5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keramik (Ceramic) Istilah keramik

advertisement
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keramik (Ceramic)
Istilah keramik berasal dari bahasaYunani yaitu keramos yang berarti suatu
bentuk dari tanah liat yang telah mengalami proses pembakaran. Kamus dan
ensiklopedi tahun 1950-an mendefinisikan keramik sebagai suatu hasil seni dan
teknologi untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar, seperti gerabah,
genteng, porselin dan sebagainya. Tetapi saat ini keramik bukan hanya berasal dari
tanah liat. Umumnya bahan pembuatan keramik banyak tersedia pada kerak bumi,
misalnya SiO2, Al2O3, CaO, MgO, Na2O, dan sebagainya (Astuti, 1997).
Pada prinsipnya keramik terbagi dalam 2 kategori yaitu keramik tradisional
dan keramik modern atau teknik (Joelianingsih, 2004) :
1. Keramik tradisional (old ceramic)
Adalah keramik yang dibuat dengan menggunakan bahan alam, seperti lempung
(tanah liat), kuarsa, kaolin, feldspar, dan lain-lain. Keramik ini menggunakan
bahan-bahan amorf (tanpa diolah). Yang termasuk keramik tradisional adalah
barang pecah belah (dinnerware), keperluan rumah tangga (ubin, batu bata) dan
untuk industri (refractory) yaitu gerabah, genteng, marmer, granit, dan porselin.
2. Keramik modern atau teknik (fine ceramic)
Adalah keramik yang dibuat dengan menggunakan oksida-oksida logam atau
logam, seperti alumina (Al2O3), silika (SiO2), magnesia (MgO), zirkonia (ZrO2)
dan barium titanat (BaTiO2). Penggunaanya pada bidang elektronika (elemen
pemanas, dielektrik semikonduktor), bidang otomotif dan dirgantara (komponen
turbin, kontrol emisi), serta pada bidang medis.
Kebanyakan keramik adalah kristalin sebagaimana halnya logam, senyawa
keramik terdiri dari logam dan non logam dan ikatan antar atomnya kovalen atau
ionik serta strukturnya sangat stabil. Jadi keramik adalah semua bahan yang bukan
logam, bukan plastik (polimer), bukan bahan biologik; termasuk misalnya batu,
pasir, tanah liat, dan lain-lain. Biasanya keramik terdiri dari berbagai oksida, karbida
silikat, dan lain-lain. Beberapa keramik sebagai bahan teknik antara lain bahan-bahan
Refractory (batu tahan api), Glass (kaca), Abrasives, dan semen (Suherman, 1987).
Universitas Sumatera Utara
6
2.1.1 Sifat Keramik
Keramik mempunyai sifat-sifat yang baik seperti kuat, keras, stabil dan tahan
pada suhu tinggi, tetapi getas dan rapuh serta tidak korosif sehingga cocok digunakan
sebagai bahan konstruksi bangunan. Saat ini seiring dengan berkembangnya
teknologi keramik, maka keramik tidak hanya dapat dibuat secara tradisional
menggunakan tanah liat tetapi keramik telah dapat dibuat dan dibentuk dengan
bermacam-macam cara yang disesuaikan dengan penggunaannya. Berbagai jenis
keramik termasuk semen, batu bata untuk bangunan, bata tahan api dan gelas telah
dipergunakan sejak lama sebagai bahan konstruksi bangunan (Astuti, 1997).
2.1.2 Bahan Keramik
Bahan pembuat keramik dapat berupa bahan plastis dan bahan non plastis.
Yang termasuk dalam bahan plastis antara lain kaolin, clay (lempung atau tanah liat),
stoneware clay (tanah benda batu), earthenware clay (tanah bata merah), fire clay
(tanah api), serta bentonit. Sedangkan bahan non plastis antara lain silika (SiO 2)
disebut juga glass former, flint (SiO3), feldspar (K,Na,Ca)O.Al2O3.SiO2, kapur
(kalsit), magnesit (MgO), alumina (Al2O3) dan grog.
Feldspar adalah mineral alumina anhidrat silikat yang bersasosiasi dengan
unsur kalium (K), natrium (Na) dan kaslium (Ca) dalam perbandingan yang beragam.
Dari seluruh jenis feldspar diatas yang dikenal memiliki nilai ekonomis adalah
feldspar yang berasal dari batuan asam. Berdasarkan kandungan unsur-unsur tersebut
secara mineralogi, feldspar terbagi menjadi dua yaitu :
1. Kelompok alkali feldspar yaitu sanidin, ortoklas, dan mikrolin sebagai kalium
feldspar. Sanidin dan ortoklas memiliki sistem kristal monoklin sedangkan
mikrolin memiliki sistem kristal triklin.
2. Kelompok feldspar plagioklas terbagi mulai dari albit (natrium feldspar) hingga
anortit (kalsium feldspar).
Seluruh jenis feldspar umumnya mempunyai sifat fisik yang hampir sama,
yaitu nilai kekerasan sekitar 5 - 6,5 skala Mohs dan berat jenisnya sekitar 2,4 - 2,8
g/cm3, sedangkan warna bervariasi mulai dari putih keabu-abuan, merah jambu,
coklat, kuning dan hijau. Bila badan keramik dibakar, feldspar meleleh (melebur)
dan membentuk leburan gelas pada badan keramik (Astuti, 1997).
