Document

advertisement
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIK
PESERTA DIDIK MELALUI MODEL PEMBELAJARAN
KONSTRUKTIVISME
(Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas VIII MTs Negeri Sindangkasih Kabupaten
Ciamis Tahun Pelajaran 2012/2013)
PARYONO
e-mail: [email protected]
Program Studi Pendidikan Matematika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi
Jl. Siliwangi No. 24 Kota Tasikmalaya
ABSTRAK
Kemampuan berpikir kreatif matematik merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi,
namun kemampuan berpikir kreatif matematik di sekolah masih tergolong rendah, maka
harus dicari solusinya. Salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran
konstruktivisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan
berpikir kreatif matematik peserta didik yang lebih baik antara model pembelajaran
konstruktivisme dengan model pembelajaran langsung, untuk mengetahui sikap peserta
didik terhadap pembelajaran matematika, dan untuk mengetahui assosiasi antara sikap
peserta didik terhadap pembelajaran matematika dengan kemampuan berpikir kreatif
matematik peserta didik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen. Hasil penelitian menunjukan bahwa peningkatan kemampuan berpikir
kreatif matematik peserta didik melaui model pembelajaran konstruktivisme tidak lebih
baik dari peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik melaui
model pembelajaran langsung, sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika
adalah positif, dan terdapat assosiasi yang tinggi antara sikap peserta didik dengan
kemampuan berpikir kreatif matematik.
Kata kunci: Model Pembelajaran Konstruktivisme, Sikap, Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematik.
ABSTRACT
Mathematical creative thinking abilities is a high level of thought, but mathematical
creative thinking abilities in schools still classified into a low level, thus we have to
search the solution of that. One of them is using constructivist learning model. The aim
of this researh is to know how to increase mathematical students’ creative thinking
abilities with two learning models toward constructivist learning model with direct
learning model, to know students’ attitude for math lesson, and to know an association
between students’ attitude towards math lesson and mathematical creative thinking
abilities. The method that is used in this research is experimental method. The result of
the research shows that in increasing mathematical students’ creative thinking abilities
towards constructivist learning model does not more better than increasing
mathematical students’ creative thinking abilities towards direct learning model, the
students’ attitude for math lesson is positive, and shows high level assosiation between
students’ attitude and mathematical creative thinking abilities.
Key word: Constructivits Learning Model, Attitude, Mathematical Creative Thinking
Abilites
1
2
PENDAHULAN
Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa mendatang adalah
pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik. Karena untuk
menghadapi perkembangan teknologi yang semakin pesat dituntut sumber daya manusia
yang handal, yang memiliki kemampuan dan keterampilan serta kreatifitas yang tinggi.
Ketika seseorang memutuskan suatu masalah, memecahkan masalah, ataupun
memahami sesuatu, maka orang tersebut melakukan aktifikas berpikir. Proses berpikir
sesungguhnya memiliki hubungan erat dengan matematika, seperti yang tercantum
dalam standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah (Badan Standar
Nasional Pendidikan, 2006:139) menyebutkan “Matematika merupakan ilmu universal
yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam
berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia”. Maka dari itu mata pelajaran
matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk
membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis,
dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
Mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan
kreatif, maupun bekerjasama sudah lama menjadi fokus dan perhatian pendidik
matematika di kelas, karena hal itu berkaitan dengan sifat dan karakteristik keilmuan
matematika. Kemampuan tersebut harus dilatih dengan cara mendisain pembelajaran
yang mampu melatih kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif,
maupun bekerjasama. Salah satu kemampuan yang menjadi fokus dan perhatian adalah
kemampuan berpikir kreatif matematik.
Penggunaan istilah kreativitas dengan berpikir kreatif seringakali tertukar, tetapi
kedua istilah tersebut mempunyai kaitan satu sama lainnya, walaupun keduanya tidak
identik. Menurut Sumarmo, Utari (2010:10) “Kreatifitas merupakan konstruk payung
sebagai produk kreatif dari individu yang kreatif, memuat tahapan berpikir kreatif dan
lingkungan yang kondusif untuk berlangsungnya berpikir kreatif”. Kemampuan berpikir
kreatif akan tumbuh dengan baik jika peserta didik diberian kesempatan untuk
membangun pemikirannya sendiri, diberi kepercayaan untuk berpikir dan berani
mengemukakan gagasan baru.
