BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sulawesi termasuk Indonesia bagian timur yang terletak diantara pertemuan tiga lempeng tektonik, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng IndiaAustralia, dan Lempeng Pasifik-Filipina (Hall dan Wilson, 2000) (Gambar 1.1.). Gambar 1.1. Peta tektonik Indonesia yang menunjukkan Pulau Sulawesi terletak di antara tiga lempeng tektonik yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng India-Australia, dan Lempeng Pasifik-Filipina (Hall dan Wilson, 2000). Carlile (1983) membagi Sulawesi menjadi dua daerah litotektonik yang berbeda yaitu litotektonik bagian barat dan litotektonik bagian timur. Litotektonik bagian barat didominasi oleh batuan gunungapi yang bersifat calc-alkaline dan batuan intrusif (magmatic arc) berumur Miosen. Litotektonik bagian timur, termasuk lengan kepulauan bagian timur dan tenggara, terdiri dari batuan 1 metasedimen, ultrabasa, dan ofiolit yang berkaitan langsung dengan peristiwa tektonik (Carlile, 1983). Beberapa endapan porfiri, logam dasar (base metal), dan mineralisasi epitermal di Sulawesi juga berhubungan dengan konfigurasi tektonik ini. Salah satu yang menarik dari endapan mineralisasi tersebut adalah mineralisasi emas pada daerah Poboya, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Ketidakhadiran dari batuan vulkanik dan subvulkanik yang biasanya berasosiasi dengan sistem epitermal seperti Endapan Emas Hishikari, Jepang dan Endapan Emas Champagne Pool, New Zeland (Corbett dan Leach, 1997), menjadi daya tarik untuk melakukan penelitian di daerah ini. Saat ini Poboya merupakan salah satu daerah kontrak karya P.T. Citra Palu Mineral (PT CPM). Mineralisasi emas yang terjadi pada daerah Poboya termasuk mineralisasi epitermal sulfidasi rendah (Wajdi et al., 2011). Secara regional, mineralisasi tersebut berasosiasi dengan sesar Palu yang berarah sinistral (Wajdi et al., 2011). P.T. CPM telah melakukan penelitian pada daerah prospek Poboya yang kemudian dipublikasikan pada tahun 2011 dalam jurnal yang berjudul “Metamorphic Hosted Low Sulphidation Epithermal Gold System at Poboya, Central Sulawesi: A General Descriptive”. Namun dari penelitian tersebut belum membahas secara detil tentang alterasi, mineralisasi hingga inklusi fluida untuk mengetahui temperatur pada saat mineralisasi terbentuk, guna mengetahui karakteristik jenis endapan yang berada pada daerah Poboya. Hal inilah yang mendasari mengapa penelitian ini penting dilakukan. 2 1.2. Perumusan Masalah Dalam penelitian ini penulis merumuskan persoalan dalam bentuk pertanyaan : 1. Bagaimana aspek kontrol geologi terhadap mineralisasi dan alterasi hidrotermal pada daerah penelitian? 2. Bagaimana karakteristik mineralisasi dan alterasi hidrotermal pada daerah penelitian? 3. Bagaimana karakteristik fluida hidrotermal yang membentuk endapan emas pada daerah penelitian? 4. Bagaimana proses pembentukan/genesa endapan emas pada daerah penelitian? 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik endapan emas epitermal pada daerah Poboya, Palu, Sulawesi Tengah. Adapun tujuan penelitian ini yaitu : 1. Untuk memahami aspek kontrol geologi terhadap mineralisasi dan alterasi hidrotermal pada daerah penelitian. 2. Untuk mengetahui karakteristik alterasi hidrotermal dan mineralisasi pada daerah penelitian. 3. Untuk mengetahui karakteristik fluida hidrotermal yang membentuk endapan emas pada daerah penelitian. 4. Untuk mengetahui proses pembentukan/genesa endapan emas pada daerah 3 penelitian. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para ahli geologi diantaranya: 1. Menjadi bahan pembelajaran dan menambah pemahaman terhadap karakteristik endapan epitermal khususnya yang berada pada daerah prospek Poboya. 2. Menghasilkan peta geologi dan alterasi daerah prospek Poboya. 3. Menyediakan data hasil analisis mineralogi dan fluida hidrotermal yang terkait dengan daerah prospek Poboya. 4. Menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat menjadi bahan diskusi untuk pengembangan keilmuan dimasa yang akan datang. 