Universitas Sumatera Utara
7
2.2 Bentonit
Bentonit berasal dari sebuah kota yaitu Ford Benton Wyoming di Amerika
Serikat yang diabadikan sebagai nama lempung (clay mineral). Bentonit merupakan
mineral alumina silikat hidrat yang termasuk dalam pilosilikat atau silikat berlapis.
Rumus kimia umum bentonit adalah Al2O3.4SiO2.H2O dan mengandung 85%
mineral montmorilonit dan sisanya antara lain kuarsa, feldspar, kalsit, kaolinit, illit,
dan mineral lainnya. Keunikan sifat bentonit yaitu memiliki sifat plastis, kemampuan
untuk mengembang dan membentuk koloid jika dimasukkan ke dalam air tetapi
bersifat kaca setelah dibakar pada temperatur yang cukup tinggi (Aviantari, 2008).
2.2.1 Jenis-Jenis Bentonit
Bentonit di alam terdiri dari dua jenis, yaitu Na-bentonit dan Mg,Ca-bentonit
yang keduanya dapat dibedakan dari sifat mengembang (swelling) bila dicelupkan ke
dalam air (Aviantari, 2008).
1. Na-bentonit
Bentonit jenis ini disebut juga bentonit type Wyoming. Mempunyai sifat
mengembang apabila dicelupkan ke dalam air hingga delapan kali lipat dari
volume semula, sehingga keadaan suspensi akan lebih kental. Dalam keadaan
kering berwarna putih atau cream, pada keadaan basah dan terkena sinar
matahari akan berwarna mengkilap. Perbandingan soda dan kapur tinggi,
suspensi koloidal mempunyai pH : 8,5 - 9,8 (bersifat basa), tidak dapat
diaktifkan, dan posisi pertukaran diduduki oleh ion-ion sodium (Na+).
2. Ca-bentonit
Jenis bentonit ini mengandung kalsium (K2O) dan magnesium (MgO) lebih
banyak dibandingkan natriumnya. Tipe bentonit ini kurang mengembang apabila
dicelupkan ke dalam air, tetapi secara alami atau setelah diaktifkan mempunyai
sifat menghisap yang baik. Selain itu, mempunyai sifat sedikit menyerap air
sehingga apabila di dispersikan dalam air akan cepat mengendap (tidak
membentuk suspensi). Perbandingan kandungan Na dan Ca rendah, suspensi
koloidal memiliki pH : 4,0 – 7,0 (sifat asam). Posisi pertukaran ion lebih banyak
diduduki oleh ion-ion kalsium dan magnesium. Dalam keadaan kering berwarna
abu-abu, biru, kuning, merah dan coklat.
Universitas Sumatera Utara
8
2.2.2 Sifat Fisik dan Kimia Bentonit
Dalam keadaan kering, bentonit mempunyai sifat fisik berupa partikel butiran
yang halus berbentuk rekahan-rekahan atau serpihan yang khas seperti tekstur pecah
kaca (concoidal fracture), kilap lilin, lunak, plastis, berwarna kuning muda hingga
abu-abu, bila lapuk berwarna coklat kekuningan, kuning merah atau coklat, bila
diraba terasa licin, dan bila dimasukkan ke dalam air akan menghisap air. Bentonit
juga memiliki massa jenis sebesar 2,2-2,8 g/cm3 dan titik lebur yaitu 1330-1430oC
(Aviantari, 2008). Komposisi kimia dari bentonit ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia dari Bentonit
Senyawa
SiO2
Al2O3
Fe2O3
CaO
MgO
Na2O
K2O
H2O
Na-Bentonit (%)
61,3 – 61,4
19,8
3,9
0,6
1,3
2,2
0,4
7,2
Ca-Bentonit (%)
62,12
17,33
5,30
3,68
3,30
0,50
0,55
7,22
2.2.3 Aplikasi Bentonit
Bentonit merupakan sumber daya alam yang melimpah di Indonesia dan
terdiri dari dua tipe yaitu Na-bentonit dan Ca-bentonit. Aplikasi bentonit saat ini
banyak dimanfaatkan pada industri baik sebagai filler yang berukuran nano maupun
sebagai penjernih (bleaching agent) pada industri minyak dan pada industri lainnya.
Endapan bentonit Indonesia tersebar di pulau: Jawa, Sumatera, sebagian Kalimantan
dan Sulawesi dengan cadangan diperkirakan lebih dari 380 juta ton, serta pada
umumnya terdiri dari jenis kalsium (Ca-bentonit). Sebagai bahan untuk penjernihan
minyak kelapa sawit diperlukan bentonit jenis kalsium bentonit (Ca-Bentonit) yang
banyak tersedia didalam negeri. Bentonit jenis natrium bentonit (Na-Bentonit)
digunakan sebagai lumpur pembilas pada perusahaan pengeboran minyak, gas dan
uap panas bumi atau sebagai pasir perekat untuk mencetak pada industri baja.
Sedangkan untuk indutri kimia sebagai katalisator, zat pemutih, zat penyerap,
pengisi, lateks dan tinta cetak sesuai sifatnya mampu membentuk suspensi kental
setelah bercampur dengan air (Panjaitan, 2010).
