BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan suatu ide, pikiran,
hasrat, dan keinginan kepada orang lain dan berperan dalam perkembangan
berbagai macam aspek kehidupan manusia (Sutedi, 2008:2). Ketika kita
menyampaikan ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada seseorang baik secara
lisan maupun secara tertulis,seseorang tersebut bias menangkap apa yang kita
maksud, tiada lain karena ia memahami makna (imi) yang dituangkan melalui
bahasa.
Bahasa mempunyai keterkaitan dan keterikatan dalam kehidupan manusia.
Manusia dalam kehidupannya di masyarakat, memiliki kegiatan yang tidak tetapi
dan selalu berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, dan menjadi tidak
tetap. Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari
segala kegiatan dan gerak gerik manusia sepanjang keberadaan manusia itu
sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Dengan demikian, fungsi
bahasa merupakan media untuk menyampaikan suatu makna kepada seseorang
baik secara lisan maupun secara tertulis.
Sebagai alat komunikasi dan alat interaksi yang hanya dimiliki oleh
manusia, bahasa dapat dikaji secara internal maupun secara eksternal. Kajian
secara internal adalah pengkajian yang hanya dilakukan terhadap struktur intern
bahasa tersebut, seperti strukutur fonologisnya, struktur morfologisnya, struktur
sintaksisnya, dan struktur semantiknya. Kajian secara internal ini akan
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan varian-varian bahasa itu saja tanpa ada kaitannya dengan masalah
lain di luar bahasa. Kajian internal ini dilakukan dengan menggunakan teori-teori
dan prosedur-prosedur yang ada dalam disiplin linguistik. Sedangkan kajian
eksternal adalah kajian yang dilakukan terhadap hal-hal atau faktor-faktor yang
berada di luar bahasa yang berkaitan dengan pemakaian bahasa itu oleh para
penuturnya di dalam kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan. Pengkajian
secara eksternal ini akan menghasilkan rumusan-rumusan atau kaidah-kaidah
yang berkenaan dengan kegunaan dan penggunaan bahasa tersebut dalam segala
kegiatan manusia di dalam masyarakat, misalnya sosiolinguistik, psikolinguistik,
antropolinguistik, neurolinguistik.
Seperti yang telah dijelaskan pada penjelasan sebelumnya, dalam kajian
internal bahasa, terdapat empat bidang kajian atau cabang linguistik yaitu fonologi,
morfologi, sintaksis, dan semantik. Fonologi (on-inron) adalah cabang linguistik
yang mengkaji tentang lambang bunyi bahasa berdasarkan pada fungsinya.
Morfologi (keitaron) adalah cabang linguistik yang mengkaji tentang kata dan
proses pembentukannya. Sintaksis (tougoron) adalah
cabang linguistik yang
mengkaji tentang struktur dan unsur-unsur pembentuk kalimat. Dan cabang
linguistik internal yang terakhir adalah semantik (imiron).
Semantik (imiron) adalah salah satu cabang linguistik (gengogaku) yang mengkaji
tentang makna. Semantik memiliki peranan penting, karena bahasa yang
digunakan dalam komunikasi tiada lain untuk menyampaikan suatu makna. Ada
pendapat yang menyatakan bahwa penelitian yang berhubungan dengan bahasa,
apakah struktur kalimat, kosakata, ataupun bunyi-bunyi bahasa, yang pada
hakikatnya tidak terlepas dari makna. Abdul Chaer mengatakan bahwa “Semantik
Universitas Sumatera Utara
adalah ilmu tentang makna atau tentang arti. ”Yaitu salah satu dari 3 (tiga) tataran
analisis bahasa (fonologi, gramatikal dan semantik). Fungsi dari analisa semantik
adalah untuk menentukan makna dari serangkaian instruksi yang terdapat dalam
program sumber. Untuk mengetahui makna, maka rutin analisa semantik akan
memeriksa :
a. Apakah variabel yang ada telah didefenisikan sebelumnya
b. Apakah variabel-variabel tersebut tipenya sama
c. Apakah operan yang akan dioperasikan tersebut ada nilainya dan seterusnya.
