pemberian teknik rela penurunan tekan keperawatan n sedang di

advertisement
PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP
PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Ny.W DENGAN HIPERTENSI
SEDANG DI PANTI SASANA TRESNA
WREDHA DHARMA BAKTI
WONOGIRI
DISUSUN OLEH :
MONIKA DYAH DEWANTI
NIM. P13034
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP
PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Ny.W DENGAN HIPERTENSI
SEDANG DI PANTI SASANA TRESNA
WREDHA DHARMA BAKTI
WONOGIRI
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
MONIKA DYAH DEWANTI
NIM. P13034
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
i
SURAT PERNYATAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan di bawahini :
Nama
: Monika DyahDewanti
NIM
: P 13.0034
Program Studi
: D-III Keperawatan
Judul
: Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pada Asuhan Keperawatan Ny.
W Dengan Hipertensi Sedang Panti Sasana Tresna
Wredha Dharma Bakti Wonogiri
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Ahkir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Ahkir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, 19 Desember 2015
Yang MembuatPernyataan
Monika DyahDewanti
NIM. P 13.034
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pada Asuhan Keperawatan Ny. W Dengan Hipertensi
Sedang Di Panti Sasana Tresna Wredha Dharma Bakti Wonogiri”
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan an dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat :
1.
Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan
yang telah memberika kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes
Kusuma Husada Surakarta
2.
Ns. Alfyana Nadya R. M.Kep, selaku Sekertaris Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta
3.
Ns. Anita Istiningtyas M.Kep, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai
penguji yang telah membimbing dengan cermat, sabar, memberikan masukan,
inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi
kesempurnaan studi kasus ini.
4.
Ns. Fakhrudin N.Sani M.Kep, selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi demi kesempurnaan
studi kasus ini.
5.
Semua dosen Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang yelah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
6.
Panti Sasana Tresna Wredha Dharma Bakti Wonogiri yang telah memberikan
izin dan kesempatan bagi
penulis
menyelesaikan karya tulis ini.
iv
untuk pengambilan data
guna
7.
Kedua orang tua saya, Bapak Jaka Mursito dan Ibu Bintar Nining yang selalu
menjadi
inspirasi
dan
memberikan
semangat
untuk
menyelesaikan
pendidikan.
8.
Teman-teman mahasiswa Prodi DIII STIKes Kusuma Husada Surakarta dan
bagi pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan
dukungan moril dan spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk oerkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, 13 Mei 2016
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ..................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
iv
DAFTAR ISI...................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
x
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..........................................................
1
B. Tujuan Penulisan .....................................................................
4
C. Manfaat Penulisan ...................................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori .........................................................................
6
1.
Hipertensi .........................................................................
6
2.
Asuhan Keperawatan Hipertensi ......................................
19
3.
Relaksasi Nafas Dalam......................................................
30
B. Kerangka teori .........................................................................
35
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset ..............................................................
36
B. Tempat Dan Waktu ..................................................................
36
C. Media Dan Alat Yang Digunakan ............................................
36
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset ......................
36
E. Alat Ukur Evaluasi Dari Aplikasi Tindakan ...........................
38
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien .........................................................................
39
B. Pengkajian ...............................................................................
39
C. Perumusan Masalah Keperawatan ...........................................
45
D. Perencanaan ..............................................................................
46
vi
BAB V
E. Implementasi ............................................................................
47
F. Evaluasi ...................................................................................
54
PEMBAHASAN
A. Pengkajian ...............................................................................
57
B. Perumusan Keperawatan .........................................................
61
C. Perencanaan ............................................................................
65
D. Implementasi ...........................................................................
69
E. Evaluasi ...................................................................................
72
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..............................................................................
75
B. Saran ........................................................................................
78
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Tabel
2.1 Klasifikasi Hipertensi.......................................................
7
2.
Tabel
2.2 Klasifikasi Hipertensi WHO ............................................
8
3.
Tabel
3.1 Lembar Pengukuran Tekanan Darah ...............................
38
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
4.
Gambar 2.1 Pathways .............................................................................
14
5.
Gambar
35
2.2 Kerangka Teori ................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Usulan Judul
Lampiran 2.
Lembar Konsultasi
Lampiran 3.
Surat Pernyataan
Lampiran 4.
Jurnal
Lampiran 5.
Asuhan Keperawatan
Lampiran 6.
Log Book
Lampiran 7.
Lembar Pendelegasian
Lampiran 8.
Lembar Observasi
Lampiran 9.
SOP Relaksasi Nafas Dalam
Lampiran 10. Daftar Riwayat Hidup
x
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan sebutan penyakit darah tinggi
adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sesorang berada di atas batas
normal atau optimal yaitu 120 mmHg untuk sistolik dan 80 mmHg untuk
diastolik. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena
penderita
tidak
mengetahui
dirinya
mengidap
hipertensi.
Sebelum
memeriksakan tekanan darahnya. Hipertensi yang terjadi dalam jangka waktu
lama dan terus menerus bisa memicu stroke serta serangan jantung, gagal
jantung
dan
merupakan
penyebab
utama
gagal
ginjal
kronik
(Purnomo, 2009).
Lebih dari seperempat jumlah populasi dunia saat ini menderita
hipertensi. Data WHO menyebutkan jumlah penderita hipertensi di India
tahun 2000 adalah 60.4 juta dan juga diperkirakan sebanyak 107,3 juta pada
tahun 2025 (terjadi kenaikan sebesar 65%). Di Cina pada tahun 2000
sebanyak 98,5 juta orang menderita hipertensi dan tahun 2025 diperkirakan
menjadi 151,7 juta (kenaikan sebesar 65%). Sedangkan dibagian lain asia
tercatat tahun 2000 sebesar 38,5 juta penderita hipertemsi dan tahun 2025
sebesar 67,3 juta (kenaikan sebesar 57%). Data ini mennjukan bahwa
hipertensi menjadi ancaman bagi masyarakat dunia (Kamaludddin, 2010).
1
2
Saat ini jumlah penderita hipertensi di Indonesi diperkirakan 15.000 juta
orang. Prevalensi pada daerah urban dan rural bekisar antara 17-21% dan
hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi pada dewasa
adalah 6-15% dan 50% di antara orang dewasa yang menderita hipertensi
tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung
untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak
mengetahaui faktor resiko dan 90% merupakan hipertensi essensial
(Irza, 2009).
Kebanyakan pasien mempunyai tekanan darah pre hipertensi sebelum
mereka didiagnosis dengan hipertensi, dan kebanyakan diagnosis hipertensi
terjadi pada umur diantara dekade ke 3 dan dekade ke 5. sampai dengan umur
55 tahun, laki-laki lebih banyak menderita hipertendi dibanding perempuan.
Pada umur 55-74 tahun sedikit lebih banyak perempuan dibanding laki-laki
yang
menderita
hipertensi.
BerdasarkanlaporandariDinasKesehatanProvinsiJawatengah,
kasustertinggihipertensiessensialsebanyak
554.771
(RisKesDas,
2012).
Kabupaten wonogiri, tahun 2012 sebanyak 37.865, lansia dengan hipertensi
15.250 (Dinkes Wonogiri, 2013)
Tekanan darah tinggi dianggap sebagai faktor resiko utama bagi
berkembangnya penyakit jantung dan berbagai penyakit vaskuler pada orangorang yang telah lanjut usia, hal ini disebabkan ketegangan yang lebih tinggi
dalam arteri sehingga menyebabkan hipertensi. Lansia sering terkena
3
hipertensi disebabkan oleh kekakuan pada arteri sehingga tekanan darah
cenderung meningkat (Ritu Jain, 2011).
Stres berkaitan dengan hipertensi, hasil dari penelitian (Prasetyorini,
2012) menyebutkan bahwaadanyapengaruh yang signifikan antara tingkat
stres terhadap komplikasi pada penderita hipertensi. Stres akanmenstimulasi
sistem saraf simpatis yang meningkatkan curah jantung danvasokontriksi
arteriol,
yang
kemudian
meningkatkan
tekanan
darah
(Kozier,
2010).Penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi sangat berperan
untukdapat mengelola stres dengan baik (Hawari, 2008).
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengelola stressalah satunya
dengan melakukan upaya peningkatan kekebalan stresdengan mengatur pola
hidup sehari-hari seperti makanan, pergaulan danrelaksasi (Dalimartha,
Purnama & Sutraini, 2008).Berbagai macam tekhnik relaksasi sudah banyak
dikembangkan sepertirelaksasi otot, relaksasi kesadaran indera, relaksasi
yoga dan relaksasihipnosa (Utami, 2002). Salah satu teknik relaksasi yang
mudah dilakukanadalah relaksasi nafas dalam (deep breathing ) (Izzo, 2008).
Relaksasi nafas dalam (deep breathing) pada sistem pernafasan berupa
suatu keadaan inspirasi dan ekspirasi pernafasan dengan frekuensi pernafasan
menjadi 6-10 kali permenit sehingga terjadi peningkatan regangan
kardiopulmonal (Izzo, 2008). Relaksasi nafas dalam dapat meningkatkan
alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, mengurangi
stres baik stres fisik maupun emosional (Smeltzer & Bare, 2002). Relaksasi
nafas dalam juga akan membuat individu merasa rileks (Priharjo, 2003).
4
Hasil dari penelitian (Suwardianto, 2011) tentang pengaruh relaksasi
nafas dalam(deep breating) terhadap perubahan tekanan darah pada penderita
hipertensi menunjukan terjadi penurunan signifikan tekanan darah sesudah
dilakukan relaksasi nafas dalam. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
teknik relaksasi nafas dalam dapat menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi melalui penurunan stres.Selain relaksasi nafas dalam, relaksasi
dengan memasukkan unsur keyakinan dapat dilakukan oleh siapa saja yang
yakin terhadap sesuatu dan dapat dipraktekkan oleh agama apa saja
(Benson, 2000).
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk mengaplikasikan
dan melaporkan hasil dari pemberian relaksasi nafas dalam dengan masalah
hipertensi agar dapat di masukan dalam rencana tindakan keperawatan dan
implementasi keperawatan dalam mengukur dan memonitor tekanan darah
tinggi pada pasien hipertensi.
B. Tujuan
1.
Tujuan umum
Mengetahui pengaruhrelaksasi nafas terhadap penurunan tekanan darah
pada penderita hipertensi
2.
Tujuan khusus
a.
Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan hipertensi
b.
Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan hipertensi
5
c.
Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien
dengan hipertensi
d.
Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan
hipertensi
e.
Pasien mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan hipertensi.
C. Manfaat Penulisan
1.
Bagi Pasien
Dapat digunakan sebagai informasi keperawatan mandiri pasien
penderita hipertensi
2.
Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kualitas pemberian
pelayanan kesehatan berkaitan dengan masalah keperawatan dengan
hipertensi
3.
Bagi Perawat
Sebagai bahan acuhan dalam pemberian tindakan keperawatan pada
pasien hipertensi
4.
Bagi Penulis
Memperoleh wawasan serta pengetahuan tentang pengaruh teknik
relaksasi nafas dalam, beserta masalah hipertensi dan konsep
keperawatannya sehingga dapat di jadikan sumber ilmu dan wawasan
oleh penulis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1.
Hipertensi
a.
Pengertian
Hipertensi yang diderita oleh seseorang erat kaitannya
dengan tekanan sistolik dan diastolik, Tekanan sistolik berkaitan
dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi,
sedangkan tekanan diastolic berkaitan dengan arteri pada jantung
mengalami relaksasi diantara dua denyut jantung. Dari hasil
pengukuran, tekanan sistolik memiliki nilai yang lebih besar dari
tekanan diastolik (Corwin, 2009).
Selain itu, Hipertensi juga didefinisikan sebagai peningkatan
tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan
diastoliknya sedikitnya 90 mmHg. Istilah tradisional tentang
hipertensi “ringan” dan “sedang” gagal menjelaskan pengaruh utama
tekanan darah tinggi pada penyakit kardiovaskular. Perjalanan
penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin
tak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini
menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan
organ yang bermakna (Price, 2005).
6
7
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik lebih atau sama
dengan 140 mmHg dan tekanan darah diastolic lebih atau sama
dengan 90 mmHg atau mengonsumsi obat anti hipertensi (Guyton,
2007).Jadi, dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan sistolik dan tekanan
diastoliknya lebih dari 140/90 mmHg.
b.
Klasifikasi
Klasifikasi takanan darah untuk dewasa 18 tahun atau lebih
menurut Sixth Report of The Joint National Committee on Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (Price, 2005) dan
klasifikasi menurut WHO.
Tabel 2.1
Klasifikasi menurut Sixth Report of The Joint National Committee
on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
(Price, 2005).
