10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. LANDASAN TEORI 1.1.1

advertisement
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.
LANDASAN TEORI
1.1.1
Efisiensi Pasar
Brealy et.al (2007) menyatakan bahwa harga dari sekuritas-sekuritas
secara akurat mencerminkan informasi yang tersedia dan merespon secara
tepat informasi baru sebagaimana informasi tersebut menjadi tersedia. Teori
pasar efisiensi tersebut terdiri menjadi 3 macam bentuk menurut perbedaan
definisi terhadap “Available Information” :
1.
Weak
form
(random
walk
theory),
dimana
harga
saham
mencerminkan semua informasi ke dalam harga di masa lalu.
2.
Semistrong form, dimana harga saham, mencerminkan semua
informasi yang tersedia di pasar.
3.
Strong form, dimana harga saham mencerminkan semua informasi
yang dapat diperoleh.
Husnan (2005) menyatakan kecepatan suatu pasar bereaksi terhadap
suatu informasi untuk mencapai harga keseimbangan yang baru merupakan
hal yang sangat penting. Jika pasar bereaksi dengan cepat dalam mencapai
harga keseimbangan yang baru dapat mencerminkan infromasi yang mampu
mempengaruhi harga saham. Akibatnya ada suatu periode dimana nilai
sama menjadi under pricing atau bahkan over pricing, sehingga menjadi
11
kesempatan bagi para investor yang mampu mengidentifikasi inefisiensi dan
membeli saham yang under value.
Namun pada pasar yang kompetitif, harga ekuilibrium suatu aktiva
ditentukan oleh penawaran yang tersedia dan permintaan oleh para calon
investor. Harga keseimbangan ini mencerminkan konsensus antara semua
partisipan pasar tentang nilai aktiva yang berdasakan informasi yang ada.
Apabila informasi baru tersebut masuk ke pasar dan berhubungan dengan
suatu aktiva, maka informasi ini dapat digunakan untuk menganalisis dan
menginterpretasikan nilai dari aktiva sekuritas yang bersangkutan. Akibatnya
adalah kemungkinan pergeseran ke harga ekuilbrium yang baru.
Jika pasar bereaksi dengan cepat dan akurat dalam mencapai harga
keseimbangan yang mampu mencerminkan informasi yang tersedia, maka
kondisi pasar seperti ini disebut dengan pasar efisien. Dengan demikian ada
hubungan antara teori pasar saham yang menjelaskan tentang keadaan
ekuilibrium dengan konsep pasar efisien. Efisiensi pasar seperti ini disebut
dengan efisiensi pasar secara informasi (informationally efficient market)
yaitu bagaimana pasar bereaksi terhadap informasi yang tersedia.
1.1.2
Teori Anomaly Musiman (Theory of Seasonal Anomalies)
Tedapat beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskan terjadinya
anomaly musiman di dalam pasar saham, salah satunya adalah month-ofthe-year effect yang secara umum dapat dikaitkan dengan hipotesis tax-loss
selling yang terjadi pada akhir tahun, serta besarnya perusahaan, insider
trading atau hipotesis yang terkait dengan informasi dalam pasar, January
12
seasonal dalam hubungan risk-return dan penghindaran faktor-faktor resiko,
dan lain sebagainya (Coudhry, 2001).
Menurut teori tax-loss selling, para investor menjual saham-saham
yang memiliki performa buruk sebelum tahun perdagangan berakhir guna
untuk memperoleh penghematan pajak dengan mengurangi kerugian hasil
realisasi penjualan saham dalam satu periode. Kemudian tekanan jual pada
akhir bulan tahun perdagangan yaitu bulan Desember dan diikuti tekanan beli
di awal tahun bulan perdagangan selanjutnya dimana para investor memulai
menyusun kembali portfolio mereka. Teori ini paling sering digunakan untuk
menjelaskan terjadinya January Effect.
Akan tetapi menurut hipotesis pasar efisien dimana para investorinvestor yang tidak memiliki pajak capital-gain seharusnya menunjukan
kecenderungan terhadap harga yang rendah secara abnormal di bulan
Desember sehingga hal ini sangatlah bertentangan terhadap teori tax-loss
selling. Oleh karena itu teori tax-loss selling seharusnya berpengaruh
terhadap kepemilikan saham tetapi tidak terhadap harga saham.
2.1.3
January Effect
January Effect merupakan terjadinya kenaikan harga saham pekan
pertama bulan Januari. Adanya kenaikan harga ini didorong oleh aktivitas
investor untuk kembali menyusun portofolionya mereka setelah libur akhir
tahun.
