tugas semester ganjil t - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Proyek konstruksi merupakan sektor industri dengan resiko kecelakaan kerja yang
cukup tinggi. Di Indonesia, setiap tujuh detik terjadi satu kasus kecelakaan kerja (dikutip
dari http://www.wartaekonomi.com/Detail.asp?aid=4997&cid=25,6 November 2010).
Berbagai penyebab utamanya adalah karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik
dengan tingkat kesulitan yang berbeda di setiap proyek, lokasi kerja dengan kondisi yang
tidak dapat ditentukan, bersifat terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang
terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi, tenaga kerja yang tidak
terlatih dan manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3 ) yang sangat lemah.
Kewajiban untuk menyelenggarakan sistem manajemen K3 pada perusahaanperusahaan besar melalui Undang-undang Ketenagakerjaan, baru menghasilkan 2,1% saja
yang sudah menerapkan sistem manajemen K3 dari 15.000 lebih perusahaan berskala
besar di Indonesia. Minimnya jumlah itu sebagian besar disebabkan oleh masih adanya
anggapan bahwa program K3 hanya akan menjadi tambahan beban biaya perusahaan.
Padahal jika diperhitungkan besarnya dana kompensasi santunan untuk korban
kecelakaan kerja sebagai akibat diabaikannya sistem manajemen K3, yang besarnya
mencapai lebih dari 190 milyar rupiah di tahun 2003, jelaslah bahwa masalah K3 tidak
selayaknya diabaikan (dikutip dari www.referensionline.info/pdf/kasus-kecelakaan.html,
20 Maret 2012)
1
Universitas Sumatera Utara
2
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mencatat hingga tahun 2010,
kecelakaan kerja masih didominasi bidang jasa konstruksi (31,9%), disusul industri
(31,6%), transport (9,3%), pertambangan (2,6%), kehutanan (3,8%), dan lain-lain (20%).
Tingginya angka kecelakaan kerja di sektor jasa konstruksi itu karena kesadaran dari
penyedia jasa terhadap keselamatan kerja masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah
anggota yang memiliki sertifikat Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3)
baru
sekitar
5%.
(dikutip
dari
http://soklin-soklin.
blogspot.com/2011/04/angka-kecelakaan-kerja-jasa-konstruksi.html-angka
kecelakaan
kerja jasa konstruksi tinggi, 18 April 2011).
Masalah K3 secara umum di Indonesia masih sering terabaikan. Hal ini
ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Ketua Umum Asosiasi Ahli
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi (A2K4) Indonesia Anas Zaini Z Iksan
mengatakan, “setiap tahun terjadi 96.000 kasus kecelakaan kerja”. Dari jumlah ini,
sebagian besar kecelakaan kerja terjadi pada proyek jasa konstruksi dan sisanya terjadi di
sektor Industri manufaktur (dikutip dari http://www.its.ac.id/personal/files/pub /3906moses-ie-MANAJEMEN RISIKO K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA)
PADA
PROYEK
PEMBANGUNAN
APARTEMEN
PUNCAK
PERMAI
SURABAYA.pdf, 20 Maret 2012)
Berdasarkan laporan PT. Jamsostek dari tahun 2000 sampai tahun 2011, jumlah
angka kecelakaan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
3
Tabel 1.1 Data Kecelakaan Kerja
Tahun
Angka Kasus Kecelakaan
(Jumlah kecelakaan kerja
yang terjadi per tahun)
2000
98.902
2001
104.774
2002
103.204
2003
105.846
2004
95.418
2005
99.023
2006
95.624
2007
83.714
2008
58.600
2009
54.398
2010
98.711
2011
Sumber: Jamsostek, 2012
99.941
Berdasarkan data yang tercatat di PT. Jamsostek, menunjukkan bahwa untuk
tahun 2002 terdapat 103.204 kasus kecelakaan kerja di Indonesia dan 1.253 kasus
kecelakaan kerja tersebut terjadi pada sektor jasa konstruksi dan pada periode tahun 2007
sedikitnya terjadi 65.000 kasus. Namun data tersebut diyakini bukan jumlah sebenarnya,
hanya 50% saja perusahaan yang mengasuransikan pekerjanya pada Jamsostek,
sedangkan data tersebut diambil dari jumlah klaim kepada Jamsostek. Seperti diakui oleh
berbagai kalangan di lingkungan Departemen Tenaga Kerja, angka kecelakaan kerja yang
tercatat dicurigai hanya mewakili tidak lebih dari setengah saja dari angka kecelakaan
kerja yang terjadi. Hal ini disebabkan oleh beberapa masalah, antara lain rendahnya
kepentingan masyarakat untuk melaporkan kecelakaan kerja kepada pihak yang
berwenang, khususnya PT. Jamsostek. Pelaporan kecelakaan kerja sebenarnya diwajibkan
Universitas Sumatera Utara
4
oleh undang-undang, namun terdapat dua hal penghalang yaitu prosedur administrasi
yang dianggap merepotkan dan nilai klaim asuransi tenaga kerja yang kurang memadai.
