BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Umum Pengkondisian udara adalah usaha untuk merekayasa udara baik temperature maupun kelembabanya. Tujuan dari pengkondisian udara ini adalah untuk memperoleh temperatur dan kelembaban udara yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai rekayasa udara yang bertujuan untuk menyegarkan udara agar terasa lebih sejuk dan nyaman. 2.2. Kriteria Keyamanan Tubuh manusia adalah suatu organisme yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara menakjubkan. Dalam jangka waktu yang lama tubuh mamapu berfungsi di dalam kondisi termal yang cukup ekstrim. Tetapi ada beberapa kondisi lingkungan yang berada di luar kemamupuan batas tubuh manusia. Aktivitas dan pakaian pun dapat mempengaruhi kenyamanan manusia. Ada 4 faktor utama yang berasal dari lingkungan yang dapat mempengaruhi kemampuan manusia dalam menjaga agar tubuh berada pada kondisi nyaman, yaitu : 4 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 1) Suhu Udara (Temperatur Udara Kering) Sejuk Nyaman, antara 20,5 ºC ~ 22,8 ºC Nyaman Optimal, antara 22,8 ºC ~ 25,8 ºC Hangat Nyaman, antara 25,8 ºC ~ 27,1ºC 2) Kelembaban Udara Relatif Kelembaban udara relative adalah perbandingan jumlah uap air yang dikandung dalam udara dengan jumlah uap air pada saat keadaan jenuh. Untuk daerah tropis disarankan 40% ~ 50% Untuk ruangan padat penghuni disarankan 55% ~ 60% 3) Pergerakan Udara (Kecepatan Udara) Agar memeperoleh kenyamanan maka kecepatan udara pada ruangann adalah maksimal 0,25 m/s, atau bisa juga menyesuaikan dengan temperature. Tabel 2. 1 Perbandingan Kecepatan udara dengan Temperatur Kecepatan udara (m/s) 0,1 0,2 0,25 0,3 0,35 Temperatur udara kering (ºC) 25 26,8 26,9 27,1 27,2 (sumber : SNI 03-6572-2001) Pada grafik di bawah ini menunjukan kebutuhan kecepatann udara terhadap temperature. 5 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Gambar 2. 1 Grafik peningkatan kebutuhan kecepatan udara terhadap temperatur (sumber : ASHRAE 2009) 4) Radiasi Suhu Permukaan Apabila suhu di sekitar ruangan panas maka akan mengakibatkan suhu di dalam ruangan juga akan menjadi panas, dinding, kaca, dan benda-benda yang mengeluarkan panas dapat menggangu kenyamanan seseorang. Jika temperatur radiasi permukaan lebih tinggi dari temperatur bola kering maka suhu rancangan harus dibuat lebih rendah dari suhu rancangan biasanya. Untuk itulah diambil suhu rata-rata dari suhu permukaan dan suhu bola kering yang disebut dengan temperatur operatif. Pada kecepatan udara yang rendah (v = 0,1 m/s), maka besarnya temperatur operatif (t OP) adalah : Selain keempat faktor di atas, ada 3 faktor yang berasal dari manusia yang dapat mempengaruhi kenyamanan thermal. Ketiga faktor tersebut adalah : 6 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 1) Aktivitas Pada prinsipnya semakin berat aktivitas yang dilakukan maka semakin besar pula kalor yang dihasilkan. Tabel 2. 2 Perolehan Kalor dari Aktivitas Manusia (sumber : SNI 03-6572-2001) 7 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Catatan : a. Nilai dalam tabel didasarkan pada temperatur udara kering 23.8 ºC. Untuk temperature 26.6 ºC udara kering, total panas tetap sama, tetapi nilai kalor sensibel harus diturunkan mendekati 20%, dan nilai kalor laten menyesuaikan naik. b. Penambahan kalor yang diatur, didasarkan pada prosentase normal pria, wanita dan anak-anak esuai daftar penggunaan, dengan rumus bahwa penambahan untuk wanita dewasa 85% dari pria dewasa, dan penambahan untuk anak-anak 75% dari pria dewasa. c. Penambahan total kalor yang diatur untuk pekerjaan yang menerus, restoran, termasuk 60 Btu/jam makanan per orang (30 Btu/jam sensibel dan 30 Btu/jam laten). d. Untuk Bowling, gambaran satu orang bermain bowling, dan lainnya duduk (400 Btu/jam) atau berdiri atau berjalan perlahan (550 Btu/jam). 2) Pakaian yang dipakai Besarnya kalor yang dilepas oleh manusia dipengaruhi oleh pakaian yang dipakai, isolasi thermal pada pakaian dinyatakan dalam clo dimana 1 clo = 0,155 mm2 . K / Watt. Tabel 2. 3 Isolasi Thermal dari beberapa jenis baju (sumber : SNI 03-6572-2001) 8 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Catatan : a. Dikurangi 10% jika tanpa lengan atau lengan pendek. b. Ditambah 5% jika panjangnya dibawah dengkul, dikurangi 5% jika diatas dengkul. c. Untuk menghitung seluruh clo dari pakaian yang dipakai, ditunjukkan dengan rumus : Untuk Pria : Nilai clo = 0,727.