Universitas Sumatera Utara
9
2.3 SiO2 (Silika)
Silika adalah senyawa kimia dengan rumus molekul SiO 2 (silicon dioxsida)
yang dapat diperoleh dari silika mineral, nabati dan sintesis kristal. Silika mineral
adalah senyawa yang banyak ditemui dalam bahan tambang/galian yang berupa
mineral seperti pasir kuarsa, granit, dan fledsfar yang mengandung kristal-kristal
silika. Berdasarkan perlakuan termal, pada suhu < 570°C terbentuk low quartz, untuk
suhu 570-870°C terbentuk high quartz yang mengalami perubahan struktur menjadi
crystobalite dan tridymite, sedangkan pada suhu 870-1470°C terbentuk high
tridymite, pada suhu ˃ 1470°C terbentuk high crystobalite, dan pada suhu 1723°C
terbentuk silika cair (Della et al., 2002). Pada pembuatan keramik ini digunakan
glass bead yaitu silika berbentuk butiran kaca.
2.3.1 Glass Bead
Bahan utama pembuatan kaca adalah silikon dioksida (SiO2) atau silika yang
diperoleh dari pasir. Hampir setengah dari permukaan bumi ditutupi pasir silika
hanya beberapa area memiliki kemurnian yang dibutuhkan untuk menghasilkan kaca
berkualitas tinggi. Pasir terbaik untuk pembuatan gelas ditemukan secara alami di
seluruh wilayah Pasifik Selatan. Pasir dari sebagian wilayah lainnya harus diproses
untuk menghilangkan unsur dan kotoran yang dapat menyebabkan cacat struktural
dan perubahan warna pada kaca. Untuk membuat kaca, silikon dioksida dilelehkan
pada suhu yang sangat tinggi yaitu lebih dari 1700oC. Kaca cair kemudian dibentuk
menjadi bentuk yang diinginkan dan didinginkan untuk menghasilkan produk jadi.
Pada suhu leleh, bagaimanapun, dapat diturunkan dengan pengenalan fluks.
Fluks adalah elemen yang bercampur dengan silikon dioksida yang memungkinkan
partikel-partikelnya melintang bergerak lebih mudah dan mencair pada suhu yang
lebih rendah, sehingga membutuhkan sedikit bahan bakar untuk memanaskan
tungku. Sementara beberapa fluks diketahui bisa digunakan, sodium karbonat
(Na2CO3) dan kalium karbonat (K2CO3) adalah dua yang sering dan biasa digunakan
pada pembuatan glass bead. Selama proses peleburan, fluks melepaskan gas karbon
dioksida dari campuran kaca yang meninggalkan sodium oksida atau potasium
oksida di dalam gelas. Sodium karbonat dan potasium karbonat yang biasa dikenal
dengan natrium dan kalium yang mudah diperoleh dari abu tanaman (Lovell, 2006).
Universitas Sumatera Utara
10
2.3.2. Aplikasi Kaca (Glass)
Kaca
banyak
dipakai
karena
sifat-sifatnya
yang
transparan,
tidak
mengandung racun, inert (tidak bereaksi dengan berbagai bahan kimia), tidak
mengakibatkan kontaminasi, dan cukup kuat atau keras. Kaca dibuat dari campuran
berbagai macam oksida. Soda lime glass merupakan kaca yang paling banyak
diproduksi, karena harganya murah, tahan terhadap devitrifikasi (terjadinya
bagian/partikel kristalin pada kaca yang dapat menyebabkan kaca menjadi getas) dan
relatif tahan air. Mudah di hot-work, banyak digunakan untuk kaca jendela, botol,
bola lampu, dan tableware yang tidak perlu tahan terhadap temperatur tinggi dan
tahan terhadap bahan-bahan kimia. Soda lime glass adalah tipe kaca komerisial
dengan pembentuk utamanya yaitu ion Na dan Ca.
Tabel 2. Komposisi oksida dari Soda lime glass
Komposisi oksida
SiO2
Na2O
CaO
MgO
Al2O3
K2O
Sumber : Suherman 1987
Soda lime glass (%)
70 – 75
12 – 18
5 – 14
0–4
0,5 – 2,5
0–1
2.4 Al2O3 (Alumina)
Aluminium oksida adalah keluarga dari senyawa anorganik dengan rumus
kimia Al2O3 yang merupakan oksida omphoteric dan umumnya disebut dengan
alumina atau corundum (Kopeliovich, 2010). Al2O3 (Alumina) merupakan oksida
keramik yang paling banyak digunakan diantara beberapa macam oksida keramik
yang ada dan seringkali dianggap sebagai pelopor keramik rekayasa modern. Gaya
pengikat interatomiknya, sebagian ionik dan sebagian kovalen sangat kuat dan
struktur kristal alumina secara fisis tetap stabil hingga temperatur sekitar 15001700oC. Apabila akan digunakan untuk komponen rekayasa pada temperatur lebih
rendah, umumnya dipakai keramik alumina berbutir halus (0,5 - 20 μm) dengan
porositas mendekati nol. Alumina memiliki keunggulan seperti kekerasan tinggi akan
tetapi getas, tahan terhadap wear, kekuatan, kekakuan tinggi, konduktivitas termal
baik, kapabilitas ukuran dan bentuk yang baik (Fahmi, 2015).
