BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Pemakai 2.1.1 Pengertian Pendidikan Pemakai Pendidikan pemakai dikenal dengan berbagai istilah seperti: orientasi perpustakaan (library orientation) merupakan istilah yang banyak digunakan di inggris, instruksi bibliografi (bibliografi instruction), pengajaran pemakai perpustakaan (library user instruction) dan panduan pemakai (user guidance). (Sulistyo-Basuki 1999, 20). Defenisi pendidikan pemakai menurut Sutomo (2003, 102) adalah sebagai berikut: Kegiatan yang dilakukan oleh petugas layanan tentang seluk-beluk perpustakaan, manfaat perpustakaan, cara menjadi anggota, persyaratan keanggotaan, tata tertib, jenis layanan, kegunaan sistem katalogisasi, dan lain sebagainya. Semua itu dikerjakan dalam rangka memberikan pengetahuan dan keterampilan masyarakat pemakai dalam memanfaatkan perpustakaan secara cepat dan tepat tanpa banyak kesulitan. Selain itu istilah lain pendidikan pemakai adalah istilah orientasi pemakai yang didefenisikan oleh Montague (1995, 61) sebagai berikut, “is the proses where by library staf help user to gain access to information, both of formal instructional methods and training on the spot. A variety of techniques will be used, including multimedia and interactive system”. Dapat diartikan bahwa orientasi pemakai adalah proses dimana staf perpustakaan membantu pengguna untuk mendapatkan akses ke sumber informasi, baik dengan metode pembelajaran 6 formal dan pelatihan di tempat. Berbagai teknik akan digunakan, termasuk multimedia dan sistem interaktif. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa ada banyak istilah untuk pendidikan pemakai tetapi memiliki maksud dan tujuan yang sama. Pendidikan pemakai adalah sebuah kegiatan perpustakaan yang bertujuan untuk memberikan bimbingan atau petunjuk mengenai semua informasi yang ada di perpustakaan kepada para calon pengguna perpustakaan sehingga diharapkan pengguna akan mengetahui tentang perpustakaan dan mudah dalam memperoleh informasi. 2.1.2 Tujuan Pendidikan Pemakai Perpustakaan peguruan tinggi harus dapat memberikan suatu bimbingan kepada pemakainya dalam hal ini adalah mahasiswa, sebagaimana dikatakan bahwa pendidikan pemakai adalah pusat dari segala tujuan perpustakaan. Dengan diselenggarakannya pendidikan pemakai, maka diharapkan pengguna perpustakaan dapat memperoleh sebuah informasi dan mendayagunakannya secara efektif dan efisien. Menurut Saptaastuti (2005, 1), tujuan pendidikan pemakai adalah sebagai berikut: Tujuan pendidikan pemakai adalah untuk memberikan keterampilan kepada sivitas akademik untuk dapat memanfaatkan layanan perpustakaan secara mandiri dan membuka wawasan pengetahuan jenis informasi dan fasilitas belajar di perpustakaan serta menjalin komunikasi. Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia melaui Direktorat Jendral Perguruan Tinggi dalam Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi 7 menjelaskan bahwa secara umum tujuan diadakannya pendidikan pemakai adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. Meningkatkan keterampilan pengguna agar mampu memanfaatkan kemudahan dan sumber daya perpustakaan. Membekali pengguna dengan teknik yang memadai dan sesuai untuk menemukan informasi dalam subjek tertentu. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya dan layanan perpustakaan. Mempromosikan layanan perpustakaan. Menyiapkan pengguna agar dapat mengantisipasi perkembangan ilmu dan teknologi. (Direktorat Jendral Perguruan Tinggi 2004,95). Berdasarkan pendapat di atas maka penulis berpendapat bahwa tujuan dari pendidikan pemakai yaitu memperkenalkan perpustakaan kepada siswa mengenai konsep perpustakaan, cara menggunakan perpustakaan, menjelaskan layanan yang disediakan perpustakaan, dan menjelaskan sistem serta peran staff perpustakaan dalam membantu proses penelusuran. 2.1.3 Fungsi Pendidikan Pemakai Fungsi suatu metode pendidikan harus sudah sejak dini dipersiapkan (dipelajari) sehingga peserta didik, dalam hal ini pengguna perpustakaan dapat menyadari fungsi pendidikan yang diperolehnya tersebut. Menurut Sutarno (2006, 95-96) fungsi dilakukannya pendidikan pemakai bagi perpustakaan maupun pengguna perpustakaan yaitu agar : 1. 2. Pendidikan perpustakaan dapat mengenal dan memahami serta menggunakan sistem yang diberlakukan di perpustakaan tersebut. Pemakai perpustakaan dapat menggunakan sarana temu informasi yang tersedia seperti kode/nomor klasifikasi, kartu katalog dan penunjuk yang lain. 8 3. 4. 5. Pemakai perpustakaan dapat dengan cepat dan tepat menemukan apa yang diperlukan, tanpa banyak membuang waktu, tidak menemui kesulitan atau hambatan. Perpustakaan dapat memperluas jangkauan pemakaian koleksi oleh pengunjung dan anggota perpustakaan. Perpustakaan dapat mengembangkan citra perpustakaan sebagai bagian dari lembaga pendidikan. Jadi, dengan demikian pendidikan memiliki fungsi yang tak kalah pentingnya dengan fungsi perpustakaan itu sendiri. Hal ini berarti pendidikan pemakai memiliki peran yang besar dalam mendukung perpustakaan yang ingin dimanfaatkan oleh masyarakat penggunanya secara lebih fungsional. 2.1.4 Manfaat Pendidikan Pemakai Menurut Ningsih (1994, 2) pemberian pendidikan pemakai sangat bermanfaat bagi kedua belah pihak yaitu : 1. 2. Dari segi pengguna, dengan diperolehnya bekal tehnik dan strategi pemanfaatan perpustakaan maka menambah rasa percaya diri dalam penemuan koleksi informasi yang dibutuhkan, serta mampu memilih informasi yang spesifik bagi dirinya dengan cepat dan tepat. Bagi perpustakaan, kegiatan pendidikan pemakai dapat meningkatkan citra perpustakaan dan pustakawannya. Sedangkan menurut buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: Buku Pedoman (1994,75) hal yang diharapkan dari proses pengajaran perpustakaan pada pengguna perpustakaan setelah mengikuti kegiatan pendidikan pemakai, adalah sebagai berikut: 1. Memanfaatkan koleksi perpustakaan dengan baik. 2. Memanfaatkan koleksi pustaka primer, sekunder, dan tersier dengan bebas. 3. Menyusun strategi penelusuran informasi, baik secara manual maupun elektronik. 4. Memilih dan mengevaluasi informasi dengan tepat. 9 Dari defenisi di atas maka dapat dinyatakan bahwa manfaat pendidikan pemakai pada perpustakaan adalah untuk memberikan ilmu yang beguna untuk menelusur dan memperoleh sebuah informasi yang akurat kepada para pengguna perpustakaan. 2.2 Identifikasi Kebutuhan Pendidikan Pemakai Untuk mencapai keberhasilan program pendidikan pengguna perpustakaan hal yang pertama sekali dilakukan adalah menjalin kerja sama antara pustakawan dengan staff pengajar. Adanya diskusi dengan staff pengajar, akan diketahui apa yang diharapkan mahasiswa dari perpustakaan. Sehingga dengan demikian akan mempermudah dalam menentukan topik-topik yang akan diberikan dalam pendidikan pemakai. Peran pustakawan merupakan kewajiban atau tugas pustakawan dalam memberikan pelayanan kepada penguna perpustakaan. Pustakawan memiliki peran yang paling besar dalam proses penerapan pendidikan pemakai pada perpustakaan. Dimana salah satu tugasnya adalah memberikan pendidikan, bimbingan, dan bekerjasama kepada pengguna. Menurut Lancaster dalam Pakdesofa (2008 , 1) pustakawan harus mampu memberikan hal-hal sebagai berikut : Pustakawan harus mengajari ilmuwan bagaimana mencari informasi dari sebuah pangkalan data. Ilmuwan bisa memilih informasi yang diperlukan sesuai minatnya. Pustakawan juga harus bisa memberi informasi yang berasal dari siaran. radio, televisi, faksimili, dan dari berbagai sumber informasi lainnya. Pustakawan harus berprestasi yang pasti agar memperoleh pengakuan dari masyarakat dan menjadi lahan yang basah. 