Kategori
Normal
Normal Tinggi
Hipertensi
• Tingkat 1 (ringan)
• Tingkat 2 (sedang)
• Tingkat 3 (berat)
Tekanan Darah
Sistolik (mmHg)
<130
130-139
Tekanan Darah
Diastolik (mmHg)
<85
85-89
140-159
160-179
≥180
90-99
100-109
≥110
8
Tabel 2.2 Klasifikasi menurut WHO
Kategori
Optimal
Normal
Normal Tinggi
Tingkat 1 (hipertensi
ringan)
Sub-grup : perbatasan
Tingkat 2 (Hipertensi
sedang)
Tingkat 3 (hipertensi
berat)
Sub grup : perbatasan
c.
Tekanan Darah
Sistolik (mmHg)
<120
<130
130-139
140-159
Tekanan Darah
Diastolik (mmHg)
<80
<85
85-89
90-99
140-149
160-179
90-94
100-109
≥140
<90
140-149
<90
Etiologi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi dua yaitu
hipertensi esensial dan hipertensi sekunder.
1) Hipertensi esensial
Hipertensi esensial atau lebih dikenal dengan hipertensi
primer atau idiopatik, merupakan hipertensi yang tidak jelas
etiologinya. Kasus hipertensi esensial merupakan hipertensi
yang paling sering terjadi yaitu sekitar 90%. Hipertensi esensial
disebabkan oleh multifactor, diantaranya faktor genetic dan
lingkungan. Faktor keturunan bersifat poligenik dan terlihat dari
adanya riwayat penyakit kardiovaskular dari keluarga. Faktor
predisposisi dapat berupa sensitivitas pada natrium, kepekaan
terhadap stress, dan resistensi insulin. Faktor lingkungan yang
dapat menyebabkan hipertensi, diantaranya stress, obesitas, dan
mengonsumsi natrium yang berlebihan.
9
2) Hipertensi sekunder
Disebabkan oleh obat-obatan dan penyakit ginjal yang
berupa hipertensi akibat lesi pada arteri ginjal sehingga
menyebabkan hipoperfusi ginjal. Selain itu, hipertensi sekunder
disebabkan oleh penyakit pada sistem endokrin, misalnya akibat
kelainan
korteks
adrenal,
tumor
di
medulla
adrenal,
hipotiroidisme, hipertiroidisme, dan hiperparatiroidisme.
Prevalensi hipertensi ini sekitar 5-8%. Sekitar 90% kasus
hipertensi adalah hipertensi primer atau esensial sedangkan 7%
disebabkan oleh kelainan ginjal atau hipertensi renalis dan 3%
disebabkan oleh kelainan hormonal atau hipertensi hormonal
serta penyebab lainnya. Faktor tertentu yang mungkin menjadi
faktor penyebab lainnya adalah
a) Usia lanjut
Kemungkinan pertambahan usia juga berpengaruh
pada
penderita hipertensi. Karena adanya perubahan
struktural dan fungsional sistem vaskular perifer. Perubahan
ini meliputi asteroklerosis, dan hilangnya elastisitas jaringan
ikat. Dengan pertambahan usia, jantung penderita menjadi
kaku dan kurang berfungsi.
10
b) Jenis kelamin
Umumnya hipertensi lebih banyak terjadi pada lakilaki pada usia pertengahan umur, sedangkan pada
perempuan terjadi setelah usia pertengahan umur. Penyakit
ini banyak menyebabkan komplikasi dan kematian pada
pria.
c) Keturunan
Faktor keturunan sangat berpengaruh pada penderita
hipertensi. Keluarga tertentu memiliki kadar natrium
intraseluler dan menurunkan rasio potassium natrium. Studi
menunjukkan
hubungan
antara
tekanan
darah
dan
lingkungan untuk anggota keluarga genetiknya mirip. Dari
studi tersebut, peneliti memperkirakan hampir 25-60%
kasus hipertensi disebabkan oleh faktor genetik.
d) Obesitas
Umumnya, lebih besar berat badan orang, semakin
tinggi tekanan darahnya. Oleh karena itu, orang dengan
berat badan obesitas disarankan untuk menurunkan berat
badannya secara signifikan agar tekanan darah juga turun
sehingga dapat mengurangi dosis obat antihipertensi.
Penumpukan lemak pada tubuh bagian atas khususnya perut
lebih berpotensi menderita hipertensi daripada lemak
dibagian pinggul dan paha.
11
e) Konsumsi tembakau
Meskipun merokok belum tentu menjadi penyebab,
namun orang yang berhenti merokok dapat mengurangi
resiko terserang penyakit jantung. Berdasarkan hasil
penelitian, penderita hipertensi yang tidak merokok, tiga
sampai lima kali lebih kecil kemungkinannya untuk
menderita infark miokard dibandingkan pasien hipertensi
yang merokok.
f)
Diet lemak tinggi
Makanan dengan kandungan lemak tinggi memiliki
efek langsung pada tekanan darah. Diet lemak tinggi
memberikan kontribusi untuk obesitas dan hiperlipidemia
yang
meningkatkan
risiko
penderita
komplikasi
kardiovaskular. Hiperlipidemia merupakan
kelebihan
lemak dalam plasma yang dapat meningkatkan risiko
aterosklerosis. Dengan demikian, pasien hipertensi harus
dimotivasi
untuk
makan
diet
rendah
lemak
untuk
mengurangi risiko komplikasi cardiovascular.
g) Stress
Tekanan darah pada penderita hipertensi dapat
meningkat sebagai respon normal akibat stresor fisiologis
seperti marah, takut, dan rasa sakit fisik. Namun, jika
stressor
tersebut
tetap
berlangsung,
vasokonstriksi
12
meningkat,
detak
jantung meningkat,
dan
stimulasi
pelepasan renin dapat menyebabkan tekanan darah terus
tinggi. Dengan demikian, pasien yang terkena stres berulang
memiliki peningkatan risiko hipertensi.
h) Gaya hidup yang menetap
Risiko hipertensi meningkat sebanyak 25% akibat
gaya hidup yang menetap.
Penderita hipertensi harus
didorong untuk latihan pola hidup sehat sebagai cara
memperbaiki kesehatan kardiovaskularnya. Latihan yang
dilakukan tidak perlu berat, misalnya aktivitas ringan
seperti berjalan cepat 30-45 menit selama tiga sampai lima
kali seminggu. Dengan mempertahankan aktivitas aerobik
secara teratur, pasien hipertensi dapat menurunkan tekanan
darah sistoliknya sekitar 10mmHg.(Muttaqin, 2009)
d.
Manifestasi Klinik
Menurut Pudiastuti 2013 :
1) Penglihatan kabur karena kerusakan retina
2) Nyeri pada kepala
3) Mual dan muntah akibat meningkatkan tekanan intra kranial
4) Edema dependent
5) Adanya pembengkakan karena meningkatkannya tekanan
kapiler
13
e.
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting
enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam
mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang
diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh
ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat
di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan
tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah
meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.
ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada
ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar
tubuh
(antidiuresis),
osmolalitasnya.
sehingga
Untuk
menjadi
mengencerkannya,
pekat
dan
volume
tinggi
cairan
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari
bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada
akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteronmerupakan hormon steroid yang memiliki
peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan
ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam)
14
dengan cara mereabsorpsinya dari
konsentrasi
NaCl
akan
tubulus
diencerkan
ginjal. Naiknya
kembali
dengan
cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah (Anggraini, 2009).
f.
Pathway
Etiologi :
-
Umur
Obesity
Jenis kelamin
Gaya hidup
Hipertensi
Vasokontriksi
Otak
Ginjal
pembuluh darah
Vasokontriksi pembuluh
↑ after load
↓ suplay O2
ke otak
darah ginjal
Resistensi pembuluh
darah otak
↓ aliran darah
↓ COP
Respon rennin
angiotensin dan
aldosteron
↑ aldesteron
Pingsan
Resiko
tinggi
↑ tekanan
Gangguan
pembuluh
perfusi
darah otak
jaringan
Nyeri tekan
injuri
Nyeri
Retensi Na
Edema
Kelebihan
volume cairan
Gambar 2.1 Pathway
15
g.
Pemeriksaan penunjang
1)
Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
2)
Pemeriksaan retina
3)
Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ
seperti ginjal dan jantung
4)
EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
5)
Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
6)
Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram
renal, pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar
urin.
7)
Foto dada dan CT scan
8)
Hb/ HCl untuk menilai hubungan antara sel-sel dari viskositas
darah sebagai faktor resiko dari hiperkoagulasi, enemia, dll.
9)
BUN/ creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
10)
Glukosa, hiperglikemia akibat tingginya katekolamin akan
menambah hipertensi.
11)
Sistem potasium. Bila ditemukan adanya hipokalamia ini
merupakan tanda adanya aldostenon primer sebagai efek
samping diuretika.
12)
Serum kalsium, bila tinggi biasanya signifikan pada hipertensi.
13)
Serum trigliserida dan kolesterol bila tinggi merupakan faktor
predisposisi hipertensi.
14)
Tiroid. Hipertirordisme menyebabkan vasokontriksi vaskuler
16
15)
WP untuk mengidentifikasi penyebab hipertensi, apakah
merupakan penyakit parenkim ginjal atau renal kalikulo
(Brunner dan Suddart, 2002).
h.
Penatalaksanaan
1) Terapi Non Farmakologis
a) Diit rendah lemak
b) Diit rendah garam dapur, soda, baring powder, natrium
benzoat, monosodium glutamat.
c) Menghindari makanan daging kambing, buah durian,
minuman beralkohol
d) Melakukan olahraga secara teratur
e) menghentikan kebiasan merokok (minum kopi)
f)
Menjaga kestabilan berat badan padapenderita hipertensi
yang disertai kegemukan
g) Menghindari stress (Boestan dkk, 2010)
2) Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis yang diberikan berupa obat-obatan
menurut The Joint National Committee on Detection, Evaluation
and Treatment of High Blood Pressure (Price, 2005),
diantaranya :
a)
Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron
Antagonist
b) Beta Blocker (BB)
17
c)
Calcium Chanel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)
d) Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI)
e)
Angiotensin
II
Receptor
Blocker
atau
Areceptor
antagonist/blocker (ARB)(Price, 2005)
i.
Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan dari hipertensi, diantaranya :
1) Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di
otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak
yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada
hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke
daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak
yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga
meningkatkan
kemungkinan
terbentuknya
aneurisma
(Corwin, 2009).
2) Infark Miokard
Infark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang
arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke
miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat
aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Karena hipertensi
kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi
18
iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga
hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan
waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi
disritmia,
hipoksia
jantung,
dan
peningkatan
resiko
pembentukan bekuan (Corwin, 2009).
3) Gagal Ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif
akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal, glomerolus.
Dengan rusaknya glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit
fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran
glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan
osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang
sering dijumpai pada hipertensi kronik (Corwin, 2009).
4) Gagal Jantung
Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam
memompa darah yang kembalinya ke jantung dengan cepat
mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki dan jaringan lain
sering disebut edema. Cairan didalam paru – paru menyebabkan
sesak napas, timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki
bengkak atau sering dikatakan edema (Corwin, 2009).
19
5) Ensefalopati
Ensefalopati
dapat
terjadi
terjadi
terutama
pada
hipertensi maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi
pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan
mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh susunan
saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolap dan terjadi koma
serta kematian (Corwin, 2009).
2.
Asuhan Keperawatan
a.
Pengkajian Fokus Pengkajian (Doengoes, 2000)
1) Aktivitas / istirahat
Gejala
: Kelemahan, letih, nafas
pendek,
gaya hidup
monoton.
Tanda
: Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama
jantung, takipneu
2) Sirkulasi
Gejala
: Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner dan penyakit cerebrovaskuler.
Tanda
: Kenaikan TD (pengukuran serial, dan kenaikan
tekanan
darah
diperlukan
untuk
menegakkan
diagnosis)
Hipotensi postural, nadi, denyut apikal, frekuensi atau irama,
bunyi jantung.
20
3) Integritas ego
Gejala
: Riwayat perusahaan keperibadian, ansietas, depresi,
euforia, atau marah kronik.
Faktor-faktor stres multiple (hubungan, keuangan, yang
beerkaitan dengan pekerjaan)
Tanda
: Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue
perhatian, tangisan yang meledak
Gerak taangan empati, otot muka tegang, gerakan fisik cepat,
pernapasan menghela, peningkatan pola bicara.
4) Eliminasi
Gejala
: Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (infeksi /
obstruksi atau riwayat penyakit ginjal masa yang
lalu
5) Makanan / cairan
Gejala
: Makanan yang disukai, yang dapat mencakup
makanan (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi
kolesterol (gorengan, keju, telur), kandungan tinggi
kalori.
Mual-muntah
Perubahan berat badan akhir-akhir ini
Riwayat penggunaan diuretik
Tanda
: Berat badan normal atau obesitas.
