ABSTRAK Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga peradilan yang memiliki kedudukan fital dalam penyelenggaran negara di Indonesia. Mahkamah konstitusi berwenang dalam mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. Lembaga ini memiliki beberapa kewenangan dalam menguji Undangundang terhadap Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia tahun 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Pada bulan oktober 2013 telah terjadi tindak pidana yang dilakukan oleh salah satu hakim Mahkamah Konstitusi Akil Muchtar, yang pada saat itu berkedudukan sebagai ketua Mahkamah Konstitusi. Akil Muchtar diduga telah menerima suap dari pengurusan sengketa Mahkamah Konstitusi tentang Gunung Mas dan Lebak Banten. Penelitian ini mengemukakan apakah pasal 64 KUHP dapat diterapkan terhadap Akil Muchtar dalam dugaan tindak pidana korupsi pengurusan sengketa pilkada Gunung Mas dan Lebak Banten di Mahkamah Konstitusi dan juga memberikan pertimbangan untuk kontra memori kasasi yang akan diajukan Jaksa Penuntut Umum atas ketiadaan penjatuhan pidana denda dan uang pengganti dalam putusan terhadap terdakwa Akil Muchtar. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, untuk memberikan gambaran menyeluruh dan sistematis mengenai norma hukum, asas hukum, dan pengertian hukum yang terdapat dalam peraturan hukum yang berlaku, yang dapat diterapkan dalam menganalisis penerapan concursus dalam tindak pidana dan juga dapat menganalisis alasan pertimbangan Jaksa Penuntut Umum dalam Kontra Memori Kasasinya atas ketiadaan penjatuhan pidana denda dan uang pengganti pada putusan PN Jakarta Pusat terhadap terdakwa Akil Muchtar. Metode penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif yaitu dengan melihat studi dokumen untuk mempelajari data sekunder yang terkumpul berupa bahan-bahan hukum yang ada kaitannya dengan permasalahan yang diteliti. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa sistem concursus yang terdapat dalam KUHP khususnya pada penjelasan tentang perbuatan berlanjut dapat diterapkan dalam 2 kasus yang telah terjadi pada kasus suap pengurusan sengketa pilkada Gunung Mas dan Lebak Banten karena persyaratan dalam perbuatan berlanjut telah terpenuhi melalui 2 kasus tersebut dan juga alasan ketiadaan penjatuhan pidana denda dan uang pengganti pada putusan PN terhadap terdakwa Akil Muchtar dapat menjadi pertimbangan Jaksa Penuntut Umum karena hal tersebut tidak sesuai dengan tujuan pemidanaan terutama dalam tujuan pemberantasan tindak pidana korupsi, karena pasal-pasal di dalam tindak pidana korupsi yang ada pada UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memiliki kekhusan dalam ancaman hukumannya yang berupa pidana penjara dan denda minimal dan maksimal dan hal tersebut harus tertuang di dalam putusan hakim yang mengadili tindak pidana korupsi tersebut.