10 Pustakawan diharapkan harus profesional dalam mengajarkan materi ketika pendidikan pemakai dijalankan, karena pustakawanlah yang memang benar-benar mengetahui segala seluk beluk fasilitas dan aktivitas jasa yang ada di perpustakaan. Kegiatan kerja profesional pustakawan yang harus dilakukan pada layanan pendidikan pemakai menurut Soedibyo (1987 , 121) adalah : 1. Membuat perencanaan penyampaian bahan, metode, teknik dan sasaran usaha bimbingan pemakai. 2. Menetapkan tingkat dan sistem penyampaian bimbingan yang sesuai. 3. Menetapkan dan mengatur waktu pemberian bimbingan dan pendidikan kepada pengguna. 4. Melaksanakan usaha pendidikan baik secara individu maupun secara kelompok. 2.2.1 Penyelenggaraan Pendidikan Pemakai Dalam rangka menyelenggarakan pendidikan pemakai pada perpustakaan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pustakawan dan staf perpustakaan, yaitu sebagai berikut : 1. Petugas perpustakaan harus menciptakan lingkungan yang memungkinkan pengguna untuk memanfaatkan sumber daya dan fasilitas perpustakaan secara optimal. 2. Materi dan metode pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. 3. Petugas perlu melibatkan dosen, jurusan dan fakultas. 4. Pendidikan dilakukan baik secara terprogram maupun sewaktu-waktu. (Perpustakaan Perguruan Tinggi : Buku Pedoman, 2004 , 95). Dari defenisi di atas maka dapat diketahui bahwa peran pustakawan merupakan penentu keberhasilan proses pendidikan pemakai. Hal ini dapat diketahui dari ada atau tidaknya peningkatan kemampuan pengguna dalam memanfaatkan fasilitas perpustakaan. 11 Proses pendidikan pemakai dapat dilakukan melalui pengajaran perpustakaan di dalam kelas. Seperti yang disebutkan dalam Buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: Buku Pedoman (1994, 75-78), yang menyatakan bahwa: “Pengajaran perpustakaan mendidik pemakai agar dapat menggunakan sumber informasi yang tersedia di perpustakaan dan tempat lain”. Persiapan yang dapat dilakukan perpustakaan untuk pengajaran perpustakaan adalah sebagai berikut: 1. Petugas mendaftarkan calon peserta, baik perseorangan maupun kelompok. 2. Petugas menyiapkan formulir yang diisi oleh calon peserta dan diketahui oleh ketua jurusan dan program studi. 3. Petugas mewawancarai calon peserta. 4. Petugas menyiapkan perlengkapan penelusuran dan menyiapkan penelusuran dengan computer. Untuk menunjang pelaksanaan pengajaran perpustakaan bagi para pengguna pepustakaan perlu adanya sarana yang harus disediakan, dalam Buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: Buku Pedoman (1994, 76), menyebutkan bahwa sarana yang harus disediakan untuk proses pengajaran perpustakaan adalah: 1. Ruang kelas atau ruang pertemuan yang dilengkapi dengan perlengkapan pandang-dengar. 2. Pustaka rujukan dari berbagai disiplin ilmu. 3. Meja informasi disetiap lantai perpustakaan. 4. Brosur, slipat, dan sejenisnya. 2.2.2 Materi atau Bahan Pengajaran Pendidikan Pemakai Pada Buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: Buku Pedoman (1994, 77-78) Bahan pengajaran disusun berdasarkan kedudukan peserta sebagai berikut : A. Untuk peserta yang sedang mengikuti program diploma : 1. Fungsi dan jenis perpuskaan 2. Sistem dan jenis pelayanan perpustakaan. 3. Jenis pustaka. 12 4. Ragam dan fungsi alat penelusuran. 5. Fungsi dan macam katalog. 6. Sistem klasifikasi pustaka. 7. Pengenalan bibliografi, indeks, dan abstrak. 8. Tata tertib dan peraturan perpustakaan. B. Untuk peserta yang sedang mengikuti program sarjana : 1. Dasar penelitian kepustakaan. 2. Sumber informasi dan fungsi perpustakaan 3. Pelayanan dan jenis pustaka. 4. Fungsi, bentuk, jenis, dan cara menggunakan katalog. 5. Sistem klasifikasi. 6. Fungsi dan kegunaan bibliografi, indeks, dan abstrak. 7. Sistem jaringan informasi dan komputerisasi data kepustakaan. 8. Pangkalan data dan sistem penelusuran melalui komputer. 9. Macam pustaka rujukan dan kegunaan masing-masing. 10. Tata cara penulisan laporan penelitian dan karya tulis ilmiah. C. Untuk peserta yang sedang mengikuti program magister : 1. Hubungan program pendidikan pemakai dengan penelitian. 2. Berbagai jenis pustaka ilmiah dan perkembangannya. 3. Penggunaan bibliografi, indeks, dan abstrak bidang khusus. 4. Berbagai jenis pustaka rujukan dan penggunaannya. 5. Teknik membaca cepat. 6. Tata cara penulisan karya ilmiah. 7. Sistem jaringan informasi dan kerja sama perpustakaan. 8. Komputerisasi data pustaka dan jenis pangkalan data. 9. Sistem penelusuran melalui komputer. 10. Komunikasi informasi ilmiah dan penyebarluasan informasi. Seiring perkembangan zaman penyampaian materi pendidikan pemakai kepada pengguna perpustakaan dapat dilakukan dengan berbasis web. Pendidikan pemakai berbasis web menyediakan tingkat tinggi interaktivitas dan fleksibilitas kepada pengguna. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Velmurugan (2014, 4) sebagai berikut: The library web sites can use web-based user education for imparting training to users in teaching the basic library skills along with glossary of library terms, using Library OPAC, locating books, magazines, biographical data and other library materials, understanding how to navigate the libraries website and how to select the most relevant database, instructions for searching CD ROM and guidance in locating 13 web-based databases and other electronic resources and instructions on subject searching training, using Boolean operators and searching internet resources through search engines. Dari pernyataan tersebut di atas diketahui bahwa panduan web dan alatalat pengajaran yang ditemukan di web mudah diperbarui, diakses, dan dicetak sesuai permintaan. Perpustakaan dapat menggunakan pendidikan pemakai berbasis web untuk menyampaikan pelatihan kepada pengguna dalam mengajar keterampilan perpustakaan dasar, bersama dengan daftar istilah perpustakaan, menggunakan OPAC Perpustakaan, menemukan buku, majalah, biodata dan bahan pustaka lainnya, memahami bagaimana menavigasi situs perpustakaan dan bagaimana untuk memilih database yang paling relevan, instruksi untuk mencari CD ROM dan bimbingan dalam menemukan database berbasis web dan sumber daya elektronik lainnya, serta menggunakan operator Boolean dan mencari sumber internet melalui pencarian mesin. Pada dasarnya materi yang diterapkan dalam pendidikan pemakai pada perpustakaan relatif sama antara satu perpustakaan dengan perpustakaan lainnya. Secara umum Darmono (2001, 23) menjelaskan beberapa materi bimbingan pemanfaatan perpustakaan antara lain adalah : 1. Pengenalan terhadap denah perpustakaan. 