Universitas Sumatera Utara
11
2.4.1 Struktur Alumina
Senyawa alumina bersifat polimorf dan struktur 𝛼-Al2O3 atau sering disebut
dengan corundum mempunyai struktur kristal Tumpukan Padat Heksagonal
(Hexagonal Closed Packed = HCP), bentuk struktur yang paling stabil pada suhu
tinggi. Struktur Al2O3 merupakan senyawa alumina yang terbentuk melalui
penguraian gelatin Al(OH)3 dan bohmit AlOOH dengan reaksi seperti yang
ditunjukkan Gambar 1. Transformasi dari fasa γ ke 𝛼 pada suhu diatas 1000oC
menghasilkan struktur berukuran mikro dengan derajat hubungan porositas yang
tinggi. Perubahan bentuknya termasuk irreversible dan bentuk polimorfnya stabil
dengan titik lebur yaitu 2050oC (Bergeron dan Risbud, 2000).
Gambar 1. Reaksi penguraian gelatin Al(OH) 3 dan bohmit AlOOH
2.4.2 Karakteristik Alumina
Alumina memiliki kekuatan ion yang kuat, yang menentukan sifat material,
diantaranya memiliki kekuatan mekanik dan kekerasan yang tinggi meskipun
kekuatan mekanik dan ketahanan kejut suhu berkurang pada suhu 1000 oC karena
ekspansi termal alumina yang relatif besar. Selain itu, alumina sangat kuat terhadap
serangan kimia dari asam kuat dan alkali hingga suhu yang tinggi, sifat isolasi yang
sangat baik, koefisien ekspansi termal yang rendah dan konduktifitas termal yang
baik. Alumina memiliki titik lebur yang tinggi, mempunyai karakteristik stabilitas
yang baik menyebabkan ketahanan terhadap korosi yang tinggi (Kopeliovich, 2010).
Tabel 3. Karakteristik Alumina
Parameter
Densitas (gr/cm )
Titik lebur (oC)
Kuat tekan (MPa)
Modulus of refracture (MPa)
Hardness (kgf/mm2)
Koefisien ekspansi termal (oC-1)
Konduktivitas termal (W/mK)
3
Nilai
3,96
2050
230 – 350
350
1200 – 1600
8 – 9.10-6
24 – 26
Universitas Sumatera Utara
12
Dibandingkan dengan keramik jenis lain, keramik alumina memiliki beberapa
sifat yang lebih unggul, misalnya kekuatan, kekerasan, ketahanan terhadap pukulan,
ketahanan terhadap kejut suhu dan lain-lain. Sifat-sifat yang diinginkan dari keramik
alumina untuk berbagai keperluan dapat diperoleh dengan mengatur kandungan
alumina dan temperatur pembakarannya (Gernot, 1988).
2.4.3 Aplikasi Alumina
Alumina (Al2O3) merupakan material yang sering digunakan dalam berbagai
aplikasi karena mempunyai sifat fisika dan kimia yang tinggi, seperti kekuatan yang
sangat tinggi, sangat keras, isolasi elektrik yang baik, ketahanan panas yang tinggi,
temperatur lebur yang tinggi, ketahanan abrasi dan korosi yang tinggi. Sehingga
permintaan alumina dengan kemurnian tinggi berkembang pesat diberbagai sektor
seiring dengan meningkatnya pertumbuhan mobil, komputer, semikonduktor,
berbagai dan sektor lain. (Raharjo et al., 2015).
Alumina merupakan material yang sangat kuat dan keras sehingga sering
digunakan sebagai bahan dibidang teknik dan alumina juga dimanfaatkan sebagai
bahan pelapisan tekstil pada misal bahan struktur pesawat. Alumina juga memiliki
konduktivitas listrik yang sangat rendah sehingga dapat digunakan sebagai bahan
isolator listrik proses akhir (finishing) karena dapat membentuk lapisan tipis
transparan pada tekstil melalui metode sol-gel. Isolasi untuk tungku suhu tinggi
sering dibuat dari alumina dengan persentase silika yang tergantung pada suhu
material. Alumina juga umumnya memiliki kemurnian yang tinggi sehingga dapat
digunakan untuk bahan keramik tembus cahaya (Gernot,1988).
2.5 Metode Pembuatan Keramik
Metode preparasi bahan yang digunakan dalam pembuatan keramik ini adalah
metalurgi serbuk dengan proses wet milling yaitu menghancurkan serbuk dengan
menggunakan ball mill. Wet milling merupakan proses pencampuran serbuk dengan
menggunakan media cairan. Tujuan pemberian cairan adalah untuk mempermudah
proses pencampuran material yang digunakan dan untuk melapisi permukaan
material supaya tidak berhubungan dengan udara luar sehingga mencegah terjadinya
oksidasi pada material yang digunakan.
Universitas Sumatera Utara
13
Faktor penentu kehomogenan distribusi partikel antara lain kecepatan
pencampuran, lamanya waktu pencampuran, ukuran partikel, jenis material,
temperatur, dan media pencampuran. Semakin besar kecepatan pencampuran,
semakin lama waktu pencampuran, dan semakin kecil ukuran partikel yang
dicampur, maka distribusi partikel semakin homogen. Kehomogenan campuran
sangat berpengaruh pada proses penekanan (kompaksi), karena gaya tekan yang
diberikan pada saat kompaksi akan terdistribusi secara merata sehingga ikatan
partikel menjadi semakin baik (Whittaker, 2008).