5. Memberikan kontribusi besar kepada para ahli geologi untuk menambah pengetahuan mengenai karakteristik endapan emas khususnya yang terbentuk di daerah Poboya, sehingga dapat lebih memudahkan para ahli geologi untuk melakukan eksplorasi yang menyangkut endapan epitermal di tempat yang lainnya. 1.5. Letak dan Kesampaian Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan kontrak karya PT CPM Blok I. Secara administratif daerah penelitian terletak pada Kelurahan Mantikolure Kecamatan Palu Timur Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah dengan luas area sekitar 1,3 km2 4 (Gambar 1.2.). Secara astronomis daerah penelitian berada pada koordinat 11956’20”BT - 11956’55”BT dan 051’35”LS - 052’10”LS serta berada 12 km di sebelah Timurlaut kota Palu. Lokasi penelitian dapat ditempuh dengan pesawat komersil dengan rute Yogyakarta – Palu selama 1 jam 25 menit. Dari kota Palu perjalanan dapat dilanjutkan dengan kendaraan beroda dua/empat selama 30 menit. Gambar 1.2. Peta lokasi daerah penelitian yang dimodifikasi dari Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar 2015 – 32 (Bakosurtanal, 1991). 1.6. Batasan Pembahasan Batasan pembahasan dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian. Adapun batasan pembahasan mencakup: 5 1. Kontrol geologi hanya dibatasi pada struktur geologi yang mengontrol proses pembentukan/genesa endapan emas pada daerah penelitian. Interpretasi geologi yang mengontrol proses pembentukan endapan emas pada daerah penelitian direkonstruksi dengan menggunakan konsep sesar geser Moody dan Hill (1956). 2. Karakteristik alterasi ditentukan berdasarkan hasil analisis petrografi menggukanan sampel batuan permukaan dan sampel intibor yang mewakili setiap jenis batuan. 3. Karakteristik mineralisasi ditentukan berdasarkan hasil analisis mikroskopis bijih dengan hanya menggunakan sampel intibor karena pada singkapan permukaan tidak dijumpai indikasi kehadiran mineral bijih. 4. Karakteristik fluida hidrotermal ditentukan berdasarkan hasil analisis mikrotermometri inklusi fluida dari 2 sampel vein kuarsa intibor (POBO36-2 dan POBO38-29) karena sangat sulit menemukan inklusi fluida pada sampel vein kuarsa intibor lainnya. Analisis mikrotermometri untuk sampel sinter silika tidak dapat dilakukan karena sampel yang diperoleh dari singkapan permukaan dalam kondisi lapuk sehingga sulit dilakukan preparasi untuk dianalisis lebih lanjut. 5. Interpretasi model genetik endapan yang dibuat berdasarkan hasil data di lapangan, analisis laboratorium, data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber, serta dari hasil studi pustaka. 6 1.7. Peneliti Terdahulu Beberapa penelitian menyangkut kondisi geologi telah dilakukan di daerah ini, antara lain: 1. Kavalieris, dkk (1992), melakukan penelitian tentang tatanan tektonik dan tipe mineralisasi lengan utara Sulawesi. Kavalieris dkk menjelaskan bahwa evolusi lengan utara Sulawesi terjadi dalam dua tahap yang dipisahkan oleh kolisi antara lengan utara dan mikrokontinen Sula pada Miosen Tengah. Mineralisasi yang terjadi di lengan utara Sulawesi terdiri dari mineralisasi porfiri Cu-Au dan Mo berumur 2-4 juta tahun lalu berdasarkan hasil penarikan umur K-Ar. 2. Hawke dan Leach (1995), melakukan penelitian tentang petrografi, XRD, dan inklusi fluida pada 1 sampel permukaan dan 3 sampel batuan intibor dari salah satu lubang bor prospek Poboya. Mineral alterasi yang dijumpai antara lain albit, karbonat, epidot, klorit. Mineral bijih yang dijumpai antara lain pirit, kalkopirit, dan emas. Analisis pada inklusi fluida primer dari sampel vein kalsit menunjukkan temperatur sekitar 200 - 225°C. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa emas yang terbentuk pada daerah Poboya berasal dari proses boiling yang ditandai dengan kehadiran mineral kalsi dalam bentuk berbilah-bilah (bladed). 3. Sillitoe (1997), melakukan penelitian tentang karakteristik dan pengontrol dari endapan porfiri Au-Cu dan epitermal pada regional sirkum pasifik. Dalam penelitiannya, Sillitoe menerangkan bahwa endapan porfiri dan epitermal kebanyakan berhubungan dengan tatanan tektonik, batas litologi, dan berasosiasi dengan sistem flow‐dome atau maar‐diatreme. 