Analisis Efektivitas Program Restrukturisasi Mesin Industri Tekstil dan Produk Tekstil (ITPT) Indonesia 2002-2011 Lailatus Shofiyah dan T. M. Zakir Machmud 1. Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia 2. LPEM, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Salemba, Indonesia Email: [email protected] Abstract This thesis aims to examine the effect of machine restructuring program to the technology use proxied by the amount of electricity consumption, efficiency, productivity, and competitiveness proxied by export. This study also measures the competitiveness of textile industry by using Net Export Index (NEI). Writer uses sample data of 50 observations that are made up of the five textile industry sub-sectors and the data of textile industry export import for 10 years (2002-2011). By using panel data estimation, it was found that t he machine restructuring program of textile industry affects efficiency and productivity positively and significantly, it saves electricity consumption also. However, this program is not proven to improve competitiveness. Based on the calculation of NEI, also found, that the competitiveness of the textile industry after the program is decreasing. Keywords: Machine restructuring program of textile and textile products industry, technology, efficiency, productivity, competitiveness, exports, Net Export Index (NEI). Pendahuluan Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan salah satu industri yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia karena ia memiliki keunggulan sebagai peraih devisa ekspor, penyerap tenaga kerja dalam jumlah yang sangat besar, dan pemasok kebutuhan di pasar domestik, terutama untuk kebutuhan sandang. Selain itu, industri TPT Indonesia juga telah berkembang secara terintegrasi dari hulu ke hilir dan memiliki keterkaitan yang sangat erat antara satu industri dengan industri lainnya. Pada tanggal 1 Januari, diberlakukan perjanjian tekstil dan garmen (ATC-Aggreement On Textile and Clothing). Berlakunya perjanjian ATC menjadi peluang sekaligus tantangan bagi industri TPT Indonesia untuk dapat bertahan di pasar global, bahkan juga di pasar domestik. Hal tersebut dikarenakan dalam kondisi seperti ini barang-barang tekstil dan pakaian jadi dari luar akan lebih mudah masuk ke pasar dalam negeri. Agar dapat bertahan, industri TPT Indonesia dituntut untuk terus meningkatkan daya saingnya sehingga mampu bersaing dengan industri TPT negara lain, seperti India, Cina, Vietnam, Pakistan, dan Bangladesh yang mampu menghasilkan produk-produk yang lebih murah dengan kualitas yang hampir sama. 1 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015 Sampai saat ini, industri TPT masih menghadapi beberapa permasalahan yang menjadi kendala untuk menangkap peluang pemberlakuan perjanjian ATC. Salah satu masalah yang menghambat kinerja industri TPT selama ini adalah tuanya mesin yang digunakan dalam proses produksi. Mesin-mesin utama dan perlengkapan pada industri pemintalan, pertenunan, dyeing/printing/finishing dan pakaian jadi sudah berusia di atas 20 tahun dan tertinggal 3-4 generasi dari teknologi modern. Lebih dari 60 persen jumlah mesin/peralatan produksi industri TPT dari seluruh jenis industri sudah berusia di atas 20 tahun. Kondisi mesin-mesin yang dominan sudah relatif tua. Melihat kondisi permesinan industri TPT yang memprihatinkan, pemerintah mengeluarkan sebuah program peningkatan teknologi melalui program restrukturisasi mesin industri TPT. Program tersebut dilaksanakan untuk mendorong peremajaan mesin yang digunakan industri TPT dalam berproduksi. Sebelum pemerintah mengeluarkan program restrukturisasi mesin, peremajaan mesin industri TPT tersendat karena keterbatasan modal. Program restrukturisasi mesin memberi stimulus kepada perusahaan TPT agar mau meremajakan mesin/peralatannya. Mesin/peralatan industri TPT yang sudah berusia lebih dari 20 tahun harus diperbaharui atau diganti dengan mesin/peralatan yang jauh lebih modern agar dapat menghasilkan produk yang berdaya saing dan mampu meningkatkan kinerjanya secara umum. Program restrukturisasi mesin industri TPT mulai dilaksanakan sejak tahun anggaran 2007 dan hingga saat ini masih dilaksanakan. Program tersebut diharapkan mampu membantu industri TPT melakukan penggantian mesin atau berinvestasi untuk meningkatkan penggunaan teknologi, efisiensi, produktivitas, dan daya saing industri TPT nasional. Program peningkatan teknologi industri TPT tersebut terdiri dari dua SKIM. SKIM 1 berupa potongan harga dari nilai investasi. Besarnya potongan harga pembelian mesin/peralatan merupakan persentase tertentu dari nilai pembelian atau sejumlah nilai maksimum yang ditentukan. Program SKIM 2 berupa pemberian kredit dengan masa pinjaman maksimum selama 5 tahun, namun program SKIM 2 ini telah berakhir sejak tahun 2009. Di dalam petunjuk teknis program restrukturisasi mesin industri TPT tahun 2007, disebutkan bahwa Pemerintah meluncurkan program tersebut dengan tujuan untuk meningkatkan penggunaan teknologi, daya saing, efisiensi, dan produktivitas industri TPT secara nasional. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian ingin membantu industri TPT tidak hanya terbatas pada perusahaan besar saja, namun juga perusahaan kecil yang ada dalam industri tersebut. Berdasarkan data yang disajikan dari kementerian perindustrian, lebih dari 50% peserta program restrukturisasi mesin mampu membeli mesin/peralatan baru dengan menggunakan dana sendiri. Berdasarkan persyaratan program restrukturisasi mesin, rabat akan diberikan jika perusahaan membeli mesin/peralatan baru sekurang-kurangnya bernilai Rp 500 juta dengan menggunakan gabungan atau salah satu dari empat sumber pembiayaan di atas. Hanya perusahaan-perusahaan besar saja yang mampu melakukan pembelian mesin/peralatan senilai harga tersebut. Dari data tersebut terindikasi bahwa yang menikmati rabat dari program bantuan tersebut adalah perusahaan-perusahaan besar industri TPT saja. USAID (2008) mengumpulkan data erusahaan-perusahaan yang mengikuti program melalui SKIM 1. Dari data tersebut diperoleh bahwa perusahaan-perusahaan yang memperoleh rabat tersebut rata-rata memiliki 1.725 pekerja. USAID (2008) meramalkan bahwa angka penjualan rata-rata dari perusahaan sebesar itu adalah sekitar Rp 250 milyar (US$ 26 juta). Lalu, dengan fakta tersebut, timbul pertanyaan apakah bantuan pembelian mesin melalui program restrukturisasi benar-benar mampu meningkatkan penggunaan teknologi, efisiensi, produktivitas, dan daya saing industri TPT secara nasional seperti yang 2 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015 telah dicantumkan dalam petunjuk teknis program tersebut. Oleh sebab itu, penelitian ini berfokus pada analisis efektivitas program restrukturisasi mesin industri TPT. Pertanyaan yang akan diuji dalam penelitian ini adalah Apakah program restrukturisasi mesin benar-benar mampu meningkatkan Penggunaan Teknologi industri TPT, Efisiensi industri TPT, Produktivitas industri TPT, dan Daya saing industri TPT, serta bagaimanakah perkembangan daya saing Industri TPT 2002-2011 dan perbandingannya saat sebelum program dan sesudah program restrukturisasi mesin. Penelitian ini menganalisis efektivitas program restrukturisasi mesin/peralatan industri TPT yang dilaksanakan pemerintah sejak tahun 2007. Penulis bertujuan untuk meneliti pengaruh program tersebut terhadap indikator penggunaan teknologi, efisiensi, produktivitas dan daya saing industri TPT dari tahun 2002 hingga tahun 2011. Berdasarkan hasil pengukuran pengaruh program bantuan pembelian mesin terhadap beberapa indikator tujuan program tersebut akan diketahui apakah program tersebut efektif atau tidak mempengaruhi kinerja industri TPT secara umum. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengukur daya saing industri TPT sebelum dan sesudah adanya program restrukturisasi mesin dari tahun 2002 hingga tahun 2011 dengan menggunakan Net Export Index (NEI). Tinjauan Literatur Beberapa penelitian terkait program restrukturisasi mesin industri TPT Indonesia yang sudah pernah dilakukan adalah Analisis Program Restrukturisasi Industri Tekstil Terhadap Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil oleh Setiawan (2013) dan Analisis Tentang Program Restrukturisasi Mesin atau Peralatan (Peningkatan Teknologi) ITPT dan Kaitannya dengan Agreement on Subsidies and Countervailing Measures oleh Sudrajat (2007). Setiawan (2013) melakukan penelitian tentang Dampak Program Restrukturisasi Industri Tekstil terhadap Kinerja Ekspor Industri TPT Indonesia. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas program restrukturisasi tekstil terhadap peningkatan nilai ekspor TPT Indonesia. Penelitian tersebut menggunakan variabel ekspor produk tekstil Indonesia ke AS, Jepang, Jerman, dan Inggris sebagai variabel dependen (XPOR), sedangkan variabel independen yang digunakan terdiri dari PDB riil negara tujuan ekspor (PDB), REER (Real Effective Exchange Rate) sebagai proksi dari harga barang ekspor, dan dummy investasi (Dinv) untuk menggambarkan pengaruh program restrukturisasi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa program restrukturisasi industri TPT berpengaruh positif secara signifikan terhadap nilai ekspor TPT. Variabel Produk Domestik Bruto (PDB) negara tujuan ditemukan berpengaruh positif secara siginifkan terhadap nilai ekspor TPT nasional. Sedangkan nilai tukar riil negara tujuan ekspor berpengaruh negatif secara signifikan terhadap nilai ekspor TPT nasional. Hal tersebut menjelaskan bahwa pasar tekstil Amerika Serikat, Jerman, Inggris dan Jepang tidak sensitif dengan harga tekstil (nilai tukar riil) bahkan secara statistik mempunyai korelasi yang berlawanan. Penelitian lain yang membahas analisis program restrukturisasi mesin adalah Analisis Tentang Program Restrukturisasi Mesin atau Peralatan (Peningkatan Teknologi) ITPT dan Kaitannya dengan Agreement on Subsidies and Countervailing Measures yang dilakukan oleh Sudrajat (2007). Penelitian tersebut menggunakan metodologi yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan analisa data secara kualitatif. Penelitian tersebut bertujuan untuk meneliti apakah program restrukturisasi mesin industri TPT merupakan bentuk subsidi yang dilarang atau bukan. Hasil yang ditemukan oleh Sudrajat (2007) menunjukkan bahwa bantuan yang diberikan pemerintah melalui program restrukturisasi mesin merupakan subsidi yang 3 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015 masuk dalam lingkup Agreement and Subsidies Countervailing Measures, akan tetapi bukan merupakan subsidi yang dilarang. Namun, subsidi dalam bentuk bantuan restrukturisasi mesin tersebut tergolong dalam actionable subsidies yang dapat diberikan sanksi dalam hal subsidi tersebut dapat merugikan industri TPT terkait. Sehingga, dalam pelaksanaannya program restrukturisasi mesin harus disesuaikan dengan Agreement on Subsidies and Countervailing Measures. Selain itu, subsidi untuk industri TPT harus dilaksanakan dengan dasar-dasar pengecualian untuk negara berkembang. Penelitian yang terkait dengan permintaan energi litrik, efisiensi, produktivitas, dan ekspor sudah banyak dilakukan. Peninjauan penelitian-penelitian tersebut dimaksudkan penulis untuk membantu penulis menentukan variabel kontrol yang akan digunakan dalam penelitian ini dan menentukan persamaan model yang sesuai. Ayu (2010) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan listrik pada sektor industri di Indonesia. Penelitian tersebut menguji pengaruh kontribusi PDRB sektor industri, harga listrik, jumlah pelanggan listrik di sektor industri, dan harga solar terhadap jumlah permintaan listrik industri. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa permintaan listrik sektor industri di Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh PDRB sektor industri, jumlah pelanggan sektor industri, dan harga solar industri. Permintaan listrik sektor industri juga dipengaruhi secara negatif dan signifikan oleh harga listrik sektor industri itu sendiri. Surbakti dan Kodoatie (2013) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan riil energi listrik di Jawa Tengah dan di Yogyakarta. Penelitian tersebut menguji pengaruh harga listrik (Rp/kWh) dan jumlah konsumen. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jumlah konsumen menjadi variabel paling penting dalam mempengaruhi permintaan energi listrik di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Pintea (2013) melakukan penelitian tentang faktor determinan penggunaan listrik oleh industri. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi penggunaan listrik oleh industri adalah akses ke cadangan generator. Semakin dekat atau semakin mudah akses kepada cadangan generator maka penggunaan listrik akan semakin sedikit. Faktor lain yang mempengaruhi penggunaan listrik adalah akses ke bahan bakar alternatif. Akses bahan bakar minyak yang mudah akan meningkatkan probabilitas konsumsi listrik. Samad dan Patwary (2003) melakukan penelitian tentang efisiensi teknis industri Tekstil Bangladesh dengan mengaplikasikan fungsi produksi frontier. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel yang paling penting dalam menentukan efisiensi teknis industri tekstil Bangladesh adalah bahan baku. Bahan baku berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap efisiensi teknis. Sedangkan, variabel tenaga kerja dan modal justru berpengaruh negatif terhadap efisiensi teknis. Bhandari dan Maiti (2007) melakukan penelitian tentang efisiensi industri manufaktur di India. Penelitian tersebut menguji seberapa besar peran ukuran dan usia perusahaan untuk mempengaruhi efisiensi perusahaan. Penelitian tersebut menggunakan metode stochastic frontier production function. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap efisiensi industri tekstil India, sedangkan usia perusahaan tidak berpengaruh positif terhadap efisiensi. Gani (2013) menguji tentang dampak Agreement on Textile and Clothing (ATC) terhadap efisiensi teknis industri TPT Indonesia. Untuk menguji pengaruh ATC terhadap efisiensi industri TPT, Gani (2013) menggunakan variabel ukuran perusahaan, dummy ATC, intensitas 4 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015 kapital, dan skilled labor ratio sebagai variabel independen. Variabel dependennya adalah efisiensi teknis perusahaan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara perjanjian ATC dengan efisiensi teknis industri TPT. Selain itu, ditemukan pula bahwa ukuran perusahaan, intensitas kapital, dan rasio skilled labor berhubungan positif secara signifikan terhadap efisiensi teknis industri TPT. Fallahi, Sajoodi, dan Aslaninia (2011) melakukan penelitian tentang faktor penentu produktivitas tenaga kerja di sekator manufaktur Iran. Variabel penelitian yang digunakan adalah produktivitas tenaga kerja, human capital , intensitas modal, dummy research and development, ukuran perusahaan yang diproksi dengan nilai penjualan, dummy eksportir, kepemilikan perusahaan, dan upah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upah, intensitas kapital, export orientation, R&D activity, dan pendidikan tenaga kerja berpengaruh positif terhadap produktivitas tenaga kerja. Human capital dalam penelitian tersebut ditunjukkan oleh pendidikan tenaga kerja yang di-proxy dengan rasio skilled labor. Adhadika (2013) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja industri pengolahan di Semarang. Penelitian tersebut menguji pengaruh pendidikan, upah, insentif, asuransi sosial dan pengalaman tenaga kerja terhadap produktivitas tenaga kerja. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa hanya empat variabel yang berpengaruh signifikan dan positif terhadap produktivitas tenaga kerja, yaitu variabel pendidikan, upah, insentif, dan pengalaman kerja. Choudhry (2009) melakukan penelitian tentang faktor penentu produktivitas tenaga kerja negara berkembang dengan menggunakan sampel data sebesar 45 negara. Penelitian tersebut menguji pengaruh variabel pendidikan, investasi pada teknologi informasi dan komunikasi, financial depth, dan Foreign Direct Investment (FDI) terhadap produktivitas tenaga kerja. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel yang paling berpengaruh dalam menentukan perbedaan produktivitas tenaga kerja di 45 negara tersebut adalah pendidikan, investasi pada teknologi informasi dan komunikasi, dan financial depth. Caparas dan Duenas (2006) melakukan penelitian mengenai faktor penentu ekspor industri manufaktur di Filipina.Dari penelitiannya ditemukan bahwa kegiatan R & D berperan penting sebagai faktor penentu ekspor. Selain R &D, afiliasi asing juga merupakan faktor yang penting dalam menentukan kinerja ekspor industri manufaktur Filipina. Siddiq, et al (2012) meneliti tentang faktor penentu permintaan ekspor dari sektor tekstil dan pakaian jadi di Pakistan. Penelitian tersebut menggunakan variabel independen; IHK untuk sektor tekstil dan pakaian jadi, trade openness, exchange rate, dan GDP dunia per kapita untuk diuji pengaruhnya terhadap variabel volume ekspor. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel yang paling berperan penting dalam menentukan permintaan ekspor tekstil dan pakaian jadi Pakistan adalah GDP dunia per kapita. Selain itu, ditemukan pula bahwa, nilai tukar berhubungan searah dengan permintaan ekspor, ketika nilai tukar meningkat (mata uang Pakistan terdepresiasi) maka permintaan ekspor pun juga meningkat. Trade openness berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor. IHK sektor pakaian jadi dan tekstil ―sebagai harga pakaian jadi dan tekstil― berhubungan negatif dengan permintaan ekspor. Supriyati (2014) meneliti tentang pengaruh daya saing terhadap produk industri manufaktur Indonesia. Penelitian tersebut menguji pengaruh GDP riil dunia, Real Effective Exchange Rate (REER), dan indeks daya saing (comparative advantage index) terhadap nilai riil ekspor produk manufaktur. Hasil penelitian Supriyati (2014) menunjukkan bahwa variabel GDP riil 5 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015 dunia memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja ekspor, variabel indeks daya saing secara positif dan signifikan mempengaruhi kinerja ekspor, namun variabel nilai tukar riil memiliki peran yang berbeda. Jika indeks daya saing yang digunakan adalah RSCA (Revealed Symmetric Comparative Advantage), variabel nilai tukar riil memiliki pengaruh yang positif tetapi tidak signifikan, namun, jika variabel daya saing yang digunakan adalah RCA (Revealed Comparative Advantage), variabel nilai tukar memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan. Chintia (2008) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa. Penelitian tersebut menguji pengaruh GDP per kapita Uni Eropa, harga ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa, harga ekspor TPT India, nilai tukar, dan dummy kebijakan kuota terhadap volume ekspor TPT Indonesia ke Uni