Menurut Rachmawati, Yeni dan Euis Kurniati (2010:14) menyatakan “Lima
indikator yang dapat membangkitkan proses berpikir kreatif, yaitu: kelancaran,
3
keluwesan, keaslian, keterperincian, dan kepekaan”. Kemampuan berpikir kreatif akan
tumbuh dengan baik jika peserta didik diberian kesempatan untuk membangun
pemikirannya sendiri, diberi kepercayaan untuk berpikir dan berani mengemukakan
gagasan baru.
Penelitian yang dilakukan oleh Sugilar, Hamdan (2012) pada peserta didik MTs
Negeri Cikembar pada kelas VII A sebagai kelas eksperimen menggunakan model
pembelajaran generatif dan kelas VII B sebagai kelas kontrol mengunakan model
pembelajaran konvensional. Hasil penelitian menunjukan kemampuan berpikir kreatif
matematik peserta didik tergolong rendah, semua itu terlihat dari hasil pretes kelas
eksperimen 35 peserta didik termasuk pada kategori kurang kreatif, selanjutnya hasil
postes menunjukan 8 peserta didik kurang kreatif, 22 peserta didik cukup kreatif, 4
peserta didik kreatifnya baik dan 1 peserta didik kreatifnya sangat baik. Sementara hasil
pretes pada kelas kontrol sebanyak 37 peserta didik termasuk pada kategori kurang
kreatif, selanjutnya hasil postes menunjukan 26 peserta didik kurang kratif, 11 peserta
didik cukup kreatif.
Rendahnya sikap positif peserta didik terhadap pembelajaran matematika, rasa
percaya diri dan keingintahuan peserta didik berdampak pada hasil pembelajaran yang
rendah. Hal tersebut dikarenakan pembelajaran yang cenderung yang berpusat pada
guru yang menekankan pada proses prosedural, tugas latihan yang mekanistik, dan
kurang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan
kemampuan berpikir matematiknya. Faktor lain yang menyebabkan kurang berhasilnya
pembelajaran matematika adalah keaktifan peserta didik. Selama ini yang banyak
dijumpai dalam pembelajaran mengakibatkan peserta didik pasif karena sebagian besar
proses pembelajaran didominsai oleh guru, peserta didik hanya mendengarkan dan
mencatat apa yang disampaikan oleh guru sehingga keaktifan peserta didik dalam
pembelajaran hampir tidak ada.
Untuk menciptakan pembelajaran yang bisa memicu kemampuan berpikir kreatif
matematik peserta didik salah satunya dengan model pembelajaran konstruktivisme.
Menurut Horsley (Widaningsih, Dedeh. 2011:66) “Secara umum pembelajaran
berdasarkan teori belajar konstruktivisme meliputi empat tahap: (1) tahap persepsi
(mengungkapkan konsep awal dan membangkitkan motivasi belajar peserta didik), (2)
tahap eksplorasi, (3) tahap diskusi dan penjelasan konsep, (4) tahap pengembangan dan
4
aplikasi konsep”. Selama ini, peserta didik belum terbiasa memecahkan soal matematika
yang bersifat terbuka, soal yang terbiasa dipecahkan adalah soal yang bersifat tertutup,
yaitu soal-soal yang sebelumnya telah diberikan. Akibatnya peserta didik kurang
berkesempatan untuk mengembangkan kreativitasnya dan produktivitas berpikirnya.
Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengatahui peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik
yang lebih baik antara model pembelajaran konstruktivisme dengan model
pembelajaran langsung.
2. Untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika setelah
diberikan model pembelajaran konstruktivisme.
3. Untuk mengetahui assosiasi antara sikap peserta didik terhadap pembelajaran
matematika dengan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik setelah
diberikan model pembelajaran konstruktivisme.
