bab ii tinjauan pustaka

advertisement
25
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori Keputusan Keuangan
Sartono (2001) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Keuangan
Teori dan Aplikasi mengatakan bahwa pada prinsipnya fungsi utama manajer
keuangan
meliputi : pengambilan keputusan investasi, pengambilan
keputusan pembelanjaan (pendanaan), dan kebijakan dividen. Ketiga
keputusan tersebut diimplementasikan dalam kegiatan sehari-hari perusahaan
untuk meningkatkan nilai perusahaan.
Fungsi pertama menyangkut tentang keputusan alokasi dana baik dana
yang berasal dari dalam perusahaan maupun dana yang berasal dari luar
perusahaan pada berbagai bentuk investasi. Keputusan investasi adalah
masalah bagaimana manajer keuangan harus mengalokasikan dana kedalam
bentuk – bentuk investasi yang akan dapat mendatangkan keuntungan di masa
yang
akan
datang.
Secara
garis
besar
keputusan
investasi
dapat
dikelompokkan ke dalam investasi jangka pendek dan jangka panjang.
Keputusan investasi ini akan tercermin pada sisi aktiva dalam neraca
perusahaan. Bentuk, macam dan komposisi dari investasi tersebut akan
mempengaruhi dan menunjang tingkat keuntungan di masa depan yang
diharapkan dari investasi tersebut tidak dapat diperkirakan secara pasti.
Peran manajer keuangan dalam pemenuhan kebutuhan dana tidak lagi
terbatas dalam satu negara melainkan terbuka kesempatan untuk menarik
26
dana dari investor asing. Pemahaman transaksi internasional menjadi sangat
penting. Perusahaan dapat mengurangi ketergantungan dana dari perbankan
melalui penemuan baru instrumen pasar uang dan modal. Keputusan
pendanaan ini sering disebut sebagai kebijakan struktur modal. Pada
keputusan ini manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dan
menganalisis kombinasi dari sumber-sumber dana yang ekonomis bagi
perusahaan guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan
usahanya.
Dividen merupakan bagian keuntungan yang dibayarkan oleh
perusahaan kepada para pemegang saham. Pada prinsipnya kebijakan dividen
menyangkut tentang keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan
seharusnya dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau
sebaiknya ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembelanjaan investasi di
masa datang. Apabila manajer keuangan memutuskan untuk membagikan
laba yang diperoleh dalam bentuk dividen, maka ketergantungan terhadap
sumber dana eksternal menjadi semakin besar. Sebaliknya apabila manajer
keuangan memandang bahwa perusahaan telah memiliki financial leverage
yang tidak menguntungkan, maka sebaiknya laba yang diperoleh ditahan
untuk memperbaiki struktur modal perusahaan. Perusahaan yang berada
dalam tahap pertumbuhan cenderung untuk menahan labanya karena
memerlukan sumber dana intern untuk pembelanjaan investasi.
27
2.2 Tinjauan Keputusan Pendanaan
Keputusan pendanaan menyangkut keputusan tentang bentuk dan
komposisi pendanaan yang akan dipergunakan oleh perusahaan (Husnan,
2002). Keputusan pendanaan merupakan kebijakan yang diambil oleh pihak
manajemen dalam rangka memperoleh sumber dana sehingga dapat
digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan. Keputusan yang diambil
oleh manajemen dalam pencarian sumber dana tersebut sangat dipengaruhi
oleh para pemilik/pemegang saham. Sesuai dengan tujuan utama perusahaan
adalah untuk meningkatkan kemakmuran para pemegang saham, maka setiap
kebijakan yang akan diambil oleh pihak manajemen selalu dipengaruhi oleh
keinginan para pemegang saham (Brigham, 1983).
Dasar keputusan pendanaan atau kebijakan pendanaan berkaitan
dengan sumber dana, baik itu sumber internal maupun sumber eksternal.
Modal internal berasal dari laba ditahan, sedangkan modal eksternal adalah
dana yang berasal dari para kreditur dan pemilik, peserta atau pengambil
bagian didalam perusahaan. Modal yang berasal dari kreditur adalah
merupakan utang perusahaan. Modal ini sering disebut dengan pembelanjaan
asing/utang (Riyanto, 1997).