∑ (masing-masing clo) + 0,113 Untuk Wanita : Nilai clo = 0,770. ∑ (masing-masing clo) + 0,050 Penjelasan : Untuk pakaian kantor yang biasa dipakai oleh pria dewasa (celana panjang, sepatu kulit, kemeja lengan pendek/panjang), nilai clo-nya berkisar antara 0,5 ~ 0,65 , sedangkan apabila memakai tambahan jas, nilai clo total menjadi 1. 3) Pengaruh Aktivitas dan Pakaian yang Dipakai Orang terhadap Temperatur Operatif Besarnya kalor yang dikeluarkan oleh manusia dapat juga dinyatakan dalam met. 1 met = 58,2 Watt/m2. Dimana m2 menunjukkan luas permukaan tubuh manusia, dan dapat dinyakan dengan rumus : Dimana : m = massa tubuh , kg h = tinggi tubuh, m 9 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Gambar 2. 2 Grafik pengaruh clo pakaian yang dipakai terhadap temeperatur operatif Ruangan.(sumber : SNI 03-6572-2001) Gambar 2. 3 Grafik temperatur operatif optimal untuk orang yang aktif dalam lingkungan dengan kecepatan udara rendah (V < 30 fpm atau 0,15 m/s) (sumber : SNI 03-6572-2001) 10 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Gambar 2. 4 Zona yang dapat diterima sebagai temperature operatif dan kelembaban relatif pada aktifitas manusia yang kurang dari 1.2met (sumber : SNI 03-6572-2001) 2.3. Teori Perpindahan Panas Perbedaan temperature antara dua tempat akan mengakibatkan perpindahan energi panas. Perpindahan panas tersebut terjdi secara konduksi, konveksi, dan radiasi. 11 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2.5.1. Perpindahan Panas Secara Konduksi Dasar dari perpindahan panas secara konduksi adalah hukum Fourier. Hukum ini menyatakan ide bahwa aliran panas (H) berbanding lurus dengan perbedaan suhu (ThTc) dan luas penampang (A), dan berbanding terbalik dengan panjang batang. Dengan mendefinisikan konstanta proporsionalitas (k) yang disebut konduktivitas termal bahan, kita peroleh : Dimana: qcond : Laju perpindahan panas, W k : Konduktivitas thermal W/m°C A : Luas Area, m2 : Perbedaan Temperatur, °C : Ketebalan Bidang, m Tabel 2. 4 Konduktivitas Thermal Pada Beberapa Material (Sumber : Cengel, 2002) 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2.5.2. Perpindahan Panas Secara Konveksi Proses konveksi adalah proses perpindahan panas dimana media/benda yang mengantarkan panas ikut berpindah. Proses perpindahan panas ini terjadi dari benda padat ke fluida (baik cair maupun gas). Ada dua jenis perpindahan panas konveksi yaitu Konveksi Paksa dan konveksi alami (bebas). Disebut konveksi paksa jika fluida dipaksa mengalir melalui permukaan oleh usaha luar, misalnya kipas, pompa atau angin. Sedangkan sebaliknya, disebut konveksi alami jika gerakan fluida disebabkan oleh gaya bouyan yang terjadi karena perbedaan masa jenis akibat dari perbedaan temperature fluida. (Cengel, 2002). Pada umumnya perpindahan panas konveksi dinyatakan dengan hukum perpindahan panas Newton: (Jansen, Ted J.,1993) Dimana : h : Koefisien Konveksi, W/m2 °C : Luas Permukaan, m2 : Perbedaan temperatur antara permukaan panas dengan fluida, °C Nilai koefisien konveksi bukan merupakan property dari fluida. Koefisien tersebut merupakan hasil dari percobaan – percobaan berdasarkan beberapa parameter yang nilainya bergantung pada variable yang mempengaruhi konveksi, misalnya area permukaan, gerakan alami fluida, property fluida, kecepatan alir fluida.Tabel berikut merupakan nilai tipikal dari koefisien konveksi. 13 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Tabel 2. 5 Koefisien Konveksi Pada Beberapa Material (Sumber : Cengel, 2002) 2.5.3. Perpindahan Panas Secara Radiasi Radiasi merupaka perpindahan panas yang dihasilkan oleh suatu benda dalam bentuk gelombang elektromagnet (atau Photon) yang merupakan hasil dari perubahan konfigurasi elektromagnet dari molekul atau atom. (Cengel, 2002) Perpindahan panas ini tidak diperlukan media perantara untuk memindahkan panas. Dalam sistim tata udara, perhitungan radiasi digunakan untuk untuk menghitung Internal Gain Load, karena adanya perbedaan temperatur antara benda/penghuni dan ruang yang dikondisikan. Persamaan umum dari perpindahan panas ini adalah : Dimana : : Perpindahan Panas Radiasi, W : Luas penampang, m2 A ) : Beda Temperatur, °C 14 http://digilib.mercubuana.ac.id/ : Emisivitas, (lihat tabel) : Konstanta Stefan-Bolzmann (5,67 x 10-8 W/m2. °C) Tabel 2. 