Penelitian yang dilaporkan oleh Irmayanti, Rina (2012) dengan judul
“Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik dengan
Menggunakan Pendekatan Konstruktivisme”, menyimpulkan peningkatan kemampuan
berpikir kreatif matematik dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme lebih baik
dari peningkatan berpikir kreatif matematik peserta didik dengan menggunakan
pembelajaran langsung, dan sikap peserta didik terhadap matematika dengan
menggunakan pendekatan konstruktivisme adalah positif. Selanjutnya penelitian yang
dilaporkan oleh Sumirah (2012) dengan judul “Pembelajaran Matematika dengan
Menggunakan Pendekatan Open-Ended untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Kreatif Siswa SMA”, menyimpulkan kemampuan berpikir kreatif siswa yang
memperoleh pembelajaran matematika menggunakan pendekatan open-ended lebih baik
dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan pendekatan
konvensional, dan seluruh siswa memberikan sikap positif terhadap pembelajaran
matematika dengan pendekatan open-ended. Sementara Iskandar, Joni (2012) dengan
judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP dengan
Menggunakan Pendekatan Pembekajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI)”,
menyimpulkan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang mendapatkan
pembelajaran matematika dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik
indonesia lebih baik dari pada peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang
5
mendapat pembelajaran dengan pendekatan konvensional, dan pada umumnya siswa
memberikan sikap yang positif terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan
pembelajaran matematika realistik indonesia.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Populasi dalam
penelitian ini yaitu seluruh peserta didik kelas VIII MTs Negeri Sindangkasih,
sedangkan sampel diambil secara acak, terpilih kelas VIII B sebagai kelas eksperimen
dan kelas VIII D sebagai kelas kontrol. Dalam penelitian ini penulis menggunakan
teknik pengumpulan sebagai berikut:
1. Melaksanakan tes kemampuan berpikir kreatif matematik
Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengetahui peningkatan
kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik dilakukan dengan menggunakan
instumen soal tes kemampuan berpikir kreatif matematik berupa pretes dan postes yang
diberikan baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol yang dikerjakan secara
individu. Tes kemampuan berpikir kreatif matematik terdiri atas 5 soal uraian dimana
setiap soal memuat indikator kemampuan berpikir kreatif matematik yang diukur.
Sebelum melaksanakan tes kemampuan berpikir kreatif matematik, instumen soal tes
kemampuan berpikir kreatif diuji validitasnya dengan korelasi produk moment angka
kasar di lanjutkan dengan uji-t dengan taraf signifikan 99%, untuk mengetahui
instrumen yang digunakan reliabel atau tidak, maka nilai rhitung harus dibandingkan
dengan nilai rtabel. Karena rhitung > rtabel maka insrtumen tes kemampuan berpikir kreatif
matematika yang digunakan dinyatakan reliabel dengan kategori reliabilitas tinggi
(r11=0,71).
2. Menyebarkan angket
Variabel yang akan diteliti yaitu sikap peserta didik terhadap pembelajaran
matematika setelah diberikan model pembelajaran konstruktivisme, maka angket yang
diberikan kepada responden juga angket skala sikap. Angket diberikan kepada peserta
didik untuk memperoleh data mengenai sikap peserta didik terhadap pembelajaran
matematika setelah diberikan model pembelajaran konstruktivisme. Untuk validitas
angket sikap peserta didik diuji dengan taraf signifikannya 99%. Untuk mengetahui
instrumen yang digunakan reliabel atau tidak, maka nilai rhitung harus dibandingkan
6
dengan nilai rtabel. Karena rhitung > rtabel maka insrtumen angket sikap peserta didik yang
digunakan dinyatakan reliabel dengan kategori reliabilitas tinggi ( r11  0,89 ).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Data kuantitatif diperoleh dari pretes dan postes tes kemampuan berpikir kreatif
matematik peserta didik, dan pengisian skala sikap peserta didik terhadap pembelajaran
matematika. Pada awal pembelajaran, diadakan pretes di kelas ekperimen maupun di
kelas kontrol yang diberikan kepada 77 peserta didik yang terdiri dari 39 peserta didik
pada kelas eksperimen dan 38 peserta didik pada kelas kontrol. Setelah pembelajaran
selesai dilaksanakan, peserta didik diberikan postes berupa soal tes kemampuan berpikir
kreatif matematik yang sama dengan soal yang diberikan pada saat pretes untuk
memperoleh data gain agar bisa melihat peningkatan kemampuan berpikir kreatif
matematik peserta didik setelah pembelajaran dilaksanakan.