Permintaan investor yang meningkat terhadap instrumen keuangan
inilah yang menyebabkan harga mengalami kenaikan. Kenaikan permintaan
13
ini didorong oleh ekspektasi investor yang positif. Anomali ini menunjukkan
bahwa terdapat kecenderungan bahwa keuntungan saham akan menurun
pada bulan Desember dan kemudian akan menaik pada awal Januari
diindikasikan terjadi hanya pada perusahaan yang kecil pada akhir tahun
oleh para investor untuk mengurangi kerugian dengan pajak pendapatan
yang harus dibayarkan pada akhir tahun.
Asumsi lain terjadinya January Effect karena adanya keinginan
perusahaan untuk terlihat lebih baik yang tercermin dalam laporan keuangan
tahunan, sehingga manajer perusahaan menjual saham-saham yang
dianggap mempunyai nilai kecil pada akhir tahun dan akan membelinya
kembali pada awal tahun.
Asumsi lain juga menyebutkan bahwa January Effect terjadi karena
adanya perbedaan informasi di pasar saham pada awal dan akhir tahun
sehingga akan menyebabkan in efisiensi informasi. Penyebab lain return
lebih tinggi pada bulan Januari diantaranya terletak pada adanya pajak, biaya
transaksi,
kenaikan
resiko
pada
bulan
Januari
ketika
perusahaan
menerbitkan laporan tahunan dan sebagainya. Beberapa hipotesis ini tidak
konsisten dengan keberadaan pasar modal yang efisien dan nampaknya
belum satu hipotesispun yang mampu menjelaskan fenomena tersebut.
Secara historis, January Effect hanya akan berdampak pada saham-saham
yang memiliki kapitalisasi kecil (small caps) dari pada saham dengan
kapitalisasi menengah (mid caps) dan besar (big caps). Hal ini secara teori
dapat dijelaskan bahwa saham dengan kapitalisasi rendah memiliki
14
akselarasi yang lebih cepat untuk meningkat harganya meskipun volume dan
nilai transaksinya relatif tidak
Tetapi saham mid caps dan big caps membutuhkan volume dan nilai
transaksi yang relatif lebih besar untuk menggerakkan harga sahamnya.
Salah satu anomali pasar yang bertentangan dengan teori pasar adalah
adanya January Effect. Anomali January Effect atau disebut juga year end
effect adalah pengaruh secara kalender, dimana saham terutama saham
berkapitalisasi kecil cenderung naik harganya pada bulan Januari.
Faktor-faktor yang mempengaruhi January Effect ini karena adanya
penjualan saham pada akhir tahun untuk mengurangi pajak, merealisasikan
capital gain, pengaruh dari portofolio window dressing, atau para investor
menjual sahamnya untuk liburan. Terjadinya January Effect bisa ditunjukan
dengan adanya return tidak normal yang diperoleh investor.
2.1.4
Month-of-the-year-effect
Month-of-the-year-effect adalah salah satu bentuk lain dari anomali
musiman selain January Effect. Kedua anomali ini sangat berkaitan erat,
dimana telah banyak penelitian-penelitian yang menemukan bahwa pada
bulan Januari terjadi return yang lebih tinggi dibandingkan pada bulan-bulan
lainnya.
Rozef dan Kinney (1976) menemukan pola musiman pada indeks
harga saham New York Stock Exchange selama periode 1904-1974. Dalam
penelitian tersebut juga ditemukan bahwa pada bulan januari rata-rata return
15
bulanan mencapai 3,5% jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata
return bulanan pada bulan-bulan lainnya yang hanya 0,5%.
Namun anomali pasar juga tidak hanya terjadi pada bulan januari
saja,melainkan pada bulan-bulan lainnya juga bisa terjadi. Dalam beberapa
penelitian juga ditemukan adanya bulan selain bulan januari dimana rata-rata
return bulanan pasar saham tidak terdistribusi merata.
Bepari dan Mollik (2009) menemukan adanya return saham yang
tinggi pada bulan April di Dhaka Stock Exchange (DSE All), Bangladesh.
April Effect yang terjadi di DSE berlawanan dengan hipotesis tax-loss selling
dan Januari Effect di Tunis Stock Exchange (TSE) selama periode 2003
hingga 2008. Secara khusus mereka menemukan bahwa rata-rata return
harian pasar secara signifikan lebih tinggi pada bulan April dibandingkan
dengan bulan-bulan lainnya.
