PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny.W DENGAN HIPERTENSI SEDANG DI PANTI SASANA TRESNA WREDHA DHARMA BAKTI WONOGIRI DISUSUN OLEH : MONIKA DYAH DEWANTI NIM. P13034 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny.W DENGAN HIPERTENSI SEDANG DI PANTI SASANA TRESNA WREDHA DHARMA BAKTI WONOGIRI Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan DISUSUN OLEH : MONIKA DYAH DEWANTI NIM. P13034 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 i SURAT PERNYATAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertandatangan di bawahini : Nama : Monika DyahDewanti NIM : P 13.0034 Program Studi : D-III Keperawatan Judul : Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Asuhan Keperawatan Ny. W Dengan Hipertensi Sedang Panti Sasana Tresna Wredha Dharma Bakti Wonogiri Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Ahkir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Ahkir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku. Surakarta, 19 Desember 2015 Yang MembuatPernyataan Monika DyahDewanti NIM. P 13.034 ii iii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Asuhan Keperawatan Ny. W Dengan Hipertensi Sedang Di Panti Sasana Tresna Wredha Dharma Bakti Wonogiri” Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan an dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberika kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta 2. Ns. Alfyana Nadya R. M.Kep, selaku Sekertaris Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta 3. Ns. Anita Istiningtyas M.Kep, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat, sabar, memberikan masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi kesempurnaan studi kasus ini. 4. Ns. Fakhrudin N.Sani M.Kep, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi demi kesempurnaan studi kasus ini. 5. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang yelah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 6. Panti Sasana Tresna Wredha Dharma Bakti Wonogiri yang telah memberikan izin dan kesempatan bagi penulis menyelesaikan karya tulis ini. iv untuk pengambilan data guna 7. Kedua orang tua saya, Bapak Jaka Mursito dan Ibu Bintar Nining yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 8. Teman-teman mahasiswa Prodi DIII STIKes Kusuma Husada Surakarta dan bagi pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk oerkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin. Surakarta, 13 Mei 2016 Penulis v DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii KATA PENGANTAR .................................................................................... iv DAFTAR ISI................................................................................................... vi DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x BAB I BAB II PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1 B. Tujuan Penulisan ..................................................................... 4 C. Manfaat Penulisan ................................................................... 5 TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori ......................................................................... 6 1. Hipertensi ......................................................................... 6 2. Asuhan Keperawatan Hipertensi ...................................... 19 3. Relaksasi Nafas Dalam...................................................... 30 B. Kerangka teori ......................................................................... 35 BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subjek Aplikasi Riset .............................................................. 36 B. Tempat Dan Waktu .................................................................. 36 C. Media Dan Alat Yang Digunakan ............................................ 36 D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset ...................... 36 E. Alat Ukur Evaluasi Dari Aplikasi Tindakan ........................... 38 BAB IV LAPORAN KASUS A. Identitas Klien ......................................................................... 39 B. Pengkajian ............................................................................... 39 C. Perumusan Masalah Keperawatan ........................................... 45 D. Perencanaan .............................................................................. 46 vi BAB V E. Implementasi ............................................................................ 47 F. Evaluasi ................................................................................... 54 PEMBAHASAN A. Pengkajian ............................................................................... 57 B. Perumusan Keperawatan ......................................................... 61 C. Perencanaan ............................................................................ 65 D. Implementasi ........................................................................... 69 E. Evaluasi ................................................................................... 72 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .............................................................................. 75 B. Saran ........................................................................................ 78 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii DAFTAR TABEL Halaman 1. Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi....................................................... 7 2. Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi WHO ............................................ 8 3. Tabel 3.1 Lembar Pengukuran Tekanan Darah ............................... 38 viii DAFTAR GAMBAR Halaman 4. Gambar 2.1 Pathways ............................................................................. 14 5. Gambar 35 2.2 Kerangka Teori ................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Usulan Judul Lampiran 2. Lembar Konsultasi Lampiran 3. Surat Pernyataan Lampiran 4. Jurnal Lampiran 5. Asuhan Keperawatan Lampiran 6. Log Book Lampiran 7. Lembar Pendelegasian Lampiran 8. Lembar Observasi Lampiran 9. SOP Relaksasi Nafas Dalam Lampiran 10. Daftar Riwayat Hidup x BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan sebutan penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sesorang berada di atas batas normal atau optimal yaitu 120 mmHg untuk sistolik dan 80 mmHg untuk diastolik. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi. Sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Hipertensi yang terjadi dalam jangka waktu lama dan terus menerus bisa memicu stroke serta serangan jantung, gagal jantung dan merupakan penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009). Lebih dari seperempat jumlah populasi dunia saat ini menderita hipertensi. Data WHO menyebutkan jumlah penderita hipertensi di India tahun 2000 adalah 60.4 juta dan juga diperkirakan sebanyak 107,3 juta pada tahun 2025 (terjadi kenaikan sebesar 65%). Di Cina pada tahun 2000 sebanyak 98,5 juta orang menderita hipertensi dan tahun 2025 diperkirakan menjadi 151,7 juta (kenaikan sebesar 65%). Sedangkan dibagian lain asia tercatat tahun 2000 sebesar 38,5 juta penderita hipertemsi dan tahun 2025 sebesar 67,3 juta (kenaikan sebesar 57%). Data ini mennjukan bahwa hipertensi menjadi ancaman bagi masyarakat dunia (Kamaludddin, 2010). 1 2 Saat ini jumlah penderita hipertensi di Indonesi diperkirakan 15.000 juta orang. Prevalensi pada daerah urban dan rural bekisar antara 17-21% dan hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi pada dewasa adalah 6-15% dan 50% di antara orang dewasa yang menderita hipertensi tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak mengetahaui faktor resiko dan 90% merupakan hipertensi essensial (Irza, 2009). Kebanyakan pasien mempunyai tekanan darah pre hipertensi sebelum mereka didiagnosis dengan hipertensi, dan kebanyakan diagnosis hipertensi terjadi pada umur diantara dekade ke 3 dan dekade ke 5. sampai dengan umur 55 tahun, laki-laki lebih banyak menderita hipertendi dibanding perempuan. Pada umur 55-74 tahun sedikit lebih banyak perempuan dibanding laki-laki yang menderita hipertensi. BerdasarkanlaporandariDinasKesehatanProvinsiJawatengah, kasustertinggihipertensiessensialsebanyak 554.771 (RisKesDas, 2012). Kabupaten wonogiri, tahun 2012 sebanyak 37.865, lansia dengan hipertensi 15.250 (Dinkes Wonogiri, 2013) Tekanan darah tinggi dianggap sebagai faktor resiko utama bagi berkembangnya penyakit jantung dan berbagai penyakit vaskuler pada orangorang yang telah lanjut usia, hal ini disebabkan ketegangan yang lebih tinggi dalam arteri sehingga menyebabkan hipertensi. Lansia sering terkena 3 hipertensi disebabkan oleh kekakuan pada arteri sehingga tekanan darah cenderung meningkat (Ritu Jain, 2011). Stres berkaitan dengan hipertensi, hasil dari penelitian (Prasetyorini, 2012) menyebutkan bahwaadanyapengaruh yang signifikan antara tingkat stres terhadap komplikasi pada penderita hipertensi. Stres akanmenstimulasi sistem saraf simpatis yang meningkatkan curah jantung danvasokontriksi arteriol, yang kemudian meningkatkan tekanan darah (Kozier, 2010).Penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi sangat berperan untukdapat mengelola stres dengan baik (Hawari, 2008). Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengelola stressalah satunya dengan melakukan upaya peningkatan kekebalan stresdengan mengatur pola hidup sehari-hari seperti makanan, pergaulan danrelaksasi (Dalimartha, Purnama & Sutraini, 2008).Berbagai macam tekhnik relaksasi sudah banyak dikembangkan sepertirelaksasi otot, relaksasi kesadaran indera, relaksasi yoga dan relaksasihipnosa (Utami, 2002). Salah satu teknik relaksasi yang mudah dilakukanadalah relaksasi nafas dalam (deep breathing ) (Izzo, 2008). Relaksasi nafas dalam (deep breathing) pada sistem pernafasan berupa suatu keadaan inspirasi dan ekspirasi pernafasan dengan frekuensi pernafasan menjadi 6-10 kali permenit sehingga terjadi peningkatan regangan kardiopulmonal (Izzo, 2008). Relaksasi nafas dalam dapat meningkatkan alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, mengurangi stres baik stres fisik maupun emosional (Smeltzer & Bare, 2002). Relaksasi nafas dalam juga akan membuat individu merasa rileks (Priharjo, 2003). 4 Hasil dari penelitian (Suwardianto, 2011) tentang pengaruh relaksasi nafas dalam(deep breating) terhadap perubahan tekanan darah pada penderita hipertensi menunjukan terjadi penurunan signifikan tekanan darah sesudah dilakukan relaksasi nafas dalam. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa teknik relaksasi nafas dalam dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi melalui penurunan stres.Selain relaksasi nafas dalam, relaksasi dengan memasukkan unsur keyakinan dapat dilakukan oleh siapa saja yang yakin terhadap sesuatu dan dapat dipraktekkan oleh agama apa saja (Benson, 2000). Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk mengaplikasikan dan melaporkan hasil dari pemberian relaksasi nafas dalam dengan masalah hipertensi agar dapat di masukan dalam rencana tindakan keperawatan dan implementasi keperawatan dalam mengukur dan memonitor tekanan darah tinggi pada pasien hipertensi. B. Tujuan 1. Tujuan umum Mengetahui pengaruhrelaksasi nafas terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi 2. Tujuan khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan hipertensi b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan hipertensi 5 c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan hipertensi e. Pasien mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan hipertensi. C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Pasien Dapat digunakan sebagai informasi keperawatan mandiri pasien penderita hipertensi 2. Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kualitas pemberian pelayanan kesehatan berkaitan dengan masalah keperawatan dengan hipertensi 3. Bagi Perawat Sebagai bahan acuhan dalam pemberian tindakan keperawatan pada pasien hipertensi 4. Bagi Penulis Memperoleh wawasan serta pengetahuan tentang pengaruh teknik relaksasi nafas dalam, beserta masalah hipertensi dan konsep keperawatannya sehingga dapat di jadikan sumber ilmu dan wawasan oleh penulis BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Hipertensi a. Pengertian Hipertensi yang diderita oleh seseorang erat kaitannya dengan tekanan sistolik dan diastolik, Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi, sedangkan tekanan diastolic berkaitan dengan arteri pada jantung mengalami relaksasi diantara dua denyut jantung. Dari hasil pengukuran, tekanan sistolik memiliki nilai yang lebih besar dari tekanan diastolik (Corwin, 2009). Selain itu, Hipertensi juga didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastoliknya sedikitnya 90 mmHg. Istilah tradisional tentang hipertensi “ringan” dan “sedang” gagal menjelaskan pengaruh utama tekanan darah tinggi pada penyakit kardiovaskular. Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna (Price, 2005). 6 7 Hipertensi adalah tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan darah diastolic lebih atau sama dengan 90 mmHg atau mengonsumsi obat anti hipertensi (Guyton, 2007).Jadi, dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan sistolik dan tekanan diastoliknya lebih dari 140/90 mmHg. b. Klasifikasi Klasifikasi takanan darah untuk dewasa 18 tahun atau lebih menurut Sixth Report of The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (Price, 2005) dan klasifikasi menurut WHO. Tabel 2.1 Klasifikasi menurut Sixth Report of The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (Price, 2005). Kategori Normal Normal Tinggi Hipertensi • Tingkat 1 (ringan) • Tingkat 2 (sedang) • Tingkat 3 (berat) Tekanan Darah Sistolik (mmHg) <130 130-139 Tekanan Darah Diastolik (mmHg) <85 85-89 140-159 160-179 ≥180 90-99 100-109 ≥110 8 Tabel 2.2 Klasifikasi menurut WHO Kategori Optimal Normal Normal Tinggi Tingkat 1 (hipertensi ringan) Sub-grup : perbatasan Tingkat 2 (Hipertensi sedang) Tingkat 3 (hipertensi berat) Sub grup : perbatasan c. Tekanan Darah Sistolik (mmHg) <120 <130 130-139 140-159 Tekanan Darah Diastolik (mmHg) <80 <85 85-89 90-99 140-149 160-179 90-94 100-109 ≥140 <90 140-149 <90 Etiologi Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi dua yaitu hipertensi esensial dan hipertensi sekunder. 1) Hipertensi esensial Hipertensi esensial atau lebih dikenal dengan hipertensi primer atau idiopatik, merupakan hipertensi yang tidak jelas etiologinya. Kasus hipertensi esensial merupakan hipertensi yang paling sering terjadi yaitu sekitar 90%. Hipertensi esensial disebabkan oleh multifactor, diantaranya faktor genetic dan lingkungan. Faktor keturunan bersifat poligenik dan terlihat dari adanya riwayat penyakit kardiovaskular dari keluarga. Faktor predisposisi dapat berupa sensitivitas pada natrium, kepekaan terhadap stress, dan resistensi insulin. Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan hipertensi, diantaranya stress, obesitas, dan mengonsumsi natrium yang berlebihan. 9 2) Hipertensi sekunder Disebabkan oleh obat-obatan dan penyakit ginjal yang berupa hipertensi akibat lesi pada arteri ginjal sehingga menyebabkan hipoperfusi ginjal. Selain itu, hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit pada sistem endokrin, misalnya akibat kelainan korteks adrenal, tumor di medulla adrenal, hipotiroidisme, hipertiroidisme, dan hiperparatiroidisme. Prevalensi hipertensi ini sekitar 5-8%. Sekitar 90% kasus hipertensi adalah hipertensi primer atau esensial sedangkan 7% disebabkan oleh kelainan ginjal atau hipertensi renalis dan 3% disebabkan oleh kelainan hormonal atau hipertensi hormonal serta penyebab lainnya. Faktor tertentu yang mungkin menjadi faktor penyebab lainnya adalah a) Usia lanjut Kemungkinan pertambahan usia juga berpengaruh pada penderita hipertensi. Karena adanya perubahan struktural dan fungsional sistem vaskular perifer. Perubahan ini meliputi asteroklerosis, dan hilangnya elastisitas jaringan ikat. Dengan pertambahan usia, jantung penderita menjadi kaku dan kurang berfungsi. 10 b) Jenis kelamin Umumnya hipertensi lebih banyak terjadi pada lakilaki pada usia pertengahan umur, sedangkan pada perempuan terjadi setelah usia pertengahan umur. Penyakit ini banyak menyebabkan komplikasi dan kematian pada pria. c) Keturunan Faktor keturunan sangat berpengaruh pada penderita hipertensi. Keluarga tertentu memiliki kadar natrium intraseluler dan menurunkan rasio potassium natrium. Studi menunjukkan hubungan antara tekanan darah dan lingkungan untuk anggota keluarga genetiknya mirip. Dari studi tersebut, peneliti memperkirakan hampir 25-60% kasus hipertensi disebabkan oleh faktor genetik. d) Obesitas Umumnya, lebih besar berat badan orang, semakin tinggi tekanan darahnya. Oleh karena itu, orang dengan berat badan obesitas disarankan untuk menurunkan berat badannya secara signifikan agar tekanan darah juga turun sehingga dapat mengurangi dosis obat antihipertensi. Penumpukan lemak pada tubuh bagian atas khususnya perut lebih berpotensi menderita hipertensi daripada lemak dibagian pinggul dan paha. 11 e) Konsumsi tembakau Meskipun merokok belum tentu menjadi penyebab, namun orang yang berhenti merokok dapat mengurangi resiko terserang penyakit jantung. Berdasarkan hasil penelitian, penderita hipertensi yang tidak merokok, tiga sampai lima kali lebih kecil kemungkinannya untuk menderita infark miokard dibandingkan pasien hipertensi yang merokok. f) Diet lemak tinggi Makanan dengan kandungan lemak tinggi memiliki efek langsung pada tekanan darah. Diet lemak tinggi memberikan kontribusi untuk obesitas dan hiperlipidemia yang meningkatkan risiko penderita komplikasi kardiovaskular. Hiperlipidemia merupakan kelebihan lemak dalam plasma yang dapat meningkatkan risiko aterosklerosis. Dengan demikian, pasien hipertensi harus dimotivasi untuk makan diet rendah lemak untuk mengurangi risiko komplikasi cardiovascular. g) Stress Tekanan darah pada penderita hipertensi dapat meningkat sebagai respon normal akibat stresor fisiologis seperti marah, takut, dan rasa sakit fisik. Namun, jika stressor tersebut tetap berlangsung, vasokonstriksi 12 meningkat, detak jantung meningkat, dan stimulasi pelepasan renin dapat menyebabkan tekanan darah terus tinggi. Dengan demikian, pasien yang terkena stres berulang memiliki peningkatan risiko hipertensi. h) Gaya hidup yang menetap Risiko hipertensi meningkat sebanyak 25% akibat gaya hidup yang menetap. Penderita hipertensi harus didorong untuk latihan pola hidup sehat sebagai cara memperbaiki kesehatan kardiovaskularnya. Latihan yang dilakukan tidak perlu berat, misalnya aktivitas ringan seperti berjalan cepat 30-45 menit selama tiga sampai lima kali seminggu. Dengan mempertahankan aktivitas aerobik secara teratur, pasien hipertensi dapat menurunkan tekanan darah sistoliknya sekitar 10mmHg.(Muttaqin, 2009) d. Manifestasi Klinik Menurut Pudiastuti 2013 : 1) Penglihatan kabur karena kerusakan retina 2) Nyeri pada kepala 3) Mual dan muntah akibat meningkatkan tekanan intra kranial 4) Edema dependent 5) Adanya pembengkakan karena meningkatkannya tekanan kapiler 13 e. Patofisiologi Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), osmolalitasnya. sehingga Untuk menjadi mengencerkannya, pekat dan volume tinggi cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteronmerupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) 14 dengan cara mereabsorpsinya dari konsentrasi NaCl akan tubulus diencerkan ginjal. Naiknya kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Anggraini, 2009). f. Pathway Etiologi : - Umur Obesity Jenis kelamin Gaya hidup Hipertensi Vasokontriksi Otak Ginjal pembuluh darah Vasokontriksi pembuluh ↑ after load ↓ suplay O2 ke otak darah ginjal Resistensi pembuluh darah otak ↓ aliran darah ↓ COP Respon rennin angiotensin dan aldosteron ↑ aldesteron Pingsan Resiko tinggi ↑ tekanan Gangguan pembuluh perfusi darah otak jaringan Nyeri tekan injuri Nyeri Retensi Na Edema Kelebihan volume cairan Gambar 2.1 Pathway 15 g. Pemeriksaan penunjang 1) Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh 2) Pemeriksaan retina 3) Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan jantung 4) EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri 5) Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa 6) Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin. 7) Foto dada dan CT scan 8) Hb/ HCl untuk menilai hubungan antara sel-sel dari viskositas darah sebagai faktor resiko dari hiperkoagulasi, enemia, dll. 9) BUN/ creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal. 10) Glukosa, hiperglikemia akibat tingginya katekolamin akan menambah hipertensi. 11) Sistem potasium. Bila ditemukan adanya hipokalamia ini merupakan tanda adanya aldostenon primer sebagai efek samping diuretika. 12) Serum kalsium, bila tinggi biasanya signifikan pada hipertensi. 13) Serum trigliserida dan kolesterol bila tinggi merupakan faktor predisposisi hipertensi. 14) Tiroid. Hipertirordisme menyebabkan vasokontriksi vaskuler 16 15) WP untuk mengidentifikasi penyebab hipertensi, apakah merupakan penyakit parenkim ginjal atau renal kalikulo (Brunner dan Suddart, 2002). h. Penatalaksanaan 1) Terapi Non Farmakologis a) Diit rendah lemak b) Diit rendah garam dapur, soda, baring powder, natrium benzoat, monosodium glutamat. c) Menghindari makanan daging kambing, buah durian, minuman beralkohol d) Melakukan olahraga secara teratur e) menghentikan kebiasan merokok (minum kopi) f) Menjaga kestabilan berat badan padapenderita hipertensi yang disertai kegemukan g) Menghindari stress (Boestan dkk, 2010) 2) Terapi Farmakologis Terapi farmakologis yang diberikan berupa obat-obatan menurut The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (Price, 2005), diantaranya : a) Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron Antagonist b) Beta Blocker (BB) 17 c) Calcium Chanel Blocker atau Calcium antagonist (CCB) d) Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI) e) Angiotensin II Receptor Blocker atau Areceptor antagonist/blocker (ARB)(Price, 2005) i. Komplikasi Komplikasi yang ditimbulkan dari hipertensi, diantaranya : 1) Stroke Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma (Corwin, 2009). 2) Infark Miokard Infark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi 18 iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan (Corwin, 2009). 3) Gagal Ginjal Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (Corwin, 2009). 4) Gagal Jantung Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya ke jantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan didalam paru – paru menyebabkan sesak napas, timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema (Corwin, 2009). 19 5) Ensefalopati Ensefalopati dapat terjadi terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolap dan terjadi koma serta kematian (Corwin, 2009). 2. Asuhan Keperawatan a. Pengkajian Fokus Pengkajian (Doengoes, 2000) 1) Aktivitas / istirahat Gejala : Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton. Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipneu 2) Sirkulasi Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner dan penyakit cerebrovaskuler. Tanda : Kenaikan TD (pengukuran serial, dan kenaikan tekanan darah diperlukan untuk menegakkan diagnosis) Hipotensi postural, nadi, denyut apikal, frekuensi atau irama, bunyi jantung. 