Pada prakteknya dana-dana yang dikelola perusahaan harus dikelola
dengan baik, karena masing-masing sumber dana tersebut mengandung
kewajiban pertanggungjawaban kepada pemilik dana. Proporsi antara modal
sendiri (internal) dengan modal pinjaman (eksternal) harus diperhatikan,
28
sehingga dapat diketahui beban perusahaan terhadap para pemilik modal
tersebut.
2.3 Tinjauan Tentang Utang
Kebijakan utang termasuk kebijakan pendanaan perusahaan yang
bersumber dari eksternal. Penentuan kebijakan utang ini berkaitan dengan
struktur modal karena utang merupakan salah satu komposisi dalam struktur
modal. Perusahaan dinilai berisiko apabila memiliki porsi utang yang besar
dalam struktur modal, namun sebaliknya apabila perusahaan mengunakan
utang yang kecil atau tidak sama sekali maka perusahaan dinilai tidak dapat
memanfaatkan tambahan modal eksternal yang dapat meningkatkan
operasional perusahaan (Mamduh, 2004).
Kebijakan utang merupakan bagian dari perimbangan jumlah utang
jangka pendek (permanen), utang jangka panjang, saham preferen dan saham
biasa dan perusahaan akan berusaha mencapai suatu tingkat struktur modal
yang optimal (Soesito, 2008). Dengan adanya kebijakan utang akan
meningkatkan tingkat risiko atas arus pendapatan perusahaan. Semakin besar
utang, semakin besar pula kemungkinan terjadinya perusahaan tidak mampu
membayar kewajiban tetap berupa bunga dan pokoknya. Risiko kebangkrutan
akan semakin tinggi karena bunga akan meningkat lebih tinggi daripada
penghematan pajak. Oleh karena itu, perusahaan harus sangat hati-hati dalam
menentukan kebijakan utangnya karena peningkatan penggunaan utang akan
menurunkan nilai perusahaannya (Sujoko dan Soebiantoro, 2007).
29
Keputusan pembiayaan melalui utang mempunyai batasan sampai
seberapa besar dana dapat diperoleh. Perusahaan yang menggunakan semakin
banyak utang maka akan meningkatkan beban bunga dan pokok pinjaman
yang harus dibayar. Hal ini memperbesar kemungkinan perusahaan
menghadapi default, yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran
utang pada waktunya akibat kewajiban yang semakin besar.
Menurut Munawir (2007) utang adalah semua kewajiban keuangan
perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, di mana utang ini
merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditur.
Utang terdiri atas utang lancar (utang jangka pendek) dan utang tidak lancar
(utang jangka panjang).
1.
Utang lancar (utang jangka pendek)
Utang lancar yaitu kewajiban keuangan perusahaan yang
pelunasannya atau pembayarannya akan dilakukan dalam jangka pendek
(satu tahun sejak tanggal neraca) dengan menggunakan aktiva lancar
yang dimiliki oleh perusahaan.
2.
Utang tidak lancar (utang jangka panjang)
Utang tidak lancar yaitu kewajiban keuangan yang jangka waktu
pembayarannya (jatuh temponya) masih jangka panjang (lebih dari satu
tahun sejak tanggal neraca).
Sedangkan menurut Riyanto (1997), utang dapat digolongkan ke
dalam tiga jenis, yaitu :
30
1.
Utang jangka pendek (short-term debt), yaitu utang yang jangka
waktunya kurang dari satu tahun. Sebagian besar utang jangka pendek
terdiri dari kredit perdagangan, yaitu kredit yang diperlukan untuk dapat
menyelenggarakan usahanya, meliputi kredit rekening koran, kredit dari
penjual (levancier crediet), kredit dari pembeli (afnemers crediet), dan
kredit wesel.
2.
Utang jangka menengah (intermediate-term debt), yaitu utang yang
jangka waktunya lebih dari satu tahun dan kurang dari sepuluh tahun.
