilaku
yang
tidak
memaksimumkan nilai lainnya. Argumen ini dikenal sebagai hipotesis penyatuan
kepentingan (convergence of interests. hypothesis).
Hipotesis managerial self-interest atau hipotesis managerial entrenchment
mengungkapkan bahwa apabila dihadapkan pada kesempatan, manajer yang tidak
menyukai risiko akan lebih berinsentif untuk merendahkan risiko kehilangan
pekerjaan yang tidak dapat didiversifikasi dengan memastikan kelangsungan
hidup perusahaan. Hal ini dikarenakan mereka menanggung beban risiko yang
tidak dapat dihindarkan atas kekayaan perusahaan yang mempekerjakan mereka.
Namun, apabila manajer pada awalnya telah memiliki porsi yang
signifikan atas ekuitas perusahaan, peningkatan dalam kepemilikan saham
manajerial dapat mengarah pada penguatan posisi manajer dan penurunan tingkat
hutang. Penurunan tingkat hutang ini dikarenakan manajer yang posisinya kuat
dalam perusahaan akan mempertimbangkan dengan hati-hati pilihan tingkat
hutang perusahaa. Manajer dapat lebih menyukai tingkat hutang yang lebih rendah
dari seharusnya dikarenakan keinginan mereka mengurangi risiko perusahaan
untuk melindungi modal sumber daya mereka, atau ketidaksukaan mereka
Universitas Sumatera Utara
terhadap tekanan kinerja yang timbul akibat komitmen penggunaan uang tunai
dalam jumlah yang besar menemukan hubungan yang non-linear antara
kepemilikan manajerial dengan kinerja perusahaan (Gideon 2005).
2.2 Review Peneliti Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan dasar dalam
melakukan penelitian ini sebagai berikut :
Mahendara (2012) meneliti dengan judul Pengaruh Kinerja Keuangan
terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur di BEI.
Variabel
dependen : Nilai Perusahaan dan Variabel independen: Return On Equity, Debt To
Equity Ratio, Cash Ratio. Moderating : Dividend Payout Ratio. Hasil penelitian
menunjukkan DER berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap nilai
perusahaan, Sedangkan CR berpengaruh positif tidak signifikan terhadap nilai
perusahaan dan ROE berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan,
Dan kebijakan dividen tidak mampu secara signifikan memoderasi pengaruh
ROE, CR, DER terhadap Nilai Perusahaan.
Vinola (2008) meneliti dengan judul Peran Praktek Corporate Governance
sebagai Moderating Variabel dari pengaruh Earning Manajemen Terhadap Nilai
Perusahaan pada sektor perbankan yang Go Publik di BEJ. Variabel dependen
Nilai perusahaan (Y). Variabel independen Earning Manajemen. Komisaris
Independen, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Instutisional, Kualitas Audit,
Ukuran Perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan variabel yang berpengaruh
signifikan terhadap nilai perusahaan adalah variable Corporate Governance,
Universitas Sumatera Utara
ukuran perusahaan dan Earnings Manajemen. Komite independen, Kualitas Audit,
Kepemilikan Institusional merupakan variabel permoderasi antara Earnings
Manajemen dan Nilai Perusahaan.
Rika (2010)
meneliti dengan judul Analisis faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Variabel dependen: Nilai perusahaan.
Variabel Independen: Corporate Governance, Komisaris Independen, Ownership
Structure, Cash Holding, Profitabilitas, Finance Risk, Dividend Payout Ratio,
IOS. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif dan signifikan
antara Corporate Governance, Profitabilitas, Investment Oppurtunity Set terhadap
Nilai perusahaan. Sedangkan Ownership structure, DPR memiliki hubungan
positif dan tidak signifikan, variabel Cash Holding, Finance Risk memiliki
hubungan yang negatif terhadap nilai perusahaan.
Wirakusuma (2007) meneliti dengan judul Pengaruh Kinerja Keuangan
terhadap Nilai Perusahaan dengan Pengungkapan CSR dan GCG sebagai Variabel
Pemoderasi. Variabel dependen : Nilai Perusahaan. Variabel Independen : Kinerja
Keuangan. Variabel Moderating : Pengungkapan Corporate Social Responsibility
dan Good Corporate Governance. Hasil penelitian menunjukkan Return on asset
terbukti berpengaruh positif secara statistis pada nilai Perusahaan. Pengungkapan
CSR sebagai variabel pemoderasi terbukti berpengaruh positif secara statistis pada
hubungan Return On Asset dan Nilai Perusahaan. Kepemilikan manajerial sebagai
variabel pemoderasi tidak terbukti.
Sutrisno (2010) dengan judul pengaruh arus kas, faktor fundamental dan
tingkat bunga terhadap nilai perusahaan pada industri manufaktur di BEI. Dengan
Universitas Sumatera Utara
hasil variabel faktor fundamental dan variabel tingkat bunga berpengaruh secara
signifikan terhadap nilai perusahaan, sedangkan variabel arus kas berpengaruh
tidak signifikan terhadap nilai perusahaan.