20 3) Integritas ego Gejala : Riwayat perusahaan keperibadian, ansietas, depresi, euforia, atau marah kronik. Faktor-faktor stres multiple (hubungan, keuangan, yang beerkaitan dengan pekerjaan) Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang meledak Gerak taangan empati, otot muka tegang, gerakan fisik cepat, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara. 4) Eliminasi Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (infeksi / obstruksi atau riwayat penyakit ginjal masa yang lalu 5) Makanan / cairan Gejala : Makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol (gorengan, keju, telur), kandungan tinggi kalori. Mual-muntah Perubahan berat badan akhir-akhir ini Riwayat penggunaan diuretik Tanda : Berat badan normal atau obesitas. Adanya edema, kongesti vena, glikosuria 21 6) Neurosensori Gejala : Keluhan pening atau pusing Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam). Episoe kebas dan kelemahan pada satu sesi tubuh. Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur) Episode epistaksis Tanda : Status mental : perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,afek, proses pikir atau memori (ingatan) Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman tangan dan atau reflek tendon dalam. Perubahan perubahan retinal optikdari sklerosis atau penyempitan arteri ringan sampai berat dan perubahan sklerotik dengan edema, eksudat, dan hemoragi tergantung pada berat atau lamanya hipertensi. 7) Nyeri atau ketidaknyamanan Gejala : Angina jantung) (penyakit arteri koroner/keterlibatan 22 Nyeri hilang timbul pada tungkai (indikasi arterosklerosis pada arteri esktremitas bawah) Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya Nyeri abdomen atau massa 8) Pernapasan Gejala : Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas atau kerja Takipneu, ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal Batuk dengan atau tanpa pembentukan sputum Riwayat merokok Tanda : Distres respirasi atau penggunaan otot aksesori pernapasan Bunyi napas tambahan (krakels / mengi) Sianosis. 9) Keamanan Gejala : Gangguan koordinasi atau cara berjalan Episode parestesia unilateral transien Hipotensi postural 10) Pembelajaran atau penyuluhan Gejala : Faktor-fakto risiko keluarga : hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, diabetes serebrovaskuler atau ginjal. mellitus, penyakit 23 Faktor-faktor resiko etnik, seperti orang Afrika, Amerika, Asia Tenggara. Penggunaan pil KB atau hormon lain : penggunaan obat atau alkohol. b. Diagnosa (Doengoes, : 2000) 1) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi 2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplay O2 dan kebutuhan tubuh 3) Nyeri kepala (pusing) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular cerebral 4) Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan masukan berlebihan, pola hidup monoton 5) Koping individu inefektif berhubungan dengan krisis situasional, sistem pendukung tidak adekuat 6) Kurang pengetahuan mengenai kondisi berhubungan dengan kurang pengetahuan c. Fokus intervensi (Doengoes, 2000) 1) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi. Tujuan : Tidak terjadi adanya tanda-tanda dan gejala-gejala penurunan curah jantung. 24 KH : Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD atau beban kerja jantung. Mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima. Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal pasien. Intervensi : a) Pantau TD, ukur pada kedua tangan atau paha untuk evaluasi awal. b) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer. c) Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas. d) Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler e) Catat edema umum atau tertentu. f) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas atau keributan lingkungan g) Pertahankan pembatasan aktivitas sepeti istirahat di tempat tidur atau kursi h) Lakukan tindakan yang nyaman seperti pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur. i) Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imaginasi, aktivitas pengalihan j) Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah. 25 2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay O2 dan kebutuhan tubuh Tujuan : Toleransi aktivitas tubuh Meningkat. KH : - Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan atau diperlukan - Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur. - Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi aktivitas. Intervensi : - Kaji respons pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 kali permenit di atas frekuensi istirahat. - Instruksikasn pasien tentang tehnik penghematan energi, misal menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir. - Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas atau perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi - Berikan bantuan sesuai kebutuhan. 3) Nyeri kepala (pusing) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular cerebral. Tujuan : Nyeri dapat teratasi KH : Melaporkan nyeri atau ketidaknyamanan hilang atau terkontrol 26 - Mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan. - Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan. Intervensi : - Mempertahanakn tirah baring selama fase akut. - Berikan tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,misal : kompres dingin pada dahi, tehnik relaksasi. - Hilangkan atau minimalkan aktivitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala, misal : mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk - Bantuan pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan. - Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur bila terjadi perdarahan hidung atau kompres hidung telah dilakukan untuk menghentikan perdarahan. - Kolaborasi dalam pemberian analgetik, anti ancietas, misal : lorazepam, diazepam. 4) Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan masukan berlebihan, pola hidup monoton. Tujuan : Pemenuhan nutrisi tidak terganggu KH : -Mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan kegemukan 27 - Menunjukkan perubahan pola makan, mempertahankan berat badan yang diinginkan dengan pemeliharaan kesehatan optimal Intervensi : - Kaji pemahaman pasien tentang berhubungan langsung antara hipertensi dan kegemukan. - Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan lemak, garam dan gula sesuai indikasi. - Tetapkan keinginan pasien menurunkan berat badan - Kaji ulang masukan kalori harian dan piliah diet. - Tetapkan rencana penurunan berat badan yang realistik dengan pasien. - Dorong pasien untuk mempertahankan masukan makanan harian. - Instruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat, hindari makanan dengan kejenuhan lemak tinggi. - Kolaborasi dengan ahli gizi. 5) Koping individu inefektif berhubungan dengan krisis situasional, sistem pendukung tidak adekuat. Tujuan : Kopping individu efektif KH : - Mengidentifikasi konsekuensinya. perilaku koping efektif dan 28 - Menyatakan kesadaran kemampuan koping atau kekuatan pribadi. - Mengidentifikasi potensial situasi stres dan mengambil langkah untuk mengubahnya atau menghindari. - Mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan atau metode koping efektif. Intervensi : - Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku. - Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi sakit kepala, ketidakmampuan untuk mengatasi masalah. - Bantu pasien untuk mengidentifikasi stresor spesifik dan kemungkinan strategi untuk mengatasinya. - Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan. - Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas atau tujuan hidup. - Bantu pasien untuk mengidentifikasi merencanakan perubahan hidup yang perlu. dan mulai 29 6) Resiko penurunan kondisi kesehatan diri berhubungan dengan kurang pengetahuan Tujuan : Kondisi kesehatan tidak menuru KH : - Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan. - Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang perlu diperhatikan. - Mempertahankan TD dalam parameter normal. Intervensi : - Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar. - Tetapkan dan nyatakan batas TD normal, jelaskan tentang hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal dan otak. - Bantu pasien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskuler yang dapat diubah. - Bahas pentingnya menghentikan merokok dan bantu pasien dalam membuat rencana untuk berhenti merokok. - Instruksikan dan peragakan tehnik pemantauan TD mandiri. - Sarankan untuk sering mengubah posisi, olahraga kaki saat berbaring 30 - Instruksikan pasien tentang peningkatan masukan makanan atau cairan tinggi kalium, misalnya jeruk, pisang, tomat, kentang dan lain-lain. - Bantu pasien untuk menurunkan atau menghilangkan kafein. - Dorong pasien untuk membuat program olahraga sendiri seperti olahraga aerobik ringan. 3. Relaksasi Nafas Dalam a. Definisi Teknikrelaksasimerupakanmetode digunakanuntukmenurunkanteganganotot yang (muscle tention).Salah satumetodetindakaneksternal yang mempengaruhirespon internal individuterhadapnyeri. BeberapaTeknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara perlahan, Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer & Bare, 2002). MenurutDamayanti (2013) salahsatuobat dipakaidalampengontrolanhipertensiadalahmelalui yang proses latianrelaksasikarenadenganrelakssidapatmelebarkanpembuluhdarah. Menurut Medical Shocker, (2012) dalamkondisirileks metabolism 31 tubuhberjalanlambatsehinggasiklusperafasanmenjadilebihrendahseki tar 3-4kali/ menit, sertadapatmenurunkantekanandarahdantekananjantung. b. Manfaat dan Tujuan Relaksasi Nafas Dalam Manfaat teknik relaksasi nafas dalam menurut Priharjo (2003) dalam Arfa (2014) adalah sebagai berikut : 1) Ketentraman hati. 2) Berkurangnya rasa cemas, khawatir dan gelisah. 3) Tekanan darah dan ketegangan jiwa menjadi rendah. 4) Detak jantung lebih rendah. 5) Mengurangi tekanan darah. 6) Meningkatkan keyakinan. 7) Kesehatan mental menjadi lebih baik. Menurut Smeltzer dan Bare (2002) menyatakan bahwa tujuan teknik relaksasi nafas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan efisiensi batuk, mengurangi stres baik stres fisik maupun emosional. c. Prosedur Teknik Relaksasi Nafas Dalam Adapun langkah-langkah teknik relaksasi nafas dalam adalah sebagai berikut: Bentuk pernapasan yang digunakan pada prosedur ini adalah pernapasan diafragma yang mengacu pada pendataran kubah 32 diagfragma selama inspirasi yang mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas sejalan dengan desakan udara masuk selama inspirasi. Adapun langkah-langkah teknik relaksasi napas dalam menurutPriharjo (2003)adalah sebagai berikut : 1) Ciptakanlingkungan yang tenang. 2) Usahakan tetap rileks dan tenang. 3) Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara melalui hitungan 1,2,3. 4) Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan ekstrimitas atas dan bawah rileks. 5) Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali. 6) Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut secara perlahan-lahan. 7) Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks. 8) Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil terpejam. 9) Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri. 10) Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang. 11) Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali. 12) Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas secara dangkal dan cepat. 33 d. Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Tekanan Darah Nafas dalam merupakan tindakan yang disadari untuk mengatur pernafasan secara dalam yang dilakukan oleh korteks serebri, sedangkan pernafasan spontan dilakukan oleh medulla oblongata. Nafas dalam dilakukan dengan mengurangi frekuensi bernafas 16-19 kali dalam satu menit menjadi 6-10 kali dalam satu menit. Nafas dalam yang dilakukan akan merangsang munculnya oksida nitrit yang akan memasuki paru-paru bahkan pusat otak yang berfungsi membuat orang menjadi lebih tenang sehingga tekanan darah yang dalam keadaan tinggi akan menurun. Oksida nitrit disintesis oleh enzim nitric oxide synthase (eNOS) endotel dari L-arginin. Peningkatan aktivitas dari eNOS dan produksi oksida nitrit dipengaruhi oleh faktor-faktor yang juga meningkatkan kalsium intraselular, dan juga termasuk mediator lokal. Mediator lokal tersebut adalah bradikinin, histamin, dan Serotonin, serta beberapa neurotransmitter. Produksi nitrit oksida secara kontinu akan memodulasi resistensi vaskular, dan telah diketahui bahwa inhibisi eNOS menyebabkan peningkatan tekanan darah (Ward, 2005). Oksida nitrit merupakan vasodilator yang penting untuk mengatur tekanan darah dan dilepaskan secara kontinu dari endotelium arteri dan arteriol yang akan menyebabkan shear stress pada sel endotel 34 akibat viskositas darah terhadap dinding vaskuler. Stres yang terbentuk mampu mengubah bentuk sel endotel sesuai arah aliran dan menyebabkan peningkatan pelepasan nitrit oksida yang kemudian mengakibatkan pembuluh darah menjadi rileks, elastis dan mengalami dilatasi Pembuluh darah yang rileks akan melebar sehingga sirkulasi darah menjadi lancar, tekanan vena sentral (central venous pressure, CVP) menurun, dan kerja jantung menjadi optimal. Penurunan CVP akan diikuti dengan penurunan curah jantung, dan tekanan arteri rerata. Vena memiliki diameter yang lebih besar daripada arteri yang ekuivalen dan memberikan resistensi yang kecil. Oleh karena itu vena disebut juga pembuluh kapasitans dan bekerja sebagai reservoir volume darah (Ward, 2005). Curah jantung merupakan hasil kali dari isi sekuncup dan frekuensi jantung. Curah jantung secara langsung dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu volume pengisian atau volume akhir-diastolik, fraksi ejeksi, dan frekuensi jantung. Penurunan volume darah dan curah jantung yang terjadi dapat menyebabkan tekanan darah menjadi turun. 35 B. Kerangka Teori Etiologi : Hipertensi a. Hipertensi primer atau essensial b. Hipertensi sekunder Tekanan Darah Meningkat Farmakologi : a. Propanol b. Diurerik oral Non Farmakologi a. Relaksasi nafas dalam b. Aktivitas Jalan Kaki Teknik Relaksasi Nafas Dalam Penuruna Tekanan Darah Gambar 2.2 Kerangka Teori (Corwin, 2009)(Boestan dkk, 2010) BAB III METODE APLIKASI RISET A. SubjekAplikasiJurnal Subjekdariaplikasirisetkeperawatan medikal bedahini adalah pasien dengan hipertensi stadium sedang. B. TempatdanWaktu Aplikasirisetdilakukan di PantiSosial Tuna Wreda Dharma Bakti Wonogiri. Pengambilan data ini dilakukan di PSTW Dharma Bakti Wonogiri pada tanggal 4 Januari 2016 sampai dengan 6 Januari 2016 C. Media danAlat Dalamaplikasirisetini media danalat yang digunakanadalah : 1. Tensi 2. SOP teknikrelaksasinafasdalam 3. Lembar observasi D. ProsedurTindakanBerdasarkanAplikasiRiset 1. Tahapprainteraksi a. Cekcatatankeperawatan b. Siapkanalat-alat c. Cucitangan 36 37 2. 3. Tahaporientasi a. Berikansalam, panggilkliendengannamanya. b. Menjaga privacy klien c. Jelaskantujuan, prosedurdanlamanyatindakankliendankeluarga Tahapkerja a. Aturposisipasien agar rilekstanpabebanfisik b. Instruksikanpasienuntuktariknafasdalamsehinggaronggaparuberisiud ara c. Intruksikanpasiensecaraperlahandanmenghembuskanudaramembiark annyakeluardarisetiapbagiananggotatubuh, padawaktubersamaanmintapasienuntukmemusatkanperhatianbetapan ikmatnyarasanya d. Instruksikanpasienuntukbernafasdenganirama normal beberapasaat ( 1-2 menit ) e. Instruksikanpasienuntukbernafasdalam, kemudianmenghembuskansecaraperlahandanmerasakansaatiniudara mengalirdaritangan, kaki, menujukeparu- parukemudianudaradanrasakanudaramengalirkeseluruhtubuh f. Mintapasienuntukmemusatkanperhatianpada kaki dantangan, udara yang mengalirdanmerasakankeluardariujung- ujungjaritangandankakidanrasakankehangatanya 38 g. Instruksiakanpasienuntukmengulangiteknik-teknikini apabila rasa nyerikembalilagi setelahpasienmerasakanketenangan, mintapasienuntukmelakukansecaramandiri 4. 5. Tahapterminasi a. Evaluasihasilkegiatan b. Lakukankontrakuntukkegiatan selanjutnya c. Akhirikegiatandenganbaik d. Cucitangan Dokumentasi a. Catatwaktupelaksanaantindakan b. Catatresponspasien c. Parafdannamaperawatjaga E. AlatUkurEvaluasi Dari AplikasiTindakanBerdasarakanRiset Alatukurlembardokumentasidengancaramengukurtekanandarahsebelumdanse sudahdilkukanaktifitasfisik Tabel 3.1 Pengukuran Tekanan Darah sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi nafas pada pasien dengan hipertensi. Pengukuran Tanggal : Sebelum Tekanan darah Tanggal : Sesudah Sebelum Tanggal : Sesudah Sebelum Sesudah BAB IV LAPORAN KASUS A. Identitas klien Pasien merupakan seorang perempuan berusia 81 tahun dengan inisial Ny. W bertempat tinggal di Wonogiri, beragama Islam, dengan diagnosa medis Hipertensi, pasien masuk ke Panti Sasana Tresna Wredha Darma Bakti Wonogiri tanggal 13 November 2013, selama di Panti yang bertanggung jawab atas Ny. W adalah Tn. P berusia 81 tahun, bertempat tinggal di Wonogiri, hubungan dengan pasien adalah suami. B. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 04 Januari 2016, jam 10.30 dengan metode pengkajian autoannamnesa, alloannamnesa, observasi, dan pemeriksaan fisik. Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah pusing kepala (cengeng), dengan riwayat penyakit sekarang pasien mengatakan sebelumnya bisa melakukan aktivitas seperti biasa tetapi semenjak usianya lanjut menjadi kurang aktivitasnya karena sudah tidak kuat lagi, merasa letih setelah melakukan aktivitas, kepalanya sering pusing, lehernya cengeng, BAK tidak lancar 3x/hari, dari pemeriksaan fisik didapatkan kaki udem, wajah tampak lesu, mata kurang bercahaya, bicara pelo, ada perubahan bentuk tulang pada kaki sebelah kiri dan tangan sebelah kiri,tangan kiri udem dengan hasil pemeriksaan tanda- 39 40 tanda vital tekanan darah 170/100 mmHg, suhu 36,70C, nadi 74x/menit, pernafasan 18x/menit. Riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit saat anak-anak, belum pernah kecelakaan, maupun operasi, tetapi pasien pernah dirawat di rumah sakit, pasien tidak memiliki riwayat alergi, imunisasinya lengkap, kebiasaan pasien sehari-hari bekerja dirumah sendiri misal menyapu dan mencuci baju. Riwayat penyakit keluarga, pasien merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara dan memiliki 2 orang anak. Ny. W, 81 tahun, Hipertensi Keterangan : : Laki-laki : Perempuan : Perempuan / Laki-laki meninggal : Pasien Riwayat kesehatan lingkungan, pasien mengatakan lingkungan disekitarnya bersih dan aman. 41 Pola kesehatan fungsional : pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, pasien mengatakan kesehatan itu penting dan harus dijaga, ketika pasien merasa sakit pasien langsung berkonsultasi dengan dokter dipanti tersebut. Pola nutrisi dan metabolisme, sebelum sakit pasien mengatakan makan 3x/hari dan minum, nasi sayur lauk seperti; tempe, tahu, ayam, makan satu porsi habis, dan tidak ada keluhan. Selama sakit pasien mengatakan makan 3x/hari, nasi sayur lauk, makan ½ porsi habis, dan mudah kenyang. Balance cairan +100 per 8jam Pola eliminasi, sebelum sakit pasien mengatakan BAK 4x/hari, jumlah urin kira-kira 1200cc, warna kuning, dan tidak ada keluhan. BAB 2x/hari, jumlah kira-kira 150cc, warna kuning, dan tidak ada keluhan. Selama sakit pasien mengatakan BAK 3x/hari, jumlah urin 200cc, warna kuning kecoklatan, dengan keluhan susah BAK keluarnya sedikit. BAB 1x/hari, jumlah 100cc, warna kuning kecoklatan, dengan keluhan susah BAB. Analisa Keseimbangan Cairan Per 8 jam No 1 Intake Makan Minum Total 100 500 600 Output Urine 200 Feses 100 IWL 250 Total 550 Analisa Intake 600 Output 500 Balance +100 Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit pasien mengatakan makanminum, toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi atau ROM dapat melakukannya sendiri. Selama sakit pasien mengatakan makan-minum, toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur dapat 42 melakukan sendiri tetapi berpindah dan ambulasi atau ROM dilakukan dengan alat bantu. Pola istirahat tidur, sebelum sakit pasien mengatakan biasanya tidur siang satu jam, tidur malam 7 jam, tidur dengan nyenyak, setelah bangun perasaannya segar. Selama sakit pasien mengatakan tidur siang selama setengah jam, tidur malam 7 jam, tidur dengan sering terbangun 30 menit tidak nyenyak, perasaan setelah terbangun masih ngantuk. Pola kognitif perseptual, sebelum sakit pasien mengatakan tidak merasakan sakit pada anggota tubuhnya. Selama sakit pasien mengatakan kepala pusing (cengeng), dengan karakteristik sakit yang dirasakan adalah sebagai berikut, provocate faktor pencetusnya aktivitas pasien, quality kualitas sakit rasanya cengeng (pegel-pegel) kaku, region daerah yang terasa sakit adalah leher-kepala, severe/skala sakit 6, time waktu sakit hilang timbul 1 - 2 menit. Pola persepsi konsep diri, sebelum sakit pasien mengatakan gambaran dirinya pasien mensyukuri seluruh anggota tubuhnya, ideal dirinya pasien mengatakan keadaannya sehat, harga dirinya pasien mengatakan bisa menerima keadaanya dan tetap mensyukuri, peran dirinya pasien mengatakan melakukan kegiatan sehari-hari sebagai ibu rumah tangga, identitas dirinya pasien mengatakan sebagai seorang perempuan. Selama sakit, pasien mengatakan gambaran dirinya pasien mensyukuri seluruh anggota tubuhnya, ideal dirinya pasien mengatakan ingin segera sembuh, harga dirinya pasien mengatakan bisa menerima keadaannya dan tetap mensyukuri, peran dirinya 43 pasien mengatakan sebagai pasien dipanti jompo, identitas dirinya pasien mengatakan sebagai seorang perempuan. Pola hubungan peran, sebelum sakit pasien mengatakan memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan orang lain. Selama sakit, pasien mengatakan masih memiliki hubungan yang baik dengan tetangga maupun pengurus panti. Pola seksualitas reproduksi, sebelum sakit maupun selama sakit pasien mengatakan sudah menikah memiliki 2 anak dan 4 orang cucu.Pola mekanisme koping, sebelum sakit maupun selama sakit pasien mengatakan ketika ada masalah pasien selalu berdiskusi dengan pengurus panti.Pola nilai dan keyakinan, sebelum sakit maupun selama sakit pasien mengatakan sseorang yang beragama islam, rajin beribadah, dan berdoa. Hasil pemeriksaan fisik : Pasien dengan kesadaran composmentis, tanda-tanda vital : Tekanan darah 170/100, Nadi 74x/menit dengan irama teratur, teraba kuat, Respirasi 18x/menit, iramanya teratur, dan suhu 36.70C. Hasil pemeriksaan kepala, bentuknya mesochepal, kulit kepala bersih, rambut berwarna putih beruban dan bersih. Hasil pemeriksaan mata, palpebra tidak udem, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupilnya isokor, diameter pupil ± 2 mm, reflek terhadap cahaya mengecil bila ada cahaya, melebar bila tidak ada cahaya, dan tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Hasil pemeriksaan hidung bentuk simetris, tidak ada secret. Hasil pemeriksaan mulut mukosa bibir lembab, tidak ada perubahan tonsil. Hasil pemeriksaan gigi bersih, sudah banyak yang tanggal. Hasil pemeriksaan 44 telinga bersih, tidak ada serumen, ada gangguan pendengaran. Hasil pemeriksaan leher tidak ada pembesaran limfe dan pembesaran tiroid. Hasil pemeriksaan dada, paru-paru inspeksinya simetris, palpasinya vocal fremitus kanan/kiri sama, ekspansi paru kanan/kiri sama, perkusinya sonore, auskultasinya tidak ada suara tambahan, vesikuler. Jantung inspeksinya ictus cordis tidak tampak, palpasinya ictus cordis teraba di intercosta 5 mid clavicula sinistra, perkusinya pekak, auskultasinya tidak ada suara tambahan, regular. Hasil pemeriksaan abdomen, inspeksinya tidak ada jejas, tidak ada jaringan parut, auskultasinya bising usus 18x/menit, perkusinya kuadran 1 bunyinya redup kuadran 2, 3, dan 4 bunyinya timpani, palpasinya tidak ada nyeri tekan. Hasil pemeriksaan genetalia bersih, tidak terpasang kateter. Hasil pemeriksaan rektum bersih, tidak ada luka dan tidak ada hemoroid. Hasil pemeriksaan fisik ekstremitas, atas: kekuatan otot kanan 5 kiri 4 bisa digerakkan dengan normal, Capilary refile time 5 detik kembali, Ada perubahan bentuk tulang pada tangan kiri dan ada udem, Perabaan akralnya hangat. Bawah: kekuatan otot kanan 5, kiri 4, bisa digerakkan tetapi menggunakan alat bantu, Range of Motion kaki kiri bengkok, sedangkan kaki kanan normal, Capilary refile time 5 detik kembali, Perubahan bentuk tulang ada pada kaki kiri, dan perabaan akralnya hangat. 