Berdasarkan skor akhir tes kemampuan berpikir kreatif matematik (postes),
peserta didik yang mencapai kriteria ketuntasan minimun (KKM) yaitu dengan skor 15
atau 75% dari skor maksimum sebanyak 5,13% atau 2 orang peserta didik. Berdasarkan
skor akhir tes kemampuan berpikir kreatif matematik (postes), peserta didik yang
mencapai kriteria ketuntasan minimun (KKM) yaitu dengan skor 15 atau 75% dari skor
maksimum sebanyak 2,63% atau 1 orang peserta didik.
1. Pengujian Persayaran Analisis
a. Analisis postes kemampuan berpikir kreatif matematik
Berdasarkan hasil pengujian, kedua data berasal dari distribusi normal dimana
2
2
2
kelas eksperimen memperoleh  hitung
= 10,85 <  daftar
= 13,3 dan kelas kontrol  hitung
=
2
9,75 <  daftar
= 13,3. Maka pengujian dilanjutkan dengan uji homogenitas, berdasarkan
hasil perhitungan diperoleh Fhitung = 1,916 dan Fdaftar = 2,172 , ternyata Fhitung < F0,01(38/37),
maka kedua varians tersebut homogen.
b. Analisis gain ternormalisasi kemampuan berpikir kreatif matematik
Berdasarkan hasil pengujian, kedua data berasal dari distribusi normal dimana
2
2
2
kelas eksperimen memperoleh  hitung
= 9,32 <  daftar
= 11,3 dan kelas kontrol  hitung
=
2
7,04 <  daftar
= 11,3. Maka pengujian dilanjutkan dengan uji homogenitas, berdasarkan
7
hasil perhitungan diperoleh Fhitung = 2,04 dan Fdaftar = 2,172, ternyata Fhitung < F0,01(38/37),
maka kedua varians tersebut homogen.
2. Pengujina Hipotesis dan Pertanyaan Penelitian
a. Uji Perbedaan Dua Rata-rata
1) Retata postes kemampuan berpikir kreatif matematik
Hasil perhitungan dari pengujian hipotesis menggunakan uji perbedaan dua ratarata adalah sebagai berikut: ternyata thitung = -0,18 < tdaftar = 2,382. Artinya rerata skor
postes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik melaui model pembelajaran
konstruktivisme tidak berbeda dengan rerata skor postes kemampuan berpikir kreatif
matematik peserta didik melalui model pembelajaran langsung
2) Gain kemampuan berpikir kreatif matematik
Hasil perhitungan dari pengujian hipotesis menggunakan uji perbedaan dua ratarata adalah sebagai berikut: ternyata thitung = 1,53 < tdaftar = 2,382. Artinya peningkatan
kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik melaui model pembelajaran
konstruktivisme tidak lebih baik dari peningkatan kemampuan berpikir kreatif
matematik peserta didik melalui model pembelajaran langsung.