Adanya edema, kongesti vena, glikosuria
21
6) Neurosensori
Gejala
: Keluhan pening atau pusing
Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan
menghilang secara spontan setelah beberapa jam).
Episoe kebas dan kelemahan pada satu sesi tubuh.
Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur)
Episode epistaksis
Tanda
: Status mental : perubahan keterjagaan, orientasi,
pola/isi bicara,afek, proses pikir atau memori
(ingatan)
Respon motorik
:
penurunan
kekuatan
genggaman
tangan dan atau reflek tendon dalam.
Perubahan
perubahan
retinal
optikdari
sklerosis
atau
penyempitan arteri ringan
sampai berat dan perubahan
sklerotik dengan edema,
eksudat,
dan
hemoragi
tergantung pada berat atau
lamanya hipertensi.
7) Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala
: Angina
jantung)
(penyakit
arteri
koroner/keterlibatan
22
Nyeri hilang timbul pada tungkai (indikasi arterosklerosis pada
arteri esktremitas bawah)
Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi
sebelumnya
Nyeri abdomen atau massa
8) Pernapasan
Gejala
: Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas atau kerja
Takipneu, ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal
Batuk dengan atau tanpa pembentukan sputum
Riwayat merokok
Tanda
: Distres respirasi atau penggunaan otot aksesori
pernapasan
Bunyi napas tambahan (krakels / mengi)
Sianosis.
9) Keamanan
Gejala
: Gangguan koordinasi atau cara berjalan
Episode parestesia unilateral transien
Hipotensi postural
10) Pembelajaran atau penyuluhan
Gejala
: Faktor-fakto risiko keluarga : hipertensi, aterosklerosis,
penyakit
jantung,
diabetes
serebrovaskuler atau ginjal.
mellitus,
penyakit
23
Faktor-faktor resiko etnik, seperti orang Afrika, Amerika, Asia
Tenggara.
Penggunaan pil KB atau hormon lain : penggunaan obat atau
alkohol.
b.
Diagnosa (Doengoes, : 2000)
1) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan
dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan
suplay O2 dan kebutuhan tubuh
3) Nyeri kepala (pusing) berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskular cerebral
4) Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan masukan
berlebihan, pola hidup monoton
5) Koping
individu
inefektif
berhubungan
dengan
krisis
situasional, sistem pendukung tidak adekuat
6) Kurang pengetahuan mengenai kondisi berhubungan dengan
kurang pengetahuan
c.
Fokus intervensi (Doengoes, 2000)
1) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan
dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi.
Tujuan
: Tidak terjadi adanya tanda-tanda dan gejala-gejala
penurunan curah jantung.
24
KH
: Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
atau beban kerja jantung.
Mempertahankan TD dalam rentang individu yang
dapat diterima.
Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
dalam rentang normal pasien.
Intervensi :
a) Pantau TD, ukur pada kedua tangan atau paha untuk evaluasi
awal.
b) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
c) Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas.
d) Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian
kapiler
e) Catat edema umum atau tertentu.
f)
Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas atau
keributan lingkungan
g) Pertahankan pembatasan aktivitas sepeti istirahat di tempat
tidur atau kursi
h) Lakukan tindakan yang nyaman seperti pijatan punggung dan
leher, meninggikan kepala tempat tidur.
i)
Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imaginasi, aktivitas
pengalihan
j)
Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah.
25
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplay O2 dan kebutuhan tubuh
Tujuan : Toleransi aktivitas tubuh Meningkat.
KH : - Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan atau
diperlukan
- Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas
yang dapat diukur.
-
Menunjukkan
penurunan
dalam
tanda-tanda
intoleransi aktivitas.
Intervensi :
-
Kaji respons pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi
nadi lebih dari 20 kali permenit di atas frekuensi istirahat.
-
Instruksikasn pasien tentang tehnik penghematan energi,
misal menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir.
-
Berikan
dorongan
untuk
melakukan
aktivitas
atau
perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi
-
Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
3) Nyeri kepala (pusing) berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskular cerebral.
Tujuan : Nyeri dapat teratasi
KH : Melaporkan nyeri atau ketidaknyamanan hilang atau
terkontrol
26
- Mengungkapkan
metode
yang
memberikan
pengurangan.
- Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan.
Intervensi :
-
Mempertahanakn tirah baring selama fase akut.
-
Berikan tindakan non farmakologi untuk menghilangkan
sakit kepala,misal : kompres dingin pada dahi, tehnik
relaksasi.
-
Hilangkan atau minimalkan aktivitas vasokonstriksi yang
dapat meningkatkan sakit kepala, misal : mengejan saat
BAB, batuk panjang, membungkuk
-
Bantuan pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
-
Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang
teratur bila terjadi perdarahan hidung atau kompres hidung
telah dilakukan untuk menghentikan perdarahan.
-
Kolaborasi dalam pemberian analgetik, anti ancietas, misal :
lorazepam, diazepam.
4) Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan masukan
berlebihan, pola hidup monoton.
Tujuan : Pemenuhan nutrisi tidak terganggu
KH
: -Mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan
kegemukan
27
- Menunjukkan
perubahan
pola
makan,
mempertahankan berat badan yang diinginkan
dengan pemeliharaan kesehatan optimal
Intervensi :
-
Kaji pemahaman pasien tentang berhubungan langsung
antara hipertensi dan kegemukan.
-
Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan
batasi masukan lemak, garam dan gula sesuai indikasi.
-
Tetapkan keinginan pasien menurunkan berat badan
-
Kaji ulang masukan kalori harian dan piliah diet.
-
Tetapkan rencana penurunan berat badan yang realistik
dengan pasien.
-
Dorong pasien untuk mempertahankan masukan makanan
harian.
-
Instruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat,
hindari makanan dengan kejenuhan lemak tinggi.
-
Kolaborasi dengan ahli gizi.
5) Koping
individu
inefektif
berhubungan
dengan
krisis
situasional, sistem pendukung tidak adekuat.
Tujuan : Kopping individu efektif
KH
: - Mengidentifikasi
konsekuensinya.
perilaku
koping
efektif
dan
28
-
Menyatakan kesadaran kemampuan koping atau kekuatan
pribadi.
-
Mengidentifikasi potensial situasi stres dan mengambil
langkah untuk mengubahnya atau menghindari.
-
Mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan atau metode
koping efektif.
Intervensi :
-
Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi
perilaku.
-
Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan,
kerusakan konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi
sakit kepala, ketidakmampuan untuk mengatasi masalah.
-
Bantu pasien untuk mengidentifikasi stresor spesifik dan
kemungkinan strategi untuk mengatasinya.
-
Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri
dorongan partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan.
-
Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas atau tujuan
hidup.
-
Bantu
pasien
untuk
mengidentifikasi
merencanakan perubahan hidup yang perlu.
dan
mulai
29
6) Resiko penurunan kondisi kesehatan diri berhubungan dengan
kurang pengetahuan
Tujuan : Kondisi kesehatan tidak menuru
KH :
-
Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan
regimen pengobatan.
-
Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan
komplikasi yang perlu diperhatikan.
-
Mempertahankan TD dalam parameter normal.
Intervensi :
-
Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar.
-
Tetapkan dan nyatakan batas TD normal, jelaskan tentang
hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal
dan otak.
-
Bantu pasien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko
kardiovaskuler yang dapat diubah.
-
Bahas pentingnya menghentikan merokok dan bantu pasien
dalam membuat rencana untuk berhenti merokok.
-
Instruksikan dan peragakan tehnik pemantauan TD mandiri.
-
Sarankan untuk sering mengubah posisi, olahraga kaki saat
berbaring
30
- Instruksikan pasien tentang peningkatan masukan makanan
atau cairan tinggi kalium, misalnya jeruk, pisang, tomat,
kentang dan lain-lain.
- Bantu pasien untuk menurunkan atau menghilangkan kafein.
- Dorong pasien untuk membuat program olahraga sendiri
seperti olahraga aerobik ringan.
3.
Relaksasi Nafas Dalam
a.
Definisi
Teknikrelaksasimerupakanmetode
digunakanuntukmenurunkanteganganotot
yang
(muscle
tention).Salah
satumetodetindakaneksternal yang mempengaruhirespon internal
individuterhadapnyeri.
BeberapaTeknik relaksasi
nafas
dalam
merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini
perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan napas
dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan
bagaimana menghembuskan napas secara perlahan, Selain dapat
menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat
meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah
(Smeltzer & Bare, 2002).
MenurutDamayanti
(2013)
salahsatuobat
dipakaidalampengontrolanhipertensiadalahmelalui
yang
proses
latianrelaksasikarenadenganrelakssidapatmelebarkanpembuluhdarah.
Menurut Medical Shocker, (2012) dalamkondisirileks metabolism
31
tubuhberjalanlambatsehinggasiklusperafasanmenjadilebihrendahseki
tar
3-4kali/
menit,
sertadapatmenurunkantekanandarahdantekananjantung.
b.
Manfaat dan Tujuan Relaksasi Nafas Dalam
Manfaat teknik relaksasi nafas dalam menurut Priharjo (2003) dalam
Arfa (2014) adalah sebagai berikut :
1) Ketentraman hati.
2) Berkurangnya rasa cemas, khawatir dan gelisah.
3) Tekanan darah dan ketegangan jiwa menjadi rendah.
4) Detak jantung lebih rendah.
5) Mengurangi tekanan darah.
6) Meningkatkan keyakinan.
7) Kesehatan mental menjadi lebih baik.
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) menyatakan bahwa tujuan
teknik relaksasi nafas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi
alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru,
meningkatkan efisiensi batuk, mengurangi stres baik stres fisik
maupun emosional.
c.
Prosedur Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Adapun langkah-langkah teknik relaksasi nafas dalam adalah
sebagai berikut:
Bentuk pernapasan yang digunakan pada prosedur ini adalah
pernapasan diafragma yang mengacu pada pendataran kubah
32
diagfragma selama inspirasi yang mengakibatkan pembesaran
abdomen bagian atas sejalan dengan desakan udara masuk selama
inspirasi.
Adapun
langkah-langkah
teknik
relaksasi
napas
dalam
menurutPriharjo (2003)adalah sebagai berikut :
1) Ciptakanlingkungan yang tenang.
2) Usahakan tetap rileks dan tenang.
3) Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan
udara melalui hitungan 1,2,3.
4) Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil
merasakan ekstrimitas atas dan bawah rileks.
5) Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali.
6) Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui
mulut secara perlahan-lahan.
7) Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks.
8) Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil terpejam.
9) Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri.
10) Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa
berkurang.
11) Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5
kali.
12) Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas secara
dangkal dan cepat.
33
d.
Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Tekanan
Darah
Nafas dalam merupakan tindakan yang disadari untuk mengatur
pernafasan secara dalam yang dilakukan oleh korteks serebri,
sedangkan pernafasan spontan dilakukan oleh medulla oblongata.
Nafas dalam dilakukan dengan mengurangi frekuensi bernafas 16-19
kali dalam satu menit menjadi 6-10 kali dalam satu menit. Nafas
dalam yang dilakukan akan merangsang munculnya oksida nitrit
yang akan memasuki paru-paru bahkan pusat otak yang berfungsi
membuat orang menjadi lebih tenang sehingga tekanan darah yang
dalam keadaan tinggi akan menurun.
Oksida nitrit disintesis oleh enzim nitric oxide synthase (eNOS)
endotel dari L-arginin. Peningkatan aktivitas dari eNOS dan
produksi oksida nitrit dipengaruhi oleh faktor-faktor yang juga
meningkatkan kalsium intraselular, dan juga termasuk mediator
lokal. Mediator lokal tersebut adalah bradikinin, histamin, dan
Serotonin, serta beberapa neurotransmitter. Produksi nitrit oksida
secara kontinu akan memodulasi resistensi vaskular, dan telah
diketahui bahwa inhibisi eNOS menyebabkan peningkatan tekanan
darah (Ward, 2005).
Oksida nitrit merupakan vasodilator yang penting untuk mengatur
tekanan darah dan dilepaskan secara kontinu dari endotelium arteri
dan arteriol yang akan menyebabkan shear stress pada sel endotel
34
akibat viskositas darah terhadap dinding vaskuler. Stres yang
terbentuk mampu mengubah bentuk sel endotel sesuai arah aliran
dan menyebabkan peningkatan pelepasan nitrit oksida yang
kemudian mengakibatkan pembuluh darah menjadi rileks, elastis dan
mengalami dilatasi
Pembuluh darah yang rileks akan melebar sehingga sirkulasi
darah menjadi lancar, tekanan vena sentral (central venous pressure,
CVP) menurun, dan kerja jantung menjadi optimal. Penurunan CVP
akan diikuti dengan penurunan curah jantung, dan tekanan arteri
rerata. Vena memiliki diameter yang lebih besar daripada arteri yang
ekuivalen dan memberikan resistensi yang kecil. Oleh karena itu
vena disebut juga pembuluh kapasitans dan bekerja sebagai reservoir
volume darah (Ward, 2005).
