BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori Dalam kajian teori ini, akan diuraikan teori-teori tentang pengertian pembelajaran matematika, pembelajaran matematika SMP, hasil belajar matematika, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, pengertian pembelajaran kooperatif, unsur-unsur pembelajaran kooperatif, tipe-tipe model pembelajaran kooperatif, pengertian model pembelajaran tipe TAI, langkahlangkah model pembelajaran kooperatif tipe TAI, kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe TAI, dan hubungan model pembelajaran kooperatif tipe TAI terhadap hasil belajar matematika. 1. Pembelajaran Matematika a. Pengertian Pembelajaran Matematika Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang artinya belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Pengertian matematika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:637) adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah bilangan. Ruseffendi (2006:260) menyatakan bahwa matematika sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Pada tahap awal matematika terbentuk dari pengalaman siswa berdasarkan realitas atau kenyataan yang ada, karena matematika sebagai aktivitas manusia kemudian pengalaman itu diproses dengan penalaran, diolah secara analisis dan sintesis dengan penalaran di dalam pengetahuan sehingga sampailah pada suatu kesimpulan berupa konsepkonsep matematika. Senada dengan pendapat Ruseffendi, Courant dan Robbin (2003:18) dalam Erman Suherman menyatakan bahwa untuk dapat mengetahui apa matematika itu sebenarnya, seseorang harus mempelajari sendiri ilmu matematika itu, yaitu dengan mempelajari, mengkaji, dan mengerjakannya. Adapun hakekat matematika, yaitu: 1) Matematika sebagai ilmu deduktif 2) Matematika sebagai ilmu terstruktur 3) Matematika sebagai ratu dan pelayan ilmu 7 8 Dengan adanya hakekat matematika tersebut, matematika merupakan salah satu ilmu yang mempunyai manfaat yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari manusia serta matematika juga merupakan pelajaran yang diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar. Hal ini bertujuan membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan kemampuan dalam bekerjasama. Kompetensi tersebut ditujukan agar peserta didik mempunyai kemampuan dalam memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan segala informasi yang ada. Pembelajaran matematika menurut Dienes dalam Herman Hudojo (2005:56) adalah belajar tentang konsep dan struktur matematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep dan struktur matematika di dalamnya. Pada hakekatnya belajar matematika sangat terkait dengan pola berpikir sistematis, yaitu berpikir merumuskan sesuatu yang dilakukan atau yang berhubungan dengan struktur-struktur yang telah dibentuk dari hal yang ada. Fungsi dalam pembelajaran matematika menurut Erman Suherman (2003:56-57) antara lain: 1) Sebagai alat untuk memahami dan menyampaikan informasi, misalnya menggunakan tabel-tabel atau model-model matematika untuk menyederhanakan soal-soal cerita atau soal-soal uraian matematika. 2) Sebagai upaya pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertian-pengertian itu. 3) Sebagai ilmu pengetahuan, dimana matematika senantiasa mencari kebenaran dan mencoba mengembangkan penemuan-penemuan dengan mengikuti tata cara yang tepat. b. Pembelajaran Matematika SMP Matematika sebagai ilmu dasar, dewasa ini telah berkembang dengan pesat, baik materi maupun kegunaannya, sehingga dalam perkembangannya di sekolah harus memperhatikan perkembangan perkembangannya, baik di masa lalu, masa sekarang, maupun kemungkinan - kemungkinannya untuk masa depan. Matematika SMP merupakan pelajaran matematika yang diajarkan di Sekolah Menengah Pertama. Matematika sekolah (SMP) terdiri atas bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi serta berpandu pada perkembangan IPTEK. Hal ini menunjukkan matematika sekolah (SMP) 9 tetap memiliki ciri-ciri yang dimiliki matematika, yaitu memiliki objek kejadian yang abstrak serta berpola pikir deduktif konsisten. Menurut PP No.19 tahun 2005 pengajaran matematika di SMP mempunyai tujuan agar: 1) Siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika. 2) Siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan menengah. 3) Siswa memiliki ketrampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari matematika sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. 