2.2 PENELITIAN TERDAHULU
Siswanto
(2001)
melakukan
penelitian
tentang
efek
bulan
perdagangan terhadap return saham pada Bursa Efek Jakarta (BEJ) selama
bulan Januari hingga bulan Desember 1999 yang diperoleh dari divisi riset
dan pengembangan BEJ dan JSX Monthly Statistic. Teknik Analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan alat statistik regresi
ARIMA dengan kesimpulan hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut
adalah bahwa rata-rata return bulanan pada IHSG tidak terdistribusi secara
normal. Bulan perdagangan Januari dan Desember memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap return saham di Bursa Efek Jakarta. Sedangkan bulan
16
Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, Spetember, Oktober, dan
November tidak berpengaruh terhadap return di Bursa Efek Jakarta yang
dibuktikan dengan koefisien regresi yang tidak signifikan.
Banaka (2014) melakukan Penelitian yang menguji pengaruh bulan
perdagangan terhadap return saham di Bursa Efek Indonesia. Indeks Harga
Saham Gabungan merupakan satu indikator yang dapat digunakan untuk
mengamati pergerakan harga saham di pasar. Data yang digunakan adalah
data pada tahun 2004-2013. Adapun hasil dari penelitian tersebut bahwa
bulan perdagangan berpengaruh terhadap return saham di Bursa Efek
Indonesia. Penelitian ini juga mendapati bahwa bulan April dan Juli
berpengaruh terhadap return saham di Bursa Efek Indonesia.
Pengaruh bulan April dan Juli terhadap return saham adalah positif,
artinya untuk bulan April dan Juli return bulanan saham cenderung bergerak
positif. Kemudian untuk bulan-bulan lain, selain April dan Juli, tidak
ditemukan bukti statistik bahwa bulan bulan tersebut berpengaruh terhadap
return saham di Bursa Efek Indonesia.Pada bulan April return saham
cenderung lebih tinggi daripada bulan-bulan lainnya. Fenomena ini dikenal
dengan nama April Effect. Penyebab April Effect di bursa saham Indonesia
adalah tahun pajak yang tidak terjadi di akhir tahun, melainkan pada bulan
Maret. Hal ini berdasarkan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
No: KEP-36/PM/2003 tentang kewajiban penyampaian laporan keuangan
berkala yang menyatakan bahwa laporan keuangan perusahaan emiten
17
harus disampaikan kepada publik maksimal pada akhir bulan ketiga setelah
tanggal laporan keuangan tahunan.
Dengan demikian perusahaan emiten banyak yang melakukan
pengumuman laporan keuangan tahunan pada bulan Maret. Kemudian oleh
karena adanya earning management yang dilakukan oleh perusahaan emiten
pada laporan keuangan tahunannya, maka investor menanggapi positif
pengumuman laporan keuangan tersebut. Akibatnya pada bulan April pasar
saham cenderung memiliki kinerja yang paling baik dibandingkan dengan
bulan-bulan lainnya. Adapun hasil penelitian lainnya bahwa pengaruh bulan
perdagangan terhadap return saham juga berbeda untuk setiap sektor
industri di Bursa Efek Indonesia.
Bulan perdagangan memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap
return saham di masing-masing sektor di Bursa Efek Indonesia. Ada
beberapa sektor yang terpengaruh dan ada yang tidak terpengaruh. Sektor
Pertanian (AGRI), Industri Dasar (BASIC-IND), Pertambangan (MINING),
dan
Aneka
Industri
(MISC)
tidak
terbukti
terpengaruh
oleh
bulan
perdagangan. Bulan perdangan yang berpengaruh untuk Sektor Barang
Konsumsi (CONSUMER) adalah Agustus dengan pengaruh negatif. Untuk
Sektor Keuangan (FINANCE) bulan perdagangan yang berpengaruh adalah
Mei dan Agustus, keduanya memiliki pengaruh negatif. Untuk Sektor
Infrastruktur (INFRASTRUCTURE) bulan yang berpengaruh adalah Mei dan
Agustus, keduanya memiliki pengaruh negatif. Untuk Sektor Manufaktur
(MANUFACTURE) bulan yang berpengaruh adalah Juli dengan pengaruh
18
positif. Untuk Sektor Properti (PROPERTY) bulan yang berpengaruh adalah
Agustus, dengan pengaruh negatif. Kemudian untuk Sektor Perdagangan
(TRADE) bulan yang berpengaruh adalah April dengan pengaruh positif, dan
Agustus dengan pengaruh negatif.