Makna suatu kata biasanya akan berkembang, karena dipengaruhi oleh
konteks atau situasi dalam kalimatnya. Makna yang sama namun nuansa yang
berbeda dalam kalimat berkaitan dengan relasi makna. Relasi makna adalah
hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan
bahasa yang lainnya (Chaer, 1994:297). Dua buah kata atau lebih yang
mempunyai makna yang sama, bisa dikatakan sebagai kata yang bersinonim.
Sinonim adalah salah satu relasi makna yang terdapat pada semantik dan sinonim
merupakan hubungan semantik yang menyatakan kesamaan makna antara satu
satuan ujaran dengan satuan ujaran yang lainnya (Chaer, 1994:297). Untuk
mendefinisikan sinonim, ada tiga batasan yang dapat dikemukakan. Batasan atau
definisi itu ialah kata-kata dengan acuan ekstra linguistik yang sama, kata-kata
yang mengandung makna yang sama, dan kata-kata yang dapat disubsitusi dalam
konteks yang sama. Akan tetapi, dalam semantik dua buah ujaran yang
bersinonim tidak akan sama persis. Hal ini terjadi karena berbagai faktor,
Universitas Sumatera Utara
diantaranya nuansa makna. Baik kata kerja, kata sifat, kata keterangan dalam
bahasa Jepang, tentunya berbeda.Walaupun ada kata-kata yang sama, belum tentu
maknanya juga sama. Misalnya pada kata sifat yang berakhiran na (keiyoudoshi),
yaitu iroiro dan samazama, ada kemiripan makna maka dikatakan sebagai
sinonim. Akan tetapi, meskipun bersinonim, hanya pada konteks tertentu saja,
karena tidak ada sinonim yang semuanya sama persis, dalam konteks atau situasi
tertentu
pasti
akan
ditemukan
perbedaannya
meskipun
perbedaannya
kecil.
Sinonim dalam bahasa Jepang bisa ditemukan tidak hanya pada verba saja,
melainkan juga pada adjektiva, nomina, dan bahkan pada ungkapan dan partikel
pun bisa terjadi. Hal ini banyak sekali ditemukan di dalam bahasa Jepang
sehingga menjadi salah satu penyebab sulitnya mempelajari bahasa Jepang. Oleh
karena itu, penganalisaan terhadap perbedaan dan persamaan makna sinonim
dalam bahasa Jepang perlu untuk diperhatikan dan dilakukan.
Sebagai contoh, pemakaian adjektiva iroiro na dan samazama na adalah
seperti di bawah ini.
じょせい
1.
女性にもいろいろなタイプがある。
Jyosei ni mo iroiro na taipu ga aru.
Ada banyak variasi di antara wanita.
(Kamus Jepang-Indonesia, Kenji Matsuura, 1994:341)
Universitas Sumatera Utara
2.
この語はさまざまな意味をもっている。
Kono go wa samazama na imi o motteiru.
Kata ini memiliki arti yang berlain-lainan.
(Kamus Jepang-Indonesia, Kenji Matsuura, 1994:843)
はんのう
3.
彼らの反応はさまざまだ。
Karera no hannou ha samazama da.
Tanggapan dari mereka berbeda-beda.
(Kamus Jepang-Indonesia, Kenji Matsuura, 1994:843)
せ
4.
わ
いろいろお世話になりました。
Iroiro osewa ni narimashita.
Terima kasih atas segala macam bantuannya.
(Kamus Pemakaian Bahasa Jepang, 1988:385)
Melihat keempat contoh kalimat tersebut, dapat diketahui
bahwa
meskipun keempat adjektiva tersebut memiliki persamaan makna yaitu samasama mengandung makna “bermacam-macam, beragam-ragam, berjenis-jenis”,
namun nuansa makna “bermacam-macam, beragam-ragam, berjenis-jenis” yang
diberikan tiap-tiap adjektiva di dalam kalimat tersebut berbeda.
Setelah melihat uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai sinonim kata sifat iroiro dan samazama yang memiliki
pengertian yang sama sebagai adjektiva, yaitu “bermacam-macam, beragamragam, berjenis-jenis”, yang selanjutnya akan penulis tuangkan dalam skripsi yang
berjudul “Analisis Fungsi dan Makna Iroiro dan Samazama dalam Majalah
Nipponia”.