Kebutuhan membelanjai usaha melalui kredit ini karena adanya
kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi melalui kredit jangka pendek
maupun kredit jangka panjang. Bentuk utama dari utang jangka
menengah adalah term loan dan lease financing.
3.
Utang jangka panjang (long term debt) yaitu utang yang jangka
waktunya lebih dari sepuluh tahun. Utang jangka panjang ini digunakan
untuk membiayai ekspansi perusahaan. Bentuk utama dari utang jangka
panjang adalah pinjaman obligasi (bonds-payable) dan pinjaman hipotik
(mortage).
2.4 Tinjauan Tentang Leverage
Dalam sebuah perusahaan, baik itu perusahaan industri, jasa, maupun
perusahaan dagang dalam beroperasi selain menggunakan modal kerja, juga
menggunakan aktiva tetap, seperti tanah, bangunan pabrik, mesin, kendaraan
dan peralatan lainnya yang mempunyai masa manfaat jangka panjang atau
lebih dari satu tahun. Dengan penggunaan aktiva tersebut perusahaan harus
31
menanggung biaya yang bersifat tetap, misalnya berupa penyusutan.
Penggunaan sumber-sumber pembiayaan perusahaan, baik yang merupakan
sumber pembiayaan jangka pendek maupun sumber pembiayaan jangka
panjang akan menimbulkan suatu efek yang disebut dengan leverage.
Menurut Abdul Halim (2007) dalam bukunya Manajemen Keuangan Bisnis
menerangkan bahwa yang dimaksud dengan leverage adalah penggunaan
asset atau dana, dimana atas penggunaan tersebut perusahaan harus
menanggung beban tetap atau berupa bunga. Selain itu, leverage sering
diartikan sebagai pendongkrak kinerja perusahaan dan identik dengan utang.
Pasalnya, utang maupun pinjaman memang bisa mendongkrak kinerja
perusahaan dibandingkan jika perusahaan hanya mengandalkan kekuatan
modalnya sendiri. Berdasarkan pada pernyataan-pernyataan tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa leverage dalam suatu perusahaan sangat
dibutuhkan untuk menunjang kegiatan operasi perusahaan yang memerlukan
banyak biaya.
Menurut Mardiyanto (2008), dikaitkan dengan manajemen keuangan,
biaya tetap (yang berasal dari aktivitas operasi dan keuangan) dapat
dipandang sebagai suatu leverage, yang sanggup menghasilkan (mengungkit)
laba yang lebih besar. Sebaliknya, leverage pun berpotensi menimbulkan
kerugian yang lebih besar. Bilamana tingkat leverage operasi sudah relatif
tinggi, perusahaan cenderung untuk mengurangi tingkat leverage keuangan
(mengurangi proporsi utangnya). Demikian juga sebaliknya. Fakta itu
menunjukkan bahwa tingkat leverage berhubungan dengan struktur modal
32
komposisi dan proporsi utang dan ekuitas yang ditetapkan perusahaan untuk
mendanai investasinya. Besar kecilnya leverage sangat tergantung pada
kondisi ekonomi. Weston dan Brigham (1993) menyatakan bila kondisi
ekonomi bagus, sangat memungkinkan perusahaan dapat menutup cost of
capital dari utang, maka leverage yang tinggi akan lebih menguntungkan.
Manfaat dari penggunaan leverage dalam perusahaan adalah :
1.
Untuk memungkinkan perusahaan agar mengkhususkan pengaruh suatu
leverage dalam jumlah penjualan atas laba bagi pemegang saham biasa.
2.
Memungkinkan perusahaan untuk menunjukan hubungan satu sama lain
antara pengaruh operasi dan pengaruh keuangan.