2.6 Proses Kompaksi
Proses kompaksi merupakan proses pemadatan atau pencetakan serbuk
menjadi sampel dengan bentuk tertentu sesuai dengan cetakannya. Ada beberapa cara
proses pembentukan keramik tergantung bentuk dan ukurannya, yaitu cetak tekan
(die pressing), ekstrusi, dan cetak cor (slip casting). Proses pembentukan keramik
dengan metode die pressing (cetak tekan) yaitu proses pembentukan keramik dengan
cara penekanan. Metode ini cocok digunakan untuk membuat bentuk yang sederhana
dan tebal. Proses cetak tekan ada dua macam, yaitu dengan tekanan biasa yang arah
tekanannya satu arah dan dengan cara isostaktis press yang arah tekanannya ke
segala arah. Dalam proses ini ditambahkan bahan pembantu seperti misalnya bahan
perekat (cellulose, polyvinyl, alcohol) dan bahan pelumas (Reed, 1995).
2.7 Proses Sintering
Tahap sintering merupakan tahapan pembuatan keramik yang sangat penting
dan sangat menentukan sifat-sifat keramik yang dihasilkan. Sintering adalah proses
pemadatan dari sekumpulan serbuk pada temperatur tinggi yang mendekati titik
leburnya sehingga terjadi perubahan struktur mikro seperti pengurangan jumlah dan
ukuran pori, pertumbuhan butir (grain growth), peningkatan densitas dan penyusutan
(shrinkage). Hal ini disebabkan karena butiran-butiran partikel akan tersusun
semakin rapat. Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering antar
lain jenis bahan, komposisi, bahan pegotornya, dan ukuran partikel (Randal, 1991).
Keramik adalah bahan yang dibuat melalui pembakaran suhu tinggi. Oleh karena itu,
Universitas Sumatera Utara
14
pembakaran atau perlakuan panas adalah proses utama di dalam pembuatan bahan
keramik. Dalam tahap perlakuan panas, terjadi peristiwa kimia antara lain:
pengeringan, peruraian bahan organik, penguapan air kristal, oksidasi logam transisi,
peruraian karbonat, sulfat, aditif dan lainnya. Bersamaan dengan terjadinya reaksi
kimia, terjadi pula perubahan fisis yaitu yang disebut sintering.
Gambar 2. Perubahan struktur mikro pada saat sintering
Perubahan struktur mikro terjadi melalui beberapa tahapan yaitu :
1. Perataan permukaan partikel, pembentukan grain boundary (batas butir) melalui
pertumbuhan leher antar partikel, gerakan di antara partikel dalam pori terbuka,
difusi dan penurunan porositas.
2. Penyusutan pori antara grain boundary, porositas menurun lebih banyak,
perlahan-lahan grain tumbuh.
3. Pori-pori menutup, mengecil dan posisinya terselip di antara grain boundary.
Sintering adalah proses penggabungan partikel-partikel serbuk melalui
peristiwa difusi pada saat suhu meningkat. Pada dasarnya sintering adalah peristiwa
penghilangan pori-pori antara partikel bahan, pada saat yang sama terjadi penyusutan
komponen dan diikuti oleh pertumbuhan grain serta peningkatan ikatan antar partikel
yang berdekatan, sehingga menghasilkan bahan yang lebih mampat atau kompak.
Peristiwa sintering dapat dilukiskan seperti pada Gambar 2. Sintering umumnya
dapat terjadi di dalam produk pada suhu tidak melebihi dari setengah sampai
duapertiga dari suhu meltingnya, suhu yang membuat atom cukup mampu untuk
berdifusi (Callister, 1994).
Peningkatan densitas dan penyusutan lebih bnayak disebabkan oleh adanya
difusi volum dan difusi batas butir. Laju penyusutan dipengaruhi oleh waktu dan
suhu sintering. Pengaruh suhu sintering terhadap perubahan densitas adalah
berbanding lurus sedangkan porositas berbanding terbalik. Apabila suhu sintering
makin tinggi, maka kekuatan mekanik dan ukuran butir makin besar sedangkan
porositas dan sifat listriknya menurun (Randal, 1991).