2. Peraturan perpustakaan. 3. Alat penelusuran informasi. 4. Pengenalan terhadap penempatan koleksi. 5. Pengenalan terhadap ruang baca. Melalui materi pendidikan pemakai di atas maka dapat diketahui bahwa penyelenggaraan pendidikan pemakai pada perpustakaan harus mampu menginformasikan aspek-aspek penting. Dengan harapan melalui pendidikan 14 pemakai maka pengguna perpustakaan tidak akan merasa asing dan lebih cepat beradaptasi terhadap tatanan sistem operasional perpustakaan. Sementara itu, kemungkinan terdapatnya perbedaan materi pendidikan pemakai antara satu perpustakaan dengan perpustakaan lainnya sangat mungkin terjadi. Hal ini sudah lumrah karena pada dasarnya peraturan mengenai pendidikan pemakai belum diatur dalam undang-undang pendidikan. Selain itu tingkat kualifikasi (level) antara satu perpustakaan dengan perpustakaan lainnya juga banyak yang memiliki perbedaan atau dengan kata lain belum seragam. Namun materi yang menyangkut keadaan umum perpustakaan biasanya disertakan pada setiap pendidikan pemakai di seluruh perpustakaan. 2.3 Metode Pendidikan Pemakai Program pendidikan pemakai yang diterapkan perpustakan pada dasarnya memiliki berbagai metode. Metode adalah suatu cara atau jalan untuk memperoleh kembali pemecahan terhadap segala masalah (Subagyo 1997,50). Jadi dengan demikian dapat dirumuskan bahwa metode pendidikan pemakai adalah cara penyelesaian masalah penggunaan fasilitas perpustakaan secara sistematis. Kosterman seperti yang dikutip oleh Purnomo (2006, 119) menyarankan bahwa suatu metode pengajaran harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Dapat mengkomunikasikan tujuan-tujuan yang telah dibuat. 2. Dapat membuat seseorang tertarik untuk perhatian dan termotivasi mereka untuk perhatian penuh terhadap apa yang sedang diajarkan. 3. Dapat mendorong seseorang untuk diambil bagian dengan menolongnya untuk mempersiapkan pelajaran-pelajaran. 4. Dapat ditindak lanjuti. 5. Dapat memberikan umpan balik untuk menguji efektifitas metode tersebut melalui indikator-indikator yang jelas. 15 Sementara itu menurut Hills yang dikutip oleh Fjallbrant (1978, 33) menyebutkan ada 4 (empat) faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode dan media pengajaran untuk pendidikan pemakai perpustakaan, yaitu: 1. Motivation Pengajaran harus memberikan suatu motivasi yang tinggi. 2. Activity Kerja aktif dalam pembelajaran pemecahan masalah akan kelihatan lebih efektif daripada hanya sejedar menyebutkan atau menjelaskan suatu rangkaian pekerjaan. 3. Understanding Pendidikan pemakai akan lebih efektif jika pengguna memamhami apa dan kenapa mereka mengerjakan hal demikian. 4. Feedback Umpan balik atau informasi perkembangan yang dibuat harus tersedia bagi para pengguna. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat dinyatakan bahwa metode pengajaran dalam pendidikan pemakai hendaknya memperhatikan beberapa aspek dan dampak, baik bagi pengguna maupun perpustakaan sendiri. Ada beberapa teknik atau metode yang dapat digunakan dalam pendidikan pemakai dilingkungan sivitas perguruan tinggi, antara lain: persentasi atau kuliah dalam kelas, wisata perpustakaan, penggunaan audo visual, permainan dan tugas mandiri, penggunaan buku pedoman atau pamflet. (Fjallbrant 1978, 43) 1. Lectures atau Ceramah di kelas Yaitu memberikan ceramah umum. Isi ceramah mengajarkan pemakai dalam hal ini mahasiswa bagaimana cara menggunakan perpustakaan dengan baik dalam rangka mengatasi kebutuhan mereka akan informasi. 2. The Tour of Library atau Wisata Perpustakaan Yaitu dengan melakukan pelajaran keliling di perpustakaan sekaligus memperkenalkan perpustakaan secara umum. 3. Audio Visual Methods atau Penggunaan Audio Visual. Metode ini merupakan pengajaran tidak langsung, yaitu pengajaran yang diberikan melalui media tertentu. Media yang digunakan diantaranya adalah kaset, televise, slide, CD-ROM. 16 4. Printed Guides atau Penggunaan Buku Pedoman/Pamflet Metode ini juga merupakan pengajaran tidak langsung. Teknik ini biasanya menuntutpemakai untuk mempelajari sendiri mengenal perpustakaan melalui berbagai keterangan yang ada pada buku panduan/pamflet. Teknik atau model pengajaran telah mengalami banyak inovasi. Hal tersebut bertujuan untuk membawa siswa ke dalam proses pendidikan mereka sendiri. Metode belajar aktif adalah sebuah model pengajaran yang dapat diaplikasikan pada instruksi pendidikan pemakai perpustakaan. Pustakawan dapat menjelaskan atau memberi pengajaran tentang perpustakaan kepada siswa di dalam kelas. Metode belajar aktif merupakan metode tercepat dan paling efisien untuk melatih siswa dalam melakukan suatu pembelajaran. Johnson, Johnson dan Smith dalam Lorenzen (2001, 19) menyatakan bahwa: When engaged in cooperative activities, individuals seek outcomes that are beneficial to themselves and to all other members of the group. Cooperative learning is the instructional use of small groups so that students work together to maximize their own and each other's learning. Dapat diartikan bahwa ketika terlibat dalam kegiatan koperasi, seseorang mencari hasil yang bermanfaat bagi diri mereka sendiri dan untuk semua anggota lain dari kelompok tersebut. Pembelajaran kooperatif adalah penggunaan pembelajaran kelompok kecil sehingga siswa bekerja sama untuk memaksimalkan diri mereka sendiri dan belajar satu sama lain. Dari banyaknya metode yang dapat digunakan untuk pendidikan pemakai pada perpustakaan, penulis lebih berfokus pada metode belajar aktif sebagai fokus penelitian ini. 17 2.4 Penerapan Metode Belajar Aktif dalam Pendidikan Pemakai 2.4.1 Pengertian Belajar Aktif Sebelum menjelaskan tentang metode belajar aktif terlebih dahulu penulis akan menjelaskan tentang metode. Metode pembelajaran adalah suatu cara bagi para pendidik untuk menyajikan materi pembelajaran yang masih bersifat umum agar mudah dipahami oleh peserta didik. Pendekatan belajar aktif merupakan istilah yang bermakna sama dengan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), belajar aktif bukan bukan disiplin ilmu (teori) melainkan sebuah strategi dalam pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pembelajaran aktif adalah pembelajran yang melibatkan peserta didik untuk melakukan sesuatu dan berpikier mengenai apa yang dikerjakannya. Dengan demikian esensi pembelajaran aktif sesungguhnya adalah belajar bagaimana caranya belajar. Beattie, S, (2005) dengan tegasmengungkapkan bahwa “ Learning is definitely not more imitation, not is it the ability to accumulate and regurgitate fixed knowledge. Learning is a constant process of discovery, a process without end”. Dari pernyataan tersebut jelas bahwa pembelajaran hendaknya berfokus pada peserta didik. Belajar aktif telah menerima banyak perhatian pada beberapa tahun terakhir. belajar aktif juga telah menarik banyak pendukung dari berbagai pihak termasuk perpustakaan untuk metode library instruction yang lebih modern. Untuk lebih jelasnya ada beberapa defenisi dari para ahli tentang metode belajar aktif diantaranya adalah: 18 Menurut Dalyono (2005, 49) belajar aktif merupakan salah satu