Curah jantung merupakan hasil kali dari isi sekuncup dan
frekuensi jantung. Curah jantung secara langsung dipengaruhi oleh 3
faktor, yaitu volume pengisian atau volume akhir-diastolik, fraksi
ejeksi, dan frekuensi jantung. Penurunan volume darah dan curah
jantung yang terjadi dapat menyebabkan tekanan darah menjadi
turun.
35
B. Kerangka Teori
Etiologi :
Hipertensi
a. Hipertensi primer
atau essensial
b. Hipertensi
sekunder
Tekanan Darah
Meningkat
Farmakologi :
a. Propanol
b. Diurerik oral
Non Farmakologi
a. Relaksasi
nafas
dalam
b. Aktivitas Jalan Kaki
Teknik Relaksasi
Nafas Dalam
Penuruna Tekanan
Darah
Gambar 2.2 Kerangka Teori
(Corwin, 2009)(Boestan dkk, 2010)
BAB III
METODE APLIKASI RISET
A. SubjekAplikasiJurnal
Subjekdariaplikasirisetkeperawatan medikal bedahini adalah pasien dengan
hipertensi stadium sedang.
B. TempatdanWaktu
Aplikasirisetdilakukan di PantiSosial Tuna Wreda Dharma Bakti Wonogiri.
Pengambilan data ini dilakukan di PSTW Dharma Bakti Wonogiri pada
tanggal 4 Januari 2016 sampai dengan 6 Januari 2016
C. Media danAlat
Dalamaplikasirisetini media danalat yang digunakanadalah :
1.
Tensi
2.
SOP teknikrelaksasinafasdalam
3.
Lembar observasi
D. ProsedurTindakanBerdasarkanAplikasiRiset
1.
Tahapprainteraksi
a.
Cekcatatankeperawatan
b.
Siapkanalat-alat
c.
Cucitangan
36
37
2.
3.
Tahaporientasi
a.
Berikansalam, panggilkliendengannamanya.
b.
Menjaga privacy klien
c.
Jelaskantujuan, prosedurdanlamanyatindakankliendankeluarga
Tahapkerja
a.
Aturposisipasien agar rilekstanpabebanfisik
b.
Instruksikanpasienuntuktariknafasdalamsehinggaronggaparuberisiud
ara
c.
Intruksikanpasiensecaraperlahandanmenghembuskanudaramembiark
annyakeluardarisetiapbagiananggotatubuh,
padawaktubersamaanmintapasienuntukmemusatkanperhatianbetapan
ikmatnyarasanya
d.
Instruksikanpasienuntukbernafasdenganirama normal beberapasaat (
1-2 menit )
e.
Instruksikanpasienuntukbernafasdalam,
kemudianmenghembuskansecaraperlahandanmerasakansaatiniudara
mengalirdaritangan,
kaki,
menujukeparu-
parukemudianudaradanrasakanudaramengalirkeseluruhtubuh
f.
Mintapasienuntukmemusatkanperhatianpada kaki dantangan, udara
yang
mengalirdanmerasakankeluardariujung-
ujungjaritangandankakidanrasakankehangatanya
38
g.
Instruksiakanpasienuntukmengulangiteknik-teknikini apabila rasa
nyerikembalilagi
setelahpasienmerasakanketenangan,
mintapasienuntukmelakukansecaramandiri
4.
5.
Tahapterminasi
a.
Evaluasihasilkegiatan
b.
Lakukankontrakuntukkegiatan selanjutnya
c.
Akhirikegiatandenganbaik
d.
Cucitangan
Dokumentasi
a.
Catatwaktupelaksanaantindakan
b.
Catatresponspasien
c.
Parafdannamaperawatjaga
E. AlatUkurEvaluasi Dari AplikasiTindakanBerdasarakanRiset
Alatukurlembardokumentasidengancaramengukurtekanandarahsebelumdanse
sudahdilkukanaktifitasfisik
Tabel 3.1
Pengukuran Tekanan Darah sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi nafas
pada pasien dengan hipertensi.
Pengukuran
Tanggal :
Sebelum
Tekanan
darah
Tanggal :
Sesudah
Sebelum
Tanggal :
Sesudah
Sebelum
Sesudah
BAB IV
LAPORAN KASUS
A. Identitas klien
Pasien merupakan seorang perempuan berusia 81 tahun dengan inisial
Ny. W bertempat tinggal di Wonogiri, beragama Islam, dengan diagnosa
medis Hipertensi, pasien masuk ke Panti Sasana Tresna Wredha Darma Bakti
Wonogiri tanggal 13 November 2013, selama di Panti yang bertanggung
jawab atas Ny. W adalah Tn. P berusia 81 tahun, bertempat tinggal di
Wonogiri, hubungan dengan pasien adalah suami.
B. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 04 Januari 2016, jam 10.30 dengan
metode
pengkajian
autoannamnesa,
alloannamnesa,
observasi,
dan
pemeriksaan fisik. Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah pusing
kepala (cengeng), dengan riwayat penyakit sekarang pasien mengatakan
sebelumnya bisa melakukan aktivitas seperti biasa tetapi semenjak usianya
lanjut menjadi kurang aktivitasnya karena sudah tidak kuat lagi, merasa
letih setelah melakukan aktivitas, kepalanya sering pusing, lehernya
cengeng,
BAK
tidak
lancar
3x/hari,
dari
pemeriksaan
fisik
didapatkan kaki udem, wajah tampak lesu, mata kurang bercahaya, bicara
pelo,
ada
perubahan
bentuk
tulang
pada
kaki
sebelah
kiri
dan
tangan sebelah kiri,tangan kiri udem dengan hasil pemeriksaan tanda-
39
40
tanda vital tekanan darah 170/100 mmHg, suhu 36,70C, nadi 74x/menit,
pernafasan 18x/menit.
Riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan tidak memiliki riwayat
penyakit saat anak-anak, belum pernah kecelakaan, maupun operasi, tetapi
pasien pernah dirawat di rumah sakit, pasien tidak memiliki riwayat alergi,
imunisasinya lengkap, kebiasaan pasien sehari-hari bekerja dirumah sendiri
misal menyapu dan mencuci baju.
Riwayat penyakit keluarga, pasien merupakan anak ke 3 dari 3
bersaudara dan memiliki 2 orang anak.
Ny. W, 81 tahun, Hipertensi
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Perempuan / Laki-laki meninggal
: Pasien
Riwayat kesehatan lingkungan, pasien mengatakan lingkungan
disekitarnya bersih dan aman.
41
Pola kesehatan fungsional : pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan,
pasien mengatakan kesehatan itu penting dan harus dijaga, ketika pasien
merasa sakit pasien langsung berkonsultasi dengan dokter dipanti tersebut.
Pola nutrisi dan metabolisme, sebelum sakit pasien mengatakan
makan 3x/hari dan minum, nasi sayur lauk seperti; tempe, tahu, ayam, makan
satu porsi habis, dan tidak ada keluhan. Selama sakit pasien mengatakan
makan 3x/hari, nasi sayur lauk, makan ½ porsi habis, dan mudah kenyang.
Balance cairan +100 per 8jam
Pola eliminasi, sebelum sakit pasien mengatakan BAK 4x/hari, jumlah
urin kira-kira 1200cc, warna kuning, dan tidak ada keluhan. BAB 2x/hari,
jumlah kira-kira 150cc, warna kuning, dan tidak ada keluhan. Selama sakit
pasien mengatakan BAK 3x/hari, jumlah urin 200cc, warna kuning
kecoklatan, dengan keluhan susah BAK keluarnya sedikit. BAB 1x/hari,
jumlah 100cc, warna kuning kecoklatan, dengan keluhan susah BAB.
Analisa Keseimbangan Cairan Per 8 jam
No
1
Intake
Makan
Minum
Total
100
500
600
Output
Urine
200
Feses
100
IWL
250
Total
550
Analisa
Intake
600
Output
500
Balance
+100
Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit pasien mengatakan makanminum, toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi
atau ROM dapat melakukannya sendiri. Selama sakit pasien mengatakan
makan-minum, toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur dapat
42
melakukan sendiri tetapi berpindah dan ambulasi atau ROM dilakukan
dengan alat bantu.
Pola istirahat tidur, sebelum sakit pasien mengatakan biasanya tidur
siang satu jam, tidur malam 7 jam, tidur dengan nyenyak, setelah bangun
perasaannya segar. Selama sakit pasien mengatakan tidur siang selama
setengah jam, tidur malam 7 jam, tidur dengan sering terbangun 30 menit
tidak nyenyak, perasaan setelah terbangun masih ngantuk.
Pola kognitif perseptual, sebelum sakit pasien mengatakan tidak
merasakan sakit pada anggota tubuhnya. Selama sakit pasien mengatakan
kepala pusing (cengeng), dengan karakteristik sakit yang dirasakan adalah
sebagai berikut, provocate faktor pencetusnya aktivitas pasien, quality
kualitas sakit rasanya cengeng (pegel-pegel) kaku, region daerah yang terasa
sakit adalah leher-kepala, severe/skala sakit 6, time waktu sakit hilang timbul
1 - 2 menit.
Pola persepsi konsep diri, sebelum sakit pasien mengatakan gambaran
dirinya pasien mensyukuri seluruh anggota tubuhnya, ideal dirinya pasien
mengatakan keadaannya sehat, harga dirinya pasien mengatakan bisa
menerima keadaanya dan tetap mensyukuri, peran dirinya pasien mengatakan
melakukan kegiatan sehari-hari sebagai ibu rumah tangga, identitas dirinya
pasien mengatakan sebagai seorang perempuan. Selama sakit, pasien
mengatakan gambaran dirinya pasien mensyukuri seluruh anggota tubuhnya,
ideal dirinya pasien mengatakan ingin segera sembuh, harga dirinya pasien
mengatakan bisa menerima keadaannya dan tetap mensyukuri, peran dirinya
43
pasien mengatakan sebagai pasien dipanti jompo, identitas dirinya pasien
mengatakan sebagai seorang perempuan.
Pola hubungan peran, sebelum sakit pasien mengatakan memiliki
hubungan yang baik dengan keluarga dan orang lain. Selama sakit, pasien
mengatakan masih memiliki hubungan yang baik dengan tetangga maupun
pengurus panti.
Pola seksualitas reproduksi, sebelum sakit maupun selama sakit
pasien mengatakan sudah menikah memiliki 2 anak dan 4 orang cucu.Pola
mekanisme koping, sebelum sakit maupun selama sakit pasien mengatakan
ketika ada masalah pasien selalu berdiskusi dengan pengurus panti.Pola nilai
dan keyakinan, sebelum sakit maupun selama sakit pasien mengatakan
sseorang yang beragama islam, rajin beribadah, dan berdoa.
Hasil pemeriksaan fisik : Pasien dengan kesadaran composmentis,
tanda-tanda vital : Tekanan darah 170/100, Nadi 74x/menit dengan irama
teratur, teraba kuat, Respirasi 18x/menit, iramanya teratur, dan suhu 36.70C.
Hasil pemeriksaan kepala, bentuknya mesochepal, kulit kepala bersih,
rambut berwarna putih beruban dan bersih. Hasil pemeriksaan mata, palpebra
tidak udem, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupilnya isokor,
diameter pupil ± 2 mm, reflek terhadap cahaya mengecil bila ada cahaya,
melebar bila tidak ada cahaya, dan tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
Hasil pemeriksaan hidung bentuk simetris, tidak ada secret. Hasil
pemeriksaan mulut mukosa bibir lembab, tidak ada perubahan tonsil. Hasil
pemeriksaan gigi bersih, sudah banyak yang tanggal. Hasil pemeriksaan
44
telinga bersih, tidak ada serumen, ada gangguan pendengaran. Hasil
pemeriksaan leher tidak ada pembesaran limfe dan pembesaran tiroid.
Hasil pemeriksaan dada, paru-paru inspeksinya simetris, palpasinya
vocal fremitus kanan/kiri sama, ekspansi paru kanan/kiri sama, perkusinya
sonore, auskultasinya tidak ada suara tambahan, vesikuler. Jantung
inspeksinya ictus cordis tidak tampak, palpasinya ictus cordis teraba di
intercosta 5 mid clavicula sinistra, perkusinya pekak, auskultasinya tidak ada
suara tambahan, regular.
Hasil pemeriksaan abdomen, inspeksinya tidak ada jejas, tidak ada
jaringan parut, auskultasinya bising usus 18x/menit, perkusinya kuadran 1
bunyinya redup kuadran 2, 3, dan 4 bunyinya timpani, palpasinya tidak ada
nyeri tekan. Hasil pemeriksaan genetalia bersih, tidak terpasang kateter. Hasil
pemeriksaan rektum bersih, tidak ada luka dan tidak ada hemoroid.