45 C. Daftar perumusan masalah Analisa pada tanggal 04 Januari 2016 didapatkan data subyektif pasien mengatakan tangan, leher, dan punggung terasa pegal dan kemeng. Data obyektif pasien tampak lemas capilary refile 5 detik, tekanan darah 170/100 mmHg, nadi 74x/menit, suhu 36,5°C,RR 20x/menit. Dari data tersebut ditegakkan diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan tekanan darah tinggi Daftar perumusan masalah yang didapatkan berdasarkan pengkajian diatas adalah yang kedua nyeri akut dengan etiologi agen cidera biologis dan data subjektif pasien mengatakan pusing provocate faktor pencetusnya aktivitas pasien, quality kualitas sakit rasanya cengeng (pegel-pegel) kaku, region daerah yang terasa sakit adalah leher-kepala, severe/skala nyeri 6, time waktu sakit hilang timbul 1 - 2 menit, data objektif pasien tampak lesu, tekanan darah 170/100mmHg, nadi 74x/menit, RR 18x/menit, memegangi kepala. Ketiga hambatan mobilitas fisik dengan etiologi kerusakan integritas struktur tulang dan data subjektif pasien mengatakan letih setelah aktivitas, data objektifnya tekanan darah 170/100mmHg, nadi 74x/menit, suhu 36.70C, RR 18x/menit, ada perubahan bentuk tulang pada kaki kiri, bicara pelo, tampak lesu. Prioritas diagnosa yang pertama ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Diagnosa kedua nyeri akut 46 berhubungan dengan agen cidera biologis dan diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan intregritas struktur tulang. D. Perencanaan Intervensi keperawatan untuk diagnosa yang pertama yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan tekanan darah tinggi mempunyai tujuan tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan tidak ada ortostatik hipertensi. Intervensi keperawatan yang disusun yaitu monitor tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam, monitor vital sign untuk mengetahui perubahan vital sign, berikan tehnik non farmakologi relaksasi nafas dalam dengan rasional menurunkan tekanan darah pasien karena tekanan darah yang tinggi dapat menimbulkan nyeri kepala, batasi gerakan pada kepala, leher, tangan, dan punggung rasional untuk mengurangi rasa pegal dan mengganti sipasi datangnya pegal, monitor adanya daerah tertentu yang peka terhadap panas atau dingin untuk mengetahui daerah rangsang. Perencanaan yang dibuat berdasarkan masalah keperawatan kedua yaitu nyeri akut yang dilakukan selama 2x24 jam diharapkan dapat tercapai dengan kriteria hasil pasien melaporkan bahwa nyeri berkurang, dengan intervensi kaji tanda-tanda nyeri; rasionalnya memudahkan intervensi selanjutnya, monitor tanda-tanda vital; rasionalnya data dasar untuk mengetahui perubahan perkembangan pasien, ajarkan teknik relaksasi; 47 rasionalnya mengurangi rasa nyeri secara nonfarmakologis, kolaborasi pemberian analgetik; rasionalnya mengurangi rasa nyeri secara farmakologis. Masalah keperawatan ketiga hambatan mobilitas fisik yang dilakukan selama 2x24 jam diharapkan dapat tercapai dengan criteria hasil pasien meninggat dalam aktifitas fisik, dengan intervensi observasi keadaan umum pasien; rasionalnya untuk mengetahui perkembangan keadaan pasien, dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi; rasionalnya mengurangi resiko pasien terjatuh, latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan; rasionalnya melatih kekuatan otot pasien, kolaborasi dengan pengurus panti tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan; rasionalnya untuk meningkatkan ambulasi mandiri pasien. E. Implementasi Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari selasa 05 Januari 2016 yang pertama ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan tekanan darah tinggi yaitu Jam 08.00 mengobservasi tanda-tanda vital pasien dengan data subyektif pasien mengatakan bersedia diukur tanda-tanda vitalnya dan data obyektif TD : 170/100 mmHg, N : 74 x/ menit, RR : 20 x/ menit, S : 36,5°C, capilary refile 5 detik, Jam 08.30 memberikan tehnik relaksasi nafas dalam dengan data subyektif pasien mengatakan bersedia diberi latihan relaksasi nafas dalam dan data obyektif pasien tampak rileks. Jam 09.00 mengobservasi tekanan darah sebeleum dan setelah dilakukan relaksasi nafas dalam, data subyektif pasien ngatakan bersedia dilakukan 48 pengukuran tekanan darah data obyektif tekanna darah sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam 170/100 mmHg, setelah dilakukan tindakan teknik relaksasi nafas dalam tekanan darah pasien 160/100 mmHg. jam 08.00 memonitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas atau dingin data subyektif pasien mengatakan daerah pipi peka terhadap panas atau tajam data obyektif pasien tampak memejamkan mata. Jam 09.30 membatasi gerakan pada kepala, leher, tangan, dan punggung data subyektif pasien mengatakan kepala, leher, tangan, dan punggungnya terasa pegal, pasien mengatakan bersedia membatasi gerakan dan data obyektif pasien tampak terlihat memijat tangan dan punggungnya. Implementasi hari pertama pada selasa tanggal 5 Januari 2016 jam 08.00 untuk diagnosa kedua diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis dengan mengkaji keadaan umum pasien respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia diperiksa, respon objektifnya pasien tampak lesu, memegangi kepala, dengan pemeriksaan tekanan darah 170/100mmHg, nadi 74x/menit, RR 18x/menit. Implementasi jam 08.30 untuk diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis mengajarkan teknik relaksasi respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan diajarkan teknik relaksasi, respon objektifnya pasien mendemonstrasikan teknik relaksasi. Implementasi jam 09.00 untuk diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis memonitor tanda-tanda vital dengan respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan diperiksa, respon objektifnya hasil tekanan darah 170/100mmHg, nadi 70x/menit, RR 49 20x/menit, suhu 370C. Implementasi jam 10.00 untuk diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis memonitor tanda-tanda vital dengan respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan diperiksa, respon objektifnya hasil tekanan darah 170/100mmHg, nadi 67x/menit, RR 18x/menit, suhu 36.50C. Implementasi hari kedua pada hari rabu tanggal 6 Januari 2016 pada diagnosa pertama ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan tekanan darah tinggi yaitu Jam 07.00 mengobservasi tanda-tanda vital pasien dengan data subyektif pasien mengatakan bersedia diukur tanda-tanda vitalnya dan data obyektif TD : 165/90 mmHg, N : 74 x/ menit, RR : 20 x/ menit, S : 36,5°C, capilary refile 5 detik, Jam 07.10 memberikan tehnik relaksasi nafas dalam dengan data subyektif pasien mengatakan bersedia diberi latihan relaksasi nafas dalam dan data obyektif pasien tampak rileks. Jam 08.00 mengobservasi tekanan darah sebeleum dan setelah dilakukan relaksasi nafas dalam, data subyektif pasien mengatakan bersedia dilakukan pengukuran tekanan darah data obyektif tekanan darah sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam 165/90 mmHg, setelah dilakukan tindakan teknik relaksasi nafas dalam tekanan darah pasien 140/90 mmHg. jam 08.00 memonitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas atau dingin data subyektif pasien mengatakan daerah pipi peka terhadap panas atau tajam data obyektif pasien tampak memejamkan mata. Jam 08.05 membatasi gerakan pada kepala, leher, tangan, dan punggung data subyektif pasien mengatakan kepala, leher, tangan, dan punggungnya terasa pegal, 50 pasien mengatakan bersedia membatasi gerakan dan data obyektif pasien tampak terlihat memijat tangan dan punggungnya. Implementasi hari kedua pada hari rabu tanggal 6 Januari 2016 jam 09.30 untuk diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis memonitor tanda-tanda vital dengan respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan diperiksa, respon objektifnya hasil tekanan darah 160/100mmHg, nadi 63x/menit, RR 17x/menit, suhu 36.70C. Implementasi jam 10.15 untuk diagnosa ketiga nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis memonitor tanda-tanda vital dengan respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan diperiksa, respon objektifnya hasil tekanan darah 160/100mmHg, nadi 68x/menit, RR 16x/menit, suhu 370C. Implementasi jam 13.00 untuk diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis mengkaji nyeri klien respon subjektifnya pasien mengatakan pusing provocate faktor pencetusnya aktivitas pasien, quality kualitas sakit rasanya cengeng (pegel-pegel) kaku, region daerah yang terasa sakit adalah leher-kepala, severe/skala sakit 5, time waktu sakit hilang timbul 1 - 2 menit, respon objektifnya pasien tampak lesu, memegangi kepala dengan pemeriksaan tekanan darah 160/100mmHg, nadi 70x/menit, RR 20x/menit. Implementasi jam 14.00 untuk diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis mengajarkan teknik relaksasi respon subjektifnya pasien mengatakan masih mengingat cara relaksasi nafas dalam, respon objektifnya pasien mendemonstrasikan teknik relaksasi. Implementasi jam 15.15 untuk diagnosa kedua nyeri akut 51 berhubungan dengan agen cidera biologis melakukan terapi tertawa dan senam respon subjektifnya tidak ada, respon objektifnya semua pasien dipanti mengikuti senam dan terapi tertawa. Implementasi jam 15.45 untuk diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis memonitor tandatanda vital dengan respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan diperiksa, respon objektifnya hasil tekanan darah 150/90mmHg, nadi 67x/menit, RR 18x/menit, suhu 370C. Implementasi jam 16.15 untuk diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis memonitor tanda-tanda vital dengan respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan diperiksa, respon objektifnya hasil tekanan darah 140/80mmHg, nadi 69x/menit, RR 17x/menit. Implementasi hari pertama pada selasa tanggal 5 Januari 2016 jam 07.00 untuk diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang dengan mengkaji keadaan umum pasien respon subjektifnya pasien mengatakan letih setelah beraktivitas, respon objektifnya pasien tampak lesu, bicara pelo, ada perubahan bentuk tulang di ekstremitas bawah kiri dengan pemeriksaan tekanan darah 170/100mmHg, nadi 74x/menit, RR 18x/menit, suhu 36.70C. Implementasi jam 07.30 untuk diagnosa ketiga mengajarkan teknik ambulasi respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan diajari, respon objektifnya pasien melakukan ambulasi. Implementasi jam 10.15 untuk diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang umum memonitor tanda-tanda vital dengan respon subjektifnya pasien mengatakan 52 bersedia saat akan diperiksa, respon objektifnya hasil tekanan darah 160/100mmHg, nadi 69x/menit, RR 17x/menit, suhu 36.50C. Implementasi jam 13.30 untuk diagnosa ketiga memberikan latihan otot tangan dan kaki respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan diberikan latihan, respon objektifnya pasien melakukan latihan otot. Implementasi jam 15.45 untuk diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang memonitor tanda-tanda vital dengan respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan diperiksa, respon objektifnya hasil tekanan darah 160/100mmHg, nadi 70x/menit, RR 20x/menit, suhu 370C. Implementasi jam 16.15 untuk diagnosa ketiga memonitor tanda-tanda vital dengan respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan diperiksa, respon objektifnya