Menurut Harjito (2010), melakukan penelitian tentang efek bulan
perdagangan terhadap return saham pada seluruh saham-saham di ASEAN
menghasilkan bahwa untuk return saham yang negatif pada bulan Agustus
merupakan efek contagion (penularan) dari seluruh saham di ASEAN dan
pasar Global. Bulan Agustus merupakan bulan dimana pasar saham
cenderung sepi.
Marret dan Worthington (2011) melakukan pengujian month-of-theyear effect pada return saham harian yang tedapat di pasar saham Australia
dengan menggunakan pendekatan analisis regresi. Adapun hasil penelitian
ini adalah pada tingkat pasar ditemukan return yang secara signifikan lebih
tinggi pada bulan April, Juli, dan Desember dimana pada bulan-bulan
tersebut hampir 3 kali lebih tinggi dibandingkan bulan-bulan lainnya.
Setyawerdana
(2005)
melakukan
penelitian
tentang
bulan
perdagangan pada 3 bursa efek terbesar di Asia, yaitu Hongkong Stock
Exchange (HSI), Japan Stock Exchange (N225), dan Korea Stock Exchange
(K200). Data yang digunakan pada penelitian tersebut adalah data indeks
harga saham HIS, N225, Kospi200 dari tahun 1990 sampai dengan tahun
2005. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pada indeks HIS rata-rata
kenaikan tertinggi terjadi pada bulan Februari, Mei, Juli dan Oktober. Pada
19
indeks N225 kenaikan tertinggi pada bulan Februari, dan Mei. Sedangkan
pada indeks Kospi200 tertinggi terjadi hanya pada bulan Juli. Apabila ketiga
indeks tersebut dimasukan dalam satu persamaan regresi hasil yang
diperoleh adalah terdapat kenaikan variasi harga yang signifikan untuk ketiga
bursa tersebut terjadi pada bulan Februari dan Mei.
Cahyaningdyah dan Witiastuti (2010) melakukan penelitian terhadap
70 saham aktif pada Bursa Efek Indonesia. Penlitian tersebut bertujuan
mencari Rogalski Effect. Rogalski Effect merupakan fenomena dimana return
saham hari Senin pada hari senin bulan Januari lebih tinggi dibandingkan
dengan return saham hari Senin bulan-bulan lainnya. Hal ini terjadi karena
adanya Januari Effect yang menyebabkan return saham hari Senin pada
bulan Januari cenderung lebih tinggi.
Pada penelitian Rogalski Effect tidak terjadi pada bulan Januari
melainkan terjadi pada hari Senin bulan April yang cenderung return saham
pada bulan April lebih tinggi dibandingkan return sham di hari senin bulanbulan lainnya di Bursa Efek Indonesia.
Dengan demikian Januari Effect tidak terjadi di Indonesia dan return
saham
pada
bulan
April
merupakan
return
saham
yang
tertinggi
dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya.
2.3
KERANGKA PENELITIAN
Setelah mencermati, mempelajari, serta mendalami penelitian-penelitian
terdahulu yang telah dilakukan, maka peneliti mencoba untuk memberikan model
20
penelitian dalam bentuk kerangka pemikiran guna memberikan gambaran penelitian
yang akan dilakukan sebagai berikut :
Kerangka Penelitian :
Bursa Efek Indonesia
Indeks Harga Saham berbagai Sektor
Independen
Dependen
Bulan Perdagangan Saham
Return Saham
Uji Asumsi Klasik
Regresi Berganda
Hasil
Gambar 2.1
Kerangka Penelitian
Kerangka
konseptual
merupakan
suatu
model
yang
menerangkan
bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui
dalam suatu masalah tertentu yang akan menghubungkan secara teoritis antara
variabel-variabel penelitian, yaitu variabel independen dan variabel dependen.
Dalam penelitian ini variabel yang digunakan sebagai variabel dependen
adalah return saham. Sedangkan variabel independen adalah bulan perdagangan
21
yang terdiri dari bulan Januari, Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus,
September, Oktober, November, dan Desember. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data populasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan
Indeks Harga Saham Sektoral (IHSS) untuk masing masing sektor di Bursa Efek
Indonesia selama periode Januari 2005 hingga Desember 2014. Return bulanan
sebagai variabel terikat dan bulan perdagangan (Dummy Variable) sebagai variabel
independen maka akan diperoleh persamaan regresi yang akan menjelaskan
pengaruh masing-masing variabel bebas tersebut terhadap variabel dependen.