Hasil pemeriksaan fisik ekstremitas, atas: kekuatan otot kanan 5 kiri 4
bisa digerakkan dengan normal, Capilary refile time 5 detik kembali, Ada
perubahan bentuk tulang pada tangan kiri dan ada udem, Perabaan akralnya
hangat. Bawah: kekuatan otot kanan 5, kiri 4, bisa digerakkan tetapi
menggunakan alat bantu, Range of Motion kaki kiri bengkok, sedangkan kaki
kanan normal, Capilary refile time 5 detik kembali, Perubahan bentuk tulang
ada pada kaki kiri, dan perabaan akralnya hangat.
45
C. Daftar perumusan masalah
Analisa pada tanggal 04 Januari 2016 didapatkan data subyektif
pasien mengatakan tangan, leher, dan punggung terasa pegal dan kemeng.
Data obyektif pasien tampak lemas capilary refile 5 detik, tekanan darah
170/100 mmHg, nadi 74x/menit, suhu 36,5°C,RR 20x/menit. Dari data
tersebut ditegakkan diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan tekanan darah tinggi
Daftar perumusan masalah yang didapatkan berdasarkan pengkajian
diatas adalah yang kedua nyeri akut dengan etiologi agen cidera biologis dan
data subjektif pasien mengatakan pusing provocate faktor pencetusnya
aktivitas pasien, quality kualitas sakit rasanya cengeng (pegel-pegel) kaku,
region daerah yang terasa sakit adalah leher-kepala, severe/skala nyeri 6, time
waktu sakit hilang timbul 1 - 2 menit, data objektif pasien tampak lesu,
tekanan darah 170/100mmHg, nadi 74x/menit, RR 18x/menit, memegangi
kepala.
Ketiga hambatan mobilitas fisik dengan etiologi kerusakan integritas
struktur tulang dan data subjektif pasien mengatakan letih setelah aktivitas,
data objektifnya tekanan darah 170/100mmHg, nadi 74x/menit, suhu 36.70C,
RR 18x/menit, ada perubahan bentuk tulang pada kaki kiri, bicara pelo,
tampak lesu.
Prioritas diagnosa yang pertama ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Diagnosa kedua nyeri akut
46
berhubungan dengan agen cidera biologis dan diagnosa ketiga hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan intregritas struktur tulang.
D. Perencanaan
Intervensi
keperawatan
untuk
diagnosa
yang
pertama
yaitu
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan tekanan darah
tinggi mempunyai tujuan tekanan systole dan diastole dalam rentang yang
diharapkan tidak ada ortostatik hipertensi. Intervensi keperawatan yang
disusun yaitu monitor tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan teknik
relaksasi nafas dalam, monitor vital sign untuk mengetahui perubahan vital
sign, berikan tehnik non farmakologi relaksasi nafas dalam dengan rasional
menurunkan tekanan darah pasien karena tekanan darah yang tinggi dapat
menimbulkan nyeri kepala, batasi gerakan pada kepala, leher, tangan, dan
punggung rasional untuk mengurangi rasa pegal dan mengganti sipasi
datangnya pegal, monitor adanya daerah tertentu yang peka terhadap panas
atau dingin untuk mengetahui daerah rangsang.
Perencanaan yang dibuat berdasarkan masalah keperawatan kedua
yaitu nyeri akut yang dilakukan selama 2x24 jam diharapkan dapat tercapai
dengan kriteria hasil pasien melaporkan bahwa nyeri berkurang, dengan
intervensi kaji tanda-tanda nyeri; rasionalnya memudahkan intervensi
selanjutnya, monitor tanda-tanda vital; rasionalnya data dasar untuk
mengetahui perubahan perkembangan pasien, ajarkan teknik relaksasi;
47
rasionalnya mengurangi rasa nyeri secara nonfarmakologis, kolaborasi
pemberian analgetik; rasionalnya mengurangi rasa nyeri secara farmakologis.
Masalah keperawatan ketiga hambatan mobilitas fisik yang dilakukan
selama 2x24 jam diharapkan dapat tercapai dengan criteria hasil pasien
meninggat dalam aktifitas fisik, dengan intervensi observasi keadaan umum
pasien; rasionalnya untuk mengetahui perkembangan keadaan pasien,
dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi; rasionalnya mengurangi resiko
pasien terjatuh, latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara
mandiri sesuai kemampuan; rasionalnya melatih kekuatan otot pasien,
kolaborasi dengan pengurus panti tentang rencana ambulasi sesuai dengan
kebutuhan; rasionalnya untuk meningkatkan ambulasi mandiri pasien.
E. Implementasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari selasa 05 Januari
2016 yang pertama ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan tekanan darah tinggi yaitu Jam 08.00 mengobservasi tanda-tanda vital
pasien dengan data subyektif pasien mengatakan bersedia diukur tanda-tanda
vitalnya dan data obyektif TD : 170/100 mmHg, N : 74 x/ menit, RR : 20 x/
menit, S : 36,5°C, capilary refile 5 detik, Jam 08.30 memberikan tehnik
relaksasi nafas dalam dengan data subyektif pasien mengatakan bersedia
diberi latihan relaksasi nafas dalam dan data obyektif pasien tampak rileks.
Jam 09.00 mengobservasi tekanan darah sebeleum dan setelah dilakukan
relaksasi nafas dalam, data subyektif pasien ngatakan bersedia dilakukan
48
pengukuran tekanan darah data obyektif tekanna darah sebelum dilakukan
teknik relaksasi nafas dalam 170/100 mmHg, setelah dilakukan tindakan
teknik relaksasi nafas dalam tekanan darah pasien 160/100 mmHg. jam 08.00
memonitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas atau
dingin data subyektif pasien mengatakan daerah pipi peka terhadap panas
atau tajam data obyektif pasien tampak memejamkan mata. Jam 09.30
membatasi gerakan pada kepala, leher, tangan, dan punggung data subyektif
pasien mengatakan kepala, leher, tangan, dan punggungnya terasa pegal,
pasien mengatakan bersedia membatasi gerakan dan data obyektif pasien
tampak terlihat memijat tangan dan punggungnya.
Implementasi hari pertama pada selasa tanggal 5 Januari 2016 jam
08.00 untuk diagnosa kedua diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera biologis dengan mengkaji keadaan umum pasien respon subjektifnya
pasien mengatakan bersedia diperiksa, respon objektifnya pasien tampak lesu,
memegangi kepala, dengan pemeriksaan tekanan darah 170/100mmHg, nadi
74x/menit, RR 18x/menit. Implementasi jam 08.30 untuk diagnosa kedua
nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis mengajarkan teknik
relaksasi respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan diajarkan
teknik relaksasi, respon objektifnya pasien mendemonstrasikan teknik
relaksasi. Implementasi jam 09.00 untuk diagnosa kedua nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera biologis memonitor tanda-tanda vital
dengan respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan diperiksa,
respon objektifnya hasil tekanan darah 170/100mmHg, nadi 70x/menit, RR
49
20x/menit, suhu 370C. Implementasi jam 10.00 untuk diagnosa kedua nyeri
akut berhubungan dengan agen cidera biologis memonitor tanda-tanda vital
dengan respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan diperiksa,
respon objektifnya hasil tekanan darah 170/100mmHg, nadi 67x/menit, RR
18x/menit, suhu 36.50C.
Implementasi hari kedua pada hari rabu tanggal 6 Januari 2016 pada
diagnosa pertama ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan tekanan darah tinggi yaitu Jam 07.00 mengobservasi tanda-tanda vital
pasien dengan data subyektif pasien mengatakan bersedia diukur tanda-tanda
vitalnya dan data obyektif TD : 165/90 mmHg, N : 74 x/ menit, RR : 20 x/
menit, S : 36,5°C, capilary refile 5 detik, Jam 07.10 memberikan tehnik
relaksasi nafas dalam dengan data subyektif pasien mengatakan bersedia
diberi latihan relaksasi nafas dalam dan data obyektif pasien tampak rileks.
Jam 08.00 mengobservasi tekanan darah sebeleum dan setelah dilakukan
relaksasi nafas dalam, data subyektif pasien mengatakan bersedia dilakukan
pengukuran tekanan darah data obyektif tekanan darah sebelum dilakukan
teknik relaksasi nafas dalam 165/90 mmHg, setelah dilakukan tindakan teknik
relaksasi nafas dalam tekanan darah pasien 140/90 mmHg. jam 08.00
memonitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas atau
dingin data subyektif pasien mengatakan daerah pipi peka terhadap panas
atau tajam data obyektif pasien tampak memejamkan mata. Jam 08.05
membatasi gerakan pada kepala, leher, tangan, dan punggung data subyektif
pasien mengatakan kepala, leher, tangan, dan punggungnya terasa pegal,
50
pasien mengatakan bersedia membatasi gerakan dan data obyektif pasien
tampak terlihat memijat tangan dan punggungnya.
Implementasi hari kedua pada hari rabu tanggal 6 Januari 2016 jam
09.30 untuk diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
biologis memonitor tanda-tanda vital dengan respon subjektifnya pasien
mengatakan bersedia saat akan diperiksa, respon objektifnya hasil tekanan
darah 160/100mmHg, nadi 63x/menit, RR 17x/menit, suhu 36.70C.
Implementasi jam 10.15 untuk diagnosa ketiga nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera biologis memonitor tanda-tanda vital dengan respon
subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan diperiksa, respon
objektifnya hasil tekanan darah 160/100mmHg, nadi 68x/menit, RR
16x/menit, suhu 370C. Implementasi jam 13.00 untuk diagnosa kedua nyeri
akut berhubungan dengan agen cidera biologis mengkaji nyeri klien respon
subjektifnya pasien mengatakan pusing provocate faktor pencetusnya
aktivitas pasien, quality kualitas sakit rasanya cengeng (pegel-pegel) kaku,
region daerah yang terasa sakit adalah leher-kepala, severe/skala sakit 5, time
waktu sakit hilang timbul 1 - 2 menit, respon objektifnya pasien tampak lesu,
memegangi kepala dengan pemeriksaan tekanan darah 160/100mmHg, nadi
70x/menit, RR 20x/menit. Implementasi jam 14.00 untuk diagnosa kedua
nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis mengajarkan teknik
relaksasi respon subjektifnya pasien mengatakan masih mengingat cara
relaksasi nafas dalam, respon objektifnya pasien mendemonstrasikan teknik
relaksasi. Implementasi jam 15.15 untuk diagnosa kedua nyeri akut
51
berhubungan dengan agen cidera biologis melakukan terapi tertawa dan
senam respon subjektifnya tidak ada, respon objektifnya semua pasien dipanti
mengikuti senam dan terapi tertawa. Implementasi jam 15.45 untuk diagnosa
kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis memonitor tandatanda vital dengan respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan
diperiksa, respon objektifnya hasil tekanan darah 150/90mmHg, nadi
67x/menit, RR 18x/menit, suhu 370C. Implementasi jam 16.15 untuk
diagnosa kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
memonitor tanda-tanda vital dengan respon subjektifnya pasien mengatakan
bersedia saat akan diperiksa, respon objektifnya hasil tekanan darah
140/80mmHg, nadi 69x/menit, RR 17x/menit.
Implementasi hari pertama pada selasa tanggal 5 Januari 2016 jam
07.00 untuk diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan integritas struktur tulang dengan mengkaji keadaan umum pasien
respon subjektifnya pasien mengatakan letih setelah beraktivitas, respon
objektifnya pasien tampak lesu, bicara pelo, ada perubahan bentuk tulang di
ekstremitas bawah kiri dengan pemeriksaan tekanan darah 170/100mmHg,
nadi 74x/menit, RR 18x/menit, suhu 36.70C. Implementasi jam 07.30 untuk
diagnosa ketiga mengajarkan teknik ambulasi respon subjektifnya pasien
mengatakan bersedia saat akan diajari, respon objektifnya pasien melakukan
ambulasi. Implementasi jam 10.15 untuk diagnosa ketiga hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang umum
memonitor tanda-tanda vital dengan respon subjektifnya pasien mengatakan
52
bersedia saat akan diperiksa, respon objektifnya hasil tekanan darah
160/100mmHg, nadi 69x/menit, RR 17x/menit, suhu 36.50C. Implementasi
jam 13.30 untuk diagnosa ketiga memberikan latihan otot tangan dan kaki
respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan diberikan latihan,
respon objektifnya pasien melakukan latihan otot. Implementasi jam 15.45
untuk diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan integritas struktur tulang memonitor tanda-tanda vital dengan
respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan diperiksa, respon
objektifnya hasil tekanan darah 160/100mmHg, nadi 70x/menit, RR
20x/menit, suhu 370C. Implementasi jam 16.15 untuk diagnosa ketiga
memonitor tanda-tanda vital dengan respon subjektifnya pasien mengatakan
bersedia saat akan diperiksa, respon objektifnya hasil tekanan darah
160/100mmHg, nadi 67x/menit, RR 18x/menit, suhu 36.50C.