Eropa. Hasil penelitian Chintia (2008) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia di UE adalah GDP per kapita, harga ekspor TPT Indonesia, nilai tukar dan penerapan kuota. Harga ekspor TPT India tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia ke UE. Program Restrukturisasi Mesin Atau Peralatan Industri Tekstil Dan Produk Tekstil Dalam rangka menyelamatkan dan meningkatkan penggunnan teknologi, efisiensi, produktivitas, dan daya saing TPT secara nasional, pemerintah pada tahun 2007 mengeluarkan program restrukturisasi mesin. Program tersebut diselenggarakan berdasarkan SK Menteri Perindustrian RI No. 27/M-ID/PER/3/2007 tentang Bantuan Dalam Rangka Pembelian Mesin/Peralatan Industri Tekstil dan Produk Tekstil. Program restrukturisasi mesin ini berlaku untuk jenis industri TPT sebagai berikut: Industri serat buatan, pemintalan, perajutan, pencelupan printing garmen dan pakaian jadi lainnya, Industri yang mengganti sebagian mesin atau investasi baru, dan Industri yang mengganti mesin terkait dengan proses produksi dan peralatan penunjang. Perkembangan program restrukturisasi mesin industri TPT dari tahun ke tahun dirangkum dalam Kajian Pengembangan Industri Tekstil dan Produk Tekstil (2011), sebagai berikut: 1. Restrukturisasi Mesin Tahun 2007 Program restrukturisasi permesinan industri TPT pada tahun 2007 dapat disalurkan kepada 92 industri TPT dengan nilai bantuan Rp. 153,31 milyar yang memberikan dampak antara lain : a). Terjadinya investasi baru di sektor TPT yang dilakukan oleh swasta sebesar 10 kali besarnya bantuan pemerintah atau senilai Rp. 1,55 triliun. b). Penambahan tenaga kerja baru sebesar 4.500 orang c). Peningkatan produksi rata-rata sebesar 10 – 15% d). Penghematan dalam penggunaan energi 6-18% (yang diukur berdasarkan volume produk per satuan energi) e). Peningkatan produktivitas sebesar 16-25% (yang diukur berdasarkan volume produk per tenaga kerja) f). Perbankan sudah mau memberikan kredit ke sektor TPT (yang selama ini dianggap high risk), yang tercermin dari 50,34% bersumber dari Kredit Bank. 2. Restrukturisasi Mesin Tahun2008 6 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015 Pada tahun 2008, pemerintah mengalokasikan anggaran Rp. 330 milyar dan pada tahun tersebut tercatat, jumlah peserta : 1). Skim 1 : 179 perusahaan (meningkat sebesar 129% dari peserta pada tahun 2007) dengan nilai investasi Rp. 2,29 triliun (naik 51% dari investasi pada tahun 2007) dengan perkiraan nilai potongan harga dari pemerintah Rp. 221 milyar. 2). Skim 2 : 17 perusahaan dengan nilai proyek Rp. 55,07 milyar dengan nilai kredit posisi Departemen Perindustrian Rp. 31,55 milyar. 3. Restrukturisasi Mesin Tahun 2009 Program restrukturisasi mesin TPT selama tahun 2007-2009 telah memberikan bantuan sebesar Rp 507,77 milyar dengan realisasi investasi mesin baru sebesar Rp 4,9 triliun. Dari 106 program restrukturisasi permesinan yang digulirkan oleh Kemenperin pada tahun 2009 terlihat produktivitas industri TPT meningkat hingga 13,68%. Dari 193 perusahaan yang mengikuti program restrukturisasi yang menghabiskan anggaran sekitar Rp 240 milyar. 4. Restrukturisasi Mesin Tahun 2010 Pada 2010, Kemenperin mengalokasikan penghematan anggaran dan mengalihkannya untuk menambah dana kebutuhan restrukturisasi permesinan industri tekstil, sehingga total dana yang disediakan mencapai Rp175 miliar. Untuk 2010, dari 210 perusahaan yang mendaftar dengan nilai investasi sebesar Rp 1,85 triliun, sebanyak 186 perusahaan disetujui menerima bantuan dengan nilai investasi mencapai Rp 1,6 triliun. Sebagaimana tujuan semula bahwa program ini adalah untuk meningkatkan daya saing industri melalui peningkatan teknologi.Peningkatan teknologi dimaksud adalah melalui penambahan ataupun penggantian mesin yang memiliki tingkat efisiensi dan produktifitas lebih tinggi. Selama 2007–2010, dana yang telah dikeluarkan pemerintah sebesar Rp 650 milyar. 5. Restrukturisasi Mesin Tahun 2011 Pada tahun 2011, pemerintah hanya menganggarkan bantuan sebesar Rp 177 milyar. Namun anggaran tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi industri TPT melainkan bagi industri TPT dan industri aneka. Dari jumlah tersebut diharapkan dapat diserap oleh sekitar 150 perusahaan di industri TPT ditambah dengan 20 perusahaan di industri aneka. Namun, yang terjadi, dana bantuan program yang sudah dianggarkan hanya diserap oleh 109 perusahaan industri TPT. Metodologi Penelitian Model 1: Pengaruh Program Restrukturisasi Mesin Terhadap Penggunaan Teknologi (Persamaan 1) Dimana, kWhit adalah jumlah konsumsi litrik sub industri ke-i dan tahun ke-t, D_Programit adalah dummy program restrukturisasi mesin sub industri ke-i dan tahun ke-t, B_listrikit adalah biaya listrik sub industri ke-i dan tahun ke-t, B_Bakarit adalah bahan bakar sub industri ke-i dan tahun ke-t dan eit adalah random error. Model 2: Pengaruh Bantuan Program Restrukturisasi Mesin Terhadap Efisiensi 7 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015 (Persamaan 2) Dimana, adalah efisiensi sub industri ke-i dan tahun ke-t, adalah dummy program restrukturisasi mesin sub industri ke-i dan tahun ke-t, adalah jumlah total tenaga kerja sub industri ke-i dan tahun ke-t, adalah intensitas kapital (capital intensity) sub industri ke-i dan tahun ke-t, dan eit adaalah random error. Model 3: Pengaruh Bantuan Program Restrukturisasi Mesin Terhadap Produktivitas (Persamaan 3) Dimana, Prodit adalah produktivitas sub industri ke- i dan tahun ke- t, D_Programit adalah dummy program restrukturisasi mesin sub industri ke-i dan tahun ke-t, Upahit adalah upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja sub industri ke-i dan tahun ke-t, H_Capit adalah bahan baku sub industri ke-i dan tahun ke-t dan eit adalah random error. Model 4: Pengaruh Bantuan Program Restrukturisasi Mesin Terhadap Daya Saing (Persamaan 4) Dimana, Eksporit adalah nilai ekspor riil sub industri ke- i dan tahun ke- t, D_Programit adalah dummy program restrukturisasi mesin sub industri ke-i dan tahun ke-t, Produksiit adalah Produksi riil sub sektor ke-i dan tahun ke-t, W_GDPt adalah GDP riil dunia per kapita pada tahun tertentu (t), REERt adalah Real Effective Exchange Rate sub pada tahun tertentu (t), dan eit adalah random error. Penelitian ini menggunakan model regresi panel karena data yang digunakan adalah data panel. Data panel dapat menjelaskan dua macam informasi yaitu: informasi cross-section pada perbedaan antar individu/subjek, dan informasi time series yang merefleksikan perubahan pada periode waktu. Dalam regregresi data panel terdapat tiga metode estimasi yang dapat digunakan, yaitu: Panel Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM). Pengukuran Daya Saing Dalam penelitian ini, selain menguji pengaruh program bantuan restrukturisasi mesin terhadap daya saing ―yang di-proxy dengan ekspor―, penulis juga mengukur daya saing industri TPT sebelum dan sesudah adanya program bantuan tersebut. Penulis akan menggunakan metode pengukuran indeks daya saing yang sederhana yaitu Net Export Index (NEI) yang digunakan oleh Latruffe (2010). NEI adalah selisih antara ekspor suatu negara atau ekspor suatu sektor industri dengan impornya yang kemudian dibagi dengan nilai total perdagangannya (Banterle and Carraresi, 2007). NEI didefinisikan sebagai berikut: (Persamaan 5) X merupakan ekspor, M adalah impor, j menunjukkan esktor/produk, dan i menunjukkan negara atau sektor. Untuk mengukur NEI, penulis menggunakan data ekspor dan impor industri tekstil dari tahun 2002 hingga tahun 2011. 8 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015 Data dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data industri tekstil dan produk tekstil tingkat perusahaan (20022011) dari Statistika Industri Sedang dan Besar, dikeluarkan setiap tahun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang telah disusun oleh LPEM. Data yang dipakai adalah data industri tekstil ISIC 17111 -18202 yang kemudian oleh penulis, data tersebut diagregasikan menjadi lima bagian sub sektor industri TPT, yaitu sub sektor industri serat/filament, pemintalan benang, pembuatan kain, pakaian jadi, dan TPT lainnya. Agregasi data tersebut ditujukan untuk menyesuaikan data industri tekstil dengan data rekapitulasi bantuan program restrukturisasi mesin yang disajikan dalam bentuk dana bantuan per sub sektor industri TPT. Hal tersebut digunakan untuk dasar pengaplikasian dummy program restrukturisasi mesin. Untuk mengubah variabel nominal ke dalam bentuk riil, penelitian ini menggunakan data Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) industri manufkatur dengan tahun dasar 2000.Variabel GDP riil dunia per kapita dengan harga konstan tahun 2000 diperoleh dari World Bank. Variabel GDP riil dunia per kapita dalam bentuk US$ Amerika kemudian dikonversikan ke dalam rupiah. Variabel nilai tukar riil (REER) diperoleh dari Bank of International Settlement. Untuk mengukur NEI, penulis menggunakan data ekspor dan impor yang diperoleh dari WITS (World Integrated Trade Solution) dalam bentuk US$ Amerika, kemudian dikonversikan ke dalam rupiah dan diubah dalam bentuk riil. Hasil Estimasi Dan Pembahasan Hasil Estimasi Regresi Model Pertama: Pengaruh Program Restrukturisasi Mesin Terhadap Penggunaan Teknologi Hasil regresi yang dilakukan penulis mengindikasikan bahwa model terbaik untuk model pertama adalah Random Effect Model (REM). Hal tersebut berdasarkan dari hasil uji Hausman yang lebih besar dari alpha pada level 1%, 5%, dan 10%. Model REM sudah menggunakan GLS (General Least Square) dalam estimasinya, sehingga tidak perlu lagi dilakukan pengujian apakah ada masalah multikolinearitas, heterokedastisitas, atau pun autokorelasi. Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 1 dapat terlihat bahwa secara keseluruhan variabel-variabel independen pada persamaan 1 mampu menjelaskan variabel dependennya. Hal ini berdasarkan pada nilai Prob>Chi2 yang lebih kecil dari alpha pada tingkat 1%, 5%, dan 10%. Berdasarkan hasil estimasi di atas juga dapat kita ketahui bahwa variasi variabel independen mampu menjelaskan variasi variabel dependen sebesar 67,37% dan sisanya, yang sebesar 32.63% (1-R2) dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model. Variabel dummy program (D_Program) berhubungan negatif dan signifikan pada tingkat α = 1% terhadap penggunaan teknologi ―yang digambarkan dengan variabel jumlah konsumsi listrik (kWh)― dengan nilai koefisien -0.5716374.1 Ini berarti, ketika ada program restrukturisasi mesin, dan variabel independen lainnya tetap (konstan), akan mengakibatkan 1 Seperti yang sudah dijelaskan pada bab 4, bahwa model pertama, kedua, dan ketiga dalam skripsi ini menggunakan logaritma natural (ln), yang menunjukkan pertumbuhan, sehingga nilai koefisien dari setiap variabel independen menunjukkan koefisien elastisitas variabel independen tersebut terhadap variabel dependennya. 9 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015 penghematan konsumsi listrik sebesar 77, 116% secara rata-rata.2 Variabel biaya listrik, yang diukur dari membagi nilai pengeluaran listrik dengan kuantitas konsumsi listrik, berhubungan negatif dan signifikan pada tingkat α = 5% terhadap jumlah konsumsi listrik (kWh) dengan nilai koefisien -0.2219856. Ini berarti bahwa setiap kenaikan 10% pada biaya listrik, dengan keadaan variabel independen lainnya konstan, maka akan mengakibatkan penurunan konsumsi listrik sebesar 2.219% secara rata-rata. Variabel bahan bakar berhubungan positif dan signifikan pada tingkat α = 1% terhadap jumlah konsumsi listrik dengan nilai koefisien 0. 6103696. Ketika variabel bahan bakar meningkat sebesar 10%, dan variabel independen yang lain konstan, maka konsumsi listrik akan meningkat sebesar 6.103% secara rata-rata. Berdasarkan hasil estimasi model pada tabel 1, pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen pada persamaan 1 sesuai dengan hipotesis penulis. Tabel 1 Hasil Estimasi Model Pertama Uji Chow 0.0001 Uji LM Uji Hausman 0.0015 0.1175 lnkWh (RE) Model 1 Coef St. Error D_Program -0.5716374*** 0. 145275 lnB_Listrik -0.2219856** 0. 0975733 lnB_Bakar 0. 6103696*** 0. 0966239 Cons 10. 31183*** 1. 777841 Number of Obs Prob > Chi 50 2 0. 0000 R-squared 0. 6737 Keterangan:***)Signifikan pada level α=1%, **)Signifikan pada level α=5%, *)Signifikan pada level α=10% Keterangan: kWh = Jumlah konsumsi listrik, proxy dari penggunaan teknologi/modal mesin; D_Program= Dummy Program, 2002-2006 (belum ada program) = 0, mulai tahun 2007-2011 (ada program) = 1; B_Listrik = Biaya listrik yang diukur dengan membagi nilai nominal dari pengeluaran untuk listrik dengan jumlah listrik yang digunakan (kWh); B_Bakar = Bahan Bakar, nilai pengeluaran untuk bahan bakar. Pembahasan Hasil Estimasi Regresi Model Pertama Berdasarkan estimasi yang telah dilakukan, program restrukturisasi mesin terbukti menghemat konsumsi listrik. Dan temuan tersebut didukung dengan hasil evaluasi program yang pernah dilakukan oleh pemerintah, disebutkan bahwa, setelah adanya program, penghematan energi mencapai 6-18%.3 Hasil estimasi pengaruh program terhadap jumlah 2 Jika variabel dependen dalam bentuk log natural, sedangkan variabel independen dalam bentuk dummy, maka untuk menginterpretasikan koefisiennya adalah dengan menggunakan metode yang dianjurkan oleh Halvorsen dan Palmquist, yaitu dengan cara menghitung antilog dari nilai koefisien , dikurangi 1, dan dikalikan dengan 100. 3 Kajian Pengembangan Industri Tekstil dan Produk Tekstil. 2011 10 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015 konsumsi listrik didukung dengan bukti deskrispsi grafis jumlah konsumsi listrik industri TPT pada gambar 1. Gambar 1 Jumlah Konsumsi Listrik 2002-2011 Sumber: BPS (diolah penulis) Program restrukturisasi mesin sudah dilaksanakan sejak tahun 2007. Program tersebut merupakan solusi dari masalah tuanya umur mesin produksi yang menjadi isu utama dalam industri TPT Indonesia. Mesin-mesin yang digunakan industri TPT mengalami penurunan produktivitas setelah penggunaan yang melebihi kapasitas pada dasawarsa 1980-an. Selain mengalami penurunan produktivitas, mesin tua industri TPT juga menjadi semakin boros energi. Contohnya, 15 tahun yang lalu, mesin carding memiliki biaya energi hanya mencapai 7 persen, namun saat ini mesin tersebut memiliki biaya listrik sebesar 15-20 persen.4 Dengan adanya program restrukturisasi, mesin-mesin tua tersebut diperbaharui dengan mesin-mesin baru yang lebih hemat energi listrik dan lebih produktif. Grafik di atas menunjukkan bahwa konsumsi listrik dari tahun 2007 sampai tahun 2011 mengalami penurunan bila dibandingkan dengan jumlah konsumsi listrik pada tahun-tahun sebelumnya. Hasil estimasi persamaan 1 menunjukkan bahwa setiap kenaikan 10% pada biaya listrik, dengan asumsi variabel independen lainnya konstan, maka konsumsi listrik akan turun sebesar 2.219% secara rata-rata. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel biaya listrik (Rp/kWh) berhubungan negatif dan berperan penting dalam menentukan jumlah konsumsi listrik industri TPT Indonesia. Penemuan ini mendukung hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ayu (2010) dan Surbakti dan Kodoatie (2013). Hasil penelitian mereka juga menunjukkan bahwa semakin tinggi harga listrik (Rp/kWh) maka jumlah konsumsi listrik juga semakin berkurang. Terkait dengan biaya listrik, Indonesia memiliki tarif listrik relatif tinggi bila dibandingkan dengan beberapa negara di Asia, seperti Pakistan, Vietnam, Malaisya dan Thailand. Oleh sebab itu, jika industri tekstil tetap mengunakan mesin tua yang boros energi listrik, biaya produksi industri TPT akan semakin tinggi dan akibatnya harga produk industri TPT tidak berdaya saing. Hasil estimasi pada tabel 1 menunjukkan bahwa antara penggunaan bahan bakar dengan penggunaan listrik memiliki hubungan searah. Ketika penggunaan bahar meningkat, jumlah 4 Mesin carding adalah mesin yang digunakan untuk mengubah kapas mentah menjadi benang. 11 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015 listrik yang digunakan oleh industri TPT juga meningkat. Secara umum bahan bakar digunakan industri sebagai pemasok listrik di luar pasokan listrik perusahaan listrik negara. Contoh bahan bakar yang digunakan oleh aktivitas produksi industri adalah minyak dan batu bara. Dalam industri TPT, biasanya bahan bakar digunakan untuk dua hal, yaitu sebagi pemasak air pada proses pencelupan dan untuk pembangkit listrik. Sehingga, ketika penggunaan bahan bakar meningkat, itu berarti semakin bertambah juga listrik yang dihasilkan untuk digunakan industri untuk melakukan kegiatan produksi. Hasil Estimasi Regresi Model Kedua: Pengaruh Program Restrukturisasi Mesin Terhadap Efisiensi Hasil estimasi regresi untuk model ke dua menunjukkan bahwa model terbaik adalah Fixed Effect Model (FEM). Hasil estimasi tersebut mengindikasikan bahwa ada masalah multikolinearitas pada variabel size dan intensitas kapital (C_I). Untuk mengatasi hal tersebut, penulis menggunakan ujirobust. Hasil estimasi persamaan ke dua disajikan dalam tabel 2. Tabel 2 Hasil Estimasi Model Kedua Uji Chow 0. 0000 Uji LM 0. 0000 Uji Hausman 0. 0022 ln_Efisiensi (FE) Model 2 Coef Robust St. Error Dummy Program 0.1942957** 0. 0656399 ln_Size 0.8234845*** 0. 0264762 lnC_I -.0140411 0. 0391816 Cons -3.072239** 0. 8477449 Number of Obs 50 Prob > F 0. 0000 R-squared 0.5389 Keterangan:***)Signifikan pada level α=1%, **)Signifikan pada level α=5%, *) Signifikan pada level α=10% Keterangan: Efisiensi = diperoleh dengan membagi nilai produksi sub sektor industri TPT dengan total input yang digunakan; D_Program= Dummy Program, 2002-2006 (belum ada program) = 0, mulai tahun 2007-2011 (ada program) = 1; Size = ukuran perusahaan, di-proxy dengan menggunakan total tenaga kerja dalam suatu perusahaan; C_I = Capital Intensity, intesitas modal yang diukur dengan rasio kapital (jumlah total kapital) terhadap total tenaga kerja. Berdasarkan hasil estimasi persamaan 2 dengan menggunakan FEM, dapat diketahui bahwa variabel independen pada model kedua secara keseluruhan dapat menjelaskan variabel dependennya. Hal ini didasarkan pada nilai prob > F yang lebih kecil dari alpha 1%, 5%, dan 10%. Berdasarkan 2, variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen sebesar 53.89%. Sisanya, 46.11% dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Variabel dummy program restrukturisasi mesin berpengaruh positif secara signifikan pada tingkat α = 5 % terhadap efisiensi produksi dengan koefisien 0.1942957. Hal ini diartikan bahwa, ketika ada program restrukturisasi dan variabel independen yang lain diasumsikan konstan, maka variabel efisiensi produksi akan meningkat sebesar 21.446%. Variabel size 12 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015 berhubungan positif dan signifikan pada level α = 1% terhadap efisiensi produksi dengan koefisien sebesar 0.8234845. Artinya, peningkatan ukuran perusahaan ―yang digambarkan dengan jumlah total tenaga kerja― sebesar 10% akan meningkatkan efisiensi produksi sebesar 8.234%. Variabel intensitas kapital (C_I), yang diukur dengan rasio total kapital terhadap total tenaga kerja,berpengaruh secara negatif dan tidak signifikan terhadap efisiensi produksi dengan koefisien -0.0140411. Peningkatan intensitas kapital sebesar 10%, dengan asumsi variabel independen yang lain konstan, akan menurunkan efisiensi produksi sebesar 0.014%. Hubungan negatif antara intensitas kapital terhadap efisiensi diduga karena ada fenomena the diminishing marginal return. Hubungan semua variabel independen pada persamaan 2 terhadap variabel dependen sesuai dengan hipotesis yang telah diajukan penulis pada bab sebelumnya, kecuali variabel intensitas kapital (C_I). Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan, ditemukan bahwa nilai prob>F lebih kecil dari alpha 1%, 5%, dan 10%. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan rata-rata (beda intercept) efisiensi antar sub sektor industri TPT. Untuk mendapatkan beda intercept tersebut penulis melakukan regresi dengan menggunakan perintah: regress variabel dependen variabel independen i.sub sektor. Hasil uji tersebut disajikan pada tabel 3. Tabel 3 Perbedaan Rata-Rata Efisiensi Antar Sub Sektor lnEfisiensi Model 2 Coef St. Error D_Program 0.1942957** 0.0785313 lnSize 0.8234845*** 0.1185446 lnC_I -­‐0.0140411 0.031031 Subsektor 2 -­‐0.3706466*** 0.1289446 Subsektor 3 -­‐1.57114*** 0.2748787 Subsektor 4 -­‐1.784302*** 0.3569349 Subsektor 5 2.84E-­‐01 0.2674997 Cons -­‐2.383915 1.679593 Number of obs 50 Prob>F 0. 0000 R squared 0. 9759 Keterangan:***)Signifikan pada level α=1%, **)Signifikan pada level α=5%, *) Signifikan pada level α=10% Berdasarkan hasil estimasi yang disajikan pada tabel 3 nilai rata-rata efisiensi dari sub sektor 1 dapat terlihat dari nilai konstanta yaitu -2.384 yang berarti besaran rata-rata efisiensi pada sub sektor 1 (Serat/ Filament) adalah -2.384. Sedangkan, rata-rata efisiensi pada sub sektor 2 (Pemintalan Benang) adalah -2.755.5 Rata-rata efisiensi untuk sub sektor 3 (Pembuatan Kain) adalah -3.955. Rata-rata efisiensi untuk sub sektor 4 (Pakaian Jadi) adalah -4.168. Untuk sub sektor 5 (TPT Lainnya) memiliki rata-rata efisiensi -2.668. Berdasarkan hasil tersebut, maka bantuan program restrukturisasi mesin paling efektif ditujukan untuk sub sektor TPT lain terkait dengan indikator efisiensi. Perbedaan intercept ini dapat diperoleh jika model terbaik yang digunakan adalah FEM. Sedangkan untuk model REM tidak dapat diperoleh perbedaan intercept-nya. 5 Diperoleh dari = -­‐2.383915 + (-­‐0.3706466) 13 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015 Pembahasan Hasil Estimasi Regresi Model Kedua Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, terbukti bahwa program restrukturisasi berperan penting dalam meningkatkan efisiensi produksi industri TPT. Dengan penggunaan mesin berteknologi baru, kemampuan industri untuk memaksimumkan produksi dengan sejumlah input yang tersedia menjadi bertambah. Hal tersebut sesuai dengan teori, bahwa efisiensi perusahaan dapat meningkat karena ada perubahan dan pembaharuan teknologi. Penemuan bahwa program restrukturisasi mesin berpengaruh positif terhadap efisiensi industri TPT dijustifikasi dengan deskripsi gambar 2. Gambar 2 Efisiensi Industri TPT 2002-2011 Sumber: BPS (diolah penulis) Berdasarkan gambar 2, efisiensi industri TPT 2002-2011 relatif meningkat. Namun, efisiensi industri TPT turun tajam pada tahun 2005 dan 2010. Kedua kondisi tersebut merupakan akibat dari produksi industri TPT yang menurun, namun total input yang digunakan meningkat, sehingga efisiensinya menurun.6 Efisiensi industri TPT mulai meningkat kembali di tahun 2006 dan tahun-tahun berikutnya. Efisiensi industri TPT pada tahun pertama pelaksanaan program, yaitu tahun 2007, hingga tahun 2009 terus mengalami peningkatan. Hasil estimasi menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif secara signifikan terhadap efisiensi industri TPT. Hal ini berarti, semakin besar perusahaan maka semakin tinggi efisiensi yang dimiliki. Hasil penemuan ini juga sama dengan hasil yang diperoleh oleh Bhandari dan Maiti (2007) serta Gani (2013). Hubungan positif antara ukuran perusahaan dengan efisiensi dikarenakan perusahaan yang lebih besar mempunyai economies of scale yang lebih baik dan memiliki akses yang lebih mudah untuk mendapatkan input yang lebih murah atau lebih berkualitas bila dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil. Sehingga, perusahaan yang lebih besar memiliki efisiensi yang lebih baik bila dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil. Selain itu, terkait dengan economies of scale, perusahaan besar memiliki kemampuan produksi yang lebih cepat, lancar dan dengan pemborosan yang minimum karena sudah didukung dengan alat-alat produksi yang lebih baik bila dibandingkan dengan perusahaan kecil. Perusahaan yang lebih besar juga memiliki kemampuan yang lebih baik dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang langka. 6 Grafik perkembangan produksi dan input industri TPT dilampirkan penulis. 14 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015 Berdasarkan estimasi persamaan 1, didapatkan bahwa intensitas kapital berhubungan negatif dan tidak signifkan terhadap efisiensi. Hal tersebut berlawanan dengan hipotesis yang diajukan oleh penulis dan berlawanan dengan hasil penemuan Gani (2013). Intensitas kapital pada dasarnya menggambarkan utilisasi kapital dalam aktivitas produksi. Gani (2013) berargumen bahwa penggunaan kapital akan membuat kinerja tenaga kerja menjadi lebih efektif, sehingga nilai intensitas kapital yang lebih tinggi akan meningkatkan utilisasi tenaga kerja dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Beberapa argument yang menjelaskan penemuan penulis adalah, pertama, adanya the law of diminishing return yang menunjukkan bahwa pada saat tambahan produk lebih kecil dari nol maka penambahan faktor produksi variabel (dalam hal ini tenaga kerja) justru akan mengurangi total output atau produksi yang dihasilkan, selain itu utilisasi kapital oleh tenaga kerja menjadi tidak produktif lagi, sehingga efisiensi menurun. Kedua, utilisasi kapital sangat dipengaruhi oleh skill tenaga kerja dalam mengoperasikannya, ketika utilisasi kapital tidak diimbangi dengan kemampuan untuk mengoperasikannya, maka kemampuan untuk berproduksipun jadi tidak optimal, sehingga efisiensi menurun. Hasil Estimasi Regresi Model Ketiga: Pengaruh Program Restrukturisasi Mesin Terhadap Produktivitas Berdasarkan hasil estimasi regresi yang dilakukan, diindikasikan bahwa model terbaik untuk model ke tiga adalah REM (Random Effect Model). Model REM sudah menggunakan GLS (General Least Square) dalam estimasinya, sehingga tidak perlu lagi dilakukan pengujian apakah ada masalah multikolinearitas, heterokedastisitas, atau pun autokorelasi. Hasil estimasi digambarkan secara ringkas dalam tabel 4. Berdasarkan hasil estimasi yang telah dilakukan, secara keseluruhan variabel independen mampu menjelaskan variabel dependen.Hal ini dilihat dari nilai prob > Chi2 yang lebih kecil dari 1%, 5%, dan 10%. Hasil estimasi regresi pada tabel 4 juga menunjukkan bahwa variasi variabel independen mampu menjelaskan variasi variabel dependen sebesar 86.26%. Sisanya sebesar 14.74% (1-R2) dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Tabel 4 Hasil Estimasi Model Ketiga Uji Chow 0. 0000 Uji LM Uji Hausman 0. 0000 0. 1376 ln_Produktivitas (RE) Model 3 Coef St. Error Dummy Program 0.3323661 *** 0. 0813485 ln_Upah 0. 6906376*** 0. 0847844 H_Cap 0. 0000226 0. 0001703 Cons 1. 704575 1. 757864 Number of Obs Prob > Chi R-squared 50 2 0. 0000 0. 8626 Keterangan:***)Signifikan pada level α=1%, **)Signifikan pada level α=5%, *) Signifikan pada level α=10% 15 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015 Keterangan: Produktivitas = produktivitas tenaga kerja, yang diukur dengan membagi nilai tambah (value added) dengan jumlah total tenaga kerja; D_Program= Dummy Program, 2002-2006 (belum ada program) = 0, mulai tahun 2007-2011 (ada program) = 1; Upah = nilai total upah yang diberikan perusahaan kepada tenaga kerjanya; H_Cap = Human Capital (modal manusia), yang diukur dengan rasio skilled labor terhadap total tenaga kerja, skilled labor di-proxy dengan menggunakan jumlah total tenaga kerja non-produksi. Variabel dummy program restrukturisasi mesin berpengaruh positif secara signifikan pada tingkat α = 1% terhadap produktivitas tenaga kerja dengan koefisien 0.3323661. Hal ini berarti ketika ada program maka produktivitas akan meningkat secara rata-rata 39.426%. Variabel upah mempengaruhi variabel produktivitas secara positif dan signifikan pada tingkat α = 1% dengan koefisien 0.6906376. Jika ada peningkatan sebesar 10% pada upah yang dibayarkan perusahaan kepada tenaga kerja, dengan asumsi variabel independen lain konstan, maka produktivitas akan meningkat sebesar 6.906% secara rata-rata. Variabel human capital (modal manusia) berhubungan positif namun tidak signifikan terhadap produktivitas dengan koefisien 0.0000226. Jika rasio skilled labor meningkat sebesar 10% maka produktivitas akan meningkat sebesar 0.002 %. Dampak peningkatan rasio skilled labor sangat kecil terhadap produktivitas. Hasil estimasi yang ditemukan dari model tiga sesuai dengan hopotesis yang diajukan oleh penulis, hanya saja variabel human capital tidak signifikan mempengaruhi