Di samping itu, sanksi bagi perusahaan yang tidak melaporkan kasus kecelakaan kerja
sangat ringan.
Berdasarkan data PT. Jamsostek, kerugian langsung yang ditimbulkan akibat
kecelakaan
kerja
mencapai
300
miliar
pada
tahun
2008
(dikutip
dari
http://bisnis.vivanews.com/news/read/120943-kerugian_kecelakaan_kerja_capai_rp_50
_triliun, 6 November 2010). Kerugian tak langsung menurut Ketua Dewan K3 Harjono,
bisa sekitar 15 kalinya kerugian langsung, sehingga estimasi kerugian bisa mencapai 4050 triliun per tahun atau setara dengan satu persen GDP nasional setiap tahunnya (dikutip
dari vivanews.com, 6 November 2010). Kerugian yang ditimbulkan akibat kecelakaan
kerja meningkat di tahun 2010 dan tahun 2011 masing-masing sebesar Rp 401,237 miliar
di tahun 2010 dan Rp 504,029 miliar di tahun 2011(Jamsostek, 2012)
Di samping itu, yang masih perlu menjadi catatan adalah standar keselamatan
kerja di Indonesia ternyata paling buruk jika dibandingkan dengan negara-negara Asia
Tenggara lainnya, termasuk dua negara lainnya, yakni Bangladesh dan Pakistan.
Kecelakaan kerja bersumber dari faktor-faktor organisasi dan manajemen, bukan dari
kesalahan pekerja. Para pegawai dan pekerja mestinya dapat diarahkan dan dikontrol oleh
pihak manajemen agar tercipta suatu aktivitas kerja yang aman. Pihak manajemen harus
bertanggung jawab terhadap keselamatan kerja para pekerjanya dengan menjalankan
peran Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) secara benar dan
bertanggung jawab.
Universitas Sumatera Utara
5
Manajemen yang tepat pada setiap tahapan kegiatan konstruksi sangat diperlukan
dengan tujuan untuk mencapai hasil yang optimal dalam aspek biaya, mutu dan waktu.
Manajemen konstruksi mempunyai peranan mencapai empat sasaran keberhasilan proyek
yaitu tepat waktu, biaya sesuai anggaran, kualitas yang memenuhi spesifikasi yang
disyaratkan, dan terjaminnya keselamatan kerja.
Pelaku dari manajemen konstruksi dalam pembahasan ini adalah Manajer
Konstruksi sebagai orang yang bertanggung jawab dalam merencanakan, menjalankan
dan mengendalikan sebuah proyek. Manajer Konstruksi adalah suatu kesatuan organisasi
yang terdiri dari personel/orang-orang yang memiliki keahlian dalam managemen
konstruksi. Keberhasilan pelaksanaan proyek konstruksi akan sangat ditentukan oleh
kualitas dari Manajer Konstruksi yang dapat dilihat dari pendidikan dan pengalaman atau
masa kerjanya. Seorang Manajer Konstruksi mempunyai tanggung jawab yang besar
dalam memastikan proyek tersebut berjalan sesuai dengan rencana dan dapat
menggunakan sumber daya yang tersedia dengan optimal dan bertanggung jawab juga
terhadap perencanaan proyek manajemen, manajemen harga, manajemen waktu,
manajemen kualitas, administrasi kontrak, manajemen keselamatan, dan praktik
profesional. Seorang Manajer Konstruksi harus mempunyai kualifikasi tertentu seperti
jiwa kepemimpinan yang berorientasi pada pencapaian sasaran, memiliki kredibilitas
secara teknis, latar belakang pengalaman yang cukup dan pendidikan yang memadai,
yang mempengaruhi kemampuan Manajer Konstruksi dalam pemahamannya terhadap
tugas dan tanggung jawabnya di lapangan.
Universitas Sumatera Utara
6
Kinerja kontraktor dalam melaksanakan proyek tidak terlepas dari peran sumber
daya manusia yang dimilikinya, dimana jika sumber daya manusia ini berhasil
dimanfaatkan semaksimal mungkin, akan sangat menentukan keberhasilan suatu proyek.