Implementasi hari kedua pada hari rabu tanggal 6 Januari 2016 jam
09.30 untuk diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan integritas struktur tulang memonitor tanda-tanda vital dengan
respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan diperiksa, respon
objektifnya hasil tekanan darah 160/100mmHg, nadi 63x/menit, RR
17x/menit, suhu 36.70C. Implementasi jam 10.15 untuk diagnose ketiga
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur
tulang memonitor tanda-tanda vital dengan respon subjektifnya pasien
mengatakan bersedia saat akan diperiksa, respon objektifnya hasil tekanan
darah 160/100mmHg, nadi 68x/menit, RR 16x/menit, suhu 370C.
53
Implementasi jam 13.00 untuk diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang mengkaji keadaan
umum pasien respon subjektifnya pasien mengatakan letih setelah
beraktivitas, respon objektifnya pasien tampak lesu, bicara pelo, ada
perubahan bentuk tulang di ekstremitas bawah kiri dengan pemeriksaan
tekanan darah 160/90mmHg, nadi 70x/menit, RR 20x/menit, suhu 36.50C.
Implementasi jam 13.30 untuk diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang memberikan latihan
otot tangan dan kaki respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat
akan diberikan latihan, respon objektifnya pasien melakukan latihan otot.
Implementasi jam 15.45 untuk diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang memonitor tandatanda vital dengan respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan
diperiksa, respon objektifnya hasil tekanan darah 160/90mmHg, nadi
67x/menit, RR 18x/menit, suhu 370C. Implementasi jam 16.15 untuk
diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
integritas struktur tulang memonitor tanda-tanda vital dengan respon
subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan diperiksa, respon
objektifnya hasil tekanan darah 160/90mmHg, nadi 69x/menit, RR 17x/menit,
suhu 370C.
54
F. Evaluasi
Evaluasi hari pertama selasa tanggal 05 Januari 2016 jam 13.00 WIB
dengan metode SOAP, respon subyektif mengatakan kepala-leher cengeng,
pegel. Respon obyektif TD : 160/100 mmHg, N : 65x/ menit, S : 36, 5°C, RR
: 20x/ menit, pasien terlihat lemas, kulit pasien tampak pucat, capilary refile 5
detik. Analisa keperawatannya masalah ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi dengan monitor vital
sign, mengukur tekanan darah sebelum dan sesudah berikan teknik relaksasi
nafas dalam, memberikan teknik relaksasi nafas dalam.
Evaluasi hari kedua, rabu tanggal 06 Januari 2016 jam 13.10 WIB
dengan metode SOAP, respon subyektif mengatakan kepala-leher cengeng,
pegel. Respon obyektif TD : 140/90 mmHg, N : 65x/ menit, S : 36, 5°C, RR :
20x/ menit, pasien terlihat lemas, kulit pasien tampak pucat, capilary refile 5
detik. Analisa keperawatannya masalah ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi dengan monitor vital
sign, mengukur tekanan darah sebelum dan sesudah berikan teknik relaksasi
nafas dalam, memberikan teknik relaksasi nafas dalam.
Evaluasi hari pertama selasa 5 Januari 2016 jam 12.50 untuk diagnosa
kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis evaluasi
subjektifnya pasien mengatakan pusing provocate faktor pencetusnya
aktivitas pasien, quality kualitas sakit rasanya cengeng (pegel-pegel) kaku,
region daerah yang terasa sakit adalah leher-kepala, severe/skala sakit 6, time
waktu sakit hilang timbul 1 - 2 menit, evaluasi objektifnya tampak
55
memegangi leher-kepala, tekanan darah 160/100mmHg, RR 18x/menit, nadi
67x/menit,analisanya
masalah
belum
teratasi,
planningnya
lanjutkan
intervensi beri teknik relaksasi.
Evaluasi hari kedua rabu 6 Januari 2016 jam 13.30 untuk diagnosa
kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis evaluasi
subjektifnya pasien mengatakan pusing provocate faktor pencetusnya
aktivitas pasien, quality kualitas sakit rasanya cengeng (pegel-pegel) kaku,
region daerah yang terasa sakit adalah leher-kepala, severe/skala sakit 5, time
waktu sakit hilang timbul 1 - 2 menit, evaluasi objektifnya tampak
memegangi leher-kepala, tekanan darah 150/90mmHg, RR 16x/menit, nadi
69x/menit,analisanya
masalah
belum
teratasi,
planningnya
lanjutkan
intervensi beri teknik relaksasi.
Evaluasi hari pertama selasa 5
Januari 2016 jam 12.40 untuk
diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
integritas struktur tulang evaluasi subjektifnya pasien mengatakan letih
setelah beraktivitas, evaluasi objektifnya ekstremitas bawah ada perubahan
bentuk tulang, bicara pelo, tekanan darah 140/90mmHg, RR 18x/menit, nadi
67x/menit, suhu 36.50C, analisanya masalah belum teratasi, planningnya
lanjutkan intervensi beri latihan.
Evaluasi hari kedua rabu 6 Januari 2016 jam 13.10 untuk diagnosa
ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang evaluasi subjektifnya pasien mengatakan letih setelah
beraktivitas, evaluasi objektifnya ekstremitas bawah ada perubahan bentuk
56
tulang, bicara pelo, tekanan darah 150/90mmHg, RR 16x/menit, nadi
69x/menit, suhu 36.70C, analisanya masalah belum teratasi, planningnya
lanjutkan intervensi beri latihan ambulasi.
BAB V
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
Bab ini merupakan pembahasan kasus yang diambil dari BAB IV,
yaitu membahas mengenai analisa penurunan tekanan darah yang diperoleh
dari studi kasus asuhan keperawatan tekanan darah pada Ny. W dengan
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer akibat Hipertensi di Panti Sasana
Tresna Werdha Darma Bakti Wonogiri, berdasarkan teori dan kesenjangankesenjangan yang terjadi pada saat studi kasus, dimana pembahasan yang
penulis lakukan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi, dan evaluasi.
1.
Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan salah satu komponen dari
proses keperawatan yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh perawat dalam
menggali permasalahan dari pasien meliputi usaha pengumpulan data
tentang status kesehatan seorang pasien secara sistematis, menyeluruh,
akurat, singkat dan berkesinambungan (Muttaqin, 2009).
Pengkajian dilakukan dengan komprehensif pada Ny. W
dengan hipertensi pada tanggal 04 Januari 2016 dengan metode
pengkajian autoannamnesa, alloannamnesa, observasi, dan pemeriksaan
fisik(Setiadi,
pengkajian
2012).
dengan
Dalam
cara
teori
tersebut
wawancara
57
dijelaskan
langsung
pada
metode
pasien
58
maupun keluarga, observasi, dan pemeriksaan fisik, akan tetapi disini
penulis menambahkanuntuk menelaah catatan medis dan catatan perawat
sebagai data penunjang pasien.Hasil pengkajian penulis terhadap Ny. W
sudah sesuai dengan teori pengkajian pola gardon (Setiadi, 2012) dimana
dalam teori tersebut menjelaskan format pengkajian pasien dengan
pendekatan pola fungsi kesehatan menurut Gordon (Gordon Functional
Health Patterns) terdiri dari tanggal masuk, ruangan/kelas, nomer kamar,
diagnosa masuk. Identitas terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, penanggung jawab. Pada
riwayat sakit dan kesehatan terdiri dari keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyekit dahulu, pengkajian fisik abdomen, integumen,
ektremitas. Pemeriksaan penunjang. Rumusan masalah (Setiadi 2012).
Hasil pengkajian Ny. W di diagnosa memiliki penyakit
Hipertensi. Hal ini sesuai dengan teori menurut (Widharto, 2007)
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal
tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih
dari suatu periode. Berbagai hal berperan sebagai factor pencetusnya
antara lain factor keturunan, jenis kelamin, dan usia (laki-laki yang
berumur 35-50 tahun dan wanita pasca menopause beresiko tinggi
mengalami hipertensi), diet (mengkonsumsi tinggi garam dan lemak
secara langsung berhubungan dengan perkembangan hipertensi), berat
badan, gaya hidup (merokok dan mengkonsumsi alkohol dapat
59
meningkatkan tekanan darah bila gaya hidup menetap). Hipertensi
biasanya tanpa gejala dan sering disebut silent killer.
Pada pengkajian yang dilakukan pada Ny. W didapat keluhan
utama nyeri kepala pusing saat beraktivitas, kualitas sakit rasanya
cengeng (pegel-pegel) kaku, pada leher-kepala, skala sakit 6, hilang
timbul 1 - 2 menit, tekanan darah 170/100mmHg, nadi 74x/menit, RR
18x/menit, Hal ini sesuai dengan teori (Udjianti, 2010) dalam
(Ambarwati, 2013) bahwa penyebab nyeri kepala pada kasus hipertensi
berat gejala yang dialami oleh penderita hipertensi antara lain palpitasi,
kelelahan, ansietas, keringat berlebihan, tremor otot, nyeri dada,
epistaksis, pandangan kabur atau ganda, sulit tidur, dan gejala paling
umum adalah nyeri kepala (rasa berat di tengkuk).
Pada hasil pengkajian BAK tidak lancar, balance cairan
+100CC/8Jam, mukosa bibir lembab, capillary refile time kembali dalam
5 detik, kaki udem, ada perubahan tekanan darah 170/100mmHg. Hal ini
sesuai dengan manifestasi klinis hipertensi yaitu timbulnya perubahan
tekanan darah (T. Heather Herdman, 2012). Tekanan darah adalah gaya
atau dorongan darah ke dinding arteri saat darah dipompa keluar dari
jantung keseluruh tubuh (Palmer, 2007), Tekanan darah orang dewasa
dinyatakan normal bila angka sistolik (angka atas) di bawah 140 mmHg
dan angka diastolik (tekanan bawah) di bawah 85 mmHg (Price dan
Henderson, 2005; dalam Herminto, dkk, 2013).
60
Pada pengkajian ekstremitas, atas: kekuatan otot kanan bisa
digerakkan dengan normal, Range of Motion kanan bisa digerakkan
dengan normal, tidak ada udem, Capilary refile time 5 detik kembali,
Perubahan bentuk tulang ada pada tangan kiri dan ada udem, Perabaan
akralnya hangat. Bawah: kekuatan otot kanan/kiri bisa digerakkan tetapi
menggunakan alat bantu, Range of Motion kaki kiri bengkok, sedangkan
kaki kanan normal, Capilary refile time 5 detik kembali, Perubahan
bentuk tulang ada pada kaki kiri, dan perabaan akralnya hangat. Menurut
Corwin (2009); dalam Kristmas, et al (2013) menyatakan bahwa ada
beberapa tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita hipertensi
bertahun-tahun, yaitu seperti sakit kepala saat terjaga (terkadang disertai
mual dan muntah akibat peningkatan intrakranium), penglihatan kabur
akibat kerusakan hipertensif pada retina, cara berjalan mulai terganggu
karena mulai adanya kerusakan susunan saraf pusat, nokturia yang
disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus,
edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
Hasil pengkajian pola aktivitas dan latihan selama sakit penulis
mendapat data bahwa aktivitas seperti makan/minum, berpakaian,
mobilisasi ditempat tidur, dan toileting didapat score 0 atau mandiri
tetapi berpindah dan ambulasi atau ROM didapat score 1 atau dibantu
dengan alat. Menurut Tarwoto (2011) dalam Ambarwati (2013) nyeri
kepala pada pasien hipertensi menimbulkan perasaan yang tidak nyaman
dan hal ini dapat berpengaruh pada aktifitasnya, tidak terpenuhi
61
kebutuhan dasarnya,
bahkan dapat
berdampak pada
kebutuhan
psikologisnya seperti, menarik diri, menghindari percakapan, dan
menghindari kontak dengan orang lain.
Pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien
sedang. Kesadaran composmentis dengan nilai glasglow coma scale
(GCS) 15, eye 4, verbal 5, motoric 6. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
sebagi berikut, tekanan darah 170/100mmHg, frekuensi nadi 74x/menit
dengan irama teratur, teraba kuat, Respirasi 18x/menit, iramanya teratur,
dan suhu 36.70C. Teori menyatakan pasien hipertensi akan mengalami
peningkatan yang abnormal pada tekanan darah dalam pembuluh darah
arteri secara terus menerus lebih dari satu periode. Menurut WHO
batasan
tekanan
darah
yang
masih
dianggap
normal
adalah
140/90mmHg, sedangkan tekanan darah lebih dari 160/95mmHg
dinyatakan dalam hipertensi (Udjianti, 2010; dalam Ambarwati, 2013).