hasil tekanan darah 160/100mmHg, nadi 67x/menit, RR 18x/menit, suhu 36.50C. Implementasi hari kedua pada hari rabu tanggal 6 Januari 2016 jam 09.30 untuk diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang memonitor tanda-tanda vital dengan respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan diperiksa, respon objektifnya hasil tekanan darah 160/100mmHg, nadi 63x/menit, RR 17x/menit, suhu 36.70C. Implementasi jam 10.15 untuk diagnose ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang memonitor tanda-tanda vital dengan respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan diperiksa, respon objektifnya hasil tekanan darah 160/100mmHg, nadi 68x/menit, RR 16x/menit, suhu 370C. 53 Implementasi jam 13.00 untuk diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang mengkaji keadaan umum pasien respon subjektifnya pasien mengatakan letih setelah beraktivitas, respon objektifnya pasien tampak lesu, bicara pelo, ada perubahan bentuk tulang di ekstremitas bawah kiri dengan pemeriksaan tekanan darah 160/90mmHg, nadi 70x/menit, RR 20x/menit, suhu 36.50C. Implementasi jam 13.30 untuk diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang memberikan latihan otot tangan dan kaki respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan diberikan latihan, respon objektifnya pasien melakukan latihan otot. Implementasi jam 15.45 untuk diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang memonitor tandatanda vital dengan respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan diperiksa, respon objektifnya hasil tekanan darah 160/90mmHg, nadi 67x/menit, RR 18x/menit, suhu 370C. Implementasi jam 16.15 untuk diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang memonitor tanda-tanda vital dengan respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan diperiksa, respon objektifnya hasil tekanan darah 160/90mmHg, nadi 69x/menit, RR 17x/menit, suhu 370C. 54 F. Evaluasi Evaluasi hari pertama selasa tanggal 05 Januari 2016 jam 13.00 WIB dengan metode SOAP, respon subyektif mengatakan kepala-leher cengeng, pegel. Respon obyektif TD : 160/100 mmHg, N : 65x/ menit, S : 36, 5°C, RR : 20x/ menit, pasien terlihat lemas, kulit pasien tampak pucat, capilary refile 5 detik. Analisa keperawatannya masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi dengan monitor vital sign, mengukur tekanan darah sebelum dan sesudah berikan teknik relaksasi nafas dalam, memberikan teknik relaksasi nafas dalam. Evaluasi hari kedua, rabu tanggal 06 Januari 2016 jam 13.10 WIB dengan metode SOAP, respon subyektif mengatakan kepala-leher cengeng, pegel. Respon obyektif TD : 140/90 mmHg, N : 65x/ menit, S : 36, 5°C, RR : 20x/ menit, pasien terlihat lemas, kulit pasien tampak pucat, capilary refile 5 detik. Analisa keperawatannya masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi dengan monitor vital sign, mengukur tekanan darah sebelum dan sesudah berikan teknik relaksasi nafas dalam, memberikan teknik relaksasi nafas dalam. Evaluasi hari pertama selasa 5 Januari 2016 jam 12.50 untuk diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis evaluasi subjektifnya pasien mengatakan pusing provocate faktor pencetusnya aktivitas pasien, quality kualitas sakit rasanya cengeng (pegel-pegel) kaku, region daerah yang terasa sakit adalah leher-kepala, severe/skala sakit 6, time waktu sakit hilang timbul 1 - 2 menit, evaluasi objektifnya tampak 55 memegangi leher-kepala, tekanan darah 160/100mmHg, RR 18x/menit, nadi 67x/menit,analisanya masalah belum teratasi, planningnya lanjutkan intervensi beri teknik relaksasi. Evaluasi hari kedua rabu 6 Januari 2016 jam 13.30 untuk diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis evaluasi subjektifnya pasien mengatakan pusing provocate faktor pencetusnya aktivitas pasien, quality kualitas sakit rasanya cengeng (pegel-pegel) kaku, region daerah yang terasa sakit adalah leher-kepala, severe/skala sakit 5, time waktu sakit hilang timbul 1 - 2 menit, evaluasi objektifnya tampak memegangi leher-kepala, tekanan darah 150/90mmHg, RR 16x/menit, nadi 69x/menit,analisanya masalah belum teratasi, planningnya lanjutkan intervensi beri teknik relaksasi. Evaluasi hari pertama selasa 5 Januari 2016 jam 12.40 untuk diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang evaluasi subjektifnya pasien mengatakan letih setelah beraktivitas, evaluasi objektifnya ekstremitas bawah ada perubahan bentuk tulang, bicara pelo, tekanan darah 140/90mmHg, RR 18x/menit, nadi 67x/menit, suhu 36.50C, analisanya masalah belum teratasi, planningnya lanjutkan intervensi beri latihan. Evaluasi hari kedua rabu 6 Januari 2016 jam 13.10 untuk diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang evaluasi subjektifnya pasien mengatakan letih setelah beraktivitas, evaluasi objektifnya ekstremitas bawah ada perubahan bentuk 56 tulang, bicara pelo, tekanan darah 150/90mmHg, RR 16x/menit, nadi 69x/menit, suhu 36.70C, analisanya masalah belum teratasi, planningnya lanjutkan intervensi beri latihan ambulasi. BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Bab ini merupakan pembahasan kasus yang diambil dari BAB IV, yaitu membahas mengenai analisa penurunan tekanan darah yang diperoleh dari studi kasus asuhan keperawatan tekanan darah pada Ny. W dengan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer akibat Hipertensi di Panti Sasana Tresna Werdha Darma Bakti Wonogiri, berdasarkan teori dan kesenjangankesenjangan yang terjadi pada saat studi kasus, dimana pembahasan yang penulis lakukan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. 1. Pengkajian Pengkajian keperawatan merupakan salah satu komponen dari proses keperawatan yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan dari pasien meliputi usaha pengumpulan data tentang status kesehatan seorang pasien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan (Muttaqin, 2009). Pengkajian dilakukan dengan komprehensif pada Ny. W dengan hipertensi pada tanggal 04 Januari 2016 dengan metode pengkajian autoannamnesa, alloannamnesa, observasi, dan pemeriksaan fisik(Setiadi, pengkajian 2012). dengan Dalam cara teori tersebut wawancara 57 dijelaskan langsung pada metode pasien 58 maupun keluarga, observasi, dan pemeriksaan fisik, akan tetapi disini penulis menambahkanuntuk menelaah catatan medis dan catatan perawat sebagai data penunjang pasien.Hasil pengkajian penulis terhadap Ny. W sudah sesuai dengan teori pengkajian pola gardon (Setiadi, 2012) dimana dalam teori tersebut menjelaskan format pengkajian pasien dengan pendekatan pola fungsi kesehatan menurut Gordon (Gordon Functional Health Patterns) terdiri dari tanggal masuk, ruangan/kelas, nomer kamar, diagnosa masuk. Identitas terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, penanggung jawab. Pada riwayat sakit dan kesehatan terdiri dari keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyekit dahulu, pengkajian fisik abdomen, integumen, ektremitas. Pemeriksaan penunjang. Rumusan masalah (Setiadi 2012). Hasil pengkajian Ny. W di diagnosa memiliki penyakit Hipertensi. Hal ini sesuai dengan teori menurut (Widharto, 2007) Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari suatu periode. Berbagai hal berperan sebagai factor pencetusnya antara lain factor keturunan, jenis kelamin, dan usia (laki-laki yang berumur 35-50 tahun dan wanita pasca menopause beresiko tinggi mengalami hipertensi), diet (mengkonsumsi tinggi garam dan lemak secara langsung berhubungan dengan perkembangan hipertensi), berat badan, gaya hidup (merokok dan mengkonsumsi alkohol dapat 59 meningkatkan tekanan darah bila gaya hidup menetap). Hipertensi biasanya tanpa gejala dan sering disebut silent killer. Pada pengkajian yang dilakukan pada Ny. W didapat keluhan utama nyeri kepala pusing saat beraktivitas, kualitas sakit rasanya cengeng (pegel-pegel) kaku, pada leher-kepala, skala sakit 6, hilang timbul 1 - 2 menit, tekanan darah 170/100mmHg, nadi 74x/menit, RR 18x/menit, Hal ini sesuai dengan teori (Udjianti, 2010) dalam (Ambarwati, 2013) bahwa penyebab nyeri kepala pada kasus hipertensi berat gejala yang dialami oleh penderita hipertensi antara lain palpitasi, kelelahan, ansietas, keringat berlebihan, tremor otot, nyeri dada, epistaksis, pandangan kabur atau ganda, sulit tidur, dan gejala paling umum adalah nyeri kepala (rasa berat di tengkuk). Pada hasil pengkajian BAK tidak lancar, balance cairan +100CC/8Jam, mukosa bibir lembab, capillary refile time kembali dalam 5 detik, kaki udem, ada perubahan tekanan darah 170/100mmHg. Hal ini sesuai dengan manifestasi klinis hipertensi yaitu timbulnya perubahan tekanan darah (T. Heather Herdman, 2012). Tekanan darah adalah gaya atau dorongan darah ke dinding arteri saat darah dipompa keluar dari jantung keseluruh tubuh (Palmer, 2007), Tekanan darah orang dewasa dinyatakan normal bila angka sistolik (angka atas) di bawah 140 mmHg dan angka diastolik (tekanan bawah) di bawah 85 mmHg (Price dan Henderson, 2005; dalam Herminto, dkk, 2013). 60 Pada pengkajian ekstremitas, atas: kekuatan otot kanan bisa digerakkan dengan normal, Range of Motion kanan bisa digerakkan dengan normal, tidak ada udem, Capilary refile time 5 detik kembali, Perubahan bentuk tulang ada pada tangan kiri dan ada udem, Perabaan akralnya hangat. Bawah: kekuatan otot kanan/kiri bisa digerakkan tetapi menggunakan alat bantu, Range of Motion kaki kiri bengkok, sedangkan kaki kanan normal, Capilary refile time 5 detik kembali, Perubahan bentuk tulang ada pada kaki kiri, dan perabaan akralnya hangat. Menurut Corwin (2009); dalam Kristmas, et al (2013) menyatakan bahwa ada beberapa tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita hipertensi bertahun-tahun, yaitu seperti sakit kepala saat terjaga (terkadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan intrakranium), penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina, cara berjalan mulai terganggu karena mulai adanya kerusakan susunan saraf pusat, nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Hasil pengkajian pola aktivitas dan latihan selama sakit penulis mendapat data bahwa aktivitas seperti makan/minum, berpakaian, mobilisasi ditempat tidur, dan toileting didapat score 0 atau mandiri tetapi berpindah dan ambulasi atau ROM didapat score 1 atau dibantu dengan alat. Menurut Tarwoto (2011) dalam Ambarwati (2013) nyeri kepala pada pasien hipertensi menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dan hal ini dapat berpengaruh pada aktifitasnya, tidak terpenuhi 61 kebutuhan dasarnya, bahkan dapat berdampak pada kebutuhan psikologisnya seperti, menarik diri, menghindari percakapan, dan menghindari kontak dengan orang lain. Pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sedang. Kesadaran composmentis dengan nilai glasglow coma scale (GCS) 15, eye 4, verbal 5, motoric 6. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital sebagi berikut, tekanan darah 170/100mmHg, frekuensi nadi 74x/menit dengan irama teratur, teraba kuat, Respirasi 18x/menit, iramanya teratur, dan suhu 36.70C. Teori menyatakan pasien hipertensi akan mengalami peningkatan yang abnormal pada tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari satu periode. Menurut WHO batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90mmHg, sedangkan tekanan darah lebih dari 160/95mmHg dinyatakan dalam hipertensi (Udjianti, 2010; dalam Ambarwati, 2013). 2. Perumusan masalah keperawatan Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu, keluarga daan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat (Setiadi 2012). Dalam merumuskan diagnosa keperawatan terdiri dari 3 komponen yaitu respon manusia (problem), faktor yang berhubungan (etiologi), tanda dan gejala (simpton) (Setiadi, 2012). 