Semakin tinggi kinerja kontraktor dalam pelaksanaan proyek akan menurunkan biaya
proyek atau meningkatkan keuntungan, menghindari keterlambatan, dan kualitas proyek
dapat terpenuhi.
Untuk menghasilkan kinerja yang baik, sebuah proyek harus dimanage dengan
baik oleh Manajer Konstruksi yang berkualitas baik serta memiliki kompetensi yang
disyaratkan, yaitu yang mencakup unsur ilmu pengetahuan (knowledge), kemampuan
(skill) dan sikap (attitude). Ketiga unsur ini merupakan salah satu faktor penting dalam
menentukan keberhasilan proyek. Sebuah proyek dinyatakan berhasil apabila proyek
dapat diselesaikan dengan waktu, ruang lingkup dan biaya yang telah direncanakan.
1.2.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Sejauhmana pengaruh pemahaman manajemen atas Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) Manajer Konstruksi terhadap keberhasilan suatu proyek di PT.
Waskita Karya (Persero) Medan?
2. Bagaimana pengaruh pendidikan dan masa kerja, terhadap tingkat pemahaman
Manajer Konstruksi atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di PT. Waskita
Karya (Persero) Medan?
Universitas Sumatera Utara
7
3. Bagaimana pengaruh waktu dan biaya terhadap kinerja Manajer Konstruksi di
PT. Waskita Karya (Persero) Medan?
1.3.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh dari tingkat pemahaman
manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Manajer Konstruksi terhadap
keberhasilan suatu proyek di PT. Waskita Karya (Persero) Medan.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pendidikan dan masa kerja,
terhadap tingkat pemahaman Manajer Konstruksi di PT. Waskita Karya (Persero)
Medan.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh waktu dan biaya terhadap kinerja
Manajer Konstruksi di PT. Waskita Karya (Persero) Medan.
1.4.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :
1. Perusahaan konstruksi khususnya PT. Waskita Karya (Persero) Medan, sebagai
bahan masukan dan pertimbangan dalam mengelola manajemen konstruksi pada
pelaksanaan proyek dan dalam memilih Manajer Konstruksi sebagai penanggung
jawab pelaksanaan proyek.
Universitas Sumatera Utara
8
2. Ilmu pengetahuan, sebagai bahan masukan untuk menambah wawasan dan
memperkaya penelitian ilmiah di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara, khususnya bagi program studi Ilmu Manajemen.
3. Masyarakat, sebagai informasi khususnya bagi yang bekerja pada bidang
konstruksi tentang pentingnya diterapkannya program sistem manajemen K3
untuk pencegahan kecelakaan pada saat bekerja dan memberikan motivasi pada
para pekerja konstruksi untuk senantiasa menerapkan disiplin kerja yang tinggi
untuk mencegah timbulnya kecelakaan kerja.
4. Peneliti, menambah wawasan dan pengetahuan khususnya mengenai manajemen
K3, dan pengaruhnya terhadap keberhasilan proyek.
5. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji masalah
yang sama di masa mendatang.
1.5.
Kerangka Berpikir
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan.
Biasanya kecelakaan menyebabkan kerugian material dan penderitaan dari yang paling
ringan sampai kepada yang paling berat (Pusat Kesehatan Kerja, 2008).
World Health Organization (WHO) mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu
kejadian yang tidak dapat dipersiapkan penanggulangan sebelumnya, sehingga
menghasilkan cidera yang riil.
Menurut Per 03/Men/1994 mengenai Program Jamsostek, pengertian kecelakaan
kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang
Universitas Sumatera Utara
9
timbul karena hubungan kerja demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan
berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan biasa atau
wajar dilalui.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi
bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat
luas (Depkes RI, 2008).
Menurut Notoatmodjo (2003), terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh dua
faktor utama yaitu fisik dan faktor manusia. Perilaku pekerja itu sendiri (faktor manusia)
yang tidak memenuhi keselamatan misalnya karena kelengahan, kecerobohan, ngantuk,
kelelahan dan sebagainya. Faktor fisik yaitu kondisi lingkungan kerja yang tidak aman
(unsafety condition) misalnya lantai licin, pencahayaan yang kurang, dan sebagainya.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, Pasal 23 tentang Kesehatan
disebutkan bahwa Kesehatan Kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produkitivitas
kerja secara optimal yang meliputi pelayanan kesehatan pencegahan penyakit akibat
kerja.