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode ARIMA dan Analisis
Regresi Berganda.
2.4
PERUMUSAN HIPOTESIS
Berdasarkan kerangka penelitian yang ada maka dapat di hipotesiskan
sebagai berikut :
Agathee (2008) yang melakukan penelitian Calendar Effect dan Month-ofthe-year effect di Stock Exchange of Mauritius mengungkapkan hasil bahwa bulan
perdagangan tidak berpengaruh yang signifikan terhadap kinerja bursa, kecuali
Januari. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyawerdhana
(2005) yang mengungkapkan adanya fenomena anomali yang mengindikasikan
adanya bentuk pasar yang tidak efisien, sehingga fenomena month-of-the-yeareffect terjadi.
Siswanto (2001) menguji pengaruh bulan perdagangan saham terhadap
Indeks komposit saham yang di Bursa Efek Jakarta pada periode 1993 hingga 1999
dengan metode ARIMA. Hasil penelitian menunjukan bulan perdagangan Januari
22
dan November berpengaruh positif kepada return pasar. Berdasarkan penelitian
tersebut peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut :
H1
: Bulan perdagangan berpengaruh positif terhadap return pasar saham
di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Marret dan Worthington (2011) melakukan penelitian terhadap pasar saham di
Australia tentang fenomena month-of-the-year-effect berdasarkan pasar secara
keseluruhan, ukuran perusahaan dan sektor industri. Hasil penelitian ini adalah pada
tingkat pasar ditemukan return yang secara signifikan lebih tinggi pada bulan April,
Juli, dan Desember dimana pada bulan-bulan tersebut hampir 3 kali lebih tinggi
dibandingkan bulan-bulan lainnya.
Banaka (2014) melakukan Penelitian yang menguji pengaruh bulan
perdagangan terhadap return saham pada masing-masing sektor industri di Bursa
Efek Indonesia. Hasil penelitian ini ditemukan bahwa bulan perdagangan memiliki
pengaruh yang berbeda-beda terhadap return saham di masing-masing sektor di
Bursa Efek Indonesia. Ada beberapa sektor yang terpengaruh dan ada yang tidak
terpengaruh. Sektor Pertanian (AGRI), Industri Dasar (BASIC-IND), Pertambangan
(MINING), dan Aneka Industri (MISC) tidak terbukti terpengaruh oleh bulan
perdagangan. Bulan perdangan yang berpengaruh untuk Sektor Barang Konsumsi
(CONSUMER) adalah Agustus dengan pengaruh negatif. Untuk Sektor Keuangan
(FINANCE) bulan perdagangan yang berpengaruh adalah Mei dan Agustus,
keduanya
memiliki
pengaruh
negatif.
Untuk
Sektor
Infrastruktur
(INFRASTRUCTURE) bulan yang berpengaruh adalah Mei dan Agustus, keduanya
23
memiliki pengaruh negatif. Untuk Sektor Manufaktur (MANUFACTURE) bulan yang
berpengaruh
adalah
Juli
dengan
pengaruh
positif.
Untuk
Sektor
Properti
(PROPERTY) bulan yang berpengaruh adalah Agustus, dengan pengaruh negatif.
Kemudian untuk Sektor Perdagangan (TRADE) bulan yang berpengaruh adalah April
dengan pengaruh positif, dan Agustus dengan pengaruh negatif. Berdasarkan
penelitian tersebut, maka peneiti mengajukan hipotesis sebagai berikut :
H2
: Bulan perdagangan berpengaruh berbeda terhadap return pasar
saham pada kelompok industri (sektoral) di Bursa Efek Indonesia(BEI).
Berdasarkan beberapa penelitian yang mencoba meneliti tentang Januari
Effect di Indonesia dengan menggunakan salah satu teori yang paling sering
diajukan adalah fenomena window dressing bahwa January effect di Bursa saham
Indonesia tidak terbukti ada yang disebabkan karena adanya perbedaan budaya
antara Amerika dengan Indonesia sehingga muncul perbedaan perilaku investor.
Meskipun January Effect tidak ditemukan di pasar saham Indonesia,
beberapa penelitian menemukan adanya anomali lain, yaitu April Effect. April Effect
merupakan sebuah fenomena dimana return saham pada bulan April cenderung
lebih tinggi dibandingkan dengan return saham pada bulan-bulan lainnya.
Berdasarkan penelitian tersebut, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai
berikut:
H3
: April Effect terjadi pada Bursa Efek Indonesia (BEI).
Download