4) Siswa memiliki pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis, cermat, dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika. Sedangkan menurut kurikulum KTSP mata pelajaran matematika tahun 2006 tujuan umum pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP) agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang matematika, menyelesaikan dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan uraian tersebut, pembelajaran matematika di SMP dilaksanakan agar terbentuk kemampuan berfikir kritis, logis, sistematis, dan memiliki sifat obyektif, jujur, disiplin dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika, bidang lain, maupun dalam kehidupan sehari-hari. 10 2. Hasil Belajar Matematika a. Belajar Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, kenyakinan, tujuan, kepribadian dan bahkan persepsi manusia. Secara psikologi belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkunganya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Winkel (2004:59) menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas. Menurut Sudjana (2000:5) belajar adalah proses perubahan tingkah laku seseorang berkat adanya pengalaman. Belajar adalah suatu proses yang ditandai adanya perubahan pada diri seseorang sebagai hasil dari proses belajar ditunjukkan dengan berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, penalaran,sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada diri individu yang belajar. Selanjutnya pengertian belajar dikemukakan oleh Slameto (2010:2) yang menjelaskan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Hamalik (2008:36) belajar diartikan sebagai modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pangalaman. Belajar bukan hanya mengingat,akan tetapi lebih dari itu yaitu mengalami. b. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah meteri pelajaran tertentu (Hamalik, 2008:30). Sama halnya dengan (Nasution, 2006) yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasa ditunjukkan dari nilai tes yang diberikan oleh guru. 11 Menurut Dimyati (2002) hasil belajar adalah hasil dari interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Hasil interaksi tersebut dapat dilihat melalui dua sisi yaitu dari sisi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi belajar dan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya dan puncak proses belajar. Setianingsih (2007) mengungkapkan evaluasi dilakukan untuk mengukur dan menilai apakah siswa sudah menguasai ilmu yang dipelajari sesuai tujuan yang telah ditetapkan. Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan (Hamalik, 2002). Perubahan dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap tidak sopan menjadi sopan, dan sebagainya. Lebih lanjut Winkel (2004), mengatakan hasil belajar adalah perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman keterampilan dan nilai sikap yang bersifat konstan menetap. Seseorang yang sudah belajar tidak sama keadaannya dengan saat ketika belum belajar. Para guru dan sekolah juga lebih mengutamakan aspek kognitif dalam pengukuran hasil belajar siswa. Berdasarkan uraian di atas, hasil belajar adalah perubahanperubahan dalam pengetahuan, pemahaman keterampilan dan nilai sikap yang bersifat konstan, yang dapat diamati dan diukur dengan menggunakan tes untuk mengukur keberhasilan belajar seseorang. Jadi dapat disimpulkan hasil belajar metematika adalah hasil yang telah dicapai dari kegiatan belajar yang perubahan pengetahuan yang bersifat konstan, dinyatakan dalam bentuk skor dari hasil tes mata pelajaran metematika. c. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Menurut Slameto (2003 : 54 – 72) faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor individu (intern) dan faktor pada luar individu (ekstern). Faktor individu (intern) yaitu: (1) Faktor biologis meliputi: kesehatan, gizi, pendengaran dan penglihatan. Jika salah satu dari faktor biologis terganggu akan mempengaruhi hasil prestasi belajar, (2) Faktor Psikologis, meliputi: intelegensi, minat dan motivasi serta perhatian ingatan berpikir, (3) Faktor kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani nampak dengan adanya lemah tubuh, lapar dan 12 haus serta mengantuk. Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu akan hilang. Faktor yang ada pada luar individu (ekstern): (1) Faktor keluarga. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan terutama. Merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar, (2) Faktor sekolah meliputi: metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan berdisiplin di sekolah, (3) Faktor masyarakat, meliputi: bentuk kehidupan masyarakat sekitar dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Jika lingkungan siswa adalah lingkungan terpelajar maka siswa akan terpengaruh dan mendorong untuk lebih giat belajar. 3. Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang siswa belajar dan bekerja dalam kelompok–kelompok kecil secara kolaboratif yang terdiri dari 4 – 6 siswa-siswi dengan struktur kelompok heterogen ( Slavin, 2005 ). Kelompok heterogen artinya kelompok yang setiap anggota kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda – beda (tinggi, sedang, dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran (Lie, 2002). Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah yang kompleks. Anita (2007) menjelaskan model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok serta di dalamnya menekankan kerjasama. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya serta mengembangkan keterampilan sosial (Nur, dkk, 2000). b. Unsur – Unsur Pembelajaran Kooperatif Roger dan David Johnson (dalam Lie, 2002) menjelaskan ada lima unsur pembelajaran kooperatif: (1) Saling ketergantungan positif yaitu 13 keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya, (2) Tanggung jawab perseorangan yaitu setiap siswa akan bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik, (3) Tatap muka yaitu setiap kelompok harus diberi kesemapatan untuk bertatap muka dan berdiskusi, (4) Komunikasi antar anggota yaitu suatu kelompok tergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka mengutarakan pendapat, (5) Evaluasi kelompok yaitu setiap kelompok harus melakukan evaluasi hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja dengan lebih efektif. c. Tipe – Tipe Model Pembelajaran Kooperatif Tipe-tipe model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan dan terus dilakukan serta diperbaiki menurut Slavin (2005), antara lain : (1) STAD (Student Teams Achievement Divisions), (2) TGT (Teams Games Tournament), (3) Jigsaw, (4) CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition), (5) TAI (Team Assisted Individualization), (6) Group Investigation, (7) Learning Together, (8) Complex Instruction, (8) Structural Dyadic Methods. Penggunaan model pembelajaran kooperatif diharapkan siswa bekerja sama satu sama lainnya, berdiskusi dan berdebat, menilai kemampuan pengetahuan dan mengisi kekurangan anggota lainnya. Bila diorganisasikan dengan tepat, siswa dapat bekeja sama dengan yang lainnya untuk memastikan bahwa setiap siswa dalam kelompok tersebut telah menguasai konsep yang telah diajarkan. Hal ini akan menumbuhkan realisasi bahwa siswa membutuhkan belajar dan berpikir untuk memecahkan masalah dan mengaplikasikan pengetahuan serta keterampilannya. 4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI ( Team Assisted Individualization ) a. Pengertian Model Pembelajaran Tipe TAI Model pembelajaran kooperatif tipe TAI merupakan model pembelajaran yang membentuk kelompok kecil yang heterogen dengan latar belakang cara berpikir yang berbeda untuk saling membantu terhadap siswa lain yang membutuhkan bantuan (Suyitno dalam Mufadilah, 2011). Model ini menerapkan bimbingan antar teman yaitu siswa yang pandai bertanggung jawab terhadap siswa yang lemah. Disamping itu dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam kelompok kecil. Siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan ketrampilannya, sedangkan siswa yang lemah dapat terbantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. 14 Menurut Slavin model pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) adalah model pembelajaran untuk mengadaptasi pengajaran terhadap perbedaan individual yang berkaitan dengan kemampuan siswa maupun pencapaian prestasi siswa. Dalam buku “Cooperatif Learning Teori, Riset dan Praktik” Slavin mengemukakan pendapat bahwa model pembelajaran Team Assisted Individualization adalah model pembelajaran yang bertujuan untuk mengoptimalkan prestasi belajar siswa mengingat di dalam kelas kemampuan siswa berbeda-beda. Pembelajaran kooperatif tipe TAI mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual yang dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Slavin (2005) menyatakan bahwa: “TAI was created to take advantage considerable of socialization potencial of cooperative learning. Previous studies of group-paced cooperative learning methods have consistently found positive effect of this method of such out-come as relation and attitudes toward main streamed academically handicapped student. ” Kutipan di atas mengandung makna bahwa TAI juga melihat siswa untuk bersosialisasi dengan baik, ditemukan adanya pengaruh positif hubungan dan sikap terhadap siswa yang terlambat akademis. Ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok – kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama (Suyatno, 2009). Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah suatu model pembelajaran dimana siswa secara individual belajar materi pelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru, lalu hasil belajarnya di bawa ke kelompok kecil yang heterogen dengan latar belakang cara berpikir yang berbeda untuk saling membantu terhadap siswa lain yang membutuhkan bantuan, dimana semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama. 15 b. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI Tahap Tabel 2.1 Sintak pembelajaran kooperatif tipe TAI Keterangan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1 student creative (siswa kreatif) Pemberian tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual 2 placement test (tes penempatan) Pemberian kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal atau dengan melihat hasil ulangan sebelumnya. Mengorganisasikan kedalam kelompok kooperatif 3 team (kelompok) 4 team study (belajar kelompok) Diskusi kelompok mengenai hasil belajar Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru. Pada tahap ini guru mendapatkan skor dari hasil ulangan sebelumnya. Siswa mempelajari secara individual. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 3 – 4 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi, sedang dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender. Guru memberikan waktu kepada masing – masing siswa dalam kelompok untuk mendiskusikan hasil belajar individualnya ke dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban Siswa menempatkan diri pada kelompoknya masing-masing Siswa saling berdiskusi dengan temannya satu kelompok. Siswa yang lebih pandai membantu siswa yang kurang pandai. 16 5 whole class (unit-unit kelas keseluruhan kelompok) Menyimpulkan materi 6 fact test (tes fakta) Pemberian kuis secara individual 7 team scores and team recognition (skor kelompok dan pengakuan kelompok) Memberikan penghargaan teman satu kelompok. Guru memfasilitasi siswa dalam mengarahkan dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari. Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai kelompok paling tinggi Siswa memperhatikan guru dan bersama-sama dengan guru membuat kesimpulan. Siswa mengerjakan kuis yang diberikan guru secara individual. Kelompok yang mendapatkan nilai tertinnggi mendapatkan penghargaan atau hadiah. Widyantini ( 2006 : 9 ) c. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI Model pembelajaran kooperatif tipe TAI memiliki kekurangan dan kelebihan. Adapun kelebihannya antara lain siswa yang lemah dapat terbantu dalam menyelesaikan masalah, siswa berlatih bekerjasama dalam suatu kelompok, siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan ketrampilannya, adanya rasa tanggung jawab dalam kelompok dalam menyelesaikan masalah. Selain mempunyai kelebihan, model ini juga mempunyai kekurangan. Kekurangan dari pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah siswa yang kurang pandai secara tidak langsung akan menggantungkan pada siswa yang pandai, dibutuhkan waktu yang lama untuk membuat dan mengembangkan perangkat belajar, dan guru dapat mengalami kesulitan jika jumlah siswa terlalu banyak (Syariffudin, 2011). 5. Hubungan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI Terhadap Hasil Belajar Matematika Model pembelajaran kooperatif tipe TAI merupakan model pembelajaran dengan membentuk kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 siswa yang heterogen dengan kemampuan berpikir yang berbeda, dimana siswa bekerja secara berkelompok, tetapi tetap bekerja dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing sehingga siswa yang berkemampuan rendah 17 dapat terbantu oleh temannya yang berkemampuan tinggi. Cara ini merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam kelompok. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Kerjasama merupakan proses interaksi siswa dengan siswa lain untuk mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu tim. Niat dan kiat (will and skill) dari anggota kelompok dibutuhkan dalam model pembelajaran TAI sehingga masing-masing siswa harus memiliki niat untuk saling membantu dan bekerja sama dengan anggota lainnya (Slavin, 2010: 94). Dengan bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, maka siswa dapat menghargai pendapat orang lain, mendorong berpartisipasi, berani bertanya, mendorong teman untuk bertanya, dan menyelesaikan kesulitankesulitan yang ada pada mata pelajaran matematika. Oleh karena itu kerjasama dalam kelompok merupakan hal yang penting untuk tercapainya tujuan pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar matematika. B. Hasil Penelitian yang Relevan Wahidati Syarifiana (2011) melakukan penelitian dengan judul pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) terhadap hasil belajar peserta didik kelas VII pada materi kalor di SMP N 16 Semarang tahun ajaran 2010/2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) terhadap hasil belajar peserta didik pada materi pokok kalordi SMP N 16 Semarang. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pesertadidik kelas VII SMP N 16 Semarang. Pada penggunaan sampel menggunakan cluster random sampling, diperoleh kelas VIIF sebagai kelas eksperimen, VIIA sebagai kelas kontrol, sedangkan VIIIE sebagai kelas uji coba. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, pada desain eksperimen peneliti dapat membandingkan kelompok subyek yang mendapatkan perlakuan (eksperimen) dan kelompok yang tidak mendapatkan perlakuan (kelas kontrol). Pada pengujian hipotesis dengan mengguanakan uji-t. di peroleh t hitung= 2.539 dan dari tabel distribusi t diperoleh t tabel= 1.67. Hal ini menunjukan bahwa t hitung > t tabel, Artinya, bahwa rata-rata hasil belajar peserta didik kelas eksperimen yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) pada materi pokok kalor berbeda secara nyata dan rata-rata hasil belajar peserta didik kelas kontrol. Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata kelas ekperimen X = 77.3 dan rata-rata kelas kontrol X = 72.3. Hal tersebut nampak bahwa rata-rata hasil belajar peserta didik yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) pada materi kalor lebih baik dari pada 18 rata-rata hasil belajar yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Hal ini berarti bahwa model pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization) berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik pada materi kalor. Penelitian ini mempunyai kesamaan dengan penelitian penulis, yaitu bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TAI terhadap hasil belajar, pengambilan sampel juga menggunakan cluster random sampling. Utami Fitri (2012) melakukan penelitian dengan judul pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) dalam pembelajaran IPA materi gaya terhadap hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Panembahan,Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen untuk mencari pengaruh perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe TAI. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan model pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Panembahan. Diketahui hasil rata-rata nilai tes kelas eksperimen yaitu 8,29 dan untuk kelas kontrol yaitu 6,89. Penelitian ini memperoleh hasil bahwa penerapan model pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization) berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Panembahan, Yogyakarta. Penelitian ini mempunyai kesamaan yaitu bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran TAI terhadap hasil belajar. C. Kerangka Berpikir Model pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting untuk keberhasilan proses pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran yang tepat akan sangat membantu dalam keberhasilan proses pembelajaran. Keberhasilan suatu proses pembelajaran dapat dilihat melalui hasil belajar siswa. Hasil belajar (achievement) itu sendiri dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu (Hamalik, 2002). Jadi dapat dikatakan bahwa pencapaian hasil belajar siswa baik itu tinggi ataupun rendah dipengaruhi oleh model pembelajaran yang tepat. Proses pembelajaran di kelas yang cenderung berpusat pada guru dan kurangnya aktivitas siswa di kelas menyebabkan siswa pasif, mereka kurang aktif dan malu untuk bertanya mengenai materi yang diajarkan oleh guru padahal mereka sendiri belum paham. Pembelajaran didominasi oleh siswa siswa yang memiliki hasil belajar yang tinggi, siswa yang lebih aktif ini cenderung memiliki pencapaian kompetensi matematika yang lebih tinggi, sedangkan siswa yang kurang aktif cenderung secara pasif hanya menerima pengetahuan yang datang kepadanya dan cenderung memiliki pencapaian kompetensi matematika 19 yang lebih rendah. Kerjasama antar teman untuk bertukar pikiran dan membantu temannya yang mengalami kesulitan juga belum terlihat dalam proses pembelajaran, sehingga siswa yang lemah terkadang belum dapat mencapai tujuan pembelajaran. Permasalahan-permasalahan tersebut berimbas pada rendahnya hasil belajar siswa. Bertolak dari hal tersebut maka perlu dicari alternatif lain supaya dalam pembelajaran di kelas siswa lebih aktif dan dapat berkerjasama antar siswa untuk saling membantu. Penggunaan model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang membuat siswa menjadi lebih aktif. Selain meningkatkan keaktifan siswa, kerjasama antar teman untuk saling membantu dalam menyelesaikan kesulitan yang ada pada pembelajaran matematika juga perlu diterapkan. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang cocok untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah model pembelajaran kooperatif tipe TAI. Dalam pembelajaran kooperatif tipe TAI ini, siswa diberi kesempatan untuk belajar secara individual terlebih dahulu, setelah itu siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil secara heterogen. Di dalam kelompok siswa dapat saling bertukar pikiran, apabila saat diberi kesempatan untuk belajar secara individual masih belum mengerti dapat didiskusikan dalam kelompok. Siswa yang lebih pintar dapat memberi bantuan kepada siswa yang lemah untuk menyelesaikan kesulitannya, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI diharapkan dapat berpengaruh baik pada hasil belajar siswa dan pada akhirnya siswa akan memperoleh hasil belajar matematika yang tinggi. D. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI berpengaruh terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas VIII SMP Kristen 2 Salatiga semester 2 tahun ajaran 2013/2014. 20