produktivitas tenaga kerja. Pembahasan Hasil Estimasi Regresi Model Ketiga Hasil estimasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa program restrukturisasi mesin mampu meningkatkan produktivitas tenaga kerja industri TPT Indonesia. Hasil estimasi tersebut sesuai dengan teori perkembangan teknologi, bahwa kemajuan teknologi mampu membuat produktivitas meningkat. Produktivitas secara umum merupakan kemampuan faktor produksi untuk menghasilkan output (Latruffe, 2010). Peningkatan produktivitas berarti mendapatkan lebih banyak output dengan jumlah input yang tetap/sama atau dengan menggunakan input yang lebih sedikit untuk menghasilkan output yang sama. Penggantian mesin lama dengan mesin baru menunjukkan ada peningkatan kemampuan faktor produksi untuk menghasilkan output, sehingga produktivitas yang dicapai menjadi lebih tinggi. Hasil penemuan hubungan program restrukturisasi mesin terhadap produktivitas industri TPT dijustifikasi oleh deskripsi grafis gambar 3. Gambar 3 Produktivitas Industri TPT Indonesia 2002-2011 Sumber: BPS (diolah penulis) 16 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015 Produktivitas industri TPT pada tahun 2007-2011 relatif meningkat bila dibandingkan dengan tahun sebelum ada program, meskipun pada tahun 2008 produktivitas industri TPT sempat menurun, hal ini diduga karena adanya krisis global (external shock) yang menyebabkan turunnya value added dan tenaga kerja.7 Namun, bila dilihat dari grafik di atas, dampak krisis tersebut tidak berdampak terlalu lama pada produktivitas industri TPT, karena setelah tahun 2009, produktivitas industri TPT langsung meningkat. Berdasarkan hasil estimasi, upah berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas industri TPT. Hasil yang sama juga didapatkan oleh Fallahi, Sajoodi, dan Aslaninia (2011) dan Adhadika (2013). Upah merupakan balas jasa untuk faktor-produksi tenaga kerja. Semakin tinggi tingkat upah yang ditawarkan atau diberikan perusahaan kepada tenaga kerja, maka tenaga kerja akan semakin termotivasi untuk menjaga pekerjaannya dan berusaha untuk meningkatkan produktivitas mereka agar tidak dikeluarkan dari pekerjaan tersebut. Selain itu, hubungan positif dan signifikan upah terhadap produktivitas menunjukkan bahwa peningkatan upah merupakan stimulus yang baik untuk mendorong produktivitas tenaga kerja. Hasil estimasi persamaan 3 menunjukkan bahwa peningkatan pada human capital akan mendorong peningkatan produktivitas tenaga kerja industri TPT. Namun, pengaruh peningkatan human capital yang didapatkan terhadap produktivitas sangat kecil. Hubungan positif antara human capital dan produktivitas juga ditunjukkan oleh hasil penelitian Fallahi, Sajoodi, dan Aslaninia (2011), Adhadika (2013) dan Choudhry (2009).Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Choudry (2009) human capital digambarkan melalui pendidikan. Beberapa argumen terkait hubungan human capital dengan produktivitas adalah pertama, semakin tinggi rasio skilled labor semakin tinggi pula kemampuan untuk mengelolah input secara efektif dan lebih produktif. Kedua, rasio skilled labor yang tinggi, menunjukkan bahwa tenaga kerja memiliki kemampuan untuk mengalokasikan faktor input dalam proses produksi dengan menggunakan beberapa alternatif. Ketiga, skilled labor memiliki kemampuan yang lebih untuk menyesuaikan diri dengan perubahan teknologi dan mampu mengenal teknik produksi baru secara cepat. Hasil Estimasi Regresi Model Keempat: Pengaruh Program Restrukturisasi Mesin Terhadap Daya Saing (Ekspor) Hasil estimasi persamaan 4 menunjukkan bahwa model terbaik yang digunakan adalah REM (Random Effect Model). Model REM sudah menggunakan GLS (General Least Square) dalam estimasinya, sehingga tidak perlu lagi dilakukan pengujian apakah ada masalah multikolinearitas, heterokedastisitas, atau pun autokorelasi. Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 5, variasi model independen dapat menjelaskan variasi model dependen. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai prob>Chi2 yang lebih kecil dari alpha 1%, 5%, dan 10%. Variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 64.88%. Dari beberapa variabel independen yang digunakan, hanya variabel produksi saja yang berpengaruh signifikan terhadap ekspor. Pengaruh variabel dummy program dan nilai tukar riil tidak sesuai dengan hipotesis penulis. 7 Grafik perkembangan value added dan tenaga kerja dilampirkan penulis. 17 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015 Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 5, ketika ada program restrukturisasi mesin, ekspor menjadi berkurang. Ketika ada peningkatan pada produksi sebesar 1% dengan asumsi variabel independen lainnya konstan maka ekspor akan meningkat sebanyak 10.64479%, atau elastis. Peningkatan 1% pada variabel GPD dunia per kapita, asumsi variabel independen lainnya konstan, maka akan meningkatkan ekspor 20.10352%, atau elastis. Sedangkan, nilai tukar riil justru berhubungan tidak searah dengan ekspor. Setiap depresiasi 1% menyebabkan ekspor turun sebesar 16.253%. Mekanisme ini tidak sesuai dengan teori perdagangan internasional yang menyatakan bahwa bilamana nilai rupiah mengalami penurunan (depresiasi), maka barang-barang Indonesia semakin murah bagi pembeli luar negeri, dan oleh sebab itu, seharusnya ekspor meningkat. Tabel 5 Hasil Estimasi Model Keempat Uji Chow Uji LM 0. 0005 0. 0000 Uji Hausman 1. 0000 lnEkspor (RE) Model 4 Coef St. Error Dummy Proram -1.509269 2. 945824 lnProduksi 10. 61445*** 1. 623227 lnW_GDP 20. 10352 39. 35418 lnREER -16.25348 52. 94337 Cons -418.9086 309. 9112 Number of Obs 50 Prob > Chi^2 R-squared 0. 0000 0. 6488 Keterangan:***)Signifikan pada level α=1%, **)Signifikan pada level α=5%, *) Signifikan pada level α=10% Keterangan: Ekspor = nilai ekspor, merupakan proxy dari daya saing; D_Program =Dummy Program, 2002-2006 (belum ada program) = 0, mulai tahun 2007-2011 (ada program) = 1; Produksi= Nilai produksi per sub-sektor industri; W_GDP = Nilai GDP dunia per kapita riil dengan harga konstan tahun 2000 yang sudah disesuaikan ke dalam mata uang rupiah; REER = Nilai tukar riil rupiah terhadap dollar amerika. Pembahasan Hasil Regresi Persamaan Keempat Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan, didapatkan bahwa program restrukturisasi mesin industri TPT tidak efektif untuk meningkatkan daya saing. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan penulis. Apabila dilihat dari gambar 4 kinerja ekspor industri TPT pada saat tahun 2007 lebih tinggi bila dibanding dengan tahun 2006. Hanya saja pada tahun 2009 ekspor industri TPT menurun. Hal tersebut diduga karena pada tahun tersebut terjadi krisis global yang mempengaruhi permintaan dunia terhadap produk tekstil dan pakaian jadi.Dan pada tahun 2010 ekspor meningkat cukup tinggi hingga tahun 2011. Hasil estimasi persamaan 4 menunjukkan bahwa ekspor TPT Indonesia tidak hanya bergantung pada mesin yang digunakan dalam proses produksi namun ada faktor-faktor lain yang lebih berperan penting dalam mempengaruhi kinerja ekspor industri TPT Indonesia. 18 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015 Gambar 4 Ekspor TPT Indonesia 2002-2011 Sumber: World Integrated Trade Solution (diolah penulis) Hasil yang berbeda ditemukan oleh Setiawan (2013) bahwa program restrukturisasi mesin berperan penting dalam meningkatkan ekspor. Hasil yang diperoleh penulis dijustifikasi dengan spesifikasi model yang dilakukan penulis dan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pengaruh program restrukturisasi mesin konsisten berhubungan negatif dengan ekspor, namun tidak signifikan. Hubungan antara program restrukturisasi mesin dengan ekspor sendiri sebenarnya positif, meskipun dimasukkan variabel produksi. Namun, setelah dimasukkan variable pendapatan dunia per kapita dan nilai tukar riil, hubungannya menjadi negatif. Terbukti bahwa produksi berperan penting dalam mempengaruhi kinerja ekspor. Dari hasil yang diperoleh, produksi berhubungan positif dan signifikan terhadap ekspor industri TPT. Hal tersebut dikarenakan barag yang diekspor ke luar negeri merupakan hasil dari proses produksi. Semakin banyak barang yang diproduksi maka semakin banyak pula produk yang dapat diekspor ke luar negeri. Berdasarkan hasil estimasi yang telah dilakukan, diperoleh GDP dunia per kapita riil berhubungan positif dan sangat elastis terhadap ekspor industri TPT Indonesia. Semakin besar GDP dunia per kapita maka semakin besar pula daya beli dunia untuk mengimpor produk tekstil dan pakaian jadi Indonesia. Hasil tersebut sama dengan yang diperoleh oleh Siddiq, et al (2012), Supriyati (2014), Setiawan (2013), dan Chintia (2008). Meskipun, Setiawan (2013) dan Chintia (2008) menggunakan GDP riil negara tujuan ekspor. Nilai tukar riil berhubungan negatif terhadap ekspor industri TPT, namun tidak signifikan. Penemuan tersebut tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan. Hasil yang sama juga didapatkan oleh Supriyati (2014) dan Setiawan (2013). Hubungan negatif nilai tukar riil terhadap ekspor dapat dijelaskan dengan beberapa argumen. Pertama, ketergantungan impor bahan baku industri TPT Indonesia masih tinggi. Kontribusi pasokan impor serat di Indonesia mencapai 66 persen dari kebutuhan industri, bahkan untuk serat kapas sebesar 99 persen masih harus diimpor dari luar, begitu juga dengan kain, peranan kain impor mencapai 39 persen.8 Ketika terjadi depresiasi, pembelian bahan baku dari luar menjadi