Perhitungan rasio leverage yaitu dihitung dengan membagi total
kewajiban terhadap total aset. Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan
utang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang
didukung oleh utang. Leverage menunjukkan beberapa bagian dari
keseluruhan kebutuhan dana yang dibelanjai dengan utang atau beberapa
bagian dari aktiva yang digunakan untuk menjamin utang. Semakin tinggi
rasio ini maka semakin besar risiko yang dihadapi, dan investor akan
meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Kreditur lebih menyukai
rasio utang yang rendah karena semakin rendah rasio ini, maka semakin
rendah perlindungan terhadap kreditur dalam peristiwa likuidasi. Disisi lain,
pemegang saham akan menginginkan leverage yang lebih besar karena dapat
meningkatkan laba yang diharapkan.
33
2.5 Teori Kebijakan Utang
2.5.1
Trade Off Theory
Teori ini menganggap bahwa penggunaan utang 100% sulit
dijumpai. Kenyataannya semakin banyak utang, maka semakin tinggi
beban yang harus ditanggung. Satu hal yang penting bahwa dengan
meningkatnya utang, maka semakin tinggi probabilitas kebangkrutan.
Beban yang harus ditanggung saat menggunakan utang yang lebih besar
adalah biaya kebangkrutan, biaya keagenan, beban bunga yang semakin
besar dan sebagainya.
Menurut Mamduh (2004) bahwa biaya kebangkrutan dapat cukup
signifikan dapat mencapai 20% nilai perusahaan. Biaya tersebut mencakup
dua hal :
1.
Biaya langsung : biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya
administrasi, pengacara, dan lainnya yang sejenis.
2.
Biaya tidak langsung : biaya yang terjadi karena dalam kondisi
kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan
dengan perusahaan secara normal.
Teori Trade off menjelaskan adanya hubungan antara pajak, risiko
kebangkrutan dan penggunaan utang yang disebabkan keputusan struktur
modal yang diambil perusahaan (Brealey dan Myers, 1991 dalam Mulianti
2010). Teori ini memperbandingkan manfaat dan biaya atau keseimbangan
antara keuntungan dan kerugian atas penggunaan utang. Pada teori ini juga
dijelaskan bahwa sebelum mencapai suatu titik maksimum, utang akan
34
lebih murah daripada penjualan saham karena adanya tax shield.
Implikasinya adalah semakin tinggi utang maka akan semakin tinggi nilai
perusahaan (Mutamimah, 2003 dalam Mulianti, 2010). Namun, setelah
mencapai titik maksimum, penggunaan utang oleh perusahaan menjadi
tidak menarik, karena perusahaan harus menanggung biaya keagenan,
kebangkrutan serta biaya bunga yang menyebabkan nilai saham turun
(Kaaro, 2001 dalam Mulianti, 2010).
2.5.2 Pecking Order Theory
Teori ini pertama kali dikenalkan oleh Donaldson pada tahun 1961
sedangkan penamaan Pecking Order Theory dilakukan oleh Myers 1984
(Pithaloka, 2009). Dalam Pecking Order Theory manajer konsisten dengan
tujuan utama perusahaan yaitu memakmurkan kekayaan pemegang saham.
Pada Pecking Order Theory mengatakan bahwa perusahaan lebih
cenderung memilih pendanaan yang berasal dari internal dari pada
eksternal perusahaan. Penggunaan dana internal lebih didahulukan
dibandingkan dengan penggunaan dana yang bersumber dari eksternal.
Penggunaan sumber pendanaan eksternal oleh perusahaan dilakukan
apabila sumber internal tidak mencukupi.
Menurut Myers (1984) dalam Pithaloka (2009), urutan pendanaan
menurut teori pecking order adalah sebagai berikut :
1.
Perusahaan lebih menyukai internal financing (dana internal). Dana
internal tersebut diperoleh dari laba yang dihasilkan dari kegiatan
perusahaan.
35
2.
peluang investasi mereka, sementara mereka menghindari perubahan
dividen secara drastis.
3.
Perusahaan menyesuaikan target dividen payout ratio terhadap
Kebijakan dividen yang relatif segan untuk diubah, disertai untuk
fluktuasi profitabilitas dan peluang investasi yang tidak dapat diduga,
mengakibatkan bahwa dana hasil operasi kadang-kadang melebihi
kebutuhan dana untuk investasi, meskipun dalam kesempatan lain
mungkin kurang.