6 Emisitas Pada Beberapa Material (Sumber : Cengel, 2002) 2.4. Dasar-dasar Psikometrik Psikometrik adalah pengetahuan termodinamika yang membahas sifat-sifat udara dan pengaruhnya terhadap bahan-bahan dan kenyamanan manusia. Psikometrik membahas sifat-sifat campuran udara dengan uap air. Kandungan uap air dalam udara harus dikurangi atau ditambah untuk mendapatkan kondisi yang nyaman. 15 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Gambar 2. 5 Diagram Psikometrik (sumber : ASHRAE 2009) 16 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2.4.1 Definisi istilah pada diagram Diagram psikometrik menampilkan secara grafikal sifat-sifat termodinamika udara antara lain suhu, enthalpy, kelembaban, kandungan air dan volume specifik. Berikut istilah-istilah dalam diagram psikometrik. 1. Dry bulb temperature (DB) DB temperatur (temperatur bola kering) adalah suhu yang terbaca pada termometer sensor kering dan terbuka, biasanya pengukuran menggunakan slink psikometer pada sensor kering, namun penunjukan dari temperatur ini tidak tepat karena adanya pengaruh radiasi panas. Temperatur bola kering merupakan ukuran panas sensible. Suhu DB diplotkan sebagai garis vertikal yang berawal dari garis sumbu mendatar yang terletak dibagian bawah diagram. 2. Wet bult temperature (WB) WB temperatur (temperatur bola basah) adalah suhu yang terbaca pada termometer sensor basah, biasanya pengukuran menggunakan slink psikometer pada sensor basah. Temperatur bola basah merupakan ukuran panas total (enthalpy). Suhu WB diplotkan sebagai garis miring ke bawah yang berawal dari garis saturasi yang terletak disamping kanan diagram. 3. Dew point temperatute (DP) DP temperatur (temperatur titik embun) adalah temperatur air pada keadaan dimana tekanan uapnya sama dengan tekanan uap air dari udara. Jadi pada temperatur tersebut uap air dalam udara mulai mengembun dan hal tersebut terjadi apabila udara lembab didinginkan. Pada tekanan yang berbeda titik embun uap air akan 17 http://digilib.mercubuana.ac.id/ berbeda, semakin besar tekanannya maka titik embunnya semakin besar. Suhu titik embun ditandai sebagai titik sepanjang garis saturasi dan diplotkan sebagai garis pertemuan antara DB dan WB kemudian di tarik garis ke kiri. Pada saat udara mengalami saturasi (jenuh) maka suhu bola kering sama dengan suhu bola basah, demikian juga suhu titik embunnya. Suhu titik embun merupakan ukuran dari panas laten (kandungan uap air dalam udara). 4. Relative Humidity (% RH) Kelembaban relatif didefinisikan sebagai perbandingan fraksi molekul uap air di dalam udara basah terhadap fraksi molekul uap air jenuh pada suhu dan tekanan yang sama, atau perbandingan antara tekanan persial uap air yang ada di dalam udara dengan tekanan jenuh uap air yang ada pada temperatur yang sama. Kelembaban relatif dapat dikatakan sebagai kemampuan udara untuk menerima kandungan uap air, jadi semakin besar RH semakin kecil kemampuan udara tersebut untuk menyerap uap air. RH diplotkan sebagai garis miring ke atas yang terletak disamping kanan diagram. Kelembaban ini dapat dirumuskan : Dimana : : Kelembaban relatif Pw : Tekanan parsial uap air Pws : Tekanan jenuh 5. Specific humidity / rasio kelembaban (w) Kelembaban spesifik (w) adalah jumlah kandungan uap air di udara dalam setiap 18 http://digilib.mercubuana.ac.id/ kilogram udara kering atau perbandingan antara massa uap air dengan massa udara kering yang ada didalam atmosfir. Kelembaban specifik diukur dalam satuan grains per pound udara kering (7000 grains = 1 pound). W diplotkan pada garis sumbu vertical yang ada dibagian samping kanan diagram. Kelembaban spesifik dapat dirumuskan : Dimana : w = Kelembaban spesifik Mw = Massa uap air, kg Ma = Massa udara kering, kg 6. Enthalphy (h) Entalphy merupakan energi kalor yang dimiliki oleh suatu zat pada temperatur tertentu, atau jumlah energi kalor yang diperlukan untuk memanaskan 1 kg udara kering dan x kg air (dalam fasa cair) dari 0 oC sampai mencapai t oC dan menguapkannya menjadi uap air (fasa gas). Enthalphy adalah jumlah panas total dari campuran udara dan uap di atas titik nol. Dinyantakan dalam satuan kJ/kgda. Harga enthalphy dapat diperoleh sepanjang skala di atas garis saturasi. 