cara atau strategi pembelajaran yang menuntut keaktifan dan partisipasi siswa semaksimal mungkin, sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara lebih efektif dan efisien. Sedangkan menurut Usman (1992), belajar aktif adalah sistem pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa, baik secara fisik, mental, intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara kognitif, afektif dan psikomotorik. Defenisi lain mengenai metode belajar aktif dikemukakan oleh Prince (2004, 223) menyatakan bahwa active learning is generally defined as any instructional method that engages students in the learning process. In short, active learning requires student to do meaningful learning activities and think about what they are doing. Yaitu pembelajaran aktif secara umum didefinisikan sebagai metode pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Singkatnya, pembelajaran aktif mengharuskan siswa untuk melakukan kegiatan belajar yang bermakna dan berpikir tentang apa yang mereka lakukan. Dari beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar aktif adalah sebuah metode pembelajaran yang menuntut siswa agar lebih aktif dan dilatih berfikir kritis. Siswa harus mampu mengembangkan bakat yang ada pada dirinya. Siswa merupakan pusat dari sebuah kegiatan belajar dan pembelajaran, sehingga dari kegiatan tersebut diharapkan siswa menjadi lebih kreatif. 19 2.4.2 Metode Belajar Aktif Dalam pembelajaran aktif terdapat pendekatan motodologi, yaitu menyangkut cara mahasiswa mengadaptasi ide aktif yang disajikan ke dalam struktur kognitifnya, sejalan dengan cara yang ditempuh dosen dalam menyajikan bahan pembelajaran tersebut. Lebih lanjut, Suherman, E, dkk (2003) menyatakan bahwa metode adalah cara menyajikan materi yang bersifat umum, misalnya dosen menyampaikan materi dengan menggunakan ceramah dan diselingi dengan tanya jawab. Metode ini memuat prosedur pembelajaran yang dipilih untuk membantu para mahasiswa untuk mencapai tujuan atau untuk membantu mereka menginternalisasikan isi atau pesan. Terdapat beberapa cara dalam pelaksanaan metode belajar aktif ini, diantaranya adalah seperti yang dikemukakan oleh Swaine (1997,5) berikut: Student teams may be given standard worksheets and assigned specific resources to examine.The worksheets can ask for title of resource, type of information it contains, how it works andease of use, currency/frequency of updating, limitations, etc. Groups can be given a certainamount of time, perhaps 10 minutes, for this and can then report their findings to the whole class(5 minute limit per group, for example). (Tim mahasiswa dapat diberikan lembar kerja standar dan ditugaskan sumber daya yang spesifik untuk latihan. Lembar kerja dapat berupa judul sumber daya, jenis informasi yang dikandungnya, cara kerjanya dan kemudahan penggunaan, mata uang / frekuensi update, keterbatasan, dll Setiap kelompok dapat diberi waktu tertentu mungkin 10 menit dan kemudian dapat melaporkan temuan mereka ke seluruh kelas (batas 5 menit per kelompok, misalnya)). Lunde dalam Hosnan (2014, 208) mengemukakan beberapa teknik yang dapat digunakan untuk pembelajaran aktif di dalam kelas, yaitu think-pair-share, barinstorming, kerja kelompok kecil, bermain peran, deba siswa, studi kasus, 20 jurnal, concept mapping, kelompok belajar kolaboratif, one-minute-paper, permainan, demonstrasi, student-gen erated exam question, presentasi dan proyek, newsletter dan perburuan harta karun. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan dalam belajar aktif adalah model pembelajran kooperatif. Pembelajaran kooperatif dilakukan dengan membentuk kelompok kecil yang anggotanya heterogen untuk bekerja sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan masalah, tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Dalam pembelajaran kooperatif dikenal adanya bebrapamavam tipe, diantaranya Student Team Achievement Division (STAD), pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, investigasi kelompok (IK), pembelajaran kooperatif tipe Pendekatan Struktural (PS). Dalam buku panduan pembelajaran aktif di perguruan tinggi (2010, 52) menjelaskan perbandingan empat tipe dalam pembelajaran kooperatif, seperti tabel berikut: Tabel II. 1 Perbandingan empat tipe dalam pembelajaran kooperatif Aspek STAD Jigsaw IK PS Tujuan Informasi Informasi Informasi Informasi kognitif akadenik akademik akademik akademik sederhana sederhana tingkat tinggi sederhana dan keterampilan inkuiri Tujuan sosial Kerja Kerja Kerjasama Keterampilan kelompok dan kelompok dan dalam kelompok dan kerjasama kerjasama kelompok keterampilan kompleks social Struktur tim Kelompok Kelompok Kelompok Bervariasi belajar belajar belajar dengan berdua, heterogen heterogen 5-6 orang bertiga, dengan 4-5 dengan 5-6 anggota kelompok orang anggota menggunakan heterogen dengan 4-6 21 Aspek Pemilihan topik pelajaran Tugas utama Penilaian STAD Biasanya dosen Jigsaw IK Pola kelompok “asal” dan kelompok “ahli” Biasanya Biasanya dosen mahasiswa Mahasiswa dapat menggunkan LKS dan saling membantu untuk menuntaskan materi belajarnya Mahasiswa mempelajari materi dalam kelompok “ahli” kemudian membantu anggota kelompok “asal” mempelajari materi itu. Tes mingguan Bervariasi atau kuis dapat berupa setiap akhir tes mingguan pertemuan pengakuan Mahasiswa menyelesaikan inkuiri kompleks PS orang anggota heterogen Biasanya dosen Mahasiswa mengerjakan tugas-tugas keterampilan sosial dan kognitif Menyelesaikan Bervariasi proyek & menulis laporan, menggunakan tes essai Lembar Bervariasi pengakuan dan publikasi lain Lembar Publikasi lain pengakuan dan publikasi lain. Sumber: buku panduan pembelajaran aktif untuk perguruan tinggi (2010) Dari berbagai tipe pembelajaran tersebut, penulis hanya membahas dua tipe pembelajaran aktif, yaitu pembelajaran tipe jigsaw dan pembelajaran tipe Pendekatan Struktural (PS). Tipe PS memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi mahasiswa. Terdapat dua macam sttruktur PS, yaitu Think-Pair-Share (TPS) dan NumberedHeads-Together (NHT). 22 Selanjutnya dalam buku panduan pembelajran aktif di perguruan tinggi (2010, 35-36) menjelaskan langkah kegiatan untuk model pembelajaran tipe TPS dan jigsaw. Seperti berikut: Diskusi dengan model pembelajaran tipe TPS 1. Fasilitator menyampaikan topik bahasan yang akan didiskusiakan 2. Fasilitator selanjutnya meminta setiap peserta memikirkan masalah yang mereka hadapi dan menyiapkan diri untuk berdiskusi tentang masalah yang dihadapi tersebut. 3. Fasilitator meminta setiap peserta mencari pasangan untuk membahas masalah tersebut dan penyelesaian yang mungkin ditempuh. Setiap peserta cukup diminta memilih pasangan peserta lain yang duduk berdekatan dengannya. 4. Fasilitator selanjutnya mengarahkan semua peserta berdiskusi secara bersama-sama dengan memulai dari satu peserta yang mengemukakan masalahnya. 5. Fasilitator meminta sejumlah perwakilan pasangan untuk menyajikan hasil diskusi mereka. 6. Fasilitator menyimpulkan dan member penjelasan tentang model pembelajaran yang baru saja disimulasikan. Diskusi kelompok dengan model pembelajran tipe jigsaw. 