4.
Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka
perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih
dahulu. Yaitu dimulai dengan menerbitkan obligasi terlebih dahulu,
kemudian diikuti dengan sekuritas yang berkarakteritik opsi (seperti
obligasi konversi), baru kemudian bila masih belum mencukupi
saham baru diterbitkan.
Dana internal lebih disukai karena memungkinkan perusahaan
untuk tidak perlu “membuka diri lagi” dari sorotan pemodal luar. Kalau
bisa memperoleh sumber dana yang diperlukan tanpa memperoleh
“sorotan dan publisitas publik” sebagai akibat penerbitan saham baru.
Dana eksternal lebih disukai dalam bentuk utang daripada modal sendiri
karena dua alasan. Pertama adalah pertimbangan biaya emisi. Biaya emisi
obligasi lebih murah dari biaya emisi saham baru. Hal ini disebabkan
karena penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama.
Kedua, manajer khawatir kalau penerbitan saham baru akan ditafsirkan
36
sebagai kabar buruk oleh pemodal, dan membuat harga saham akan turun.
asimetrik antara pihak manajemen dengan pihak pemodal (Suad Husnan,
1996 dalam Kartika, 2009).
Hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan adanya informasi
2.5.3 Signaling Theory
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manajer dan pemegang
saham tidak mempunyai akses informasi perusahaan yang sama. Ada
informasi tertentu yang hanya diketahui oleh manajer, sedangkan
pemegang saham tidak tahu informasi tersebut sehingga terdapat informasi
yang tidak simetri (asymmetric information) antara manajer dan pemegang
saham. Akibatnya, ketika struktur modal perusahaan mengalami
perubahan, hal itu dapat membawa informasi kepada pemegang saham
yang akan mengakibatkan nilai perusahaan berubah. Dengan kata lain,
perilaku manajer dalam hal menentukan struktur modal, dapat dianggap
sebagai sinyal oleh pihak luar (Mamduh, 2004).
Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa sinyal adalah
suatu tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan yang
memberikan petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen
memandang prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang
menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan
mengusahakan modal baru dengan cara-cara lain seperti dengan
menggunakan utang.
37
Ross (1977) mengembangkan model dimana struktur modal
(penggunaan utang) merupakan sinyal yang disampaikan oleh manajer ke
pasar. Apabila manajer mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan
baik, dan ingin agar harga saham meningkat, perusahaan ingin
mengkomunikasikan hal tersebut ke investor. Manajer dapat menggunakan
utang lebih banyak, sebagai sinyal yang lebih dapat dipercaya. Hal ini
karena perusahaan yang meningkatkan utang bisa dipandang sebagai
perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang.
Dasar
pertimbangannya
adalah
penambahan
utang
menyebabkan
keterbatasan arus kas dan meningkatnya biaya-biaya beban keuangan
sehingga manajer hanya akan menerbitkan utang baru yang lebih banyak
apabila mereka yakin perusahaan kelak dapat memenuhi kewajibannya.
Investor
diharapkan
akan
menangkap
sinyal
bahwa
perusahaan
mempunyai prospek yang baik. Dengan demikian utang merupakan tanda
atau sinyal positif.
2.6 Tinjauan Tentang Likuiditas
Struktur kekayaan suatu perusahaan erat hubungannya dengan struktur
modalnya. Dengan membandingkan elemen-elemen aktiva dengan elemenelemen pasiva, kita dapat memperoleh suatu gambaran tentang keadaan
keuangan suatu perusahaan. Salah satunya adalah keadaan likuiditas suatu
perusahaan pada saat tertentu.
Likuiditas secara umum dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan
suatu perusahaan untuk dapat membayar utang-utangnya yang telah jatuh
38
tempo (Kasmir, 2008). Likuiditas juga diartikan sebagai kemampuan suatu
perusahaan memenuhi kewajiban keuangannya dalam jangka pendek atau
yang harus segera dibayar (Mamduh, 2004). Perusahaan yang memiliki
kemampuan untuk membayar utang jangka pendek disebut perusahaan yang
likuid.