jauh lebih mahal. Hal tersebut akan mengurangi produksi, dengan asumsi anggaran biaya produksi tetap.Sehingga, produk yang bisa diekspor menjadi menurun. Argumen kedua, hubungan tak 8 Kajian Pengembangan Industri Tekstil dan Produk Tekstil, 2011 19 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015 searah antara nilai tukar riil dengan ekspor mengindikasikan bahwa pasar tekstil dunia tidak sensitif dengan harga tekstil. Jika terjadi apresiasi, permintaan ekspor meningkat dan sebaliknya, ketika terjadi depresiasi, permintaan ekspor malah menurun. Hasil Pengukuran Daya Saing Perhitungan Net Export Index (NEI) dari industri TPT per sub sektor dari tahun 2002 hingga tahun 2011 menunjukkan adanya penurunan daya saing industri TPT, hal ini dapat dilihat dari nilai NEI yang semakin menurun. NEI pada tahun 2007 mulai menurun, dan penurunan tajam terjadi saat tahun 2008.Kemudian pada tahun 2009, daya saing industri TPT mulai meningkat lagi, namun pada akhirnya kembali menurun pada tahun-tahun berikutnya.Hasil pengukuran NEI disajikan dalam tabel 6. Tabel 6 Hasil Pengukuran NEI Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 NEI 0.58109375 0.646614726 0.633023997 0.685487437 0.692815657 0.661571607 0.330610045 0.379066613 0.289346832 0.216930716 Keterangan: Nilai NEI = -1 (ketika sebuah negara/industri hanya melakukan impor saja) < NEI < 1 (ketika sebuah negara/industri melakukan ekspor saja). Jika nilainya nol maka besarnya ekspor sama dengan impor. Jika nilai NEI > 0, maka ekspor >impor. Penurunan daya saing industri TPT disebabkan oleh tingginya pertumbuhan impor dibanding dengan pertumbuhan ekspor. Berdasarkan data dari World Integrated Trade Solution ekspor industri TPT sejak tahun 2002 hingga tahun 2011 relatif mengalami peningkatan. Terutama, pada lima tahun terakhir ini. Dalam Kajian Pengembangan Industri Tekstil dan Produk Tekstil (2011) disebutkan bahwa ekspor industri TPT tumbuh rata-rata 5% setiap tahunnya.Tujuan ekspor industri TPT Indonesia masih didominasi oleh Amerika. Sekitar 37% dari total ekspor industri TPT ditujukan pada negara tersebut. Selain Amerika, masih ada pula negara tujuan ekspor TPT Indonesia yang lain, yaitu Uni Eropa (18%), Timur Tengah (9,8%), ASEAN (6%), Jepang (6%), Korea (4%), dan Afrika (2.9%). Di pasar Amerika, Indonesia adalah eksportir terbesar nomor tiga setelah China dan Vietnam. Kontribusi Indonesia adalah sebesar 7%. Sementara China dan Vietnam menguasai pangsa pasar masing-masing sebesar 37% dan 9%. Dibalik perkembangan ekspor yang cukup menggembirakan, pertumbuhan impor TPT Indonesia jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekspornya. Di dalam Kajian Pengembangan Industri TPT (2011) disebutkan bahwa, impor TPT secara keseluruh tumbuh rata-rata 31% per tahun.Produk dari China dan Korea mendominasi impor industri TPT Indonesia.Sekitar 27% toal impor TPT Indonesia berasal dari China. Sedangkan impor TPT yang berasal dari Korea Selatan mencapai 16% dari total impor TPT. Selain kedua negara tersebut, impor TPT Indonesia juga berasal dari ASEAN (9%), Hongkong (9%), Amerika (6%), Jepang (4%), Brazil (4%), India (3%), Eropa (3%) , dan negara lainnya (16%). 20 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015 Meskipun pertumbuhan impor lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor, neraca perdagangan industri TPT masih menunjukkan surplus. Dibalik pertumbuhan impor yang lebih tinggi dari pertumbuhan ekspor, penjualan produk tekstil dan pakaian jadi nasional tumbuh secara ratarata 17% tiap tahunnya.9 Kenaikan penjualan di pasar domestik didorong oleh tingginya pertumbuhan populasi penduduk (pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yakni 2.3% per tahun) dan percepatan perubahan trend fashion. Meskipun, produk illegal masih dominan di pasar domestik. Dari informasi ini, dapat disimpulkan bahwa penjualan TPT Indonesia empat tahun terakhir ini lebih banyak diserap oleh pasar domestik, sedangkan untuk pasar luar negeri sangat dipengaruhi oleh permintaan luar negeri dan stabilitas ekonomi global. Apalagi, beberapa negara tujuan ekspor memiliki kriteria tersendiri dalam mengimpor barang. Seperti, pasar Uni Eropa yang cenderung memilih mengimpor produk-produk ramah lingkungan dan bersifat alami. Hal tersebut, menjadi tantangan yang bisa menjadi hambatan bagi ekspor industri TPT nasional. Jadi, meskipun mesin produksi industri TPT sudah diremajakan, bukan menjadi jaminan bahwa daya saing atau kinerja ekspor industri TPT nasional meningkat, karena ada faktor-faktor eksternal yang ikut mempengaruhi permintaan ekspor industri TPT Indonesia. Kesimpulan Permasalahan mesin tua dalam industri TPT menjadi kendala bagi industri tersebut untuk meningkatkan kinerja dan daya saingnya. Lebih dari 50% mesin produksi yang digunakan oleh seluruh sub-sektor industri TPT berusia lebih dari 20 tahun. Masalah tersebut menghambat industri TPT untuk menangkap peluang yang ada, termasuk peluang ekspansi produk TPT di pasar global sebagai hasil dari berlakunya perjanjian ATC (Agreement On Textile and Clothes) pada tahun 2005. Kondisi tersebut mendorong pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan strategis sebagai tindakan untuk menyelamatkan industri TPT Nasional.Pada tahun 2007, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian mengeluarkan program restrukturisasi mesin industri TPT yang digunakan sebagai stimulan bagi perusahaan di indsutri TPT agar melakukan peremajaan/pembaharuan mesin produksi menjadi mesin berteknologi modern. Tujuan dari program restrukturisasi mesin adalah untuk meningkatkan penggunaan teknologi, efisiensi, produktivitas, dan daya saing. Program tersebut dilaksanakan dengan menggunakan sumber daya umum dan dalam sejumlah nilai yang besar, sehingga perlu dilakukan analisis efektivitas terhadap program tersebut agar tidak terjadi missed allocation sumber daya. Setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan empat model sederhana yang diestimasi dengan menggunakan metode estimasi data panel, ditemukan bahwa program restrukturisasi mesin industri TPT terbukti efektif untuk menghemat energi listrik (sebagai proxy dari penggunaan teknologi), efisiensi (rasio dari produksi terhadap total input), dan produktivitas (rasio dari value added terhadap total tenaga kerja). Namun, hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa program tersebut tidak efektif meningkatkan ekspor (sebagai proxy dari daya saing). Hubungan program restrukturisasi mesin terhadap ekspor yang negatif didukung pula dengan hasil pengkuran daya saing yang dilakukan penulis dengan menggunakan Net Export Index (NEI). Terbukti bahwa daya saing industri TPT semakin menurun setelah program restrukturisasi mesin, meskipun ada faktor lain yang menyebabkan penurunannya, yaitu 9 Kajian Pengembangan Industri TPT, 2011 21 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015 gempuran impor. Namun, di balik hal tersebut, perdagangan TPT Indonesia masih surplus. Hal tersebut menunjukkan bahwa sejauh ini, ekspor TPT Indonesia masih lebih besar dari impor dan masih memiliki daya saing. Kesimpulan lain yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Selain program restrukturisasi mesin yang terbukti menghemat penggunaan listrik, biaya listrik dan bahan bakar juga memiliki peran penting dalam mempengaruhi jumlah konsumsi listrik industri TPT. Biaya listrik berhubungan negatif secara signifikan terhadap jumlah penggunaan listrik. Bahan bakar berhubungan positif secara signifikan terhadap jumlah penggunaan listrik di industri TPT. 2. Efisiensi industri TPT tidak hanya dipengaruhi oleh pogram restrukturisasi mesin saja. Namun, ukuran perusahaan dan intensitas kapital juga memiliki peran dalam mempengaruhi efisiensi. Ukuran perusahaan secara signifikan berhubungan positif terhadap efisiensi industri TPT. Namun, intensitas kapital yang diharapkan berhubungan positif justru berhubungan negatif dan tidak signifikan terhadap efisiensi. Selain itu, secara rata-rata sub sektor industri TPT lainnya memiliki tingkat efisiensi yang lebih besar bila dibandingkan dengan sub sektor serat, pemintalan, pembuatan kain, dan pakaian jadi. 3. Upah dan human capital memiliki hubungan yang positif terhadap produktivitas industri TPT. Upah memiliki peran yang signifikan untuk meningkatkan produktivitas. Sementara, dampak peningkatan human capital terhadap produktivitas industri TPT sangat kecil. 