7. Volume spesifik. Volume spesifik merupakan volume udara campuran dengan satuan m3/kgda 2.5. Beban Pendinginan 19 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Perhitungan beban pendinginan adalah bagian terpenting dari pengkondisian udara untuk mennentukan jenis unit pengkondisian udara yang akan digunakan. Beban pendinginan adalah jumlah kalor yang akan dipindahkan ke luar ruangan untuk menjaga agar ruangan berada pada kondisi temperatur dan kelembaban udara relative yang nyaman. Pada umumnya kalor beban pendinginan ada 2 macam yaitu : 1. Beban Kalor Sensibel (Sensible Heat Gain) Adalah suatu kalor yang berhubungan dengan perubahan temperatur dari udara. Penambahan kalor sensibel (sensible heat gain) adalah kalor sensibel yang secara langsung masuk dan ditambahkan ke dalam ruangan yang dikondisikan melalui konduksi, konveksi atau radiasi. 2. Beban Kalor Latent Adalah suatu kalor yang berhubungan dengan perubahan fasa dari air. Penambahan kalor laten (latent heat gain) terjadi apabila ada penambahan uap air pada ruangan yang dikondisikan, misalnya karena penghuni ruangan atau peralatan yang menghasilkan uap. Beban pendinginan yang ada pada ruangan berasal dari beban pendingin luar (External Colling Load) dan beban pendinginan dalam (Internal Colling Load). 20 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Gambar 2. 6 Gambar beban pendinginan ruangan (sumber : SNI 03-6572-2001) a). Beban Pendingin Luar (External Colling Load), yaitu penanmbahan kalor yang masuk melalui selubung bangunan (bilding envelope), kerangka bangunan (building shell), dan dinding-dinding partisi. Sumber kalor luar yang termasuk beban pendinginan ini adalah : 1). Radiasi matahari melalui benda transparan seperti kaca. 2). Konduksi matahari melalui dinding luar dan atap. 3). Konduksi matahari melalui benda transparan seperti kaca. 4). Penambahan kalor melalui partisi, langit, langit dan lantai. 5). Infiltrasi udara luar yang masuk ke dalam ruangan. 6). Ventilasi udara luar yang masuk ke dalam ruangan. 21 http://digilib.mercubuana.ac.id/ b). Beban Pendingin Dalam (Internal Colling Load), yaitu beban kalor yang berasal dari dalam ruangan yang dapat berupa beban kalor sensible mau pun latent. Sumber kalor dalam yang termasuk beban pendinginan ini adalah : 1). Jumlah orang yang ada di dalam ruang yang dikondisikan. 2). Pencahayaan buatan di dalam ruang yang dikondisikan. 3). Motor-motor listrik yang ada di dalam ruang yang dikondisikan. 4). Peralatan-peralatan listrik atau pemanas yang ada di dalam ruangan yang dikondisikan. Beban koil pendingin atau beban kalor alat penyegar udara adalah beban pendinginan ruangan ditambah dengan beban pendinginan dari sistem pengkondisian udara yang digunankan, antara lain : 1). Beban kalor Ruangan 2). Beban Kalor dari udara luar yang masuk ke dalam sistem 3). Beban blower dan motor 4). Kebocoran saluran (ducting), dsb Beban pendinginan refrigerasi merupakan laju pengambilan kalor oleh refrigeran di koil pendingin (evaporator) pada sistem ekspansi langsung (DX = Direct expansion). Pada sistem chiller (sistem dengan air sejuk), beban pendinginan refrigerasi merupakan penjumlahan dari beban koil pendingin dengan penambahan kalor pada pipa air sejuk, pompa air sejuk dan tanki ekspansi air sejuk. Penambahan kalor pada pipa air sejuk, pompa air sejuk dan tanki ekspansi air sejuk berkisar antara 5 sampai 10% dari beban koil pendingin. 22 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Perhitungan beban pendinginan dapat dilakukan dengan berbagai metode. Ada 5 metode yang sudah diperkenalkan oleh ASHRAE, yaitu : 1. Transfer Function Method (TFM) 2. Total Equivalent Temeperature Differensial Method with Time Average (TETD/TA) 3. Cooling Load Temperature Differential Method with Solar Cooling Load Factor (CLTD/CLF) 4. Heat Balance (HB) 5. Radiant Time Series (RTS) Pada tulisan ini penulis akan menggunakan metode Radiant Time Series (RTS) untuk perhitungan beban pendinginan. 2.5.1. Metode Radiant Time Series (RTS) Radiant Time Series (RTS) adalah perhitungan beban pendinginan dengan membagi heat gain menjadi beban pendinginan konvektif dan radiant dimana beban radiant merupakan beban yang tersimpan selama 23 jam sebelumnya. Dalam RTS beban infiltrasi tidak dibagi menjadi beban konvektif dan radiant. Beban pendinginan dihitung selama 24 jam dan dipilih beban terbesar. Adapun proses perhitungannya dapat dilihat pada diagram alir sebagai berikut : 23 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Gambar 2. 