Dalam melaksanakan aktivitasnya, perusahaan harus melakukan
evaluasi dan pengukuran terhadap apa yang telah dilakukannya sehingga
perusahaan dapat mengambil keputusan yang lebih baik untuk masa yang
akan datang yang dapat dilihat dari perhitungan rasio. Ukuran likuiditas
perusahaan yang sering digunakan adalah current ratio yang merupakan
perbandingan antara aktiva lancar (current asset) dengan utang lancar
(current liabilities). Aktiva lancar umumnya berupa kas, surat berharga,
piutang dagang dan persediaan. Sedangkan utang lancar pada umumnya
berupa utang dagang, pajak yang ditangguhkan, serta biaya-biaya yang
ditangguhkan.
Modal merupakan salah satu sumber daya yang terbatas, dan setiap
badan usaha membutuhkan modal kerja untuk membelanjai operasinya
sehari-hari. Perusahaan secara umum harus mempertahankan jumlah modal
kerja yang menguntungkan yaitu jumlah aktiva lancar yang harus lebih besar
daripada jumlah utang lancar. Hal ini dimaksudkan sebagai jaminan
kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajiban jangka
pendeknya. Pernyataan ini diperkuat oleh Bambang Riyanto (2001) tentang
pendefinisian modal kerja berdasarkan konsep kualitatif:
39
“Oleh karenanya maka modal kerja menurut konsep ini adalah sebagian
dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai
operasinya perusahaan tanpa menganggu likuiditasnya, yaitu yang merupakan
kelebihan aktiva lancar di atas utang lancar.”
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa apabila perusahaan tidak
dapat mempertahankan tingkat modal kerja yang memuaskan, maka
kemungkinan sekali perusahaan akan berada dalam keadaan insolvent (tidak
mampu membayar kewajiban-kewajiban yang sudah jatuh tempo) dan bahkan
mungkin terpaksa harus dilikuidir (bangkrut).
Semakin besar aktiva lancar dapat menutup utang lancar berarti
semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar utang-utangnya yang
artinya perusahaan semakin likuid. Tingkat likuiditas perusahaan hendaknya
diikuti oleh penggunaan dana secara efektif dan efisien, karena apabila terjadi
kelebihan dana yang disebabkan oleh ketidakefektifan penggunaan dana ini
menunjukkan adanya pengendapan dana yang disebut dengan idle money,
dimana kelebihan dana ini bukannya menguntungkan perusahaan tetapi malah
merugikan, sebab dana tersebut tidak bisa menambah keuntungan.
Perhitungan likuiditas perusahaan memberikan manfaat bagi berbagai
pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Pihak yang berkepentingan
adalah pemilik dan manajemen perusahaan untuk menilai kemampuan
mereka sendiri. Sedangkan dari pihak luar yang juga memiliki kepentingan
yaitu kreditur (penyedia dana) dan supplier yang menyalurkan atau menjual
barang pembayaran secara angsuran kepada perusahaan. Bagi kreditur
pengukuran likuiditas merupakan jaminan untuk memberikan pinjaman
selanjutnya. Sementara bagi supplier, digunakan sebagai bahan pertimbangan
40
untuk menyetujui penjualan barang dagangan secara angsuran (Kasmir,
2008).
2.7 Tinjauan Tentang Ukuran Perusahaan (Firm Size)
Menurut Agnes Sawir (2004) ukuran perusahaan dinyatakan sebagai
determinan dari struktur keuangan dalam hampir setiap studi untuk alasan
yang berbeda:
Pertama, ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan
perusahaan memperoleh dana dari pasar modal. Perusahaan kecil umumnya
kekurangan akses ke pasar modal yang terorganisir, baik untuk obligasi
maupun saham. Meskipun mereka memiliki akses, biaya peluncuran dari
penjualan sejumlah kecil sekuritas dapat menjadi penghambat. Jika
penerbitan sekuritas dapat dilakukan, sekuritas perusahaan kecil mungkin
kurang dapat dipasarkan sehingga membutuhkan penentuan harga
sedemikian rupa agar investor mendapatkan hasil yang memberikan return
lebih tinggi secara signifikan.