2.
Perumusan masalah keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga daan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai
dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan
keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat (Setiadi 2012). Dalam
merumuskan diagnosa keperawatan terdiri dari 3 komponen yaitu respon
manusia (problem), faktor yang berhubungan (etiologi), tanda dan gejala
(simpton) (Setiadi, 2012).
62
Pada diagnosa keperawatan pertama yang diambil penulis
adalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
tekanan darah tinggi. Menurut Nurarif (2013), Ketidakefektifanperfusi
jaringan perifer adalah penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat
mengganggu kesehatan. Batasan karakteristik capilary refile<2 detik,
perubahan tekanan darah di ekstremitas, perubahan fungsi motorik,
perubahan
karakteristik kulit, warna kulit pucat (Herdman, 2012).
Diagnosa ketidakefektifanperfusi jaringan perifer berhubungan dengan
hipertensi muncul pada Ny.W berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal
04 Januari 2016 didapatkan hasil untuk diagnosa pertama bahwa pasien
mengatakan pusing, cengeng, dan lehernya terasa pegal. Data obyektif
pasien terlihat lemas, warna kulit pasien tampak pucat, pasien tampak
memegangi leher, capilary refile 5 detik kembali. Tekanan darah 170/100
mmHg, frekuensi nadi 74 kali per menit, suhu 36,50 C, frekuensi
pernafasan 20 kali per menit, sehingga didapatkan masalah keperawatan
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan tekanan
darah tinggi.
Untuk memprioritaskan diagnosa keperawatan Ny.W. Diagnosa
pertama adalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan hipertensi dikarenakan sirkulasi darah berhubungan dengan
kebutuhan fisiologis seseorang, namun dengan tindakan pemberian
relaksasi nafas dalam diharapkan dapat menurunkan tekanan darah.
Dengan tindakan tersebut maka sirkulasi darah tubuh pasien akan
63
mengalir dengan lancar dengan pemberian relaksasi nafas dalam dapat
memperlancar peredaran darah dan meregangkan ketegangan otot maka
dapat menurunkan tekanan darah menjadi normal.
Perumusan diagnosa keperawatan pada kasus ini didasarkan
pada keluhan utama dan beberapa karakteristik yang muncul pada pasien
dan dibuat berdasarkan kebutuhan dasar teori Maslow. Dari pengkajian
pada Ny. W didapatkan hasil pengkajian pola kognitif perseptual,
sebelum sakit pasien mengatakan tidak merasakan sakit pada anggota
tubuhnya. Selama sakit pasien mengatakan kepala pusing (cengeng),
dengan karakteristik sakit yang dirasakan adalah sebagai berikut,
provocate faktor pencetusnya aktivitas pasien, quality kualitas sakit
rasanya cengeng (pegel-pegel) kaku, region daerah yang terasa sakit
adalah leher-kepala, severe/skala sakit 6, time waktu sakit hilang timbul
1 - 2 menit. Data objektif didapatkan pasien tampak memegangi kepala
(sikap melindungi area nyeri), mata kurang bercahaya, Tekanan Darah
170/100mmHg, Nadi 74x/menit, pernafasan 18x/menit. Sehingga penulis
mengambil diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
(hipertensi). Dimana nyeri akut adalah pengalaman sensori dan
emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal
kerusakan sedemikian rupa (International Association for the study of
Pain):awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga
64
berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung ≤ 6 bulan (Nurarif & Kusuma 2013).
Batasan karakteristik nyeri akut secara subyektif diungkapkan
pasien secara verbal atau melaporkan dengan isyarat, sedangkan secara
obyektif diungkapkan pasien dengan gerakan melindungi nyeri,
perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, perubahan
frekuensi pernafasan, mata kurang bercahaya (Nurarif & Kusuma 2013).
Penentuan etiologi dari diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera biologis didasarkan pada pengkajian hasil perubahan tekanan
darah tinggi.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal. Ditandai dengan data subjektif pasien mengatakan
merasa nyeri dan kaku pada kedua lututnya, kakinya gemetaran jika
berjalan atau berdiri terlalu lama, jika nyeri timbul pasien kesulitan
menggerakkan kedua kakinya. Dan data objektifnya kaki pasien tampak
gemetaran, pasien tampak kesulitan menggerakkan kakinya, tampak
perubahan bentuk tulang (pasien berjalan membungkuk), kekuatan otot
ekstremitas bawah kanan dan kiri skala 4.
Perumusan diagnosa ketiga didapatkan hasil pengkajian
hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh
atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri. Batasan karakteristiknya
antara lain: penurunan waktu reaksi, kesulitan membolak balikan posisi,
melakukan
aktivitas
lain
sebagai
pengganti
pergerakan
(misal:
65
meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan
perilaku, fokus pada ketunadayaan/ aktivitas sebelum sakit), dispnea
setelah beraktivitas, perubahan cara berjalan, keterbatasan kemampuan
melakukan keterampilan motorik halus, keterbatasan tentang gerak sendi,
tremor akibat pergerakan, pergerakan lambat dan pergerakan tidak
berkoordinasi (Herdman, 2012).
Pada pembahasan ini penulis mengambil tiga diagnosa yaitu
diagnose pertama ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan tekanan darah tinggi, diagnosa kedua nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera biologis diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang. Hal ini sesuai
dengan teori Muttaqin (2009). Dimana dalam memprioritaskan diagnosa
sesuai dengan teori Hirearki Maslow. Dalam teori Muttaqin (2009) pada
pasien hipertensi terdapat 5 diagnosa keperawatan, tetapi penulis hanya
mengambil 3 diagnosa keperawatan karena data yang muncul yang
diperoleh dari pasien hanya meliputi 3 diagnosa tersebut.
3.
Perencanaan
Perencanaan
keperawatan
adalah
bagian
dari
fase
pengorganisasian dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk
mengarahkan
tindakan
keperawatan
dalam
usaha
membantu,
meringankan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan
klien. Perencanaan yang tertulis dengan baik akan memberi petunjuk dan
arti pada asuhan keperawatan, karena perencanaan adalah sumber
66
informasi bagi semua yang terlibat dalam asuhan keperawatan klien.
Rencana ini merupakan sarana komunikasi yang utama, dan memelihara
continuitas asuhan keperawatan klien bagi seluruh anggota tim (Setiadi,
2012). Proses perencanaan keperawatan meliputi penetapan tujuan
perawatan, penetapan kriteria hasil, pemilihan intervensi yang tepat, dan
rasionalisasi dari intervensi dan mendokumentasikan rencana perawatan
(Setiadi, 2012).
a. Ketidakefektifanperfusi jaringan berhubungan dengan tekanan darah
tinggi
Dengan intervensi adanya perubahan tekanan darah untuk
mengetahui perubahan vital sign, berikan terapi non-farmakologi dengan
pemberian relaksasi nafas dalam untuk melancarkan peredaran
pembuluh darah dan penurunan ketegangan otot, ajarkan teknik relaksasi
nafas dalam. Pada kasus Ny.W penulis melakukan rencana tindakan
keperawatan selama 2x24 jam diharapkan sirkulasi darah dalam tubuh
tidak terganggu dengan kriteria hasil tekanan systole dan diastole dalam
rentang yang diharapkan, tidak ada ortostatik hipertensi (Wijaya dan
Puri, 2013). Pemeriksaan tanda-tanda vital dalam batas normal tekanan
darah 120-140/80-90 mmHg, frekuensi nadi 60-100 kali per menit, suhu
36-37,50 C (Purwatiningsih, 2009).
Masalah keperawatan yang kedua dengan diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera biologis, yaitu setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan nyeri akut dapat
67
berkurang bahkan hilang dengan kriteria hasil pasien mengungkapkan
penurunan rasa nyeri, skala nyeri turun menjadi 1 bahkan 0, pasien
merasa nyaman, pasien mampu mengontrol nyeri, pasien terlihat rileks,
pasien mampu mengontrol nyeri dengan teknik non-farmakologi (tarik
nafas dalam). Penulis menuliskan intervensi sesuai dengan kriteria NIC
(Nursing Intervension Clacification)menurut
Nurarif & Kusuma,
(2013)berdasarkan diagnosa keperawatan nyeri akut, perencanaannya
adalah (Pain management) lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor
presipitasi, observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan, gunakan
teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien, kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri, evaluasi
pengalaman nyeri masa lampau, evaluasi bersama pasien dan tim
kesehatan lain tentang ketidakefektifan control nyeri masa lampau, bantu
pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan, kurangi
factor
presipitasi
nyeri,
pilih
dan
lakukan
penanganan
nyeri,
farmakologis dan nonfarmakologis), kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi, ajarkan tentang teknik non farmakologis, berikan
analgetik untuk mengurangi nyeri, evaluasi keefektifan kontrol nyeri,
kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri yang
tidak berhasil. Penulis menyusun perencanaan antara lain kaji status nyeri
pasien dengan rasionaliasi untuk mengetahui skala nyeri pasien. Untuk
mengetahui skala nyeri pasien maka dalam mengkaji skala nyeri penulis
68
menggunakan metode pengkajian nyeri PQRST. Provoking inciden :
Apakah ada peristiwa yang menjadi factor prepitasi nyeri.Quality of pain
: Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah seperti terbakar,
berdenyut / menusuk. Region Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa
reda, apakah rasa sakit menjalar / menyebar dan dimana rasa sakit
terjadi.Saverity (scale of pain) : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
pasien, bisa berdasarkan skala nyeri / pasien menerangkan seberapa jauh
rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya. Time : Berapa lama
nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari /
siang hari. (Nasrul Effendy, 1995) dalam Wijaya & Putri (2013).
Intervensi yang kedua adalah berikan kesempatan waktu
istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman dengan
rasionalisasi
memberikan
kenyamanan
pada
pasien
untuk
istirahat.Intervensi yang ketiga adalah ajarkan pasien untuk melakukan
tarik nafas dalam ketika nyeri muncul dengan rasionalisasi memberikan
kenyamanan pada pasien. Relaksasi nafas dalam merupakan kebebasan
mental dan fisik dari ketegangan dan stress, karena dapat merubah
persepsi konitif dan motivasi efektif pasien. Teknik relaksasi membuat
pasien dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau rasa
nyeri stres fisik dan emosi pada nyeri (Perry & Potter, 2005). Penulis
tidak membuat semua perencanaan berdasarkan teori dikarenakan adanya
keterbatasan alat dan tempat yang tidak memadai.
69
Intervensi Masalah keperawatan yang ketiga dengan diagnosa
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x
24 jam diharapkan dapat tercapai dengan criteria hasil pasien meningkat
dalam aktifitas fisik, dengan intervensi penulis menyusun perencanaan
antara lain: kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, dampingi dan
bantu
pasien
saat
mobilisasi,
ajarkan
pasien
tentang
teknik
ambulasi/ROM untuk melatih pergerakan pasien, dan kolaborasi dengan
tenaga kesehatan lain untuk mengawasi aktifitas pergerakan pasien (NIC
dalam Yuli Reni, 2014).
4.
Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Fokus dari
intervensi keperawatan antara lain : mempertahankan daya tahan tubuh,
mencegah komplikasi, menemukan perubahan sistem tubuh, mencegah
komplikasi,
menemukan
perubahan
sistem
tubuh,
memantapkan
hubungan klien dengan lingkungan, implentasi pesan dokter (Setiadi,
2012).
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada Ny.W dengan
diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
tekanan darah tinggi yaitu memonitor TTV, memberikan aktivitas jalan
pagi untuk menguatkan otot jantung dan memperbesar bilik jantung, hal
ni akan meningkatkan efisiensi kerja jantung elastisitas pembuluh darah
70
akan meningkat sehingga jalannya darah akan lebih lancar dan tercegah
pula keadaan tekanan darah tinggi dan penyakit jantung koroner.
Lancarnya pembuluh darah juga akan membuat lancar pula pembuangan
zat sisa sehingga tidak mudah lelah otot rangka akan bertambah
kekuatan, keletentukan, dan daya tahannya, sehingga mendukung
terpeliharanya kelincahan serta kecepatan reaksi. Kekuatan dan
kepadatan tulang akan bertambah karena ada tarikan otot sewaktu latihan
fisik dan tercegahlah pengeroposan tulang persendian akan lebih lentur
sehingga gerakan sendi tidak terganggu. Hal tersebut sesuai dengan
penelitian Khomarun (2012), dengan judul pengaruh aktifitas jalan pagi
yang hasilnya terdapat pengaruh yang signifikan dalam perubahan
penurunan tekanan darah setelah dilakukan aktifitas fisik jalan pagi
memberikan posisi nyaman, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam,
memonitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas atau
dingin, membatasi gerakan pada kepala, leher, tangan, dan punggung.