7 Metode RTS (sumber : ASHRAE 2009) 2.5.2. Beban Pendinginan Dalam Perhitungan beban pendinginan dari dalam ruangan terdiri dari : 1. Penghuni Sumber panas yang berasal dari penghuni bergantung pada aktivitas yang dilakukan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. 24 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Tabel 2. 7 Perolehan kalor dari aktivitas manusia Jenis Aktivitas Tempat Kalor Kalor Dewasa Jumlah Kalor, W Disesuaikan Sensibe, Laten, Pria Pria/Wanita W W Duduk di bioskop Bioskop, siang 115 95 65 30 Duduk di bioskop, malam Bioskop, malam 115 105 70 35 Duduk, pekerjaan sangat ringan Kantor, hotel, apartemen 130 115 70 45 Pekerjaan kantor cukup aktif Kantor, hotel, apartemen 140 130 75 55 Berdiri, pekerjaan ringan;berjalan Toserba, toko retail 160 130 75 55 Berjalan, berdiri toko obat, bank 160 145 75 70 Pekerjaan menetap Restoran 145 160 80 80 Kerja bangku ringan Pabrik 235 220 80 140 265 250 90 160 295 295 110 185 Bowling Lapangan bowling440 425 170 255 Pekerjaan berat Pabrik 440 425 170 255 Pekerjaan mesin berat; lifting Pabrik 470 470 185 285 Atletic Ruang olahraga 585 525 210 315 Berdansa biasa Lantai dansa Berjalan 4.8km/h;Pekerjaan ringan dengan Pabrik mesin %Kalor Sensibel Radiant V Rendah V Tinggi 60 27 58 38 49 35 54 19 (sumber : ASHRAE 2009) 2. Lampu penerangan Besarnya perolehan kalor dari lampu dapat dihitung dengan rumus sbb: dimana 25 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Pembagian kalor secara radiatif dan konvektif dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. 8 Pembagian Radiaktif dan Konvektif pada lampu (sumber : ASHRAE 2009) 3. Peralatan Listrik Jumlah beban pendinginan yang bersasal dari peralatan listrik dapat dilihat dari tabel di bawah ini: 26 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Tabel 2. 9 Perolehan panas dari computer (sumber : ASHRAE 2009) 27 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Tabel 2. 10 Perolehan panas mesin printer dan copy (sumber : ASHRAE 2009) 28 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Tabel 2. 11 Perolehan panas mesin printer dan copy (sumber : ASHRAE 2009) 2.5.3. Beban Pendinginan Luar 1. Temperature Udara Luar Seaat Temperature udara luar sesaat adalah temperature yang dihasilkan dari penjumlahan radiasi matahari langsung mau pun tak langsung. Dapat dihitung dengan rumus : 29 http://digilib.mercubuana.ac.id/ ( * ( * Dimana : : Temperature udara luar sesaat, : Temperature udara luar, : Absortani permukaan untuk radiasi matahari : Radiasi matahari total, W : koefisien konveksi, 17 W/m2. : Emisifitas permukaan : 63 W/m2 untuk permukaan horisontal 0 W/m2 untuk permukaan vertikal Nilai absortansi dan emisifitas bergantung pada jenis permukaan yang mendapatkan radiasi matahari. Untuk beberapa jenis permukaan dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2. 12 Nilai absorbtansi pada beberapa jenis permukaan (sumber : SNI-03-6389-2000) 30 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Tabel 2. 13 Nilai Emisifitas pada beberapa jenis permukaan (sumber : ASHRAE 2009) Temperatur udara luar untuk setiap jamnya dapat dihitung dengan rumus : Dimana : : Temperatur bola kering, : Temperature rata-rata bola basah , : Faktor pembagian udara harian 2. Beban Pendinginan Dinding dan Atap 31 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Pada metode RTS, beban pendinginan dari dinding dan atap terjadi secara konduksi. Terlebih dahulu harus dihitung pemasukan panas (heat input) dengan menggunakan persamaan konduksi sebagai berikut : ……………………….(2.11) Dimana : : Pemasukan panas dari n jam yg lalu, W : Faktor transmisi panas, : Luas area, m2 : Temperatur udara luar sesaat, °C : Temperatur rancangan, °C Selanjutnya dihitung perolehan panas (heat gain) dari jam perencanaan dan 23 jam yang lalu. Persamaannya adalah sebagai berikut : …….(2.12) Dimana : : Perolehan panas tiap jam, W : Pemasukan panas pada jam sekarang, W : Pemasukan panas n- jam yang lalu, W : Conduction Time Factor Nilai Conduction Time Factor untuk tiap tipe dinding dan atap dapat dilihat di tabel berikut ini: 32 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Tabel 2. 14 CTS untuk berbagai jenis dinding (sumber : ASHRAE 2009) 33 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Tabel 2. 