b. Koefisien Kontingensi
Untuk memudahkan perhitungan dibuat kriteria penggolongan kualifikasi
terhadap kemampuan berpikir kreatif matematik, peneliti membagi menjadi tiga
kategori, yaitu peserta didik yang kemampuan berpikir kreatif matematiknya tinggi,
sedang, dan rendah. Sementara kriteria penggolongan sikap peserta didik terhadap
pembelajaran matematika setelah diberikan model pembelajaran konstruktivisme dibagi
menjadi dua, yaitu sikap positif dan sikap negatif. Untuk memudahkan dibuat tabel
kontingensi seperti pada Tabel 2 berikut ini:
Tabel 2
Tabel Kontingensi
Sikap Pesert
Didik
Sikap Positif
Sikap Negatif
Jumlah
Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematik
Jumlah
Rendah Sedang Tinggi
11
19
0
30
15,4
14,6
0
9
0
0
9
4,6
4,4
0
20
19
0
39
8
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh 2hitung =11,20 > 2tabel = 9,21 artinya terdapat
assosiasi antara sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika dengan
kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik setelah diberikan model
pembelajaran konstruktivisme. Nilai koefisien kontingensi yang diperoleh:
C
2
11,20
11,20


 0,47
2
39  11,20
50,20
N
Menentukan nilai koefisien kontingensi maksimum
C
m 1

m
2 1
 0,71
2
Membandingakan nilai C = 0,47 dengan nilai Cmaks = 0,71
C
0,47
C maks  0,66 C maks
0,71
Dilihan dari perbandingan nilai C dan Cmaks maka antara sikap peserta didik terhadap
pembelajaran matematika dengan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didk
setelah diberikan model pembelajaran konstruktivisme termasuk pada korelasi tinggi.
c. Analisis Pertanyaan Penelitian
Untuk menjawab pertanyaan penelitian: “Bagaimana sikap peserta didik
terhadap pembelajaran matematika?”. Untuk mengetahui sikap peserta didik diperoleh
dari hasil pengisian angket yang disebarkan kepada peserta didik di kelas eksperimen
setelah seluruh pembelajaran selesai diajarkan. Kemudian hasilnya dianalisis untuk
setiap pernyataan yang terdapat pada angket peserta didik. Berdasarkan hasil analisis
terhadap 20 pernyataan sikap peserta didik, maka dapat diketahui sikap peserta didik
terhadap pembelajaran matematika menunjukan sikap positif dengan rata-rata skor
keseluruhan 3,54 lebih dari rata-rata skor netral 3,0.
Pembahasan
1. Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran dengan Menggunakan
Pembelajaran Konstruktivisme dan Model Pembelajaran Langung
Model
Selama penelitian, peneliti menggunakan dua kelas sebagai kelas eksperimen
dan kelas kontrol. Kedua kelas diberi perlakuan yang sama dalam soal dan materi
pembelajaran, tetapi diberikan perlakuan yang berbeda pada model pembelajaran yang
dilaksanakan. Kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran konstruktivisme
dan kelas kontrol menggunakan model pembelajaran langsung. Kedua kelas diberikan
9
pretes sebelum pembelajaran dan diberikan postes setelah pembelajaran selesai
dilaksanakan.
Model pembelajaran konstruktivisme digunakan pada kelas eksperimen. Ada
empat tahap dalam model pembelajaran konstruktivisme, yaitu pada tahap apersepsi,
peserta didik didorong untuk mengemukakan pengetahuan awalnya, dimana guru
memancing dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi
yang akan dipelajari. Tetapi, hanya sebagian kecil peserta didik yang mampu
menungkapakan pengetahuan awalnya, seperti tentang mengaitkan materi yang telah
dipelajarai sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.
Pada tahap eksplorasi, Peserta didik dalam proses berdiskusi diberikan
kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep yang dipelajari, tetapi dalam
pelaksanaannya sering kali tidak sesuai dengan yang telah direncang oleh pendidik
karena tidak semua anggota dalam kelompok mendiskusikan materi yang dipelajari dan
sesekali kondisi kelas yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan tahap ini
dikarenakan lingkungan tempat belajar yang berisik. Sehingga, peserta didik tidak
seluruhnya mampu membangun pemahamannya sendiri.