4. Ekspor industri TPT tidak hanya ditentukan oleh program restrukturisasi mesin saja. Ekspor industri TPT juga dipengaruhi oleh produksi, GDP dunia perkapita riil, dan nilai tukar riil. Produksi berpengaruh positif secara signifikan terhadap ekspor. GDP dunia per kapita riil yang menunjukkan daya beli masyarakat dunia juga menujukkan hubungan yang positif terhadap ekspor TPT. Namun, nilai tukar riil justru berhubungan tidak searah terhadap ekspor TPT. Rekomendasi Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, saran yang direkomendasikan penulis pada pelaksana kebijakan, yang tidak lain adalah pemerintah (Kementerian Perindustrian) adalah bahwa pemerintah dapat terus melanjutkan program restrukturisasi mesin industri TPT, karena program tersebut terbukti dapat meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan penghematan penggunaan energi listrik. Namun di sisi lain, program tersebut belum efektif untuk meningkatkan daya saing, karena ada faktor-faktor eksternal yang tidak bisa dikendalikan oleh industri dan pemerintah, seperti permintaan dunia dan stabilitas ekonomi global. Menghadapi kondisi ini, penulis memberikan saran kepada pemerintah untuk melakukan kebijakan lainnya yang berpengaruh penting untuk meningkatkan ekspor, misalnya memperbaiki peraturan ketenagakerjaan, mengendalikan harga listrik agar tidak terlalu mahal, dan menyelesaikan serta mengontrol penyimpangan-penyimpangan di bea cukai. Saran tersebut didasarkan pada hasil survey USAID yang menunjukkan bahwa dari seluruh perusahaan yang diwawancari oleh USAID merasa program restrukturisasi mesin tidak dapat meningkatkan ekspor atau daya saing secara umum, karena teknologi yang tertinggal bukan inti permasalahan industri TPT, tetapi peraturan tenaga kerja, biaya listrik dan penyimpangan-penyimpangan di bea cukai. Penulis juga menyarankan kepada pemerintah untuk mencantumkan secara jelas siapakah target dari program ini agar tidak terjadi missed targetting. Hal ini didasari oleh fakta bahwa lebih dari 50% peserta program mampu 22 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015 mendanai pembelian mesin yang bernilai minimum dua ratus lima puluh juta ribu rupiah. Hanya perusahaan-perusahaan besar saja yang mampu melakukan pendanaan tersebut. Padahal, dalam peraturan program restrukturisai mesin dicantumkan bahwa tujuan program tersebut ditujukan untuk meningkatkan penggunaan teknologi, efisiensi, produktivitas, dan daya saing industri TPT secara nasional. Hal tersebut dimaknai bahwa “secara nasional” bukan hanya terfokus pada perusahaan besar saja, namun juga perusahaan kecil dan sedang. DAFTAR PUSTAKA Adhadika, Teddy. (2013). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja Industri PengolahanDi Kota Semarang. Skripsi Universitas Diponegoro. Arfiansyah, Dedy. 2011. Optimalisasi Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Sebagai Andalan Dalam Kebijakan Pembangunan Industri Nasional.Skripsi FEUI. Ayu, Iva Prasetyo Kusumaning Ayu. (2010). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Listrik Pada Sektor Industri di Indonesia. Tesis FEUI. Balassa, Bela. dan Noland, Marcus. (1989). “Revealed Comparative Advantage in Japan and United States. Journal of International Economic Integration 4 (2) Autumn, 8-22. Banterle, A. and Carraresi, L. (2007). "Competitive performance analysis and European Union trade: The case of the prepared swine meat sector", Food Economics – Acta Agricult Scand C, Vol. 4, pp. 159-172. Bavarova, M. (2003). Influence of Policy Measures on The Competitiveness of The Sugar Industry in The Czech Repubic. AGRIC. ECON. –CZECH, 49, (6): 266-274. Bhandari, Anup Kumar. dan Maiti, Pradip. (2007). Efficiency of India Manufacturing Firms: Textile Industry as A Case Study. International Journal of Business and Economics, 2007, vol. 6, issue 1, pages 71-88. Brinkman, G. (1987), "The competitive position of Canadian agriculture", Canadian Journal of Agricultural Economics, Vol. 35, pp. 263-288. Burnside, C., M. Eichenbaum and S. Rebelo. (1995). Capital Utilization and Returns to Scale. NBER working paper #5125.Business Economics and Statistics 2(4): 367-374. Chintia, Santi. (2008). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Tekstil Dan Produk Tekstil (Tpt) Indonesia Di Uni Eropa. Skripsi Fakultas Pertanian IPB Choudry, Misbah Tanveer. (2009). Determinants of Labor Productivity: An Empirical Investigation of Productivity Divergence. University of Groningen TheNetherlands. Costello, D. (1993). A Cross-Country Comparison of Productivity Growth. Journal of Political Economy 101 (April): 207-22. Emvalomatis, Grigorios. et al. (2008). Paper prepared for presentation at the 107thEAAE Seminar "Modelling of Agricultural and Rural Development Policies". Sevilla, Spain. Fallahi, Fiouz., Sojoodi, Sakineh., dan Aslaninia, Nasim Mehin. (2011). Determinants Of Labor Productivity In Iran’s Manufacturing Firms: With Emphasis On Labor Education And Training. International Conference On Applied Economics – ICOAE Gani, Roeslan Abdul. (2013). Dampak Agreement on Textile and Clothing (ATC) Terhadap Efisiensi Teknis Perusahaan Pada Industri Tekstil dan Produk Tesktil (TPT) Indonesia. Skripsi FEUI. Griliches, Z. and D. Jorgenson. (1967). The Explanation of Productivity Change. Review of Economic Studies34: 249-80 23 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015 Gudjarati, Damodar N. and Porter Dawn C. (2009). Basic Econometrics. Fifth Edition. McGraw Hill International Edition Haque, Ahsanul and Rahman, Mahbubur. (2002).Textile and Apparel Export From Bangladesh: Measure of Competitiveness. Pakistan Journal of Applied Sciences 2 (9): 882-888. Lachaal, Lassaad. (1994). Subsidies, Endogenous Technical Efficiency and The Measurement of Productivity Growth. J Agr.and Applied Econ, 26 (1), July, 1994: 299-310. Copyright 1993 Southern Agricultural Economics Association. Latruffe, L. (2010). “Competitiveness, Productivity andEfficiency in the Agricultural and Agri-Food Sectors”. OECD Food, Agriculture and Fisheries Working Papers, No. 30, OECD Publishing.doi: 10.1787/5km91nkdt6d6-enOECD Miller, Eric. (2008). An Assesment of CES and Cobb-Douglas Production Functions. USA: Congressional Budget Office. hlm. 2 Miranti, Ermina. (2007) Mencermati Kinerja Tekstil Indonesia: Antara Potensi dan Peluang. Economic Review.No. 209. Murianda. (2008) Analisis pengaruh nilai tukar riil Terhadap trade flows provinsi sumatera utara (kondisi marshall – lerner dan fenomena j-curve). WAHANA HIJAU Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Vol.4, No.1. Natalia, Desrina. (2006) Analisa Pengaruh Faktor Produksi pada Industri dan produk tekstil (TPT) Indonesia: Dengan Pendekatan Fungsi Produksi Cobb-Douglas. Skripsi FEUI. Opoku, Maxwell and Afari. (2004). Measuring the Real Effective Exchange Rate (REER) in Ghana. Credit Research Paper No. 04/11. Centre for Research in Economic Development and International Trade. Nottingham. Parkin, Michael. (2014). Economics.ed 11, England: Pearson. Peraturan Direktur Jenderal Industri Mesin Logam Tekstil dan Aneka Nomor: 81 /ILMTA/PER/3/2007 Tentang Petunjuk Teknis Bantuan Pembelian Mesin/Peralatan Industri Tekstil dan Produk Tekstil. (2007) Pintea. (2013). Determinants of Industrial Electricity Usage: Application of the Order Probit Model. ECO 300 Paper 091613. Illinoisstate. Putra, Gatot Arya. (1993). Pangsa Biaya Input, Skala, Perubahan Teknologi, dan Produktivitas di Industri Mesin, Listrik, Perlengkapannya dan Bagian-Bagiannya 1978-1987. Skripsi FEUI. Rahardja, Pratama. dan Manurung, Mandala. (2006). Teori Ekonomi Mikro, Suatu Pengantar, ed 3, Jakarta: LP-FEUI Rahmitha. (2009). Pengaruh Posisi Persaingan Domestik Terhadap Kemampuan Ekspor Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia. Skripsi FEUI. Salvatore, Dominick. (1992). Microeconomic Theory, Schaum's Outline. McGraw Hill. Samad, Q. A. dan Patwary, F. K. (2003). Technical E_ciency in the Textile Industry of Bangladesh: an Application of Frontier Production Function.Information and Management Sciences Volume 14, Number 1, pp.19-30. Siddiqi, Wasif. et al. (2012). Determinants of Export Demand of Textile and Clothing Sector of Pakistan: An Empirical Analysis. World Applied Sciences Journal 16 (8): 11711175 Supriyati, Ratih. (2014). Analisis Pengaruh Daya Saing Terhadap Kinerja Ekspor Produk Industri Manufaktur Padat Tenaga Kerja Indonesia. Tesis FEUI. Surbakti, Wahyu Hiskia dan Kodoatie, Johanna Maria. (2013). Analisis Permintaan Riil Energi Listrik Di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Diponegoro Journal Of Iesp. Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013. 24 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015 Wulandari, Laela Dika. (2012). Analisis Signifikansi Dampak Impor China Terhadap Kebertahanan Dan Pertumbuhan Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia: Studi Periode Tahun 2002-2007. Skripsi FEUI. Yogananda, Jaganathan, Saravanan, dan Senthilkumar. (2013). Factors Affecting the Export Performance of Textile Industry in Developing Countries – A Review of Literature. IRACST – International Journal of Commerce, Business and Management (IJCBM), ISSN: 2319–2828. Vol. 2, No.4, August 2013 Zhu, Xueqin., Demeter, Róbert Milán., dan Lansink, Alfons Oude. (2012). Technical efficiency and productivity differentials of dairy farms in three EU countries: the role of CAP subsidies. Agricultural Economics Review.Vol 13, _01. www.bps.go.id www.kemenperin.go.id ----------.Analisis Kebijakan-Kebijakan Terpilih Departemen Perindustrian Indonesia. 2008. USAID (The United States Agency For International Development). -----------.Indonesia Cotton and Products Annual Indonesia Cotton and Products Annual Report. USDA Foreign Agriculture Service. 2013 ----------.Kebutuhan Teknologi dan Potensi Kerjasama Riset dengan Indsutri. Kamar Dagang dan Industri India. 2010 ----------.Kajian Pengembangan Industri Tekstil dan Produk Tekstil. 2011 ---------.Peraturan Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Nomor: 01/BIM/PER/1/2014 Tentang Petunjuk Teknis Program Revitalisasi Dan Penumbuhan Industri Melalui Restrukturisasi Mesin Dan/Atau Peralatan Industri Tekstil Dan Produk Tekstil Serta Industri Alas Kaki. 2014 ---------. World Real GDP Per Capita by Year. Kamis, 1 Januari 2015│10.00 WIBhttp://www.multpl.com/world-real-gdp-per-capita/table/by-year.Sumber data: World Bank > World > World Real GDP Per Capita 25 Analisis efektivitas program ..., Lailatus Shofiyah, FE UI, 2015