Universitas Sumatera Utara
15
2.8 Karakterisasi Sifat Fisis
2.8.1 Densitas
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Ada dua macam
densitas yaitu bulk density dan true density. Densitas teoritis atau true density
merupakan densitas nyata dari partikel atau kepadatan sebenarnya dari partikel padat
atau serbuk dan tidak termasuk volume pori-pori terbuka maupun tertutup (Randal,
1991). Pengujian true density menggunakan piknometer dan nilai true density dapat
diperoleh dengan persamaan :
𝜌𝑠 =
𝑚 3 −𝑚 1
𝑚 2 −𝑚 1 −(𝑚 4 −𝑚 3 )
× 𝜌𝑡𝑜𝑙𝑢𝑒𝑛𝑎
(2.1)
diamana :
𝜌𝑠
: true density serbuk (g/cm3)
𝑚1
: massa piknometer kosong (gram)
𝑚2
: massa piknometer diisi cairan (gram)
𝑚3
: massa piknometer diisi serbuk (gram)
𝑚4
: massa piknometer diisi serbuk dan cairan (gram)
𝜌𝑡𝑜𝑙𝑢𝑒𝑛𝑎 : densitas toluena (g/cm3)
Secara teoritis, nilai true density merupakan campuran dari ketiga bahan
dasar yang digunakan dan dapat dihitung menggunakan persamaan :
𝜌𝐶 = (X wt%) 𝜌𝑋 + (Y wt%) 𝜌𝑌 + (Z wt%) 𝜌𝑍
(2.2)
dimana :
𝜌𝐶
: densitas campuran (g/cm3)
𝜌𝑋 , 𝜌𝑌 , 𝜌𝑍
: densitas bentonit, glass bead, Al2O3 secara teori (g/cm3)
X, Y, Z (wt%) : persen berat bahan bentonit, glass bead, Al2O3
Bulk density merupakan densitas sampel yang berdasarkan volume sampel
termasuk dengan rongga atau pori. Pengujian bulk density dilakukan untuk mengukur
benda padatan yang besar dengan bentuk yang beraturan maupun yang tidak
beraturan. Pengujian bulk density menggunakan metode Archimedes dengan
mengukur massa kering dan massa basah sampel (Randal, 1991). Nilai bulk density
sampel dapat dihitung menggunakan persamaan:
𝜌𝑝 = 𝑚
𝑚𝑘
𝑘 −𝑚 𝑏
× 𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠
(2.3)
Universitas Sumatera Utara
16
dimana :
𝜌𝑝
: bulk density pelet (g/cm3)
𝑚𝑘
: massa kering pelet (gram)
𝑚𝑏
: massa basah pelet (gram)
𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠 : densitas aquades (g/cm3)
2.8.2 Porositas
Porositas pada suatu material keramik dinyatakan dalam persen (%) rongga
atau fraksi volum dari suatu rongga yang ada di dalam material tersebut. Besarnya
porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0 % sampai 90 % tergantung dari
jenis dan aplikasi material tersebut. Ada dua jenis porositas yaitu porositas terbuka
dan porositas tertutup. Porositas yang tertutup pada umumnya sulit untuk ditentukan
karena pori tersebut merupakan rongga yang terjebak di dalam padatan dan tidak ada
akses ke permukaan luar, sedangkan pori terbuka masih ada akses ke permukaan
luar, walaupun rongga tersebut ada ditengah-tengah padatan. Porositas suatu material
pada umumnya adalah porositas terbuka (Randal, 1991).
Porositas dinyatakan dalam persen yang menghubungkan antara volum pori
terbuka terhadap volum benda keseluruhan dan dapat dihitung dengan persamaan :
𝑃=
𝑚 𝑏𝑢 −𝑚 𝑘
𝑚 𝑏𝑢 −𝑚 𝑏
× 100%
(2.4)
dimana :
𝑃
: porositas pelet (g/cm3)
𝑚𝑘
: massa kering pelet (gram)
𝑚𝑏
: massa basah pelet (gram)
𝑚𝑏𝑢
: massa basah di udara pelet (g/cm3)
2.8.3 Water absorption
Water absorption atau penyerapan air didefenisikan sebagai jumlah air yang
terkandung pada sampel setelah direndam atau direbus dengan air sesuai dengan
waktu yang ditentukan tergantung dari jenis bahan yang digunakan. Penyerapan air
pada suatu material dinyatakan dalam persen (%) dan dilakukan untuk mengukur
berapa banyak air yang mampu diserap oleh suatu material (Randal, 1991).
Universitas Sumatera Utara
17
Nilai water absorption dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
𝐴=
𝑚 𝑏𝑢 −𝑚 𝑘
𝑚𝑘
× 100%
(2.5)
dimana :
𝐴
: water absorption pelet (g/cm3)
𝑚𝑘
: massa kering pelet (gram)
𝑚𝑏𝑢
: massa basah di udara pelet (g/cm3)
2.8.4 Particle Size Analyzer (PSA)
Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk mengetahui ukuran suatu
partikel yaitu : Metode ayakan (Sieve Analyses), Laser Diffraction (LAS), Metode
sedimentasi, Electronical Zone Sensing (EZS), Analisa Gambar (mikrografi), Metode
kromatografi, dan Ukuran aerosol submikron dan perhitungan. Namun seiring
dengan
berkembangnya
ilmu pengetahuan yang
lebih
mengarah ke
era
nanoteknologi, para peneliti mulai menggunakan Laser Diffraction (LAS).
Metode Laser Diffraction (LAS) dinilai lebih akurat bila dibandingkan
dengan metode analisa gambar maupun metode ayakan (Sieve Analyses), terutama
untuk sampel-sampel orde nanometer maupun submikron. Metode LAS dapat dibagi
dalam dua metode yaitu :
1. Metode basah dimana metode ini menggunakan media pendispersi untuk
mendispersikan material uji.
2. Metode kering dimana metode ini memanfaatkan udara atau aliran udara untuk
melarutkan partikel dan membawanya ke sensing zone. Metode ini baik
digunakan untuk ukuran yang kasar, dimana hubungan antar partikel lemah dan
kemungkinan untuk beraglomerasi kecil.