Tahap diskusi dan penjelasan konsep, proses diskusi sesekali tidak berjalan
dengan lancar karena suasan dalam pembelajaran yang tidak memungkinkan. Hal
tersebut disebabkan sekat kelas eksperimen yang menggunakan rolling door, jadi pada
saat kelas lain sebelah berisik proses pembelajaran tidak berjalan sesuai yang telah
direncanakan, sehingga proses diskusipun terhambat. Selain itu, penjelasan dari peserta
didik sebagai perwakilan tiap kelompok kurang meyakinkan sehingga kelompok lain
yang mendengarkan terkadang merasa bingung dengan penjelasan yang disampaikan,
tetapi guru sebagai fasilitator mencoba menjelaskan ulang jika ada kesalahan dan yang
tidak dimengerti oleh peserta didik.
Tahap pengembangan dan aplikasi, peserta didik mengerjakan soal-soal latihan
pada LKPD agar peserta didik mampu mengaplikasikan konsep yang di dapat. Pada
tahap ini, seluruh aspek kemampuan berpikir kreatif matematik dapat dikembangkan
melalui soal-soal yang diberikan. Peserta didik dalam mengerjakan soal latihan pada
LKPD sering merasa kesulitan, tetapi peserta didik jarang bertanya kepada guru
bagaimana solusi dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan.
10
Pembelajaran yang digunakan pada kelas kontrol menggunakan model
pembelajaran langsung. Ada lima fase pada pembelajaran langsung, yaitu fase pertama,
peserta didik sebelum proses pembelajaran dimulai selalu diingatkan kembali tentang
materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya agar peserta didik siap dalam
menerima materi yang akan dipelajari dengan kemampuan awal yang telah dimiliki.
Saat peserta didik ditanya tentang materi sebelumnya secera serentak mereka menjawab
semua hal yang ditanyakan.
Fase demonstrasi, pada saat guru menjelaskan di depan kelas, peserta didik
memperhatikan secara seksama materi yang disampaikan oleh guru. Jika ada yang tidak
dimengerti peserta didik selalu bertanya kepada guru, dan guru menjelaskan ulang
tentang materi yang tidak dimengerti. Setelah materi selesai dijelaskan, guru
memberikan contoh soal tentang materi yang dibahas, selanjutnya peserta didik
diberikan LKPD untuk dikerjakan secara berkelompok.
Fase selanjutnya yaitu fase umpan balik, peserta didik mempresentasikan hasil
yang didapat pada pelatihan terbimbing yang dibahas secara klasikal. Selanjutnya, pada
fase latihan dan aplikasi peserta didik diberi soal-soal dari buku paket untuk dikerjakan.
Pada fase ini, salah seorang peserta didik diminta untuk menjelaskan soal yang telah
dikerjakan pada LKPD di depan kelas kepada teman-temannya. Jika ada yang kurang
dimengerti dalam penjelasan yang disampaikan oleh peserta didik, guru menjelaskan
ulang kepada peserta didik dan membenarkan jika ada yang salah. Selanjutnya, peserta
didik diminta untuk mengerjakan soal-soal latihan dalam buku paket.
Soal-soal yang digunakan baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol
sama. Postes diberikan kepada kedua kelas setelah kompetensi dasar yang diteliti
selesai diajarkan baik yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran
konstruktivisme maupun yang menggunakan model pembelajaran langsung, berupa tes
kemampuan berpikir kreatif matematik.
Data skor hasil penelitian kemudian diolah dan dianalisis mengenai peningkatan
kemampuan berpikir kreatif matematik yang lebih baik antara model pembelajaran
konstruktivisme dan model pembelajaran langsung. Hasil pengolahan data menunjukan
bahwa peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik melalui model
pembelajaran konstruktivisme tidak lebih baik dari peningkatan kemampuan berpikir
kreatif matematik peserta didik melalui model pembelajaran langsung. Hal tersebut
11
dikarenakan, dalam proses pembelajaran bukan hanya model pembelajaran yang
digunakan yang dapat berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
matematik, tetapi ada faktor lain seperti lingkungan belajar, situasi dan kondisi, dan
kebiasaan cara belajar peserta didik yang sering menggunakan model pembelajaran
langsung. Berikut hasil pembahasan data hasil penelitian tersebut.