15 CTS untuk berbagai jenis atap (sumber : ASHRAE 2009) 34 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Perolehan panas (Heat Gain) selanjutnya dibagi menjadi beban konvektif dan radiant. Tabel di bawah ini merupakan rekomendasi pembagian heat gain. Tabel 2. 16 Pembagian beban konvektif dan radiant (sumber : ASHRAE 2009) Beban pendinginan total dari dinding atau atap adalah beban konvektif ditambah dengan radiaktif. Dimana : : Beban pendinginan total, W : Beban pendinginan konvektif, W : Beban pendinginan radiant, W 35 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2.5.4. Perolehan Panas dari Fenestrasi Total perolehan panas (heat gain) fenestrasi adalah penjumlahan dari perolehan panas matahari langsung, tak langsung, dan panas konveksi. Dimana : : Total heat gain, W : Faktor transmisi panas, : Luas area, m2 : Temperatur udara luar, °C : Temperatur dalam ruang, °C : Temperatur dalam ruang, °C : Radiasi matahari langsung, tak langsung dan refleksi permukaan : Solar Hat Gain Coefficient untuk sinar matahari langsung berdasarkan sudut pertemuan radiasi matahari dengan permukaan (dapat diinterpolasikan) : Solar Hat Gain Coefficient untuk sinar matahari tak langsung. : Indoor Solar Attenuation Coefficient untuk sinar 36 http://digilib.mercubuana.ac.id/ matahari langsung , bernilai 1 jika tidak ada peneduh. : Indoor Solar Attenuation Coefficient untuk sinar matahari tak langsung , bernilai 1 jika tidak ada peneduh. 2.5.5. Beban Pendinginan Ventilasi dan Infiltrasi Besarnya beban pendinginan ini dapat dihitung dengan persamaan: ………………....…….…….(2.18) ………………….......…….(2.19) ………….................….…….(2.20) Dimana: : Besarnya Ventilasi / Infiltrasi, m3/s : kalor spesifik udara, sekitar 1000 J/kg°C : Massa jenis udara, sekitar 1.2 kg/m3 : Kalor latent, sekitar 2.34x106 J/kg To : Temperatur udara luar, °C Ti : Temperatur udara dalam ruangan, °C Wo : Kandungan uap air udara luar, kgw/ kga Wi : Kandungan uap air udara dalam ruangan, kgw/ kga Ho : Enthalphi udara luar, kJ/kg Hi : Enthalphi udara dalam ruangan, kJ/kg Q 37 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2.5.6. Pengelompokan Zona Gedung RTS Perolehan panas yang telah dihitung selanjutnya dikonversikan ke dalam beban konfektif dan radiant. Beban radiant adalah beban pada jam ini ditambah dengan beban yang tersimpan di suatu ruangan pada 23 jam yang lalu. RTS dibagi dalam dua tipe yaitu Solar RTS dan Non-Solar RTS. Solar RTS dipakai untuk menghitung beban pendinginan yang berasal dari sinar matahari langsung seperti jendela. Non Solar RTS digunakan untuk beban pendinginan yang tidak berasal dari sinar matahari langsung seperti dinding, atap, lantai, manusia, lampu, dan perlalatan listrik lainnya. Perhitungan beban radiant dihitung dengan persamaan : …….(2.21) Dimana : : Beban pendinginan radiant, W : Pemasukan panas radiant pada jam sekarang, W : Pemasukan panas radiant n-jam yang lalu, W : Radiant Time Factor Pembagian jenis RTS berdasarkan tipe gedung dapat dilihat pada tabel berikut ini : 38 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Tabel 2. 17 Non Solar RTS (sumber : ASHRAE 2009) 39 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Tabel 2. 18 Solar RTS (sumber : ASHRAE 2009) 2.6. Komponen Utama Pengkondisian Udara 2.6.1. Kompresor Kompresor dalam AC berfungsi untuk menghisap dan menekan referigeran yang meninggalkan evaporator sehingga temperature dan tekanan naik . Kompresor ini juga bertugas menjaga tekanan evaporator rendah dan tekanan pada kondensor tetap tinggi. Pada proses kompresi refrigerant yang meninggalkan kompresor menjadi jenuh dan berbentuk cairan yang kemudian di dorong menuju Kondensor untuk dibuang panasnya. 40 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2.6.2. Kondensor Kondensor berfungsi untuk mengkondensasi refrigerant yang berasal dari kompresor. Didalam kondensor ini terjadi perpindahan panas dari refrigerant ke sekitar lingkungannya yang lebih dingin . Pada proses kondensasi, temperatur refrigerant diturunkan dengan mengalirkan udara pada kondensor. Proses ini biasa disebut dengan konveksi paksa. Selanjutnya refrigerant mengalir menuju katup expansi. 2.6.3. Katup Expansi Refrigerant yang memasuki katup expansi, berexpansi hingga mencapai tekanan evaporator .Dengan kata lain referigeran diturunkan tekananya sehingga kembali menguap menjadi gas dan temperaturnya turun. Didalam proses ini juga jumlah aliran refrigerant yang akan menuju ke evaporator diatur secara baik agar beban pendinginannya (cooling load) berkurang. Selanjutnya refrigerant mengalir menuju evaporator. 