Review Artikel PENGENDALIAN TIKUS PADA TANAMAN PADI MELALUI PENDEKATAN EKOLOGI Tikus merupakan hama nomor satu pada tanaman padi di Indonesia. Rata-rata kehilangan hasil akibat serangan tikus mencapai 25 juta ton/tahun senilai kurang lebih US$7,5 miliar. Untuk memperoleh keberhasilan dalam pengendalian tikus melalui pendekatan ekologi, pengetahuan bioekologi tikus mutlak diperlukan. Berbagai bioekologi hama tikus telah diketahui, antara lain perilaku makan, migrasi, pertumbuhan populasi, dan musuh alami. Pengendalian tikus melalui pendekatan ekologi bertujuan untuk meminimumkan pengaruh buruk pestisida terhadap spesies bukan sasaran dan lingkungan serta mengembangkan pendekatan yang ekonomis, berkelanjutan, dan mempunyai efek positif dalam jangka panjang. Berdasarkan kemajuan penelitian dan pemahaman tentang dinamika populasi tikus, metode pengendalian yang efektif adalah pengendalian berdasarkan ekologi, antara lain sistem rintangan perangkap/ SRP (trap barrier system/TBS), pemanfaatan musuh alami, pengaturan tingkat kelahiran, pengaturan waktu tanam, dan pengendalian lebih awal. Lebih dari lima tahun terakhir teknologi SRP yang dikombinasikan dengan tanaman perangkap (TP) telah teruji keefektifannya di Asia Tenggara pada tanaman padi sawah. Di Sulawesi Selatan, petani lebih menyukai SRP linier daripada SRP-TP karena tidak memerlukan tanaman perangkap. Pemanfaatan predator merupakan salah satu cara tertua dalam pengendalian tikus, namun juga telah mengalami stagnasi dan untuk beberapa spesies memerlukan campur tangan manusia. Pemanfaatan vaksin imunokontraseptif adalah suatu cara baru pengaturan kesuburan tikus, namun masih memerlukan penelitian terpadu baik dari aspek teknis, ekonomi maupun sosial. Tanam serentak dan tepat waktu yang banyak dikembangkan di Sulawesi Selatan selama beberapa dasawarsa dapat menjadi pelajaran berharga dalam pengendalian tikus khususnya dan hama/penyakti padi pada umumnya. Selain itu, perlu disadari bahwa tidak ada satupun cara yang baik untuk semua kondisi sehingga diperlukan keterpaduan komponen teknologi, program, dan pihak yang terkait. Pengendalian hama terpadu atau integrated pest management (IPM) akan berhasil apabila huruf P tidak diartikan hanya sebagai keterpaduan teknologi dalam pengendalian hama (pest) melainkan juga keterpaduan program dan people atau mereka yang terkait dalam masalah tersebut. ULASAN Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa masih banyak yang harus dilakukan untuk sampai pada pengendalian hama tikus berdasarkan pendekatan ekologi. Namun demikian, teknologi pengendalian menggunakan ekologi perlu segera disosialisasikan dan diimplementasikan dalam bentuk pengendalian terpadu. Kenyataan menunjukkan bahwa tidak satu pun cara pengendalian tunggal dapat mengatasi hama tikus pada semua kondisi ekosistem. Pengintegrasian komponen-komponen pengendalian akan berhasil dan akan lebih mudah apabila diperhatikan bioekologi tikus dan nilai ekonomi dari kerusakan yang akan ditimbulkan. Selain komponen teknologi pengendalian, program dan pelaksana yang terkait di dalamnya yang merupakan kunci keberhasilan penanganan masalah tikus harus bersinergi untuk memperoleh hasil pengendalian yang optimal dan menguntungkan. Apabila hal tersebut luput diperhatikan maka pengaruh buruk penggunaan rodentisida yang tidak tepat bagi lingkungan akan makin meluas.