1. Fasilitator membagi peserta ke dalam beberapa kelompok awal yang beranggotakan 8 orang. 2. Fasilitator membagikan materi model0model pembelajran aktif (penjelasan tentang 8 model pembelajran aktif). Setiap anggota setiap kelompok diminta menangani satu model pembelajaran. 3. Fasilitator mengarahkan setiap peserta dengan model pembelajran yang sama berkumpul menjadi kelompok ahli dan mendiskusikan model yang mereka tangani. 4. Fasilitator meminta setiap anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan menyampaikan hasil diskusi mereka selama berada di kelompok ahli. Fasilitator meminta anggota kelompok lain untuk tidak hanya mendengar penjelasana tersebut, tetapi juga membahasnya untuk mencapai pemahaman bersama yang tepat. 5. Fasilitator membagikan lembar kegiatan pada setiap peserta dalam kelompok awal. 6. Fasilitator meminta beberapa kelompok awal untuk mempresentasikan hasil diskusi. Sebaiknya, satu kelompok diminta menjelaskan paling banyak dua model pembelajaran saja dan satu scenario (berupa langkah-langkah kegiatan inti pembelajaran) yang telah dikembangkan. 23 Teknik lain juga dikemukakan oleh Swaine (1997) yang menyatakan bahwa siswa dapat melakukan latihan untuk menyelesaikan tugas-tugas perpustakaan sederhana atau untuk menyelesai kan latihan dalam menemukan materi yang bersangkutan mengenai satu topik, yaitu sebagai berikut: Tabel II. 2 Kegiatan pembelajaran aktif dalam kelas Sample time frame for a class 75-minute upper-division class session: Time Activity 10:00 Welcome & handouts; give overview of the session and basic objectives 10:05 Introductory session; putting things in context; looking at the big picture10:10. Initiate group formation with clear instructions on assignments 10:13 Groups begin (for example, 1 group using Yahoo to search the Internet, one group searching a cd-rom database, 2 groups searching different printedindexes and/or other important reference works) with librarian remaining in thearea for consultation 10:35 Groups return and begin presentations (5 groups x 4 minutes each, plus1 minute per presentation for the librarian to make further clarifications) 11:00 Librarian pulls it all together, possibly with a reminder of search strategy (on a handout), a brief trip to the reference area to show pertinent locations, orreminder of services such as interlibrary loan, reference assistance, availabilityof printed guides, etc. 11:15 Class dismissed Sumber: Swaine (1997). Berdasarkan uraian pendapat tersebut maka dapat diketahui bahwa untuk melaksanakan metode belajar aktif pada pendidikan pemakai waktu pembelajaran tidak harus lama, cukup dengan waktu yang singkat tetapi materi disampaikan dapat bermanfaat oleh para siswa. 24 yang 2.4.3 Karakteristik Belajar Aktif Teori belajar saat ini menjadi hal menarik bagi siswa dalam proses belajar dan ini sering disebut sebagai belajar aktif. Belajar aktif yang paling sederhana digambarkan sebagai metode pengajaran yang melibatkan siswa lebih aktif. Menurut Bonwell dan Eison (1991, 2) belajar aktif sebagai kegiatan pembelajaran yang melibatkan siswa dalam melakukan hal-hal dan berfikir tentang apa yang mereka lakukan. Mereka juga menyatakan ada beberapa karakteristik umum yang terkait dengan belajar aktif , yaitu sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. Students are involved in more than listening. ( Siswa terlibat lebih dari mendengarkan.) Less emphasis is placed in transmitting information and more on developing students skills. (Kurang menekankan pada penyampaian informasi dan lebih pada pengembangan keterampilan siswa.) Students are involved in higher-order thinking (i.e.,analysis,synthesis and evaluation). (Siswa terlibat dalam berpikir tingkat tinggi (yaitu, analisis, sintesis, dan evaluasi). Students are engaged in activities (e.g.,reading,discuccing,writing). (Siswa terlibat dalam kegiatan (misalnya, membaca, berdiskusi, menulis) Greater emphasis is placed on students exploration of their attitudes and values. (Lebih menekankan pada siswa untuk mengeksplorasi sikap dan nilai-nilai mereka.) Dari gambaran karakteristik tersebut dapat dinyatakan bahwa penerapan metode belajar aktif akan menciptakan pribadi siswa untuk lebih belajar kreatif dan lebih mengembangkan kemampuan siswa. 25 2.4.4 Strategi Metode Belajar Aktif Penggunaan metode belajar aktif pada one-shoot perkuliahan memerlukan beberapa modifikasi dari teknik belajar aktif . Suherman, E, dkk (2003) menguraikan bahwa strategi pembelajran aktif adalah siasat atau kiat yang direncanakan oleh guru atau dosen dengan segenap persiapan pembelajran agar pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan lancar dan tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif. Drueke (1992, 77) mendaftar 9 strategi untuk memungkinkan belajar aktif dapat diaplikasikan oleh pustakawan, yaitu: 1. Talking informally with students as they arrived for class. (Berbicara informal dengan siswa saat mereka tiba kelas) 2. Expecting that students would participate and acting accordingly. (Mengharapkan siswa akan berpartisipasi dan bertindak) 3. Arranging the classroom to encourage participation including putting chairs in a cluster or circle. (Mengatur kelas untuk mendorong partisipasi siswa termasuk menempatkan kursi pada sebuah lingkaran) 4. Using small group discussion, questioning, and writing to allow for non-threatening methods of student participation. (Menggunakan diskusi kelompok kecil, tanya jawab, dan menulis untuk memungkinkan metode) 5. Giving students time to give responses, do not rush them. (Memberikan waktu siswa untuk memberikan tanggapan, jangan buruburui mereka) 6. Rewarding students for participating by praising them or paraphrasing what they say. (Menghargai partisipasi siswa dengan memuji mereka atau mengutip apa yang mereka katakana) 7. Reducing anonymity by introducing yourself and asking the students for their names. Ask the class to relate previous library experiences as you do this. (Mengurangi kerahasiaan identitas, yaitu dengan memperkenalkan diri dan meminta siswa untuk memperkenalkan nama mereka. Mintalah siswa untuk menceritakan pengalaman perpustakaan) 8. Drawing the students into discussions by showing the relevance of the library to their studies. 