Kedua, ukuran perusahaan menentukan kekuatan tawar-menawar dalam
kontrak keuangan. Perusahaan besar biasanya dapat memilih pendanaan dari
berbagai
bentuk
utang,
termasuk
penawaran
spesial
yang
lebih
menguntungkan dibandingkan yang ditawarkan perusahaan kecil. Semakin
besar
jumlah
uang
yang
digunakan,
semakin
besar
kemungkinan
kemungkinan pembuatan kontrak yang dirancang sesuai dengan preferensi
kedua pihak sebagai ganti dari penggunaan kontrak standar utang.
41
Ketiga, ada kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan return
membuat perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak
laba. Pada akhirnya, ukuran perusahaan diikuti oleh karakteristik lain yang
mempengaruhi struktur keuangan. Karakteristik lain tersebut seperti
perusahaan sering tidak mempunyai staf khusus, tidak menggunakan rencana
keuangan, dan tidak mengembangkan sistem akuntansi mereka menjadi suatu
sistem manajemen.
Besar (ukuran) perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva,
penjualan dan kapitalisasi pasar. Semakin besar total aktiva, penjualan dan
kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran suatu perusahaan. Ketiga
variabel ini digunakan untuk menentukan ukuran perusahaan karena dapat
mewakili seberapa besar perusahaan tersebut. Semakin besar aktiva maka
semakin besar modal yang ditanam, semakin banyak penjualan maka semakin
banyak juga perputaran uang dalam perusahaan dan semakin besar kapitalisasi
pasar maka semakin besar pula perusahaan tersebut dikenal dalam masyarakat.
Dari ketiga variabel tersebut, nilai aktiva relatif lebih stabil dibandingkan
dengan nilai market capitalized dan penjualan dalam mengukur ukuran
perusahaan (Sudarmadji; Sularto, 2007).
Perusahaan kecil sangat rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi
dan cenderung kurang menguntungkan sedangkan perusahaan besar dapat
mengakses pasar modal dan dengan kemudahan tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa perusahaan memiliki fleksibilitas dan kemampuan untuk
mendapatkan dana atau permodalan (Wahidahwati, 2002). Perusahaan-
42
perusahaan besar cenderung lebih mudah untuk memperoleh pinjaman dari
pihak ketiga, karena kemampuannya mengakses pihak lain atau jaminan yang
dimiliki berupa asset bernilai lebih besar dibanding perusahaan kecil. Selain
itu,
pertumbuhannya.
perusahaan
besar
akan
cenderung
menggunakan
dana
seiring
Perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan pesat cenderung lebih
banyak menggunakan utang daripada perusahaan yang memiliki tingkat
pertumbuhan yang lebih lambat. Pertumbuhan perusahaan berbanding lurus
dengan ukuran perusahaan, sehingga semakin cepat pertumbuhan perusahaan
maka semakin besar pula ukuran perusahaan, sehingga ukuran perusahaan
berpengaruh terhadap struktur modal karena perusahaan yang lebih besar
akan mudah memperoleh pinjaman dibandingkan perusahaan kecil.
Perusahaan yang besar akan lebih aman dalam memperoleh utang karena
perusahaan mampu dalam pemenuhan kewajibannya dengan adanya
diversifikasi yang lebih luas dan memiliki arus kas yang stabil.
2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Utang
Menurut Mamduh (2004) terdapat beberapa faktor yang memiliki
pengaruh terhadap kebijakan utang, antara lain :
a. NDT (Non-Debt Tax Shield)
Manfaat dari penggunaan utang adalah bunga utang yang dapat
digunakan untuk mengurangi pajak perusahaan. Namun untuk
mengurangi pajak, perusahaan dapat menggunakan cara lain seperti
43
depresiasi dan dana pensiun. Dengan demikian, perusahaan dengan
NDT tinggi tidak perlu menggunakan utang yang tinggi.