Selanjutnya menurut Dewi (2006), dalam hubungan kondisi-kondisi dan situasi di
Indonesia, keselamatan kerja adalah sarana utama dalam pencegahan penyakit, cacat
kematian yang disebabkan oleh penyakit akibat hubungan kerja. Kesehatan kerja yang
baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja
Bambang (2004) menyatakan bahwa keselamatan kerja adalah usaha-usaha yang
dapat menjamin keadaan dan kesempurnaan pekerja (baik jasmaniah maupun rohaniah)
Universitas Sumatera Utara
10
beserta hasil karyanya dan alat-alat kerjanya di tempat kerja. Usaha-usaha tersebut harus
dilakukan oleh semua unsur yang terlibat dalam proses kerja yaitu pekerja itu sendiri,
pengawas (kepala kelompok kerja), perusahaan, pemerintah dan masyarakat pada
umumnya. Tanpa ada kerjasama yang baik antara semua unsur tersebut mustahil
keselamatan kerja dapat diwujudkan secara maksimal.
Pasal 86 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa upaya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan
dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi
kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.
Keselamatan juga dapat diartikan sebagai kebebasan dari bahaya akibat resiko
dari suatu pekerjaan dan terhindar dari bahaya cedera fisik dan resiko dari kerugian
kesehatan diluar periode waktu. Kemampuan memprediksi potensi bahaya, melakukan
pencegahan dan penanggulangannya merupakan kunci utama dari upaya peningkatan
Keselamatan dan Kesehatan kerja.
Secara filosofi K3 adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan
dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan
manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur
(Depnaker RI, 1993).
K3 ditinjau berdasarkan aspek secara yuridis adalah upaya perlindungan bagi
keselamatan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan di tempat kerja dan melindungi
keselamatan setiap orang yang memasuki tempat kerja, serta agar sumber produksi dapat
Universitas Sumatera Utara
11
dipergunakan secara aman dan efisien. Peninjauan dari aspek teknis K3 adalah ilmu
pengetahuan dan penerapan mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Penerapan K3 dijabarkan ke dalam Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
yang disebut SMK3 (Soemaryanto, 2002).
Santoso (2004) menyatakan bahwa Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja merupakan bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang
meliputi struktur organisasi, kegiatan perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan,
prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan.
Pencapaian pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan kerja dalam rangka
pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja. Guna tercapainya tempat kerja
yang aman, efisien dan produktif.
UU Ketenagakerjaan Nomor 5 tahun 1996 pasal 3 mewajibkan setiap perusahaan
yang memiliki lebih dari 100 pekerja, atau kurang dari 100 pekerja tetapi dengan tempat
kerja yang beresiko tinggi, untuk mengembangkan SMK3 dan menerapkannya di tempat
kerja. SMK3 perlu dikembangkan sebagai bagian dari sistem manajemen suatu
perusahaan secara keseluruhan. SMK3 mencakup hal-hal berikut: struktur organisasi,
perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang
dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan
kebijakan K3 dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja
guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif (Kepmenkes RI, 2007).
Universitas Sumatera Utara
12
Proyek adalah suatu kegiatan investasi yang menggunakan faktor-faktor produksi
untuk menghasilkan barang dan jasa yang diharapkan dapat memperoleh keuntungan
dalam suatu periode tertentu (Bappenas TA-SRRP, 2003)
Menurut Gould (2002) proyek konstruksi dapat didefenisikan sebagai suatu
kegiatan yang bertujuan untuk mendirikan suatu bangunan yang membutuhkan sumber
daya, baik biaya, tenaga kerja, material dan peralatan. Proyek konstruksi dilakukan secara
detail dan tidak dilakukan berulang.
Manajer Konstruksi adalah suatu organisasi (proyek) multi disiplin profesional,
tangguh dan independen, yang bekerja untuk pemilik proyek dari saat awal perencanaan
sampai pengoperasian proyek, mampu bekerja sama dengan pihak arsitek terkait guna
mencapai hasil yang optimal dalam aspek waktu, dan kualitas seperti yang telah
ditetapkan sebelumnya, serta perubahan kondisi lingkungan internal maupun eksternal
proyek
(dikutip
dari
http://mafiosodeciviliano.com/home/profil/739-manajemen-
konstruksi-dan-manajer-konstruksi, 20 Maret 2012).
Construction Management Association of America (CMAA) menyatakan bahwa
ada tujuh kategori utama tanggung jawab seorang Manajer Konstruksi, yaitu perencanaan
proyek manajemen, manajemen harga, manajemen waktu, manajemen kualitas,
administrasi kontrak, manajemen keselamatan, dan praktik profesional (dikutip dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_konstruksi, 20 Maret 2012).
Menurut Robins (2001), bahwa kemampuan intelektual atau fisik khusus yang
diperlukan untuk kinerja yang memadai pada suatu pekerjaan, bergantung pada
persyaratan kemampuan yang diminta dari pekerjaan itu. Persyaratan kemampuan ini
Universitas Sumatera Utara
13
biasanya diakui apabila seorang individu telah melewati jenjang pendidikan tertentu.