2. Peningkatan Kemampuan berpikir kreatif Matematik Peserta didik Melalui
Model Pembelajaran Konstruktivisme dan Model Pembelajaran Langsung
Berdasarkan pengolahan data yang telah diuraikan sebelumnya diperoleh
analisis data rerata skor postes kedua sampel berasal dari distribusi normal, maka
pengujian dilanjutkan dengan uji homogenitas. Untuk pengujian hipotesis dilakukan ujit untuk mengetahui rerata skor postes kelas eksperimen lebih baik dari rerata skor postes
kelas kontrol. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa kelas eksperimen memiliki rerata
skor postes tidak lebih baik dari rerata skor postes kelas kontrol. Rerata skor postes
untuk kelas eksperimen yaitu 8,15 sedangkan rerata skor postes kelas kontrol 8,29.
Hasil analisis gain ternormalisasi kemampuan berpikir kreatif matematik peserta
didik, pada kelas eksperimen terdapat 20 orang (51,28%) kategori rendah dan 19 orang
(48,72%) termasuk kategori sedang. Sedangkan pada kelas kontrol 25 orang (65,79%)
termasuk kategori rendah dan 13 orang (34,21%) ketegori sedang. Kemampuan berpikir
kreatif matematik peserta didik kelas eksperimen mempunyai rata-rata gain
ternormalisasi 0,32, sedangkan kelas kontrol mempunyai rata-rata gain ternormalisasi
sebesar 0,26.
Hasil pengelolaan data gain ternormalisasi kemampuan berpikir kreatif
matematik peserta didik menghasilkan thitung lebih kecil dari tdaftar yang berarti
peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik melalui model
konstruktivisme tidak lebih baik dari peningkatan kemampuan berpikir kreatif
matematik peserta didik melalui model pembelajaran langsung. Menurut Ausubel
(Depdiknas, 2005:21) menjelaskan, “metode ekspositoris yang digunakan merupakan
metode-metode yang sangat efektif untuk menstansfer hasil-hasil penemuan di masa
lalu kepada generasi-generasi berikutnya”. Disebutkan pula oleh Ausubel (Depdiknas,
2005:21) “baik metode-metode ekspositoris maupun metode-metode yang lain,
termasuk metode penemuan dan metode-metode lain yang dimaksudkan untuk
mengaktifkan peserta didik, semuanya masih bisa memberikan hasil pembelajaran yang
baik atau hasil pembelajaran yang buruk”.
12
Hal ini terjadi karena dalam proses pembelajarannya bukan hanya model
pembelajaran yang berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif matematik
peserta didik, namun ada faktor lain seperti halnya suasan belajar, lingkungan
pembelajarn, serta kebiasaan dalam proses pembelajaran. Suasana dalam proses
pembelajaran haruslah bisa mendukung model pembelajaran yang digunakan, begitu
pula dengan kondisi lingkungan tempat pembelajaran serta kebiasaan peserta didik
dalam menerima materi pembelajaran.
3. Sikap Peserta Didik terhadap Pembelajaran Matematika
Pada penelitian ini, aspek sikap hanya diteliti pada kelas eksperimen yang
menggunakan model pembelajaran konstruktivisme. Indikator sikap yang diteliti yaitu
sikap peserta didik terhadap matematika itu sendiri yang meliputi aspek rasa senang
terhadap matematika, rasa percaya diri terhadap kemampuan, dan ketekunan.
Sedangkan indikator berikutnya yaitu sikap peserta didik terhadap pembelajaran yang
dilaksanakan pada penelitian ini yaitu pembelajaran dengan model pembelajaran
konstruktivisme.
Berdasarkan respon peserta didik dapat diketahui bahwa sikap peserta didik
terhadap
pembelajaran
matematika
setelah
diberikan
model
pembelajaran
konstruktivisme menunjukan sikap positif dengan rata-rata skor keseluruhan 3,54 lebih
dari rata-rata skor netral 3,0. Sikap peserta didik pada aspek sikap terhadap matematik
menunjukan sikap positif dengan rata-rata skor 3,48 dibandingkan dengan skor netral
3,0. Semantara sikap peserta didik pada aspek sikap peserta didik terhadap
pembelajaran konstruktivisme menunjukan sikap positif dengan rata-rata 3,62 lebih
besar dari rata-rata skor netral.