b. Struktur Aktiva
Besarnya aktiva tetap suatu perusahaan dapat menentukan
besarnya penggunaan utang. Perusahaan yang memiliki aktiva tetap
dalam jumlah besar dapat menggunakan utang dalam jumlah besar
karena aktiva tersebut dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman.
c. Profitabilitas
Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas
investasinya akan menggunakan utang yang relatif kecil. Laba
ditahannya yang tinggi sudah memadai membiayai sebagian besar
kebutuhan pendanaan.
d. Risiko Bisnis
Perusahaan yang memiliki risiko bisnis yang tinggi akan
menggunakan utang yang lebih kecil untuk menghindari risiko
kebangkrutan.
e. Ukuran Perusahaan
Perusahaan yang besar cenderung terdiversifikasi sehingga
menurunkan risiko kebangkrutan. Di samping itu, perusahaan yang
besar lebih mudah dalam mendapatkan pendanaan eksternal.
f. Kondisi Internal Perusahaan
Kondisi internal perusahaan menentukan kebijakan penggunaan
utang dalam suatu perusahaan.
44
2.8.1 Pengaruh Likuiditas Terhadap Leverage
Menurut Pecking Order Theory, perusahaan yang mempunyai
likuiditas yang tinggi akan cenderung tidak akan menggunakan
pembiayaan dari utang. Hal ini disebabkan perusahaan dengan tingkat
likuiditas tinggi mempunyai dana internal yang besar, sehingga
perusahaan tersebut akan lebih menggunakan dana internalnya terlebih
dahulu untuk membiayai investasinya sebelum menggunakan pembiayaan
eksternal melalui utang. Dalam penelitian Prowse (1990) dalam Seftianne
dan Handayani (2011), likuiditas asset perusahaan dapat digunakan untuk
menunjukkan seberapa besar asset tersebut dapat dimanipulasi oleh
shareholders dengan biaya yang ditanggung boundholders.
Hasil penelitian Mulianti (2010), Seftianne dan Handayani (2011)
menunjukkan likuiditas berpengaruh positif tidak signifikan terhadap
kebijakan utang. Hasil penelitian Aditya (2006), Munawar (2009), Husein
(2008) menyatakan bahwa likuiditas berpengaruh negatif signifikan
terhadap utang.
2.8.2
Pengaruh Firm Size Terhadap Leverage
Besar kecilnya ukuran suatu perusahaan dapat menentukan
kebijakan pendanaan yang akan digunakan di perusahaan tersebut. Suatu
perusahaan yang memiliki skala besar dapat dengan mudah memperoleh
dana melalui pasar modal, penilaian pengajuan kredit dari bank akan lebih
tinggi peluangnya, dan membayar tingkat bunga yang lebih rendah pada
utangnya. Nilai aktiva yang dijadikan jaminan lebih tinggi serta tingkat
45
kepercayaan bank yang tinggi adalah alasan perusahaan besar lebih mudah
menerima pinjaman. Sementara itu, bagi perusahaan yang kecil dengan
kesempatan pertumbuhan yang tinggi lebih memilih seluruh laba bersih
operasinya dialokasikan untuk investasi yang profitable, dan tidak
menyisakan kas untuk pembayaran dividen (Soesito, 2008).
Beberapa peneliti menggunakan penjualan atau aset bernilai positif
yang mencerminkan semakin besar ukuran perusahaan, sehingga
memperbanyak pula alternatif pendanaan yang dapat dipilih dalam
meningkatkan profitnya (Mardiana, 2005 dalam Seftianne dan Handayani,
2011). Oleh karena itu dapat memungkinkan untuk perusahaan besar,
tingkat leveragenya akan lebih besar dari perusahaan yang berukuran
kecil.
Hasil penelitian Mulianti (2010), Aditya (2006), Munawar (2009)
menunjukkan hasil yang seragam, dimana ukuran perusahaan terbukti
berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan utang. Sementara itu,
penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2006) dalam Seftianne dan
Handayani (2011), menunjukkan bahwa ukuran perusahaan tidak
mempunyai pengaruh terhadap utang perusahaan.
Download