7 4. Van Leeuwen dan Pieters (2011), melakukan penelitian mengenai endapan mineral Sulawesi. Dalam bukunya, Van Leeuwen dan Pieters menjelaskan bahwa endapan emas di daerah Poboya menunjukkan karakter khas endapan epitermal. Emas yang terbentuk tidak dapat terlihat langsung pada sampel batuan. Emas tersebut hadir dalam bentuk inklusi di dalam pirit dengan diameter 50 mikron. Tatanan struktur geologi pada daerah Poboya cenderung sangat kompleks. 5. Wajdi, dkk (2011), melakukan penelitian mengenai geologi, alterasi, dan mineralisasi khusus daerah Poboya dan sekitarnya. Wajdi dkk menjelaskan bahwa secara geologi, daerah penelitian cukup kompleks. Tersusun atas Formasi Tinombo beranggotakan batuan metavolkanik dan gneiss di sebelah barat, serta batuan metamorf dari Kompleks Toboli di sebelah timur. Penelitian mengenai struktur geologi menunjukkan sistem vein Poboya terdapat di sepanjang selatan-barat sesar normal yang terbentuk akibat tekanan transtensional berasosiasi dengan terbentuknya teluk Palu. Diinterpretasikan bahwa pembentukan sesar di daerah ini diikuti oleh pembentukan mineralisasi. Mineralisasi di daerah Poboya diinterpretasikan sebagai endapan epitermal sulfidasi rendah dengan batuan metamorf sebagai batuan induk (host rock). 6. Kusmanto, dkk (2015), melakukan penelitian tentang pengaruh alterasi terhadap kekuatan batuan menurut klasifikasi point load index di endapan emas-perak Prospek Poboya Uji point load dilakukan pada conto inti bor pada batuan samping dan tubuh bijih yang meliputi monzonit, porfiri feldspar, granodiorit, gneis, sekis, breksi hidrotermal, dan vein. Batuan-batuan samping 8 tersebut mengalami ubahan/alterasi akibat proses hidrotermal yaitu kaolin-illit, smektit, klorit, albit-klorit, epidot-klorit dan silisifikasi. Hasil uji point load memperlihatkan perbedaan nilai dari batuan yang sama tapi memiliki perbedaan tipe alterasi. Alterasi batuan mempengaruhi kekerasan dan kekuatan batuan karena terjadinya perubahan mineral asal penyusun batuan. 7. Van Leuwen, dkk (2016), melakukan penelitian mengenai asal dan evolusi Kompleks Metamorf Palu dan hubungannya dengan Gondwana dan Sundaland. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa Kompleks Metamorf Palu terdiri dari batuan kerak benua Gondwana, termasuk protolith batuan beku yang berumur Trias. Termasuk pula protolith batuan sedimen yang berumur Kapur dan Paleogen yang berasal dari margin Sundaland, batuan metamorf high-pressure dan ultrahigh-pressure berasal dari bagian lempeng tektonik, dan bagian dari kerak samudra Meso-Tethys. Kejadian metamorfisme kontak yang besar terjadi di akhir Miosen hingga pertengahan Pliosen pada aktivitas tektonik ekstensional yang melibatkan magmatisme felsic, metamorfisme Buchan-type dan perkembangan inti kompleks metamorf. Kompleks Metamorf Palu dan batuan granitoid muda mengalami pengangkatan, tersingkap, dan mendingin secara cepat pada Kala Pliosen. 1.8. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai karakteristik endapan emas pada daerah Poboya seperti analisis petrografi, mikroskopis bijih, dan inklusi fluida masih sangat terbatas. Penelitian sebelumnya oleh Zhang dan Merchant (1996) dalam Wajdi et 9 al. (2011) melakukan analisis petrologi pada empat (4) sampel dari lubang bor prospek Poboya yaitu satu sampel quartz pyroxene monzonite dan tiga sampel mafic monzonite yang kurang kuarsa. Penelitian tentang inklusi fluida oleh Hawke dan Leach (1995) hanya menggunakan 1 sampel dari lubang bor PB03 dan hanya menunjukkan temperatur homogenisasinya (Th), sehingga temperatur pelelehan (Tm) dan salinitasnya belum diketahui. Sedangkan penulis akan melakukan penelitian dengan sampel yang berbeda dan lebih banyak yaitu 26 sampel, baik dari permukaan maupun intibor, analisis yang lebih mendalam serta menghasilkan peta yang lebih detail (skala 1:5000) sehingga dapat menjelaskan secara mendalam tentang alterasi, mineralisasi, dan fluida hidrotermal pada daerah penelitian. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya, baik yang bersifat regional maupun bersifat lokal. 10