4. Assosiasi Antara Sikap Peserta didik dengan Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematik Peserta Didik
Hasil pengujian kosfisien kontingensi menunjukan bahwa terdapat assosiasi
antara sikap peserta didik terhadap pembelajaran konstruktivisme dengan kemampuan
berpikir kreatif matematik peserta didik. Nilai koefisien kontingensi C = 0,47.
Untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara sikap peserta didik terhadap
pembelajaran matematika dengan kemampuan berpikir kreatif matematik, maka nilai
koefisien kontingensi harus dibandingkan dengan koefisien kontingensi maksimun, dan
diperoleh Cmaks = 0,71. Setelah membandingkan kedua nilai tersebut di dapat C = 0,66
13
Cmaks, dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut termasuk kedalam kategori
korelasi tinggi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data, dapat diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan berpikir kretif matematik peserta didik melalui model
pemebelajaran konstruktivisme tidak lebih baik dari peningkatan kemampuan
berpikir kreatif matematik peserta didik melalui model pembelajaran langsung
2. Sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika setelah diberikan model
pembelajaran konstruktivisme menunjukan sikap yang positif dengan rata-rata skor
3,67 dibandingkan dengan rata-rata skor netral 3,0. Artinya peserta didik
memberikan respon yang positif terhadap pembelajaran matematika setelah
diberikan model pembelajaran konstruktivisme.
3. Terdapat assosiasi yang signifikan antara sikap peserta didik terhadap pembelajaran
matematika yang dikualifikasikan menjadi siakp positif dan sikap negatif, dengan
kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang dikualifikasikan menjadi
rendah, sedang, dan tinggi. Pada kelas eksperimen dengan menggunakan model
pembelajaran konstruktivisme.
Saran
1. Bagi Kepala sekolah, hendaknya memberikan kesempatan kepada guru untuk
menggunakan model pembelajaran yang inovatif, agar peserta didik lebih terbiasa
dengan macam model pembelajaran yang inovatif.
2. Bagi sekolah, harus memperhatikan lingkungan pembelajaran agar proses
pembelajaran bisa berjalan dengan efektif dan dapat meningkatkan prestasi belajar
peserta didik.
3. Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya penelitian mengenai kemampuan berpikir
kreatif matematik menggunakan model pembelajaran lain di luar model
pembelajaran konstruktivisme berdasarkan suasana dan kebiasaan belajar peserta
didik.
14
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menenngah. Jakarta: BSNP
Depdiknas. (2005). Teori Belajar. Jakarta: Depdiknas
Irmayanti, Rina. (2012). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik
Peserta Didik dengan Menggunakan Pendekatan Konstruktivisme (Penelitan
terhadap Peserta Didik Kelas VII SMP Negeri 2 Cibalong Tahun Pelajaran
2011/2012). Skripsi FKIP Universitas Siliwangi, Tasikmalaya: Tidak
diterbitkan.
Iskandar, Joni. (2012). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP
dengan Menggunakan Pendekatan Pembekajaran Matematika Realistik
Indonesia. Skripsi UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.
Rachmawati, Yeni dan Euis Kurniati. (2010). Strategi Pengembangan Kreativitas Pada
Anak Usia Taman Kanak-kanak. Jakarta: KENCANA.
Sugilar, Hamdan. (2012). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Disposisi
Matematika Siswa Madrasah Tsanawiyah melalui Pembelajaran Generatif.
Tesis UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.
Sumarmo, Utari. (2010). Berpikir dan Disposisi Matemati: Apa, Mengapa, dan
Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik. Artikel FPMIPA UPI. Tidak
diterbitkan.
Sumirah. (2012). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan OpenEnded untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMA.Skripsi
UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Widaningsih, Dedeh. (2011). Perencanaan Pembelajaran Matematika Menggunakan
Silabus dan RPP Berkarakter. Tasikmalaya : RIZQI PRESS.
Download