Universitas Sumatera Utara
1.2
Perumusan Masalah
Penelitian ini mencoba menjelaskan mengenai fungsi dan makna dari
adjektiva Iroiro
dan Samazama, yang sama-sama memiliki arti “bermacam-
macam, beragam-ragam, berjenis-jenis”, tetapi masing-masing kemungkinan
memiliki perbedaan dalam penggunannya, dan belum tentu dapat saling
menggantikan. Hal inilah yang menyebabkan munculnya kesulitan bagi
pembelajar bahasa Jepang untuk menggunakan atau menterjemahkan kalimat ke
dalam bahasa Jepang dengan tepat, khususnya bagi kalimat yang memiliki unsur
yang bersinonim di dalamnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam
bentuk pertanyaan seperti berikut:
1.
Apa makna dari Iroiro dan Samazama?
2.
Apa fungsi dari Iroiro dan Samazama?
3.
Apa perbedaan nuansa makna Iroiro dan Samazama dalam kalimat bahasa
Jepang?
1.3
Ruang Lingkup Pembahasan
Dalam penulisan proposal skripsi ini penulis membatasi ruang lingkup
pembahasan mengenai penggunaan kata bersinonim yaitu Iroiro dan Samazama.
Pembahasannya lebih difokuskan kepada analisis makna dan fungsi dari kedua
adjektiva yang bersinonim tersebut. Untuk masing-masing adjektiva Iroiro dan
Samazama akan dibatasi maksimal 10 buah contoh kalimat yang diambil dari
kalimat-kalimat bahasa Jepang yang terdapat di dalam majalah atau tabloid seperti
majalah Nipponia.
Universitas Sumatera Utara
1.4
Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
1.4.1
Tinjauan Pustaka
Untuk menghindari kesalahan dalam menginterpretasikan makna dari kata-
kata atau istilah yang digunakan dalam penelitian ini, penulis mencoba untuk
mendefenisikan beberapa istilah dalam linguistik, khususnya yang mencangkup
tentang semantik.
Linguistik berarti adalah ilmu bahasa. Oleh karena itu, ilmu linguistik
adalah ilmu yang mempelajari tentang bahasa. Ilmu linguistik tersebut, bukan
hanya mempelajari sebuah bahasa saja, melainkan seluk-beluk bahasa pada
umumnya. Salah satu kajian dari linguistik adalah semantik atau kajian makna.
Semantik merupakan salah satu bidang Linguistik yang mempelajari tentang makna. Kata
semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani yaitu “sema” (kata
benda) yang berarti “tanda atau lambang”. Kata kerjanya adalah “semaino” yang
berarti “menandai” atau “melambangkan”. Yang dimaksud dengan tanda atau
lambang disini sebagai padanan kata dari sema itu adalah tanda linguistik. Seperti
yang dikemukan oleh Ferdinan de Saussure, tanda lingustik terdiri dari :
1) Komponen yang menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa.
2) Komponen yang diartikan atau makna dari komopnen pertama.
Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang, dan sedangkan yang
ditandai atau dilambangkan adalah sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang
lazim disebut sebagai referent/acuan/hal yang ditunjuk. Jadi, Ilmu Semantik
adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan halhal yang ditandainya dan ilmu tentang makna atau arti.
Universitas Sumatera Utara
Kosakata (goi) merupakan salah satu aspek kebahasaan yang harus
diperhatikan dan dikuasai guna menunjang kelancaran berkomunikasi dalam
bahasa Jepang, baik itu dalam ragam tulisan maupun ragam lisan. Kosakata (goi)
dapat diklasifikasikan menjadi sepuluh kelas kata yaitu verba (doushi), adjektiva-I
(keiyoushi), adjektiva-Na (keiyoudoushi), nomina (meishi), pronomina (rentaishi),
adverbial (fukushi), interjeksi (kandoushi), konjugasi (setsuzokushi), verba bantu
(jodoushi), dan partikel (joshi), (Sudjianto, 2004:98). Iroiro dan samazama yang
akan dibahas di dalam penelitian ini termasuk ke dalam golongan adjektiva-Na
(keiyoudoushi).
Dalam penelitian ini penulis ingin menganalisis fungsi dan makna
adjektiva iroiro dan samazama yang memiliki makna yang sama tetapi berbeda
cara penggunaannya di dalam kalimat. Hal ini menyangkut tataran bidang
linguistik yaitu semantik. Objek kajian semantik antara lain makna kata (go no
imi), relasi makna antar satu kata dengan kata yang lainnya (go no imi kankei),
makna frase (ku no imi), dan makna kalimat (bun no imi). Lalu objek kajian yang
berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas ini adalah relasi makna
khususnya adalah sinonim, karena dalam hal ini adjektiva iroiro dan samazama
merupakan kata-kata yang bersinonim.
Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan
makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya (Chaer, 1994:297).
Dua buah ujaran atau lebih yang bersinonim maknanya tidak akan persis sama.
Ketidaksamaan ini terjadi karena berbagai faktor, antara lain yaitu faktor waktu,
faktor tempat atau wilayah, faktor keformalan, faktor sosial, faktor bidang
Universitas Sumatera Utara
kegiatan, dan faktor nuansa makna. Dalam bahasa Jepang sinonim disebut dengan
ruigigo.
1.4.2 Kerangka Teori
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan secara linguistik
bidang semantik dan konsep sinonim. Menurut Koizumi, semantik (imiron)
adalah mengungkapkan makna dari sebuah kata. Sedangkan menurut Sutedi
(2008:111) menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu cabang linguistik
(gengogaku) yang mengkaji tentang makna.
Kata semantik itu kemudian
disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang
mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang
ditandainya. Atau dengan kata lain, bidang studi linguistik yang mempelajari
makna atau arti bahasa.
Banyak teori tentang makna yang dikemukakan orang. Menurut de
Saussure setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari dua komponen yaitu
komponen signifian atau “yang mengartikan” yang wujudnya berupa tuntunan
bunyi dan komponen signifie atau “yang diartikan” yang wujudnya berupa
pengertian atau konsep. Dengan demikian, menurut teori yang dikembangkan dari
pandangan Ferdinand de Saussure dalam Chaer (1994:287) bahwa makna adalah
“pengertian” atau “konsep” yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda
linguistik. Selanjutnya menurut J.D Parera (2004:46) secara umum teori makna
dibedakan antara :
Universitas Sumatera Utara
1.
Teori Referensial atau korespondensi
Hubungan antara reference dan referent yang dinyatakan lewat symbol
bunyi bahasa baik berupa kata maupun frase atau kalimat.
2.
Teori Kontekstual
Teori kontekstual sejalan dengan teori relativisme dalam pendekatan
semantik semantik bandingan antarbahasa. Makna sebuah kata terikat pada
lingkungan kultural dan ekologis pemakai bahasa tertentu.
3.
Teori Mentalisme
Teori mentalisme ini bertentangan dengan teori teori referensi.
4.
Teori Formalitas
Teori ini dikembangkan oleh filsuf Jerman Wittgenstein (1830 dan 1858).
Wittgenstein berpendapat bahwa kata tidak mungkin dipakai dan bermakna untuk
semua konteks karena konteks itu selalu berubah dari waktu ke waktu.
Dari beberapa makna yang termasuk dalam kajian semantik di atas, teori
makna yang dipergunakan adalah teori kontekstual. Teori makna kontekstual
adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks dan
makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yaitu waktu, tempat, dan
lingkungan penggunaan bahasa itu (Chaer, 1994:290).
Penulis menggunakan teori kontekstual tersebut karena berdasarkan
situasinya. Meskipun iroiro dan samazama merupakan sinonim yang sama dan
memiliki makna yang sama, situasi diantara iroiro dan samazama tersebut
berbeda dan kedua ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan sama.
Istilah sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti
“nama” dan syn yang berarti “dengan”. Makna secara harfiahnya adalah nama lain
Universitas Sumatera Utara
untuk benda yang sama. Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan
adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya
(Chaer, 1994:297). Dua buah ujaran yang bersinonim maknanya tidak akan persis
sama. Ketidaksamaan itu terjadi karena berbagai faktor, yaitu faktor waktu, faktor
tempat atau wilayah, faktor keformalan, faktor sosial, faktor kegiatan, dan faktor
nuansa makna.
Untuk makna iroiro dan samazama penulis menggunakan pendapat
Hirotase dan Masayoshi (1994:121-122) dalam buku Effective
Japan Usage
Guide menyatakan bahwa:
いろいろはたくさんの種類があるというようすを表します。「い
ろいろ」 は「さまざま」よりも一般的に広く使われ、ほとんどの場
合「さまざま」の代わりをすることができます。
Iroiro wa takusan no shurui ga aru to iu yousu o arawashimasu.