2.6.4. Evaporator Evaporator befungsi untuk memindahkan panas dari ruangan menuju referigerant yang mengalir dalam evaporator. Seperti di jelaskan di atas refferigerant yang mengalir dalam evaporator sudah berwujud gas dengan tekanan dan temperatur rendah, lebih rendah dari temperatur ruangan. Sama seperti pada kondensor, di dalam evaporator ini terjadi konveksi paksa dari panas dalam ruangan menuju referigerant yang mengalir. 2.7. Ducting Ducting merupakan saluran distribusi yang menyalurkan udara ke seluruh ruangan yang dikondisikan. Ducting ini harus mampu mengalirkan udara secara efisien sehinga biaya operasinya rendah, kebisingan yang ditimbukan rendah, penambahan beban 41 http://digilib.mercubuana.ac.id/ panas yang ada dalam ducting dan kerugian gesekan dalam ducting rendah. Ducting juga harus mampu menahan tekanan udara didalamnya sehingga mampu mengalirkan udara dengan baik ke seluruh ruangan yang dikondisikan. Berdasarkan bentuk penampangnya, ducting dapat digologkan menjadi 3 jenis, yaitu round duct (ducting bulat), square duct (ducting persegi), dan flat oval duct (ducting oval).Ketiga jenis ducting ini memiliki karakteristik masing-masing namun yang menjadi perbedaan utama adalah koefisien geseknya (friction coefisient). 2.8. Metode Perhitungan Ducting Hal utama yang diperhatikan dalam perhitungan ducting adalah biaya instalasi (initial) dan biaya operasinya. Biaya operasi ducting merupakan penyebab utama ducting harus memiliki tekanan statis yang serendah mungkin sehingga energi yang hilang dalam sistem dapat diminimalkan. Ada tiga metode perhitungan ducting yang dikenal yaitu: 1. Equal Friction Method 2. Static RegainMethod 3. Velocity Reduction Method Equal friction methode merupakan metode yang paling banyak digunakan, karena kemudahan dan fleksibilitas perhitungannya. Pada metode ini ditentukan terlebih dahulu kerugian tekanan per satuan panjang yang diguakan sebagai dasar untuk perhitungan pada bagian sistem yang lain. Keuntungan metode ini adalah dapat memberikan pengurangan kecepatan fluida pada bagian - bagian sistemnya sehingga kebisingan dapat sistem diantisipasi. 2.9. Aliran Fluida dalam Ducting 42 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Fluida dalam hal ini udara yang mengalir dalam ducting akan mengalami berbagai halangan yang mengakibatkan terjadinya turbelensi dalam alirannya. Seperti kita tahu fluida yang mengalir dalam suatu saluran akan mengalami dinamika gerak yang mengakibatkan perubahan aliran fluida. Kita ketahui dalam mekanika fluida aliran suatu fluida dapat dibedakan menjadi 3 jenis aliran yaitu: 1. Aliran Laminer, yaitu aliran fluida yang bergerak dalam lapisan–lapisan, atau lamina–lamina dengan satu lapisan meluncur secara lancar. Dalam aliran laminar ini viskositas berfungsi untuk meredam kecendrungan terjadinya gerakan relatif antara lapisan. Sehingga aliran laminar memenuhi hukum viskositas Newton yaitu : τ = µ dy/du 2. Aliran turbelen, yaitu Aliran dimana pergerakan dari partikel – partikel fluida sangat tidak menentu karena mengalami percampuran serta putaran partikel antar lapisan, yang mengakibatkan saling tukar momentum dari satu bagian fluida kebagian fluida yang lain dalam skala yang besar. Dalam keadaan aliran turbulen maka turbulensi yang terjadi membangkitkan tegangan geser yang merata diseluruh fluida sehingga menghasilkan kerugian – kerugian aliran. 3. Aliran transisi merupakan aliran peralihan dari aliran laminar ke aliran turbulen. Pada aliran fluida yang mengalir dalam suatu saluran akan terjadi kerugian akibat fitting (elbow, junction, branch) juga akibat gesekan fluida dengan dinding ducting. Kerugian ini harus mampu di atasi oleh fan sehingga udara dapat terdistribusi dengan tepat ke seluruh ruangan. 43 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2.9.1. Persamaan Kontinuitas Aliran Aliran suatu fluida yang melewati suatu penampang memiliki kecepatan dan laju aliran. Pada fluida tak termampatkan besarnya laju aliran fluida dianggap sama sehingga ketika luas penampang berubah maka akan terjadi perubahan pada kecepatan aliran fluida. Besarnya laju aliran fuida dalam saluran dinyatakan dengan persamaan: …………………….…........................................