26 (Beri gambaran kepada siswa dalam diskusi dengan menunjukkan relevansi perpustakaan untuk studi mereka) 9. Allowing students time to ask questions at the end of class. (Membiarkan waktu siswa untuk mengajukan pertanyaan di akhir kelas) Dari pernyataan tersebut dapat dinyatakan bahwa pendekatan yang didaftar oleh Drueke identik dengan modifikasi untuk poin yang sederhana yang dibuat oleh para pendukung belajar aktif. Hal ini juga menunjukkan bahwa dengan sedikit usaha pembelajaran dapat berubah menjadi pengalaman belajar aktif bagi para siswa. Pengaplikasian metode belajar aktif yang sederhana yaitu seperti menjawab pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan pemikiran yang kritis, penggunaan kosakata yang baik (bolean logic) dalam proses penelusuran, dan menunjukkan database terakurat untuk sebuah kasus. Pendapat lain tentang strategi metode belajar aktif dikemukakan oleh Allen (96-98). Allen telah meringkas enam kegiatan khusus untuk mendorong siswa dalam proses pembelajaran, yaitu : including the modified lecture, brainstorming, small-group work, cooperative projects, peer teaching and partnering, and writing. Dapat diartikan strategi metode belajar aktif termasuk kuliah dimodifikasi, metode brainstorming, kerja kelompok kecil, proyek kerja sama, mengajar rekan dan kemitraan, dan menulis. Praktek metode belajar aktif dapat diartikan sebagai metode pembelajaran kolaboratif. Collaborative learning theory is closely related to both constructivist theory and sociocultural theory (Smith 2004, 65-83; Wang 2007, 14958).Collaborative learning emphasizes the social construction of knowledge and the importance of both teachers and learners taking an 27 active role in the education process (Whipple 1987, 4-6). As in constructivist learning environments, collaborative learning environments require the instructor to act as a facilitator who shares authority with his/her students and helps learning take place (MacGregor 1990, 19-30). (Teori pembelajaran kolaboratif berkaitan erat dengan teori konstruktivis dan teori sosial budaya (Smith 2004, 65-83; Wang 2007, 149- 58). Belajar kolaborativ menekankan konstruksi dan pentingnya pengetahuan sosial baik guru dan peserta didik mengambil peran aktif dalam proses pendidikan (Whipple 1987, 4-6). Seperti dalam lingkungan belajar konstruktivis, lingkungan belajar kolaboratif membutuhkan instruktur untuk bertindak sebagai fasilitator yang berbagi kekuasaan dengan siswa dan membantu belajar berlangsung (MacGregor 1990, 19-30)). Hosnan (2014, 208) menyatakan bahwa terdapat beberapa strategi yang dapat diterapkan dalam proses belajar aktif yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. Everyone is a teacher here Active debate Index card match Jigsaw learning Role play Writing in the here and now Reading aloud The power of two & four Information search Point-counterpoint Reading guide Debat berantai Listening team Small group discussion Team quiz Card short Gallery walk Dari pernyataan di atas maka dapat diketahui bahwa metode belajar aktif dapat di lakukan dengan pembelajaran kolaboratif, karena dengan pembelajaran kolaboratif dapat memberikan siswa kesempatan berdiskusi dan bertukar ilmu 28 sesama rekan mereka. Sehingga siswa akan lebih aktif dalam mencari informasi dari suatu kasus yang telah diberikan pemateri. Pendidikan pemakai perpustakaan dianggap kurang memikat oleh banyak siswa. Siswa mungkin tidak menyadari bahwa perpustakaan sangat penting, baik untuk kebutuhan informasi mereka maupun akademis mereka. Maka sehubungan dengan hal tersebut pustakawan di tuntut harus mampu memberikan inovasi dalam penyampaian materi pendidikan pemakai perpustakaan. Penggunaan teknologi di dalam kelas dianggap sebuah inovasi yang baik untuk penerapan metode belajar aktif ini karena teknologi dapat digunakan untuk meningkatkan pendidikan pemakai perpustakaan. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Eva dan Nicholson (2011) berikut ini : Technology can be a good way to connect with today’s students – it is the world they are familiar and comfortable with – and, as such, may make them more open to receiving the message being taught. Technology can make library instruction more engaging, more entertaining and more interactive. Dapat diartikan bahwa teknologi bisa menjadi cara yang baik untuk berhubungan dengan siswa saat ini. Hal tersebut merupakan dunia yang akrab dan nyaman untuk mereka. Dengan demikian, dapat membuat mereka lebih terbuka untuk menerima pesan yang diajarkan. Teknologi dapat membuat instruksi perpustakaan lebih menarik, lebih menghibur dan lebih interaktif. Dari beberapa pendapat di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa hal pertama yang dilakukan untuk melakukan pembelajaran aktif didalam kelas ini adalah bahwa peserta didik harus merasa nyaman terlebih dahulu dengan belajar aktif. Penerapan belajar aktif perlu mendapatkan dukungan dari berbagai pihak agar tercipta suasana pembelajaran yang kondusif (aman dan nyaman) bagi para peserta didik. 29 2.4.5 Keunggulan Belajar Aktif Belajar aktif adalah suatu bentuk pengalaman belajar yang baik bagi para siswa/mahasiswa. Munir (2008, 87) mengelompokkan keaktifan peserta didik menjadi beberapa aspek, antara lain: 1. Aktif secara jasmani seperti penginderaan, yaitu mendengar, melihat,mencium, merasa dan meraba. 2. Aktif berfikir melalui tanya jawab, mengolah dan mengemukakan ide, berfikir logis, sistematis dan sebagainya. 3. Aktif secara sosial seperti aktif berinteraksi atau bekerja sama dengan orang lain. Hosnan (2014,216-217) menyatakan bahwa keuntungan belajar aktif adalah sebagai berikut: 1. Peserta didik lebih termotivasi 2. Mempunyai lingkungan yang aman 3. Partisipasi oleh seluruh kelompok 4. Setiap orang bertanggung jawab dalam kegiatan belajarnya sendiri 5. Kegiatan bersifat fleksibel dan ada relevansinya 6. Reseptif meningkat 7. Pendapat induktif distimulasi 8. Partisipan mengungkapkan proses berpikir mereka 9. Memberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan 10. Memberi kesempatan untuk mengambil resiko Berdasarkan pendapat di atas pengetahuan peserta didik terbentuk melalui proses persepsi dan tanggapan terhadap informasi yang diterimanya melalui penginderaan. Maka dengan demikian, tingkat keberhasilan belajar peserta didik akan berada pada level yang lebih tinggi karena pembelajaran melibatkan lebih banyak penginderaan. Sehubungan dengan survey tersebut maka peneliti menganggap metode belajar aktif adalah sebuah metode yang pantas dilakukan untuk penyampaian materi pendidikan pemakai di perpustakaan. Karena metode tersebut lebih 30 melibatkan peserta didiknya untuk belajar aktif dan kreatif, sehingga akan meningkatkan kualitas diri peserta didik dalam hal mencari dan melakukan tugas/ penelitian. 2.5 Literasi Informasi dalam Perpustakaan Dunia perpustakaan Indonesia sebenarnya sudah lama mengenal dan melakukan aktivitas yang berkenaan dengan literasi informasi, meskipun dengan istilah yang berbeda. Menurut Pendit (2008) literasi informasi dalam perpustakaan adalah sebagi berikut: Pada perpustakaan, konsep literasi informasi bermula dari pendidikan pemakai di perpustakaan. Prinsip kegiatan yang ada dalam pendidikan pemaki sama dengan apa yang akan dikembangkan melalui programprogram literasi informasi, yaitu mengembangkan kemampuan pengguna dalam menetapkan hakikat dan rentang informasi yang dibutuhkan, mengakses informasiyang dibutuhkan secara efektif dan efisien, mengevaluasi informasi dan sumbernya secara kritis, menggunakan informasi untuk keperluan tertentu. Perpustakaan perguruan tinggi pada umumnya membekali mahasiswa dengan literasi informasi yang berkaitan dengan kegiatan perpustakaan yaitu cara mengakses koleksi perpustakaan. Mahasiswa diarahkan memiliki kemampuan mengoperasikan komputer. Menurut Proboyekti (2008) keterampilan yang dapat diajarkan perpustakaan adalah sebagai berikut: 1. Orientasi perpustakaan: cara menggunakan koleksi dan memanfaatkan layanan perpustakaan. 