[iroiro] wa [samazama] yori mo ippan teki ni hiroku tsukaware,
hotondo no baai [samazama] no kawari o suru koto ga dekimasu.
Terjemahan:
Iroiro menunjukkan bahwa ada banyak jenis. Iroiro digunakan lebih
luas daripada samazama.
さまざまはたくさんの種類があるようすを表しますが、「いろ
いろ」よりも少しかたい言い方です。それぞれに違いがあると
いう意味が強く含まれています。
Samazama wa takusan no shurui ga aru yousu o arawashimasuga,
[iroiro] yori mo sukoshikatai ii kata desu. Sorezore ni chigai ga aru to
iu imi ga tsuyoku fukumarete imasu.
Terjemahan:
Samazama menunjukkan bahwa ada banyak jenis tetapi cara
menjelaskannya agak lebih sulit daripada「iroiro」. Artinya termasuk
kuat bahwa masing-masing mempunyai perbedaan.
Universitas Sumatera Utara
Fungsi iroiro dan samazama penulis menggunakan pendapat Tian Zhonkui,
Shoji Izuhara, dan Xianshun Jin (1998:08-109) dalam buku Ruigigo Tsukaiwake
Jiten menyatakan bahwa :
いろいろ:副詞的に使って「あれこれ」、形容詞的に使って数 .
種類の多さ
Iroiro : fukushi teki ni tsukatte [are kore], keiyoushi teki ni tsukatte
kazu . shurui no oosa.
Terjemahan:
Iroiro : Bilangan yang digunakan dalam kata sifat dan kata keterangan
[aresore]. Banyaknya jenis.
さまざま:目で見た様子 . 状態が一つ一つ異なっていること。
種類の多さ。
Samazama : me de mita yousu . jyoutai ga hitotsu hitotsu kotonatte iru
koto. Shurui no oosa.
Terjemahan:
Samazama : Suatu keadaan yang membedakan satu persatu keadaan
yang dilihat dengan mata. Banyaknya jenis.
Konsep atau fungsi dan makna iroiro dan samazama di atas ini dijadikan
acuan untuk pembahasan mengenai fungsi dan makna iroiro dan samazama dalam
skripsi ini.
Berdasarkan
kerangka
teori
di
atas,
maka
penulis
akan
menginterpretasikan makna adjektiva iroiro dan samazama dengan konteks
kalimatnya, serta melihat ketepatan pemilihan kedua kata bersinonim tersebut
dalam kalimat.
Universitas Sumatera Utara
1.5
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.5.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui makna kata antara iroiro dan samazama.
2.
Untuk mengetahui fungsi kata antara iroiro dan samazama.
3.
Untuk mengetahui perbedaan nuansa makna adjektiva iroiro dan
samazama di dalam kalimat berbahasa Jepang.
1.5.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah:
1.
Untuk dapat dijadikan masukan bagi pembelajar bahasa Jepang untuk
memahami penggunaan adjektiva iroiro dan samazama.
2.
Untuk dapat dijadikan referensi bagi pembelajar bahasa Jepang untuk
memahami fungsi dan makna adjektiva iroiro dan samazama.
3.
Untuk dapat dijadikan acuan bagi penelitian bahasa Jepang mengenai kata
bersinonim lainnya.
1.6
Metode Penelitian
Dalam pembahasan atau penelitian ini penulis menggunakan metode
deskriptif. Menurut Surachmad (1988:5) dalam buku Pengantar Metodelogi
Ilmiah menerangkan bahwa metode penelitian deskriptif lebih merupakan istilah
umum yang mencakup berbagai teknik deskriptif. Diantaranya adalah
penyelidikan yang menuturkan, menganalisa, dan mengklasifikasikan. Dan
Universitas Sumatera Utara
pelaksanaan metode deskriptif tidak terbatas hanya sampai pengumpulan dan
penyusunan data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi tentang arti data ini.
Data-data yang diperoleh adalah melalui penelitian pustaka atau metode
kepustakaan (Library Research). Dalam hal ini penulis mengumpulkan dan menganalisis
buku-buku dan data-data yang berhubungan dengan tata bahasa, baik itu buku bahasa
Jepang, maupun buku bahasa Indonesia, khususnya buku-buku yang relevan dengan
pembahasan skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara
Download