Implementasi
dilakukan
dari
perencanaan
yang disusun
sebelumnya. Berikut ini pembahasan implementasi dari masing-masing
diagnosa: nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis,
implementasi yang dilakukan pada tanggal 5, 6, 7 Januari 2016 adalah
mengkaji status nyeri pasien PQRST, metode PQRST meliputi Provoking
inciden : Apakah ada peristiwa yang menjadi factor prepitasi
nyeri.Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut / menusuk.
Region
Radiation,
71
relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar /
menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.Saverity (scale of pain) :
Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala
nyeri / pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya. Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan,
apakah bertambah buruk pada malam hari / siang hari (Nasrul Effendy,
1995) dalam Wijaya & Putri (2013).
Mengajarkan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam ketika
nyeri muncul. Penulis menekankan pada pemberian teknik relaksasi nafas
dalam untuk menurunkan nyeri,dimana teknik relaksasi nafas dalam
adalah salah satu dari tindakan keperawatan dalam menurunkan nyeri.
Dalam jurnal Syaiful & Rachmawan (2014) teknik relaksasi nafas dalam
terbukti sangat efektif untuk menurunkan nyeri, teknik relaksasi nafas
dalam juga sangat mudah dilakukan tanpa menggunakan alat bantu.
Relaksasi nafas dalam melibatkan sistem otot dan respirasi tidak
membutuhkan alat lain sehingga mudah dilakukan kapan saja atau
sewaktu-waktu dan dapat digunakan dalam jangka waktu relatif lebih
lama. Penulis melakukan teknik relaksasi nafas dalam ini selama 3 hari
pengelolaan, dan selama 1 hari berikan teknik relaksasi 4 kali. Dimana
dalam 3 hari pengelolaan ini penulis mendapatkan data sebagai berikut
pada hari pertama skala nyeri 6, hari kedua skala nyeri 5, hari ketiga
skala nyeri 4. Hal ini sesuai dengan teori dalam jurnal Syaiful &
Rachmawan (2014) dimana dalam setiap implementasi mengalami
72
penurunan skala nyeri. Penulis tidak melakukan semua perencanaan
berdasarkan teori dikarenakan adanya keterbatasan alat dan tempat yang
tidak memadai.
Diagnosa keperawatan ketiga implementasi yang dilakukan
mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, mendampingi dan
membantu pasien saat mobilisasi, mengajarkan pasien tentang teknik
ambulasi/ROM untuk melatih pergerakan pasien, dan berkolaborasi
dengan tenaga kesehatan lain untuk mengawasi aktifitas pergerakan
pasien (NIC dalam Yuli Reni, 2014).
5.
Evaluasi
Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien,
keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk
melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan
dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
Evaluasi keperawatan pada Ny. W yang dirawat dipanti sasana
tresna wredha dharma bhakti wonogiri hari pertama selasa pada tanggal
05 Januari 2016 diagnosa pertama dengan metode SOAP, respon
subyektif mengatakan kepala-leher terasa cengeng, pegal-pegal. Respon
obyektif pasien terlihat lemas, kulit pasien tampak pucat, capilary refile 5
detik. Maka dapat disimpulkan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer belum teratasi. Planning, lanjutkan intervensi dengan monitor
73
vital sign, monitor tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan
tindakan relaksasi nafas dalam, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.
Evaluasi dilakukan setiap hari diakhir shift dengan metode
SOAP berdasarkan kriteria NOC (Nursing Outcame Clacification)
menurut Nurarif & Kusuma, (2013), didapatkan hasil evaluasi hari kedua
rabu tanggal 6 Januari 2016 jam 17.00 untuk diagnosa kedua nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera biologis evaluasi subjektifnya pasien
mengatakan pusing provocate faktor pencetusnya aktivitas pasien,
quality kualitas sakit rasanya cengeng (pegel-pegel) kaku, region daerah
yang terasa sakit adalah leher-kepala, severe/skala sakit 4, time waktu
sakit hilang timbul 1 - 2 menit, evaluasi objektifnya tampak memegangi
leher-kepala, tekanan darah 140/90mmHg, RR 18x/menit, nadi
69x/menit, analisanya masalah teratasi sebagian, planningnya lanjutkan
intervensi beri teknik relaksasi. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut sesuai
dengan kriteria NOC (Nursing Outcame Clacification) menurut Nurarif
& Kusuma, (2013) bahwa teori tersebut menyebutkan mampu
mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan), melaporkan
bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri, mampu
mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, tanda nyeri), menyatakan
rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Evaluasi hari kedua 6 Januari 2016 jam 17.30 untuk diagnosa
keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
74
integritas
struktur
tulang
dengan
menggunakan
metode
SOAP
(Subjective, Objective, Analise, Planning) didapatkan hasil sebagai
berikut subjektifpengurus panti mengatakan bersedia mengawasi aktifitas
pasien, objektif pengurus panti tampak mengawasi aktifitas pasien dan
tampak seringkali mengingatkan pasien untuk lebih berhati-hati saat
melakukan kegiatan atau aktifitas. Analisa masalah teratasi sebagian.
Planning intervensi dilanjutkan yaitu kolaborasi dengan tenaga kesehatan
lain untuk mengawasi aktifitas pergerakan pasien dan ajarkan tehnik
ambulasi/ROM untuk melatih pergerakan pasien.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan intervensi berbasis riset yang telah dilakukan penulis
pada Ny. W dengan hipertensi di Panti Sasana Tresna Wredha Dharma Bakti
Wonogiri pada tanggal 05 sampai dengan 07 Januari 2016 dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1.
Pengkajian
Pengkajian pada Ny. W
diperoleh data subyektif pasien
mengatakan kepala-leher terasa cengeng, pegal-pegal. Data obyektif
pasien tampak lemas, capilary refile 5 detik, warna kulit pasien terlihat
pucat, tekanan darah 170/100 mmHg nadi 74x/menit, RR 18x/menit.
Pada pasien hipertensi ditemukan data-data yaitu nyeri akut,
didapatkan data pasien pasien mengatakan pusing provocate faktor
pencetusnya aktivitas pasien, quality kualitas sakit rasanya cengeng
(pegel-pegel) kaku, region daerah yang terasa sakit adalah leher-kepala,
severe/skala sakit 6, time waktu sakit hilang timbul 1 - 2 menit. Data
objektif pasien tampak lesu, tekanan darah 170/100mmHg, nadi
74x/menit, RR 18x/menit, memegangi kepala.
Masalah diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik ditandai
denganletih
setelah
aktivitas,
75
data
objektifnya
tekanan
darah
76
170/100mmHg, nadi 74x/menit, suhu 36.70C, RR 18x/menit, ada
perubahan bentuk tulang pada kaki kiri, bicara pelo, tampak lesu.
2.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien dengan
hipertensi untuk lansia ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan tekanan darah tinggi, nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera biologis, hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan kerusakan intregritas struktur tulang.
3.
Intervensi keperawatan
Intervensi yang dibuat berdasarkan masalah keperawatan yang
pertama ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
tekanan darah tinggi, memonitor vital sign, berikan aktifitas jalan pagi,
batasi gerakan pada kepala, leher, tangan, dan punggung, monitor adanya
daerah tertentu yang peka terhadap panas atau dingin.
Intervensi yang dibuat untuk mengatasi masalah keperawatan
yang muncul pada kasus dengan hipertensi, yakni dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2 kali 24 jam diharapkan
masalah keperawatan teratasi dengan kriteria hasil pasien melaporkan
bahwa nyeri berkurang, mengatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang, dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Rencana
keperawatan untuk menyelesaikan masalah nyeri yaitu kaji secara
komprehensif tentang nyeri PQRST (Provoking, Quality, Regio, Scale,
Time), monitor tanda-tanda vital, lakukan teknik variasi untuk
77
mengurangi nyeri secara (aplikasi pemberian teknik relaksasi nafas
dalam), dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik.
Rencana
keperawatan
yang
dilakukan
penulis
untuk
menyelesaikan masalah hambatan mobilitas fisik yaitu kaji kemampuan
pasien dalam mobilisasi, dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi,
ajarkan pasien tentang teknik ambulasi/ROM, dan kolaborasi dengan
tenaga kesehatan lain untuk mengawasi aktifitas pergerakan pasien.
4.
Implementasi
Implementasi keperawatan yang dapat dilakukan pada Ny.W
dengan hipertensi stadium II adalah sesuai dengan intervensi yang sudah
dibuat dan lebih mengoptimalkan pemberian relaksasi nafas dalam untuk
menurunkan tekanan darah.
5.
Evaluasi
Evaluasi keperawatan yang didapat setelah 2 hari pengelolaan pada
Ny.W dengan hipertensi adalah masalah ketidakefektifan perfusi jaringan
belum teratasi, masalah nyeri akut belum teratasi, hambatan mobilitas
fisik belum teratasi.
6.
Analisa praktek jurnal
Berdasarkan hasil penelitian ini menyatakan ada penurunan
tekanan darah yang signifikan setelah dilakukan teknik relaksasi nafas
dalam selama 2 hari dengan frekuensi latihan 1 kali.
78
B. Saran
1.
Bagi Pasien
Diharapkan agar klien dapat melakukan tehnik relaksasi nafas dalam
ketika nyeri muncul.
2.
Bagi Rumah Sakit
Diharapkan Rumah Sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
mempertahankan hubungan kerja sama baik antara tim kesehatan
maupun klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan yang optimal pada umumnya yaitu dengan dengan
memberikan Teknik relaksasi nafas dalam pada pasien hipertensi.
3.
Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan aplikasi berbasis riset ini dapat menjadi referensi bagi
institusi keperawatan tentang pemberian tehnik relaksasi nafas dalam
terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi. Diharapkan
institusi pendidikan dapat mengembangkan tehnik relaksasi nafas dalam
ini untuk memperluas wawasan.
4.
Bagi Penulis
Diharapkan dapat memberi pengalaman baru dalam melakukan intervensi
berbasis riset berdasarkan jurnal. Penulis dapat mengetahui manfaat
pemberian tehnik relaksasi nafas dalam bagi pasien yang mengalami
hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini,
Waren
A&SitumorangE.dkk.2009.Faktor-Faktor
Yang
BerhubunganDenganKejadianHipertensiPadaPasien Yang Berobat Di
PoliklinikDewasaPuskesmasBangkinangPeriodeJanuariSampaiJuni
2008. Jurnal.FK UNRI.hal 10-11
Arthur C. Guyton, John E Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11.
Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGC.
Boestan, dkk. 2010. Pedoman Diagnosa dan Terapi. Surabaya : RSUD Dr.
Soetomo.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2.
Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi. Editor: Yudha, E Komara.
Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta: EGC.
Gunawan, Lany, (2001), Hipertensi Tekanan Darah Tinggi, Yogyakarta: Kanisius
Irza, Sukriyani. 2009. Analisis Faktor Resiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari
Bungo Tanjung Sumatera Barat. Medan : universitas Sumatera Utara
Kamaludddin, Ridlwan. 2010. Pertimbangan Dan Alasan Pasien Hipertendi
Menjalani Terapi Alternatif Komplementer Bekam Di Kabupatan
Banyumas. Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman.
Muttaqin, A. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
KardiovaskulerDan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Medical
Shocker,
2012.
Pengaruh
Tehnik
Relaksasi
Pernafasan
DiafragmaTerhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi
Derajat
II
http://www.scribd.com/document_downloads/direct/49017834?extension=
pdf&ft=1370166341&lt=1370169951&user_id=37484991&uahk=ukNPk
Vht7KNn7ibpVAxsj1+4uaA (diakses pada tanggal
2015,pada pukul 20:15 WIB)
20 Desember
NANDA. 2012. Diagnosa Keperawatan; Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGC
Potter PA, & Perry AG. 2010. Fundamentals of Nursing Buku 2 Edisi 7. Jakarta :
Salemba Medika
RISKESDAS,
2007.
http:://
www.k4health.org/sites/default/files/laporan%20Riskesdas%202007.pdf
. Diakses pada tanggal 19 Desember 2015
Ritu, Jain. 2011. Pengobatan Alternatif Untuk Mengatasi Tekanan Darah. Jakarta
: Gramedia
Smeltzer, S. C. & bare, B.G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC
Soeharto, I. 2001. Kolesterol & Lemak Jahat, Kolesterol & Baik, Dan Proses
TerjadinyaSerangan Jantung Dan Stroke. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Susanto, Sigit 2003. Mengatasi Berbagai Masalah Statistik dengan SPSS versi
11.5. Jakarta : Elex Media Komputindo.
Tarwoto,
(2011),
Pengaruh
Latihan
Slow
Deeb
BreathingTerhadap
IntensitasNyeri Kepala Akut Pada Pasien Cedera Kepala Ringan,
Jakarta : Tesis. Universitas Indonesia
Download