Keunggulan menggunakan Particle Size Analyzer (PSA) untuk mengetahui
ukuran partikel adalah :
1. Lebih akurat. Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA lebih akurat jika
dibandingkan dengan pengukuran partikel dengan alat lain seperti OM, XRD,
ataupun SEM.
2. Hasil
pengukuran
partikel
dalam
bentuk
distribusi,
sehingga
dapat
menggambarkan keseluruhan kondisi sampel.
Universitas Sumatera Utara
18
Pengukuran partikel dengan PSA biasanya menggunakan metode basah.
Metode ini dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode kering ataupun
menggunakan metode ayakan dan analisa gambar. Terutama untuk sampel-sampel
dalam orde nanometer dan submikron yang biasanya memiliki kecenderungan
aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan partikel terdispersi ke dalam media
sehingga partikel tidak saling beraglomerasi (menggumpal). Prinsip dasar PSA
adalah fenomena difraksi sinar laser yang terdifraksi dengan sudut tertentu setelah
menumbuk butiran serbuk dengan ukuran tertentu (lihat Gambar 2.3). Intensitas sinar
yang terdifraksi dan distribusi sudut diukur oleh detektor (James, 1999).
Gambar 3. Prinsip dasar analisa besar butir menggunakan laser
2.9 Karakterisasi Struktur mikro
2.9.1 Optical Microscope (OM)
Optical Microscope (OM) adalah alat yang digunakan untuk mengamati
morfologi dan permukaan material keramik. OM memiliki kemampuan perbesaran
dari 4 – 1000x dan pencahayaan dapat diatur dengan mudah. Struktur mikro
merupakan butiran-butiran suatu material yang sangat kecil dan tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang, sehingga perlu menggunakan mikroskop optik atau
mikroskop elektron untuk pemeriksaan butiran-butiran material tersebut.
Salah satu alat untuk analisa struktur mikro adalah Optical Microscope. Pada
optical microscope, ketika cahaya dari lampu mikroskop melewati kondenser dan
kemudian melewati spesimen (spesimen dianggap adalah penyerap cahaya), hanya
sedikit saja cahaya yang melewati spesimen tanpa terganggu. Cahaya tersebut
disebut sebagai cahaya langsung atau cahaya tidak terdeviasi. Cahaya pada
mikroskop yang terpantul sering disebut mikroskopi metalurgical, merupakan
metode yang digunakan untuk fluorescence dan penggambaran spesimen yang
terlihat buram meski ketika diturunkan ketebalan nya hingga 30 mikron. Karena
Universitas Sumatera Utara
19
cahaya tidak mampu melewati spesimen tersebut, maka harus diarahkan langsung
pada permukaan dan akhirnya terpantul kembali ke objektif mikroskop baik oleh
refleksi spekular maupun terdifusi.
Dengan menerapkan teknik optical microscope, mikroskop cahaya digunakan
untuk mempelajari mikrostruktur dengan sistem optik dan iluminasi adalah elemen
dasarnya. Untuk material yang buram pada cahaya tampak (semua jenis logam, dan
berbagai jenis keramik dan polimer), hanya permukaan sampelnya yang diobservasi,
dan mikroskop cahaya harus dipakai pada mode pemantulan. Kontras pada gambar
dihasilkan dari perbedaan pemantulan dari berbagai bagian mikrostruktur.
Gambar 4. Bagian-bagian Optical Microscope (Davidson dan Abramowitz)
2.9.2 X-Ray Diffraction (XRD)
Difraksi
sinar-X
merupakan
suatu
teknik
yang
digunakan
untuk
mengidentifikasi adanya fasa kristalin di dalam material-material benda dan serbuk
serta untuk menganalisis sifat-sifat struktur (seperti stress, ukuran butir, fasa
komposisi orientasi kristal, dan cacat kristal) dari tiap fasa. Metode ini menggunakan
sebuah sinar-X yang terdifraksi seperti sinar yang direfleksikan dari setiap bidang,
berturut-turut dibentuk oleh atom-atom kristal dari material tersebut. Dengan
berbagai sudut timbul, pola difraksi yang terbentuk menyatakan karakteristik dari
sampel. Susunan ini diidentifikasi dengan membandingkannya dengan data base.
Universitas Sumatera Utara
20
Salah satu teknik yang digunakan untuk menentukan struktur suatu padatan
kristalin adalah metode difraksi sinar-X (X-ray Diffraction) seperti terlihat pada
Gambar 5. Sampel berupa serbuk padatan kristalin yang memiliki ukuran kecil
dengan diameter butiran kristalnya sekitar 10-7 – 10-4 m ditempatkan pada suatu plat
kaca. Sinar-X diperoleh dari elektron yang keluar dari filamen panas dalam keadaan
vakum pada tegangan tinggi, dengan kecepatan tinggi menumbuk permukaan logam,
biasanya tembaga (Cu).
Gambar 5. Skema alat difraksi sinar-X (X-ray Diffraction)
Sinar-X
tersebut
menembak
sampel
padatan
kristalin,
kemudian
mendifraksikan sinar ke segala arah dengan memenuhi Hukum Bragg. Detektor
bergerak dengan kecepatan sudut yang konstan untuk mendeteksi berkas sinar-X
yang didifraksikan oleh sampel. Sampel serbuk atau padatan kristalin memiliki
bidang-bidang kisi yang tersusun secara acak dengan berbagai kemungkinan
orientasi, begitu pula partikel-partikel kristal yang terdapat di dalamnya.