2. Pengoperasian komputer dan internet. 3. Penelusuran artikel pada online database yang dilanggan. 4. Pemanfaatan layanan online kampus: email, forum mahasiswa, file transfer, e-class, dan sebagainya. 31 2.5.1 Keterampilan Perpustakaan Perpustakaan hendaknya secara bijaksana dapat memformulasikan program pendidikan pemakai dengan perubahan yang terjadi dalam dunia informasi. Pendidikan pemakai pada perpustakaan semakin dibutuhkan peranannya karena untuk mempermudah dalam pemenuhan kebutuhan informasi, pengguna harus memiliki keterampilan perpustakaan. Hal tersebut dikemukakan oleh Chall seperti dikutip oleh Hasugian (2002,7) yaitu keterampilan perpustakaan diartikan sebagai salah satu keahlian, keterampilan atau kemampuan menggunakan perpustakaan. dengan demikian kemampuan yang dimiliki pengguna untuk dapat memanfaatkan fasilitas dan sejumlah koleksi yang disediakan dengan cara mengindentifikasi, mengakses, membandingkan dan mengevaluasi serta menerapkan informasi yang tersedia dalam berbagai format. 2.5.2 Penelusuran Informasi Perkembangan teknologi informasi telah membawa kemudahan dalam melakukan penelusuran informasi. menurut Purwono (2008, 2), “penelusuran informasi adalah kegiatan menelusur kembali seluruh atau sebagian informasi yang pernah ditulis atau diterbitkan melalui sarana temu kembali informasi yang tersedia”. Dari pendapat tersebut, maka penelusuran informasi adalah kegiatan mencari kembali informasi mengenai suatu topik tertentu, baik dilakukan dengan cara manual dan melalui komputer. 32 Surachman (2007, 2) membedakan cara dan alat yang digunakan dalam penelusuran informasi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut: 1. Penelusuran informasi konvensional adalah penelusuran yang dilakukan dengan dan melalui cara-cara konvensional/manual seperti menggunakan kartu katalog, kamus, ensiklopedi, bibliografi, indeks, dan sebagainya. Disebutkan bahwa penelusuran informasi konvensional merupakan satu jenis penelusuran yang memanfaatkan sumber-sumber informasi dan atau sumber-sumber penelusuran yang sifatnya konvensional atau offline. Penelusuran dilakukan dengan menggunakan berbagai media penelusuran seperti katalog tercetak, bibliografi, indeks atau kumpulan indeks, kumpulan abstrak, ensiklopedia atau kamus, dan media lain yang sifatnya manual atau dengan teknik-teknik klasik tanpa bantuan teknologi informasi/komputer. Pada penelusuran konvensional pengguna dan juga pustakawan atau petugas perpustakaan dituntut mampu memahami masing-masing fungsi sumber informasi atau sumber penelusuran serta karakteristiknya sehingga mampu menemukan informasi dengan benar, tepat dan akurat. 2. Penelusuran informasi digital adalah penelusuran yang dilakukan dengan dan melalui media digital atau elektronik seperti melalui OPAC (Online Public Access Catalog), Search Engine (di Internet), Database Online, Jurnal Elektronik, Reference Online, dan informasi lain yang tersedia secara elektronik/digital. Adapun penelusuran informasi digital atau elektronik, seperti disebutkan di atas merupakan satu metode penelusuran informasi yang menggunakan teknologi informasi dan komputer terutama untuk keperluan penelusuran koleksi atau sumber-sumber informasi yang berupa file elektronik atau digital. Sehingga pada penelusuran informasi digital atau elektronik ini, apa yang dicari dan alat yang digunakan untuk dicari pun sama-sama merupakan hasil dari sebuah pengembangan teknologi informasi dan komputer yang berupa digital atau elektronik Apapun alat dan cara yang digunakan pada proses penelusuran informasi sudah jelas adalah tujuannnya adalah untuk mendapatkan informasi yang diinginkan. Perkembangan zaman menuntut para pustakawan atau penelusur mengetahui teknik penelusuran yang baik melalui media elektronik. 33 2.5.2.1 Penelusuran Menggunakan Sistem OPAC Untuk memudahkan penelusuran koleksi perpustakaan, para pustakawan dan pekerja informasi membuat berbagai perkakas penelusuran. Perkakas yang paling utama dalam penelusuran koleksi suatu perpustakaan adalah katalog perpustakaan. Menurut Horgan seperti yang dikutip oleh Hasugian (2000, 27) menyatakan bahwa “Suatu sistem temu balik informasi, dengan satu sisi masukan (input) yang menggabungkan pembuatan file cantuman dan indeks. Hal ini menghasilkan pangkalan data yang dapat ditelusur sebagai sisi keluaran (output) dari sistem”. OPAC menyediakan akses umum kepada file pangkalan data yang dimiliki perpustakaan. Melalui OPAC pengguna berinterkasi untuk memeriksa isi file yang ada. Pendapat lain dikemukakan oleh Tedd seperti yang dikutip oleh Hasugian (2009, 154) menyatakan bahwa OPAC adalah: Sistem katalog terpasang yang dapat diakses secara umum dan dapat dipakai pengguna untuk menelusur pangkalan data katalog, untuk memastikan apakah perpustakaan menyimpan kaya tertentu, untuk mendapatkan informasi tentang koleksinya dan jika sistem catalog dihubungkan dengan sistem sirkulasi, maka pengguna dapat mengetahui apakah bahan pustaka yang sedang dicari sedang tersedia di perpustakaan atau sedang dipinjam. Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa OPAC merupakan sarana penyimpanan dan penelusuran informasi secara online yang memberikan informasi bagi pengguna perpustakaan. penelusuran melalui OPAC dapat diakses melalui beberapa titik penelusuran. Salah satunya adalah pengarang, judul, nomor kelas dan lain sebagainya. 34 OPAC sebagai salah satu sistem temu balik informasi teks di perpustakaan sebainya menyediakan berbagai fasilitas penelusuran. Menurut Chowdury seperti yang dikutip oleh Hasugian (2000) terdapat sejumlah fasilitas penelusuran yang umum tersedia yaitu sebagai berikut: 1. Boleean Query Formulation Fasilitas penelusuran menggunakan operator boleean memperbolehkan pengguna untuk menggabungkan istilah penelusuran pada perintah penelusuran yang diberikan dengan memberlakukan kondisi tertentu. Merumuskan query dengan beberapa istilah dapat menggunakan operator bolean yang terdiri dari tiga kata konektor yaitu: AND, OR, dan NOT. Di bawah ini penjelasan terhadap operator tersebut, yaitu: a. AND digunakan untuk menemukan semua cantuman dimana istilah penelusuran tersebut terdapat dalam cantuman yang sama. b. OR digunakan untuk menemukan semua cantuman dimana salh satu dari istilah penelusuran terdapat. c. NOT digunakan untuk mengesampingkan hasil penelusuran yang memiliki konsep berhubungan tetapi tidak dikehendaki. 2. Proximity Searching Penelusuran kedekatan (Proximity Searching) adalah fitur yang biasa disediakan pada sistem temu balik teks, mencakup OPAC. Tujuan penelusuran ini adlah untuk memperbaiki pertanyaan penelusuran dengan memperbolehkan penelusur menetapkan dalam hubungan kata-kata yang mana suatu istilah harus terdapat. Proximity Searching terdiri dari empat konek yaitu: Same (S), With (W), Adjacency (ADJ), dan Near (N). 