62 Pada diagnosa keperawatan pertama yang diambil penulis adalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Menurut Nurarif (2013), Ketidakefektifanperfusi jaringan perifer adalah penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan. Batasan karakteristik capilary refile<2 detik, perubahan tekanan darah di ekstremitas, perubahan fungsi motorik, perubahan karakteristik kulit, warna kulit pucat (Herdman, 2012). Diagnosa ketidakefektifanperfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi muncul pada Ny.W berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 04 Januari 2016 didapatkan hasil untuk diagnosa pertama bahwa pasien mengatakan pusing, cengeng, dan lehernya terasa pegal. Data obyektif pasien terlihat lemas, warna kulit pasien tampak pucat, pasien tampak memegangi leher, capilary refile 5 detik kembali. Tekanan darah 170/100 mmHg, frekuensi nadi 74 kali per menit, suhu 36,50 C, frekuensi pernafasan 20 kali per menit, sehingga didapatkan masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Untuk memprioritaskan diagnosa keperawatan Ny.W. Diagnosa pertama adalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi dikarenakan sirkulasi darah berhubungan dengan kebutuhan fisiologis seseorang, namun dengan tindakan pemberian relaksasi nafas dalam diharapkan dapat menurunkan tekanan darah. Dengan tindakan tersebut maka sirkulasi darah tubuh pasien akan 63 mengalir dengan lancar dengan pemberian relaksasi nafas dalam dapat memperlancar peredaran darah dan meregangkan ketegangan otot maka dapat menurunkan tekanan darah menjadi normal. Perumusan diagnosa keperawatan pada kasus ini didasarkan pada keluhan utama dan beberapa karakteristik yang muncul pada pasien dan dibuat berdasarkan kebutuhan dasar teori Maslow. Dari pengkajian pada Ny. W didapatkan hasil pengkajian pola kognitif perseptual, sebelum sakit pasien mengatakan tidak merasakan sakit pada anggota tubuhnya. Selama sakit pasien mengatakan kepala pusing (cengeng), dengan karakteristik sakit yang dirasakan adalah sebagai berikut, provocate faktor pencetusnya aktivitas pasien, quality kualitas sakit rasanya cengeng (pegel-pegel) kaku, region daerah yang terasa sakit adalah leher-kepala, severe/skala sakit 6, time waktu sakit hilang timbul 1 - 2 menit. Data objektif didapatkan pasien tampak memegangi kepala (sikap melindungi area nyeri), mata kurang bercahaya, Tekanan Darah 170/100mmHg, Nadi 74x/menit, pernafasan 18x/menit. Sehingga penulis mengambil diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (hipertensi). Dimana nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association for the study of Pain):awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga 64 berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung ≤ 6 bulan (Nurarif & Kusuma 2013). Batasan karakteristik nyeri akut secara subyektif diungkapkan pasien secara verbal atau melaporkan dengan isyarat, sedangkan secara obyektif diungkapkan pasien dengan gerakan melindungi nyeri, perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, perubahan frekuensi pernafasan, mata kurang bercahaya (Nurarif & Kusuma 2013). Penentuan etiologi dari diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis didasarkan pada pengkajian hasil perubahan tekanan darah tinggi. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal. Ditandai dengan data subjektif pasien mengatakan merasa nyeri dan kaku pada kedua lututnya, kakinya gemetaran jika berjalan atau berdiri terlalu lama, jika nyeri timbul pasien kesulitan menggerakkan kedua kakinya. Dan data objektifnya kaki pasien tampak gemetaran, pasien tampak kesulitan menggerakkan kakinya, tampak perubahan bentuk tulang (pasien berjalan membungkuk), kekuatan otot ekstremitas bawah kanan dan kiri skala 4. Perumusan diagnosa ketiga didapatkan hasil pengkajian hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri. Batasan karakteristiknya antara lain: penurunan waktu reaksi, kesulitan membolak balikan posisi, melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (misal: 65 meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan perilaku, fokus pada ketunadayaan/ aktivitas sebelum sakit), dispnea setelah beraktivitas, perubahan cara berjalan, keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus, keterbatasan tentang gerak sendi, tremor akibat pergerakan, pergerakan lambat dan pergerakan tidak berkoordinasi (Herdman, 2012). Pada pembahasan ini penulis mengambil tiga diagnosa yaitu diagnose pertama ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan tekanan darah tinggi, diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang. Hal ini sesuai dengan teori Muttaqin (2009). Dimana dalam memprioritaskan diagnosa sesuai dengan teori Hirearki Maslow. Dalam teori Muttaqin (2009) pada pasien hipertensi terdapat 5 diagnosa keperawatan, tetapi penulis hanya mengambil 3 diagnosa keperawatan karena data yang muncul yang diperoleh dari pasien hanya meliputi 3 diagnosa tersebut. 3. Perencanaan Perencanaan keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Perencanaan yang tertulis dengan baik akan memberi petunjuk dan arti pada asuhan keperawatan, karena perencanaan adalah sumber 66 informasi bagi semua yang terlibat dalam asuhan keperawatan klien. Rencana ini merupakan sarana komunikasi yang utama, dan memelihara continuitas asuhan keperawatan klien bagi seluruh anggota tim (Setiadi, 2012). Proses perencanaan keperawatan meliputi penetapan tujuan perawatan, penetapan kriteria hasil, pemilihan intervensi yang tepat, dan rasionalisasi dari intervensi dan mendokumentasikan rencana perawatan (Setiadi, 2012). a. Ketidakefektifanperfusi jaringan berhubungan dengan tekanan darah tinggi Dengan intervensi adanya perubahan tekanan darah untuk mengetahui perubahan vital sign, berikan terapi non-farmakologi dengan pemberian relaksasi nafas dalam untuk melancarkan peredaran pembuluh darah dan penurunan ketegangan otot, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Pada kasus Ny.W penulis melakukan rencana tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan sirkulasi darah dalam tubuh tidak terganggu dengan kriteria hasil tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan, tidak ada ortostatik hipertensi (Wijaya dan Puri, 2013). Pemeriksaan tanda-tanda vital dalam batas normal tekanan darah 120-140/80-90 mmHg, frekuensi nadi 60-100 kali per menit, suhu 36-37,50 C (Purwatiningsih, 2009). Masalah keperawatan yang kedua dengan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan nyeri akut dapat 67 berkurang bahkan hilang dengan kriteria hasil pasien mengungkapkan penurunan rasa nyeri, skala nyeri turun menjadi 1 bahkan 0, pasien merasa nyaman, pasien mampu mengontrol nyeri, pasien terlihat rileks, pasien mampu mengontrol nyeri dengan teknik non-farmakologi (tarik nafas dalam). Penulis menuliskan intervensi sesuai dengan kriteria NIC (Nursing Intervension Clacification)menurut Nurarif & Kusuma, (2013)berdasarkan diagnosa keperawatan nyeri akut, perencanaannya adalah (Pain management) lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi, observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan, gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien, kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri, evaluasi pengalaman nyeri masa lampau, evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan control nyeri masa lampau, bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan, kurangi factor presipitasi nyeri, pilih dan lakukan penanganan nyeri, farmakologis dan nonfarmakologis), kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi, ajarkan tentang teknik non farmakologis, berikan analgetik untuk mengurangi nyeri, evaluasi keefektifan kontrol nyeri, kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri yang tidak berhasil. Penulis menyusun perencanaan antara lain kaji status nyeri pasien dengan rasionaliasi untuk mengetahui skala nyeri pasien. Untuk mengetahui skala nyeri pasien maka dalam mengkaji skala nyeri penulis 68 menggunakan metode pengkajian nyeri PQRST. Provoking inciden : Apakah ada peristiwa yang menjadi factor prepitasi nyeri.Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut / menusuk. Region Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar / menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.Saverity (scale of pain) : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri / pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya. Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari / siang hari. (Nasrul Effendy, 1995) dalam Wijaya & Putri (2013). Intervensi yang kedua adalah berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman dengan rasionalisasi memberikan kenyamanan pada pasien untuk istirahat.Intervensi yang ketiga adalah ajarkan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam ketika nyeri muncul dengan rasionalisasi memberikan kenyamanan pada pasien. Relaksasi nafas dalam merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress, karena dapat merubah persepsi konitif dan motivasi efektif pasien. Teknik relaksasi membuat pasien dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau rasa nyeri stres fisik dan emosi pada nyeri (Perry & Potter, 2005). Penulis tidak membuat semua perencanaan berdasarkan teori dikarenakan adanya keterbatasan alat dan tempat yang tidak memadai. 69 Intervensi Masalah keperawatan yang ketiga dengan diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan dapat tercapai dengan criteria hasil pasien meningkat dalam aktifitas fisik, dengan intervensi penulis menyusun perencanaan antara lain: kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi, ajarkan pasien tentang teknik ambulasi/ROM untuk melatih pergerakan pasien, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk mengawasi aktifitas pergerakan pasien (NIC dalam Yuli Reni, 2014). 4. Implementasi Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Fokus dari intervensi keperawatan antara lain : mempertahankan daya tahan tubuh, mencegah komplikasi, menemukan perubahan sistem tubuh, mencegah komplikasi, menemukan perubahan sistem tubuh, memantapkan hubungan klien dengan lingkungan, implentasi pesan dokter (Setiadi, 2012). Tindakan keperawatan yang dilakukan pada Ny.W dengan diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan tekanan darah tinggi yaitu memonitor TTV, memberikan aktivitas jalan pagi untuk menguatkan otot jantung dan memperbesar bilik jantung, hal ni akan meningkatkan efisiensi kerja jantung elastisitas pembuluh darah 70 akan meningkat sehingga jalannya darah akan lebih lancar dan tercegah pula keadaan tekanan darah tinggi dan penyakit jantung koroner. Lancarnya pembuluh darah juga akan membuat lancar pula pembuangan zat sisa sehingga tidak mudah lelah otot rangka akan bertambah kekuatan, keletentukan, dan daya tahannya, sehingga mendukung terpeliharanya kelincahan serta kecepatan reaksi. Kekuatan dan kepadatan tulang akan bertambah karena ada tarikan otot sewaktu latihan fisik dan tercegahlah pengeroposan tulang persendian akan lebih lentur sehingga gerakan sendi tidak terganggu. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Khomarun (2012), dengan judul pengaruh aktifitas jalan pagi yang hasilnya terdapat pengaruh yang signifikan dalam perubahan penurunan tekanan darah setelah dilakukan aktifitas fisik jalan pagi memberikan posisi nyaman, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, memonitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas atau dingin, membatasi gerakan pada kepala, leher, tangan, dan punggung. Implementasi dilakukan dari perencanaan yang disusun sebelumnya. Berikut ini pembahasan implementasi dari masing-masing diagnosa: nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, implementasi yang dilakukan pada tanggal 5, 6, 7 Januari 2016 adalah mengkaji status nyeri pasien PQRST, metode PQRST meliputi Provoking inciden : Apakah ada peristiwa yang menjadi factor prepitasi nyeri.Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut / menusuk. Region Radiation, 71 relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar / menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.Saverity (scale of pain) : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri / pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya. Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari / siang hari (Nasrul Effendy, 1995) dalam Wijaya & Putri (2013). Mengajarkan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam ketika nyeri muncul. Penulis menekankan pada pemberian teknik relaksasi nafas dalam untuk menurunkan nyeri,dimana teknik relaksasi nafas dalam adalah salah satu dari tindakan keperawatan dalam menurunkan nyeri. Dalam jurnal Syaiful & Rachmawan (2014) teknik relaksasi nafas dalam terbukti sangat efektif untuk menurunkan nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga sangat mudah dilakukan tanpa menggunakan alat bantu. Relaksasi nafas dalam melibatkan sistem otot dan respirasi tidak membutuhkan alat lain sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu dan dapat digunakan dalam jangka waktu relatif lebih lama. Penulis melakukan teknik relaksasi nafas dalam ini selama 3 hari pengelolaan, dan selama 1 hari berikan teknik relaksasi 4 kali. Dimana dalam 3 hari pengelolaan ini penulis mendapatkan data sebagai berikut pada hari pertama skala nyeri 6, hari kedua skala nyeri 5, hari ketiga skala nyeri 4. Hal ini sesuai dengan teori dalam jurnal Syaiful & Rachmawan (2014) dimana dalam setiap implementasi mengalami 72 penurunan skala nyeri. Penulis tidak melakukan semua perencanaan berdasarkan teori dikarenakan adanya keterbatasan alat dan tempat yang tidak memadai. Diagnosa keperawatan ketiga implementasi yang dilakukan mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, mendampingi dan membantu pasien saat mobilisasi, mengajarkan pasien tentang teknik ambulasi/ROM untuk melatih pergerakan pasien, dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk mengawasi aktifitas pergerakan pasien (NIC dalam Yuli Reni, 2014). 5. Evaluasi Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012). Evaluasi keperawatan pada Ny. W yang dirawat dipanti sasana tresna wredha dharma bhakti wonogiri hari pertama selasa pada tanggal 05 Januari 2016 diagnosa pertama dengan metode SOAP, respon subyektif mengatakan kepala-leher terasa cengeng, pegal-pegal. Respon obyektif pasien terlihat lemas, kulit pasien tampak pucat, capilary refile 5 detik. Maka dapat disimpulkan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer belum teratasi. Planning, lanjutkan intervensi dengan monitor 73 vital sign, monitor tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan tindakan relaksasi nafas dalam, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Evaluasi dilakukan setiap hari diakhir shift dengan metode SOAP berdasarkan kriteria NOC (Nursing Outcame Clacification) menurut Nurarif & Kusuma, (2013), didapatkan hasil evaluasi hari kedua rabu tanggal 6 Januari 2016 jam 17.00 untuk diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis evaluasi subjektifnya pasien mengatakan pusing provocate faktor pencetusnya aktivitas pasien, quality kualitas sakit rasanya cengeng (pegel-pegel) kaku, region daerah yang terasa sakit adalah leher-kepala, severe/skala sakit 4, time waktu sakit hilang timbul 1 - 2 menit, evaluasi objektifnya tampak memegangi leher-kepala, tekanan darah 140/90mmHg, RR 18x/menit, nadi 69x/menit, analisanya masalah teratasi sebagian, planningnya lanjutkan intervensi beri teknik relaksasi. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut sesuai dengan kriteria NOC (Nursing Outcame Clacification) menurut Nurarif & Kusuma, (2013) bahwa teori tersebut menyebutkan mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan), melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri, mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, tanda nyeri), menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Evaluasi hari kedua 6 Januari 2016 jam 17.30 untuk diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan 74 integritas struktur tulang dengan menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective, Analise, Planning) didapatkan hasil sebagai berikut subjektifpengurus panti mengatakan bersedia mengawasi aktifitas pasien, objektif pengurus panti tampak mengawasi aktifitas pasien dan tampak seringkali mengingatkan pasien untuk lebih berhati-hati saat melakukan kegiatan atau aktifitas. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning intervensi dilanjutkan yaitu kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk mengawasi aktifitas pergerakan pasien dan ajarkan tehnik ambulasi/ROM untuk melatih pergerakan pasien. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan intervensi berbasis riset yang telah dilakukan penulis pada Ny. W dengan hipertensi di Panti Sasana Tresna Wredha Dharma Bakti Wonogiri pada tanggal 05 sampai dengan 07 Januari 2016 dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pengkajian Pengkajian pada Ny. W diperoleh data subyektif pasien mengatakan kepala-leher terasa cengeng, pegal-pegal. Data obyektif pasien tampak lemas, capilary refile 5 detik, warna kulit pasien terlihat pucat, tekanan darah 170/100 mmHg nadi 74x/menit, RR 18x/menit. Pada pasien hipertensi ditemukan data-data yaitu nyeri akut, didapatkan data pasien pasien mengatakan pusing provocate faktor pencetusnya aktivitas pasien, quality kualitas sakit rasanya cengeng (pegel-pegel) kaku, region daerah yang terasa sakit adalah leher-kepala, severe/skala sakit 6, time waktu sakit hilang timbul 1 - 2 menit. Data objektif pasien tampak lesu, tekanan darah 170/100mmHg, nadi 74x/menit, RR 18x/menit, memegangi kepala. Masalah diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik ditandai denganletih setelah aktivitas, 75 data objektifnya tekanan darah 76 170/100mmHg, nadi 74x/menit, suhu 36.70C, RR 18x/menit, ada perubahan bentuk tulang pada kaki kiri, bicara pelo, tampak lesu. 2. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien dengan hipertensi untuk lansia ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan tekanan darah tinggi, nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan intregritas struktur tulang. 3. Intervensi keperawatan Intervensi yang dibuat berdasarkan masalah keperawatan yang pertama ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan tekanan darah tinggi, memonitor vital sign, berikan aktifitas jalan pagi, batasi gerakan pada kepala, leher, tangan, dan punggung, monitor adanya daerah tertentu yang peka terhadap panas atau dingin. Intervensi yang dibuat untuk mengatasi masalah keperawatan yang muncul pada kasus dengan hipertensi, yakni dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 kali 24 jam diharapkan masalah keperawatan teratasi dengan kriteria hasil pasien melaporkan bahwa nyeri berkurang, mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang, dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Rencana keperawatan untuk menyelesaikan masalah nyeri yaitu kaji secara komprehensif tentang nyeri PQRST (Provoking, Quality, Regio, Scale, Time), monitor tanda-tanda vital, lakukan teknik variasi untuk 77 mengurangi nyeri secara (aplikasi pemberian teknik relaksasi nafas dalam), dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik. Rencana keperawatan yang dilakukan penulis untuk menyelesaikan masalah hambatan mobilitas fisik yaitu kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi, ajarkan pasien tentang teknik ambulasi/ROM, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk mengawasi aktifitas pergerakan pasien. 4. Implementasi Implementasi keperawatan yang dapat dilakukan pada Ny.W dengan hipertensi stadium II adalah sesuai dengan intervensi yang sudah dibuat dan lebih mengoptimalkan pemberian relaksasi nafas dalam untuk menurunkan tekanan darah. 5. Evaluasi Evaluasi keperawatan yang didapat setelah 2 hari pengelolaan pada Ny.W dengan hipertensi adalah masalah ketidakefektifan perfusi jaringan belum teratasi, masalah nyeri akut belum teratasi, hambatan mobilitas fisik belum teratasi. 6. Analisa praktek jurnal Berdasarkan hasil penelitian ini menyatakan ada penurunan tekanan darah yang signifikan setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam selama 2 hari dengan frekuensi latihan 1 kali. 78 B. Saran 1. Bagi Pasien Diharapkan agar klien dapat melakukan tehnik relaksasi nafas dalam ketika nyeri muncul. 2. Bagi Rumah Sakit Diharapkan Rumah Sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerja sama baik antara tim kesehatan maupun klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada umumnya yaitu dengan dengan memberikan Teknik relaksasi nafas dalam pada pasien hipertensi. 3. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan aplikasi berbasis riset ini dapat menjadi referensi bagi institusi keperawatan tentang pemberian tehnik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi. Diharapkan institusi pendidikan dapat mengembangkan tehnik relaksasi nafas dalam ini untuk memperluas wawasan. 4. Bagi Penulis Diharapkan dapat memberi pengalaman baru dalam melakukan intervensi berbasis riset berdasarkan jurnal. Penulis dapat mengetahui manfaat pemberian tehnik relaksasi nafas dalam bagi pasien yang mengalami hipertensi. DAFTAR PUSTAKA Anggraini, Waren A&SitumorangE.dkk.2009.Faktor-Faktor Yang BerhubunganDenganKejadianHipertensiPadaPasien Yang Berobat Di PoliklinikDewasaPuskesmasBangkinangPeriodeJanuariSampaiJuni 2008. Jurnal.FK UNRI.hal 10-11 Arthur C. Guyton, John E Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGC. Boestan, dkk. 2010. Pedoman Diagnosa dan Terapi. Surabaya : RSUD Dr. Soetomo. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta: EGC. Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi. Editor: Yudha, E Komara. Jakarta: EGC Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta: EGC. Gunawan, Lany, (2001), Hipertensi Tekanan Darah Tinggi, Yogyakarta: Kanisius Irza, Sukriyani. 2009. Analisis Faktor Resiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung Sumatera Barat. Medan : universitas Sumatera Utara Kamaludddin, Ridlwan. 2010. Pertimbangan Dan Alasan Pasien Hipertendi Menjalani Terapi Alternatif Komplementer Bekam Di Kabupatan Banyumas. Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman. Muttaqin, A. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem KardiovaskulerDan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika Medical Shocker, 2012. Pengaruh Tehnik Relaksasi Pernafasan DiafragmaTerhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Derajat II http://www.scribd.com/document_downloads/direct/49017834?extension= pdf&ft=1370166341&lt=1370169951&user_id=37484991&uahk=ukNPk Vht7KNn7ibpVAxsj1+4uaA (diakses pada tanggal 2015,pada pukul 20:15 WIB) 20 Desember NANDA. 2012. Diagnosa Keperawatan; Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGC Potter PA, & Perry AG. 2010. Fundamentals of Nursing Buku 2 Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika RISKESDAS, 2007. http::// www.k4health.org/sites/default/files/laporan%20Riskesdas%202007.pdf . Diakses pada tanggal 19 Desember 2015 Ritu, Jain. 2011. Pengobatan Alternatif Untuk Mengatasi Tekanan Darah. Jakarta : Gramedia Smeltzer, S. C. & bare, B.G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC Soeharto, I. 2001. Kolesterol & Lemak Jahat, Kolesterol & Baik, Dan Proses TerjadinyaSerangan Jantung Dan Stroke. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Susanto, Sigit 2003. Mengatasi Berbagai Masalah Statistik dengan SPSS versi 11.5. Jakarta : Elex Media Komputindo. Tarwoto, (2011), Pengaruh Latihan Slow Deeb BreathingTerhadap IntensitasNyeri Kepala Akut Pada Pasien Cedera Kepala Ringan, Jakarta : Tesis. Universitas Indonesia