Gambar 6. Difraksi sinar-X oleh atom-atom pada bidang
Setiap kumpulan bidang kisi tersebut memiliki beberapa sudut orientasi
dengan sudut tertentu (lihat Gambar 6), sehingga difraksi sinar-X memenuhi
persamaan Hukum Bragg :
n λ = 2 d sin θ
(2.6)
Universitas Sumatera Utara
21
dimana :
n
: orde difraksi (n = bilangan bulat 1,2,3…)
λ
: panjang gelombang sinar-X (mm)
d
: jarak antar bidang atau kisi (mm)
θ
: sudut difraksi ( o)
Bentuk keluaran dari difraktometer dapat berupa data analog atau digital.
Rekaman data analog berupa grafik garis-garis yang terekam per menit sinkron,
dengan detektor dalam sudut 2θ per menit, sehingga sumbu-x setara dengan sudut 2θ.
Sedangkan rekaman digital menginformasikan intensitas sinar-X terhadap jumlah
intensitas cahaya per detik. Pola difraktogram yang dihasilkan berupa deretan
puncak-puncak difraksi dengan intensitas relatif bervariasi sepanjang nilai 2θ
tertentu. Besarnya intensitas relatif dari deretan puncak-puncak tersebut bergantung
pada jumlah atom atau ion yang ada, dan distribusinya di dalam sel satuan material
tersebut. Pola difraksi setiap padatan kristalin sangat khas, yang bergantung pada kisi
kristal, unit parameter dan panjang gelombang sinar-X yang digunakan. Dengan
demikian, sangat kecil kemungkinan dihasilkan pola difraksi yang sama untuk suatu
padatan kristalin yang berbeda (Warren, 1969).
2.10 Karakterisasi Sifat Mekanis
2.10.1 Kekerasan (Hardness Vickers)
Kekerasan merupakan kemampuan bahan untuk tahan terhadap penggoresan,
pengikisan (abrasi), indentasi atau penetrasi. Sifat ini berkaitan dengan tahan aus
(wear resistance). Kekerasan juga mempunyai korelasi dengan kekuatan. Ada
beberapa cara pengujian kekerasan yang standart dan digunakan untuk menguji
kekerasan suatu material, yaitu pengujian Brinnel, Rockwell, Vickers, dan lain-lain.
Prinsip dasar pengujian kekerasan Vickers menggunakan indentor intan yang
berbentuk piramid beralas bujur sangkar dan sudut puncak antara dua sisi yang
berhadapan 136o. Tapak tekannya tentu akan berbentuk bujur sangkar dan yang
diukur adalah panjang kedua diagonalnya lalu diambil rata-ratanya. Angka kekerasan
Vickers dihitung dengan menggunakan persamaan :
F
HV = 1,8544 × d 2
(2.7)
Universitas Sumatera Utara
22
dimana :
HV
: Hardness Vickers (kgf/mm2)
F
: beban yang digunakan (kgf atau Newton)
d
: panjang diagonal rata-rata (mm)
Gambar 7. Skema Pengujian Hardness Vickers
Hasil pengujian kekerasan Vickers ini tidak tergantung pada besarnya gaya
tekan, dengan gaya tekan yang berbeda akan menunjukkan hasil yang sama untuk
beban yang sama. Vickers dapat mengukur kekerasan bahan mulai dari yang sangat
lunak (5 HV) sampai yang sangat keras (1500 HV), sangat mudah untuk
membandingkan kekerasan bahan yang satu dengan lainnya karena hanya ada satu
skala saja. Tetapi Vickers sangat sensitif terhadap kekasaran permukaan, sehingga
diperlukan persiapan yang lebih teliti untuk menghaluskan permukaan sampel uji.
Besarnya gaya tekan yang digunakan dapat dipilih antara 1 sampai 20 kg, tergantung
pada kekerasan atau ketebalan bahan yang diuji agar diperoleh tapak tekan yang
mudah diukur dan tidak ada anvil effect pada benda yang tipis (Suherman, 1987).
2.10.2 Microhardness test
Untuk keperluan metalurgi seringkali diperlukan pengukuran kekerasan pada
daerah yang sangat kecil, misalnya pada salah satu struktur mikro atau pada lapisan
yang sangat tipis misalnya pada lapisan electroplating. Untuk itu pengujian
dilakukan dengan gaya tekan yang sangat kecil dibawah 1000 gram, menggunakan
mesin yang dikombinasi dengan mikroskop. Cara yang biasa digunakan adalah
Vickers atau Knoop microhardness test. Pada Vickers microhardness test, indentor
yang digunakan juga sama seperti pada Vickers biasa, juga cara perhitungan angka
kekerasannya, hanya saja gaya tekan yang digunakan kecil sekali, yaitu 1 sampai
1000 gram, dan panjang diagonal indentasi diukur dalam mikron. Sedangkan Knoop
microhardness test menghasilkan indentasi yang sangat dangkal dan cocok untuk
pengujian kekerasan pada lapisan yang sangat tipis dan getas (Suherman, 1987).
Universitas Sumatera Utara
Download