….(2.22) Dimana: Q : Laju volume aliran (m3/s) V : Kecepatan Aliran (m/s) A : Luas penampang (m2) Sementara ketika suatu aliran fluda berubah penampangnya maka besarnya aliran akan tetap sama (Q1 = Q2) tetapi kecepatannya akan berubah, dan dinyatakan dengan persamaan: ………………………......................…….(2.23) Persamaan ini berlaku pada fluida tak termampatkan dengan asumsi tidak ada kerugian aliran dalam saluran penampang. Namun kenyataanya aliran fluida tidak ada yang ideal akan terjadi kerugian akibat gesekan antara fluida dengan dinding penampang. 2.9.2. Hukum Bernouli Prinsip Hukum Bernoulli dalam mekanika fluida menyatakan bahwa pada suatu aliran fluida jumlah energi pada suatu titik di dalam aliran tertutup sama besarnya dengan jumlah energi di titik lain pada jalur aliran yang sama. ……………………........................(2.24) Dengan = maka persamaan tersebut menjadi: 44 http://digilib.mercubuana.ac.id/ …………................…….…….(2.25) Namun pada kenyataannya di lapangan terjadi kerugian/losses (hl) baik karena gesekan antara fluida dengan saluran maupun head losses akibat belokan. Head losses atau kerugian energi tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan : …………….....................(2.26) 2.9.3. Kerugian akibat Gesekan Kerugian ini terjadi akibat terjadinya gesekan antara fluida dengan dinding saluran. Kerugian ini akan mempengaruhi tekanan yang ada di dalam sistem dan laju alirannya, berdasarkan persamaan Darcy, besarnya kerugian ini dapat dinyatakan denagan persamaan: )( ( *………………….........….……........................(2.27) : Kerugian tekanan akibat gesekan (Pa) f : Faktor gesekan L : Panjang ducting (m) Dh : diameter hidrolik (m) : Masa jenis (Kg/m3) : Kecepatan (m/s) Dimana: V Berdasarkan Althsul – Tsal besarnya faktor gesekan dapat dihitung dengan persamaan (ASHRAE 1997): ( ) ……………………......................…….(2.28) Dimana Re adalah reynolds number yang besarnya dapat diketahui dengan persamaan: 45 http://digilib.mercubuana.ac.id/ ……………………......................................…….(2.29) Dimana : Re : Bilangan Reynolds Dh : Diameter hidrolik (mm) V : Kecepatan (m/s) v : Viskositas kinematik (m2/s) Sementra untuk perhitungan ducting persegi maka besarnya diameter hidrolik pada penampang dapat dihitung dengan persamaan berikut: …………………….........................................…….(2.30) Dimana: a : Panjang sisi / Lebar (m) b : Panjang sisi lainnya / Tinggi (m) 2.9.4. Kerugian akibat Fitting Kerugian ini disebut kerugian dinamik yang diakibatkan adanya ganguan pada aliran udara akibat adanya pemasangan peralatan lain yang terpasang, fitting yang mengakibatkan perubahan jalur dan arah aliran serta perubahan luas penampang ducting. Besarnya kerugian ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: …………………….…......................................….(2.31) Dimana: : Kerugian dinamik (Pa) ρ : Masa jenis udara (kg/m3) V : Kecepatan aliran udara (m/s) : Koefisien (Tabel fittings, ASHRAE) 46 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Tabel 2. 19 Nilai Koefisien untuk Elbow persegi (Sumber : ASHRAE,1997) Tabel 2. 20 Nilai Koefisien untuk Elbow bulat (Sumber : ASHRAE,1997) Nilai kefisien Co telah ditabelkan oleh ASHRAE digunakan untuk berbagai jenis fitting, namun ada kalanya kondisi di dalam tabel tidak sama dengan kondisi aktual dilapangan, maka dilakukan pemilihan jenis fitting pada tabel yang paling mendekati dengan kondisi aktual di lapangan. 2.9.5. Daya Fan 47 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Besarnya kerja yang dilakukan oleh fan sama dengan besarmya total pressure fan, yaitu hasil penjumlahan static pressure fan dan dinamic pressure fan (velocity pressure). .................................................................(2.32) Dengan velocity presure pv= ρ .v2/2 maka persamaan tersebut diatas menjadi .................................................................(2.33) Fan harus mampu mengatasi tekanan statis dan mampu memberikan tekanan pada aliran yang melaluinya sehingga udara yang dialirkan melalui ducting dapat disalurkan merata ke seluruh outlet yang ada. Besarnya daya yang dibutuhkan oleh fan adalah: ̇ Dimana : ̇ Q .................................................................(2.34) : Daya yang diperlukan oleh fan (W) : Fan total pressuere (Pa) : Laju aliran udara (m3/s) 48 http://digilib.mercubuana.ac.id/