Secara umum kemampuan individu akan meningkat sesuai dengan jenjang pendidikan
yang telah dilaluinya.
Masa kerja seseorang juga menunjukkan hubungan secara positif terhadap kinerja
seseorang. Masa kerja yang lama menunjukkan pengalaman yang lebih seseorang
dibandingkan rekan kerja yang lain, sehingga sering masa kerja/pengalaman kerja
menjadi pertimbangan suatu perusahaan dalam mencari pegawai (Robbins, 2001).
Sebagai lini terdepan dalam pelaksanaan proyek konstruksi, Manajer Konstruksi
harus berusaha secara optimal untuk memenuhi seluruh kriteria output dari proyek dan
dapat sepenuhnya berfungsi sebagai penanggung jawab untuk tercapainya tujuan
fungsional proyek yaitu keberhasilan proyek.
Dipohusodo (1996) menyatakan bahwa, faktor-faktor biaya, waktu dan mutu
membentuk suatu tata hubungan yang saling mempengaruhi pada saat proyek
berlangsung. Faktor waktu dan biaya merupakan dua unsur kunci yang menentukan
selesainya sebuah proyek dengan baik, sesuai keinginan pemilik.
Keberhasilan proyek adalah proyek bisa diselesaikan tepat waktu, sesuai dengan
anggaran, spesifikasi teknik dan bisa menjawab kepuasan klien (Takim et al, 2002).
Biaya adalah sumber daya yang harus dikorbankan untuk mencapai tujuan
spesifik atau untuk mendapat sesuatu sebagai gantinya. Manajemen biaya proyek
termasuk di dalamnya adalah proses yang dibutuhkan untuk menjamin bahwa proyek
dapat diselesaikan sesuai dengan budget yang telah disepakati (dikutip dari
Universitas Sumatera Utara
14
http://imeldas.blog.ittelkom.ac.id/blog/files/2010/05/MPT17.ppt kinerja biaya proyek, 10
Oktober 2010).
Waktu adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan atau keadaan berada
atau berlangsung, dalam hal ini skala waktu merupakan interval antara dua buah
keadaan/kejadian, atau bisa merupakan lama berlangsungnya suatu kejadian (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 1997).
Kinerja adalah sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 2001). Sedangkan Casio (2003) menyatakan, kinerja merupakan
suatu jaminan bahwa seseorang pekerja atau kelompok mengetahui apa yang
diharapkannya dan memfokuskan kepada kinerja yang efektif.
Keberhasilan pelaksanaan proyek konstruksi akan sangat ditentukan oleh kualitas
dari orang-orang yang menanganinya, yaitu dari pendidikannya dan pengalaman atau
masa kerjanya, terutama mereka yang memegang posisi kunci seperti Manajer
Konstruksi. Manager Konstruksi mempunyai tugas dan tanggung jawab memimpin
pelaksanaan proyek sesuai perencanaan dalam upaya meningkatkan kinerja proyek.
Dari berbagai teori di atas maka Manager Konstruksi sebagai penanggung jawab
pelaksanaan proyek harus dapat dievaluasi tingkat pemahamannya dalam menjalankan
suatu proyek konstruksi. Pada penelitian ini yang dibahas adalah pemahaman terhadap
manajemen K3 berdasarkan latar belakang akan pentingnya manajemen K3 dalam suatu
pelaksanaan proyek konstruksi.
Universitas Sumatera Utara
15
Keberhasilan
Proyek
Pemahaman
Manajemen K3
Manajer Konstruksi
Gambar 1.1 Kerangka Berpikir Hipotesis Pertama
Pemahaman
Manajer Konstruksi
tentang K3
Pendidikan
Masa Kerja
Gambar 1.2. Kerangka Berpikir Hipotesis Kedua
Biaya
Waktu
Kinerja
Manajer Konstruksi
Gambar 1.3. Kerangka Berpikir Hipotesis Ketiga
1.6.
Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir yang disusun dari literatur dihipotesiskan sebagai
berikut ;
1. Tingkat pemahaman manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Manajer
Konstruksi berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan proyek di PT. Waskita
Karya (Persero) Medan.
2. Pendidikan dan masa kerja berpengaruh terhadap pemahaman Manajer Konstruksi
atas K3 di PT. Waskita Karya (Persero) Medan.
3. Waktu dan biaya berpengaruh terhadap kinerja Manajer Konstruksi di PT.
Waskita Karya (Persero) Medan.
Universitas Sumatera Utara
Download