3. Limiting Searches Pangkalan data pada sistem temi balik teks terdiri dari sejumlah ruas (field) yang berbeda dan juga berisikan informas yang berbeda. Pengguna dalam merumuskan querynya harus dapat membatasi penelusuran pada satu atau lebih ruas tertendu. Dengan fasilitas penelusuran ini, pengguna dapat menetapkan bahwa istilah penelusuran akan dicari atau dilihat pada satu atau lebih ruas tertentu. 4. Truncation Penelusuran dengan cara truncation (pemenggalan) dimaksudkan untuk memperbolehkan suatu penelusuran dipandu atau diarahkan untuk mendapatkan semua bentuk kata yang berbeda, akan tetapi mempunyai akar kata yang sama. Dengan menggunakan tanda atau symbol truncation (#. *, atau $), suatu kata atau istilah dipenggal atau dipotong pada posisi tertentu, misalnya di kiri, di kanan, atau pada keduanya. 35 5. String Searching String searching adalah suatu teknik untuk menemukan satu karakter string yang melekat pada suatu istilah tertentu. Istilah-istilah yang mempunyai karakter string tersebut tidak tersimpan pada inverted file (yang yang terindeks), melainkan hanya tersimpan dalam sequential fle (file yang tersusun berdasarkan urutan pemasukan data). Penelusuran string tidak didasarkan pada inverted file, akan tetapi mengambil data langsung dari cantuman bibliografis dalam sequential file. Fasilitas string searching memperbolehkan pengguna menelusur istilah-istilah yang belum terindeks. Karena proses penelusuran string adalah mencocokkan karakter istilah penelusuran dengan karakter cantuman yang tersimpan pada simpanan (file) sequential yang belum terindeks, sehingga penelusuran ini sangat lambat, terutama untuk pangkalan data yang besar. Adapun jenis penelusuran melalui sistem OPAC menurut Rowley seperti yang dikutip oleh Hasugian (2007, 74) adalah sebagai berikut: 1. Penelusuran dengan merawak (browse searching) 2. Penelusuran kata kunci (keyword searching) menggunakan sati atau lebih kata 3. Penelusuran frasa, dengan memasukkan frasa dalam kutipan, hal ini berguna untuk melokalisir frasa yang berisikan kata-kata yang tidak diindeks atau kata-kata umum. 4. Penelusuran indeks-silang, misalnya menelusur lebih dari satu indeks dalam pernyataan penelusuran tunggal. 5. Logika Boleean, didukung oleh AND, OR dan NOT. OPAC dirancang sesederhana mungkin sehingga dapat digunakan dengan mudah, hal tersebut dilakukan agar para penelusur informasi dapat mendapatkan koleksi yang diinginkan dengan mudah. Menurut Siregar, A. Ridwan (2002) Penggunaan sistem penelusuran OPAC di perpustakaan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: Penggunaan Operator Boolean Dalam penelusuran, dapat menggunakan operator atau fungsi aljabar Boolean untuk mempersempit atau memperluas cakupan penelusuran, dengan menggabungkan dua atau lebih kata/istilah dalam satu ekspresi penelusuran. seperti contoh berikut: Pemotongan Istilah (truncation) Pemotongan kata/isitilah digunakan untuk memperluas cakupan penelusuran. Hal ini penting karena beberaapa kata/istilah yang 36 maksudnya hampir sama tetapi dituliskan dengan cara yang berbeda, seperti misalnya obstetric, obstetrical, obstetrics. Dengan mengetikkan: obstet$, ketiga kata/istilah tersebut sudah tercakup di dalamnya. Penggunaan Kamus Istilah Dalam database katalog tersedia kamus istilah (term dictionary) yang dapat digunakan untuk memeriksa istilah-istilah yang terdaftar di dalam file indeks dan selanjutnya melakukan penelusuran melalui istilah-istilah tersebut. Untuk menggunakannya, tekan tombol T untuk pilihan Display Term Dictionary pada menu penelusuran. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat dikatakan bahwa dalam melakukan penelusuran bahan pustaka menggunakan OPAC hendaknya para penelusur mengetahui cara penelusuran dengan baik, yaitu dengan menggunakan Boleean atau istilah yang lebih spesifik tentang bahan pustaka yang ingin dicari pada koleksi perpustakaan. 2.5.2.2 Penelusuran Menggunakan Mesin Pencari Saat ini banyak sekali mesin pencari di internet, baik mesin pencari yang menyediakan jasanya secara gratis amupun dengan sistem pembayaran setiap kali penggunaan. Mesin pencari yang menyediakan jasanya secara gratis diantaranya adalah: 1. Google (google.com), 2. Alva Vista (www.alvavista.com), 3. Alltheweb (www.alltheweb.com), 4. Naver (www.naver.com), 5. AOL Search (www.search.aol.com), 6. Lycos (www.lycos.com), dan 37 7. MSN (www.msn.search.com). Adapula beberapa mesin pencari yang biasanya digunakan untuk penelusuran informasi khusus (scientific articles), diantaranya: 1. PubMed PubMed is a free search engine accessing primarily the MEDLINE database of references and abstracts in life sciences and biomedial topics. PubMed comprises more then 24 million citations for biomedial literature from MEDLINE, life science journals, anf online books. Citations may include links to full-text content from PubMed Central and publisher web sites. 2. Google Scholar Google Scholar is a freely accessible web search engine that indexes the full text of scholarly literature across an array of publishing formats and disciplines.. released in beta in November 2004, the Google Scholar index includes most peer-reviewed online journals of Europe and America’s largest scholarly publishers, plus scholarly books and other non-peer reviewed journals. 3. ERIC (Educatin Resources Information Center) Citations from the educational literature including journals, books, currula, guides, conferences and meetings, reports, dissertations, andaudiovisual media. Some full-text available. 4. Microsoft Academic Search Microsoft academic Search is a free public search angine for academic papers and literature, developed by Mocrosoft Research for the pupose of algorithms research in object-level vertical search, data mining, entity linking, and data visualization. The database consists of the bibliographic information (metadata) for academic papers publishing in journals, conference proceedings, and the citations between them as of February 2014, it has indexed over 39.9 million publications and 19.9 million authors. (California Department of Public Health 2014). Penelusuran artikel jurnal merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam kegiatan penelitian. Para peneliti ditantang untuk selalu mengetahui informasi baru yang berkaitan dengan penelitian dan profesinya. Sebagian besar informasi tersebut dimuat sebagai artikel dalam berbagai jurnal. Penelusuran 38 artikel jurnal elektronik dapat dilakukan dengan penelusuran database ilmiah, seperti artikel jurnal bidang kedokteran yang terdapat dalam database Medline. Ajie (2008) menjelaskan bahwa secara umum tugas mesin pencari adalah Melakukan temu balik informasi yang sesuai dengan kata kunci (quey), kemudian mesin pencari mulai mencari pangkalan data (databases), situs web dan juga search angine lainnya yang berhubungan dengan kata pencarian, dan menyajikan dalam bentuk list (daftar hyperlink dari halaman dokumen-dokumenyang berhubungan dengan kata pencarian). Dalam memanfaatkan layanan penelusuran yang ada, pengguna perlu mengetahui dengan baik cara mengakses layanan penelusuran tersebut agar memperoleh informasi yang relevan. Proses penelusuran sangat tergantung pada istilah penelusran yang dibangun. 39