Hasil-hasil penelitian terdahulu secara singkat dapat dilihat pada Tabel 2.1
sebagai berikut:
Tabel 2.1
Review Peneliti Terdahulu (Theoritical Mapping)
Nama
Peneliti
Mahendra
(2012)
Judul
Variabel yang Digunakan
Hasil Yang Diperoleh
Pengaruh
Kinerja
Keuangan
terhadap
Nilai Perusahaan pada
Perusahaan
Manufaktur di BEI
Variabel dependen: Nilai
Perusahaan
Variabel independen: Return
On Equity, Cash Ratio, Debt
to Equity Ratio, Dividend
Payout Ratio.
Gunawan
(2008)
Analisis Faktor-faktor
yang mempengaruhi
nilai
perusahaan
manufaktur di Bursa
Efek Indonesia
Variabel dependen :
Perusahaan
Variabel independen:
1. Return on asset
2. Earning Per Share
3. Debt to equity rasio
4. net profit margin
5. price to book value
6. Cash ratio.
DER berpengaruh negatif tidak
signifikan
terhadap
nilai
perusahaan, Sedangkan Cash
Ratio
berpengaruh
tidak
signifikan
terhadap
nilai
perusahaan
dan
ROE
berpengaruh positif signifikan
terhadap nilai perusahaan, Dan
kebijakan dividen tidak mampu
secara signifikan memoderasi
pengaruh ROE, CR, DER
terhadap Nilai Perusahaan.
Return on asset, Earning Per
Share berpengaruh positif dan
tidak signifikan terhadap nilai
perusahaan, sedangkan Debt to
equity rasio, net profit margin,
price to book value dan Cash
ratio berpengaruh negatif dan
tidak signifikan.
Vinola
(2008)
Peran
Praktek
Corporate Governance
sebagai Moderating
Variabel
dari
pengaruh
Earning Manajemen
Terhadap
Nilai
Perusahaan.
pada
sector perbankan yang
Go Public di BEJ
Variabel dependen
1. Nilai perusahaan
Variabel independen
2. Earning Manajemen
3. Komisaris Independen
4. Kepemilikan Manajerial
5. Kepemilikan Instutisional
6. Kualitas Audit
7. Ukuran Perusahaan
nilai
variabel yang berpengaruh
signifikan
terhadap
nilai
perusahaan adalah variabel
corporate governance, ukuran
perusahaan
dan
earnings
manajemen.
Komite
independen, kualitas audit,
kepemilikan
institusioal
merupakan
variabel
permoderasi antara earnings
manajemen
dan
nilai
perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Rika
(2010)
Wirakusuma
(2007)
Sutrisno
(2010)
Analisis faktorfaktor
Yang berpengaruh
terhadap nilai
perusahaan
Variabel dependen :
1. Nilai perusahaan
. Variabel Independen :
Corporate Governance
(Komisaris Independen)
3. Ownership Structure
4. Cash Holding
5. Profitabilitas
6. Finance Risk
7. Dividend Payout Ratio
8. IOS
Terdapat hubungan positif dan
signifikan antara corporate
governance, profitabilitas,
Investment Oppurtunity Set
terhadap nilai perusahaan.
Sedangkan ownership structure,
DPR memiliki hubungan positif
dan tidak signifikan. Dan
variabel
cash holding, finance risk
memiliki hubungan yang negatif
terhadap nilai perusahaan
Pengaruh Kinerja
Keuangan Terhadap
Nilai Perusahaan
Dengan
Pengungkapan
CSR dan GCG sebagai
Variabel Pemoderasi
Variabel dependen :
Nilai Perusahaan
b. Variabel Independen :
Kinerja Keuangan
c. Variabel Moderating :
Pengungkapan
corporate social
responsibility, dan Good
corporate governance
Return on asset terbukti
berpengaruh
positif
secara
statistis pada nilai Perusahaan.
Pengungkapan CSR sebagai
variabel pemoderasi terbukti
berpengaruh
positif
secara
statistis pada hubungan return
on asset dan nilai perusahaan.
Kepemilikan manajerial sebagai
variabel
pemoderasi
tidak
terbukti.
Pengaruh arus
kas,
faktor
fundamental
dan
tingkat
bunga terhadap
nilai perusahaan
pada
industri
manufaktur di
BEI
Variabel Dependen :
Nilai Perusahaan
Dengan hasil variabel faktor
fundamentaldan
variabel
tingkat bunga berpengaruh
secara signifikan terhadap
nilai perusahaan, sedangkan
variabel
arus
kas
berpengaruh tidak signifikan
terhadap nilai perusahaan.
Variabel Independen:
Arus Kas, faktor
fundamental, tingkat bunga
Sumber : Hasil Penelitian Terdahulu
Universitas Sumatera Utara
Download