BAB V KESIMPULAN Kritik sastra feminis merupakan kritik sastra yang menempatkan perempuan sebagai subjek atau pusat dalam sudut pandangnya. Perempuan merupakan hal paling penting dalam analisis kritik sastra feminis. Kritik sastra feminis mendeteksi adanya ketidakadilan gender yang diangkat dalam karyakarya sastra. Melalui karya sastra yang bermuatan ketidakadilan gender, akan ditemukan potensi perempuan yang bertahan dalam masyarakat yang hidup dalam sistem patriarkat. Potensi itulah yang kemudian menghasilkan gerakan-gerakan perempuan untuk menuntut keadilan bagi kaumnya. Ketidakadilan yang dirasakan perempuan dalam masyarakat dengan sistem patriarkat diakibatkan munculnya stereotip-stereotip negatif masyarakatnya, khususnya laki-laki kepada perempuan akibat sistem tersebut. Kritik sastra feminis berusaha mengangkat ketidakadilan gender tersebut agar sama-sama dipahami oleh masyarakat yang khususnya perempuan sebab masih banyak perempuan yang tidak sadar bahwa dirinya adalah korban ketidakadilan gender. Pengarang berusaha mengungkapkan fenomena yang terjadi dalam masyarakat melalui karya sastra yang direpresentasikan melalui tokohtokoh, bahasa yang digunakan, dan ide-ide yang diangkat oleh pengarang. Berdasarkan hasil analisis, dapat dikatakan bahwa ada unsur gerakan feminis sosialis yang ditampilkan dan direpresentasikan dalam novel PEPL melalui tokoh A. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui identifikasi tokoh profeminis dan tokoh 78 79 kontrafeminis, analisis aspek kebahasaan yang digunakan pengarang, dan analisis ide-ide feminis dalam novel tersebut. Kritik sastra feminis sosialis mempunyai visi dasar, yakni menyadarkan perempuan yang secara tidak sadar menerima begitu saja sistem yang menempatkannya sebagai kelas kedua dalam masyarakat. Pada tahap awal analisis novel PEPL, dilakukan identifikasi tokoh. Identifikasi tokoh perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana bentuk opresi yang dialami tokoh-tokoh dalam novel PEPL. Dalam identifikasi tokoh, analisis kritik sastra feminis tokoh dibagi menjadi dua golongan, yakni tokoh profeminis dan tokoh kontrafeminis. Tokoh profeminis merupakan tokoh yang mendukung gerakan-gerakan feminis. Tokoh yang memiliki pikiran terbuka terhadap kesetaraan gender merupakan ciri utama tokoh profeminis. Tokoh profeminis dalam novel PEPL selain tokoh perempuan juga terdapat tokoh laki-laki. Tokoh profeminis perempuan dalam novel PEPL adalah tokoh A dan tokoh Ibu. Tokoh A melakukan gerakan untuk menyadarkan perempuan dari posisinya yang tertindas. Tokoh Ibu, sebagai perempuan, tidak membeda-bedakan anak laki-laki dan perempuannya dari hal apapun termasuk pendidikan. Seperti yang telah disebutkan di atas, selain tokoh perempuan, dalam novel PEPL juga terdapat tokoh laki-laki yang bersifat profeminis. Tokoh Ayah dan tokoh Rik adalah tokoh laki-laki yang profeminis. Kedua tokoh laki-laki tersebut tidak membeda-bedakan kedudukan laki-laki dan perempuan berdasarkan jenis kelamin. Golongan kedua yakni tokoh kontrafeminis dalam novel PEPL terdiri atas tiga tokoh, yakni tokoh Bibi gemuk, Bibi kurus, dan Nik. Tokoh perempuan kontrafeminis dalam novel ini tanpa sadar telah mendukung sistem patriarkat yang 80 sebenarnya menempatkan keduanya sebagai korban. Sistem patriarkat menyebabkan masyarakatnya berpikiran negatif kepada perempuan. Tindakantindakan yang lumrah dilakukan laki-laki bisa jadi hal yang tabu dilakukan oleh perempuan. Perbedaan-perbedaan itulah yang melahirkan ketidakadilan gender, sedangkan tokoh laki-laki kontrafeminis dalam novel ini tidak bisa menerima kemajuan yang dilakukan oleh tokoh perempuan. Tokoh Nik tidak dapat menerima jika perempuan bisa menjadi pemimpin dalam sebuah kelompok atau dalam sebuah perusahaan. Aspek kebahasaan yang menjadi fokus dalam analisis ini adalah pemilihan kata dan gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang. Menganalisis pemilihan kata yang digunakan oleh pengarang dapat mengungkapkan fakta bahwa selain penyebab ketidakadilan gender dalam masyarakat. Pada diksi yang menunjukkan simbol feminin dan maskulin didapatkan beberapa kata yang dinilai hanya pantas digunakan untuk laki-laki dan tidak pantas digunakan kepada perempuan begitu juga sebaliknya. Selanjutnya, pada diksi stereotip gender ditemukan diksi yang menunjukkan adanya subordinasi kaum perempuan oleh laki-laki melalui katakata yang digunakan oleh laki-laki. Laki-laki memiliki wewenang untuk memerintah perempuan dan memutuskan kehendaknya. Hal tersebut disebabkan oleh anggapan bahwa perempuan adalah sosok yang lemah. Selain itu, dalam pilihan kata yang ditemukan dalam masyarakat dengan sistem patriarkat, laki-laki menjadi subjek aktif dan perempuan menjadi objek pasif yang hanya bisa menerima apa yang diputuskan oleh laki-laki. Dari analisis pemilihan diksi, juga ditemukan adanya gerakan perempuan untuk mengakhiri ketertindasannya dari sistem yang menempatkannya di posisi yang tidak menguntungkan. Gaya bahasa 81 yang digunakan oleh pengarang dalam novel PEPL, meliputi satire, metafora, repetisi, dan simile. Penggunaan gaya bahasa dalam karya sastra selain untuk menimbulkan keestetisan juga untuk menunjukkan makna-makna yang ingin diungkapkan oleh pengarang. Selanjutnya, yang terakhir adalah analisis ide-ide feminis. Ide-ide feminis merupakan gagasan-gagasan pengarang yang mengandung muatan feminis. Selain menceritakan tentang gerakan feminis yang dilakukan oleh tokoh dalam novel PEPL, ide-ide feminis berisi solusi dan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Ide-ide feminis dalam novel PEPL sejalan dengan misi feminis sosialis. Seorang perempuan harus berani bertanggung jawab, mandiri, berani menentang sistem patriarkat, dapat menentukan nasibnya sendiri, dan berani berpikir kritis. Dalam novel PEPL, gerakan perempuan untuk menyetarakan kedudukan antara perempuan dan laki-laki sudah tampak. Gerakan yang dilakukan oleh tokoh A telah menunjukkan hasilnya. Beberapa perempuan telah berani menghadapi kesendiriannya, terutama perempuan-perempuan yang ditinggalkan oleh laki-laki dengan cara yang tidak baik, seperti dicampakkan saat hamil. Gerakan tokoh A berusaha mendobrak sistem patriarkat yang menyebabkan perempuan menjadi kelas kedua dalam masyarakat patriarkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa novel PEPL memiliki unsur feminis sosialis.